CASE REPORT PERDARAHAN SUBARAKNOID

27
PRESENTASI KASUS PERDARAHAN SUBARAKHNOID Dosen Pembimbing : dr. Agus Yudawijaya, Sp.S Disusun oleh : Noven Zefanya (09-149) KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF PERIODE 16 Desember 2013    18 Januari 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KR ISTEN INDONESIA JAKARTA

description

NOVEN ZEFANYA

Transcript of CASE REPORT PERDARAHAN SUBARAKNOID

PRESENTASI KASUSPERDARAHAN SUBARAKHNOID

Dosen Pembimbing :dr. Agus Yudawijaya, Sp.S

Disusun oleh :Noven Zefanya (09-149)

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAFPERIODE 16 Desember 2013 18 Januari 2014FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIAJAKARTABAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGPerdarahan subaraknoid (PSA) merupakan gangguan mekanikal sistem vaskuler pada intrakranial yang menyebabkan masuknya darah ke ruang subarachnoid. Sekitar 80% disebabkan ruptur aneurisma vaskular intrakranial dan 20% disebabkan oleh trauma kepala dan malformasi arteriovenosa (MAV). Aneurisma terjadi apabila terdapat gangguan pada lamina elastis interna atau dinding arteri yang bisa menyebabkan ruptur. Kebanyakan pasien yang mengalami ruptur berusia diantara 35 tahun hingga 65 tahun.Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya. Insiden tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena kematian dihubungkan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi. Beragam insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per 100.000).

1.2 MORTALITAS/MORBIDITASDiperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum akhirnya sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu pertama. Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien. Kemajuan dalam manajemen PSA telah menghasilkan penguranganrelatif pada angka mortalitas yang melebihi 25%. Bagaimana pun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit neurologis mayor.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIPerdarahan subarakhnoid (SAH = subarachnoid hemorrhage) adalah ekstravasasi darah ke dalam ruang subarakhnoid di antara selaput pia mater dan selaput arakhnoid. Perdarahan ini biasanya terjadi pada beberapa keadaan klinis, yang paling umum adalah trauma kepala. Meski begitu, istilah SAH lebih sering digunakan pada keadaan perdarahan non traumatik (atau spontan), yang umumnya terjadi pada keadaan ruptur aneurisma serebral atau malformasi arteriovenosa (MAV). 2.2 ANATOMIOtak dan medula spinalis dilindungi oleh tiga selaput otak: (1) dura mater, disebut juga pachymeninx (membran yang kuat), (2) araknoid, dan (3) pia mater. Bersama-sama araknoid dan pia mater disebut leptomeninges (membran yang tipis, rapuh).Lapisan luar dura mater kranialis adalah periosteum di dalam tengkorak. Lapisan dalam adalah lapisan meningeal yang sesungguhnya; membentuk batas terluar ruang subdural yang sangan semmpit. Kedua lapisan dura terpisah satu sama lain di sinus durae. Di antara sinus sagitalis superior dan sinus sagitalis inferior, lipatan ganda lapisan dura yang membentuk falks serebri; yang terletak di bidang midsagital di antara kedua hemisfer serebri; falks serebri bersambungan dengan tentorium, yang memisahkan serebelum dengan serebrum. Struktur lain yang dibentuk oleh lipatan ganda dura mater bagian dalam adalah falks serebeli yang memisahkan kedua hemisfer serebeli, diaphragma sella dan dinding kavum trigeminale Meckel, yang mengandung ganglion gasserii (trigeminale).Arakhnoid otak dan medula spinalis merupakan membran avaskular yang tipis dan rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam dura mater. Ruang antara arakhnoid dan pia mater (ruang subarakhnoid) berisi cairan serebrospinalis. Arakhnoid dan pia mater dihubungkan satu sama lain melewati rongga ini oleh benang-benang tipis jaringan ikat. Pia mater melekat ke permukaan otak di sepanjang lipatan-lipatannya; sehingga, ruang subarakhnoid lebih sempit pada beberapa tempat, dan lebih luas pada area lainnya. Pembesaran ruang subarakhnoid disebut sisterna. Ruang subarakhnoid kranial dan spinal berhubungan langsung satu sama lain melalui foramen magnum. Sebagian besar trunkus arteriosus yang mendarahi otak dan sebagian besar saraf kranialis, berjalan di ruang subarakhnoid.

