Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

download Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

of 6

Transcript of Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    1/6

    Kabar Buruk dari Masa Depan*

    Cerpen Aris Susanto

    PEMENANG II

    Sayembara Cerpen Se-Jawa BaratBalai Bahasa Bandung 2008 **

    .

    .

    .

    MARJO benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seluruh kota

    didapatinya tanpa tulisan, tanpa huruf. Kosong. Di jalan-jalan tak lagi ia temui papan

    reklame, pamflet, spanduk, terlebih lagi, kertas. Sebelumnya, ia terkejut mendapati dirinya

    berada di antara puing-puing reruntuhan sebuah bangunan. Tadinya ia menganggap pastilah

    suatu gempa dahsyat telah terjadi kala dirinya tertidur pulas. Ia panjatkan puji syukur kepada

    Tuhan karena ia masih diberi nyawa. Lalu kemudian ia ingat anak-bininya. Bagaimana nasibmereka? Ia coba cari, namun tak ia temukan. Dan ketika keluar, ia dapati pemandangan ganjil

    itu. Sebuah kota yang lain saat sebelum ia tidur. Semuanya berubah.

    Dimana aku?, pikirnya. Rumah tempat dimana ia tidur tadi, ia temukan telah menjadi

    bangunan tua yang sudah bobrok. Gardu listrik yang semestinya tegak tak jauh di depan

    rumahnya, kini ia dapati sebagai hotel tua dan kusam tanpa satu pun manusia di dalamnya.

    Kebun singkong yang seharusnya masih tumbuh subur di belakang rumahnya, kini ia dapati

    sebagai WC umum dengan bau menyengat tanpa setetes air pun. Semuanya berubah. Berbeda

    jauh ketika ia hendak tidur tadi, ketika semuanya masih normal. Ia ingat istrinya masih

    menanak nasi di dapur. Anak-anaknya masih memelototi atraksi goyangan artis berbusana

    minim di televisi, di ruang tengah. Pun, suara-suara kambing miliknya di kandang masihmengembik seperti hari-hari biasanya. Tapi kini semuanya berubah. Semua tempat menjelma

    bangunan dan jalan yang sama sekali tak ia kenal. Ia gosok kedua matanya, barangkali ia

    masih mimpi. Tapi kenyataannya tidak. Ini benar-benar riil. Kini ia benar-benar berada di

    sebuah tempat lain.

    Dengan setumpuk pertanyaan di kepala, dan kebingungan yang melanda pikiran, ia

    susuri jalanan dengan terbengong-bengong. Sejauh mata memandang, yang ia dapati hanya

    kekosongan. Sampah-sampah berserakan. Bau amis darah pun ia cium sejak tadi. Apa yang

    sudah terjadi dengan kota ini? Apakah ini masih merupakan kota dimana ia tinggal? Ia sendiri

    tidak tahu.

    Setelah lelah dan hampir putus asa berjalan dan tak menemukan seorang manusia pun,

    samar-samar dari kejauhan ia melihat ada pergerakan kecil. Ia tajamkan pandangannya.

    Sosok kerdil berjalan tak karuan, seperti orang mabuk. Bergegas Marjo mempercepat

    langkahnya ke arah sosok tersebut. Setelah dekat, ia dapati seorang tua dengan rambut

    gondrong, jenggot lebat acak-acakan tak karuan, pakaian dekil, dan sebotol minuman tanpa

    label di tangannya. Bau busuk tercium dari mulut dan tubuhnya.

    Nhaaaa!! Akhirnya aku temukan juga ada orang lain di sini, hiks huahahaha!!!,

    orang tua itu berteriak keras setelah menyadari Marjo ada di depannya. Marjo segera

    mengambil posisi hati-hati, takut-takut kalau orang tua di depannya itu adalah orang yang tak

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 1

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    2/6

    lagi waras setelah sebelumnya ia sendiri kaget bukan main mendengar teriakan orang tua

    yang tiba-tiba itu.

    Haks haks!! Kau jangan takut begitu, anak muda Aku bukan orang gila, kota

    inilah yang gila Huahahahaha!!! Hiks!, kata orang tua itu dengan suara serak sambil

    kembali meneguk minumannya, kemudian bersandar pada sebuah tembok, menggelosor, lalu

    duduk.

