Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

103
Capacity Building Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia Tim Peneliti STIA LAN Makassar 2012

description

Capacity Building Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia

Transcript of Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

Page 1: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

CapacityBuilding

Birokrasi Pemerintah DaerahKabupaten/Kota Di Indonesia

Tim Peneliti STIA LAN Makassar 2012

Page 2: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf
Page 3: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

CAPACITY BUILDING BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN / KOTA DIINDONESIA

ISBN 978-602-17411-0-8

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas birokrasi pemerintahkabupaten/kota di Indonesia dan untuk mengetahui langkah-lagkah yang ditempuh pemerintahKab/Kota dalam upaya-upaya mengembangkan kapasitas birokrasi pemerintah di daerah, yangdifokuskan pada tiga aspek, yaitu kapasitas sumber daya fisik, kapasitas proses operasional,dan kapasitas sumber daya manusia.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang berupayamenggambarkan secara rinci suatu fenomena tertentu dari objek yang diteliti, yaitupengembangan kapasitas birokrasi pemerintah daerah kabupaten/kota yang menjadi tempatpenelitian. Penelitian ini dilaksanakan di 6 (enam) Kabupaten/Kota di Indonesia, yaitu:Pekanbaru, Palangkaraya, Jayapura, Manado, Luwuk Utara, dan Surakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampledari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrument pengumpulan data utama.Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif untuk menjawab pokokpermasalahan dan pertanyaan penelitian. Untuk menganalisis dan melakukan pembahasanatas temuan data hasil statistik deskriptif, tim peneliti juga melengkapi argumentasi denganhasil wawancara mendalam dan telaahan data sekunder yang terkait dengan indikatorpenelitian.

Adapun hasil penelitian ini adalah: (1) Pengembangan kapasitas sumber daya fisiksecara umum cukup baik, Dari empat indikator yang menjadi parameter untuk menilai kapasitassumber daya fisik, yaitu kapasitas struktur, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat hukum(aturan), dan kapasitas sarana dan prasarana, hanya satu indikator yang mendapat penilaiankurang baik, yaitu kapasitas perangkat hukum (aturan). Pengembangan Kapasitas prosesoperasional (ketatalaksanaan) secara umum baik. Semua indikator untuk mengukurpengembangan kapasitas proses operasional, yaitu kapasitas prosedur kerja, kapasitas budayakerja, dan kapsitas kepemimpan, mendapat penilaian yang baik dari responden.Pengembangan kapasitas sumber daya manusia birokrasi pemerintah daerah, yang dilihat dariindikator pengembangan kapasitas pengetahuan pegawai, keterampilan pegawai, serta perilakudan etika kerja dinilai baik oleh sebagian besar responden

Page 4: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga laporan hasil penelitian STIA-LAN

Makassar untuk tahun 2012 dengan Judul: “Capacity Building Birokrasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia” dapat kami selesaikan.

Penelitian ini dilaksanakan pada 6 daerah sampel yaitu Pekanbaru(Riau),

Manado (Sulawesi Utara), Jayapura (Papua), Luwu Utara (Sulawesi Selatan),

Palangkaraya, Kalimantan Tengah), dan Surakarta (Jawa Tengah).

Kepada Narasumber, Responden dan Pembantu Lapangan yang telah

memberi data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini kami ucapkan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Terima kasih dan penghargaan yang sama juga disampaikan kepada

Narasumber penilai atas masukan, saran dan koreksinya terhadap laporan ini.

Terkhusus kepada anggota tim peneliti, terima kasih atas kerjasama dan dedikasinya

yang tinggi serta upaya yang ditunjukkan untuk menghasilkan penelitian yang baik.

Semoga apa yang telah dilakukan memberi manfaat. Amin.

Makassar, Desember 2012

Koordinator,

Dr. Najmi Kamariah, SE., M.Si

Page 5: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang

2. Pokok Permasalahan

3. Tujuan Penelitian

4. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA1. Tinjauan Teori

1.1Konsep Capacity Building

1.2Perspektif dan Teori Capacity Building Organisasi

2. Definisi Operasional Variabel

3. Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

2. Populasi dan Sampel

3. Teknik Pengumpulan Data

4. Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIANA. Penyajian Data dan Analisis Hasil Penelitian

1. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Fisik

a. Kapasitas Struktur Organisasi

Hal

i

ii

iv

v

1

1

5

5

5

7

7

7

21

31

33

36

36

36

37

38

39

39

40

40

Page 6: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

iii

b. Kapasitas Keuangan

c. Kapasitas Perangkat Hukum

d. Kapasitas Sarana dan Prasarana

2. Pengembangan Kapasitas Proses Operasional

(Ketatalaksanaan)

a. Penguatan Kapasitas Prosedur Kerja

b. Penguatan Kapasitas Budaya Kerja

c. Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan Organisasi

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

a. Kapasitas Pengetahuan Pegawai

b. Penguatan Kapasitas Keterampilan

c. Kapasitas Perilaku dan Etika Kerja Pegawai

B. Diskusi dan Pembahasan

1. Kapasitas Sumber Daya Fisik

2. Kapasitas Proses Operasional

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kapasitas Sumber Daya Fisik

2. Kapasitas Proses Operasional

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

B. Saran-Saran

Daftar Pustaka

45

50

53

56

56

60

63

67

67

70

74

77

79

82

85

91

91

91

92

92

93

94

Page 7: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

iv

DAFTAR TABEL

2.1 Dimensions, Focus and types of activities of Capacity Building Initiatives 11

4.1 Rekapitulasi Rata-rata tanggapan responden tentang pengembangan

kapasitas struktur organisasi …………………………………………………… 41

4.2 tanggapan responden tentang pengembangan kapasitas keuangan ……… 45

4.3 Tanggapan Responden tentang Pengembangan kapasitas Perangkat

Hukum …………………………………………………………………………….. 50

4.4 Tanggapan Responden tentang Kapasitas Sarana dan Prasarana ……….. 53

4.5 Rekapitulasi rata-rata tanggapan Responden tentang Pengembangan

Kapasitas Prosedur Kerja ………………………………………………………. 57

4.6 Rekapitulasi Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Pengembangan

kapasitas Budaya Kerja yang Efektif …………………………………………... 60

4.7 Tanggapan Responden tentang Kapasitas Kepemimpinan ………………… 64

4.8 tanggapan responden tentang kapasitas pengetahuan ……………………... 68

4.9 Rekapitulasi Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Pengembangan

Kapasitas Keterampilan …………………………………………………………. 71

4.10 Tanggapan Responden Tentang Perilaku dan Etika Kerja …………………. 75

4.12 Rekapitulasi Tanggapan Responden untuk Setiap Indikator ……………… 78

4.13 rekapitulasi Perbandingan Daerah dengan Nilai Tertinggi dan Terendah … 89

Page 8: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

v

Daftar Gambar

1. A Five Dimensional Framework Of Institutional Capacity ………… ……. 14

2. Level Pengembangan Kapasitas …………………………………………….. 15

3. Tingkatan Pengembangan Kapasitas ……………………………………….. 17

4. Framework for Organizational Assessment …………………………………. 22

Page 9: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar BelakangDalam rangka meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah daerah,

pemerintah telah menetapkan prioritas pembangunan pada penciptaan tata

pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana ditetapkan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–2014.

Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang

bersih dan berwibawa adalah melalui reformasi birokrasi seperti tertuang

dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 dan 2011. Tujuan

akhir dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya pelayanan publik yang

prima (cepat, tepat, murah, transparan, dan akuntabel) dan peningkatan

kinerja birokrasi yang semakin baik.

Namun demikian, pembangunan aparatur negara yang dilaksanakan

melalui program reformasi birokrasi ternyata masih bersifat parsial dan

tidak menyentuh isu pokok pembangunan kapasitas kelembagaan aparatur

negara. Pendekatan parsial tersebut berdampak negatif pada kinerja

aparatur negara seperti ditunjukkan oleh berbagai indikator yang

diterbitkan oleh beberapa lembaga multilateral dan bilateral internasional.

Misalnya, Indeks Efektivitas Pemerintahan yang dikeluarkan oleh World

Bank sejak tahun 2002 yang menunjukkan trend naik selama 3 (tiga) tahun

terakhir, namun belum menampakkan peningkatan yang cukup signifikan.

Indeks ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemerintah untuk

Page 10: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

2

menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan yang

paramater pengukurannya meliputi kualitas pelayanan publik, kualitas

birokrasi, kompetensi aparat pemerintah, dan independensi PNS terhadap

tekanan politik. Keseluruhan indeks tersebut mencerminkan kapasitas

kelembagaan birokrasi pemerintah. Data world bank menunjukkan Indeks

Efektivitas Pemerintahan Indonesia menunjukkan peningkatan dari 37,0

pada Tahun 2005, menjadi 38,9 pada Tahun 2006, dan 41,7 pada Tahun

2007.

