Cara Setting Ulang Wifi Speedy

89
 INVENTARISASI POTENSI EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI SNORKELING DAN DIVING DI PULAU BERALAS PASIR K ABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH MARIO PUTRA SUHANA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013

description

Cara Setting Ulang Wifi Speedy

Transcript of Cara Setting Ulang Wifi Speedy

  • INVENTARISASI POTENSI EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI SNORKELING DAN DIVING

    DI PULAU BERALAS PASIR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

    OLEH

    MARIO PUTRA SUHANA

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

    PEKANBARU 2013

  • INVENTARISASI POTENSI EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI SNORKELING DAN DIVING

    DI PULAU BERALAS PASIR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

    SKRIPSI

    DALAM BIDANG ILMU KELAUTAN

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

    OLEH

    MARIO PUTRA SUHANA NIM : 0904114374

    Tim Penguji

    1. Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi., M.Si. 2. Ir. H. Elizal, M.Sc. 3. Ir. Hj. Irvina Nurrachmi, M.Sc. 4. Prof. Dr. Ir. H. Bintal Amin, M.Sc. 5. Irwandi Syofyan, S.Pi., M.Si.

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

    PEKANBARU 2013

  • INVENTORY OF CORAL REEF ECOSYSTEMS POTENTIAL FOR MARINE ECOTOURISM DEVELOPMENT SNORKELING AND DIVING

    IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY KEPULAUAN RIAU PROVINCE

    By :

    Mario Putra Suhana1), Dessy Yoswaty2), Elizal2)

    ABSTRACT

    The research was conducted in May 2013 in Beralas Pasir Island, Bintan Regency, Kepulauan Riau Province. The purpose of the research was to understand the suitability of Beralas Pasir Island used for marine ecotourism for tourism activities as of snorkeling and diving tours based on coral reef ecosystem potential. The research method used was a survey method with purposive sampling technique, in which the observation station consisting of 3 point stations.

    Based on observations, coral reef ecosystem coverage on Beralas Pasir Island were in category of moderate, with an average percentage coverage about 46,69% of coral communities. In each station, the reef types was dominated by Acropora Tabulate (ACT) and Coral Foliose (CF). The analysis for suitability for eco-tourism of snorkeling and diving showed that all stations were at moderate category (S2) in which the highest percentage was seen in Station I. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island 1) Student of Fishery and Marine Science Faculty, Riau University 2) Lecturers of Fishery and Marine Science Faculty, Riau University

  • INVENTARISASI POTENSI EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI SNORKELING DAN DIVING

    DI PULAU BERALAS PASIR KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

    Oleh :

    Mario Putra Suhana1), Dessy Yoswaty2), Elizal2)

    ABSTRAK

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian Pulau Beralas Pasir dijadikan sebagai kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving berdasarkan potensi ekosistem terumbu karang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, stasiun pengamatan terdiri dari 3 titik stasiun.

    Berdasarkan hasil pengamatan, ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir berada dalam kategori sedang, dengan rata-rata persentase tutupan komunitas karang sekitar 46,69%. Persentase tutupan tertinggi terdapat pada stasiun II. Jenis lifeform karang yang mendominasi pada masing-masing stasiun pengamatan yaitu Acropora Tabulate (ACT) dan Coral Foliose (CF). Hasil analisis tingkat kesesuaian ekowisata bahari kategori snorkeling dan diving masing-masing stasiun pengamatan berada pada kategori cukup sesuai (S2) dengan persentase tertinggi di Stasiun I. Kata Kunci : Terumbu Karang, Ekowisata Bahari, Pulau Beralas Pasir 1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau

  • RINGKASAN

    MARIO PUTRA SUHANA (0904114374). Inventarisasi Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau (Dibawah Bimbingan Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi., M.Si. dan Ir. H. Elizal, M.Sc.)

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Pulau Beralas Pasir

    Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang bertujuan untuk mengetahui

    tingkat kesesuaian perairan Pulau Beralas Pasir dikembangkan sebagai kawasan

    ekowisata bahari snorkeling dan diving yang berdasarkan pada potensi ekosistem

    terumbu karang.

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan teknik

    pengambilan data dan penentuan stasiun pengamatan secara purposive sampling.

    Alat-alat yang digunakan pada penelitian meliputi alat-alat untuk penentuan titik

    stasiun pengamatan, pengukuran parameter kualitas perairan serta pengambilan

    data tutupan terumbu karang dan ikan karang. Stasiun pengamatan terdiri dari 3

    titik stasiun dengan karakteristik yang berbeda pada masing-masing stasiun

    pengamatan. Parameter yang diukur adalah kecerahan perairan, kecepatan arus,

    jenis lifeform karang, jumlah jenis ikan karang, tutupan terumbu karang,

    kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang. Pengambilan data

    tutupan terumbu karang menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect),

    sedangkan pengambilan data ikan karang menggunakan metode UVC

    (Underwater Visual Census).

    Berdasarkan hasil pengamatan, ekosistem terumbu karang di perairan

    Pulau Beralas Pasir berada dalam kategori sedang, dengan rata-rata persentase

    tutupan ekosistem terumbu karang adalah 46,69% dan didominasi oleh jenis

  • lifeform karang Acropora Tabulate (ACT) dan Coral Foliose (CF). Pola sebaran

    terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir menyebar dan semakin bagus

    pada sisi pulau yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan.

    Tingkat kesesuaian ekowisata bahari kategori snorkeling dan diving pada

    masing-masing stasiun pengamatan berada pada kategori cukup sesuai (S2),

    dengan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) tertinggi untuk masing-masing kategori

    wisata berada pada Stasiun I dengan nilai 71,93% dan 72,22%. Secara

    keseluruhan, perairan Pulau Beralas Pasir berada pada kategori cukup sesuai (S2)

    untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving yang

    berdasarkan pada potensi ekosistem terumbu karang.

  • RIWAYAT HIDUP PENULIS

    Mario Putra Suhana, adalah anak sulung dari 3

    bersaudara pasangan Suhardi Abrus, S.Pd.I. (Ayah) dan

    Asna Yamin, S.Pd.I. (Ibu) yang lahir pada tanggal 1

    Maret 1991 di Tanjungpinang. Pendidikan akademis

    penulis pertama kali dimulai di Taman Kanak-Kanak

    (TK) Islam Ar-Rasyid Tanjungpinang pada tahun 1996. Tahun 1997-2003,

    penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 004 Bukit Bestari

    Tanjungpinang. Tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

    Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Tanjungpinang dan lulus pada Tahun 2006, di

    tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

    (SMA) Negeri 2 Tanjungpinang dan lulus pada Tahun 2009. Melalui jalur masuk

    Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), penulis diterima

    sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Riau pada Tahun 2009.

    Selama melaksanakan pendidikan akademis di Jurusan Ilmu Kelautan,

    penulis aktif dibeberapa organisasi, yaitu sebagai Kepala Divisi Pendidikan

    Penelitian dan Pengembangan Marine Science Diving Club (MSDC) periode

    2011-2013 dan sebagai Badan Pengawas Badan Otorita Mahasiswa Ilmu Kelautan

    (BP BOM-IK) Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Riau periode 2011-2012. Selama aktif di Marine Science Diving Club

    (MSDC), penulis memperoleh lisensi selam dibawah naungan Persatuan Olahraga

    Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Provinsi Riau jenjang One Star SCUBA (A1)

    pada Tahun 2011.

  • Tahun 2012, penulis melaksanakan Praktek Umum di Kampung Kampe

    dengan judul Keadaan Umum Perikanan dan Kelautan Kampung Kampe Desa

    Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

    Riau dibawah bimbingan Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi., M.Si. Pada tahun yang

    sama, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Teluk Bakau

    Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

    Tahun 2013, dibawah bimbingan Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi., M.Si. dan Ir.

    H. Elizal, M.Sc., penulis melaksanakan penelitian dengan judul Inventarisasi

    Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata Bahari

    Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan Provinsi

    Kepulauan Riau dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan (S.Pi.) pada Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tahun yang sama dengan

    predikat sangat memuaskan (A).

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan

    setulus-tulusnya kepada orang-orang yang selalu memberikan doa, dukungan dan

    semangat kepada penulis selama ini, semoga mereka semua selalu diberkahi dan

    selalu dalam lindungan Allah SWT, mereka adalah :

    1. Kedua orang tua, yang telah membesarkan, merawat dan mendidik penulis

    sehingga menjadi seperti sekarang, sosok yang begitu membanggakan dan

    tidak dapat tergantikan oleh orang lain. Penulis menyadari semua pengorbanan

    dan jerih payah mereka dalam membesarkan dan mendidik penulis tidak akan

    pernah dapat penulis balas. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat sedikit

    mengobati rasa letih dan jerih payah mereka dan sebagai kebanggaan

    keduanya terhadap penulis. Penulis juga mengucapkan rasa syukur yang

    sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang masih memberikan kesehatan dan

    umur yang panjang kepada keduanya, sehingga dapat melihat penulis menjadi

    seorang sarjana.

    2. Kedua adikku, Fitra Setiadi dan Muhammad Fajar Fajri Fardillah, penulis

    berharap semoga kalian dapat menyelesaikan semua jenjang pendidikan kalian

    dan dapat membanggakan kedua orang tua yang telah banyak berkorban untuk

    membesarkan kita bertiga.

    3. Prof. Dr. Ir. H. Feliatra, DEA, Penasehat Akademis penulis selama penulis

    melaksanakan pendidikan akademis di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

    4. Ir. Hj. Irvina Nurrachmi, M.Sc., Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau beserta seluruh dosen dan staff

  • di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

    Riau.

    5. Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi., M.Si. dan Ir. H. Elizal, M.Sc., sebagai pembimbing

    penulis dalam penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

    keduanya yang telah menuntun penulis dengan memberikan masukan dan

    saran yang baik untuk kesempurnaan skripsi ini.

    6. Keluarga besar Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Riau, semoga rasa kekeluargaan yang telah kita bina semenjak

    berada di Jurusan Ilmu Kelautan tetap selalu terjaga sampai kapanpun.

    7. Marine Science Diving Club (MSDC) Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, tempat penulis dididik dan

    dibina dengan berbagai macam hal untuk mengembangkan soft skill, terutama

    dalam menjadi seorang penyelam seperti sekarang ini. Harapan penulis kepada

    semua keluarga besar Marine Science Diving Club (MSDC), selalu tanamkan

    MSDC dihati dan otak kanan kita semua agar kita selalu membuat MSDC

    yang kita banggakan ini semakin jaya dan selalu melekat dijiwa kita.

