cerpenc

5
Betapa sempurnanya sore itu, bagaimana tidak? Pelatih mepercayaiku memperkuat tim sepakbola dan futsal sekolah untuk mengikuti berbagai event yang diselenggarakan sekolah dan pemerintah setempat. Hal tersebut membuatku semakin giat berlatih setiap Senin dan Kamis. Entah kebetulan atau tidak, aku baru saja membeli sepatu baru untukku sendiri sebelum pengumuman menggembirakan itu menghampiriku. Hal itu semakin menyempurnakan kebahagiaanku. Perjuanganku memang bukan hal yang sepele. Manakala matahari yang hendak tampil, aku harus membiarkan cucuran keringat mengalir di permukaan kulit ariku dan membuat nafasku terengah-engah. Tatkala air hujan yang ingin menunjukkan diri, harus relalah aku membiarkan baju putihku berubah menjadi coklat kehitam-hitaman ketika latihan. Selain itu, cemooh teman juga bukan hal yang jarang ku dengar, terlebih lagi kapten tim bernama Suhi yang amat emosional. “Kalo nggak bisa main pulang ajalah kau!” Kira-kira itulah yang diteriakkannya padaku ketika salah seorang pemain lawan lepas dari kawalanku ketika latihan. Memang omongannya sangat menusuk dan lebih dari sekedar tajam. Tapi harus kuakui bahwa permainannya memang luar biasa baik. Tidak ada satu pun pemain depan lawan yang mampu melewati hadangannya. Secara fisik, posturku memang kurang cocok sebagai pemain sepakbola, yang paling membuatku

description

d

Transcript of cerpenc

Betapa sempurnanya sore itu, bagaimana tidak? Pelatih mepercayaiku memperkuat tim sepakbola dan futsal sekolah untuk mengikuti berbagai event yang diselenggarakan sekolah dan pemerintah setempat. Hal tersebut membuatku semakin giat berlatih setiap Senin dan Kamis. Entah kebetulan atau tidak, aku baru saja membeli sepatu baru untukku sendiri sebelum pengumuman menggembirakan itu menghampiriku. Hal itu semakin menyempurnakan kebahagiaanku.

Perjuanganku memang bukan hal yang sepele. Manakala matahari yang hendak tampil, aku harus membiarkan cucuran keringat mengalir di permukaan kulit ariku dan membuat nafasku terengah-engah. Tatkala air hujan yang ingin menunjukkan diri, harus relalah aku membiarkan baju putihku berubah menjadi coklat kehitam-hitaman ketika latihan. Selain itu, cemooh teman juga bukan hal yang jarang ku dengar, terlebih lagi kapten tim bernama Suhi yang amat emosional. Kalo nggak bisa main pulang ajalah kau! Kira-kira itulah yang diteriakkannya padaku ketika salah seorang pemain lawan lepas dari kawalanku ketika latihan. Memang omongannya sangat menusuk dan lebih dari sekedar tajam. Tapi harus kuakui bahwa permainannya memang luar biasa baik. Tidak ada satu pun pemain depan lawan yang mampu melewati hadangannya.

Secara fisik, posturku memang kurang cocok sebagai pemain sepakbola, yang paling membuatku minder ialah ukuran badanku yang lebih dari rekan-rekan setimku. Namun aku sadar bahwa walau tubuhku besar, aku harus memanfaatkannya dengan baik. Karena prinsip itulah maka permainanku di lapangan dapat dibilang keras, karena aku mengandalkan kekuatan badanku untuk melakukan adu badan dengan pemain lawan dan kekuatan kakiku untuk melakukan sliding tackle. Di samping itu, mengetahui bahwa kecepatan lariku berada di bawah rata-rata pemain lain, maka aku tidak akan pernah membiarkan pemain melewatiku. Karena bila itu terjadi, maka gawang timku kemungkinan besar akan jebol. Selain motivasi diri, motivasi dari teman-teman terutama teman satu tim membuatku semakin percaya diri bahwa aku bisa memberikan yang terbaik dan berbicara banyak bagi timku. Sampai akhirnya, kegigihanku benar-benar berbuah hasil saat pelatih tim sekolahku yaitu Pak Alruji dan Pak Helli memintaku memperkuat tim untuk turnamen.

