Case Cf Tibia Aai
-
Upload
atasnamatrauma -
Category
Documents
-
view
64 -
download
1
description
Transcript of Case Cf Tibia Aai
CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI 7 TAHUN DENGAN CLOSED
FRAKTUR 1/3 DISTAL TIBIA SINISTRA
Disusun Oleh :
ILHAM HARIYADI R J500080023
RACHMAT ANDY N J500090053
AYU KURNIA P J500090068
PEMBIMBING :
dr. FARHAT, M. Kes, Sp. OT
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
1
2013
CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI 7 TAHUN DENGAN CLOSED
FRAKTUR 1/3 DISTAL TIBIA SINISTRA
Disusun Oleh :
ILHAM HARIYADI R J500080023
RACHMAT ANDY N J500090053
AYU KURNIA P J500090068
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari
Pembimbing :
dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT
(.........................................)
(.........................................)
Disahkan Ka. Program Profesi:
dr. Dona Dewi Nirlawati (.........................................)
2
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama : Ny. J
B. Jenis Kelamin : Perempuan
C. Umur : 71 tahun
D. Alamat : Pacitan
E. Agama : Islam
F. Pekerjaan : Petani
G. Tanggal masuk RS : 12 September 2013
H. Tanggal pemeriksaan : 13 September 2013
I. Tanggal Operasi : 18 September 2013
II. ANAMNESA
A. Keluhan utama :
Nyeri pada tungkai bawah kiri
B. MOI :
Jatuh dalam posisi tengkurap tungkai kiri bawah tertabrak motor
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IRD RSUD Ponorogo dengan keluhan nyeri
pada tungkai bawah sebelah kiri. Nyeri dirasakan sangat
mengganggu dengan rasa cekot-cekot, tidak menjalar, terus
menerus, semakin memberat saat digerakkan, ditekan, dan
berkurang bila diistirahatkan. Sebelumnya pasien mengakui
ditabrak dari depan oleh pengguna motor. Sebelumnya pasien
tidak ada gangguan dalam berjalan. Tidak ada rasa kesemutan
ataupun rasa berat sebelah. Setelah terjatuh pasien tidak bisa
berdiri dan mengangkat kaki kirinya, namun masih bisa
menggerakkan jari dan telapak kakinya. Pada lokasi nyeri terdapat
adanya memar, bengkak tetapi tidak terdapat adanya luka.
3
Pasien mengaku dirinya berjalan di sebelah kanan jalan yang
lurus lalu ditabrak oleh pengguna motor berlainan arah yang
melaju kencang dan akhirnya jatuh tertelungkup dan tidak
sadarkan diri. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Dr.
Harjono Ponorogo untuk mendapatkan pertolongan.
Pasien tidak mengeluh adanya nyeri dibagian tubuh lain,
pusing (-), sakit kepala (-), demam (-), mual (-), muntah (-), sesak
nafas (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Asma : disangkal
2. Riwayat Alergi : disangkal
3. Riwayat Hipertensi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Jantung/Paru : disangkal
5. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
6. Riwayat Sakit Ginjal/Liver : disangkal
7. Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal
8. Riwayat Trauma` : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat Alergi dalam keluarga : disangkal
2. Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal
3. Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal
4. Riwayat DM dalam keluarga : disangkal
F. Anamnesis Sistem
1. Sistem Serebrospinal : Pusing (-), Demam (-)
2. Sistem Respirasi : Batuk (-), Pilek (-), sulit bernafas (-)
3. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), Pucat (-)
4. Sistem Digestivus : Mual (-), Muntah (-), BAB lancar
5. Sistem Urogenital : BAK lancar, jernih kekuningan, nyeri
(-)
6. Sistem Muskuloskeletal: Ada hambatan dalam bergerak di
regio genu sinistra
7. Sistem Integumentum : Suhu teraba hangat4
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Baik
2. Gizi : Cukup
3. Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
4. Vital Sign :
a. BB : 18 Kg
b. Nadi : 80 x/menit isi cukup dan regular
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5 oC per axilla
B. Pemeriksaan fisik
1. Kepala/Leher
Ekskoriasi (+) pada regio frontalis 3x1cm, regio zygomaticum
dextra 1x1cm, nyeri tekan (-), hematom (-), rhinorea (-),
otorhea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-), brill hematome (-)
2. Mata
a. Konjungtiva : Anemis (-/-)
b. Sklera : Ikterus (-/-)
c. Pupil : Ukuran 3 mm reguler, Reflek cahaya
(+/+), isokor (+/+)
d. Palpebra : Edema (-/-)
3. Thoraks
a. Dinding thoraks : Jejas (-)
b. Paru
1) Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan
dan kiri
2) Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fremitus kanan
dan kiri (N)
3) Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-)
5
4. Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis teraba tidak kuat angkat pada
SIC V sinistra sisi medial linea midclavicula sinistra
c. Perkusi : Batas jantung tidak membesar
Batas kiri jantung
1) Atas :SIC II sinistra di sisi lateral linea
parasternalis sinistra.
