CERITA I DARAMATASIA SEBAGAI MEDIA AJARAN MORAL BAGI MASYARAKAT BUGIS DI SULAWESI SELATAN

11
CERITA I DARAMATASIA SEBAGAI MEDIA AJARAN MORAL BAGI MASYARAKAT BUGIS DI SULAWESI SELATAN OLEH DRA. DAFIRAH, M.HUM JURUSAN SASTRA DAERAH FAK.SASTRA UNHAS PENDAHULUAN Cerita I Daramatasia adalah salah satu cerita rakyat lisan yang ada di tengah-tengah masyarakat Sulawesi-Selatan. Cerita ini masih hidup hingga sekarang apalagi di daerah pelosok. Karya ini merupakan tergolong dalam cerita rakyata yang berbentuk Legenda keagamaan yaitu legenda mengenai orang-orang beriman. Cerita Daramatasia di sosialisasikan ke dalam masyarakat Bugis melalui tuturan. Penuturan dilakukan oleh seorang atau lebih tukang tutur dan dihadiri atau didengar oleh sejumlah orang dari komunitas mereka. Masyarakat yang mendengar pelisanan cerita tersebut merasa terhibur dengan keindahan bahasa dan teknik penuturan yang biasanya dinyanyikan dengan lagu tertentu.

description

Cerita I Daramatasia adalah salah satu cerita rakyat lisan yang ada di tengah-tengah masyarakat Sulawesi-Selatan. Cerita ini masih hidup hingga sekarang apalagi di daerah pelosok. Karya ini merupakan tergolong dalam cerita rakyata yang berbentuk Legenda keagamaan yaitu legenda mengenai orang-orang beriman.

Transcript of CERITA I DARAMATASIA SEBAGAI MEDIA AJARAN MORAL BAGI MASYARAKAT BUGIS DI SULAWESI SELATAN

Page 1: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

CERITA I DARAMATASIA SEBAGAI MEDIA AJARAN MORAL BAGI MASYARAKAT BUGIS DI SULAWESI SELATAN

OLEHDRA. DAFIRAH, M.HUM

JURUSAN SASTRA DAERAH FAK.SASTRA UNHAS

PENDAHULUAN

Cerita I Daramatasia adalah salah satu cerita rakyat lisan yang ada

di tengah-tengah masyarakat Sulawesi-Selatan. Cerita ini masih hidup hingga

sekarang apalagi di daerah pelosok. Karya ini merupakan tergolong dalam

cerita rakyata yang berbentuk Legenda keagamaan yaitu legenda mengenai

orang-orang beriman.

Cerita Daramatasia di sosialisasikan ke dalam masyarakat Bugis melalui

tuturan. Penuturan dilakukan oleh seorang atau lebih tukang tutur dan dihadiri

atau didengar oleh sejumlah orang dari komunitas mereka. Masyarakat yang

mendengar pelisanan cerita tersebut merasa terhibur dengan keindahan bahasa

dan teknik penuturan yang biasanya dinyanyikan dengan lagu tertentu.

Di pasar-pasar tradisiional rekaman cerita ini masih kadang di

dapatkan dalam bentuk kaset. Pertanda bahwa cerita ini masih mendapat

tempat di hati masyarakat Sulawesi Selatan bahkan pesan yang

dikandungnya masih dibutuhkan oleh mereka . Meskipun tentunya tidak semua

pesan yang ada dalam cerita ini relevan dengan kondisi dewasa ini .

Page 2: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

Khususnya dalam masyarakat Bugis, cerita ini biasanya diceriterakan

oleh seorang penutur pada waktu-waktu tertentu seperti saat acara

pengantinan. Pada malam hari sebelum esoknya acara pernikahan, cerita ini

dituturkan menemani para keluarga yang berkumpul untuk mempersiapkan

segala sesuatunya yang diperlukan pada esok hari di acara pernikahan. Cerita

ini digunakan untuk mengajari sang calon mempelai dan juga kepada segenap

hadirin. Penuturan ini biasa berlangsung semalam suntuk .

Selain itu penuturan cerita ini biasa juga dilakukan oleh orang tua

kepada anak-anaknya menjelang tidur.

Penuturan cerita I Daramatasia bisa dilakukan dengan iringan

musik ataupun tanpa iringan. Musik yang biasa menyertai penuturab cerita

ini adalah alat musik kecapi.