    8. Keluarga besar Bapak Arsyad Amir di Desa Teluk Bakau, yang telah menjadi

    keluarga kedua bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada Bapak Arsyad Amir dan keluarga yang selalu penulis

    repotkan selama penulis KKN dan penelitian, namun tetap ikhlas dan tidak

    pernah memberikan keluhan.

    9. Tim penelitian di Pulau Beralas Pasir, Surya Asri Simbolon, S.Pi. dan Fajar

    Sidik, S.Pi., serta semua pihak yang telah membantu dalam mensukseskan

    pelaksanaan penelitian. Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

  • Bintan Bapak Edi, serta Bapak Sarpidin yang telah meminjamkan semua

    peralatan yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Penulis juga

    mengucapkan terima kasih kepada Kakanda Renald Yude yang mendampingi

    selama pelaksanaan penelitian, Bang Karno, Bang Chandra, Bang Yales serta

    staff-staff laboratorium Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan

    Perikanan (FIKP) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH)

    Tanjungpinang yang telah meminjamkan peralatan dalam pelaksanaan

    penelitian di Pulau Beralas Pasir.

    10. Keluarga besar Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Riau angkatan 2009 yang merupakan angkatan penulis di Jurusan

    Ilmu Kelautan, penulis tidak akan menyebutkan nama kalian satu persatu,

    namun percayalah bahwa kalian tidak pernah penulis lupakan sampai

    kapanpun. Harapan penulis kepada angkatan 2009 Jurusan Ilmu Kelautan

    yang menurut penulis cukup disegani, semoga persahabatan dan kekeluargaan

    kita yang telah dibina dari Dumai hingga sekarang ini dapat terus kita

    pertahankan dan semoga kita dapat kembali berkumpul lagi.

    11. Anggota keluarga Capsul Home (Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera), Zul

    Azim, S.Pi., Fajar Sidik, S.Pi., Roman, S.Pi., Zefendra, Gian Fahmi Siregar,

    Bayu Putra Utama Irawan serta seluruh Penghuni Gelap Tetap (PGT), Jefri

    Affandi, Michael Prawira, Indra Bayu Pratama dan Irvan Aditya yang

    dikomandoi oleh Surya Asri Simbolon, S.Pi., tidak banyak kata yang dapat

    penulis ungkapkan disini untuk menggambarkan kehidupan kita bersama

    selama 2 tahun ini, karena yakinlah, kalian semua akan meneteskan air mata

    apabila membacanya. Namun yakinlah kembali, kalian semua selalu akan

  • menjadi bagian yang tidak akan pernah hilang dikehidupan penulis sampai

    kapanpun.

    12. At last, for the greatest woman in my life, Atika Diniya, S.Pi., yang selalu setia

    menemani dan mendampingi selama 3 tahun, tidak ada kata yang dapat

    penulis utarakan, namun penulis yakin engkau pasti mengerti.

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan

    skripsi dengan judul Inventarisasi Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk

    Pengembangan Ekowisata Bahari Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir

    Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi.,

    M.Si. dan Ir. H. Elizal, M.Sc. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan

    skripsi, yang telah banyak memberikan masukan dan saran yang baik dalam

    kesempurnaan skripsi yang penulis susun. Penulis juga mengucapkan terima kasih

    kepada Ir. Hj. Irvina Nurrachmi, M.Sc., Prof. Dr. Ir. H. Bintal Amin, M.Sc. dan

    Irwandi Syofyan, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak

    memberikan koreksi terhadap skripsi yang penulis susun agar semakin baik dan

    sempurna penyusunannya.

    Penulis menyadari masih skripsi yang penulis susun masih jauh dari kata

    sempurna. Oleh karena itu, saran dan masukan yang baik sangat penulis harapkan

    untuk kesempurnaan skripsi yang penulis susun. Harapan penulis, semoga skripsi

    ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk semua orang yang

    membacanya.

    Pekanbaru, Juli 2013 Mario Putra Suhana

  • DAFTAR ISI

    Isi Halaman

    KATA PENGANTAR .......................................................................... xv

    DAFTAR ISI ........................................................................................ xvi

    DAFTAR TABEL ................................................................................ xviii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xix

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xx

    I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

    2.1. Konsep dan Fungsi Ekowisata Bahari ....................................... 5 2.2. Terumbu Karang ...................................................................... 10 2.3. Ikan Karang.............................................................................. 12 2.4. Parameter Fisika Kimia Perairan yang Mempengaruhi

    Pertumbuhan Ekosistem Terumbu Karang ................................ 13 2.4.1. Arus................................................................................ 13 2.4.2. Kecerahan....................................................................... 14 2.4.3. Suhu ............................................................................... 14 2.4.4. Salinitas .......................................................................... 15

    III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 16

    3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 16 3.2. Alat-Alat Penelitian .................................................................. 16 3.3. Metode Penelitian..................................................................... 17 3.4. Prosedur Penelitian ................................................................... 17

    3.4.1. Penentuan Stasiun Pengamatan ....................................... 17 3.4.2. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan ......................... 18

    3.4.2.1. Arus.................................................................... 18 3.4.2.2. Kecerahan ........................................................... 19 3.4.2.3. Suhu ................................................................... 19 3.4.2.4. Salinitas .............................................................. 19

    3.4.3. Pengambilan Data Tutupan Terumbu Karang dan Ikan Karang ............................................................................ 20

    3.4.4. Data Pendukung ............................................................. 21

  • 3.5. Analisis Data ............................................................................ 21 3.5.1. Persentase Tutupan Terumbu Karang .............................. 21 3.5.2. Komunitas Ikan Karang .................................................. 22 3.5.3. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling dan

    Diving ............................................................................. 22 3.6. Asumsi ..................................................................................... 26

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 27

    4.1. Hasil......................................................................................... 27 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Pulau Beralas Pasir................. 27 4.1.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Beralas

    Pasir ............................................................................. 29 4.1.3. Komunitas Ikan Karang Pulau Beralas Pasir ................. 30 4.1.4. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling ......... 31 4.1.5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving ............... 33

    4.2. Pembahasan ............................................................................. 35 4.2.1. Oseanografi Perairan Pulau Beralas Pasir ...................... 35 4.2.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Beralas

    Pasir.............................................................................. 38 4.2.3. Komunitas Ikan Karang Pulau Beralas Pasir ................. 41 4.2.4. Potensi Ekosistem Terumbu Karang Perairan Pulau

    Beralas Pasir untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Snorkeling..................................................................... 43

    4.2.5. Potensi Ekosistem Terumbu Karang Perairan Pulau Beralas Pasir untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Diving ........................................................................... 45

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 49

    5.1. Kesimpulan .............................................................................. 49 5.2. Saran ........................................................................................ 49

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 50

    LAMPIRAN ......................................................................................... 53

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman 1. Alat-Alat yang Digunakan Selama Penelitian ................................... 16 2. Letak Geografis Stasiun Pengamatan................................................ 18 3. Kriteria Penilaian Kondisi Ekosistem Terumbu Karang .................... 22 4. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling ............................ 23 5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving .................................. 24 6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Pulau Beralas Pasir .. 28 7. Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau Beralas Pasir ................ 29 8. Jumlah Jenis Ikan Karang Pulau Beralas Pasir .................................. 31 9. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun I ..... 31 10. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun II .... 31 11. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun III ... 32 12. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun I ............ 33 13. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun II .......... 34 14. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun III ......... 34

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman 1. Pengambilan Data Ikan Karang dengan Metode UVC (Underwater

    Visual Census) ................................................................................. 21 2. Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling Pulau Beralas Pasir ... 33 3. Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving Pulau Beralas Pasir ......... 35

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian dan Stasiun Pengamatan................................ 54 2. Peta Hamparan Datar Karang Pulau Beralas Pasir ............................ 55 3. Kondisi Perairan pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan ............. 56 4. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang pada Masing-Masing Stasiun

    Pengamatan ...................................................................................... 57 5. Alat-Alat yang Digunakan Selama Pelaksanaan Penelitian ............... 60 6. Kategori Bentuk Pertumbuhan (Lifeform) Karang ............................ 62 7. Bentuk Pertumbuhan (Lifeform) Karang pada Masing-Masing

    Stasiun Pengamatan ......................................................................... 64 8. Persentase Tutupan Ekosistem Terumbu Karang pada Masing-

    Masing Stasiun Pengamatan ............................................................. 65

    9. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Ikan Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir .................................................................................... 67

    10. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Pulau Beralas Pasir

    pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan Secara Keseluruhan ........ 69

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Ekowisata bahari merupakan konsep kegiatan wisata yang segala bentuk

    kegiatannya berhubungan dengan kelautan, baik yang dilakukan di permukaan

    laut (marine), maupun yang dilakukan di bawah permukaan laut (sub-marine).

    Ekowisata bahari diterapkan untuk menjaga keseimbangan, pemanfaatan dan

    pelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Ekowisata bahari tidak hanya

    mengedepankan kegiatan wisata, tetapi harus memberikan kontribusi positif

    terhadap pelestarian lingkungan. Ekowisata bahari dilakukan dengan

    memperhatikan aspek lingkungan dan konservasi alam (Ketjulan, 2010).

    Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem perairan laut yang

    kompleks dengan banyak ekosistem lain yang berasosiasi dengannya. Ekosistem

    terumbu karang merupakan ekosistem dasar laut tropis berupa endapan-endapan

    masif yang terbentuk dari Kalsium Karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh hewan

    karang dibantu dengan algae dan beberapa organisme lain yang menghasilkan

    CaCO3 (DKP Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007).

    Terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan tropis yang

    memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologi maupun ekonomi. Secara

    ekologi, terumbu karang menjadi tempat tinggal, tempat memijah, tempat bertelur

    dan mencari makan berbagai jenis biota laut. Secara fisik, terumbu karang

    berfungsi sebagai pelindung utama daerah pantai dari hantaman gelombang dan

    abrasi pantai. Secara ekonomi, terumbu karang merupakan sumber perikanan yang

    produktif (Tuwo, 2011).

  • Kondisi geografis Kabupaten Bintan berupa daerah pesisir yang landai,

    berpasir putih, kaya akan sumberdaya laut dan memiliki potensi yang cukup

    handal apabila dapat dikelola dengan baik. Perairan Kabupaten Bintan memiliki

    berbagai ekosistem laut dangkal sebagai tempat hidup dan memijah ikan laut,

    mangrove, lamun dan terumbu karang (CRITC-COREMAP II-LIPI, 2009).