2) Bawah : SIC V sinistra di sisi medial linea
midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
1) Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parasternalis
dextra.
2) Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea
parasternalis dextra.
d. Auskultasi : Suara Jantung I-II regular, Bising jantung (-)
5. Abdomen
a. Inspeksi : Jejas (-), distensi (-), darm steifung (-), darm
contour (-)
b. Auskultasi : Peristaltik (+) bising usus normal
c. Perkusi :Timpani, hepar pekak, hepatomegali (-),
splenomegali (-)
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
6. Ekstremitas
a. Atas : ekskoriasi (-/-), luka terbuka (-/-), NVD
(-/-)
b. Bawah : ekskoriasi (+/-), luka terbuka (+/-), NVD
(-/-)
C. Status Lokalis
1. Lokasi trauma : Regio Cruris dextra
2. Look
6
a. Deformitas : (-/-)
Angulasi : ke medial
Translasi : True Length (78/80)
Appearance Length (80/83)
Anatomical Length (36/38)
Rotasi : (-/-)
b. Edema : (-/+)
c. Luka : (-/-)
d. Sianosis : (-/-)
e. Nekrosis : (-/-)
3. Feel
a. False movement : (-/+)
b. Nyeri tekan : (-/+)
c. Krepitasi : (-/+)
d. Akral Hangat : (+/+)
e. Capilarry refill time : (+/+)
f. Pulsasi a. Tibialis posterior : (+/+) pulsasi a.
Tibialis posterior sinistra teraba lemah karena udem, irama
reguler
g. Pulsasi a. Dorsalis pedis : (+/+) teraba kuat, irama
reguler
h. Fungsi sensorik : n. Tibialis (+/+), N peroneus
Superfisialis (+/+), n. Peroneus Profundus (+/+)
4. Move
a. Nyeri gerak : (-/+)
b. Fungsi Motorik : n. Tibialis (+/+), n. Peroneus
superfisialis (+/+), n. Peroneus Profundus (+/+)
c. ROM : terbatas karena nyeri
IV. DIAGNOSIS BANDING
Soft Tissue Injury
Suspek Close Fraktur Tibia Sinistra
Suspek Open Fraktur Tibia Sinistra
7
V. PLANING DIAGNOSA
Foto Rontgen Cruris Dextra AP dan Lateral
VI. TERAPI
Pemasangan IV line
Antibiotik (inj cefotaxim 3x1 gr vial)
Analgesik (inj ketorolac 2x30 mg)
Spalk
VII. EDUKASI
Istirahatkan sendi lutut
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hb 13,0 gr/dl 11,0 - 16,0 gr/dl
Eritrosit 4,65 106 uL 3,5 - 5,5 106 uL
Hematokrit 39,8 % 37-50 %
Lekosit 13,4* 103 uL 4-10 103 uL
Trombosit 203 103 uL 100-300 103 uL
GDS 145 mg/dl < 200 mg/dl
Cloting time 10 Detik 5-11 detik
Bleeding time 3 Detik 1-5 detik
B. Pemeriksaan Radiologi
8
Foto rontgen milik Ny J usia 71 tahun diambil pada tanggal 12
September 2013 foto cruris dextra dengan posisi AP dan Lateral :
Tampak soft tissue swelling
Susunan tulang baik
Sela sendi tak menyempit
Permukaan sendi irreguler
Tampak diskontinuitas jaringan tulang tibia 1/3 proximal dan
distal di sebelah medial
Tampak diskontinuitas jaringan tulang pada tulang fibula 1/3
proksimal di sebelah lateral
Tak tampak lesi litik dan sklerotik
Kesan : gambaran fraktur pada 1/3 Proksimal dan Distal Tibia Medial
Dextra dan 1/3 Fibula Lateral Dextra
IX. DIAGNOSA
Closed Fraktur 1/3 Distal Tibia Sinistra
X. TERAPI
Terapi Konservatif :
Reposisi tertutup manual dan immobilisasi dengan fiksasi externa
menggunakan Long Leg cast selama pre operatif
9
Terapi Operatif :
Open Reduction Internal Fixation Plating
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berusia 71 tahun, datang ke RSUD Dr. Harjono
Ponorogo dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan setelah jatuh
dari sawah dan kakinya terkena batu, nyeri tidak menjalar dan terasa
memberat saat digerakkan. Sebelum jatuh pasien tidak ada gangguan dalam