William R. Bascom (dalam James Dananjadja; 1984: 19)

mengemukakan 4 (empat) fungsi folklor yakni: (a) sebagai sistem proyeksi

(projective sistem), yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif;

(b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan; (c) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device): dan (d)

sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu

dipatuhi anggota kolektifnya. Naskah Daramatasia di sosialisasikan ke dalam

Bugis dengan jalan melisankan naskah tersebut. Penuturan naskah ini dilakukan

oleh seorang atau lebih tukang tutur dan dihadiri atau didengar oleh sejumlah

orang dari komunitas mereka. Masyarakat yang mendengar pelisanan cerita

Page 3: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

tersebut merasa terhibur dengan keindahan bahasa dan teknik penuturan yang

biasanya dinyanyikan dengan lagu tertentu.

AJARAN MORAL DALAM CERITA I DARAMATASIA

Cerita I Daramatasia menceritakan perjalanan hidup seorang perempuan

yang bernama I Daramatasia . Cerita diawali saat I Daramatasia menuntut

ilmu yang meliputi ilmu tata bahasa, hokum, fikhi, sampai pada ilmu

kebatinan. Kemudian menikah atas pilihan orang tua, pengabadiannya

kepada suaminya , saat diusir oleh suami dan orang tuanya, saat suaminya

meninggal sampai pada ketika I Daramatasia menikah lagi atas pilihannya

sendiri .

Tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang perempuan . Sebelum

menikah beliau adalah sosok perempuan yang cerdas dalam menuntut ilmu .

Selain itu, sebagai anak tunggal tidak pernah menunjukkan sifat

kecengengan dan ketergantungan pada orang-orang yang ada di sekitarnya.

Selain sebagai media menghibur, para pendengarnya juga mendapat

pengajaran dari isi cerita yang dinyanyikan. Kisah Daramatasia memiliki fungsi

mendidik dan mengajarkan kepada pembacanya bagaimana sepatutnya suami

istri hidup berumah tangga. Tokoh Daramatasia menunjukkan sikap atau prilaku

seorang istri yang mengabdi kepada suaminya sesuai apa yang diajarkan oleh

Rasulullah Muhammad SAW. Kedua fungsi di atas sangat menonjol dalam

naskah cerita Daramatasia.

Page 4: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

Masyarakat Bugis ataupun mungkin semua suku bangsa di muka bumi

ini senantiasa memiliki pengharapan bahwa melalui perkawinan manusia dapat

mengciptakan kehidupan yang lebih baik dan merasa bahagia. Karena dengan

demikian kebahagiaan dan ketentraman masyarakat luas dapat tercipta. Maka

dengan itu kehidupan rumah tangga yang dibangun oleh suami dan istri harus

menciptakan kehidupan harmonis. Suami dan istri harus mampu saling

menghargai dan menyadari hak dan kewajiban-kewajibannya, suami dan istri

mesti pula menyadari posisinya dalam rumah tangga.

Sebagai istri I Daramatasia menyadari posisinya sehingga ia

menunjukkan pengabdiannya yang sangat tinggi kepada suaminya. Setiap hari ia

menunggu suaminya pulang dan mencuci kakinya, lalu melapnya dengan

rambutnya. Setelah itu ia menemani suami makan hingga selesai. Segala

perkataan dan perintah suaminya ia patuhi, ia takut melanggar perintah

suaminya karena ia tahu membantah perintah suami adalah dosa menurut

ajaran agama Islam yang ia pelajari.

Karena takutnya berbuat kesalahan sampai pada suatu saat ia

menemani suaminya makan sambil menyusui anaknya yang mulai tertidur, pada

waktu itu pelita yang digunakan sebagai penerangan kehabisan sumbu, maka

dengan spontan ia memotong rambutnya beberapa helai untuk dijadikan sumbu,

karena ia takut kalau suaminya makan dalam kegelapan dan kalau ia berdiri ia

khawatir jika anaknya terbangun yang baru saja tertidur. Namun demikian

ternyata tindakannya itu dinilai salah oleh suaminya karena memotong

rambutnya tanpa sepengetahuan dan seizin suaminya. Daramatasia dipukul oleh

Page 5: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

suaminya yang amat marah lalu mengusirnya pergi dari rumahnya.

Daramatasiapun pergi meninggalkan rumah suaminya dan menuju ke rumah

orang tuanya.