Reformasi birokrasi yang sedang dilaksanakan pemerintah belum

berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, merupakan masalah pokok

yang dihadapi dalam mewujudkan good governance dan peningkatkan

kinerja pemerintahan. Dari beberapa kasus yang terjadi, termasuk

besarnya jumlah kerugian keuangan negara yang ditimbulkan,

menunjukkan belum optimalnya kinerja birokrasi yang pada akhirnya

mengakibatkan rendahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan kepada

masyarakat. Berbagai masalah lainnya dalam birokrasi yang belum

terselesaikan sebagaimana uraian berikut berpengaruh besar terhadap

rendahnya kapasitas birokrasi secara keseluruhan.

Pertama, upaya penataan kelembagaan pemerintah belum mencapai

hasil yang maksimal. Hal itu terutama disebabkan oleh kecenderungan

lembaga pemerintah yang lebih mementingkan pendekatan struktural

daripada pendekatan fungsional yang tercermin, antara lain, dari (1)

struktur organisasi masih cenderung gemuk dan belum efisien; (2) masih

Page 11: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

3

terdapatnya tumpang tindih tugas pokok, fungsi, dan kewenangan

organisasi pemerintah di daerah; (3) masih lemahnya sinkronisasi tata

hubungan kerja antara instansi pemerintah daerah termasuk dalam

pelaksanaan kebijakan otonomi daerah; serta (4) organisasi satuan kerja

perangkat daerah juga belum sepenuhnya didesain secara proporsional

sesuai kebutuhan dan karakteristik nyata daerah.

Kedua, upaya penataan ketatalaksanaan pemerintah belum

menunjukkan hasil yang berarti. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1)

masih lemahnya sistem dan prosedur dalam pelaksanakan manajemen

instansi pemerintah di daerah; (2) belum optimalnya penerapan standar

kompetensi dalam menduduki jabatan struktural dan fungsional; serta (3)

masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik

(good governance) birokrasi pemerintah daerah. Masalah lain yang juga

perlu mendapat perhatian adalah belum diterapkannya secara konsisten

dan berkelanjutan sistem manajemen yang berorientasi pada peningkatan

kinerja (manajemen berbasis kinerja) yang terintegrasi dengan sistem

perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem

akuntabilitas pemerintahan yang saling menunjang dengan sistem

pengendalian, baik di lingkungan instansi pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi serta

untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja.

Ketiga, pembinaan terhadap sumber daya manusia aparatur belum

dikelola dengan baik. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih

Page 12: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

4

sulitnya mengubah cara pikir (mind set) dan cara kerja aparatur; (2) masih

rendahnya disiplin dan etika pegawai; (3) sistem karier yang belum

sepenuhnya berdasarkan prestasi kerja; (4) sistem remunerasi yang belum

memadai untuk hidup layak; (5) penerimaan calon pegawai negeri sipil

(CPNS) belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan kualifikasi pendidikan

yang dibutuhkan; (6) masih rendahnya kualitas sumber daya manusia

aparatur secara umum; (7) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

(diklat) yang hingga kini belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja

aparatur negara; (8) masih lemahnya pengawasan dan audit terhadap

kinerja aparatur negara; dan (9) sistem informasi manajemen kepegawaian

yang sampai saat ini belum dapat berfungsi secara optimal.

Menghadapi beberapa permasalahan tersebut, diperlukan penguatan

kapasitas (capacity building) pemerintah daerah yang meliputi sistem

(system), pegawai/birokrasi (individual) dan organisasi/instansi (entity)

untuk dapat mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai bagian

integral dari kebijakan pembangunan nasional yang tertuang dalam

Propenas. Pengembangan kapasitas mengacu kepada proses dimana

individu, kelompok, organisasi, kelembagaan, dan masyarakat

mengembangkan kemampuannya baik secara individual maupun kolektif

untuk untuk melaksanakan fungsi mereka, menyelesaikan masalah

mereka, mencapai tujuan-tujuan mereka secara mandiri.

Berdasarkan fenomena permasalahan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pendekatan-

Page 13: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

5

pendekatan yang dilakukan pemerintah Kabupaten/Kota dalam

pengembangan kapasitas organisasi untuk menjalankan fungsi,

menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan-tujuan organisasinya atau

dalam kata lain kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan

pemerintahan.

2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini, adalah,

“Bagaimana pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah

kabupaten/kota di Indonesia ?”

3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan, maka tujuan penelitian ini, adalah :

a. Untuk mengetahui kapasitas birokrasi pemerintah kabupaten/kota di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui langkah-lagkah yang ditempuh pemerintah

Kab/Kota dalam upaya-upaya mengembangkan kapasitas birokrasi

pemerintah di daerah, yang difokuskan pada tiga aspek, yaitu kapasitas

sumber daya fisik, kapasitas proses operasional, dan kapasitas sumber

daya manusia.

4. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan

yang berkaitan tentang pengembangan organisasi, khususnya pada

upaya pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah kabupaten dan

Page 14: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

6

kota di Indonesia, melalui dimensi pengembangan kapasitas sumber

daya fisik organisasi, kapasitas proses ketatalaksanaan, dan kapasitas

SDM pegawai.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi

pemerintah kabupaten dan kota untuk melakukan upaya-upaya dalam

mengembangkan kapasitas birokrasi pemerintah, khususnya di daerah

lokus penelitian.

Page 15: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori

1.1. Konsep Capacity Building

Milen (2006: 12) mendefenisikan kapasitas sebagai kemampuan

individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana

mestinya secara efektif, efisien dan terus-menerus (Yuswijaya, 2008: 87).

Sedangkan Morgan (Milen, 2006: 14) merumuskan pengertian kapasitas

sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan,

perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan

setiap individu, organisasi, jaringan kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas

untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan

pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, Milen

(2001: 142) melihat capacity building sebagai tugas khusus, karena tugas

khusus tersebut berhubungan dengan faktor-faktor dalam suatu organisasi

atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu.

Selanjutnya, UNDP dan Canadian International Development Agency

(CIDA) dalam Milen (2006: 15) memberikan pengertian peningkatan

kapasitas sebagai: proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi,

dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan

kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan

Page 16: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

8

permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan

dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan kapasitas menurut

Grindle (1997) yang menyatakan bahwa pengembangan kapasitas sebagai

ability to perform appropriate task effectvely, efficiently and sustainable.

Bahkan Grindle menyebutkan bahwa pengembangan kapasitas mengacu

kepada improvement in the ability of public sector organizations.

Keseluruhan definisi di atas, pada dasarnya mengandung kesamaan

dalam tiga aspek sebagai berikut: (a) bahwa pengembangan kapasitas

merupakan suatu proses, (b) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan

pada tiga level/tingkatan, yaitu individu, kelompok dan institusi/organisasi,

dan (c) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan

organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang

bersangkutan.

Sesungguhnya pada beberapa literatur pembangunan, konsep

capacity building sampai saat ini masih menyisakan perdebatan-perdebatan

dalam pendefinisian. Sebagian pakar memaknai capacity building sebagai

capacity development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu

prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing

capacity). Sementara pakar yang lain lebih merujuk kepada constructing

capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak

Page 17: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

9

(not yet exist). Namun Soeprato (2007: 9) tidak condong pada salah satu sisi

karena menurutnya keduanya memiliki karakteristik diskusi yang sama yakni

analisa kapasitas sebagai inisiatif lain untuk meningkatkan kinerja

pemerintahan (government performance). Dalam hal ini searah dengan

pendapat Grindle (1997: 6 -22) Capacity building is intended to encompass a

variety of strategies that have to do with increasing the efficiency,

effectiveness, and responsiveness of government performance. Jadi,

pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan upaya yang

dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan

efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni efisiensi,

dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna

mencapai suatu outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang

dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada

bagaimana mensikronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud

tersebut.

Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe

kegiatan. Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle (1997: 1-

28), dan Bappenas (2007) adalah: (1) dimensi pengembangan SDM, dengan

fokus: personil yang profesional dan kemampuan teknis serta tipe kegiatan

seperti: training, praktek langsung, kondisi iklim kerja, dan rekruitmen,

(2) dimensi penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk

meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti:

Page 18: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

10

sistem insentif, perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi,

komunikasi, struktur manajerial, dan (3) reformasi kelembagaan, dengan

fokus: kelembagaan dan sistem serta makro struktur, dengan tipe kegiatan:

aturan main ekonomi dan politik, perubahan kebijakan dan regulasi, dan

reformasi konstitusi. Sejalan dengan itu, Grindle (1997: 1-28) menyatakan

bahwa apabila capacity building menjadi serangkaian strategi yang ditujukan

untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas, maka capacity

building tersebut harus memusatkan perhatian kepada dimensi: (1)

pengembangan sumber daya manusia, (2) penguatan organisasi, dan (3)

reformasi kelembagaan.

Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, perhatian

diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan

teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan latihan (training),

pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistim

rekruitmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat

perhatian ditujukan kepada sistim manajemen untuk memperbaiki kinerja dari

fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro.

Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistim insentif, pemanfaatan

personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi dan struktur manajerial. Dan

berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap

perubahan sistim dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur

makro. Dalam konteks ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan

Page 19: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

11

perubahan aturan main dari sistim ekonomi dan politik yang ada, perubahan

kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistim kelembagaan yang dapat

mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani (Grindle, 1997;

Depdagri-Bappenas, 2000; Imbaruddin, 2005; Soeprapto, 2007).

Tabel 2.1.Dimensions, Focus and Types of Activities

of Capacity Building Initiatives

Dimension Focus Types of Activities

Human ResourcesDevelopment

Supply of professional Technical personnel

Training Salaries Conditions of work Recruitment

OrganizationalStrengthening

Management systems toimprove performance ofspecific task and functions

Microstructures

Managerial structures Organizational culture Incentive systems Leadership Communications

Institution Reform Institutions and system Macrostructures

Rules of the game foreconomic and politicalregimes

Policy and legal change Constituonal reform

Sumber: Grindle, M.S. (1997: 9)

Lebih lanjut pada studi Grindle dan Hilderbrand (Grindle, 1997: 35-36)

tentang pengembangan kapasitas pada kelembagaan organisasi publik di

negara-negara berkembang seperti Negara Afrika, Maroko, Ghana, Bolivia,

Thailand dan Sri Lanka mengidentifikasi lima dimensi faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran

tertentu, yaitu:

Page 20: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

12

1. The action environment (lingkungan tindakan); yaitu menetapkan

lingkungan pergaulan ekonomi, politik, dan sosial dimana pemerintah

melaksanakan kegiatannya. Kinerja tugas-tugas pembangunan dapat

secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan tindakan

seperti tingkat dan struktur pertumbuhan ekonomi, derajat stabilitas politik

dan legitimasi pemerintah, serta profil sumber daya manusia dari sebuah

negara. Gambar 1 mengindikasikan beberapa faktor yang tampaknya

paling banyak memberikan dampak bagi kapasitas sektor publik.

Intervensi-intervensi untuk meningkatkan kondisi dalam lingkungan

tindakan membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan hasil karena

intervensi-intervensi ini berupaya untuk mengubah struktur dasar

ekonomi, politik, dan sosial.

2. Public sector institutional context (Konteks institusional dari sektor

publik); yaitu meliputi faktor-faktor seperti aturan-aturan dan prosedur

yang ditetapkan bagi operasional pemerintah dan pegawai-pegawai

publik, pemerintah bidang sumber daya keuangan harus melaksanakan

aktivitas-aktivitasnya, tanggung jawab yang diasumsikan pemerintah

untuk prakarsa-prakarsa pembangunan, kebijakan-kebijakan yang

berbarengan, dan struktur-struktur pengaruh formal dan informal yang

mempengaruhi bagaimana sektor-sektor publik tersebut berfungsi.

Konteks ini dapat mendesak atau memfasilitasi penyelesaian tugas-tugas

tertentu.

Page 21: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

13

3. Task network dimension (dimensi jaringan tugas); yaitu merujuk pada

sekumpulan organisasi yang terlibat dalam penyelesaian tugas apapun

yang diberikan. Kinerja dipengaruhi oleh sejauh mana jaringan tersebut

mampu mendorong komunikasi dan koordinasi dan sejauh mana individu-

individu dalam organisasi di jaringan tersebut dapat melaksanakan

tanggung jawab mereka secara efektif. Jaringan dapat disusun dari

organisasi-organisasi yang berada di dalam dan di luar sektor publik;

termasuk LSM dan organisasi sektor swasta. Organisasi-organisasi

primer memiliki peranan sentral dalam pelaksanaan sebuah tugas;

organisasi-organisasi sekunder penting bagi kerja-kerja organisasi primer;

dan organisasi-organisasi pendukung yang memberikan layanan dan

bantuan yang memungkinkan tugas tersebut untuk dilaksanakan.

4. Organizational dimension (Dimensi Organisasi); yaitu merujuk kepada

tempat yang menguntungkan dimana riset diagnostik biasanya

dilaksanakan. Meliputi penentuan tujuan, struktur, proses, sumber daya,

dan gaya manajemen organisasi yang akan mempengaruhi bagaimana

organisasi-organisasi tersebut mencapai sasaran, menyusun struktur

kerja, menentukan hubungan kekuasaan, dan memberikan struktur

insentif. Faktor-faktor ini menjalankan dan mendesak kinerja karena

faktor-faktor tersebut mempengaruhi output organisasi dan membentuk

perilaku orang-orang yang bekerja di dalamnya.

Page 22: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

14

Sumber: Hilderbrand, M.E. and Grindle, M.S. 1997., Amir Imbaruddin, 2008: 23

Gambar 1A Five-Dimensional Framework of Institutional Capacity.

5. Human resources dimension (dimensi sumber daya manusia). Dimensi

kelima dari kapasitas berfokus pada bagaimana sumber daya manusia

dididik dan ditarik untuk berkarir di sektor publik dan pemanfaatan serta

penyimpanan individu ketika mereka mengejar karir seperti ini. Dimensi-

Action Environment

Economic Factors

GrowthLabor marketInternational economicRelationship & conditionsPrivate sectorDevelopment

Political Factors

Leadership SupportMobilization ofconditionsSocietyLegitimacyPolitical Institutions

Social FactorsOverall human resourceDevelopmentSocial conflictClass structureOrganization or civilsociety

Public Sector Institutional Context

Concernment politicizes Ruder of the statePublic service rules and register one Management PracticesBudgetary support Formal & Informal power relationship

ORG3

PerformanceOutputEffectivenessEfficiencySustainabilityQuality

ORG1

ORG2

ORG4

ORG5

Task NetworkCommunication and infarctions among

Primary OrganizationsSecondary Organizations

Support Organizations

Organization

GoalsStructure of workIncentive system

Management leadershipFormal & informal

CommunicationBehavior norms

Human Resources

TrainingRecruitment

UtilizationRelations

Page 23: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

15

dimensi ini berfokus terutama pada kemampuan manajerial, profesional,

dan teknis serta sejauh mana pelatihan dan jenjang karir mempengaruhi

kinerja keseluruhan pada setiap tugas yang diberikan.

Kelima dimensi tersebut disajikan secara skematis pada Gambar 1.

Sebagaimana diindikasikan, bahwa dimensi-dimensi kapasitas ini bersifat

interaktif dan dinamis.

GTZ (Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit) dalam

Milen (2006: 22) yang menggambarkan bahwa dalam proses pengembangan

kapasitas terdapat tiga tingkata (level) yang harus menjadi fokus analisis dan

proses perubahan dalam suatu organisasi. Ketiga tingkatan itu adalah: (a)

tingkatan sistem/kebijakan, (b) tingkatan organisasi/lembaga, dan (c)

tingkatan individu/sumber daya manusia. Ketiga tingkatan ini dapat dilihat

pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2Level Pengembangan Kapasitas (GTZ dalam Milen, 2006: 22)

Individual Level

System Level

OrganizationalLevel

KnowledgeSkillsCompetenciesWork Ethics

Decision MakingResourcesProceduresStructuresMISCulture

Legal FrameworkSupporting Policies

LocalGovernanceCapacities

Page 24: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

16

Ketiga tingkatan ini saling terkait dan mendukung, sehingga prosesnya

harus dilakukan secara bersama-sama. Pembagian tingkatan ini dilakukan

untuk memastikan bahwa fokus peningkatan kapasitas dalam mencapai

sasaran secara efektif dan menentukan langkah-langkah proses perubahan

secara operasional, sehingga benar-benar mencapai sasaran yang ingin

dicapai.

Pada tingkatan sistem, suatu organisasi harus melakukan upaya

proses perbaikan pada sistem, kebijakan dan berbagai aturan yang menjadi

dasar berbagai program, aktivitas dan kegiatan pada organisasi. Dalam

mengembangkan kualitas sistem ini, yang menjadi fokus utama adalah

perubahan pada kebijakan dan peraturan yang dianggap menghambat

keinerja optimal organisasi. Pada tingkatan organisasi, upaya peningatan

kapasitas berhubungan dengan menciptakan perangkat struktur, kultur dan

pengelolaan organisasi yang mendukung para pegawai/individu untuk

menunjukkan kinerja terbaiknya. Sebagaimana diketahui bahwa organisasi

terdiri dari dua unsur utama, yaitu unsur perangkat keras (hardware) dan

unsur perangkat lunak (software). Unsur perangkat keras organisasi bisa

meliputi infrastruktur (gedung), struktur organisasi, serta dukungan anggaran.

Sedangkan perangkat lunak organisasi adalah kultur organisasi, prosedur

kerja, dan sumber daya informasi yang dimiliki organisasi. Sedangkan pada

tingkatan individu adalah individu sebagai sumber daya manusia organisasi

Page 25: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

17

yang harus ditingkat kemampuan dan profesionalismenya baik itu

pengetahuan, kompetensi, keterampilan maupun etika kerja.

