Celsi - Kejang Demam

52
Laporan Kasus Anak Vinesa Celsiana Tranggana (406138072) A. IDENTITAS PASIEN Nama : An. M.N Usia : 1 tahun Jenis kelamin : Laki - laki Alamat : Cendono 01/04. Dawe . Kudus Suku : Jawa Agama : Islam Masuk RS : 7 Mei 2015 Dirawat ruang : Bougenville 2 Kelas : 3 Status : BPJS Keluar tanggal : 10 Mei 2015 No. Rekam medis : 709 344 B. ANAMESIS Dilakukan alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 8 Mei 2015 pukul 11.05 WIB di bangsal Bougenville 2 Keluhan Utama Kejang Keluhan tambahan Demam, batuk, pilek 1

description

hyhh

Transcript of Celsi - Kejang Demam

Vinesa Celsiana Tranggana (406138072)

Laporan Kasus Anak Vinesa Celsiana Tranggana (406138072)

A. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. M.NUsia

: 1 tahunJenis kelamin

: Laki - lakiAlamat

: Cendono 01/04. Dawe . KudusSuku

: Jawa

Agama

: Islam

Masuk RS

: 7 Mei 2015Dirawat ruang

: Bougenville 2

Kelas

: 3

Status

: BPJS

Keluar tanggal

: 10 Mei 2015No. Rekam medis: 709 344B. ANAMESIS

Dilakukan alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 8 Mei 2015 pukul 11.05 WIB di bangsal Bougenville 2 Keluhan Utama

Kejang

Keluhan tambahan

Demam, batuk, pilekRiwayat Penyakit Sekarang

Sejak tiga jam sebelum masuk rumah sakit (pk 05.00 WIB) , pasien mengalami kejang sebanyak dua kali dengan selang waktu 30 menit. Keduanya masing - masing berlangsung kurang lebih 10 menit, berupa klojotan satu badan dan mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien sadar dan normal kembali. Pasien juga mengalami panas sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit dan panas turun setelah diberi obat penurun panas, namun naik kembali sampai timbul kejang. Saat kejang, suhu tidak diukur. Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami batuk berdahak dan pilek. Dahak dan ingus berwarna jernih. Keluhan sakit telinga disangkal. Ibu mengatakan anak menjadi rewel, hanya mau minum air putih dan menolak minum susu. BAK dan BAB baik.Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang disangkalRiwayat jatuh disangkal

Riwayat sakit telinga disangkal

Riwayat sulit kencing disangkalRiwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami penyakit serupa di keluarga pasien.Riwayat Kehamilan Ibu

Ibu pasien tidak pernah menderita penyakit apapun selama hamil. Perawatan antenatal dilakukan di bidan rutin 1x/bulan. Minum vitamin yang diberikan bidan. Tidak ada kebiasaan merokok/minum alkohol.Riwayat Kelahiran

Persalinan spontan per vaginam cukup bulan ditolong bidan. Bayi langsung menangis spontan tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia dan kelainan bawaan. BBL 3300 gram, PB 55 cm, lingkar kepala dan lingkar dada ibu tidak ingat.Riwayat Gizi

Sejak lahir anak tidak pernah diberi ASI (ibu tidak mau menyusui) ( diberi

susu formula

Mulai usia 4 bulan, anak diberikan makanan lumat (bubur instan)

Usia 6 bulan mulai diberikan biskuit bayi Sekarang sudah makan makanan keluarga 3x sehari : nasi , lauk pauk , jarang makan sayur

Riwayat Tumbuh KembangBerat badan sekarang 10 kg, panjang badan 78 cm, lingkar kepala 47 cm.Tumbuh kembang anak sesuai dengan seusianya.

Berat badan ideal (BBi) : 11kgKesan : Normal

Kesan : Normal

Kesan : Normal

Kesan : Normal

Kesan : Normal

Kesan : Normal

Riwayat Imunisasi

Pasien mendapat imunisasi di Posyandu. Imunisasi lengkap sampai usia 9 bulan.Usia Vaksin yang didapatkan

0 Hepatitis B dan polio

1 Hepatitis B , BCG

2 Polio dan DPT

4 Polio dan DPT

6 Hepatitis B, polio, dan DPT

9Campak

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama ayah dan ibu. Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Biaya RS ditanggung BPJS.C. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 8 Mei 2015)Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran

: Compos Mentis

Antropometri

-BB

: 10 kg

-TB

: 78 cm

-LK

: 47 cm

-BMI

: 16.44 kg/m2Tanda vital

-Nadi

: 176 x/ menit , reguler, isi dan tegangan cukup-Suhu

: 38,3C (aksila)-Pernafasan: 34 x/ menit

-SpO2

: 99%Kulit

: anemis (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, CRT

< 2 detikKepala

: normocephale, UUB tidak membonjolMata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-

pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+

Telinga: bentuk normal, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tarik aurikula

-/-, pembesaran KGB retroaurikula -/-, liang telinga lapang dextra et sinistra, serumen -/-, sekret -/-

Hidung : bentuk normal, septum deviasi -, sekret +/+ (mukoserous)Mulut

: mukosa faring hiperemis , mukosa bibir merah muda, tidak kering.

tonsil: T1-T1, hiperemis -/-, detritus -/-, lidah bersihLeher: deviasi-, trakea letak di tengah, nyeri tekan -, pembesaran KGB (-)Cor

Inspeksi: pulsasi ictus cordis tak tampak

Palpasi: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V, di 1 cm medial

midclavicula line sinistra

Perkusi: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur -, gallop -

Pulmo

Inspeksi : bentuk dada normal, saat inspirasi dan ekspirasi simetris, tidak ada sisi yang tertinggal, retraksi otot pernafasan -

Palpasi : pengembangan dada simetris kanan dan kiri, krepitasi

nyeri tekan

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Perut datar

Palpasi : Nyeri tekan (-) , hepar tidak teraba, spleen tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas atas : akral hangat-/-, sianosis -/-, capillary refill time < 2 detik

Ekstremitas bawah : akral hangat-/-, sianosis -/-, capillary refill time < 2 detikPemeriksaan Neurologis

- Tanda rangsang meningeal Kaku kuduk: -

Tanda brudzinski I: -

Tanda brudzinki II: -

Tanda kernig: -- Saraf kranialis

Nervus I

: belum dapat dinilai Nervus II

: refleks kedip (+) , refleks cahaya langsung +/+ ,

refleks cahaya tidak langsung +/+

Nervus III, IV, VI : kedudukan bola mata simetris, tidak ada strabismus, pupil diameter 3mm isokor

Nervus V

: dapat membuka mulut , dapat menggerakkan rahang

Nervus VIII : raut muka simetris, fisura palpebra simetris, lipatan nasolabialis simetris

Nervus VIII, IX, XI : belum dapat dinilai Nervus XII : dapat menjulurkan lidah, atrofi lidah (-)- Motorik : baik

- Sensorik : belum dapat dinilai

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah rutin (7 Mei 2015)Hemoglobin12.2g/dl11.3 - 14.1

Eritrosit4.32Jt/ul4.1 - 5.3

Hematokrit34.7%33 - 41

Trombosit28410^3/ul150 - 400

Lekosit 11.710^3/ul6.0 17.5

Netrofil34.8 (L)%50-70

Limfosit 56.7 (H)%25 - 40

Monosit 8.0%2 8

Eosinofil 0.3 (L)%2 4

Basofil 0.2%0 1

MCH28.3pg27 31

MCHC35.2g/dL33.0 37.0

MCV80.0fL79.0 99.0

RDW14.6%10.0 15.0

MPV7.8fL6.5 11.0

PDW11.6fL10.0 18.0

Anjuran pemeriksaan: serum elektrolit, gula darahE. DIAGNOSIS

Kejang demam kompleksISPA

DD : kejang e.c gangguan elektrolit

kejang e.c gangguan metabolikF. PENATALAKSANAANTerapi Non Farmakologi

Saat terjadi kejang : bebaskan jalan napas, longgarkan pakaian dan anak diposisikan miringTerapi Farmakologi

Infus RL 12 tpm

Diazepam rektal 0,5mg/kgBB pada fase akut Rumatan kejang: asam valproat 15mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis Paracetamol 10-15 mg/kgBB, 4x sehari Ambroxol syr 3 x CthG. EDUKASI

Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan prognosis nya Menjelaskan kepada keluarga pasien cara penanganan awal jika pasien kejang: Tetap tenang dan tidak panik, kendorkan pakaian yang ketat terutamasekitar leher

Jika tidak sadar posisikan anak terlentang dengan kepala miring

Bersihkan muntahan atau lender di mulut dan hidung jika ada

Jangan masukkan apapun ke dalam mulut

Ukur suhu tubuh saat kejang, catat lama dan bentuk kejang

Jika saat di rumah kembali kejang berikan diazepam per rektal , bisa diulang sampai 2x dengan jarak 5 menit, jangan diberikan setelah kejang berhentiBawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung > 5 menit Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang risiko kejang berulang Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang pemberian obat pencegahan kejang dan efek sampingnyaH. PROGNOSIS

