CARA PENGAWETAN KAYU

5
CARA PENGAWETAN KAYU undefined undefined, undefined Author: Antok | Filed Under: Pengawetan Kayu 1. Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat. 2. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik

Transcript of CARA PENGAWETAN KAYU

Page 1: CARA PENGAWETAN KAYU

CARA PENGAWETAN KAYU

undefined undefined, undefined Author: Antok | Filed Under: Pengawetan Kayu

1. Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.

2. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.

3. Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).

4. Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.

5. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :

Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :

Page 2: CARA PENGAWETAN KAYU

1. Proses sel penuh antara lain :

Proses Bethel Proses Burnett

2. Proses sel kosong antara lain :

Proses Rueping Proses Lowry

Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.Lainnya ditunggu ya.....

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) sifat utama kayu yang dapat dipergunakan untuk

mengenal kayu, yaitu sifat fisik (disebut juga sifat kasar atau sifat makroskopis) dan sifat

struktur (disebut juga sifat mikroskopis).  Secara obyektif, sifat struktur atau mikroskopis

lebih dapat diandalkan dari pada sifat fisik atau makroskopis dalam mengenal atau

menentukan suatu jenis kayu.  Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih dapat

dipercaya, akan lebih baik bila kedua sifat ini dapat dipergunakan secara bersama-sama,

karena sifat fisik akan mendukung sifat struktur dalam menentukan jenis.

Sifat fisik/kasar atau makroskopis adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui

panca indera, baik dengan penglihatan,  pen-ciuman,  perabaan dan sebagainya tanpa

menggunakan alat bantu.   Sifat-sifat kayu yang termasuk dalam sifat kasar antara lain

adalah :

a. warna, umumnya yang digunakan adalah warna kayu teras,

b. tekstur, yaitu penampilan sifat struktur pada bidang lintang,

c. arah serat, yaitu arah umum dari sel-sel pembentuk kayu,

d. gambar, baik yang terlihat pada bidang radial maupun tangensial

e. berat, umumnya dengan menggunakan berat jenis

f. kesan raba, yaitu kesan yang diperoleh saat meraba kayu,

g. lingkaran tumbuh,

h. bau, dan sebagainya.

Sifat struktur/mikroskopis adalah sifat yang dapat kita ketahui dengan mempergunakan

alat bantu, yaitu kaca pembesar (loupe) dengan  pembesaran 10 kali. Sifat struktur yang

diamati adalah :

Page 3: CARA PENGAWETAN KAYU

a. Pori (vessel) adalah sel yang berbentuk pembuluh dengan arah longitudinal. 

Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-

lubang beraturan maupun tidak, ukuran kecil maupun besar.  Pori dapat

dibedakan berdasarkan penyebaran, susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang

perforasi).

b. Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis dengan bentuk batu bata

dengan arah longitudinal.  Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, 

parenkim (jaringan parenkim) terlihat mempunyai warna yang lebih cerah

dibanding dengan warna sel sekelilingnya.  Parenkim dapat dibedakan

berdasarkan atas hubungannya dengan pori, yaitu parenkim paratrakeal

(berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan dengan pori).

c. Jari-jari (Rays) adalah parenkim dengan arah horizontal.  Dengan mempergunakan

loupe, pada bidang lintang, jari-jari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan

warna yang lebih cerah dibanding warna sekelilingnya.  Jari-jari dapat dibedakan

berdasarkan ukuran lebarnya dan keseragaman ukurannya.

d. Saluran interseluler  adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang

berfungsi sebagai saluran khusus. Saluran interseluler ini tidak selalu ada pada

setiap jenis kayu, tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu, misalnya

beberapa jenis kayu dalam famili Dipterocarpaceae, antara lain meranti (Shorea

spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing (Dipterocarpus spp), mersawa

(Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya, saluran interseluler

dibedakan atas saluran interseluler aksial (arah longitudinal) dan saluran

interseluler radial (arah sejajar jari-jari). Pada bidang lintang, dengan

mempergunakan loupe, pada umumnya saluran interseluler aksial terlihat

sebagai lubang-lubang yang terletak diantara sel-sel kayu dengan ukuran yang

jauh lebih kecil.

e. Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu, dan bentuknya

seperti lensa. Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi

hanya terdapat pada kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp.)

f. Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat dan

biasanya terlihat pada bidang tangensial.  Tanda kerinyut juga tidak selalu

dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya pada jenis-jenis tertentu seperti

kempas (Koompasia malaccensis) dan sonokembang (Pterocarpus indicus).

g. Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang

terbentuk sebagai akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam

tersisip juga tidak selalu ada pada setiap jenis kayu.  Jenis-jenis kayu yang sering

memiliki gelam tersisip adalah kara