    Marjo sedikit mulai merasa bahwa orang tua di hadapannya tidaklah berbahaya. Justru

    ia terkejut pikirannya bisa ditebak. Ia harus cepat-cepat menanyakan sesuatu pada orang tua

    itu. Ia jongkok, dan mulai bertanya.

    Pak Tua, sebenarnya ini dimana? Kota apa ini?!, tanya Marjo dengan suara pelan.

    Orang yang dipanggilnya Pak Tua itu hanya mengernyitkan alis. Lalu tawanya meledak.

    Marjo langsung berpikir, bahwa ia harus meralat anggapannya tadi. Sudah jelas orang tua di

    hadapannya adalah seorang yang sinting. Ia berdiri, dan sudah hendak pergi ketika ia dengar

    orang tua itu menyahut.

    Pastilah kau orang dari masa lalu yang kutunggu-tunggu

    Giliran Marjo yang mengernyitkan alis.Apa maksudmu, Pak Tua?

    Hng?? Huahahahahaha!!! Doaku ternyata Engkau kabulkan juga, Ya Tuhaaan!

    Hahahahaha!!! Engkau kirim juga manusia abad lalu kemari!!!, orang tua itu berteriak

    girang sambil menatap langit dengan mata berbinar. Marjo masih berdiri dengan pandangan

    tak mengerti. Tiba-tiba pandangannya membentur sebuah kertas kumal yang tersembul di

    salah satu saku pakaian kumal orang tua itu. Dengan cepat Marjo menyambar kertas tersebut.

    Tertera berbagai angka dengan kotak-kotak di sisinya. Matanya tak percaya. Orang tua itu

    sedikit kaget, lalu tertawa lagi.

    Ini kalender tahun sekarang?!, Marjo bertanya lirih dengan suara serak.

    Huahahaha!!! Itu kalender dua puluh delapan tahun lalu! Saat masih ada manusia-

    manusia di negeri ini yang masih hidup dari usaha percetakan, jawab orang tua tersebut.

    Marjo kembali jongkok perlahan.

    Apa maksudmu dengan saat masih ada manusia itu?

    Heh! Tenang Akan aku jelaskan padamu, anak muda

    Marjo bersiap menyimak apa yang bakal dikatakan orang tua itu.

    Empat puluhan tahun lalu, negeri ini sudah kehilangan para juru tulis dan koleganya,

    haks! Kalau dalam istilah di zamanmu, barangkali namanya penulis dan penerbit ya, hiks!

    Sekonyong-konyong Marjo merampas botol yang masih menempel di mulut orang tua

    itu, dan melemparnya jauh-jauh hingga terdengar suara pecahan yang cukup keras.

    Minumanmu sudah habis, Pak Tua! Sekarang cepat jelaskan semuanya padaku apa

    yang telah terjadi dengan serius!, ucap Marjo dengan suara meledak-ledak.Huahahahaha!! Jangan marah begitu, anak muda. Akan aku jelaskan, hiks! Sebab

    kau memang wajib mengetahuinya. Haks!

    Marjo masih mampu menahan geram. Efek mabuk dan suara tawa orang tua itu membuatnya

    sedikit muak.

    Semuanya berawal ketika sebuah kejumudan terjadi, hingga akhirnya menjadi status

    quo berkepanjangan. Dimana hampir semua anak-anak generasi muda negeri ini sudah tak

    lagi memiliki minat baca satu persen pun! Semua penulis negeri ini, baik para sastrawan,

    esais, kolumnis, novelis, cerpenis, penyair, pokoknya semua penulis buku-buku, berhenti

    massal dari kegiatannya menulis. Royalti yang mereka dapat teramat kecil, bahkan bisa

    kukatakan nominalnya hanya mampu buat makan ala kadarnya selama satu minggu. Buku-

    buku seluruh penulis di negeri ini, semuanya gagal pasar, lalu membusuk dimakan waktu,

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 2

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    3/6

    sebagian digerogoti rayap. Tak ada yang berminat membaca. Bukan lantaran karya mereka

    tak bernilai, tapi masyarakatnya yang benar-benar anti buku! Tak ada lagi yang namanya

    orang menginjakkan kakinya ke toko buku atau ke perpustakaan. Mall, swalayan,

    supermarket, dan tempat-tempat hedonis-lah yang menjadi tempat singgah wajib manusia-

    manusia negeri ini. Ini berimbas kepada kelangsungan hidup seluruh penerbit dan toko buku.

