Cara Menghitung PPh

download Cara Menghitung PPh

of 16

description

PPh

Transcript of Cara Menghitung PPh

Kuliah ke-2

II. Penghasilan dan Cara Menghitung Penghasilan

Yang dimaksud penghasilan menurut UU Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (lihat rincian)

Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :

Perusahaan Dagang

Penjualan Bruto Rp

-/- Retur .. RP (-)

Penjualan Netto ..... Rp

Harga Pokok Penjualan

Persediaan awal tahun .. Rp

Pembelian . Rp (+)

Tersedia untuk dijual . Rp _

Persediaan akhir tahun Rp (-)_

Harga Pokok Penjualan . Rp (-)_

Laba Bruto Usaha Rp

Biaya administrsi dan Umum Rp (-)

Penghasilan Netto Usaha Rp

Penghasilan Luar Usaha Rp..

Biaya luar usaha Rp..

Penghasilan netto luar usaha .. Rp .. Jumlah Penghasilan Neto (Komersial). Rp

==============

Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut koreksi fiskal. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil dari pada Rugi Komersial).

Contoh:

UraianKomersialFiskalKeterangan

Pemberian sembako untuk pegawaidiakuiTidak diakuiHarus dikoreksi

Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawaidiakuiTidak diakuiHarus dikoreksi

Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawaidiakuiTidak diakuiHarus dikoreksi

Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif. b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar dari pada Rugi Komersial).Contoh:Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb:

Harga perolehanRp100.000.000

Penyusutan tahun pertama 20%Rp20.000.000

Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:Harga perolehanRp100.000.000

Penyusutan tahun pertama 25%Rp25.000.000

Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut:UraianKomersialFiskalKeterangan

PenyusutanRp20.000.000Rp25.000.000Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000

Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif. Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:Penghasilan Neto Komersial . Rp.

Koreksi Positif Rp..

Koreksi Negatif . Rp..Saldo Koreksi Rp.. + (-)Laba/Rugi Fiskal . Rp..

Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami pengelua-ran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-pengeluaran/beban yang didak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU PPh sebagai diuraikan berikut.1. Pengeluaran Yang dapat Dikurangkan (Pasal 6 UU-PPh)

Besarnya Penghasilan Kena Pajak WP DN dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan Bruto dikurangi :

aBiaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, termasuk :

1Biaya Pembelian Bahan

2Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk :

UpahMisalnya: upah borongan, upah harian dst untuk menye-lesaikan suatu pekerjaan

GajiImbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan perburuhan

( lihat juga psl 9 huruf f dan j )

HonorariumImbalan atas pekerjaan namun tidak ada hubungan perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honorarium konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lainnya.

BonusMisalnya imbalan atas prestasi kerja

GratifikasiPemberian kepada pegawai karena perusahaan memperoleh laba yang besar.

Tunjangan dalam bentuk uangContoh: tunjangan isteri, anak, kemahalan, tunjangan kesehatan, tunjangan transport, THR dsb.

3Bunga, Sewa dan Royalty

BungaHarus digunakan dalam rangka menjalankan usaha. Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.

(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)

SewaMisalnya sewa gudang, sewa tempat usaha, sewa alat-alat berat dsb.

Tidak termasuk:sewa sewa rumah untuk pegawai.

RoyaltyContoh: imbalan atas pemakaian merk dsb

4Biaya perjalananDalam rangka menjalankan tugas perusahaan misalnya: tiket pesawat, biaya hotel dsb.

5Biaya pengelolaan limbahMisalnya biaya untuk mengelola limbah mercuri untuk bidang usaha pertambangan emas, agar mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

6Premi assuransiUntuk asuransi yang berkaitan dengan usaha. contoh : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kenda-raan perusahaan dsb.

Lihat psl 9 huruf d

7Biaya Promosi dan PenjualanDiatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

8Biaya administrasiContoh: alat tulis, kantor dsb

Rincian tersebut diatas merupakan contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain yang diakui secara fiskal, misalnya:

Biaya representasi/intertainment, jamuan tamuDapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh.

(SE-27/PJ.22/1986)

Telepon Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya dapat dikurangkan;

Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%.