Serupa dengan konsep GTZ, Leavit juga menjelaskan tingkatan

pengembangan kapasitas sebagai berikut: (a) tingkat individu, meliputi:

pengetahuan, keterampuilan, kompetensi, dan etika, (b) tingkat kelembagaan,

meliputi: sumber daya, ketatalaksanaan, struktur organisasi, dan system

pengambilan keputusan, dan (c) tingkat sistem meliputi: peraturan

perundang-undangan dan kebijakan pendukung. Untuk lebih jelasnya, ketiga

tingkatan pengembangan kapasitas menurut Leavit dalam Djatmiko (2004),

dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3Tingkatan Pengembangan Kapasitas (Leavit dalam Djatmiko, 2004: 106)

Lebih lanjut, dalam rangka pengembangan kapasitas pemerintah

daerah Bappenas (2007) menyatakan bahwa pengembangan kapasitas

Page 26: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

18

mencakup: (1) tingkat sistem, menetapkan kondisi-kondisi kerangka yang

memungkinkan dan membatasi (pengatur) bagi pemerintah daerah, dan

dimana berbagai komponen sistem berinteraksi satu sama lain, (2) tingkat

kelembagan (entitas), tingkat badan atau lembaga teknis, atau lembaga

pengantar pelayanan (service delivery) dengan struktur organisasi tertentu,

proses-proses kerja dan budaya kerja, dan (3) tingkat individu, keterampilan

dan kualifikasi individu berupa uraian pekerjaan, motivasi dan sikap kerja.

Untuk lebih jelasnya, aspek pengembangan kapasitas dapat dilihat pada tiga

hal, yaitu: (1) tingkat individu, mencakup pengetahuan, keterampilan,

kompetensi, etika dan etos kerja, (2) tingkat kelembagaan, mencakup

sumberdaya, ketatalaksanaan, struktur organisasi, dan sistem pengambilan

keputusan, dan (3) tingkat sistem, mencakup peraturan perundang-undangan

dan kebijakan yang mendukung.

Dalam melakukan pengembangan kapasitas individu, tingkatan

kompetensi atau kapasitas individu bisa diukur melalui konsep dari Gross

(Sudrajat, 2005: 54), yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki

aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dan

pembangunan adalah sebagai berikut:

1) Knowledge yang meliputi: general knowledge, technical knowledge,jobs and organisation, administrative concept and methods, dan self-knowledge.

2) Ability yang meliputi: management, decision making, comunication,planing, actuating / organizing, evaluating / controling, working withothers, handling conflicts, intuitive thought, comunication, danlearning.

Page 27: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

19

3) Interest yang meliputi: action orientation, self-confidence,responsibility, dan normes and ethics.

Sedangkan untuk melihat kemampuan pada level organisasi, dapat

digunakan konsep Polidano (2000: 21) yang diaanggap sangat cocok untuk

diterapkan pada sektor publik (pemerintahan). Terdapat tiga elemen penting

untuk mengukur kapasitas sektor publik, sebagai berikut:

a. Policy capacity, yaitu kemampuan untuk membangun prosespengambilan keputusan, mengkoordinasikan antar lembagapemerintah, dan memberikan analisis terhadap keputusan tadi.

b. Implementation authority, yaitu kemampuan untuk menjalankan danmenegakkan kebijakan baik terhadap dirinya sendiri maupunmasyarakat secara luas, dan kemampuan untuk menjamin bahwapelayanan umum benar-benar diterima secara baik olehmasyarakat.

c. Operational efficiency, yaitu kemampuan untuk memberikanpelayanan umum secara efektif/efisien, serta dengan tingkat kualitasyang memadai.

Pemahaman tentang kapasitas di atas dapat dikatakan masih terbatas

pada aspek manusianya saja (human capacity). Pengembangan kemampuan

SDM ini harus menjadi prioritas pertama oleh pemerintah daerah, karena

SDM yang berkualitas prima akan mampu mendorong terbentuknya

kemampuan faktor non-manusia secara optimal. Dengan kata lain,

kemampuan suatu daerah secara komprehensif tidak hanya tercermin

dari kapasitas SDM-nya saja, namun juga kapasitas yang bukan berupa

faktor manusia (non-human capacity), misalnya kemampuan keuangan dan

sarana/prasarana atau infrastruktur.

Page 28: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

20

Baik kapasitas SDM maupun kapasitas non-SDM ini secara bersama-

sama akan membentuk kapasitas internal suatu organisasi (pemerintah

daerah). Namun, walaupun kapasitas internal suatu pemerintah daerah

berada pada level yang tinggi, tidak secara otomatis dikatakan bahwa kinerja

pemerintah daerah itu secara agregat juga tinggi. Disini diperlukan adanya

indikator-indikator eksternal yang dapat menjadi faktor pembanding/

penilai/pengukur dari kapasitas internal tersebut. Hal ini didasari oleh

pemikiran bahwa kapasitas internal yang tinggi merupakan prasyarat untuk

menciptakan indikator kinerja eksternal yang tinggi. Adalah tidak masuk akal

bahwa kinerja eksternal dapat dipacu dengan kemampuan internal yang

terbatas.

Dalam hubungan ini, jika kinerja eksternal pada suatu daerah

menunjukkan indikasi yang positif, secara asumtif dapat dijustifikasi bahwa

kemampuan internal daerah itu berada pada level yang baik. Pada gilirannya,

kemampuan internal daerah yang baik ditambah dan/atau dibuktikan dengan

positifnya indikator-indikator eksternal, akan membentuk kemampuan/

kapasitas daerah secara menyeluruh atau komprehensif. Adapun yang

dimaksud dengan kinerja eksternal disini adalah segala hasil capaian diluar

struktur kelembagaan pemerintah daerah namun diperoleh karena adanya

aktivitas yang dilakukan pemerintah daerah tersebut. Kinerja ini dapat berupa

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara progresif (ditopang oleh

indikator ekonomi makro), kualitas lingkungan sebagai dampak dari

Page 29: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

21

kebijakan, hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan warganya

(ditunjukkan oleh tingginya tingkat partisipasi dan legitimasi, serta rendahnya

keluhan masyarakat), dan sebagainya.

1.2. Perspektif dan Teori Capacity Building Organisasi

Konsep capacity building organisasi yang secara khusus mengacu

kepada pengelolaan sektor publik baru muncul pada awal tahun 1980-an,

sejalan dengan pertumbuhan negara-negara berkembang. Namun jika

konsep ini mengacu kepada penguatan kelembagaan atau pengembangan

kelembagaan, konsep ini bisa menggunakan juga konsep yang berkaitan

dengan teori yang berkaitan dengan organisasi. Pengertian capacity building

atau kapasitas organisasi menurut McPhee dan Bare (2001: 34) adalah

kemampuan individu, organisasi, dan sistem untuk menyelenggarakan fungsi

dalam rangka pencapaian misi dan tujuannya secara efektif dan efisien.

Brown (2001: 25) mendefinisikan pengembangan kapasitas organisasi

sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang,

suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-

citakan. Sedangkan Morison (2001: 42) melihat pengembangan kapasitas

organisasi sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian

gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok,

organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat

Page 30: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

22

kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap

terhadap perubahan lingkungan yang ada.

Dalam buku Hand Book of Organizations, Arthur L. Stinchombe dalam

March (1965: 150) menyebutkan terdapat 5 (lima) variabel dasar yang dinilai

mempengaruhi kapasitas organisasi. Artinya bagaimana organisasi tersebut

mampu mencapai tujuannya dengan baik, sangat ditentukan oleh

kemampuan dari organisasi tersebut dalam mengelola lingkungan sosial dan

internal dimana organisasi itu hidup. Douglas et.al menyimpulkan bahwa

kinerja organisasi dalam prosesnya dipengaruhi oleh kapasitas organisasi,

lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Bahkan untuk itu, Douglas

menggambarkan keterkaitan pengembangan kapasitas organisasi ini, seperti

yang terlihat pada Gambar 4.

Organizations

Gambar 4

Framework for Organizational Assesment (Douglas Norton, et al, 2003: 20)

External OperatingEnvironment

OrganizationalPerformance

OrganizationalCapacity

InternalEnvironment

Page 31: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

23

Konsep pengembangan kapasitas juga bisa sejalan dengan konsep

pengembangan kelembagaan (organizational development). Karena pada

dasarnya memiliki kesamaan dalam kata peningkatan kemampuan

organisasi.

Eade (1997: 34) dalam Yuswijaya (2008: 87-88) menyebutkan

pengertian pengembangan kapasitas organisasi sebagai berikut:

“capacity building is often used simply to mean enabling institutions bemore effective in implementing development project. Institution are thus theinstrument by which certain goals can be reached, and may begovernmentalor non-governmental. If capacity-building is an end in itself (eg strengtheningthe quality of representation and decision-making within civil societyorganizations, and their involvement in socio-political processes), suchpolitical choises demand a clear purpose and contextual analysis on the partof the intervening agency. The focus is likely to be on the counterpart’sorganizational mission, and the mesh between this, its analysis of the externalworld, and its structure and activitie”.

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa pengembangan kapasitas

dalam suatu organisasi dapat dapat dianggap sebagai suatu tujuan dan dapat

juga dianggap sebagai suatu proses. Sebagai tujuan misalnya: memperkuat

kualitas hasil sesuatu keputusan dalam suatu organisasi dan keterlibatan

mereka dalam proses, seperti misalnya kejelasan tujuan suatu organisasi.

