cepheid

9
ABSTRAK Jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam kosmologi karena unit terkecil dalam studi ini adalah galaksi dan oleh karena itu harus ada sebuah cara untuk menentukan jarak ekstragalaksi. Usaha ini dimulai dengan menetapkan standard candle atau lilin penentu jarak yang mengasumsikan bahwa sebuah objek yang dijadikan acuan pengukuran akan memiliki keberlakuan yang sama di bagian mana pun di alam semesta. Lilin standar dibagi ke dalam beberapa kelas menurut tingkat reliabilitasnya dan bintang variabel Cepheid menempati posisi teratas sebagai indikator utama. Cepheid adalah bintang yang berdenyut dengan teratur sehingga ia dapat diamati kembali pada waktu yang lain. Periode denyutan Cepheid terkait secara linear dengan kecerlangan intrinsiknya melalui hubungan M = δ logP + ρ (disebut sebagai Hubungan Peiode-Luminositas), sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk menentukan jarak sebuah objek. Luminositas Cepheid sangat tinggi (-2>MV>-6) sehingga dapat diamati pada galaksi-galaksi yang jauh dan variabilitasnya sangat tinggi sehingga ia mudah dikenali dan diisolasi. Freedman et.al (2001) menekankan pentingnya Cepheid sebagai indikator utama adalah karena Cepheid adalah objek muda yang banyak berada pada piringan galaksi spiral. Dalam makalah ini akan dibahas langkah-langkah penentuan jarak dengan menggunakan Cepheid. Aspek fotometri dan proses kalibrasi akan ditekankan dalam pembahasan, antara lain pilihan panjang gelombang dan prosedur penentuan titik nol dan kemiringan Hubungan Periode-Luminositas. Peran metode ini

description

dwq

Transcript of cepheid

ABSTRAKJarak ekstragalaksi menjadi penting dalam kosmologi karena unit terkecil dalam studi ini adalah galaksi dan oleh karena itu harus ada sebuah cara untuk menentukan jarak ekstragalaksi. Usaha ini dimulai dengan menetapkan standard candle atau lilin penentu jarak yang mengasumsikan bahwa sebuah objek yang dijadikan acuan pengukuran akan memiliki keberlakuan yang sama di bagian mana pun di alam semesta. Lilin standar dibagi ke dalam beberapa kelas menurut tingkat reliabilitasnya dan bintang variabel Cepheid menempati posisi teratas sebagai indikator utama. Cepheid adalah bintang yang berdenyut dengan teratur sehingga ia dapat diamati kembali pada waktu yang lain. Periode denyutan Cepheid terkait secara linear dengan kecerlangan intrinsiknya melalui hubungan M = logP + (disebut sebagai Hubungan Peiode-Luminositas), sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk menentukan jarak sebuah objek. Luminositas Cepheid sangat tinggi (-2>MV>-6) sehingga dapat diamati pada galaksi-galaksi yang jauh dan variabilitasnya sangat tinggi sehingga ia mudah dikenali dan diisolasi. Freedman et.al (2001) menekankan pentingnya Cepheid sebagai indikator utama adalah karena Cepheid adalah objek muda yang banyak berada pada piringan galaksi spiral. Dalam makalah ini akan dibahas langkah-langkah penentuan jarak dengan menggunakan Cepheid. Aspek fotometri dan proses kalibrasi akan ditekankan dalam pembahasan, antara lain pilihan panjang gelombang dan prosedur penentuan titik nol dan kemiringan Hubungan Periode-Luminositas. Peran metode ini dalam kosmologi juga akan dibahas, yaitu peran Cepheid sebagai indikator jarak dan penentuan Konstanta Hubble.