Pia mater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai endotelium. Tidak seperti arakhnoid, struktur ini tidak hanya meliputi seluruh permukaan eksternal otak dan medula spinalis yang terlihat tetapi juga permukaan yang tidak terlihat di sulkus yang dalam. Pia mater melekat pada sistem saraf pusat di bawahnya melalui membran ektodermal yang terdiri dari astrosit marginal ( membran pial-glial). Pembuluh darah yang memasuki atau meninggalkan otak dan medula spinalis melalui ruang subarakhnoid dikelilingi oleh selubung seperti-terowongan pia mater. Ruang di antara pembuluh darah dan pia mater di sekitarnya disebut ruang Virchow-Robin. Saraf sensorik pia mater, tidak seperti pada dura mater, tidak berespons terhadap stimulus mekanis atau termal, tetapi saraf ini diduga berespons terhadap regangan vaskular dan perubahan pada tonus dinding pembuluh darah.

2.3 ETIOLOGISAH paling sering disebabkan oleh ruptur aneurisma di basal otak. Kondisi ini lazim ditemukan pada 1-2% otopsi rutin. Meski begitu, hanya sedikit aneurisma yang kemudian ruptur (1:17). Ruptur aneurisma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja, tetapi lebih sering terjadi pada umur antara 35-65 tahun. Aneurisma diperkirakan terbentuk akibat kelainan kongenital atau kelemahan pada dinding arteri ditambah dengan perubahan degeneratif karena penuaan. Aneurisma terdapat pada keluarga tertentu, dan kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit ginjal polikistik dan koarktasio aorta. Sekitar 90-95% aneurisma terbentuk di separuh anterior sirkulus Willisi. Empat lokasi yang paling sering terbentuk aneurisma adalah arteri komunikans anterior (30%), pangkal arteri komunikans posterior dari arteri karotis interna (25%), bifurkasio/trifurkasio arteri serebri media (20%), dan bifurkasio arteri karotis interna supraklinoid menuju arteri serebri media dan anterior (10%). Aneurisma multipel terjadi pada 20% kasus. Perdarahan lebih sering terjadi pada aneurisma yang berdiameter kurang dari 1 cm, dan biasa terjadi pada aneurisma berdiameter 3-5 mm.

2.4 GEJALA DAN FAKTOR RISIKO Gejala penyerta SAH yang khas adalah sakit kepala hebat yang terjadi secara tiba-tiba yang intensitas dan kualitas sakitnya tidak pernah dialami pasien sebelumnya (disebut juga thunderclap headache). Sakit kepala pada SAH biasanya terjadi di mana saja, tetapi mungkin berawal di daerah oksipital. Pada beberapa kasus keluhan didahului oleh gejala-gejala prodormal dalam hitungan hari atau minggu sebelum terjadi perdarahan, antara lain: Sakit kepala (48%) Pusing (10%) Nyeri orbital (7%) Diplopia (4%) Penurunan visus (4%)Sakit kepala bisa disertai mual dan/atau muntah yang disebabkan karena peningkatan intrakranial dan iritasi meningeal. Gejala iritasi meningeal yang meliputi kaku kuduk dan nyeri leher, nyeri punggung, dan nyeri tungkai bilateral, terjadi pada 80% pasien SAH tetapi memerlukan waktu beberapa jam untuk bermanifestasi. Fotofobia dan penurunan visus biasa terjadi. Defisit neurologis fokal juga bisa terjadi.Penurunan kesadaran terjadi pada 45% pasien karena peningkatan tekanan intrakranial. Penurunan kesadaran bersifat sementara, akan tetapi sekitar 10% pasien koma beberapa hari, tergantung pada lokasi aneurisma dan volume perdarahan. Kejang pada SAH terjadi pada 10-25% pasien. Kejang diakibatkan oleh peningkatan intrakrania yang tiba-tiba atau peradangan korteks langsung oleh darah. Tidak ada korelasi antara kejang dan lokasi ruptur aneurisma.Faktor risiko pada SAH meliputi faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor yang dapat diubah, yaitu: Merokok Hipertensi Faktor yang dapat diubah yang diyakini kurang signifikan, antara lain: minuman beralkohol, penyalahgunaan kokain, asupan nikotin dan kafein pada produk-produk farmasi, dan penggunaan OAINS.Faktor yang tidak dapat diubah, yaitu: Riwayat SAH di keluarga Jenis kelamin perempuan Pendidikan rendah Indeks massa tubuh rendah Faktor genetik yang tidak bisa ditentukan