    Kabupaten Bintan memiliki sejumlah peluang di sektor pariwisata,

    perikanan, perindustrian dan pertambangan. Di sektor pariwisata, iklim dan

    kondisi alam yang eksotis menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan,

    sehingga pembangunan pariwisata di Kabupaten Bintan lebih diarahkan ke wisata

    pantai seperti di Pantai Trikora. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya

    pembangunan hotel, resort dan restoran untuk menunjang objek wisata pantai

    yang ada.

    Pulau Mapur, Pulau Nikoi, Pulau Numbing dan Pulau Beralas Pasir dapat

    dijadikan sebagai dive spot yang bagus untuk dapat menikmati keindahan dunia

    bawah laut di Kabupaten Bintan bagi para wisatawan yang menyukai snorkeling

    dan diving. Berdasarkan pemaparan tersebut, Kabupaten Bintan memiliki potensi

    sumberdaya perairan laut yang cukup handal, apabila dapat dikelola dengan baik,

    berkelanjutan dan berkesinambungan.

    Pulau Beralas Pasir berada dalam wilayah perairan Desa Teluk Bakau

    Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, dengan

    kondisi geografis berupa wilayah pesisir yang landai dan berpasir putih. Topografi

    perairan Pulau Beralas Pasir berupa perairan dengan dasar berpasir yang landai

    dan terumbu karang yang ditumbuhi algae, dengan panjang rataan terumbu

    karang 200 meter ke arah laut (CRITC-COREMAP II-LIPI, 2009).

  • Kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir cukup

    bagus. Namun, Pulau Beralas Pasir belum dijadikan sebagai salah satu objek

    wisata pesisir utama di Kabupaten Bintan seperti beberapa pulau lain di

    sekitarnya, contohnya Pulau Mapur dan Pulau Nikoi. Hal yang mengindikasikan

    ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir belum dimanfaatkan

    secara optimal dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan masyarakat sekitar yang

    umumnya berprofesi sebagai nelayan. Masyarakat di sekitar Pulau Beralas Pasir

    hanya memanfaatkan perairan Pulau Beralas Pasir sebagai tempat mencari dan

    menangkap ikan, hal ini dijadikan sebagai indikator ekosistem terumbu karang di

    perairan Pulau Beralas Pasir belum dimanfaatkan secara optimal.

    Peran pemerintah setempat sangat diperlukan, seperti mengelola atau

    memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hal apa saja yang dapat

    dieksplorasi dan dieksploitasi dari Pulau Beralas Pasir untuk meningkatkan taraf

    hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar selain menangkap ikan. Secara

    otomatis, masyarakat akan mencoba membuat lapangan pekerjaan baru, semisal

    menjadikan Pulau Beralas Pasir sebagai objek wisata pantai maupun wisata bahari

    untuk snorkeling dan diving.

    Beberapa hal yang dipaparkan diatas menunjukkan, pemanfaatan

    ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir saat ini hanya sebatas

    sebagai tempat nelayan mencari dan menangkap ikan. Potensi yang ada dapat

    lebih dimanfaatkan secara optimal semisal menjadikan Pulau Beralas Pasir

    sebagai salah satu objek ekowisata bahari.

    Oleh karena itu, dirasa perlu dilakukan suatu penelitian untuk

    mengetahui potensi bahari di perairan Pulau Beralas Pasir, khususnya yang

  • terdapat pada ekosistem terumbu karang, sehingga diketahui kondisi dan potensi

    ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir, kemudian dianalisis

    kesesuaiannya untuk dijadikan sebagai salah satu objek ekowisata bahari

    snorkeling dan diving.

    1.2. Rumusan Masalah

    Perairan Pulau Beralas Pasir memiliki keindahan bawah laut dengan

    terdapatnya ekosistem terumbu karang. Namun, pemanfaatan potensi ekosistem

    terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir saat ini hanya sebatas sebagai

    tempat nelayan mencari dan menangkap ikan. Dari sektor pariwisata, ekosistem

    terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir memiliki potensi yang cukup

    bagus untuk dimanfaatkan sebagai objek ekowisata bahari.

    Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana kesesuaian Pulau

    Beralas Pasir untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari, khususnya

    untuk snorkeling dan diving berdasarkan potensi dan kondisi ekosistem terumbu

    karang.

    1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian perairan

    Pulau Beralas Pasir dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari snorkeling

    dan diving berdasarkan potensi dan kondisi ekosistem terumbu karang.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

    dalam pembuatan, perencanaan dan pengembangan wilayah tersebut, khususnya

    pengembangan ekowisata bahari snorkeling dan diving berdasarkan potensi dan

    kondisi ekosistem terumbu karang.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep dan Fungsi Ekowisata Bahari

    Ekowisata adalah perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari

    keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial, yang menggabungkan suatu

    komitmen kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggung jawab sosial untuk

    menciptakan dan memuaskan keinginan terhadap alam, mengeksploitasi potensi

    wisata untuk konservasi, pembangunan dan mencegah dampak negatif terhadap

    ekologi, kebudayaan dan keindahan (Liendberg, et al., 1993).

    Ekowisata memiliki dua pengertian, yaitu sebagai perilaku dan sebagai

    industri. Sebagai perilaku, ekowisata diartikan sebagai kunjungan ke daerah yang

    masih alami, dimana kegiatan ekowisata dilakukan untuk menghargai potensi

    sumberdaya dan budaya masyarakat lokal atau disebut juga wisata alam.

    Sedangkan pengertian ekowisata sebagai industri adalah kegiatan

    mengembangkan pemahaman bahwa kegiatan wisata di wilayah yang masih alami

    harus dilakukan dengan membangun kerjasama seluruh pelakunya, yaitu

    pemerintah, swasta dan masyarakat. Manfaat yang diperoleh tidak hanya kepada

    para pelakunya, tetapi juga kepada usaha-usaha untuk melestarikan wilayah

    tersebut dan mensejahterakan masyarakat di wilayah tersebut (Fandeli, et al.,

    2000).

    Konsep ekowisata adalah menghargai potensi sumberdaya lokal dan

    mencegah terjadinya perubahan kepemilikan lahan, tatanan sosial dan budaya

    masyarakat, karena masyarakat berperan sebagai pelaku dan penerima manfaat

    utama. Ekowisata mendukung upaya pengembangan ekonomi yang berkelajutan,

  • karena memberikan kesempatan kerja dan menjadi salah satu sumber penghasilan

    masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup (Ketjulan, 2010).

    Ekowisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya

    pesisir dan laut yang memperhatikan aspek keseimbangan antara pemanfaatan dan

    kelestarian sumberdaya yang menjadi objek kegiatan wisata. Kegiatan wisata

    bahari dapat menyebabkan menurunnya kualitas sumberdaya sehingga perlu

    dilakukan upaya pengelolaan secara berkelanjutan. Ekowisata bahari merupakan

    fungsi dari pengembangan kegiatan wisata yang menjaga keseimbangan,

    pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pesisir dan laut (Ketjulan, 2010).

    Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas

    yang berkaitan dengan kelautan, baik kegiatan yang dilakukan di permukaan laut

    (marine) maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut (sub-marine).

    Dalam perkembangannya, wisata bahari diarahkan pada kegiatan wisata yang

    berwawasan kelestarian sumberdaya dan lingkungan atau lebih dikenal dengan

    istilah ekowisata bahari (marine ecotourism). Ekowisata bahari merupakan

    konsep pemanfaatan daya tarik sumberdaya hayati pesisir dan pulau-pulau kecil

    yang berwawasan lingkungan (Anonim, 2002).

    Menurut The International Ecotourism Society (TIES) (2001), ekowisata

    adalah perjalanan wisata ke wilayah yang masih alami dengan tujuan

    mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberikan penghidupan

    kepada masyarakat lokal. Kegiatan ekowisata bahari dilakukan dengan memenuhi

    kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.

    Aryanto (2003) menyatakan, wisata pesisir dan bahari adalah bagian dari

    wisata lingkungan (ecotourism). Sarwono Kusumaatmaja, mantan Menteri Negara

  • Lingkungan Hidup dan Mantan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan dalam

    Aryanto (2003) berpendapat, selain sebagai bagian dari ekowisata, wisata pesisir

    dan wisata bahari merupakan industri yang menjanjikan. Dijelaskan lebih lanjut,

    wisata bahari merupakan jenis kegiatan wisata yang berlandaskan pada daya tarik

    kelautan dan terjadi di kawasan yang didominasi oleh perairan laut. Daya tarik itu

    mencakup kekayaan alam bahari serta kegiatan yang dilakukan di laut dan di

    pantai, seperti memancing, berselancar, berlayar, olahraga pantai, dayung dan

    upacara adat yang dilakukan di laut.

    Wisata bahari merupakan kumpulan dari segala bentuk kegiatan wisata

    yang berhubungan dengan laut, mulai dari wisata pesisir pantai, wisata di

    permukaan laut (snorkeling, berenang, berselancar dan berlayar) maupun wisata di

    dasar laut (diving). Agar dapat dinikmati, wisata bahari harus memiliki 3 unsur

    pendukung, yaitu objek, paket dan sarana. Objek adalah tempat atau lokasi

    dimana keindahan alam dapat dinikmati, paket yaitu aktivitas-aktivitas seperti

    memancing, snorkeling, diving dan parasailing, sedangkan sarana yaitu kapal,

    perahu dan sebagainya (PPRTKIM, 1995).

    Daerah pantai yang memiliki ekosistem terumbu karang, hewan laut yang

    beraneka ragam dan pantai dengan pasir putih secara alamiah akan memberikan

    daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pengembangan ekowisata bahari disuatu

    tempat dapat menimbulkan masalah seperti menurunnya keanekaragaman hayati

    apabila aktivitas wisata tidak dikelola dengan baik (Supriharyono, 2000).

    Rompas, et al. (2009) menyatakan bahwa kebijakan yang diambil

    pemerintah dalam pengembangan ekowisata bahari adalah berlandaskan kepada

    hasil keputusan yang diambil dalam konferensi Earth Summit di Rio De Janairo,

  • Brazil yang menetapkan bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor yang

    penting bagi pembangunan ekonomi suatu bangsa, karena :

    1. Pariwisata tidak terlalu memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya

    alam maupun lingkungan sebagaimana industri lainnya.