berjalan dan menggunakan kakinya. Dari pemeriksaan fisik regio cruris
dextra didapatkan pada look: deformitas (+), edema (+), luka (+) feel: false
movement (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+), move: Nyeri gerak (+), ROM
terbatas karena nyeri.
Dari hasil foto rontgen didapatkan hasil gambaran fraktur pada 1/3
Proksimal dan Distal Tibia Medial Dextra dan 1/3 Fibula Lateral Dextra.
Kemudian dilakukan Open Reduction Internal Fixation Plating.
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau
persendian pergelangan kaki. Berdasarkan pengertian para ahli dapat
disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau
tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula. Osteum tibialis dan
10
fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah os femur yang
membentuk persendian lutut dengan os femur, pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis. Os tibia bentuknya
lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada os fibula pada bagian
ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut os maleolus medialis.
ANATOMI
TIBIA
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan
berfungsi sebagai penyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan
condylus femoris dan caput fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal
fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang
yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-
kadang disebut plateu tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan
condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis
dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi
atas area intercondylus anterior dan posterior di antara kedua area ini
terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdaoat facies articularis yang
kecil bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis
terdapat insersio m. Semimebranosus. Ujung bawah tibia sedikit melebar
dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana
untuk os talus. Ujung bawah dan medial untuk membentuk malleolus
medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus.
Pada facies lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar
untuk bersendi dengan fibula.
FIBULA
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing. Tulang ini
tidak ikut berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang ini
11
membentuk malleolus lateralis dari articulatio talocruralis. Tulang ini tidak
berperan dalam menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat melekat
otot-otot. Fibula mempunyai ujung atas yang melebar, corpus, dan ujung
bawah.
Ujung atas, atau caput fibulae, ditutup oleh processus styloideus.
Bagian ini mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan condylus
lateralis tibiae. Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah
mempunyai empat margines dan empat facies. Margo medialis atau margo
interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrana interossea.
Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk
segitiga dan terletak subkutan. Pada facies artikularis yang bebentuk
segitiga untuk besendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang
facies articularis terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris.
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur,
dan lebih sering mengalami fraktur terbuka, dibandingkan tulang panjang
lainnya.