Persiapan kami yang pertama ialah untuk menghadapi turnamen futsal yang diselenggarakan oleh sekolah Al-Azhar. Aku bersama Suhiandy(kapten), Jimmy, Nicholas, Wilson, Peter, Wanda, Denny, Ricky, dll. sangat berhasrat untuk merebut juara untuk membuktikan pada sekolah bahwa kami bisa berbicara banyak bagi sekolah. Hal tersebut memang mendekati kenyataan saat kami mampu memenangkan laga pertama melawan MAN 2 Model melalui adu pinalti karena laga normal berkesudahan dengan skor imbang 2-2 di mana gol dari tim kami dicitakan oleh sang kapten dan Wanda masing-masing dengan 1 gol. Walau aku masuk sebagai pemain cadangan, tapi hari itu aku cukup bergembira karena aku, Jimmy, Suhi, Wilson, dan Ricky mampu menjebloskan bola ke gawang lawan sementara yang gagal hanya Wanda. Kami semua benar-benar menikmati kemenangan pertama kami itu. Di pertandingan berikutnya, kami bertemu SMA 8. Awalnya kami sangat percaya diri dapat memenangkan pertandingan itu, tapi saat pertandingan berlangsung, kami kesulitan menjebol pertahanan mereka. Akibatnya sama seperti pertandingan pertama, kami harus melewati drama adu pinalti untuk menentukan pemenang. Namun kali ini ceritanya berbeda, tendangan pinaltiku dan kapten serta Wilson gagal menembus gawan mereka, sementara yang mampu mencetak gol hanya Peter. Akhirnya kami pun harus merelakan gelar juara yang kami impikan itu.

Kekalahan kami yang pertama itu bagai menjadi antiklimaks bagi kami karena setelah kemenangan pertama itu, kami gagal memenangkan pertandingan di turnamen lainnya. Ialah turnamen Popda yang menjadi kekalahan kami berikutnya. Entah telah menjadi kutukan atau tidak, kali ini kami juga kalah melalui adu pinalti. Di 2x35 menit permainan normal, sebenarnya permainan kami cukup baik, namun kurang fitnya Prasetyo, gelandang tim kami membuat aliran bola menjadi terhambat dan sulit mengalir ke depan sehingga penyerangan kami tidak berjalan dengan baik. Dengan berkesudahannya babak ke 2 pertandingan tersebut, adu pinalti pun tad sapat terelakkan. Harapan kami sebenarnya muncul saat tendangan pemain SMKN 5 melambung di atas mistar. Namun seiring gagalnya Nicholas dan Suhiandy dalam mengeksekusi pinalti tersebut, kami pun menelan kekalahan dan harus angkat koper lebih awal dari turnamen itu.

Satu-satunya harapan tersisa kami yang terdekat ialah turnamen yang diselenggarakan oleh Riau Pos di Zoom Futsal. Kami benar-benar optimis menghadapi turnamen ini, karena memang kami telah terbiasa bermain futsal dan hampir tiap minggu latihan. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain. Permainan kolektif yang dipertontonkan SMA PGRI benar-benar merepotkan pertahanan kami sehingga kami harus mengakui keunggulan mereka dengan skor 6-5. Kami memang kalah hari itu, tapi aku yakin akan ada hikmah di balik semua kejadian itu. Perjuangan kami belum selesai. Walau turnamen telah kami tinggalkan, bukan berarti kami menyerah dan berputus asa. Kami tetap berlatih sesuai jadwal untuk mempersiapkan kematangan kami untuk ke depannya. Kendatipun aku masih belum memberi kontribusi yang berarti, tapi aku yakin bahwa suatu saat aku bisa berbicara banyak bagi tim sekolah bahkan Indonesiaku.

Itulah pengalamanku ketika duduk di bangku SMA. Sebenarnya, aku telah bermain bola sejak duduk di kelas 7 SMP. Saat itu, di kompleks rumahku mengadakan semacam turnamen untuk menyambut Hari Kemerdekaan. Saat itu, aku mampu mencetak 1 gol dari tendangan bebas dan 1 gol dari tendangan jarak jauh yang akhirnya membawa timku juara ke-2 di turnamen itu karena kalah di final. Sedangkan kisahku di sekolah tidak lebih manis karena tidak mampu merebut gelar apapun.

Walau kelihatannya perjalananku dengan sepakbola baik-baik saja, sebenarnya ke-2 orangruaku terutama ibuku sangat tidak suka melihatku bermain bola. Beliau berkata bahwa sepakbola tidak dapat menjamin masa depanku dan bahkan dapat mencelakaiku. Karenanya, beliau sama sekali tidak mau membelikanku benda-benda yang kuperlukan dalam sepakbola ini, baik itu sepatu, kaos, celana, kaos kaki maupun deker. Bahkan mereka tidak pernah sekalipun menyaksikanku bertanding apalagi memberiku semangat agar memenangkan pertandingan.

Namun itu bukanlah menjadi batu penghalang buatku. Semangat dan tekadku untuk mengenakan seragam merah putih dengan lambang garuda di dada sebelah kananku akan tetap membara dan akan kubuktikan kepada mereka bahwa dengan bermain sepakbola, masa depanku akan cerah dan dapat membanggakan mereka. Entah kapan itu waktunya, aku yakin suatu saat pasti akan kutunjukkan kepada mereka. Karena berdasarkan buku yang pernah kubaca, mengatakan bahwa Sebuah besi batangan pun bila digosok secara terus menerus dengan penuh ketekunan dapat berubah menjadi jarum.