-ad vitam : ad bonam-ad functionam: ad bonam -ad sanationam: ad bonam CATATAN KEMAJUAN

9 Mei 2015

S : demam (+) , kejang (-), batuk (+), pilek (+) O :

KU

: tampak sakit sedang Kesadaran: compos mentis

Nadi

: 158x/menit

Suhu

: 37.8C

Frekuensi napas : 30x/menit

Mata

: konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,

diameter 3mm, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak

langsung +/+

Hidung: sekret mukoserous +/+

Mulut

: mukosa faring hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis,

Cor

: bunyi jantung I-II regular, murmur (-) , gallop (-)

Paru

: suara dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Abdomen: supel, bising usus (+)

Ekstremitas: akral hangat

A : Kejang Demam Kompleks ec ISPAP :

- Infus RL 12 tpm - Cefotaxime 3 x 200 mg / hari - Paracetamol 3 x 1 Cth - Ambroxol 3x1/2 Cth

- Nebulizer 2x (ventolin , NS 2cc) - Diazepam rektal 5 mg bila kejang 10 Mei 2015

S : demam (-) , kejang (-), batuk (+) berkurang , pilek (-) O :

KU

: baik

Kesadaran: compos mentis

Nadi

: 144x/menit

Suhu

: 36.2C

Frekuensi napas : 28x/menit

Mata

: konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,

diameter 3mm, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak

langsung +/+ Hidung: sekret -/-

Mulut

: mukosa faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis,

Cor

: bunyi jantung I-II regular, murmur (-) , gallop (-)

Paru

: suara dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Abdomen: supel, bising usus (+)

Ekstremitas: akral hangat A : Kejang Demam Kompleks

P :

- Cefotaxime 3 x 200 mg / hari - Paracetamol 3 x 1 Cth - Ambroxol 3x1/2 Cth

- Diazepam rektal 5 mg bila kejang Pasien diperbolehkan rawat jalanTINJAUAN PUSTAKAI. KEJANG DEMAM1.1. Definisi1Pengertian kejang demam menurut ILAE (International League Against Epilepsy) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada usia diatas satu tahun pada kenaikan suhu rektal >380C, yang penyebabnya bukan karena infeksi sistem saraf pusat serta tanpa riwayat kejang sebelumnya. 1.2 Epidemiologi1

Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berumur di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berumur antara umur 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada umur 18 bulan. Di berbagai negara insiden dan prevalensi kejang demam berbeda. Di Amerika Serikat dan Eropa insiden kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia insiden kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang insiden kejang demam berkisar 8.3-9.9%. Berdasarkan jenis kelamin , dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan.

1.3 Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. 1.4 Klasifikasi1,31.4.1 Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) adalah kejang yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri, berupa kejang umum tonik atau klonik tanpa gerakan fokal, serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

1.4.2 Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) ialah kejang dengan salah satu ciri: kejang lama lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1) Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) Predisposisi genetik: >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan).1.5. Patofisiologi2

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:

Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipokalemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

Perubahan permeabilitas membrane sel saraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.

Perubahan relative neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamate akan menimbulkan kejang. Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, namun para ahli memperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut :

Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel imatur. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan cerebral blood flow serta meningkatkan kebutuhan oksigen dari glukosa sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, asidosis laktat, hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

1.6. Diagnosis11.6.1. Anamnesis

Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)

Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga.

Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang menyebabkan hipoglikemia)1.6.2. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat demam

Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque

Pemeriksaan nervus kranialis Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar membonjol (UUB), papil edema

Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll

Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis

1.6.3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan / menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :

Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan

Bayi usia 12 18 bulan : dianjurkan

Bayi usia > 18 bulan : tidak rutin dilakukan

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

Pencitraan (CT-scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi, misalnya :

Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkian adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)

Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil)1.7. Tatalaksana1,31.7.1. Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa:

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. AntikonvulsanDiazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh >38,5oC dapat menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus. Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.Fenobarbital, karbamazepin , dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.Tatalaksana Kejang Akut1

a) Di rumah / Prehospital :

Penanganan kejang dirumah dapat dilakukan oleh orang tua dengan pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg atau secara sederhana bila berat badan 10kg: 10 mg. Pemberian di rumah maksimum 2 kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih berlangsung bawalah pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat.b) Di rumah sakit

Saat tiba di klinik/rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena, dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali sambil mencari akses vena. Sebelum dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit, dan gula darah sesuai indikasi.

Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin IV dengan dosis 20 mg/kg dilarutkan dalam NaCl 0,9% diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi dapat diberikan tambahan fenitoin IV 10 mg/kg. Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin IV setelah 12 jam kemudian dengan rumatan 5-7 mg/kg.

Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital IV dengan dosis maksimum 15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolik yang ada. Bila kejang berhenti, lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5 mg/kg setelah 12 jam kemudian.

c) Perawatan intensif rumah sakit

Bila kejang belum berhenti, lakukan intubasi dan perawatan di ruang intensif. Dapat diberikan salah satu di bawah ini :

Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti infus midazolam 0,01 0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam

Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5 mg/kg/jam dan diturunkan setelah 12-24 jam

Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan 0,5 5 mg/kg/jamCara pemberian obat antikonvulsan pada tata laksana kejang akut1

Diazepam

Dosis maksimum pemberian diazepam rektal 10 mg, dapat diberikan 2 kali dengan interval 5-10 menit

Sediaan IV tidak perlu diencerkan, maksimum sekali pemberian 10 mg dengan kecepatan maksimum 2 mg/menit, dapat diberikan 2-3 kali dengan interval 5 menit.Fenitoin

Dosis inisial maksimum adalah 1000 mg (30 mg/kgBB)

Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9% 10 mg/1 cc NaCL 0,9%

Kecepatan pemberian IV : 1mg/kg/menit, maksimum 50 mg/menit

Jangan diencerkan dengan cairan yang mengandung dextrose, karena akan

menggumpal.

Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit setelah pemberian.

Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial

Efek samping : aritmia, hipotensi, kolaps kardiovaskuler pada pemberian IV

yang terlalu cepat.

Fenobarbital

Dosis inisial maksimum 600 mg (20 mg/kgBB)

Kecepatan pemberian 1 mg/kg/menit, maksimum 100 mg/menit

Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial

Efek samping : hipotensi dan depresi napas, terutama jika diberikan setelah obat, golongan benzodiazepine

Pengobatan jangka panjang/rumatan3Pengobatan jangka panjang hanya jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):

Kejang lama > 15 menit

Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.

Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam 4 kali per tahun

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus terutama yang berumur kurang dari 2 tahun , asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Dosis obat fenobarbital dosis 3-4mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis atau asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1.8. Edukasi pada orangtua2

Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan edukasi antara lain: meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang, memberi informasi tentang risiko kejang berulang, pemberian obat pencegahan memang efektif tetapi harus diingat risiko efek samping obat.

Jika anak kejang, lakukan hal berikut: tetap tenang dan tidak panik, kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher, jika tidak sadar posisikan anak telentang dengan kepala miring, bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan hidung jika ada. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukan apapun ke dalam mulut. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang, tetap bersama anak selama kejang, berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti. Bawa ke dokter/ rumah sakit bila kejang berlangsung >5 menit.1.9. Prognosis

a) Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus , dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

b) Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

c) Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 12 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10% - 15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

d) Faktor risiko terjadinya epilepsi- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama

- Kejang demam kompleks

- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.1.10. Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sanga. 4

Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian. 3II. INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT2.1.DefinisiInfeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sering disebut juga dengan infeksi respiratori akut (IRA). Infeksi respiratori akut terdiri dari infeksi respiratori atas akut (IRAA) dan infeksi respiratori bawah akut (IRBA). Disebut akut, jika infeksi berlangsung hingga 14 hari.IRAA merupakan infeksi primer respiratori di atas laring yang meliputi rhinitis, faringitis, tonsillitis, rinosinusitis, termasuk otitis media. Sementara itu, IRBA terdiri dari epiglotitis, laringotrakeobronkitis (croup), bronchitis, bronkiolitis, dan pneumonia2.2.Epidemiologi

ISPA lebih sering dialami oleh anak anak daripada orang dewasa ( 6 8 kali) vs 2-4 kali per tahun). Insidensnya meningkat seiring pertambahan usia, ,mencapai puncak pada usia 4-7 tahun. ISPA yang disebabkan oleh bakteri (faringitis Streptococcus) memiliki insidens tertinggi pada usia 5-18 tahun dan jarang dialami pada usia dibawah 3 tahun

2.3Etiologi

Lebih dari 90% ISPA disebabkan oleh virus. Virus tersebut meliputi rinovirus, influenza virus, parainfluenza virus, adenovirus, coxsackievirus, RSV, coronavirus. Sedangkan bakteri tersering penyebab ISPA adalah Strepstococcus haemolyticus.