Pada fraktur tibia saja, pada usia berapa pun cedera langsung,
misalnya akibat tendangan dapat menyebabkan fraktur melintang atau
fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat yang terkena. Memar
dan pembengkakan lokal biasanya jelas, tetapi gerakan lutut dan
pergelangan kaki dapat dilakukan. Sebagian besar fraktur fibula spiral
menyertai cedera pergelangan kaki atau lutut, terutama pada fraktur tinggi,
pergelangan kaki harus diperiksa dan difoto dengan sinar X. Fraktur fibula
yang terisolasi (biasanya melintang ) dapat diakibatkan oleh tekanan atau
pukulan langsung. Terdapat nyeri tekan lokal, tetapi pasien dapat berdiri dan
menggerakan lutut dan pergelangan kaki.
Gambaran klinik pada fraktur tibia dan fibula, kulit mungkin tidak
rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi
melesak atau telah hancur. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas
tampak jelas. Kaki dapat menjadi bengkak dan memar. Nadi dipalpasi untuk
12
menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur
gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk menggerakan jari
kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan beratnya
cedera.
Pada pemeriksaan foto rontgen, pada fraktur spiral biasanya terjadi
pada segitiga bagian bawah batang tibia, fraktur fibula juga berbentuk spiral
dan biasanya pada tingkat yang lebih tinggi sering terdapat pergeseran
lateral, tumpang tindih, dan pemuntiran keluar di bawah fraktur.
Pada fraktur melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama,
dan mungkin terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap
arah, kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang
terpisah.
Prinsip terapi adalah : 1) membatasi kerusakan jaringan lunak dan
mempertahankan penutup kulit, 2) mencegah atau sekurang-kurangnya
mengetahui pembengkakan kompartemen, 3) memperoleh penjajaran
(aligment) fraktur, 4) untuk memulai pembebanan dini ( pembebanan
membantu penyembuhan ), 5) memulai gerakan sendi secepat mungkin.
Prioritas pertama adalah menilai tingkat lerusakan jaringan lunak. Meskipun
fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang luas
dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada
ancaman sindroma kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan.
Sebagian besar fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak atau
sedang dapat diterapi secara tertutup. Kalau fraktur tak bergeser atau sedikit
bergeser, gips panjang dari paha atas sampai leher metatarsal dipasang
dengan posisi lutut sedikit berfleksi dan pergelangan kaki pada posisi sudut
siku-siku. Kalau fraktur bergeser, ini dapat direduksi dibawah anestesi
umum dengan pengawasan sinar X. Aposisi tidak perlu lengkap tetapi
penjajaran harus mendekati sempurna (angulasi tidak lebih dari 7 derajat)
dan rotasi benar-benar sempurna. Gips panjang dipasang seperti pada
fraktur tidak bergeser (tetapi perhatikan bahwa kalau penempatan
pergelangan kaki pada 0 derajat menyebabkan fraktur bergeser, bebrapa
derajat ekuinus dapat diterima). Posisi dicek dengan sinar X, tingkat
13
angulasi yang kecil masih dapat dikoreksi dengan membuat potongan
melintang pada gips dan menenkannya ke dslam posisi yang lebih baik.
Tungkai ditinggikan dan pasien diobservasi selama 48-72 jam. Kalau
terdapat pembengkakan, gips dibelah.
Setelah 2 minggu posisi dicek dengan menggunakan sinar X. Gips
dipertahankan atau diperbarui kalau sudah longgar hingga fraktur menyatu
dimana pada anak-anak memakan waktu 8 minggu tetapi pada orang dewasa
jarang dibawah 16 minggu.
KOMPLIKASI
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2.Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
3.Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Mal union
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan
14
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Mal union dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Non union
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. 2005. Jakarta: EGC
2. Apley A, Graham & Solomon, Louis. BukuAjar Ortopedi & Fraktur
Sistem Apley Edisi VII. 1995. Jakarta: Widya Medika.
3. Puts R and Pabst R.. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Penerbit
Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006.
4. Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik
I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011.
16
17