Hal tersebut di atas adalah juga sebuah pelajaran bahwa setiap

kelakuan istri harus diketahui dan seizin sang suami. Ajaran serupa

sesungguhnya telah pula dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad dalam

kehidupan rumah tangganya dan juga dalam rumah tangga anaknya Sitti

Fatimah Azzahra, yang juga terdapat pada cerita Daramatasia. Anak yang

berdosapun akan ditolak oleh orang tuanya sekalipun. Hal tersebut ditunjukkan

oleh kedua orang tuanya ketika melihat Daramatasia diusir dari rumah suaminya.

Kedua orang tua Daramatasia beranggapan bahwa orang yang diusir oleh

suaminya adalah orang yang melakukan kesalahan dan berbuat dosa maka

orang seperti itu tidak sewajarnya di lindungi. Maka Daramatasiapun berjalan

tanpa tujuan dan akhirnya tiba pada hutan belantara. Selain itu orang tua I

Daramatasia menunjukkan sikap orang tua yang memberi kesempatan

kepada anaknya untuk menyelesaikan masalah dalam keluarganya. Beliau

tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga anak mereka .

Cerita ini juga mengajarkan bahwa orang yang sabar menjalani

penderitaan akan mendapat pertolongan dari Allah. Karena setibanya di tengah

hutan Daramatasia ingin shalat akan tetapi ia tidak memiliki pakaian yang layak

digunakannya. Sehingga datanglah malaikat dari langit menemuinya dan

memberikan pertolongan. Daramatasia diberikan pakaian yang indah dan

mengubah wajah dan tubuhnya menjadi lebih cantik dan muda.

Page 6: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

Ajaran lain yang ditampilkan dalam cerita ini adalah bahwa hidup

di dunia ini tidak boleh dihiasi dengan rasa dendam dan dengki terutama

kepada orang yang telah menyakiti dan menganiaya kita . Saat Daramatasia

kembali kerumah orang tua dan ke rumah suaminya atas perintah Malaikat Jibril

ia tidak dikenali lagi. Orang tua dan suaminya tidak menyangka kalau wanita

yang cantik dan muda yang datang ke rumah mereka adalah Daramatasia yang

telah ia usir dan mereka tolak. Namun demikian Daramatasia tidak menunjukkan

sikap dendam dan sakit hati. Ia senantiasa menunjukkan sikap sebagai mana

layaknya seorang istri dalam melayani suaminya dan mengasuh anaknya, serta

tetap bersikap hormat terhadap orang tuanya.

Demikianlah diantaranya unsur-unsur pendidikan dan keteladanan yang

dapat ditemukan dalah cerita ini. Tentunya dengan pengkajian yang lebih dalam

akan ditemukan lebih banyak lagi.

Page 7: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN

Daftar Pustaka:

- Bua, M. As’ad, (1988), I Daramatasiah (Transliterasi dan Terjemahan), Fak.

Sastra Univ. Hasanuddin, Ujung Pandang.

- Chanafiah, Yayah, (1999), Hikayat Darma Tahsiyah: Sebuah Telaah Filologis,

Tesis S2 Program Pascasarjana Univ. Padjadjaran, Bandung.

- Dananjadja, James, (1984), Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-

lain, Grafitti Pers, Jakarta.

- Hatta, Bakar, Drs. (1984), Sastra Nusantara; Suatu Pengantar Studi Sastra

Melayu), Ghalia Indonesia, Jakarta.

- Ikram, Achdiat, (1997), Filologi Nusantara, Pustaka Jaya, Jakarta.

- Mattulada, (1990), Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar Dalam Sejarah,

Hasanuddin University Press, Ujung Pandang.

- Rahman, Nurhayati, (1990), Episode Meongpalo Bolongnge dalam Naskah La

Galigo: Kajian Stuktur Mitologis Karya Sastra Bugis Klasik,

Tesis S2, Program Pascasarjana Univ. Padjadjaran, Bandung.

- Sharif, Zalila dan Jamila Haji Ahmad (1993), Kesusastraan Melayu Tradisional,

Universitas, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementrian

Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur.

Page 8: CERITA  I  DARAMATASIA  SEBAGAI  MEDIA  AJARAN  MORAL  BAGI  MASYARAKAT  BUGIS  DI SULAWESI  SELATAN