    Mereka semua terpaksa gulung tikar lantaran menderita kerugian yang besarnya bukan

    kepalang meskipun sebelumnya mereka sudah beratus kali banting stir terhadap buku-bukuyang mereka jual. Nyatanya tetap saja tak ada orang yang berminat menyentuhnya, apalagi

    membelinya.

    Lalu perusahaan kertas pun enyah dari jagat ekonomi. Mereka tutup usaha lantaran

    sebagian besar pendapatannya yang didapat dari kegiatan penerbitan, telah mati. Pemerintah

    tak ambil pusing dengan peristiwa langka ini. Mereka lebih senang mengurusi partai dan

    persekongkolan untuk menipu rakyat. Anak-anak generasi muda negeri ini masih saja tidak

    sadar bahwa malapetaka akbar sedang mendekat. Lalu media massa cetak pun lumpuh! Sebab

    disamping tak ada lagi yang memproduksi kertas, oplah penjualan pun menurun lantaran

    masyarakat tak lagi berminat mengalokasikan uangnya untuk membeli satu koran pun.

    Masyarakat sudah tak mau peduli lagi dengan yang namanya informasi. Mereka sudah tak

    lagi memiliki kesadaran pentingnya informasi dan membaca. Buku-buku yang mereka miliki,mereka buang semua. Ada yang menjualnya ke tukang loak, ada yang menjadikannya

    bungkus gorengan, ada pula yang dijadikan untuk mengelap bokong bekas buang air besar,

    dan lain-lain lagi. Lalu anak-anak generasi muda itu melahirkan keturunan yang tak

    mengenal baca tulis. Sama seperti orang tuanya, tak menganggap bahwa membaca adalah

    sebuah kebutuhan primer. Tak ada lagi kutu buku.

    Lalu tahun berganti tahun. Jajaran kabinet pemerintahan pun digantikan oleh

    manusia-manusia yang tak suka membaca, tak pernah membaca, dan tak becus membaca.

    Lantaran seluruh perusahaan kertas hengkang, pabrik-pabrik rokok di negeri ini pun tutup

    usaha. Pendapatan terbesar negara yang dipungut dari pajak perusahaan rokok menjadi

    hilang. Profesi guru pun mati, lantaran anak-anak didiknya tak lagi mampu membaca

    meskipun sudah digojlok belasan tahun. Kertas dan buku-buku pun sudah hilang lantaran tak

    ada lagi yang mau menulis dan menerbitkan. Maka, lembaga pendidikan bernama sekolah

    pun ditiadakan. Sebab toh, bukankah sekolah pun adalah tempat pembodohan, dimana

    kreativitas anak-didik malah dikebiri dan diamputasi oleh sistem keparat bernama kurikulum?

    Lalu negeri ini pun sepi dari suara-suara lantunan kitab suci. Sebab tak ada lagi yang bisa

    membacanya. Adagium bahwa verba valent, scripta manentomongan cepat hilang dan

    tulisan akan tetap lestari, tak lagi relevan di zaman ini, anak muda. Justru omonganlah yang

    kini menjadi entitas abstrak yang tak lekang dimakan sejarah. Sedangkan tulisan malah

    mampus sebelum kiamat tiba. Manusia negeri ini hanya suka menghabiskan waktunya di

    depan televisi, yang semuanya hanya berisi omongan dan aksi tubuh.

    Manusia negeri ini menjadi kian regresif, bahkan menuju kehidupan primitif. Merekakembali mengulang sejarah ketika manusia belum mengenal tulisan. Hingga akhirnya mereka

    benar-benar tidak lagi mengenal tulisan, sebab mereka tak bisa membaca. Huruf-huruf dan

    angka tak lagi dikenal di zaman ini, anak muda. Potongan kertas kalender yang ada di

    tanganmu, itu ketika aku masih muda dulu, dan tentu saja kini ia menjadi benda yang teramat

    langka. Bukankah sekarang pun kau lihat, di sana-sini, sejauh matamu memandang, tak kau

    temui sebuah kertas satu lembar pun yang sebelumnya kerap menempel di tiang listrik dan

    tembok-tembok? Semuanya sudah musnah puluhan tahun lalu. Botol minuman yang kubawa

    tadi pun tak berlabel sama sekali, kan?