(Kep-220/PJ/2002)

Biaya pemeliharaan kendaraan Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan;

Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%

(Kep-220/PJ/2002)

Listrik dan air untuk perusahaan

9Pajak selain PPhContoh : PBB, PKB dan pajak-pajak daerah

bPenyusutan dan AmortisasiDiatur lebih lanjut pada psl 11

cIuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh MenkeuMaksudnya untuk dana pensiun karyawannya.

dKerugian karena Pengalihan Harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaanContoh : perusahan menjual sebagian alat produksinya, dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa buku fiskalnya.

ERugi Selisih KursMisalnya perusahaan telah meminjam dana dari LN, yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah mengalami kenaikan terhadap rupiah.

fBiaya Penelitian dan pengembang-an yg dilakukan di Indonesia

GBea siswa, magang, pelatihan

hPiutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam perhitungan L/R Komer-sial;

b. Harus disertai Daftar Nominatif yang diserahkan kepada DJP.

c. Penagihannya telah diserakan

kpd Pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang mena-ngani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis ten-tang penghapusan piutang

iSumbangan dalam rangka penang-gulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;Syarat-syarat: WP mempunyai penghasilan neto fiskal/tidag rugi

Pemberian sumbangan tidak mengakibatkan kerugian

Didukung dengan bukti yang syah

Lembaga yang menerima sumbangan memiliki NPWP

(Permenkeu no 76/PMK-03/2011)

jSumbangan dalam rangka peneli-tian dan pengembangan yang dila-kukan di Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Peme-rintah; sda

kBiaya pembangunan infrastruktur sosial sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; Sda.

Ditambah syarat bahwa besarnya nilai sumbangan maksimum 5% dari penghasilan neto fiskal.

lSumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatue dengan Peraturan Pemerintah.Sama dengan huruf i

MSumbangan dalam rangka pembi-naan olah raga, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; Sama dengan huruf i

2. Pengeluanan Yang Tidak Dapat Dikurangkan (psl 9 UU PPh)

UraianUraian, contoh dan pengaturan lebih lanjut

aPembagian LabaContoh : dividen, SHU Koperasi

bBiaya untuk kepentingan pribadi pemegang sahamContoh: biaya service mobil pribadi pemegang saham

cPembentukan/pemupukan dana cadangan Contoh: pencadangan untuk piutang tak tertagih misalnya dalam hal terjadi penjualan kredit

Kecuali untuk:

Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, Badan Usaha lain yang usahanya menyalurkan kredit, SGU dng hak opsi, peru-sahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak piutang.

a. Untuk bank umum besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:

50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi anggunan;

100% dari kredit yang digolongkan macet, setelah dikurangi nilai anggunan.

Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan untuk ban-tuan sosial yang dibentuk Jam-sostek.

Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.

cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; Cadangan untuk biaya penana-man kembali usaha kehutanan;

Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuang-an limbah industri.

Dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuanganb. Untuk bank perkreditan rakyat, besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:

0.5% dari kredit yang digolongkan lancar;

3% dari kredit yang digolongkan kurang lancar, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai;

50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuarai;

100% dari nilai kredit yang digolongkan macet, yang masih tercatat dalam pembukuan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai.

c. Untuk SGU sebesar 2,5% dari rata-2 saldo piutang ;d. Besarnya cadangan cadangan premi untuk menutup klaim yang jatuh tempo ditentukan oleh perhitungan aktuaria dan mendapatkan pengesahan oleh Badan Pengawasan Modal dan Lambaga Keuangan.

(Kep MK-80/95, jo Kep MK-68/1999, jo Kep MK-204/2000, jo. Per Men-03/2006)

dPremi assuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.Orang Pribadi.Bandingkan dengan asuransi pada uraian pasal 6.

Kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan dihitung sebagai penghasilan bagi pegawai ybs.Bila asuransi dibayar oleh pemberi kerja maka premi tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.

ePenggantian sehubungan dengan pekerjaan/jasa dalam bentuk natura dan kenikmatanContoh:

Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik

Pemberian beras, gula dsb.