    2. Pariwisata menghargai kebudayaan setempat serta memiliki motivasi yang

    kuat dalam melindungi kebudayaan serta lingkungan.

    3. Pariwisata internasional ikut memainkan peranan yang besar bagi

    pembangunan pariwisata yang berkesinambungan.

    4. Industri pariwisata memberikan kontribusi yang besar bagi perlindungan

    terhadap pengembangan Taman Nasional, daerah atau wilayah yang

    dilindungi dan perlindungan kebudayaan setempat.

    5. Pariwisata juga meningkatkan kesadaran masyarakat setempat akan nilai

    finansial dan keindahan alam serta tempat-tempat yang bernilai sejarah.

    Ditinjau dari aspek konservasi, ekowisata bahari merupakan bagian dari

    kegiatan untuk melestarikan sumberdaya pesisir dan laut, karena pengembangan

    ekowisata didasarkan pada kerusakan ekosistem atau sumberdaya akibat kegiatan

    wisata atau kegiatan lain yang memberikan dampak negatif. Dengan

    mengkonservasi ekosistem yang rusak, maka akan mengembalikan keuntungan

    ekonomi secara langsung dalam bentuk pemasukan dari sektor pariwisata dan

    perikanan yang lebih produktif (Ketjulan, 2010).

    Fandeli, et al. (2000) menjelaskan, terdapat 4 prinsip dalam ekowisata,

    yaitu :

    1. Konservasi, kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam dari

    dampak negatif semaksimal mungkin.

  • 2. Pendidikan, wisatawan yang mengikuti kegiatan tersebut akan mendapatkan

    ilmu pengetahuan mengenai keunikan biologis, ekosistem dan kehidupan

    sosial masyarakat dikawasan yang dikunjungi.

    3. Sosial, masyarakat mendapat kesempatan untuk menjalankan kegiatan

    tersebut.

    4. Ekonomi, kegiatan wisata dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar

    kawasan tersebut.

    United Nations Enviromental Program (UNEP) (2001) mensyaratkan

    kegiatan ekowisata harus mengandung beberapa komponen sebagai berikut :

    1. Mampu memberikan kontribusi terhadap konservasi sumberdaya alam dan

    keanekaragaman hayati.

    2. Mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal.

    3. Mengikut sertakan pengalaman dan pembelajaran kepada wisatawan.

    4. Menekankan partisipasi masyarakat lokal dalam kepemilikan dan aktivitas

    pariwisata yang dikembangkan.

    Menyadari kegiatan wisata bahari dapat menimbulkan dampak negatif

    terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dan pada akhirnya

    membunuh sumberdaya yang melahirkan pariwisata itu sendiri, maka pengelolaan

    ekowisata bahari harus dilakukan secara berkelanjutan (Ketjulan, 2010).

    Pengelolaan berkelanjutan yang dimaksud adalah pengelolaan yang

    memperhatikan kelestarian lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian

    yang terjadi sebelum dan selama kegiatan ekowisata bahari dijalankan.

    Pengembangan ekowisata bahari juga memberikan dampak secara langsung

    terhadap kelestarian sumberdaya laut melalui konservasi, yang artinya :

  • 1. Mendapatkan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan

    lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan.

    2. Wisatawan membantu dalam usaha perlindungan dengan memberikan

    informasi atas kegiatan ilegal.

    Sedangkan kontribusi ekowisata melalui konservasi secara tidak

    langsung adalah :

    1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konservasi pada tingkat lokal,

    nasional bahkan internasional.

    2. Pendidikan konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang

    terbentuk selama wisatawan berwisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan

    secara langsung terhadap kegiatan pelestarian.

    2.2. Terumbu Karang

    Terumbu karang (coral reef) adalah ekosistem khas yang terdapat di

    lingkungan perairan dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di

    perairan tropis. Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang

    sangat tinggi dan memiliki beraneka ragam biota yang hidup di dalamnya.

    Komponen yang sangat penting pada ekosistem terumbu karang adalah hewan

    karang (stony coral) yang memiliki kerangka yang terbuat dari kapur

    (Scleractinia). Selain itu juga, sangat banyak biota laut yang hidupnya memiliki

    keterkaitan erat dengan karang (Nontji, 2007).

    Tomascik, et al. (1997) menyatakan bahwa salah satu fungsi ekosistem

    terumbu karang yaitu sebagai penyedia kesempatan atau peluang untuk rekreasi.

    Salah satu manfaat terumbu karang yang berkelanjutan adalah sebagai objek

    ekowisata bahari, yaitu wisata yang berorientasi pada cahaya matahari, laut dan

  • pasir, snorkeling dan diving yang merupakan daya tarik utama dibanyak pulau di

    daerah tropis.

    Menurut Nybakken (1992), terumbu karang adalah endapan-endapan

    masif dari Kalsium Karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh hewan karang (Filum

    Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria) dengan tambahan algae dan

    organisme-organisme lain yang mengeluarkan CaCO3. Karang adalah hewan tidak

    bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berongga)

    atau Cnidaria. Sebagian besar karang adalah binatang-binatang kecil (polyp) yang

    hidup berkoloni dan membentuk terumbu (Thamrin, 2006).

    Karang dapat dibedakan antara karang sebagai individu (reef coral), dan

    terumbu karang sebagai ekosistem (coral reef), termasuk didalamnya organisme-

    organisme karang. Ada dua tipe karang, yaitu Hermatypic Corals dan

    Ahermatypic Corals. Hermatypic Corals adalah karang yang mampu membentuk

    bangunan karang (reef building corals) dari CaCO3, sedangkan Ahermatypic

    Corals adalah karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang (non-reef

    building corals) (Supriharyono, 2000).

    Thamrin (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan bentuknya, terumbu

    karang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : 1) Fringing Reef (karang tepi), yaitu

    terumbu karang yang tumbuh ditepi suatu pulau atau ditepi sepanjang pantai yang

    langsung menghadap ke laut, 2) Barrier Reef (karang penghalang), yaitu terumbu

    karang yang hidup jauh dari pantai, antara terumbu karang dengan pantai terdekat

    yang dibatasi oleh lagoon, 3) Atol, yaitu terumbu karang yang berbentuk cincin

    atau berbentuk melingkar.

  • Andalan utama kegiatan ekowisata bahari yang banyak diminati oleh

    wisatawan adalah keindahan dan keunikan ekosistem terumbu karang. Terumbu

    karang dapat dimanfaatkan untuk objek ekowisata bahari, karena memiliki nilai

    estetika yang sangat tinggi (Supriharyono, 2000).

    2.3. Ikan Karang

    Laut di daerah ekuatorial memiliki kondisi fisika kimia yang sangat

    konstan sepanjang waktu didaerah karang. Peningkatan daerah permukaan dari

    dasar, celah dan gua yang tidak terhingga jumlahnya menyediakan tempat untuk

    bersembunyi berbagai jenis invertebrata yang merupakan makanan dari ikan-ikan.

    Keanekaragaman, kelimpahan dan biomassa ikan meningkat dengan semakin

    kompleksnya habitat (Lowe, 1987).

    Ikan adalah organisme yang relatif kompleks, banyak aspek biologi dan

    perilakunya yang dapat dijadikan parameter untuk mengukur tingkat kesesuian

    habitatnya. Kehadiran atau ketidak hadiran jenis tertentu juga merupakan petunjuk

    yang akurat dalam hal tertentu, karena kemampuan ikan dapat berpindah-pindah,

    ikan dapat keluar dari wilayah tetapnya untuk memilih habitat-habitat dengan

    keadaan yang lebih menyenangkan. Contoh ikan yang dapat dijadikan sebagai

    indikator adalah jenis dari Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae), yang merupakan

    ikan predator karang (Siswantoro et al., 2003).

    Ikan indikator dari jenis ini dianggap sebagai pemakan polyp karang

    yang berguna untuk memantau pengaruh pada terumbu karang atau sebagai

    indikator yang sensitif untuk menentukan kondisi terumbu karang. Perubahan

    dalam distribusi dan kelimpahan ikan karang dapat menjadi suatu petunjuk bahwa

  • ekosistem terumbu karang telah mengalami gangguan atau tekanan (Siswantoro,

    et al., 2003).

    Ikan karang memanfaatkan bentuk terumbu karang untuk

    mempertahankan diri. Keberadaan ikan karang di perairan sangat tergantung pada

    kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persentase tutupan terumbu

    karang hidup, hal ini dikarenakan ikan karang berasosiasi dengan bentuk dan jenis

    terumbu karang (Nybakken, 1992).

    Karang mati menyebabkan penurunan secara nyata jumlah spesies ikan

    dan individu yang berasosiasi dengan terumbu karang. Terdapat 3 bentuk interaksi

    antara ikan karang dan karang, yaitu :

    1. Interaksi langsung antara struktur karang dan tempat berlindung, yang paling

    nyata pada ikan-ikan kecil.

    2. Interaksi memakan yang melibatkan ikan-ikan karang dan biota-biota secile,

    termasuk algae.

    3. Peranan dari struktur karang dan pola memakan dari pemakan plankton dan

    karnivora yang berasosisasi dengan karang.

    2.4. Parameter Fisika Kimia Perairan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekosistem Terumbu Karang

    2.4.1. Arus

    Arus merupakan gerakan mengalir massa air yang disebabkan oleh tiupan

    angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan gerakan gelombang

    (Nontji, 2007). Hal serupa juga disampaikan Nybakken (1992) bahwa angin

    mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus

    horizontal yang lamban dan mampu mengangkut suatu volume air yang sangat

  • besar melintasi jarak yang jauh di lautan. Selain itu, faktor pembangkit arus ada 2

    macam, yaitu angin dan pasang surut (Dahuri, et al., 2004).

    2.4.2. Kecerahan

    Kecerahan erat kaitannya dengan kegiatan wisata bawah air (diving),

    kecerahan yang baik pada suatu perairan laut sangat diperlukan untuk melihat

    pemandangan bawah laut (Mansyur, 2000). Menurut Direktorat Jenderal

    Pariwisata dalam Arsyad (2002), kriteria kecerahan yang disyaratkan untuk wisata

    selam (diving) adalah kecerahan dengan jarak pandang 10 meter dalam kondisi

    cuaca yang baik dan jarak pandang 6 meter pada kondisi cuaca yang kurang baik.

    2.4.3. Suhu

    Suhu yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 22-29C.