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangProblem Penentuan Jarak EkstragalaksiMemasuki abad ke-20, salah satu problem terpenting dalam astronomi adalah penentuan skala Bima Sakti kita dan apakah galaksi-galaksi lain (saat itu masih disebut nebula dan disamakan dengan awan-awan gas lain) merupakan bagian dari Bima Sakti kita atau merupakan sebuah aglomerasi bintang-bintang yang identik dengan Bima Sakti. Pertanyaan kedua akan mudah dijawab apabila kita dapat mengetahui besarnya Galaksi Bima Sakti dan juga jarak menuju nebula-nebula tersebut. Problem penentuan jarak menuju nebula-nebula inilah yang kemudian menjadi studi sendiri yang disebut problem penentuan jarak ekstragalaksi. Setelah disadari bahwa Bima Sakti adalah sebuah kumpulan bintang yang membentuk sebuah sistem bernama galaksi dan bahwa nebula-nebula lain yang jaraknya luar biasa jauh itu juga merupakan sebuah galaksi tersendiri. Selanjutnya, pada tahun 1929, Edwin Powell Hubble menunjukkan, melalui observasi pergeseran merah (redshift) galaksi-galaksi yang jauh, bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita dan memberikan bukti tak terbantahkan bahwa alam semesta mengembang. Laju pengembangan alam semesta ini berhubungan secara proporsional terhadap radius alam semesta dan konstanta yang kemudian disebut Konstanta Hubble. Konstanta ini memegang peranan penting dalam kosmologi karena tidak hanya memberitahu kita laju pengembangan alam semesta tetapi juga kerapatan alam semesta, besarnya percepatan (atau perlambatan) pengembangan alam semesta, usia alam semesta, dan radius alam semesta teramati. Penentuan Konstanta Hubble yang akurat membawa permasalahan tersendiri. Kecepatan resesi galaksi dapat diperoleh dengan mudah, namun penentuan jarak menjadi problem tersendiri karena semakin jauh objek semakin sulit jaraknya dapat ditentukan dengan akurat. Problem penentuan jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam studi fisika galaksi karena informasi jarak yang akurat terhadap objek-objek ekstragalaksi tidak hanya memungkinkan kita, pada hal yang paling dasar, menghitung kecerlangan sejati atau luminositas dari objek tersebut dan mencoba memperoleh properti mendasar dari objek-objek jauh tersebut: bagaimana mekanisme produksi energinya, tetapi juga dapat menentukan besarnya Konstanta Hubble dengan lebih akurat. Berbagai cara pun dikembangkan untuk menentukan jarak ekstragalaksi yang lebih teliti. Prinsip penentuan jarak ekstragalaksi sama sekali berbeda dengan penentuan objek-objekdi dalam galaksi kita. Metode tradisional dalam astronomi, paralaks trigonometri, tidak dapat digunakan karena sudut paralaks yang dihasilkan dari objek-objek tersebut sangat kecil dan tak terukur. Metode paralaks spektroskopi atau metode main sequence fitting, yang mengasumsikan bahwa bintang dengan kelas spektrum dan kelas luminositas yang sama akan memiliki magnitudo mutlak yang sama, tak dapat dilakukan karena bintang pada galaksi luar terlalu jauh sehingga tidak dapat diresolusikan menjadi bintang individual yang dapat ditentukan kelas spektrumnya. Masalah ini didekati dengan menggunakan lilin standar (standard candle), yaitu dengan mengasumsikan bahwa sebuah objek atau properti objek yang digunakan sebagai standar pengukuran akan memiliki sifat dan keberlakuan yang sama di manapun di jagat raya ini (Liddle, 2003). Dengan kata lain, alam semesta bersifat isotropis dan homogen, sehingga hukum-hukum fisika di manapun berlaku serba sama dan dengan demikian dapat dibandingkan satu sama lain dengan