Fokusnya ada pada misi organisasi, analisis faktor-faktor eksternal, struktur

dan aktivitas. Oleh karena itu, kriteria efektifitas berhubungan dengan misi

yang sudah ditetapkan dengan tepat yang telah dipenuhi. Jadi, inti

pengembangan kapasitas organisasi adalah sebagai tujuan adalah

tercapainya misi organisasi. Sedangkan pengembangan kapasitas organisasi

Page 32: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

24

sebagai proses adalah proses penyesuaian (adaptasi) organisasi terhadap

perubahan dan perbaikan sistem internal organisasi yang memungkinkan

organisasi mampu menghadapi tantangan dengan berdasarkan dukungan

sumber-sumber organisasi sehingga organisasi tersebut dapat hidup secara

berkelanjutan.

Berkaitan dengan pengembangan kapasitas organisasi, Leavit dalam

Djatmiko (2004: 106) mengemukakan bahwa: perubahan atau

pengembangan kapasitas organisasi dapat dilakukan melalui empat

pendekatan, yaitu: (1) pendekatan struktural yang penekanannya

dititiberatkan pada struktur organisasi, terutama perubahan struktur

kelembagaan organisasi, (2) pendekatan teknologi, yang terfokus pada tata

letak sarana fisik yang baru. Penekanannya pada penggunaan dan

pemanfaatan sarana dan prasarana/teknologi dalam melaksanakan

pekerjaan (tugas dan fungsi), (3) pendekatan tugas (task approach), berfokus

pada kinerja (job performance) individual dengan menekankan pada

perubahan dan peningkatan kinerja melalui prosedur kerja yang efektif, dan

(4) pendekatan orang (people approach), berfokus pada modifikasi terhadap

sikap, motivasi, perilaku, keahlian yang dicapai melalui program training,

prosedur seleksi, atau perlengkapan yang baru.

Selanjutnya, Eade (1997: 110) menyebutkan bahwa: pendekatan yang

dapat digunakan dalam pengembangan internal organisasi antara lain melalui

pendekatan: (1) structure (struktur organisasi), yaitu perubahan struktur

Page 33: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

25

kelembagaan organisasi, (2) physical resources (sumber daya fisik: sarana

dan prasarana), melalui pemanfaatan dan penggunaan teknologi sebagai

sarana dan prasarana dalam melaksanakan pekerjaan, (3) system (sistem

kerja/mekanisme kerja/prosedur kerja), melalui perubahan rancangan

prosedur kerja, (4) human resources (sumber daya manusia), melalui

peningkatan ketersediaan sumber daya aparatur baik secara kualitas maupun

kuantitas, termasuk penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan, (5)

financial resources (sumber daya finansial/anggaran), melalui alokasi sumber

daya keuangan yang memadai sesuai kebutuhan, termasuk pemberian

imbalan/insentif, (6) culture (budaya kerja), penciptaan iklim dan suasana

kerja yang nyaman bagi pegawai agar dapat melaksanakan pekerjaan

dengan baik, dan (7) leadership (kepemimpinan) melalui optimalisasi peran

pimpinan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

mengkordinasikan dan mengarahkan setiap pekerjaan agar sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, UNDP (1999) menjelaskan bahwa untuk mendukung

pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan di daerah, maka

pengembangan kapasitas harus mampu diturunkan sejumlah strategi lanjutan

(sasaran) sehingga lebih memudahkan untuk mengukur tingkat keberhasilan

dari pengembangan kapasitas tersebut. Terdapat 9 (sembilan) strategi utama

dalam pengembangan kapasitas yaitu: (1) strategi yang berhubungan

dengan aspek misi dan strategi organisasi (posisi organisasi dalam seting

Page 34: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

26

lingkungan organisasi dan melihat keunggulan komparatif yang dimiliki

sebagai competitive advantage daerah dengan yang lainnya, konsep layanan

yang terbaik yang harus diberikan pemerintah daerah kepada masyarakat

sebagai klien, penetapan standar keberhasilan dan kinerja organisasi), (2)

strategi yang berhubungan dengan aspek kultur (budaya) organisasi (standar

perilaku atau kinerja, nilai-nilai organisasi dan manajemen, gaya manajemen

dan kepemimpinan, cara pandang dan persepsi organisasi), (3) strategi yang

berhubungan dengan aspek struktur organisasi (hirarki wewenang,

mekanisme kontrol dan pengendalian, mekanisme kordinasi dan mekanisme

kerja lainnya yang berhubungan dengan struktur kelembagaan pemerintahan

daerah), (4) strategi yang berhubungan dengan aspek kompetensi organisasi

(pelimpahan kewenangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota ke

kecamatan dan kelurahan), (5) strategi yang berhubungan dengan aspek

proses-proses organisasi (komunikasi serta hubungan kerja dengan pihak

internal dan eksternal, mekanisme perencanaan, monitoring dan evaluasi),

(6) strategi yang berhubungan dengan aspek sumber daya manusia

organisasi (sistem rekruitmen pegawai, penempatan sampai dengan pola

jenjang karir dan sistem imbalan), (7) strategi yang berhubungan dengan

aspek sumber daya keuangan organisasi (manajemen transfer alokasi dana

dari pusat, intensifikasi pajak melalui penurunan tarif, perbaikan sistem

pemungutan dan sosialisasi kepada wajib pajak), (8) strategi yang

berhubungan dengan aspek sumber daya informasi (strategi e-government

Page 35: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

27

dalam pelayanan publik), dan (9) aspek yang berhubungan dengan infra

struktur organisasi (penataan dan inventarisasi aset dan manajemen aset

yang akuntabel (Nugraha, 2004: 189-193).

Lebih lanjut Djatmiko (2004: 106) mengatakan bahwa program

pengembangan kapasitas yang disusun harus menggunakan metode yang

dirancang untuk mengubah pengetahuan, keahlian, sikap dan perilaku. Hal ini

mengindikasikan bahwa penekanan utama yang dilakukan dalam rangka

pengembangan kapasitas organisasi ditujukan kepada upaya untuk merubah

individu-individu yang ada didalam organisasi, sehingga akan merubah

organisasi dengan didukung oleh sumber daya lain yang ada di dalam

organisasi.

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui pengembangan kapasitas

organisasi menurut Indrawijaya (1983: 279) adalah: (1) untuk menciptakan

landasan bagi terciptanya efektifitas organisasional yang lebih sesuai dengan

harkat dan martabat manusia yang lebih manusiawi, (2) untuk menciptakan

suasana yang saling mempercayai antar orang maupun bagi organisasi

secara keseluruhan, (3) untuk menciptakan iklim organisasi yang terbuka

dalam memecahkan persoalan bersama, dalam arti setiap persoalan dihadapi

secara bersama dan perbedaan-perbedaan pendapat merupakan suatu hal

yang wajar, (4) untuk menempatkan tanggung jawab pengambilan keputusan

dan pemecahan persoalan sedekat mungkin dengan sumber yang

menimbulkan persoalan dan selalu diusahakan berdasarkan data yang ada,

Page 36: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

28

(5) untuk mendapatkan cara dan metode yang dapat mengembangkan rasa

kebersamaan dan rasa turut memiliki, sehingga setiap orang mempunyai

keinginan dan kesempatan untuk berkarya dalam organisasi mereka, (6)

untuk mengembangkan gaya kepemimpinan yang lebih berisfat partisipatif

dan demokratis sehingga lebih dapat dikembangkan cara kerja yang lebih

kooperatif dan tidak terlalu bersifat kompetitif dan komfrontatif, dan (7) untuk

mengembangkan suatu sistem nilai yang juga memperhatikan aspek proses

yang terjadi dalam organisasi itu dan tidak terlalu berorientasi pada hasil,

karena yang terakhir ini dapat menyebabkan berkembangnya suatu sistem

nilai menghalalkan semua cara demi tercapainya tujuan.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengembangan

kapasitas organisasi menurut Varney (Indrawijaya (1983: 270) diantaranya:

(1) harus ada dukungan aktif dan keterlibatan dari pucuk pimpinan,

(2) anggota-anggota organisasi harus dapat merubah pikiran dan perasaan

mereka sebagai hasil dari usaha pengembangan organisasi, (3) ia bukan

merupakan suatu strategi latihan dan karena itu harus dianggap sebagai

suatu pendekatan yang ditujukan untuk mengadakan perubahan tentang

bagaimana orang-orang bekerjasama, (4) berusaha untuk merubah iklim

organisasi sebagaimana juga merubah proses sosial (proses interaksi

manusia) yang terdapat dalam suatu organisasi, (5) investasi yang dilakukan

pada permulaan dari usaha pengembangan organisasi baru memberikan

hasil pada masa yang akan datang, (6) tidak ada pendekatan perubahan

Page 37: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

29

organisasi yang terbaik, dan (7) pengembangan organisasi tidak boleh

dianggap sebagai suatu paket program baru yang dibawa ke dalam suatu

organisasi dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan organisasi

tersebut.