    Suhu minimum untuk pertumbuhan karang adalah 18C dan suhu maksimum

    adalah 36C. Sangat sedikit karang yang ber-zooxhantella mampu mentoleransi

    suhu di bawah 11C (Supriharyono, 2000). Nilai pembatas dari suhu tinggi

    berkisar antara 30-34C. Nilai ini bervariasi secara geografis dan waktu

    penyinaran, dimana toleransi daerah tropis 2C lebih tinggi daripada daerah

    temperate (Veron, 1995).

    Suhu yang dapat mematikan karang bukan suhu yang ekstrim, melainkan

    perubahan suhu secara mendadak dari suhu alami (ambient level). Perubahan suhu

    secara mendadak sekitar 4-6C di bawah atau diatas suhu alami (ambient level)

    dapat mengurangi pertumbuhan karang bahkan mematikan (Supriharyono, 2000).

  • 2.4.4. Salinitas

    Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan karang bervariasi tergantung

    kondisi perairan sekitar atau pengaruh alam seperti run-off, badai dah hujan,

    sehingga kisaran salinitas bisa mencapai 17,5-52,5. Namun, seringkali terumbu

    karang masih mampu bertahan hidup di bawah suhu minimum dan diatas suhu

    maksimum dalam kisaran waktu tertentu. Umumnya terumbu karang hidup pada

    salinitas perairan yang berkisar antara 30-33 (Supriharyono, 2000).

  • III. METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Pulau Beralas Pasir

    Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau (Lampiran 1). Lokasi penelitian

    dipilih dengan alasan, Pulau Beralas Pasir memiliki ekosistem terumbu karang

    yang cukup bagus namun belum dijadikan sebagai salah satu objek ekowisata

    bahari utama di Kabupaten Bintan.

    3.2. Alat-Alat Penelitian

    Alat-alat yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 1, yang

    meliputi alat-alat untuk pengukuran parameter kualitas perairan, pengambilan data

    tutupan terumbu karang dan pengambilan data ikan karang. Gambar alat-alat

    penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 5.

    Tabel 1. Alat-Alat yang Digunakan Selama Penelitian

    No. Nama Alat Fungsi 1. GPS Menentukan titik koordinat stasiun pengamatan 2. Current Drouge Mengukur kecepatan arus 3. Hand-refractometer Mengukur salinitas 4. Stopwatch Menghitung waktu pada saat pengukuran kecepatan

    arus 5. Secchi Disc Mengukur kecerahan perairan 6. Thermometer Mengukur suhu perairan 7. Kertas pH Indikator Mengukur pH perairan 8. Roll Meter Pembuatan transek 9. SCUBA set Alat bantu pernafasan di bawah permukaan laut

    pada saat pengambilan data tutupan terumbu karang dan ikan karang

    10. Sabak dan Pensil Mencatat data hasil pengamatan tutupan terumbu karang dan ikan karang

    11. Slide ikan dan karang Panduan pada saat pengamatan tutupan terumbu karang dan ikan karang

    12. Underwater Camera Dokumentasi

  • 3.3. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan

    melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan. Sedangkan penentuan

    stasiun pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara purposive sampling.

    Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi

    Microsoft Excel untuk memperoleh data masukan, sedangkan pembuatan peta

    kesesuaian ekowisata bahari snorkeling dan diving menggunakan aplikasi

    ArcView GIS 3.3 dan Surfer 8. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis

    secara deskriptif.

    3.4. Prosedur Penelitian

    Penelitian ini mengukur dan mengamati parameter kualitas perairan,

    kondisi ekosistem terumbu karang dan jumlah jenis ikan karang pada masing-

    masing stasiun pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya pada saat observasi

    awal.

    3.4.1. Penentuan Stasiun Pengamatan

    Sebelum menentukan arah dan memplotkan titik stasiun pengamatan,

    dilakukan survei awal dengan metode observasi renang bebas (Free Swimming

    Observation) dengan cara snorkeling untuk memperoleh gambaran umum kondisi

    fisik wilayah dan penentuan stasiun pengamatan (Kenchington, 1978).

    Stasiun pengamatan ditentukan secara purposive sampling dan dipilih

    berdasarkan keterwakilan terumbu karang yang teramati pada saat observasi awal.

    Melalui pengamatan tersebut ditentukan 3 titik stasiun pengamatan. Selanjutnya

    titik koordinat stasiun pengamatan ditentukan dengan menggunakan GPS (Global

    Positioning System).

  • Berdasarkan observasi awal, Stasiun I ditempatkan pada perairan yang

    menghadap Pulau Bintan, Stasiun II ditempatkan pada perairan yang menghadap

    Laut Cina Selatan dan Stasiun III ditempatkan pada perairan yang dijadikan

    tempat aktifitas nelayan dalam mencari dan menangkap ikan, sehingga didapatkan

    3 titik stasiun pengamatan yang dianggap mewakili kondisi perairan Pulau Beralas

    Pasir. Letak geografis stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Letak Geografis Stasiun Pengamatan

    Stasiun Latitude Longitude I 1 2' 38,9" LU 104 40' 32,4" BT II 1 2' 7,6" LU 104 40' 58,6" BT III 1 3' 1,8" LU 104 40' 52,9" BT

    Sumber : Data Primer, 2013

    3.4.2. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan

    Pengukuran parameter kualitas perairan dilakukan dengan 3 kali

    pengulangan pada masing-masing stasiun pengamatan. Pengukuran parameter

    kualitas perairan dilakukan pada interval waktu antara pukul 11.00-16.00 WIB.

    Data hasil pengukuran parameter kualitas perairan secara keseluruhan dapat

    dilihat pada Lampiran 10.

    3.4.2.1. Arus

    Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan current

    drouge dengan panjang tali 5 meter. Kecepatan arus perairan adalah hasil bagi

    dari panjang tali current drouge dengan waktu yang diperlukan untuk membuat

    tali tersebut menegang.

  • 3.4.2.2. Kecerahan

    Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disc. Cara

    kerja adalah sebagai berikut :

    1. Secchi disc ditenggelamkan pada badan air yang akan diamati. Kedalaman air

    pada awal mula secchi disc hilang dari pandangan dicatat.

    2. Secchi disc ditarik keatas, kemudian dicatat pada meter keberapa secchi disc

    tersebut mulai tampak. Kecerahan perairan tersebut merupakan hasil rata-rata

    dari penjumlahan kedalaman pada saat secchi disc mulai hilang dan secchi

    disc mulai tampak.

    3.4.2.3. Suhu

    Pengukuran suhu menggunakan thermometer. Cara kerja pengukuran

    suhu adalah thermometer dicelupkan pada badan air dan didiamkan sehingga

    cairan raksa yang berada didalam thermometer naik dan berhenti pada titik skala

    tertentu. Skala yang dicapai menunjukkan suhu perairan tersebut.

    Hal yang harus diperhatikan adalah thermometer tidak boleh terkena

    cahaya matahari langsung, sebaiknya posisi peneliti membelakangi matahari.

    Pembacaan skala harus sejajar dengan mata untuk menghindari bias.

    3.4.2.4. Salinitas

    Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand-

    refractometer. Cara kerja pengukuran salinitas adalah sebagai berikut :

    1. Hand-refractometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan air tawar (aquades)

    hingga garis biru yang tampak pada lensa okuler berada pada posisi 00/00.

    2. Prisma diteteskan air laut. Hand-refractometer dihadapkan kearah cahaya, lalu

    peneliti mengamati dari lensa okuler.

  • 3. Nilai salinitas ditunjukkan oleh garis biru horizontal yang menunjuk pada

    suatu nilai dalam satuan permil ().

    3.4.3. Pengambilan Data Tutupan Terumbu Karang dan Ikan Karang

    Pengambilan data tutupan terumbu karang dilakukan dengan

    menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) atau metode transek garis.

    Secara umum, transek garis diletakkan pada kedalaman 3 meter untuk mewakili

    perairan dangkal dan kedalaman 10 meter untuk mewakili perairan dalam yang

    dibentangkan secara horizontal sejajar dengan garis pantai. Dua kedalaman

    tersebut dianggap mewakili kondisi terumbu karang, karena secara umum

    terumbu karang tumbuh dengan baik dan keragamannya tinggi pada kedalaman

    tersebut (Suharsono, 1994).

    Berdasarkan topografi dasar perairan Pulau Beralas Pasir, maka

    peletakan transek garis pada masing-masing stasiun pengamatan berada pada

    kedalaman 4-5 meter. Hal ini dikarenakan jumlah terumbu karang di perairan

    Pulau Beralas Pasir sudah mulai berkurang pada kedalaman 6 meter. Pengamatan

    dilakukan dengan cara mencatat dan mengukur bentuk pertumbuhan (lifeform)

    karang hidup, karang mati dan kelompok abiotik lain yang menyinggung transek

    garis sesuai dengan nilai yang tercantum pada roll meter (Lampiran 5).

    Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode

    UVC (Underwater Visual Census). Pengamatan dilakukan pada transek garis yang

    sama untuk pengambilan data tutupan terumbu karang. Setelah transek

    dibentangkan, stasiun pengamatan didiamkan selama beberapa menit sampai

    kondisi perairan kembali seperti semula. Pengamatan ikan karang dilakukan diatas

    transek dengan mencatat jumlah spesies dan jumlah individu ikan karang yang

  • ditemukan sejauh 2,5 meter sisi kiri dan 2,5 meter sisi kanan sepanjang transek

    (English, et al., 1997).

    Gambar 1. Pengambilan Data Ikan Karang dengan Metode UVC

    (Underwater Visual Census) (English, et al., 1997)

    3.4.4. Data Pendukung

    Data pendukung yang diambil berupa data sekunder yang diperoleh dari

    hasil wawancara dengan masyarakat dan instansi pemerintah, serta mempelajari

    buku penunjang, laporan, jurnal dan penelitian sebelumnya yang berhubungan.

    Data pendukung yang diambil berfungsi untuk memperoleh informasi lebih lanjut

    tentang kawasan penelitian.