gejala fisika di Galaksi kita (Srsic, 1982). Lilin standar yang sudah dipahami dengan baik dapat menjadi indikator utama yang didefinisikan oleh Srsic (1982) sebagai metode penentuan jarak yang dapat dikalibrasi di dalam Galaksi kita melalui metode-metode geometri. Dengan indikator utama ini, jarak menuju galaksi di sekitar Bima Sakti (Local Group) dan beberapa dari group terdekat dapat ditentukan. Kelemahan dari indikator utama adalah terbatasnya rentang jarak yang masih ditentukan dengan akurasi tinggi, sehingga dibutuhkan indikator sekunder dan tersier yang dikalibrasi dengan galaksi lokal yang jaraknya ditentukan melalui indikator utama. Indikator sekunder dan tersier dapat menjangkau jarak yang lebih jauh namun akurasinya lebih rendah daripada indikator utama (Gambar 1-1).Bintang Variabel Cepheid Sebagai Indikator UtamaIndikator utama yang paling banyak digunakan dalam menentukan jarak galaksi lokal adalah dengan menggunakan bintang variabel Cepheid. Cepheid adalah bintang variabel dengan kecerlangan tinggi dan berdenyut dalam arah radial. Henrietta Swan Leavitt, astronom perempuan dari Observatorium Harvard, pada 1908 mengamati plat-plat foto pada Awan Magellan Kecil yang diamati dari tahun 1893 hingga 1906 dan menghasilkan katalog 1777 bintang variabel di Awan Magellan Kecil (Leavitt, 1908). Melalui katalog ini ia menemukan adanya korelasi antara periode denyutan Cepheid dengan Luminositasnya dan empat tahun kemudian ia memberikan sebuah formulasi yang kemudian dinamakan Hubungan Periode-Luminositas (Pickering, 1912). Hubungan ini memungkinkan kita menentukan Magnitudo Absolut Cepheid dari periode denyutannya, dan menghitung jarak bintang tersebut dengan menggunakan rumus modulus jarak. Eijnar Hertszsprung yang kemudian pertama kali melakukan kalibrasi dengan melakukan analisis paralaks statistik terhadap 13 buah Cepheid galaktik yang gerak dirinya diketahui dan memperoleh Hubungan Periode-LuminositasMV = 0.6 2.1log . (1.1)Madore dan Freedman (1991) menunjukkan bahwa Cepheid menjadi satu-satunya indikator utama karena kecerlangan intrinsiknya yang tinggi (-2 > MV > -6) sehingga mudah ditemukan pada galaksi yang jauh. Variabilitasnya juga membuat mereka lebih mudah diisolasi, diidentifikasi, dan diklasifikasi. Terlebih lagi, pengetahuan kita tentang model denyutan bintang memungkinkan kita memahami proses fisika yang mendasari luminositas, warna, dan periode denyutan Cepheid. Freedman et.al (2001) menambahkan lagi bahwa Cepheid adalah bintang muda yang banyak terdapat pada galaksi spiral, hubungan Periode-Luminositas (PL) dari Cepheid memiliki dispersi yang kecil, dan masa hidupnya sangat tinggi sehingga dapat diamati kembali pada saat dan panjang gelombang yang lain. Walaupun demikian, Cepheid juga memiliki kelemahan. Yang pertama adalah keterbatasan jarak yang dapat dicakup oleh metode ini. Ketika jarak terhadap galaksi meningkat (dan resolusi menurun), efek pengerumunan (crowding) membuat bintang Cepheid makin sulit diidentifikasi. Dengan Teleskop Ruang Angkasa Hubble, Cepheid hanya bisa diidentifikasi pada galaksi spiral dalam jarak kurang dari 30 Mpc (Freedman et.al 2001). Dengan demikian, Cepheid saja tidak dapat diamati pada jarak yang cukup untuk menentukan Ho secara langsung sehingga dibutuhkan indikator lain yang dapat menjangkau jarak yang lebih jauh agar Ho dapat ditentukan secara lebih akurat. Kedua, Cepheid adalah bintang muda sehingga banyak ditemukan pada region-region yang berdebu dan oleh karena itu harus ada koreksi terhadap efek absorpsi