Sementara itu, Keban (2000: 8-9) bahwa semua dimensi dalam

konsepsi peningkatan kemampuan merupakan strategi untuk mewujudkan

nilai-nilai good governance. Pengembangan sumberdaya manusia misalnya,

dapat dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas dan memelihara nilai-nilai moral dan etos kerja. Pengembangan

organisasi merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan

mampu: (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki

visi yang jelas; (2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai

efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan

keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan

efektivitas tingkat desentralisasi dan otonomi yang tepat, dan (4)

melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel,

adaptif dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan kerja (network),

misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerjasama

atau kolaborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling

menguntungkan (simbiosis mutualisme). Jadi, Indikator utama yang

digunakan untuk menilai kinerja pemerintahan pada saat ini adalah good

governance dan capacity building. Kalau bisa dikatakan bahwa good

Page 38: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

30

governance memuat nilai-nilai yang dijanjikan kepada masyarakat,

sedangkan capacity building memuat nilai-nilai tentang kelayakan dari strategi

yang ditempuh pemerintah dalam memenuhi janji tersebut.

Selanjutnya, Keban menjelaskan dasar pemikiran program

pengembangan kemampuan pemerintah kabupaten/kota (daerah tingkat II) di

Indonesia selama ini dapat diidentifikasi melalui dimensi-dimensi utama

capacity building, yakni:

Pertama, dimensi kebijakan, meliputi perencanaan strategik dan

analisis kebijakan publik . Batasan pengembangan dimensi kebijakan meliputi

dua aspek yaitu bagaimana menentukan rencana strategis yang berfungsi

memberi arah bagi pembangunan dan pelayanan publik pada tingkat lokal,

dan bagaimana merumuskan kebijakan pembangunan dan pelayanan publik

yang mengacu pada arah tersebut. Perencanaan strategis adalah suatu

proses penyusunan serangkaian strategi yang didasarkan pada isu-isu

strategis, yang dapat dijadikan arah dan acuan kebijakan pembangunan dan

pelayanan publik. Selanjutnya, analisis kebijakan publik adalah suatu proses

penentuan alternatif kebijakan terbaik yang dituangkan dalam program-

program dan proyek-proyek pembangunan dan pelayanan publik dengan

berpedoman pada rencana strategis dan kondisi terakhir masyarakat.

Kedua, dimensi desain organisasi, yaitu suatu upaya penyusunan

struktur dan proses kelembagaan yang didasarkan pada rencana strategis

dan kebijakan pembangunan serta kebutuhan pelayanan publik dengan

Page 39: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

31

mengutamakan prinsip-prinsip differensiasi, formalisasi, dan disperse otoritas

yang tepat.

Ketiga, dimensi manajemen, yaitu suatu upaya pencapaian tujuan

kebijakan pembangunan dan pelayanan publik dengan mengimplementasikan

keterampilan manajerial dan penerapan pola kepemimpinan yang efektif.

Keempat, dimensi akuntabilitas, yaitu suatu upaya memprioritaskan

tanggung jawab terhadap masyarakat lokal atau customer didalam proses

penentuan rencana strategies, perumusan kebijakan, desain organisasi, dan

manajemen berdasarkan legal dan political accountability.

Kelima, dimensi moral dan etos kerja, yaitu suatu upaya menggunakan

nilai-nilai dasar kemanusiaan seperti: keadilan, kesamaan dan kebebasan

dalam penentuan rencana strategis, pemilihan alternative kebijakan, desain

organisasi dan manajemen, dan menginstitusionalisasikan etos kerja.

2. Definisi Operasional Variabel

Operasionalisasi variabel dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan

variabel dan sub variabel-sub variabel yang akan diteliti. Adapun subvariabel

yang akan digunakan untuk mengetahui kapasitas birokrasi pemerintah

daerah, baik pemerintah Kabupten atau Kota di Indonesia adalah : kapasitas

sumber daya fisik organisasi, kapasitas proses operasional, dan kapasitas

sumber daya manusia.

Page 40: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

32

a. Kapasitas sumber daya fisik adalah kemampuan perangkat sumber daya

fisik pemerintah kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk mencapai tugas

dan fungsinya, dan langkah-langkah yang ditempuh organisasi untuk

menyediakan perangkat tersebut. Kapasitas sumber daya fisik dalam

penelitian ini dilihat dari empat indikator utama; (1) kapasitas struktur

organisasi dan upaya-upaya utuk mewujudkannya, (2) kapasitas

perangkat hukum dan upaya-upaya untuk mewujudkannya, (3) kapasitas

keuangan dan upaya-upaya untuk mencapainya, dan (4) kapasitas sarana

dan prasarana dan langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapainya.

b. Kapasitas Proses Operasional, yaitu kapasitas tata kerja yang dimiliki

pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

organisasi. Kapasitas proses operasional dalam penelitian ini, diukur dari

tiga indikator, yaitu (1) kapasitas prosedur kerja, dan cara untuk

mencapainya, (2) kapasitas budaya kerja, dan upaya untuk

mewujudkannya, dan (3) kapasitas kepemimpinan.

c. Kapasitas sumber daya manusia yaitu kemampuan yang dimiliki SDM

aparatur atau pegawai pemerintah Kab/Kota di Indonesia dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi mereka, serta upaya-upaya yang ditempuh

organisasi untuk meningkatkan kemampuan mereka. Indikator-indikator

yang digunakan untuk mengukur subvariabel ini adalah: (1) kapasitas

pengetahuan pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, dan upaya-

upaya yang ditempuh organisasi untuk mencapainya, (2) kapasitas

Page 41: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

33

keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas mereka, dan upaya

organisasi untuk meningkatkan keterampilan mereka, (3) perilaku dan

etika kerja pegawai, dan langkah-langkah yang ditempuh organisasi untuk

memperbaiki perilaku dan etika kerja pegawai.

3. Kerangka Pikir

Secara singkat, berdasarkan hasil tinjauan literatur yang telah

dikemukakan sebelumnya. bahwa peningkatan kinerja pemerintah daerah

dapat dilakukan melalui capacity building (pengembangan kapasitas)

organisasi. Capacity building organisasi merupakan dimensi organisasional

yang saling berhubungan satu sama lain. Dimensi tersebut, baik secara

terpisah maupun terintegrasi diasumsikan berpengaruh (berhubungan)

terhadap kinerja pemerintah daerah. Capacity building organisasi pada level

individu, level organisasi, dan tingkat (level) sistem. Berdasarkan hal tersebut,

maka dapat dibuat kerangka pikir penelitian sebagai berikut.

Page 42: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

34

Gambar 2.

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Berdasarkan pokok permasalahan dan kerangka konseptual yang telah

diuraikan sebelumnya, maka tim peneliti merumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

1. Bagaimana pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah daerah

kabupaten/kota di Indonesia, dilihat dari dimensi pengembangan

kapasitas sumber daya fisik organisasi, kapasitas proses ketatalaksanaan,

PENGUATANKAPASITAS

BIROKRASI PEMDA

PENGUATAN PROSESOPERASIONAL(KETATALAKSANAAN)

- Kapasitas Prosedur Kerja- Budaya kerja yang efektif- Kapasitas Kepemimpinan

PENGUATANSUMBER DAYA FISIK- Kapasitas Struktur organisasi- Kapasitas Keuangan- Kapasitas Perangkat Aturan- Kapasitas Sarana & Prasarana

PENGUATAN SDM

- Pengetahuan- Keterampilan- Prilaku & Etika

Page 43: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

35

dan kapasitas individu birokrasi pemerintah kabupaten / kota di

Indonesia ?

2. Hambatan- hambatan apa saja yang ada dalam upaya pengembangan

kapasitas birokrasi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia ?

3. Upaya atau pendekatan apa saja yang dapat dilakukan guna mengatasi

berbagai hambatan tersebut?

Page 44: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

36

BAB IIIMETODE PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang

berupaya menggambarkan secara rinci suatu fenomena tertentu dari objek

yang diteliti, yaitu pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah daerah

kabupaten/kota yang menjadi tempat penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey, yaitu penelitian yang

mengambil sample dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

instrument pengumpulan data utama.

2. Populasi & Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah organisasi pemerintah

kabupaten/kota pada wilayah Indonesia. Lokus dari penelitian ini adalah

wilayah Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau seperti: Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua karena

begitu luasnya, maka untuk masing-masing pulau diwakili satu

Kabupaten/Kota yang terdiri dari: Pekanbaru, Palangkaraya, Jayapura,

Manado, Luwuk Utara, dan Surakarta. Dari masing-masing

Kabupaten/Kota dipilih sampel adalah unit organisasi yang secara

representatif dapat memberikan informasi atas pengembangan kapasitas

organisasi, baik pada dimensi individu (SDM), dimensi proses (SOP, tata

kerja), dan dimensi physical resources (aturan, struktur, financial, sarana &

prasarana).