Fasilitas perumahan;

Kecuali :

makan/minum bagi semua kar-yawan/pegawai;

antar jemput karyawab; imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;

berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.Yang diatur lebih lanjut berdasar-kan Peraturan Menteri Keuangan.Daerah tertentu dimaksud adalah daerah terpencil yang layak dikembangkan

Contoh: pakaian kerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja, seragam satpam, seragam pabrik, pakaian proyek dsb.

fJumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar kpd pemegang saham, dan yg mempunyai hubungan istimewa

gHibah, bantuan, sumbangan dan warisan

Kecuali:

Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyah-kan oleh pemerintah atau Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah,Yang ketentuannya diatur berdasar-kan Peraturan Pemerintah.

hPajak Penghasilan

iBiaya untuk kepentingan pribadi WP dan keluarganyaContoh: biaya bahan bakar dan servis mobil pribadi WP.OP

jGaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas sahamDalam hal WP berbentuk firma atau CV tidak atas saham-saham, maka pemberian imbalan kepada anggota persekutuan tidak boleh dikurangkan.

kSanksi bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana pajakContoh: sanksi bunga atas keterlambatan menyetor PPh, sanksi denda dsb

3. Rincian Koreksi Fiskal dan Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal

Telah disebutkan dimuka bahwa untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan keuangan perlu dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan ikhtisar koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11 Undang Undang Pajak Penghasilan.

UraianAkuntansi

KomersialKoreksiPPh/ Fiskal

Beda TetapBeda Waktu

IPenjualanx--x

IIHarga Pokok Penjualan

Metode FIFOx--x

Metode Rata-ratax--x

Metode LIFOx-k-

IIILaba Bruto Usaha ( I II )xx

IVBeban Usaha

1Gajix--x

2Tunjangan PPh 21x--x

3PPh 21 dibayar perusahaanxk--

4Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb asal diberikan dalam bentuk uang.x--x

5Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas, misalnya:

Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik

Pemberian beras, gula dsb.

Fasilitas perumahan;

Rekreasi.xk--

7Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas yang merupakan pengecualian yang disebut diatas

makan/minum bagi semua karyawan; antar jemput pegawai perusahaan;

imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;

berkaitan dengan pelaksanaan peker-jaan misalnya : seragam pabrik, sera-gam proyek.x--x

8Bunga, dengan syarat : digunakan dalam rangka menjalankan usaha. x--x

9Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.

(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)xk--

10Sewa : misalnya sewa gudang, sewa tem-pat usaha dsb. x--x

11Sewa rumah untuk ditempati pegawaixk

12Royalty, misalnya imbalan atas pemakaian merek.x--x

13Biaya perjalanan dalam rangka menjalan-kan tugas perusahaan.x--x

14Biaya pengelolaan limbah, misalnya biaya untuk mencegah pencemaran lingkunganx--x

15Premi asuransi yakni asuransi yang berkaitan dengan usaha wajib pajak misalnya : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kendaraan perusahaan dsbx--x

16Premi asuransi kesehatan, asuransi kece-lakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi----

17Biaya representasi/ intertainment, jamuan tamu.

Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh. (SE-27/PJ.22/1986)x--x

18Biaya langganan telepon biasa untuk per-usahaan, sepenuhnya dapat dikurangkan;x--x

19Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%. (Kep-220/PJ/2002)xkx

20Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan;x--x

21Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%

(Kep-220/PJ/2002)xk-x

22Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haanx--x

23Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh Menkeux--x

24Biaya penelitian dan pengembangan yang jumlahnya wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem baru asal dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaanx--x

25Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bea siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaanx--x

26Kerugian karena piutang yang tidak dapat ditagih (bukan bank/SGU hak opsi)

a. Penyisihan

b. Metode Langsung dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada BUPLN, Pengadilan;

c. Telah dipublikasikanx

x-

-k

--

x

27Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun - - --

28Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham - - --

29Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB, dan pajak-pajak lainnyax--x

30Pajak Penghasilan ----

31Sanksi administratif perpajakan, berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan kenaikanxx--

32Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham dan yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan atas jasa yang diberikan.----

33Sumbangan pada umumnyaxk--

34Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; xx

35Biaya pembangunan infrastruktur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; x--X

36Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; xX

37Sumbangan untuk Fasilitas Pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; xX

38Sumbangan dalam rangka pembinaan oleh raga sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; xx

39Penyusutan Harta (diuraikan tersendiri)x-xx

40Amortisasi (diuraikan tersendiri)x-xx

VLaba Usaha ( III IV)x--x

VIPenghasilan Diluar Usaha

1Dividen sebagai hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di Dalam Negeri.x--x

2Dividen sbg hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25% atau lebih dari modal perusahaan tempat investasi dilakukan.xx--

3Bunga atas deposito, tabungan lainnya pada bank-bank di Indonesia xk--

4Keuntungan atas penjualan saham perusa haan lain, yang dilakukan di luar bursa efekx--x

5Keuntungan atas penjualan saham, dan sekuritas lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa efek, dan penjualan saham pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.xk--

6Keuntungan pengalihan harta perusahaanx--x

7Penghasilan royaltyx--x

8Penghasilan dari persewaan atas tanah dan atau bangunan, dikenakan PPh Final 10% xk--

9Penghasilan karena pengoperan harta berupa tanah dan atau bangunanxk--

10Keuntungan selisih kursx--x

11Hadiah, penghargaanxk--

12Penerimaan hibah dari pihak yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk perusahaan----

VIIPenghasilan Neto dari Usaha dan dari Luar Usaha ( V + VI )xkkx

Keterangan :

x=Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun jumlahnya mungkin berbeda;

-=Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan koreksi fiskal

k=Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan Kena Pajak)

4. Rangkuman Hubungan antara Perhitungan L/R Komersial dengan Perhitungan L/R Rugi Fiskal

Sebenarnya perhitungan Laba Rugi Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi Komersial sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-penyesuaian terbatas untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya yang dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:

NoKalsifikasiPenjelasan atau Contoh

1Kesamaan PengaturanPengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal sama/mengikuti keten-tuan/ pengaturan umum dalam menghitung Laba Rugi Komersial.

Untuk menghitung Laba Fiskal,

Dapat Dikurangkan: beban gaji, upah, biaya promosi, sewa ruangan, biaya listrik, air, telepon, alat tulis/kantor, perjalanan dinas, jasa-jasa yang terkait dengan usaha, pemeliharaan mobil, pemeliharaan mesin, dsb.

Tidak Dapat Dikurangkan: pengeluaran untuk kepentingan pribadi bagi WP perorangan, pengeluaran-pengeluran yang tidak ada hubungannya dengan usaha WP.

2Perbedaan Pengaturan

aPerbedaan PrinsipPengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal berbeda dengan ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi Komersial.

Untuk menghitung Laba Fiskal,

Tidak dapat dikurangkan beban-beban untuk pegawai:

yang diberikan dalam bentuk natura misalnya: pemberian sembako, bingkisan lebaran.

imbalan dalam bentuk fasilitas-fasilitas, misalnya fasilitas: kesehatan, perumahan, pajak, yang ditanggung perusahaan.

Sumbangan.

Catatan : terdapat pengecualian, misalnya seragam satpam/kerja, makan untuk semua pegawai ditempat kerja, sumbangan-sumbangan tertentu misalnya: sumbangan dalam rangka penanggualangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, dapat dikurangkan.

bKeterbatasan pilihan dalam menentukan metode Pembukuan/ AkuntansiDalam hal penyusutan, Fiskal hanya mengenal metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak mengenal penyusutan lainnya misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa, Metode Penyusutan berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak dikenal adanya nilai residu dalam hal penyusutan fiskal.Dalam hal penilaian persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal metode FIFO dan Metode Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode lainnya misalnya: metode LIFO, Lower Cost or Market dsb.Dalam hal terdapat kerugian karena adanya piutang tak tertagih, fiskal hanya mengenal pembebanan secara langsung dengan syarat-syarat tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal metode pencadangan untuk hal tersebut.