2.5 PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis N. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan paresis N. VI. Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan utama pada SAH adalah CT-scan tanpa kontras. Sensitivitas CT-scan mencapai 98-100% jika dilakukan kurang dari 12 jam setelah onset. Senstivitas turun menjadi 93% dalam waktu 24 jam dan 50% dalam 7 hari. CT-scan mampu menentukan asal perdarahan dan dugaan lokasi ruptur aneurisma. CT-scan juga bisa memperlihatkan perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikular, hematoma subdural, edema serebral, dan hidrosefalus.Pungsi lumbal (LP) adalah baku emas untuk mendeteksi SAH. Pasien yang diduga SAH dengan hasil CT yang kurang baik, sangat penting untuk dilakukan LP. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. Kontraindikasinya adalah bila pasien memiliki lesi massa fokal, peningkatan tekanan intrakranial, dan herniasi.Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifi sitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang negatif harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun batang otak.

2.7 PARAMETER KLINISPenilaian klinis keparahan SAH menggunakan skala. Dua skala yang sering digunakan adalah Hunt and Hess dan WFNS (World Federation of Neurological Surgeons). Skala Fisher digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT-scan. Sistem Ogilvy dan Carter menggabungkan data klinis, demografi dan radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan prognosis pasien yang mendapatkan intervensi bedah. Skala WFNS sebagai berikut: Grade 1 GCS 15, tidak ada defisit motorik Grade 2 GCS 13-14, tidak ada defisit motorik Grade 3 GCS 13-14, ada defisit motorik Grade 4 GCS 7-12, ada/tidak ada defisit motorik Grade 5 GCS 3-6, ada/tidak ada defisit motorikSkala Hunt and Hess sebagai berikut:Hunt and Hess gradeTemuan klinis

INyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku kuduk ringan

IISakit kepala sedang/berat, kaku kuduk, tidak ada defisit neurologis kecuali arese nervi kranialis

IIISomnolen, bingung, disorientasi, defisit neurologis fokal ringan

IVStupor, hemiparese sedang/berat, mungkin terjadi rigiditas deserebrasi dini

VKoma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya tanda tanda end state

Skala Fisher:SkorDeskripsi

1Tidak terdeteksi adanya darah

2Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat darah ukuran 1 mm.

4Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus dan tidak ada darah

Sistem Ogilvy dan Carter:SkorKeterangan

1Nilai Hunt and Hess > III

1Skor skala Fisher > 2

1Ukuran aneurisma > 10 mm

1Usia pasien > 50 tahun

1Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar ( 25 mm)

Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala Hunt dan Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya lebih dari 1, secara signifikan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih 10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5 tidak dapat dioperasi.

2.8 MANAJEMENManajemen UmumTujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber pendarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler lain. Pasien perdarahan subarakhnoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya. Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan pasien harus istirahat total.Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin.Manajemen Khusus AneurismaTerdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling. Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi manajemen komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli bedah neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical clipping terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien perdarahan subaraknoid derajat rendah.

Manajemen vasospasmeVasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan subaraknoid. Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat diberi profi laksis nimodipin dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari. Pemberian secara intravena dengan dosis awal 5 mL/jam (ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira 15 mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak turun dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari. Penambahan simvastatin sebelum atau setelah perdarahan subaraknoid juga terbukti potensial mengurangi vasospasme serebral.Manajemen perdarahan ulangPerdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24 jam pertama, selanjutnya 1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4 minggu. Adanya perbaikan aneurisma dan pemberian terapi primer secara signifikan mengurangi risiko perdarahan ulang. Untuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati. Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mmHg untuk semua pasien selama kurang lebih 21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg.Manajemen hidrosefalusDrainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko perdarahan ulang dan vasospasme serebral. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko shunt-dependent hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan, skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT scan saat pasien masuk, adanya perdarahan intraventrikuler, pemeriksaan radiologik mendapatkan hidrosefalus saat pasien masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.