Page 45: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

37

Teknik pengambilan sample dilakukan secara purposive, yaitu

hanya memilih responden yang berada pada satuan kerja (entity) yang

dapat memberikan informasi (jawaban) atas pertanyaan penelitian yang

dijabarkan dari variable dan indikator penelitian. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, maka responden penelitian ini, adalah setiap

pegawai yang bekerja pada bagian sekretariat kab/kota, Bappeda,

Dispenda, dan BKD pada masing-masing pemerintah daerah

sebagaimana dijelaskan pada paragraph diatas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran

angket kepada para pegawai pada satuan kerja yang terpilih (Sekretariat,

Bappeda, Dispenda, BKD) dari enam lokus penelitian yang telah

disebutkan diatas. Selain itu dilakukan pula wawancara mendalam

dengan informan terpilih, yaitu para pimpinan satuan kerja yang menjadi

tempat penelitian, dan studi dokumentasi terhadap data-data sekunder

yang berkaitan dengan indikator penelitian.

Data kuesioner yang telah terkumpul dari responden terpilih pada

wilayah penelitian, kemudian diolah dengan membuat tabulasi data

sebagai dasar untuk melakukan analisis data, yang selanjutnya dianalisis

secara statistik deskriptif. Untuk memperkuat analisis, peneliti juga

memaparkan hasil data sekunder dan hasil wawancara dengan informan

terpilih.

Page 46: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

38

4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif untuk

menjawab pokok permasalahan dan pertanyaan penelitian. Namun

demikian untuk menganalisis dan melakukan pembahasan atas temuan

data hasil statistik deskriptif, tim peneliti juga melengkapi argumentasi

dengan hasil wawancara mendalam dan telaahan data sekunder yang

terkait dengan indikator penelitian.

Page 47: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

39

BAB IVHASIL PENELITIAN

A. Penyajian Data dan Analisis Hasil Penelitian

Deskripsi variabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini

menunjukkan gambaran penilaian responden terhadap indikator masing-

masing variabel kapasitas birokrasi pemerintah kabupaten/kota di lokus

penelitian, yaitu Pemerintah Kota Palangkaraya, Pakanbaru, Surakarta,

Manado, Kabupaten Masamba (Luwu Utara), dan Kota Jayapura. Penilaian

dimulai dari skor 1, jika rata-rata responden menjawab sangat tidak

setuju/sangat tidak baik; skor 2, jika rata-rata responden menjawab tidak

setuju/tidak baik; skor 3. kurang setuju/kurang baik; skor 4 setuju/baik; dan

skor 5 sangat setuju/sangat baik.

Berdasarkan kajian literatur, tim peneliti menetapkan tiga sub variable

untuk mengetahui pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah kabupaten

dan kota yang menjadi lokus penelitian. Pertama, adalah pengembangan

kapasitas sumber daya fisik organisasi, yang diukur dengan indikator

kapasitas struktur organisasi, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat

aturan, dan kapasitas sarana dan prasarana. Kedua, berkaitan dengan

pengembangan kapasitas proses operasional (ketataalaksanaan), yang

dilihat dengan tiga indikator, yaitu kapasitas prosedur kerja, budaya kerja

yang efektif, dan kapasitas kepemimpinan. Ketiga, adalah kapasitas SDM

Page 48: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

40

pegawai, yang dilukur dengan tiga indikator, yaitu pengetahuan,

keterampilan, serta perilaku dan etika.

Penjelasan deskriptif untuk masing-masing variable tersebut, adalah

sebagai berikut :

1. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Fisik

Ketersediaan sumber daya fisik organisasi sangat menentukan

kapasitas birokrasi pemerintah daerah. Organisasi harus menyediakan

berbagai perangkat aturan dan kebijakan untuk mengatur agar birokrasi

dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Disamping itu, organisasi juga harus

menyusun struktur organisasi yang sesuai dengan beban tugas dan tanggung

jawab organisasi. Yang tidak kalah penting dari itu, organisasi harus

mempunyai kemampuan keuangan serta sarana dan prasarana yang

memadai untuk mendukung organisasi dalam pelaksanaan tugas dan

fungsinya.

Berikut ini diuraikan hasil statistik deskriptif untuk masing-masing

indikator yang berkaitan dengan kapasitas sumber daya fisik organisasi.

a. Kapasitas Struktur Organisasi

Kapasitas struktur organisasi sangat menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan organisasi. Struktur yang didesain sesuai dengan

fungsi, beban tugas, dan kewenangan yang dimiliki sangat berperan

terhadap efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Struktur

organisasi yang sesuai dengan tugas dan kewenangan, juga ikut

Page 49: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

41

menentukan keharmonisan komunikasi dan pembagian kerja dalam

organisasi. Struktur organisasi yang tepat dapat menjawab tantangan

munculnya disharmonisasi (konflik internal) dalam pelaksanaan tugas dan

fungsi.

Tabel 4.1.

Rekapitulasi Rata-Rata Tanggapan Responden Tentang

Pengembangan Kapasitas Struktur Organisasi

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.89 Baik2 Pekanbaru 3.92 Baik3 Jayapura 3.89 Baik4 Manado 3.80 Baik5 Luwu Utara 4.07 Baik6 Surakarta 3.83 Baik

Rata-Rata Skor 3.90 BaikSumber : data primer, 2012

Dari Tabel 4.1 yang berisi tanggapan responden tentang

pengembangan kapasitas struktur organisasi, dapat dilihat bahwa secara

umum responden dari daerah lokus yang diteliti menyatakan bahwa upaya

pengembangan kapasitas sumber daya fisik telah dilakukan dengan

“baik”. Hal ini dapat dilihat dengan rata-rata jawaban responden yang

setuju dengan pernyataan yang tertuang dalam kuessioner yang berisi

pernyataan tentang indikator-indikator yang mengukur pengembangan

kapasitas struktur organisasi. Dari Tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa

Kabupaten Masamba (Luwu Utara) menduduki skor tertinggi dalam

Page 50: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

42

pelaksanaan kapasitas struktur organisasi yaitu 4,07 sedangkan skor

terendah dimiliki oleh Kota Manado yaitu 3,80.

Berdasarkan hasil olahan data primer, baik dari hasil kuessioner

maupun dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden di daerah lokus menilai bahwa pemerintah daerah telah

melakukan upaya-upaya yang cukup sistematis untuk mengembangkan

kapasitas institusional birokrasi.

Hasil wawancara dengan Sekretaris BKDD dan Kepala

Bidang Mutasi BKDD Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa:

“Disamping disesuaikan dengan PP/41/2007 juga didasarkanpada UU/32/2004 mengenai urusan pemerintahan yang menjadikewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusanpilihan. Kedua aturan ini telah memberikan arah yang jelas kepadadaerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif sesuai dengankebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah. Contohnya,pada BKDD terdapat 1 bidang yakni Bidang Diklat yang memilikibeban koordinasi dan komunikasi yang berat dengan SKPD lainnya.Setiap SKPD mendesain sendiri diklat-diklat yang dilakukannya,padahal harus dikomunikasikan dan dikordinasikan dengan BidangDiklat BKDD. Masalahnya adalah banyaknya diklat teknis/fungsionalyang berasal dari instansi atas-nya (vertikal) padahal hal ini akansangat efektif kalau disatukan dalam sebuah program diklat padaBidang Diklat BKDD. Inti masalahnya adalah masih terdapatnyaegoime sektoral dalam penyelenggaraan diklat pada setiap SKPD”.

Sejalan dengan hasil wawancara dengan narasumber di Kabupaten

Masamba (Luwu Utara), sebagian besar narasumber di daerah lokus telah

menyatakan bahwa struktur organisasi telah didesain sesuai dengan PP

Page 51: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

43

41 Tahun 2007. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bappeda Kota

Surakarta, yang menjelaskan bahwa :

“Secara makro pengembangan kapasitas organisasidilakukan dengan melakukan restrukturisasi organisasi. PemerintahKota Surakarta telah melakukan restrukturisasi sebagaimana yangtertuang dalam Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang PerubahanAtas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasidan Tata Kerja Perangkat Daerah.”

Sama dengan pendapat (tanggapan) informan di Kabupaten Luwu

Utara dan Kota Surakarta, informan Kota Jayapura menjelaskan bahwa:

“Upaya pengembangan kapasitas organisasi saat ini sedangdipersiapkan dievaluasi dan diadakan perampingan organisasi yangdisesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga terjadi penggabunganatau pengintegrasian bahkan sampai pada penghapusan bagianyang dianggap tidak efektif dalam pelaksanaan tugas dan fungsi.Pertimbangan pemerintah dalam menentukan desain organisasi,ada yang sesuai dengan PP 41/2007, dan ada yang tidak, karenamasing-masing daerah mempunyai karakteristik yang berbeda”.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Asisten III Kota Manado

tentang dasar pertimbangan desain struktur organisasi Kota Manado

menjelaskan:

“Pernah dilakukan desain stuktur organisasi yang dilakukansendiri dengan mengacu pada PP/41/2007 danPermendagri/57/2008. Hasilnya, SKPD (OPD) yang ditetapkanadalah 18 Dinas, 14 Lembaga Teknis (Badan dan Kantor), 3Asisten, dan 13 bagian di Sekretariat Kota. Dalam hal kajianorganisasi, Bagian Organisasi merekomendasikan untuk pengadaanbeberapa bagian di Sekretariat dan rencana peningkatan BagianKeuangan dan Bagian Aset menjadi Badan Pengelola Keuangandan Barang Milik Daerah”.