    3.5. Analisis Data

    3.5.1. Persentase Tutupan Terumbu Karang

    Penghitungan persentase tutupan ekosistem terumbu karang dilakukan

    dengan cara terumbu karang yang termasuk kedalam transek garis dikelompokan

    menurut bentuk pertumbuhannya (lifeform). Selanjutnya data yang telah diperoleh

    diolah dengan menggunakan rumus :

  • = x100 Dimana :

    L = Persentase tutupan (%)

    li = Panjang total lifeform jenis ke-i (m)

    n = Panjang transek (m)

    Kriteria penilaian kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan

    persentase tutupan terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kriteria Penilaian Kondisi Ekosistem Terumbu Karang

    Persentase Tutupan (%) Kriteria Penilaian 0-25 Buruk

    26-50 Sedang 51-75 Baik 76-100 Memuaskan

    Sumber : Gomez dan Yap, 1998

    3.5.2. Komunitas Ikan Karang

    Penelitian ini mengamati jumlah jenis dan jumlah individu ikan karang

    yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu ikan indikator, ikan target dan

    ikan mayor.

    3.5.3. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling dan Diving

    Penentuan darerah wisata pada suatu kawasan memiliki persyaratan

    sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan

    dikembangkan. Setiap jenis kegiatan wisata memiliki parameter kesesuaian yang

    berbeda. Parameter kesesuaian tersebut disusun kedalam sebuah kelas kesesuaian

    untuk masing-masing jenis kegiatan wisata. Kelas kesesuaian diperoleh dari

    perkalian antara bobot dan skor masing-masing parameter. Pemberian bobot

    berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter, sedangkan pemberian skor

    berdasarkan kualitas setiap parameter (Yulianda, 2007).

  • Kesesuaian ekowisata bahari snorkeling mempertimbangkan 7 parameter

    dengan 4 kelas kesesuaian. Parameter yang dipertimbangkan yaitu kecerahan,

    kedalaman terumbu karang, kecepatan arus, tutupan terumbu karang, jenis

    lifeform karang, lebar hamparan datar karang dan jumlah jenis ikan karang

    (Yulianda, 2007). Matriks kesesuaian ekowisata bahari snorkeling dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling

    No Parameter Bobot Kategori Ket. S1 S2 S3 TS 1. Kecerahan (%) 5 100 80-6-10 >10 = 57

    7. Lebar Hamparan Datar Karang (m)

    1 >500 >100 20-100

  • Tabel 5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving

    No Parameter Bobot Kategori Ket. S1 S2 S3 TS

    1. Kecerahan (%) 5 >80 60-80 30-50 Bobot x Skor

    6. Kedalaman Terumbu Karang (m)

    1 6-15 15-20 >20-30 >30 = 54

    Sumber: Yulianda, 2007

    Keterangan : S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Bersyarat TS = Tidak Sesuai

    Nilai Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) dihitung berdasarkan total

    perkalian bobot dan skor semua parameter (Yulianda, 2007). Rumus untuk

    menghitung indeks kesesuaian wisata adalah :

    IKW = (Ni/Nmaks) x 100

    Keterangan :

    IKW = Indeks Kesesuaian Wisata (%)

    Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)

    Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

  • Kelas kesesuaian untuk ekowisata bahari dibagi dalam 4 kelas

    kesesuaian, yaitu :

    1. Kategori S1 (highly suitable)

    Tergolong sangat sesuai, tidak memiliki faktor pembatas yang berat

    untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya memiliki faktor

    pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata.

    2. Kategori S2 (quite suitable)

    Tergolong cukup sesuai, memiliki faktor pembatas yang agak berat untuk

    suatu penggunaan kegiatan tertentu secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan

    mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta

    meningkatkan input untuk mengusahakan lahan tersebut.

    3. Kategori S3 (marginally suitable)

    Sesuai bersyarat, memiliki faktor pembatas yang lebih banyak untuk

    dipenuhi. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi untuk melakukan kegiatan

    wisata, faktor pembatas tersebut harus benar-benar lebih diperhatikan sehingga

    stabilitas ekosistem dapat dipertahankan.

    4. Kategori TS (not suitable)

    Tidak sesuai, memiliki faktor pembatas berat atau permanen, sehingga

    tidak memungkinkan untuk mengembangkan jenis kegiatan wisata secara lestari.

    Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki

    masing-masing kawasan maka:

    S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83-100%

    S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 50-

  • 3.6.Asumsi

    Asumsi yang diajukan pada penelitian ini adalah semua stasiun

    pengamatan dianggap mewakili kondisi perairan wilayah yang diteliti.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil

    4.1.1. Kondisi Umum Perairan Pulau Beralas Pasir

    Pulau Beralas Pasir merupakan pulau kecil yang ada di Kabupaten Bintan

    Provinsi Kepulauan Riau. Secara administratif, Pulau Beralas Pasir termasuk

    dalam kawasan perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten

    Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang berjarak 1 mil dari Desa Teluk Bakau,

    dengan waktu tempuh 15 menit menggunakan speed boat. Letak geografis Pulau

    Beralas Pasir berada pada 1 2 48,1 LU dan 104 40 3,1 BT. Pulau Beralas

    Pasir berbatasan dengan Pulau Beralas Bakau di sebelah utara, sebelah timur

    berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah barat dan selatan berbatasan dengan

    Pulau Bintan.

    Pulau Beralas Pasir merupakan pulau datar yang dikelilingi pasir putih

    dengan terdapat beberapa vegetasi seperti pohon cemara, mangrove, waru laut dan

    ilalang. Topografi perairan Pulau Beralas Pasir berupa perairan dengan dasar yang

    landai dengan substrat pasir dan terumbu karang yang ditumbuhi algae. Pulau

    Beralas Pasir memiliki sumberdaya kelautan berupa ikan karang, terumbu karang

    dan lamun.

    Pulau Beralas Pasir merupakan pulau kecil yang tidak berpenghuni, tidak

    memiliki sarana air bersih, hanya memiliki 1 buah dermaga serta beberapa pondok

    kecil yang digunakan nelayan maupun wisatawan yang berkunjung untuk

    beristirahat. Walaupun tidak berpenghuni, Pulau Beralas Pasir cukup sering

    dikunjungi masyarakat sekitar dan wisatawan yang berlibur di resort di sekitar

    Pulau Bintan. Perairan Pulau Beralas Pasir dimanfaatkan masyarakat sekitar

  • sebagai tempat mencari dan menangkap ikan dan sebagai dive spot bagi beberapa

    wisatawan.

    Berdasarkan data pendukung yang diperoleh dari laporan penelitian BME

    Ekologi Bintan Tahun 2009, perairan Pulau Beralas Pasir berada dalam kondisi

    baik. Kedalaman perairan Pulau Beralas Pasir tidak lebih dari 50 meter dengan

    jarak pandang 9 meter dan tingkat kemiringan (reef slope)

  • Pulau Beralas Pasir 9 meter, sedangkan pH perairan pada masing-masing stasiun

    pengamatan adalah 8.

    4.1.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Beralas Pasir

    Ekosistem terumbu karang merupakan parameter dengan bobot tertinggi

    dalam menentukan tingkat kesesuaian suatu wilayah untuk dijadikan kawasan

    ekowisata bahari snorkeling dan diving. Penentuan kondisi ekosistem terumbu

    karang dilakukan untuk mengetahui gambaran umum ekosistem terumbu karang

    yang ada disuatu perairan laut.

    Kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir

    termasuk dalam kategori sedang hingga baik, dengan persentase tutupan pada

    masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 29,10-57,60%. Persentase

    tutupan ekosistem terumbu karang perairan Pulau Beralas Pasir dapat dilihat pada

    Tabel 7. Hasil perhitungan persentase tutupan ekosistem terumbu karang secara

    keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 8.

    Tabel 7. Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau Beralas Pasir

    Stasiun Kedalaman (m) Persentase Tutupan (%) Lebar Hamparan (m) I 5 53,38 109 II 5 57,60 139 III 4 29,10 87

    Rata-Rata 46,69 111,67 Sumber : Data Primer, 2013

    Tingkat dominansi ekosistem terumbu karang perairan Pulau Beralas

    Pasir tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan banyak ditemukannya bentuk

    pertumbuhan (lifeform) dari Acropora Tabulate (ACT) dan Coral Foliose (CF)

    pada masing-masing stasiun pengamatan (Lampiran 7).

  • Pola sebaran terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir umumnya

    menyebar, dan semakin bagus pada Stasiun II yang terletak pada sisi pulau yang

    berhadapan dengan Laut Cina Selatan. Sebaran terumbu karang di perairan Pulau

    Beralas Pasir umumnya tidak terlalu dalam dan sudah mulai berkurang pada

    kedalaman 6 meter.

    Jumlah jenis lifeform karang yang ditemukan di perairan Pulau Beralas

    Pasir secara keseluruhan adalah sebanyak 14 lifeform, pada Stasiun I terdapat 10

    lifeform, Stasiun II terdapat 12 lifeform dan Stasiun III terdapat 10 lifeform.

    Berdasarkan bentuk pertumbuhan, diperoleh data Hard Coral Acropora berupa

    Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT) dan Acropora Digitate

    (ACD), sedangkan Hard Coral Non-Acropora berupa Coral Foliose (CF), Coral

    Submassive (CS), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Mushroom

    (CMR), dan Coral Branching (CB).

    4.1.3. Komunitas Ikan Karang Pulau Beralas Pasir

    Data ikan karang yang diambil dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu

    ikan indikator, ikan target dan ikan mayor. Jumlah spesies ikan karang yang

    ditemukan pada masing-masing stasiun pengamatan cukup beragam. Jumlah jenis

    ikan karang tertinggi terdapat pada Stasiun I dengan jumlah 27 jenis dan jumlah

    jenis ikan karang terendah terdapat pada Stasiun II dengan jumlah 23 jenis.

    Jumlah jenis ikan karang yang ditemukan pada masing-masing stasiun

    pengamatan dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan jumlah jenis dan jumlah

    individu ikan karang yang ditemukan secara keseluruhan dapat dilihat pada

    Lampiran 9.

  • Tabel 8. Jumlah Jenis Ikan Karang Pulau Beralas Pasir

    Jenis St. I St. II St. III Ikan Indikator 3 2 3 Ikan Target 8 7 7 Ikan Mayor 16 14 14

    Jumlah Jenis 27 23 24 Sumber : Data Primer, 2013

    4.1.4. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling

    Kesesuaian ekowisata bahari snorkeling mempertimbangkan 7 parameter

    dengan 4 kelas kesesuaian. Matriks kesesuaian ekowisata bahari snorkeling dapat

    dilihat pada Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11.