    Marjo hanya bisa mendengarkan semua itu dengan mulut menganga. Amat sulit sekali

    ia mempercayai omongan orang tua itu. Terlalu irrasional!

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 3

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    4/6

    Heh! Kau pikir aku membual, hah?!!!, seketika orang tua itu membentak. Marjo

    kembali kaget. Apa yang tidak mungkin dan mustahil, jika Tuhan berkehendak?!, bentak

    orang tua itu lagi. Untuk kedua kalinya pikirannya bisa terbaca.

    Oke, Oke. Baiklah, Pak Tua. Aku percaya padamu. Lalu, bagaimana dengan respon

    negara-negara tetangga?!, Marjo menyela.

    Goblok! Kita diisolir! Semuanya menarik kedutaannya dari negeri ini. Para investor

    kabur lantaran tidak sudi berhubungan dengan orang-orang dungu bangsa ini. Dan semuakekayaan negeri kita sudah dikuras habis oleh para kapitalis lantaran manusia-manusia di

    negeri ini tak lagi becus membaca! Kita menjadi bangsa yang paling terbelakang dibanding

    Vietnam dan Kamboja! Kita dikutuk dan dicaci di seluruh dunia!

    Membaca?! Apa hubungannya?!

    Tolol!! Ya tentu saja membaca keadaan! Membaca situasi! Membaca gelagat buruk!

    Membaca peluang! Membaca segalanya! Itu yang tidak becus dilakukan oleh para pemimpin

    di atas sana ketika itu! Lalu aksi separatis ramai terjadi. Dan apa respon para bapak-bapak di

    pemerintahan?! Mereka acuh saja! Sebab mereka goblok! Dan lantaran kegoblokan mereka,

    terjadilah aksi saling guling kekuasaan, makar, pemberontakan, dan beragam aksi subversif.

    Lalu lahirlah katastrofi berkepanjangan yang tak ada seorang pun yang sanggup

    meredakannya. Tak ada lagi yang namanya pemikir, pengamat, kiai, ulama, dan mahasiswa-mahasiswa cerdas yang berusaha melawan atau menelurkan ide-ide pencerahan. Semuanya

    mati! Pernah ada segelintir orang yang ingin merubah keadaan, namun mereka tak memiliki

    preseden tertulis. Toh kalaupun ada, mereka tak akan mengerti, lantaran tak becus

    membaca!

    Kita terputus total dari dunia?!

    Ya!

    Bagaimana dengan dunia maya?!

    Sama saja! Para provider internet gulung tikar lantaran tak ada pasokan listrik.

    Kenapa pasokan listrik tidak ada, karena tak ada manusia yang bisa bekerja seputar

    kelistrikan. Kenapa tak ada yang bisa bekerja seputar kelistrikan? Lantaran tak ada yang

    sekolah dan belajar! Kenapa tak ada sekolah? Lantaran tak ada guru! Kenapa tak ada guru?

    Lantaran tak ada bacaan dan buku-buku! Kenapa tak ada buku-buku? Karena tak ada yang

    menulis! Kenapa tak ada yang mau menulis? Lantaran tak ada yang mau membaca dan para

    penerbit semuanya mati! Kenapa tak ada yang mau membaca? Lantaran satu-satunya

    kegiatan esensial itu diacuhkan! Kenapa diacuhkan? Lantaran mereka tak punya kesadaran

    akan pentingnya membaca! Paham, kau!? Lalu hal ini berimbas pada seluruh sektor

    kehidupan. Seluruh profesi yang pernah ada di negeri ini pun mati! Kau pikir saja sendiri

    bagaimana semua ini bisa terjadi hanya karena satu saja biang keroknya; sudah tak ada

    manusia yang mau dan bisa membaca!

    Omong kosong!, Marjo berteriak. Ini tidak mungkin terjadi!

    Bodoh kau, anak muda! Pakai akalmu! Kejadian langka ini pun terjadi tidak sertamerta begitu saja, tapi gradual! Berangsur-angsur! Ngerti?!

    Tidak!

    Goblok!!

    Kau yang goblok, Pak Tua! Kalau kau paham semuanya, berikut sebab-akibatnya,

    kenapa kau tidak mencegahnya?! Kenapa kau tidak melakukan usaha untuk membenahi

    keadaan?!

