Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet
-
Upload
ary-kristianto -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
Transcript of Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet
cerdas sikapi bahan pengawet makanan
cara ampuh hindari Chemophobia
Sebuah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Mungkin hal inilah yang paling mewakili persepsi
masyarakat tentang bahan pengawet makanan. Isu-isu negatif yang berkembang tanpa adanya sumber yang jelas
kerapkali membuat masyarakat tidak mengenal bahan pengawet makanan secara obyektif dan utuh. Informasi yang
tidak lengkap ini akhirnya mengakibatkan chemophobia yaitu ketakutan terhadap bahan-bahan kimia termasuk
pengawet makanan. Jika kondisi ini tidak segera disikapi secara bijaksana, maka akan menimbulkan kerugian
khususnya bagi masyarakat itu sendiri.
Mengenal dan memahami bahan pengawet makanan akan lebih menguntungkan bagi pihak penggunanya.
Sikap yang antipati dan sikap memusuhi bahan pengawet makanan tidak selalu memberikan sikap positif. Oleh
karenanya mencoba mengenal dan berkawan dengan bahan pengawet makanan menjadi opsi yang pantas untuk
dilakukan.
Bahan pengawet makanan dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan pengawet makanan
alami dan bahan pengawet makanan artificial (sintetik). Dari dua jenis bahan pengawet makanan ini, yang paling
banyak menuai kontroversi adalah bahan pengawet makanan dari sintesis kimia. Sebenarnya munculnya stigma
negatif terhadap bahan pengawet makanan artificial ini sudah berlangsung lama sejak tahun 1980-an di Eropa
dimana lebih dari 50% masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap bahan kimia dalam produk pangan.
Kekhawatiran ini berawal dari adanya alergi dan intoleransi pada anak-anak serta adanya beberapa senyawa kimia
yang dapat menyebabkan kanker bila digunakan secara berlebihan. Namun perlu digarisbawahi bahwa kasus-kasus
ini masih sangat jarang terjadi dan terkesan dibesar-besarkan. Sebuah survey ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi
intoleransi terhadap pangan oleh bahan tambahan pangan sintetik pada orang dewasa sekitar 2-20%, sedangkan pada
anak-anak hanya sekitar 0,1-0,23%.
Tidak dapat dipungkiri meskipun telah diklaim aman oleh lembaga penelitian pangan dunia seperti Codex
Alimentarius Commission (CAC), badan standar pangan dunia (FAO/WHO), EFSA (Otoritas Keamanan Pangan
Eropa), dan lembaga di tingkat nasional seperti BPOM, bahan pengawet makanan masih diibaratkan sebagai pedang
bermata dua. Apabila bahan pengawet makanan ini digunakan secara tepat dan benar maka dipastikan akan
memberikan manfaat positif bagi pengadaan bahan makanan, sebaliknya apabila digunakan dengan cara yang
kurang tepat maka dapat memicu kecurangan atau membahayakan kesehatan manusia. Menyoroti kesalahpahaman
yang berlarut-larut pada bahan pengawet makanan sintetik ini, agaknya letak permasalahannya berada pada masalah
etika dan dosis. Selama bahan pengawet makanan sintetik yang digunakan masih sesuai dengan spesifikasi dan
karakteristik penggunaannya serta dengan takaran dosis yang benar, seharusnya tidak banyak persoalan yang
ditimbulkan.
Kasus Nipagin adalah kasus yang layak untuk dijadikan contoh. Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang bahan pengawet makanan sintetik ini menyebabkan mudahnya penyebaran isu yang merugikan baik pihak
produsen maupun pihak konsumen. Isu nipagin mulai mencuat di permukaan ketika adanya penolakan masuknya
mie instan asal Indonesia ke negara Taiwan. Penolakan ini berdasarkan kebijakan pemerintah Taiwan yang tidak
memperbolehkan adanya senyawa nipagin pada produk pangan salah satunya mie instan. Namun kebijakan ini
bukan berarti nipagin tidak aman digunakan melainkan suatu kebijakan otoriter masing-masing negara.
Menyangkut permasalahan keamanan nipagin (metilhidroksi benzoat), kajian keamanan metil hidroksi
benzoat ini kembali dilakukan secara detail oleh Otoritas Keamanan Pangan Uni Eropa (EFSA) melalui Panel Ahli
(The Scientific Panel on Food Additives, Flavourings, Processing Aids and Materials in Contact with Food). Panel
ahli telah melakukan evaluasi keamanan pangan untuk kelompok senyawa ester dari hidroksi benzoat sebagai bahan
tambahan pangan. Hasil kajian dari EFSA ini dituangkan dalam bentuk opini ilmiah EFSA yang dikeluarkan pada
bulan September 2004. Salah satu hasil penting dari kajian ini adalah metil hidroksi benzoat dapat digunakan
sebagai pengawet, dengan ADI (Acceptable Daily Intake) sampai 10mg/kg berat badan per hari. Bahkan, Codex
Alimentarius Commission (CAC), badan standar pangan dunia (FAO/WHO) juga telah mengadopsi dan selalu
merevisi adanya standar bahan tambahan pangan dengan terbitnya Codex General Standard for Food Additives.
Standar ini pertama kali diadopsi pada tahun 1995; dan direvisi tahun 1997, 1999, 2001, 2003, 2004, 2005, 2006,
2007, 2008, 2009 dan terakhir 2010). Pada standard mutakhir tersebut, CAC mengijinkan penggunaan metil (juga
etil) hidroksi benzoat ini (dengan nomor INS 218) untuk beberapa jenis produk pangan; termasuk kecap dengan
batas maksimum 1000 mg/kg. Secara khusus, berbagai standar penggunaan metil (dan etil) hidroksi benzoat baru
diadopsi antara 2009-2010; yang berarti bahwa kajian keamanannya telah mempertimbangkan berbagai data
keamanan mutakhir.
Cara cerdas berkawan dengan bahan pengawet makanan sintetik
Produk apapun apabila dikonsumsi secara berlebihan tidak baik baik kesehatan termasuk bahan pengawet
makanan. Oleh karena itu, berusahalah untuk tidak mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet
makanan buatan dalam jumlah besar dan terus-menerus.
Membiasakan diri mengenali bahan pengawet makanan sintetik dengan membaca label yang tertera pada
kemasan. Jangan langsung mengambil kesimpulan negatif terlebih dahulu apabila dalam kemasan tersebut
tercantum berbagai macam rumus kimia. Sebaiknya tidak phobia dengan produk-produk yang mencantumkan
nama kimia pada label.
Membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang bahan pengawet makanan sehingga dapat bersikap
kritis dan obyektif pada bahan pengawet makanan sintetik. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia, Badan POM atau dari institusi pendidikan terkait
Tidak mudah terkecoh dan bereaksi secara berlebihan terhadap isu-isu bahan pengawet sintetik yang beredar di
masyarakat yan belum jelas sumbernya. Motif isu negatif bahan pengawet makanan sangat bervariasi mulai yang
benar-benar demi kepentingan konsumen, sampai pada kepentingan perdagangan dan politik
Terakhir, kenali dan sayangi, sebagai konsumen yang bijak harus selalu kritis dan tanggap terhadap cerita tragis
kasus yang disebabkan oleh bahan pengawet makanan yang beredar. Apakah kejadian tersebut hanya terjadi satu
kali ataukan memang mewakili kejadian pada suatu populasi. Ada baiknya untuk mencari informasi yang benar
dari lembaga yang kredibel sehingga tidak mudah termakan oleh isu-isu yang menyesatan masyarakat termasuk
isu tentang bahan pengawet makanan.