Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet

4
cerdas sikapi bahan pengawet makanan cara ampuh hindari Chemophobia Sebuah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Mungkin hal inilah yang paling mewakili persepsi masyarakat tentang bahan pengawet makanan. Isu- isu negatif yang berkembang tanpa adanya sumber yang jelas kerapkali membuat masyarakat tidak mengenal bahan pengawet makanan secara obyektif dan utuh. Informasi yang tidak lengkap ini akhirnya mengakibatkan chemophobia yaitu ketakutan terhadap bahan-bahan kimia termasuk pengawet makanan. Jika kondisi ini tidak segera disikapi secara bijaksana, maka akan menimbulkan kerugian khususnya bagi masyarakat itu sendiri. Mengenal dan memahami bahan pengawet makanan akan lebih menguntungkan bagi pihak penggunanya. Sikap yang antipati dan sikap memusuhi bahan pengawet makanan tidak selalu memberikan sikap positif. Oleh karenanya mencoba mengenal dan berkawan dengan bahan pengawet makanan menjadi opsi yang pantas untuk dilakukan. Bahan pengawet makanan dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan pengawet makanan alami dan bahan pengawet makanan artificial (sintetik). Dari dua jenis bahan pengawet makanan ini, yang paling banyak menuai kontroversi adalah bahan pengawet makanan dari sintesis kimia. Sebenarnya munculnya stigma negatif terhadap bahan pengawet makanan artificial ini sudah berlangsung lama sejak tahun 1980-an di Eropa dimana lebih dari 50% masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap bahan kimia dalam produk pangan. Kekhawatiran ini berawal dari adanya alergi dan intoleransi pada anak-anak serta adanya beberapa senyawa kimia yang dapat menyebabkan kanker bila digunakan secara berlebihan. Namun perlu digarisbawahi bahwa kasus-kasus ini masih sangat jarang terjadi dan terkesan dibesar-besarkan. Sebuah survey ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi intoleransi terhadap pangan oleh bahan tambahan pangan sintetik pada orang dewasa sekitar 2-20%, sedangkan pada anak-anak hanya sekitar 0,1-0,23%.

Transcript of Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet

Page 1: Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet

cerdas sikapi bahan pengawet makanan

cara ampuh hindari Chemophobia

Sebuah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Mungkin hal inilah yang paling mewakili persepsi

masyarakat tentang bahan pengawet makanan. Isu-isu negatif yang berkembang tanpa adanya sumber yang jelas

kerapkali membuat masyarakat tidak mengenal bahan pengawet makanan secara obyektif dan utuh. Informasi yang

tidak lengkap ini akhirnya mengakibatkan chemophobia yaitu ketakutan terhadap bahan-bahan kimia termasuk

pengawet makanan. Jika kondisi ini tidak segera disikapi secara bijaksana, maka akan menimbulkan kerugian

khususnya bagi masyarakat itu sendiri.

Mengenal dan memahami bahan pengawet makanan akan lebih menguntungkan bagi pihak penggunanya.

Sikap yang antipati dan sikap memusuhi bahan pengawet makanan tidak selalu memberikan sikap positif. Oleh

karenanya mencoba mengenal dan berkawan dengan bahan pengawet makanan menjadi opsi yang pantas untuk

dilakukan.

Bahan pengawet makanan dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan pengawet makanan

alami dan bahan pengawet makanan artificial (sintetik). Dari dua jenis bahan pengawet makanan ini, yang paling

banyak menuai kontroversi adalah bahan pengawet makanan dari sintesis kimia. Sebenarnya munculnya stigma

negatif terhadap bahan pengawet makanan artificial ini sudah berlangsung lama sejak tahun 1980-an di Eropa

dimana lebih dari 50% masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap bahan kimia dalam produk pangan.

Kekhawatiran ini berawal dari adanya alergi dan intoleransi pada anak-anak serta adanya beberapa senyawa kimia

yang dapat menyebabkan kanker bila digunakan secara berlebihan. Namun perlu digarisbawahi bahwa kasus-kasus

ini masih sangat jarang terjadi dan terkesan dibesar-besarkan. Sebuah survey ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi

intoleransi terhadap pangan oleh bahan tambahan pangan sintetik pada orang dewasa sekitar 2-20%, sedangkan pada

anak-anak hanya sekitar 0,1-0,23%.

Tidak dapat dipungkiri meskipun telah diklaim aman oleh lembaga penelitian pangan dunia seperti Codex

Alimentarius Commission (CAC), badan standar pangan dunia (FAO/WHO), EFSA (Otoritas Keamanan Pangan

Eropa), dan lembaga di tingkat nasional seperti BPOM, bahan pengawet makanan masih diibaratkan sebagai pedang

bermata dua. Apabila bahan pengawet makanan ini digunakan secara tepat dan benar maka dipastikan akan

memberikan manfaat positif bagi pengadaan bahan makanan, sebaliknya apabila digunakan dengan cara yang

kurang tepat maka dapat memicu kecurangan atau membahayakan kesehatan manusia. Menyoroti kesalahpahaman

yang berlarut-larut pada bahan pengawet makanan sintetik ini, agaknya letak permasalahannya berada pada masalah

etika dan dosis. Selama bahan pengawet makanan sintetik yang digunakan masih sesuai dengan spesifikasi dan

karakteristik penggunaannya serta dengan takaran dosis yang benar, seharusnya tidak banyak persoalan yang

ditimbulkan.