    Orang tua itu memandang Marjo

    dengan nanar. Cukup lama. Marjo pun seketika merasa ucapannya tadi terlalu kasar. Ia

    sedikit menyesal.

    Kau tahu, Nak, aku ini dilahirkan ketika semua prahara ini usai. Dan selama enam

    puluh delapan tahun ini, aku hidup sebatang kara. Sejak kecil aku hidup di lingkungan kotor.

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 4

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    5/6

    Lahir dari rahim pelacur. Tahu-tahu, aku berada di sini kala aku berumur lima tahun, bersama

    kawan-kawan sebayaku yang tak pernah mengerti apa yang sedang dan sudah terjadi. Lalu,

    waktu dan kehidupan membawaku pada segenap pemahaman, terutama ketika aku

    menemukan sebuah perpustakaan yang sudah runtuh dengan ribuan buku-bukunya yang

    sudah hampir habis dimakan rayap. Aku habiskan seluruh waktu hidupku di sana dengan

    membaca. Dari situlah aku mengerti sejarah macam apa yang baru saja melewati negeri ini.

    Membaca?! Bukankah kau bilangKetika aku masih kecil, lembaga pendidikan bernama sekolah masih tersisa satu-dua.

    Aku yang anak jalanan ini kerap mendengarkan dan mengamati dari luar jendela kelas dan

    ikut mendengar pelajaran, termasuk pelajaran mengeja dan menghafal huruf. Dari sana aku

    mulai belajar membaca otodidak. Bukankah Tuhan masih sayang padaku? Hmm?

    Huahahahahaha!!!

    Lalantas kemana semua orang di negeri ini?!

    Heh! Kau tak akan menjumpai manusia lagi kecuali mayat-mayat yang berserakan

    dan sudah membusuk tak karuan. Aksi penjarahan, pemerkosaan, dan pembunuhan besar-

    besaran sudah terjadi lama sekali. Paling banter kau bisa temukan orang-orang lain yang

    masih bertahan hidup seperti aku di setiap radius dua kilometer. Populasi manusia yang

    masih hidup di negeri ini bisa kuperkirakan hanya tinggal satu persen saja dari total sepuluhribu, sebab sudah puluhan tahun tak kuketahui lagi hal-hal baru. Sebab semuanya sudah

    lenyap.

    Orang tua itu pun menunduk. Marjo kemudian melihat orang tua itu menitikkan air

    mata. Ia masih belum bisa mencerna semua omongan orang tua itu.

    Sekarang, aku minta tolong kepadamu, anak muda, orang tua itu mengangkat

    kepala, kembali bersuara. Marjo mengerutkan dahi.

    Bagaimana aku bisa menolongmu?! Sebab aku saja bingung untuk bisa kembali

    pulang! Aku yakin ini hanya mimpi!

    Ini riil! Ini nyata! Pintaku cuma satu

    Sebentar!, Marjo memotong.

    Apa?

    Ada satu hal yang membuatku heran. Bagaimana kau bisa bertahan hidup kalau

    keadaan kota ini begini. Tak ada makanan, tak ada air bersih. Tak ada apapun!

    Heh! Jujur anak muda! Aku bisa hidup hingga saat ini dengan memakan sesamaku.

    Kadang jika aku bertemu orang-orang yang senasib denganku dan menemukan mayat, kami

    saling berebut. Dan jika tak ada mayat sama sekali, kami saling berkelahi dan saling bunuh.

    Yang kalah, tentu dijadikan santapan bagi yang menang. Beruntungnya, aku selalu

    memenangkan pertarungan gila tersebut.

    Marjo seketika berdiri dan mundur cepat-cepat.

    Kkkau kanibal?!, ucap Marjo lirih. Kini ia tahu bau busuk apa yang berasal

    dari mulut orang tua itu.Tenang saja, aku tak akan membunuhmu, apalagi memakanmu. Kau terlihat lebih

    kuat dan kekar daripada aku yang sudah tua dan ringkih ini. Toh, aku pun tak membawa

    senjata apapun. Terlebih lagi, justru aku mengharapkanmu. Seperti kataku tadi, aku justru

    membutuhkan bantuanmu. Kau bisa kembali ke masamu, dan kau bisa memberi tahu keadaan

    di masa ini kepada orang-orang yang berada di zamanmu. Bilang kepada anak cucumu

    supaya mereka mau membiasakan diri membaca buku. Tentunya bukan buku-buku murahan

    yang tak menambah kecerdasan, wawasan dan kekritisan berpikir!