2.9 PERDARAHAN SUBARAKHNOID BERULANGSetelah tindakan clipping, risiko perdarahan berulang sebesar 2,2% pada 10 tahun setelahnya dan 9% pada 20 tahun setelah tindakan. Pasien dengan ruptur aneurisma serebral mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami perdarahan subaraknoid berulang, bahkan setelah pembedahan. Penelitian terkini melaporkan bahwa risiko kejadian perdarahan subaraknoid berulang setelah clipping 22 kali lebih tinggi dibanding populasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mumenthaler M, Mattle H. Neurology. New York: Thieme New York. 20042. Scarabino T, Salvolini U, Jinkins R. Emergency Neuroradiology. Germany: Springer Berlin Heidelberg. 20063. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. CDK-199/vol. 39 no. 11. 20124. http://www.strokecenter.org/patients/about-stroke/subarachnoid-hemorrhage/5. http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview#a0101

STATUS NEUROLOGI

No. MR: 87-12-05-00Masuk Tanggal : 14 Desember 2013Nama: Tn. D. SKeluar Tanggal : 20 Desember 2013Jenis Kelamin: Laki-laki Meninggal Tanggal : -Usia: 50 tahunDokter: dr. Agus Yudawijaya, Sp.SPekerjaan: SwastaKo-Ass: Noven ZefanyaAgama: IslamAlamat: Jl. Sekeawi 107 RT 07 RW 09 Kel. Sukamenak, Bandung

ANAMNESISAutoanamnesis :Keluhan Utama: Nyeri kepala bagian belakang bawah Keluhan Tambahan: Mual

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKITKurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai bus. Menurut saksi mata pasien mengalami kejang, tetapi pasien menyangkal. Saat tiba di IGD pasien sadar penuh tetapi tidak ingat apa-apa tentang kejadian yang terjadi. Pasien mengeluh nyeri kepala hebat, muntah dua kali saat tiba di IGD. Mual +, pingsan disangkal, trauma kepala disangkal.

Alloanamnesis: Terapi yang telah didapat: Penyakit dahulu: Hipertensi terkontrol 2 tahun.Makan minum kebiasaan: Tidak ada kebiasaan yang signifikan.Kedudukan dalam keluarga: Kepala rumah tanggaLingkungan dan tempat tinggal: Baik dan terjaga kebersihannya

PEMERIKSAAN FISIK SECARA UMUM

Kesadaran: KomposmentisNadi: 88 x/menitTekanan darah: 180/60 mmHgSuhu : 36 0CRespirasi: 24 x/menitGCS: 15 (E4 V5 M6)Umur klinis: 50anBentuk badan: BiasaGizi : BaikStigmata: Tidak adaKulit: Sawo matangTurgor: BaikKel. Getah bening: Tidak teraba membesarTrofik: -Kuku: Tidak ada ikterik dan tidak ada sianosisLain-lain : -Pembuluh Darah :A.Carotis : Palpasi kanan dan kiri: Teraba Auskultasi: Tidak terdengar bruit

PEMERIKSAAN REGIONAL

Kepala: Dalam batas normalKalvarium: Dalam batas normalMata: ka = baik , ki = baikHidung: Tidak ada keluhanMulut: Tidak ada keluhanTelinga: ka = normal , ki = normalOksiput: Tidak ada keluhanLeher : Tidak ada keluhanToraks: Tidak ada keluhanJantung: Bunyi jantung I dan II normal, mur-mur (-), gallop(-)Paru-paru: Bunyi napas dasar vesikuler, rh(-), wh(-)Abdomen: Bising usus 5x/menitHepar : Tidak terabaLien: Tidak terabaVesika Urinaria: Bulging (-)Genitalia Eksterna: Tidak ada keluhanEkstremitas: Akral hangatSendi: ka = Tidak ada keluhan , ki = tidak ada keluhanOtot : Nyeri tekan(ada/tidak)Gerakan leher : TerbatasGerakan tubuh: TerbatasNyeri ketok: Tidak adaNyeri sumbu: Tidak ada

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Rangsang MeningealKaku kuduk: +Kernig : -/-Laseque : >70o/>70o2. Pemeriksaan Saraf Otak N I(Olfaktorius)Kanan Kiri 0. Penciuman : normosmia normosmia

N II(Optikus)Kanan Kiri 0. Visus : baik baik0. Lihat warna : baik baik0. Kampus : Tidak dilakukan0. Funduskopi: Tidak dilakukan