dan pemerahan dengan didasarkan pada asumsi universalitas hukum ekstingsi galaksi. Ketiga, kebergantungan Hubungan PL terhadap metalisitas belum sepenuhnya dimengerti dan keempat, belum ada kalibrasi geometris dari Hubungan PL pada berbagai metalisitas. Secara umum, jalan untuk menentukan jarak Cepheid (Cepheid distance) menuju sebuah galaksi melibatkan langkah-langkah berikut ini (Jacoby et.al 1992): (1) Pengamatan objek pada berbagai epoch; (2) identifikasi bintang-bintang variabel; (3) perkiraan magnitudo; (4) perkiraan periode; (5) perkiraan magnitudo rata-rata dan warna pada sistem standar; dan (6) koreksi ekstingsi dan perkiraan jarak. Kebergantungan hubungan Periode-Luminositas (PL) terhadap metalisitas telah lama menjadi perdebatan, setelah Walter Baade membedakan bintang menjadi Populasi I dan Populasi II. Cepheid dibagi menjadi dua tipe berdasarkan populasinya. Cepheid Populasi I (disebut juga Cepheid klasik) adalah bintang muda pada piringan galaksi sehingga hanya ditemukan pada galaksi yang baru saja membentuk bintang, terutama galaksi spiral atau iregular (Jacoby et.al 1992). Di satu sisi Cepheid Populasi II adalah bintang-bintang tua yang berada pada gugus bola dan memiliki magnitudo absolut yang lebih redup daripada Cepheid Populasi I dengan periode yang sama. Kemudian diketahui bahwa bintang Populasi I memiliki kelimpahan metal yang tinggi sementara Populasi II memiliki metalisitas rendah. Hampir semua ahli kini sepakat bahwa metalisitas Cepheid berperan dalam mengubah gradien Hubungan PL, namun seberapa besar hingga kini belum ada kesepakatanPenentuan Konstanta HubbleKonstanta Hubble ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan jarak galaksigalaksi yang bergerak menjauh dengan kecepatan resesi lebih besar dari ~4000 km s-1, dimana pada kecepatan ini dipercaya galaksi bergerak menjauh mengikuti Hubble Flow yang merupakan murni gerakan ekspansi alam semesta (Sandage & Tammann, 1974). Pada kecepatan yang kurang dari 4000 km s-1 gerakan galaksi masih dipengaruhi oleh interaksi antar galaksi dan tarikan oleh gugus-gugus galaksi sehingga gerak karena ekspansi alam semesta tidak dominan. Ada banyak pendekatan untuk dapat mencapai jarak ini. Pendekatan Edwin Hubble pada umumnya terdiri atas proses 3 langkah (Hubble, 1929): (1) Hitung jarak menuju galaksi-galaksi lokal dengan bantuan Cepheid, (2) Gunakan kriteria bintang paling terang yang dikalibrasi dengan galaksi-galaksi lokal sehingga skala jarak dapat diperjauh, dan (3) gunakan magnitudo total galaksi dan fungsi luminositas yang sudah dikalibrasikan pada langkah (2) untuk menurunkan jarak secara statistik. Langkah akhir yang diperoleh Hubble (1929) adalah Konstanta Hubble sebesar 526 km s-1 Mpc-1 (Gambar 1-2).1.2. TujuanSingkatnya, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:1. Menjelaskan prinsip dasar penggunaan Cepheid sebagai indikator jarak,mencakup:(a) Penjelasan fisis yang mencakup teori denyutan bintang.(b) Hubungan Periode-Luminositas-Warna.(c) Pertimbangan pilihan panjang gelombang.(d) Kebergantungan Hubungan Periode-Luminositas terhadap kelimpahan metal.(e) Efek pemerahan.(f) Proses kalibrasi absolut.(g) Estimasi galat2. Mengaplikasikan pengetahuan di atas untuk melakukan proses kalibrasi Cepheiddengan metode matematika yang diketahui penulis.3. Menentukan Konstanta Hubble Ho lokal dengan menggunakan data galaksi yangjaraknya ditentukan melalui Hubungan Periode-Luminositas dan jarak maksimalsebuah galaksi yang masih dapat ditentukan dengan akurat.

BAB IILANDASAN TEORI