Cardgame Seminar

4

Click here to load reader

description

pbhl

Transcript of Cardgame Seminar

DISKUSI METODE CARD GAMEMODUL PROFESIONALISME, BIOETIK, HUMANIORA, DAN LEGALAndri A Rusman, dr.,SpF.,M.KesSasaran belajar:

Setelah mengikuti diskusi kelompok ini mahasiswa mampu:

1. Mengidentifikasi kaidah dasar moral dalam setiap tindakan dokter

2. Mengidentifikasi kriteria kaidah dasar moral terpilih

3. Mempertimbangkan aspek profesionalisme, bioetik, humaniora, dan legal sebagai dasar dalam mengambil keputusan yang etisSkenario:dr.Tenar yang praktik di jalan ramai sejak 2 tahun yang lalu adalah seorang dokter umum yang memiliki pasien cukup banyak, terutama pada hari Sabtu dan Minggu.

Dalam ruangan praktik yang cukup luas, dr.Tenar menempatkan 2 meja periksa dalam kamar praktiknya yang dibatasi dengan gorden, sehingga dr.Tenar dapat leluasa memeriksa pasienya dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun di sisi lain, terdapat kesulitan bila ada pasien yang datang dengan kelainan kulit, dimana ia harus memeriksa pasien dalam keadaan setengah telanjang.

Pada hari Sabtu minggu lalu, sudah ada 10 antrian pasien pada saat beliau datang. Dengan tujuan memasyarakatkan budaya antri, dr.Tenar memeriksa pasien sesuai nomor urut pendaftaran. Sesuai dengan dugaan, pasien pertama, kedua dan ketiga datang dengan keluhan batuk pilek. Maka dr.Tenar pun memberikan puyer batuk pilek pada ketiganya serta nasehat untuk istirahat cukup, banyak minum air putih serta mengkonsumsi buah-buahan.

Pasien keempat sore itu adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak laki-lakinya, datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang menjalar ke punggung. Merasa tidak yakin dengan kemungkinan sakit maag yang di derita ibu ini, maka dr.Tenar melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardogram) karena kecurigaan terjadi penyempitan pembuluh darah jantung. Hasil yang diperoleh tidak ada kelainan. Melihat usia, kondisi fisik ibu yang cukup gemuk serta tekanan darah 140/90 mmHg, maka dr.Tenar memberikan surat rujukan beberapa pemeriksaan laboratorium. dr.Tenar merujuk ibu tersebut ke LAB KLINIK Titrasi Cepat, langganannya yang tidak begitu jauh dari tempat praktiknya. Dari laboratorium klinik ini, dr.Tenar mendapat bingkisan kue yang diamati ternyata sejajar jumlahnya dengan pasien yang dia kirim ke laboratorium tersebut. Pernah dua bulan yang lalu, dengan 20 pasien yang ia kirim, ia memperoleh voucher belanja Rp.300.000,- di supermarket terkenal di kotanya.

Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang dan surat permintaan laboratorium serta diminta datang kembali setelah mendapatkan hasil laboratorium. Setelah menyelesaikan administrasi, ibu tersebut masuk kembali ke kamar periksa karena merasa ada yang kurang yaitu belum disuntik seperti yang biasa ia dapatkan bila berobat ke dokter. Pada saat masuk, tanpa sengaja ibu tadi melihat pasien laki-laki muda bertatto di perut bawah, sedang memakai kembali celana dalamnya. Anak muda tadi tidak mengikuti nomor antrian, karena mengaku teman SMP dr.Tenar, sehingga suster memasukan lebih dahulu ke ruang sekat kiri, ruang tempat pasien yang memerlukan perlakuan khusus. Ia sempat sepintas melihat celana dalam tadi bernoda putih kekuningan. Anak muda tadi memolototi si ibu, yang kemudian dr.Tenar meminta sang ibu keluar menunggu giliran setelah anak muda ini. Ibu yang agak cerewet tadi minta maaf, namun tanpa dosa ia nyerocos menanyakan apa penyakit anak muda tadi. dr.Tenar agak terpana untuk menjawab pertanyaan awam si ibu ini. Ah,Cuma panas dalam di perut, jawab dr.Tenar kalem. Saya disuntiknya sambil berdiri saja dok, kalau tiduran takut ketularan penyakit kelaminnya anak tadi, cerocos sang pasien ibu ini.