N III, IV, VI (Okulomotorius, trokhlearis, abdusen)Sikap bola mata: Ditengah simetris ka dan kiPtosis: Tidak dilakukanStrabismus : Tidak dilakukanNistagmus: Tidak dilakukanEksoftalmus: Tidak ditemukanEnoftalmus: Tidak ditemukan Diplopia: Tidak ditemukanDeviasi konjugae: Tidak ditemukan

0. Pergerakan bola mataLateral kanan: +Lateral kiri: +Atas : +Bawah : +Berputar : +

0. Pupil Bentuk : BulatIsokor: IsokorKanan Kiri0. Reflek cahaya: Langsung: + + Tidak langsung: + +0. Reflek akomodasi : + +

N V(Trigeminus)0. Motorik Membuka dan menutup mulut: BaikGerakan rahang : BaikMenggigit(palpasi): Maseter : + Temporalis: +

0. Sensorik Rasa raba: +/-Rasa nyeri: +/-Rasa suhu: Tidak dilakukanRasa selaput lendir: Tidak dilakukan0. RefleksRefleks kornea: +/+Refleks maseter:+

N VII(fasialis)Sikap wajah(dalam istirahat): SimetrisMimik : BiasaKanan Kiri 0. Angkat alis: + +0. Kerut dahi : + +0. Lagoftalmus : - -0. Menyeringai : + +0. Rasa kecap 2/3 depan lidah: + +0. Fenomena chovstek: - -

N VIII(Vestibulokokhlearis)0. Vestibularis Nistagmus : Nistagmus spontan -/- Vertigo : Tidak dilakukan 0. Khoklearis Kanan KiriSuara bisik : + -Gesekan jari : + -Tes Rinne : + -Tes Weber : Tidak ada lateralisasiTes Swabach : ka dan ki = sama dengan pemeriksa

N IX,X(Glosofaringeus, vagus)0. Arcus faring : Simetris0. Palatum molle: Intak0. Disfoni: -0. Rinolali : -0. Disfagi : -0. Batuk : -0. Menelan : +0. Ref. Faring : +0. Ref. Muntah/Gag. Reflek: +0. Ref. Okulokardiak: +0. Ref. Sinus karotikus : +

N XI(Accecorius)Kanan Kiri Menoleh(kanan, kiri, bawah) :Sulit dinilaiAngkat bahu :+ +M. Sternokleidomastideus :+ +M. Trapezius :+ +

N XII(Hipoglosus)0. Sikap lidah dalam mulut : Simetris ditengah 0. Julur lidah: Lidah deviasi ke sinistra0. Gerakan lidah: Dalam batas normal0. Tremor:Tidak ditemukan0. Fasikulasi : Tidak ditemukan0. Tenaga otot lidah : Dalam batas normal

MOTORIK Gerakan spontan abnormalKejang : -Tetani : -Tremor : -Khorea: -Atetoris : -Balismus : -Diskinesia : -Mioklonik : -

Trofi ototKananKiriLengan : eutrofieutrofiTungkai : eutrofi eutrofi

Derajat kekuatan otot Lengan - Atas: 5 50. Bawah : 5 50. Lengan : 5 50. Jari : 5 5Tungkai - Atas: 5 50. Bawah: 5 50. Kaki : 5 50. Jari : 5 5 Berdiri Jongkok berdiri : Tidak bisa dilakukanJalan - Langkah : Tidak bisa dilakukan 0. Lenggang jalan : Tidak bisa dilakukan0. Diatas tumit : Tidak bisa dilakukan0. Jinjit : Tidak bisa dilakukan

Tonus otot(hiper,normo,hipo,atrofi)Kanan KiriLengan- Fleksor normotonus normotonus0. Ekstensor normotonus normotonusTungkai - Fleksor normotonus normotonus0. Ekstensor normotonus normotonus

KOORDINASI STATIS Duduk: Tidak dilakukan Berdiri: Tidak dilakukan Tes Romberg: + DINAMIS Telunjuk hidung : Baik Telunjuk telunjuk: Terganggu Disdiadokinesis: Baik Bicara: Baik Tremor intensi: Tidak ditemukan

REFLEKS REFLEKS TENDO Biseps: ++/++ Triseps : ++/++ KPR: ++/++ APR: ++/++

REFLEKS PATOLOGIS Babinski: -/- Chaddock: -/- Oppenheim: -/- Gordon: -/- Schaeffer: -/- Hoffman Tromner: -/- Klonus lutut: -/- Klonus kaki: -/- Rossolimo: -/- Mendel Bechterew: -/-