    Tabel 9. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun I No. Parameter St. I Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 8,2 5 3 15 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 53,38 5 2 10 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 10 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 27 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 20 1 2 2 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-5 1 3 3 Nilai

    Maks. 7. Lebar Hamparan Datar Karang

    (m) 109 1 2 2 = 57

    Nilai Total (%) 41 71,93% Sumber : Data Primer, 2013

    Tabel 10. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun II No. Parameter St. II Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 6,1 5 2 10 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 57,60 5 2 10 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 12 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 23 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 33,33 1 1 1 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-5 1 3 3 Nilai

    Maks. 7. Lebar Hamparan Datar Karang

    (m) 139 1 2 2 = 57

    Nilai Total (%) 35 61,40% Sumber : Data Primer, 2013

  • Tabel 11. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling pada Stasiun III No. Parameter St. III Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 6,9 5 2 10 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 29,10 5 1 5 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 10 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 24 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 9,1 1 3 3 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-4 1 3 3 Nilai

    Maks. 7. Lebar Hamparan Datar Karang

    (m) 87 1 1 1 = 57

    Nilai Total (%) 31 54,39% Sumber : Data Primer, 2013

    Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan tingkat kesusaian

    ekowisata snorkeling pada masing-masing stasiun pengamatan berada pada

    kategori cukup sesuai (S2) dengan kisaran nilai 50-

  • Gambar 2. Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Snorkeling Pulau Beralas

    Pasir

    4.1.5. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving

    Matriks kesesuaian ekowisata bahari diving mempertimbangkan 6

    parameter dengan 4 kelas kesesuaian. Parameter yang dipertimbangkan antara lain

    adalah kecerahan, tutupan terumbu karang, jumlah jenis lifeform karang, jumlah

    jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang yang dapat

    dilihat pada Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.

    Tabel 12. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun I

    No. Parameter St. I Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 8,2 5 3 15 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 53,38 5 2 10 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 10 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 27 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 20 1 2 2 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-5 1 3 3 Nilai

    Maks. 54 Nilai Total (%) 39 72,22% Sumber : Data Primer, 2013

  • Tabel 13. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun II

    No. Parameter St. II Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 6,1 5 2 10 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 57,60 5 2 10 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 12 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 23 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 33,33 1 1 1 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-5 1 3 3 Nilai

    Maks. 54 Nilai Total (%) 38 70,37% Sumber : Data Primer, 2013

    Tabel 14. Matriks Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving pada Stasiun III

    No. Parameter St. III Bobot Skor Nilai Ket. 1. Kecerahan (%) 6,9 5 2 10 Nilai Skor 2. Tutupan terumbu karang (%) 29,10 5 1 5 S1 = 3 3. Jenis Lifeform Karang 10 3 2 6 S2 = 2 4. Jumlah Jenis Ikan Karang 24 3 1 3 S3 = 1 5. Kecepatan Arus (cm/dtk) 9,1 1 3 3 TS = 0 6. Kedalaman Terumbu Karang

    (m) 1-4 1 3 3 Nilai

    Maks. 54 Nilai Total (%) 35 64,81% Sumber : Data Primer, 2013

    Nilai kesesuaian ekowisata diving Stasiun I adalah 39 (72,22%), Stasiun

    II dengan nilai 38 (70,37%) dan Stasiun III dengan nilai 35 (64,81%). Tingkat

    kesesuaian ekowisata diving pada Stasiun I menunjukkan nilai tertinggi

    dibandingkan Stasiun II dan Stasiun III. Masing-masing stasiun pengamatan

    berada pada kategori cukup sesuai (S2) dengan kisaran nilai 50-

  • Gambar 3. Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Diving Pulau Beralas Pasir

    4.2.Pembahasan

    4.2.1. Oseanografi Perairan Pulau Beralas Pasir

    Parameter kualitas perairan yang diukur merupakan parameter yang

    menjadi syarat untuk menentukan kesesuaian ekowisata bahari snorkeling dan

    diving. Kecerahan merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan suatu

    kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving.

    Kecerahan dalam olahraga snorkeling dan diving sangat diperlukan untuk

    dapat melihat keindahan bawah laut (Mansyur, 2000). Kriteria kecerahan yang

    disyaratkan untuk diving adalah kecerahan dengan jarak pandang 10 meter pada

    kondisi cuaca yang baik, dan jarak pandang 6 meter pada kondisi cuaca yang

    kurang baik (Arsyad, 2002). Kecerahan perairan pada masing-masing stasiun

    pengamatan berkisar antara 6,1-8,2 meter. Kecerahan perairan pada Stasiun II dan

    Stasiun III tergolong kedalam kategori cukup sesuai (S2) untuk kegiatan

    snorkeling, sedangkan kategori sangat sesuai (S1) berada pada Stasiun I. Untuk

  • olahraga diving, kecerahan pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong

    kedalam kategori sangat sesuai (S1).

    Menurut DKTNL (2006), suhu optimal suatu perairan yang dapat

    ditolerir terumbu karang untuk pertumbuhan berkisar antara 23-30C. Suhu

    perairan pada masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 28-29C.

    Pengukuran suhu pada masing-masing stasiun pengamatan menunjukkan bahwa

    suhu di perairan Pulau Beralas Pasir masih dapat ditolerir oleh terumbu karang

    untuk pertumbuhan.

    Salinitas optimal bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 30-

    33, namun ada beberapa terumbu karang yang masih dapat mentolerir salinitas

    yang melebihi batas optimal (DKTNL, 2006). Salinitas pada masing-masing

    stasiun pengamatan memiliki nilai yang sama yaitu 35. Hasil pengukuran

    salinitas perairan Pulau Beralas Pasir menunjukkan bahwa terumbu karang di

    perairan Pulau Beralas Pasir termasuk kedalam jenis terumbu karang yang mampu

    mentolerir batas optimal salinitas suatu perairan.

    Arus berperan penting dalam proses transportasi sedimen, oksigen, unsur

    hara dan larva yang dibutuhkan oleh hewan karang. Arus juga berperan dalam

    membersihkan polyp karang dari kotoran yang menempel. Arus merupakan salah

    satu parameter penting dalam menentukan kesesuaian suatu kawasan untuk

    dijadikan kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving, karena untuk

    snorkeling dan diving membutuhkan perairan yang tenang dan tidak terdapat arus

    yang bersifat menarik (Nontji, 2007). Kecepatan arus perairan Pulau Beralas Pasir

    berkisar antara 9,1-33,33 cm/dtk dengan kecepatan arus tertinggi berada pada

    Stasiun II yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan.

  • Standar kesesuaian kecepatan arus untuk ekowisata bahari snorkeling dan

    diving yang disyaratkan sangat sesuai (S1) berkisar antara 0-15 cm/dtk. Hasil

    pengukuran kecepatan arus pada Stasiun I adalah 20 cm/dtk, berdasarkan hasil

    pengukuran tersebut, kecepatan arus Stasiun I berada pada kategori cukup sesuai

    (S2) untuk dijadikan kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving. Kecepatan

    arus pada Stasiun I dianggap menjadi salah satu faktor pembatas yang tidak

    mengurangi produktivitas kawasan tersebut untuk dijadikan kawasan ekowisata

    bahari snorkeling dan diving secara berkelanjutan.

    Kecepatan arus pada Stasiun II berada pada kategori sesuai bersyarat

    (S3) dengan nilai 33,33 cm/dtk. Kecepatan arus pada Stasiun II menjadi salah satu

    faktor pembatas yang cukup berat dan harus benar-benar diperhatikan apabila

    kawasan tersebut dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari snorkeling

    dan diving secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, Stasiun II berada pada

    perairan yang langsung berhadapan dengan Laut Cina Selatan sehingga

    menyebabkan arus dan gelombang menjadi lebih kuat. Arus yang cukup kuat

    dapat memberikan resiko bagi wisatawan dalam melakukan kegiatan snorkeling

    dan diving, terutama bagi wisatawan yang masih pemula untuk kegiatan

    snorkeling dan diving.

    Kecepatan arus Stasiun III tergolong kedalam kategori sangat sesuai (S1)

    untuk snorkeling. Hasil pengukuran kecepatan arus pada Stasiun III adalah 9,1

    cm/dtk. Kecepatan arus pada Stasiun III tidak menjadi faktor pembatas yang

    memberikan pengaruh yang berat dan nyata untuk snorkeling dan diving di

    kawasan tersebut. Kecepatan arus pada Stasiun III tergolong tenang, hal ini

    dikarenakan posisi Stasiun III yang terhalang oleh Pulau Beralas Bakau dan Pulau

  • Beralas Pasir, sehingga kecepatan arus pada Stasiun III memiliki skor tertinggi

    dibandingkan Stasiun I dan Stasiun II untuk parameter kesesuaian ekowisata

    snorkeling dan diving. Hal ini didukung oleh pendapat Alqifli (2001) yang

    menyatakan bahwa salah satu kriteria pemilihan lokasi untuk wisata pesisir adalah

    wilayah dengan kecepatan arus berkisar antara 10-40 cm/dtk.

    4.2.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Beralas Pasir

    Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu parameter penting

    dalam penentuan suatu kawasan untuk dijadikan kawasan ekowisata bahari

    snorkeling dan diving. Hal ini dikarenakan, keunikan dari bentuk pertumbuhan

    terumbu karang memiliki daya tarik tersendiri bagi para penikmat keindahan

    dunia bawah laut. Hal serupa didukung oleh pernyataan Supriharyono (2000)

    yang menyatakan bahwa daerah pesisir yang memiliki ekosistem terumbu karang,

    hewan-hewan laut yang beraneka ragam dan pantai berpasir putih secara alamiah

    memberi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

    Perhitungan persentse tutupan ekosistem terumbu karang dan penentuan

    kriteria kondisi ekosistem terumbu karang digunakan sebagai salah satu parameter

    untuk menentukan tingkat kesesuaian perairan Pulau Beralas Pasir dikembangkan

    menjadi kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving.

    Tipe terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir serupa dengan

    pulau-pulau yang ada di daerah tropis, yaitu tipe terumbu karang tepi (fringing

    reef). Terumbu karang tepi adalah terumbu karang yang tumbuh ditepi suatu pulau

    atau disepanjang pantai yang luas, yang langsung menghadap ke laut dalam

    (Thamrin, 2006). Ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir

    memiliki bentuk pertumbuhan (lifeform) Hard Coral Acropora dan Hard Coral

  • Non-Acropora, yang berada dalam kategori sedang dengan rata-rata persentase

    tutupan secara keseluruhan sebesar 46,69%. Bentuk pertumbuhan (lifeform)

    terumbu karang yang mendominasi pada perairan Pulau Beralas Pasir adalah

    Acropora Tabulate (ACT) dan Coral Foliose (CF).