Pasien kelima dan keenam adalah seorang wanita muda dan setengah baya. Sebut saja mbak Modis dan ibu Menor. Mbak Modis mengeluh beberapa hari ini badannya panas dingin, mual dan beberapa kali muntah. Sedangkan ibu Menor mengeluh kepala pusing yang hilang timbul. Dia sudah beberapa kali datang ke dokter yang berbeda-beda dan di katakan tidak ada apa-apa, hanya pusing biasa. Dokter terakhir yang dia kunjungi menyarankan dilakukan CT scan kepala. Kemudian ia datang ke dr.Tenar dengan membawa hasil CT scan. Surat keterangan yang terdapat di dalam amplop CT scan tersebut menyatakan kecurigaan adanya SOL (space occupying lession). Tanpa penjelasan mengenai isi di dalam surat keterangan tersebut, dr.Tenar memberikan surat rujukan ke rumah sakit bagian saraf. Sementara Ibu Menor, tak sempat dilakukan pengukuran tekanan darahnya, langsung diberikan resep sakit kencing yang sudah langganan ia derita 5 tahun ini. dr.Tenar hanya memeriksa sekilas dan menyalin resep dari catatan medis yang disodorkan suster.

Suster telah mengingatkan dua pasien berikutnya adalah Tn.Garputala 46 tahun, dengan muntah berak belasan kali dan satu lagi seorang pelajar putri 15 tahun, sebut saja Nn.Rana Omnivora yang ia kenal sebagai anak pertama OKB (orang kaya baru) tetangganya, yang anggota DPRD salah satu parpol besar, serta baru saja menerima telepon ada pasien langgananya yang gawat mau datang.

Tn.Garputala adalah hansip setempat yang merasa tak afdol kalau belum dipegang dr.Tenar. Ia melongok sebentar pasien tadi, memegang nadinya yang terasa kecil dan lemah, mencubit kulit perutnya yang ternyata sudah mengendur. Sus, carikan bajaj! instruksinya ke suster setelah meyakinkan sang hansip agar cepat dirawat. Tak lupa ia menitipkan amplop berisi Rp.25.000,- bagi sang hansip. Untuk transportnya, ya Pak Tala. Cepat sembuh deh sambil memberi sebungkus oralit dan lalu mengirimkanya ke RSU setempat.

Saat mempersilahkan Nn.Rana masuk ke ruang sekat kanan, dr.Tenar terkaget karena serombongan orang menyela masuk sambil menggendong pasien anak laki-laki 9 tahun, si Malthus bin Darwin yang pagi tadi ia khitan, ternyata datang kembali dalam keadaan berdarah. Ia menolong Malthus dulu selama 45 menit, sementara Nn.Rana terpana sendirian karena Suster juga sibuk membantu dr.Tenar mengatasi perdarahan si Malthus di ruang sekat kiri. dr.Tenar tak sempat bicara ke Nn.Rana. Para pengantar Malthus justru yang meminta Nn.Rana sabar. Tentu sambil mencuri pandang, karena walaupun bukan bernama Menor, Nn.Rana memang menor malam itu.

Sambil bersimbah peluh, dr.Tenar akhirnya mendengarkan keluhan Nn.Rana. Ia stress karena baru saja mengambil uang ayahnya tanpa ijin demi menolong sahabatnya seumuran untuk aborsi di klinik antah berantah. dr.Tenar menawarkan untuk menjadi mediator menyampaikan apa adanya kepada bapak Nn.Rana. Toh menurutnya dan menurut Nn.Rana, sang anggota DPRD ini cukup mampu menolong sahabat Nn.Rana. Biar uang saku saya dipotong deh Dok asal Papi tak nyap-nyap ama saya, kata si manis Nn.Rana.

Begitulah keseharian dr.Tenar dalam membantu menyelesaikan masalah pasien-pasienya sampai ia rela pulang larut malam.