cDiakui sebagai biaya dengan syaratPengeluaran tertentu dapat diakui sebagai biaya apabila dipenuhi sya-ratnya. Misalnya biaya entertaintment dapat dikurangkan sebagai biaya apabila disertai dengan daftar nominatif.

dTidak sepenuhnya diakui sebagai beban usahaPenyusutan mobil sedan dan pemeliharaannya, pulsa telepon seluler, hanya diakui sebagai beban sebesar 50% dalam perhitungan Laba Fiskal.

eTerdapat penghasilan tertentu yang dipisahkan.Penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh Final, baik peng-hasilan maupun biayanya dipisahkan dari penghasilan lainnya. Misalnya penghasilan dari bunga deposito, hasil dari sewa ruko.

Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja, sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan Laba Komersial.

Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.

Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial.

Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba Komersial dengan Laba Fiskal.

5. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak secara relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :2006 s.d 20082009 sd 2012Mulai th 2013

aDiri wajib pajakRp13.200.000Rp15.840.000Rp24.300.000

bTambahan untuk wajib pajak yang kawinRp1.200.000Rp1.320.000Rp2.025.000

cTambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suamiRp13.200.000Rp15.840.000

Rp24.300.000

dTambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhya, paling banyak 3 orangRp1.200.000Rp1.320.000Rp2.025.000

Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.

Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga orang.

6. Kompensasi Kerugian

Sebagaimana disebutkan dimuka setelah diperoleh jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya apabila ada, yang lazim disebut kompensasi kerugian. Untuk lebih memudahkan memahaminya dibawah ini disajikan sebuah contoh sebagai berikut :

PT ABC pada tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000.

Dalam lima tahun berikutnya diperoleh laba fiskal sebagai berikut :

Tahun 2010 laba fiskal Rp200.000.000,00

Tahun 2011 rugi fiskal Rp300.000.000,00

Tahun 2012 laba fiskal Nihil

Tahun 2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00

Tahun 2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugian dihitung sebagai berikut :

2009Rugi Fsikal(Rp1.200.000.000,00)

2010Laba FiskalRp200.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 2009(Rp1.000.000.000,00)

2011Rugi Fiskal(Rp300.000.000,00)

Sisa rugi fiskal tahun 2009(Rp1.000.000.000,00)

2012Laba FiskalNihil

Sisa rugi fiskal tahun 2009(Rp1.000.000.000,00)

2013Laba fiskalRp100.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 2009(Rp900.000.000,00)

2014Laba fiskal Rp800.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 2009(Rp100.000.000,00)

Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun 2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi untuk waktu lima tahun.

7. Menghitung Pajak Penghasilan/Penerapan Tarif PPhSetelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

Sampai dengan tahun 2008a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

1Sampai dengan Rp25.000.000,005%

2Diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,0010%

3Diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,0015%

4Diatas Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,0025%

5Diatas Rp200.000.000,0035%

b. Untuk Wajib Pajak Badan

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

1Sampai dengan Rp50.000.000,0010%

2Diatas 50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,0015%

3Diatas Rp100.000.000,0030%

Mulai tahun 2009

a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak

1Sampai dengan Rp50.000.0005%

2Diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.00015%

3Diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.00025%

4Diatas Rp500.000.00030%

Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak orang pribadiJumlah Penghasilan Kena Pajak Rp600.000.000

5%Rp50.000.000Rp2.500.000

15%Rp200.000.000Rp30.000.000

25%Rp250.000.000Rp62.500.000

30%Rp100.000.000Rp30.000.000

JumlahRp125.000.000

Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak badan

Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000. Peredaran Bruto sebesar Rp51.000.000.000.

PPh terutang 28% x Rp1.250.000.000 = RpRp350.000.000.

Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.

d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).Contoh Penerapan TarifPeredaran BrutoPenghasilan Kena PajakTarifPPh Terutang

14.500.000.000562.500.00014%78.750.000

225.000.000.0003.125.000.000

2a4.800.000.000600.000.00014%84.000.000

2b20.200.000.0002.525.000.00028%707.000.000

791.000.000

9. Norma Penghitungan

Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan bahwa wajib pajak boleh tidak menye-lenggarakan pembukuan, namun cukup menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :

WP dimaksud adalah WP Orang Pribadi;

Peredaran brutonya dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000.