    Bagaimana bisa?! Aku bisa ada di sini saja kejadiannya tidak kumengerti, sekarang

    kau menyuruhku kembali ke masaku?!

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 5

  • 8/14/2019 Cerpen Aris Susanto - Kabar Buruk Dari Masa Depan

    6/6

    Kau masih percaya Tuhan?! Mintalah pertolongan pada-Nya semoga keajaiban

    terjadi padamu sebagaimana permohonanku yang dikabulkan-Nya untuk mendatangkan

    manusia zaman lampau kemari, ya kamu ini!

    Marjo menelan ludah. Keringat mengalir di pelipisnya. Orang tua itu masih nyerocos.

    Katakanlah pada sesamamu. Perbaikilah dirimu dan sesamamu pada zamanmu, agar

    di masa depan, kejadian buruk yang nampak absurd ini tak menjadi kenyataan! Kau bisa

    merubah masa depan. Atau, jangan-jangan kau mau bilang bahwa kau adalah salah satuspesies manusia yang tak suka membaca pula, hah?!

    Ah, tidak. Aku bersyukur termasuk manusia yang hobi membaca. Aku biasakan

    keluargaku mencintai buku-buku. Nah, apa yang harus kulakukan sekarang, Pak Tua?!

    Kenapa kau bertanya padaku?! Apa kau mau mengobservasi dulu seluruh sudut kota

    ini?! Kau kembali saja ke tempatmu semula! Siapa tahu ada semacam lorong waktu yang bisa

    membawamu pulang!

    Lama Marjo berpikir. Dan akhirnya

    Baiklah, baiklah aku akan segera pergi

    Orang tua itu hanya membalas dengan senyuman. Marjo pun bergegas meninggalkan

    orang tua itu, menuju puing-puing dimana ia bangun untuk pertama kalinya tadi. Siapa tahu

    jika ia tidur kembali di sana dan bangun, ia bisa kembali ke masa dimana seharusnya iahidup. Tapi sama sekali di luar dugaannya, ketika baru beberapa langkah berjalan, sepotong

    besi tajam mencuat dari dalam perutnya. Dirasakan lambungnya bocor. Perih bukan main.

    Seseorang telah menusuknya dari belakang. Marjo menoleh. Orang tua itu!

    Darah segar keluar dari mulut Marjo. Seketika ia ambruk menimpa bumi, hampir tak

    sadarkan diri. Melihat hal itu, orang tua tersebut berdiri, dan berteriak keras-keras.

    Hooooiiii!!! Kawan-kawaaan!!! Keluarlaah!!! Saatnya kita pestaaa!!!

    Lalu seketika muncul berpuluh orang dari balik tembok, dari balik sudut bangunan,

    dari dalam tong sampah, dan dari berbagai tempat persembunyian lainnya.

    Wah, kita bisa makan kenyang hari ini, ucap salah seorang dari mereka sambil

    menginjak-injak tubuh besar Marjo. Dan tanpa berbasa-basi lagi, mereka merobek-robek

    tubuh Marjo, menguliti, dan mencincangnya seperti kambing kala Idul Adha. Teriakan dan

    lolongan Marjo disambut riuh tawa para kanibal itu. Darah merah bergenangan. Daging-

    daging berhamburan. Tak ada saksi, kecuali sepotong kertas kalender lusuh di tangannya

    yang ia ambil dari orang tua itu tadi. Sepercik darah menempel disana. Pada sebuah angka,

    tahun 2103. []

    Bandung, 13 Agustus 2008

    Aris Susanto

    ______________________________________________________

    * Diposting juga di http://esensi.wordpress.com/2008/08/28/kabar-buruk-dari-masa-depan/

    ** Diumumkan di situs resmi Balai Bahasa Bandung (ketika belum maintenance total) di :

    http://balaibahasabandung.web.id/bdg/index.php?

    option=com_content&task=view&id=79&Itemid=1

    Kabar Buruk dari Masa Depan Aris Susanto | 6