    Jenis lifeform karang yang ditemukan di perairan Pulau Beralas Pasir

    adalah sebanyak 14 lifeform, dengan jumlah terbanyak ditemukan pada Stasiun II

    sebanyak 12 lifeform (Lampiran 7). Jenis lifeform yang ditemukan di perairan

    Pulau Beralas Pasir yaitu Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT),

    Acropora Digitate (ACD), Coral Branching (CB), Coral Foliose (CF), Coral

    Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Mushroom CMR) dan Coral

    Submassive (CS). Jenis lifeform lainnya yang merupakan penyusun ekosistem

    terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir adalah Zoanthids (ZO), Coraline

    Algae (CA) dan beberapa komponen biotik lain (Lampiran 7).

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi ekosistem terumbu

    karang pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong kedalam 2 kriteria

    penilaian, yaitu kategori sedang dan kategori baik. Persentase tutupan ekosistem

    terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir berkisar antara 29,10-57,60%

    dengan persentase tutupan tertinggi berada pada Stasiun II yang berhadapan

    langsung dengan Laut Cina Selatan.

    Berdasarkan kriteria baku penilaian kondisi ekosistem terumbu karang,

    kondisi ekosistem terumbu karang pada Stasiun I (53,38%) dan Stasiun II

    (57,60%) termasuk kedalam kategori baik, hal ini dikarenakan persentase tutupan

    ekosistem terumbu karang hidup pada Stasiun I dan Stasiun II memiliki nilai

  • >50%. Sedangkan kategori sedang berada pada Stasiun III (29,10%), hal ini

    dikarenakan persentase tutupan ekosistem terumbu karang pada Stasiun III 75%, sedangkan kriteria tidak sesuai (TS) adalah perairan yang memiliki

    persentase tutupan karang hidup dengan nilai 50%, sedangkan kategori sesuai

    bersyarat (S3) berada pada Stasiun III yang memiliki persentase tutupan

    ekosistem terumbu karang

  • faktor pembatas yang cukup berat untuk pengembangan kawasan tersebut menjadi

    kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving berdasarkan pada persentase

    tutupan ekosistem terumbu karang.

    Lebar hamparan datar karang perairan Pulau Beralas Pasir berkisar antara

    87-139 meter, terhitung dari bibir pantai dengan kedalaman 1-5 meter. Peta lebar

    hamparan datar terumbu karang perairan Pulau Beralas Pasir dapat dilihat pada

    Lampiran 2. Tingkat kesesuaian kedalaman terumbu karang perairan Pulau

    Beralas Pasir untuk ekowisata bahari snorkeling dan diving berada pada kategori

    sangat sesuai (S1).

    4.2.3. Komunitas Ikan Karang Pulau Beralas Pasir

    Selain ekositem terumbu karang, keberadaan ikan karang dan biota laut

    lainnya memiliki dan menambah nilai estetika dunia bawah laut yang merupakan

    daya tarik dari ekowisata bahari itu sendiri. Salah satu daya tarik ikan karang

    adalah keunikan dari bentuk dan corak warna pada tubuhnya yang beraneka

    ragam. Hal ini menambah keindahan panorama dunia bawah laut yang dijadikan

    sebagai kawasan ekowisata bahari snorkeling dan diving (Nybakken, 1992).

    Penelitian ini mengamati jumlah jenis dan jumlah spesies ikan karang yang

    dikelompokkan menjadi ikan indikator, ikan target dan ikan mayor.

    Ikan indikator merupakan jenis ikan yang hidup berasosiasi paling kuat

    dengan terumbu karang. Jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah

    jenis dari Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae). Jenis ikan ini lebih mudah dalam

    perhitungan, karena sifat hidup Ikan Kepe-Kepe umumnya hidup sendiri-sendiri,

    ada yang berpasangan namun sangat jarang berada dalam kelompok besar.

  • Ikan target merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai

    ekonomis. Ikan ini dapat dibedakan dalam beberapa kelompok tertentu

    (Siswantoro, et al., 2003). Untuk jenis tertentu yang memiliki kelimpahan tinggi,

    misalnya dari suku Caesionidae, Acanthuridae dan Singanidae dihitung dengan

    taksiran, sedangkan untuk jenis yang hidup menyendiri (soliter) pengambilan data

    kuantitatif sama seperti pengambilan data kuantitatif ikan indikator.

    Ikan mayor adalah jenis ikan yang juga memiliki ketertarikan dengan

    ekosistem terumbu karang. Ikan dalam kelompok ini memiliki ukuran tubuh yang

    lebih kecil dan kelimpahan yang cukup tinggi. Ikan jenis ini umumnya dijadikan

    ikan hias untuk akuarium air laut, terutama dari suku Pomacentridae dan

    Pomachantidae.

    Jumlah jenis spesies yang paling banyak ditemukan terdapat pada Stasiun

    I yaitu 27 jenis (Lampiran 8). Hasil pengamatan kelimpahan ikan karang pada

    masing-masing stasiun pengamatan menunjukkan, masing-masing stasiun

    pengamatan berada pada kategori sesuai bersyarat (S3) untuk pengembangan

    ekowisata bahari snorkeling dan diving berdasarkan jumlah jenis ikan karang yang

    ditemukan.

    Jumlah jenis ikan karang yang disyaratkan sangat sesuai (S1) untuk

    pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata bahari snorkeling dan

    diving adalah >100 individu, sedangkan kategori tidak sesuai (TS) adalah

  • 4.2.4. Potensi Ekosistem Terumbu Karang Perairan Pulau Beralas Pasir untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Snorkeling

    Dalam pengembangan suatu wilayah untuk dijadikan kawasan ekowisata

    bahari, memiliki beberapa persyaratan sumberdaya dan persyaratan lingkungan

    berdasarkan pada jenis objek ekowisata bahari yang akan dikembangkan. Untuk

    pengembangan ekowisata bahari snorkeling mempertimbangkan 7 parameter

    dengan 4 kelas kesesuaian (Tabel 9, Tabel 10 dan Tabel 11).

    Parameter yang dipertimbangkan untuk pengembangan ekowisata bahari

    snorkeling yaitu kecerahan, tutupan terumbu karang, jenis lifeform karang, jumlah

    jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan

    datar karang. Parameter-parameter tersebut merupakan persyaratan yang harus

    dikaji dan dipertimbangkan untuk pengembangan sebuah wilayah untuk dijadikan

    kawasan ekowisata bahari untuk olahraga snorkeling.

    Masing-masing stasiun pengamatan berada pada kategori cukup sesuai

    (S2) untuk pengembangan kawasan ekowisata bahari kategori snorkeling. Hal ini

    dikarenakan nilai Indeks Kesesuaian Wisata pada masing-masing stasiun

    pengamatan berada pada kisaran nilai 50-

  • ikan karang pada masing-masing stasiun pengamatan berada pada kategori sesuai

    bersyarat (S3).

    Tingkat kesesuaian ekowisata bahari snorkeling pada Stasiun II berada

    pada kategori cukup sesuai (S2) dengan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) 35

    (61,40%). Pada Stasiun II, terdapat satu parameter kesesuaian yang berada pada

    kategori sangat sesuai (S1), yaitu kedalaman terumbu karang. Sedangkan empat

    parameter lain berada pada kategori cukup sesuai (S2), yaitu kecerahan, tutupan

    terumbu karang, jenis lifeform karang, dan lebar hamparan datar karang,

    sedangkan jumlah jenis ikan karang dan kecepatan arus berada pada kategori

    sesuai bersyarat (S3).

    Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) snorkeling pada Stasiun III berada pada

    kategori cukup sesuai (S2) dengan nilai 31 (54,39%) dan merupakan indeks

    kesesuaian wisata terendah untuk kesesuaian ekowisata bahari snorkeling

    dibandingkan Stasiun I dan Stasiun II. Terdapat tiga parameter yang berada pada

    kategori sesuai bersyarat (S3) yang menyebabkan tingkat kesesuaian ekowisata

    bahari pada Stasiun III tergolong rendah, parameter yang berada pada kategori

    sesuai bersyarat (S3) pada Stasiun III yaitu tutupan terumbu karang, jumlah jenis

    ikan karang dan lebar hamparan datar karang, sedangkan parameter lain berada

    pada kategori cukup sesuai (S2) dan kategori sangat sesuai (S1) untuk

    pengembangan kawasan ekowisata bahari snorkeling.

    Nilai rata-rata Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) snorkeling secara

    keseluruhan di perairan Pulau Beralas Pasir adalah 62,57% yang tergolong dalam

    kategori cukup sesuai (S2). Masing-masing stasiun pengamatan memiliki

    beberapa faktor pembatas yang agak berat, namun masih dapat dilakukan

  • pengembangan terhadap wilayah tersebut untuk dijadikan kawasan ekowisata

    bahari snorkeling. Hal ini dikarenakan, faktor pembatas yang ada tidak terlalu

    memberikan pengaruh yang besar dan nyata terhadap produktivitas lahan yang

    dijadikan suatu kawasan ekowisata bahari secara lestari, sehingga pengembangan

    ekowisata pada masing-masing stasiun pengamatan tetap dapat dilakukan.

    4.2.5. Potensi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir

    untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Diving

    Pengembangan suatu wilayah untuk dijadikan kawasan ekowisata bahari

    diving mempertimbangkan 6 parameter dengan 4 kelas kesesuaian. Parameter

    yang dipertimbangkan yaitu kecerahan, tutupan terumbu karang, jenis lifeform

    karang, jumlah jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang

    (Yulianda, 2007).

    Hasil pengamatan pada masing-masing stasiun pengamatan menunjukkan

    bahwa perairan Pulau Beralas Pasir berada dalam kategori cukup sesuai (S2)

    untuk dijadikan kawasan ekowisata bahari diving. Tingkat kesesuaian ekowisata

    bahari kategori diving pada masing-masing stasiun pengamatan berada pada

    kategori cukup sesuai (S2). Nilai Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) pada masing-

    masing stasiun pengamatan berkisar antara 64,81-72,22%, dengan nilai rata-rata

    Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) diving keseluruhan adalah 69,14%. Nilai Indeks

    Kesesuaian Wisata (IKW) diving tertinggi berada pada Stasiun I dengan nilai 39

    (72,22%) (Tabel 12).

    Stasiun