Kasus Nipagin adalah kasus yang layak untuk dijadikan contoh. Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang bahan pengawet makanan sintetik ini menyebabkan mudahnya penyebaran isu yang merugikan baik pihak

produsen maupun pihak konsumen. Isu nipagin mulai mencuat di permukaan ketika adanya penolakan masuknya

Page 2: Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet

mie instan asal Indonesia ke negara Taiwan. Penolakan ini berdasarkan kebijakan pemerintah Taiwan yang tidak

memperbolehkan adanya senyawa nipagin pada produk pangan salah satunya mie instan. Namun kebijakan ini

bukan berarti nipagin tidak aman digunakan melainkan suatu kebijakan otoriter masing-masing negara.

Menyangkut permasalahan keamanan nipagin (metilhidroksi benzoat), kajian keamanan metil hidroksi

benzoat ini kembali dilakukan secara detail oleh Otoritas Keamanan Pangan Uni Eropa (EFSA) melalui Panel Ahli

(The Scientific Panel on Food Additives, Flavourings, Processing Aids and Materials in Contact with Food). Panel

ahli telah melakukan evaluasi keamanan pangan untuk kelompok senyawa ester dari hidroksi benzoat sebagai bahan

tambahan pangan. Hasil kajian dari EFSA ini dituangkan dalam bentuk opini ilmiah EFSA yang dikeluarkan pada

bulan September 2004. Salah satu hasil penting dari kajian ini adalah metil hidroksi benzoat dapat digunakan

sebagai pengawet, dengan ADI (Acceptable Daily Intake) sampai 10mg/kg berat badan per hari. Bahkan, Codex

Alimentarius Commission (CAC), badan standar pangan dunia (FAO/WHO) juga telah mengadopsi dan selalu

merevisi adanya standar bahan tambahan pangan dengan terbitnya Codex General Standard for Food Additives.

Standar ini pertama kali diadopsi pada tahun 1995; dan direvisi tahun 1997, 1999, 2001, 2003, 2004, 2005, 2006,

2007, 2008, 2009 dan terakhir 2010). Pada standard mutakhir tersebut, CAC mengijinkan penggunaan metil (juga

etil) hidroksi benzoat ini (dengan nomor INS 218) untuk beberapa jenis produk pangan; termasuk kecap dengan

batas maksimum 1000 mg/kg. Secara khusus, berbagai standar penggunaan metil (dan etil) hidroksi benzoat baru

diadopsi antara 2009-2010; yang berarti bahwa kajian keamanannya telah mempertimbangkan berbagai data

keamanan mutakhir.

Cara cerdas berkawan dengan bahan pengawet makanan sintetik

Produk apapun apabila dikonsumsi secara berlebihan tidak baik baik kesehatan termasuk bahan pengawet

makanan. Oleh karena itu, berusahalah untuk tidak mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet

makanan buatan dalam jumlah besar dan terus-menerus.

Membiasakan diri mengenali bahan pengawet makanan sintetik dengan membaca label yang tertera pada

kemasan. Jangan langsung mengambil kesimpulan negatif terlebih dahulu apabila dalam kemasan tersebut

tercantum berbagai macam rumus kimia. Sebaiknya tidak phobia dengan produk-produk yang mencantumkan

nama kimia pada label.

Membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang bahan pengawet makanan sehingga dapat bersikap

kritis dan obyektif pada bahan pengawet makanan sintetik. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia, Badan POM atau dari institusi pendidikan terkait

Tidak mudah terkecoh dan bereaksi secara berlebihan terhadap isu-isu bahan pengawet sintetik yang beredar di

masyarakat yan belum jelas sumbernya. Motif isu negatif bahan pengawet makanan sangat bervariasi mulai yang

benar-benar demi kepentingan konsumen, sampai pada kepentingan perdagangan dan politik

Terakhir, kenali dan sayangi, sebagai konsumen yang bijak harus selalu kritis dan tanggap terhadap cerita tragis

kasus yang disebabkan oleh bahan pengawet makanan yang beredar. Apakah kejadian tersebut hanya terjadi satu

kali ataukan memang mewakili kejadian pada suatu populasi. Ada baiknya untuk mencari informasi yang benar

dari lembaga yang kredibel sehingga tidak mudah termakan oleh isu-isu yang menyesatan masyarakat termasuk

isu tentang bahan pengawet makanan.

Page 3: Cerdas Menyikapi Bahan Pengawet