Cerpon Maroeli Simbolon

1

Click here to load reader

description

Poetry

Transcript of Cerpon Maroeli Simbolon

Teramat sedih ia nembang

Teramat sedih ia nembang. Suaranya menyusup ke pori-pori bumi. Kristal kristal air mata bergulir di pipinya yang keriput. Biji matanya merah letih. Siapakah dia ? Siapakah yang nembang di tengah kota tanpa henti?. Ah. Tiada yang yang tahu. Tak ada yang mengenalnya. Itulah gambaran tersendiri perempuan tua yang nembang terus menerus di tengah kota.

Dengan kaki terendam comberan. Ia menjadi sosok aneh diantara debu debu kendaraan dan orang lalu lalang.

Sumpah serapah diterimanya dengan lapang dada. Ia tetap nembang.. Disinilah kami berdiri menyanyikan air mata kami*. Akibatnya, sudah berapa puluh kali orang-orang mengusirnya, bahkan membuangnya. Tetapi ketika mereka bangun di pagi yang penat, entah bagaimana caranya., ia telah kembali ke tempat semula denagn posisi yang sama. Seolah-olah ia telah menyatu dengan tanah dan air.

Sejak kapan ia berada di kota ini?. Untuk apa ia ada di sini?. Tak seorangpun yang tahu. Ia begitu saja muncul, dibawa angin. Rambutnya putih acak-acakan. Pakaiannya kumal memperburuk kondisi tubuhnya. Di siang, matahari memerah di kepalanya. Di malam, bulan memancar diwajahnya.

Apakah kau dibuang oleh anak-anak dan keluargamu?.

Ia mengangguk pelan teramat sedih. Tega sekali mereka. Apakah mereka tak kasihan? ia menggeleng lemah. Ah, apa saja yang ditanyakan jawabannya Cuma anggukan dan gelengan. Bahkan ketika orang-orang menderanya, ia semakin larut dalam nembang.

di balik gembur subur tanahmu kami simpan perih kami

di balik etalase megah gedung gedungmu kami coba sembunyikan derita kami*

dan air matanya perlahan pecah menjadi kanal darah. Lalu mengaliri urat-urat nadi dan jantung.

Mengapa kau disingkarkan?

Kau merusak suasana!