SENSIBILITAS EKSTEROSEPTIF- Rasa raba : Teraba simetris kanan dan kiri- Rasa nyeri : Teraba simetris kanan dan kiri.- Rasa suhu : Tidak dilakukan. PROPRIOSEPTIF- Rasa sikap: Normal- Rasa gerak dan arah : Normal- Rasa getar : Normal

VEGETATIF Miksi : Baik Defekasi: Baik Salivasi: Baik Sekresi Keringat : Baik

FUNGSI LUHUR Memori: Baik Bahasa: Baik Afek dan emosi: Baik Visuospatial: Baik Kognitif: Baik MMSE: Tidak dilakukan.

TANDA REGRESI Refleks Menghisap : (-) Refleks Menggigit : (-) Refleks Memegang : (-) Snout reflek: (-)PALPASI SARAF TEPI N. Ulnaris: Tidak teraba membesar N. Auriculus magnus: Tidak teraba membesar

LABORATORIUMTanggal 14-12-2013 Na : 144 mmol/LK : 3,3 mmol/LCl : 107 mmol/LHb : 14,6 g/dLLeukosit : 18,5 sel/ulHematokrit : 42,3 %Trombosit : 297 ribu/ul Ureum : 27 mg/dLKreatinin : 0,98 mg/dLGDS : 144 mg/dL

CT Scan kepala : Tampak lesi haemoragik subarachnoid Mid line di tengah Sulci: gyri dan ventrikel densitas meningkat Sela tursika: bentuk, ukuran baik Kalsifikasi plexus: pineal Infratentorial baikKESAN : Stroke Haemoragik subarachnoid.

RESUMEPasien pria 50 tahun datang dengan keluhan utama nyeri kepala bagian belakang bawah 15 menit SMRS. Keluhan dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai bus. Menurut saksi mata pasien mengalami kejang, tetapi pasien menyangkal. Saat tiba di IGD pasien sadar penuh tetapi tidak ingat apa-apa tentang kejadian yang terjadi. Pasien mengeluh nyeri kepala hebat, muntah dua kali saat tiba di IGD. Mual +, pingsan disangkal, trauma kepala disangkal.

STATUS GENERALISATAKesadaran: KomposmentisNadi: 88 x/menitTekanan darah: 180/120 mmHgSuhu : 36 0CRespirasi: 24 x/menitGCS: 15 (E4 V5 M6)

STATUS NEUROLOGIS1. Rangsang meningen : Kaku kuduk +2. Saraf kranial : Tidak ditemukan defisit neurologis55555555

55555555

3. MOTORIK :

4. SENSIBILITAS : Raba dan nyeri simetris.5. LABORATORIUM Tanggal 14-12-2013 Na : 144 mmol/L K : 3,3 mmol/L Cl : 107 mmol/L Hb : 14,6 g/dL Leukosit : 18,5 sel/ul Hematokrit : 42,3 % Trombosit : 297 ribu/ul Ureum : 27 mg/dL Kreatinin : 0,98 mg/dL GDS : 144 mg/dL

1. CT SCAN KEPALA Tampak lesi haemoragik subarachnoid Mid line di tengah Sulci: gyri dan ventrikel densitas meningkat Sela tursika: bentuk, ukuran baik Kalsifikasi plexus: pineal Infratentorial baikKESAN : Stroke Haemoragik subarachnoid..

DIAGNOSIS Klinis : Sefalgia Topis : Cavum subarakhnoid Etiologis: Trauma kapitis

DIAGNOSIS BANDING : Stroke non hemoragik.TERAPI Rawat inap Head up 30 IVFD: RL I kolf + 2 amp ketorolac/24 jam Diet: lunak RG III MM: Nimotop 2,1 cc/jam syringe pump atau nimotop 3x60 mg Manitol 20% 3x150 cc Asam traksenamat 3x1 amp Vitamin K 2x1 amp Omeprazole 1x1 amp Dexametason 3x1 amp Ikaphenitoin 3x1 amp Laxadin syr 1x2 C

PEMERIKSAAN ANJURAN Hematokrit, hemoglobin, trombosit, leukosit UREUM & KREATININ ELEKTROLIT CT-BRAIN NON KONTRAS

PROGNOSIS Ad Vitam: Dubia ad malam Ad Sanasionum: Dubia ad malam Ad Fungsionum: Bonam