WP memberitahukan sebelumnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.

Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.

Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitunga besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak terhadap wajib pajak yang diijinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping diperuntukkan bagi wajib pajak yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan, Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembu-kuan, bukti-bukti pembukuan pada saat dilakukan pemeriksaan pajak. Penerapan Norma Penghitungan yang terakhir ini disertai dengan pemberian sanksi administrasi. [psl 14 (5) PPh].

Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi WP yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan, dan telah mendapatkan ijin dari Dirjen Pajak.

Tahun 2010Peredaran usaha WP Orang Pribadi pedagang Teksil .. Rp4.000.000.000.Penghasilan Netto 30%.. Rp1.200.000.000.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Kawin dengan 3 anak

Diri WP Rp.15.840.000

Tambahan karena kawin Rp 1.320.000

Tambahan 3 anak Rp 3.960.000

Jumlah....Rp 21.120.000

Penghasilan Kena Pajak Rp1.178.880.000Pajak Penghasilan terutang:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp200.000.000 = Rp 30.000.000 25% x Rp250.000.000 = Rp 62.500.000

30% x Rp678.880.000 = Rp203.664.000 Jumlah Rp298.664.000 [ pasal 14 PPh jo Kep-536/PJ/2000 ]

Kedudukan Wanita Kawin dalam Perpajakan

Pada umumnya dalam hal wanita kawin, maka seluruh penghasilannya ataupun kerugiannya diga-bungkan sebagai suatu kesatuan dan kepala keluarga dalam hal ini adalah suami, yang dikenakan pajak untuk keseluruhan penghasilan dari keluarga tersebut. Termasuk juga penghasilan anak yang belum dewasa maka penghasilan anak tersebut digabungkan dalam penghasilan keluarga sebagai satu kesa-tuan. Sehubungan dengan hal tersebut terdapat beberapa kemungkinan terhadap seorang wanita yang telah kawin sebagai berikut.

a. Wanita dalam kedudukannya sebagai isteri yang kawin tidak dengan pisah harta.

Sebagaimana disebutkan dimuka, dalam hal demikian penghasilan maupun kerugian isteri diga-bungkan dengan penghasilan dan kerugian suami. Penggabungan tersebut dilihat pada keadaan per 1 Januari tahun kalender. Sebagai contoh misalnya wanita yang menikah per 1 Maret 2010, maka penggabungan penghasilannya baru dimulai pada awal tahun berikutnya, yakni tahun 2011.

b. Wanita sebagai isteri yang hidup berpisah berdasarkan keputusan pengadilan;

Dalam hal demikian masing-masing pihak memenuhi kewajiban pajaknya sendiri-sendiri sesuai dengan penghasilan dan tanggungan keluarga masing-masing.

c. Wanita sebagai isteri yang menghendaki kawin dengan perjanjian pemisahan harta yang dilakukan secara tertulis.

Dalam hal demikian pengenaan pajaknya didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri, dan besarnya pajak masing-masing dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto masing-masing.

d. Wanita sebagai isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban pajaknya tersendiri.

Sama seperti disebutkan dalam butir c. yakni pengenaan pajaknya didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri, dan besarnya pajak masing-masing dihitung sesuai dengan perban-dingan penghasilan neto masing-masing.

e. Wanita sebagai Isteri bekerja pada satu pemberi kerja;

Dalam hal ini penghasilan isteri tidak digabung dengan penghasilan suami, dan pajaknya dianggap telah selesai ditunaikan di tempat kerjanya, dan dikelompokkan sebagai penghasilan yang dikenakan PPh secara final.

f. Wanita sebagai Isteri bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, atau isteri mempunyai penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja.

Dalam hal demikan penghasilan isteri digabungkan dengan penghasilan suami dan pengenaan pajaknya hanya atas nama suami saja.

(Pasal 8 UU Pajak Penghasilan).

PAGE 9