2.4Faktor Risiko

Gizi kurang / buruk Tidak mengkonsumsi ASI Berat badan lahir rendah Imunisasi tidak lengkap Pendidikan orang tua rendah Tingkat sosioekonomi rendah2.5.Klasifikasi

Terbagi menjadi infeksi pernapasan atas dan infeksi pernapasan bawah. Infeksi saluran pernapasan atas meliputi rhinitis, sinusitis, infeksi telinga, faringitis akut atau tonsilofaringitis, epiglotitis dan laryngitis. Kebanyakan penyebabnya adalah virus (pada 70% kasus). Penyebab tersering infeksi saluran pernapasan bawah pada anak ialah pneumonia dan bronkiolitis.

2.6.Diagnosis2.6.1. Anamnesis

Lama dalam hari Terpadat pola tidak: malam atau dini hari Adakah faktor pencetus Gejala lain (demam, pilek, wheezing) Riwayat imunisasi: BCG, DPT, campak, Hib

Riwayat atopi (asma, eksem, rhinitis, dll) pada pasien atau keluarga2.6.2. Pemeriksaan fisis

Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital Apakah anak merintih, pernapasan cuping hidung, wheezing, stridor Apakah kepala sampai terangguk-angguk Frekuensi napas Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Auskultasi adakah crackles (ronki) atau suara napas bronchial2.6.3 Pemeriksan Penunjang

Faringitis : kultur swab tenggorok pada faringitis bacterial, bertujuan untuk mendeteksi adanya bakteri Streptococcus haemolyticus grup A Rinosinusitis : Roentgen : menunjukkan adanya perselubungan homogen, penebalan mukosa sedikitnya 4mm, atau adanya air fluid level Waters (occipitomental) untuk melihat sinus frontalis dan maksilaris; Caldwell (posteroanterior) untuk melihat sinus frontalis dan etmoidalis; Lateral untuk melihat sinus spenoidalis dan adenoid. CT-scan sinus paranasal : lebih akurat dari roentgen , namun tidak rutin dilakukan Pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan sekret hidung : baku emasnya adalah specimen dari pungsi atau aspirasi sinus maksilaris (tidak rutin pada anak). Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan bakteri >104 U/mL Pemeriksaan transluminasi untuk mengetahui adanya cairan di sinus yang sakit (akan terlihat lebih suram daripada yang sehat)2.7.Penatalaksanaan2.7.1.Terapi Nonmedikamentosa

Seperti elevasi kepala, minum dan istirahat yang cukup bermanfaat dalam tatalaksana rhinitis

2.7.2.Terapi Medikamentosa

a) Pengobatan simtomatis : dekongestan, antihistamin, atau analgetik

b) Pada faringitis umumnya hanya diberikan terapi simtomatis

Apabila curiga faringitis Streptococcal , berikan antibiotik selama 10 hari : penisilin 15-30mg/KgBB.hari (3 kali sehari) ; ampisilin 50-100 mg/KgBB/hari (4 kali sehari); amoksisilin 25-50 mg/KgBB/hari (3 kali sehari); eritromisin 30-50 mg/KgBB/hari ( 4 kali sehari)

Pemberian antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II juga dapat meberikan efek yang sama, namun tidak diberikan karena risiko resistensinya lebih besar

DAFTAR PUSTAKA

2.8.Edukasi

Memberi makan / minum pada anak Memperhatikan dan mengawasi adanya napas cepat atau kesulitan bernapas & segera kembali jika terdapat gejala tersebut2.9.Komplikasi dan Prognosis

Secara umum, ISPA jarang menimbulkan komplikasi. Faringitis Streptococcus dapat menimbulkan komplikasi akibat penyebaran langsung (otitis media, rinosinusitis, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal/parafaringeal, pneumonia) atau penyebaran hematogen (meningitis, osteomielitis, arthritis septic, demam rematik, glomerulonefritis). Prognosis ISPA umumnya baikDAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Kejang Demam dalam buku Pedoman Pelayanan Medis. P. Antonius, H. Badriul, H. Setyo, ed, et al. IDAI : 2009. pp 150-153.

2. B. Tjipta, P. Alifiani, S. Tun-Paksi. Kejang Demam dalam buku ajar Ilmu Kesehatan Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: 2011. pp. 134-144.3. Hardiono , Dwi , Sofyan . Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006.

4. Nicola, Edwin, Roger dkk. Measles Containing Vaccines and Febrile Seizures in Children Age 4 to 6 years American Academy of Pediatrics 20125. Simoes, et al. Acute Respiratory Infections in Children. NCBI Bookshelf. 6. WHO. Batuk dan Atau Kesulitn Bernapas dalam buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO : 2009. Pp. 83-86.

10