Page 52: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

44

Berdasarkan jawaban dari beberapa informan yang terdapat pada

daerah lokus penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

setiap pemerintah Kab/Kota telah mendesain struktur organisasi sesuai

dengan PP 41/2007. Demikian pula yang terungkap dari hasil wawancara

dengan Asisten II Bidang Administrasi Pemerintah Kota Manado, yang

mengungkapkan, bahwa penyusunan struktur organisasi telah

mempertimbangkan beban kerja, kemampuan dan kebutuhan daerah,

serta telah didesain sesuai dengan PP 41/2007 dan

Permendagri/57/2008.

Meskipun dalam pelaksanan program/kegiatan lintas fungsi yang

melibatkan banyak SKPD terkesan adanya masalah koordinasi karena

adanya egoisme sektoral, namun di beberapa daerah disikapi dengan

membuat peraturan internal, seperti di Kabupaten Luwu Utara dan Kota

Surakarta yang menetapkan dengan tegas akan tugas, rincian tugas, dan

tata kerja jabatan struktural pada setiap instansi berdasarkan PP/41/2007.

Selain itu pula, di Kota Surakarta dan Pekanbaru telah dilakukan analisis

jabatan (anjab) yang memetakan dengan tegas rincian tugas dan fungsi

masing-masing unit kerja dan jabatan, sehingga tidak terjadi konflik yang

tajam karena masing-masing anggota organisasi dapat memahami job

deskription masing-masing. Pandangan yang sempit akan fungsi dan

kewenangan unit kerja, dapat diatasi dengan peningkatan kapasitas

pejabat yang ada dalam struktur.

Page 53: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

45

b. Kapasitas Keuangan

Ketersediaan sumber daya keuangan merupakan faktor yang sangat

menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai pelaksanaan tugas

dan fungsinya. Pengelola keuangan pemerintah daerah yang dapat

mengelola sumber daya keuangannya dengan baik, mulai dari tahap

penyusunan anggaran, pengalokasian anggaran, hingga

pertanggungjawaban dan penyusunan laporan keuangan sangat

membantu setiap satuan kerja di lingkup pemerintah kabupaten/kota

dalam mencapai program dan kegiatan sesuai dengan apa yang tertuang

dalam rencana kerja masing-masing satker yang mengacu pada rencana

kerja pemerintah daerah.

Tabel 4.2Tanggapan Responden Tentang Pengembangan Kapasitas Keuangan

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 4.02 Baik2 Pekanbaru 3.88 Baik3 Jayapura 3.82 Baik4 Manado 3.53 Baik5 Luwu Utara 4.23 Baik6 Surakarta 4.04 Baik

Rata-Rata Skor 3.92 BaikSumber : data primer, 2012

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.2 dapat diketahui

bahwa rata-rata responden menilai pengembangan kapasitas keuangan

birokrasi pemerintah “baik”. Ini berarti upaya peningkatan kapasitas

Page 54: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

46

keuangan telah dilakukan disemua lokus dengan intensitas yang cukup

sering. Fakta menarik disuguhkan oleh data yang diperoleh pada lokus

Kabupaten Luwu Utara, dimana pemerintah kabupaten, dalam hal ini

DKPD “selalu” melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki pengelolaan

keuangan daerah, mulai dari tahap penyusunan anggaran, pengalokasian

anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan. Tidak mengherankan

jika dari seluruh lokus penelitian, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara

yang menduduki skor yang paling tinggi, dengan skor 4,23. Dilain pihak,

meskipun masih dalam kategori “baik”, pelaksanaan pengembangan

kapasitas keuangan di Kota Manado memiliki skor paling rendah yaitu

3,53.

Hasil wawancara dengan Sekretaris DKPD dan Kabid Akuntansi

DKPD Kabupaten Luwu Utara tentang kemampuan anggaran untuk

melaksanakan seluruh tugas dan fungsi organisasi menjelaskan bahwa:

“Kemampuan anggaran untuk melaksanakan seluruh tugas danfungsi organisasi adalah 60 berbanding 40 antara belanja rutin(termasuk belanja pegawai) dan belanja modal (belanja pembangunandan pelayanan publik).. Untuk meningkatkan kemampuan SDMpengelolaan anggaran dilakukan upaya-upaya pengembangan SDMmelalui pelatihan teknis baik kerjasama dengan BPK dan BPKPmaupun dengan perguruan tinggi seperti UNHAS.”

Sejalan dengan hal itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda

Kota Surakarta menjelaskan bahwa:

Page 55: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

47

“Kemampuan anggaran untuk melaksanakan tugas dan fungsiorganisasi dapat dilihat pada saat APBD yang telah ditetapkan di awalwaktu maupun pada saat APBD-P, mampu diimplementasikan Pemkotdengan baik, memperhatikan prioritas kegiatan dan sharing anggaranmasing-masing kegiatan. Tugas dan fungsi organisasi menyesuaikankemampuan anggaran yang tersedia”.

Hasil wawancara dengan informan pemerintah Kabupaten Jayapura

menjelaskan bahwa:

“Kemampuan anggaran dalam melaksanakan seluruh tugas danfungsi organisasi cukup memadai karena penyusunan anggarandisesuaikan dengan RENSTRA dan RENJA SKPD. Pengelolaananggaran disesuaikan dengan Permendagri/13/2006 tentangAnggaran Berbasis Kinerja. Proses perubahan anggaran dilakukanjika ada perubahan anggaran melalui pembahasan oleh tim anggaraneksekutif dan tim anggaran legislatif”.

Adapun hasil wawancara dengan Kepala Badan Keuangan dan Aset

Daerah Kota Jayapura menjelaskan bahwa:

“Kemampuan anggaran untuk pelaksanaan tugas dan fungsiorganisasi masih kurang mampu atau sangat terbatas. Oleh karena itu,dalam penyusunan rencana penggunaan anggaran dilakukan secaraprioritas sesuai kebutuhan mendesak. Adapun pengelolaan keuanganmengikuti tata cara pengelolaan keuangan sesuai dengan peraturanper-UU-an yang berlaku”.

Berdasarkan hasil olahan data primer, baik dari data kuessioner

maupun dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden di daerah lokus menilai bahwa pemerintah daerah telah

melakukan upaya-upaya yang cukup sistematis untuk mengelola

keuangan sesuai dengan PP 58/2005 dan Permendagri No.13/2006

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Mulai dari tahap penyusunan

Page 56: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

48

anggaran yang melibatkan seluruh satker dan unit kerja, pengalokasian

anggaran yang telah sesuai dengan beban tugas dan fungsi organisasi,

serta pertanggungjawaban anggaran yang dilakukan secara transparan

dan akuntabel.

Sebagian besar daerah lokus telah melakukan proses penyusunan

anggaran secara bottom up, artinya usulan dari level SKPD dan

masyarakat dimusyawarahkan dalam forum SKPD, maupun Musrenbang.

Penyusunan anggaran di awali dengan rapat kerja sebagai dasar KUA

PPAS yang di bahas dengan DPRD. Setelah mendapat persetujuan

DPRD di lakukan pengajuan APBD. Pengalokasian anggaran disesuaikan

dengan prioritas rencana program/kegiatan dan kesesuaian antara

RPJPD maupun RPJMD. Pengelolaan anggaran disesuaikan dengan

rencana yang telah ditetapkan dalam APBD melalui DPA masing-masing

SKPD dengan menyesuaikan time schedule masing-masing kegiatan.

Alokasi anggaran diutamakan memenuhi urusan wajib terlebih dahulu

baru urusan pilihan.

Pada Pemerintah Kota Surakarta, pengelolaan anggaran selain

berdasarkan Perda 7/2010, juga dengan mengacu PerWalikota tentang

Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan, dan Perwalikota/17/2012

tentang Kebijakan Akutansi Pemerintah Kota. Sedangkan proses

perubahan anggaran dikomunikasikan kepada seluruh unit kerja (SKPD).

SKPD mengusulkan perubahan anggaran dengan membuat Renja

Page 57: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

49

Perubahan dan RKA-P, kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan

KUA/PPAS hingga penetapan DPA. Perubahan anggaran selalu

dikomunikasikan kepada seluruh SKPD. Kendala dalam pengelolaan

anggaran terjadi apabila ada rasionalisasi terhadap anggaran, yang

mengakibatkan penurunan kuantitas program/kegiatan. Solusinya adalah

penentuan prioritas program/kegiatan yang akan memberi dampak pada

indikator prioritas target capaian dan rasionalisasi anggaran terhadap

program/kegiatan yang diajukan dalam Renja SKPD. Jika terdapat

program dan kegiatan dalam rencana kerja yang tidak didukung dengan

anggaran, maka program/kegiatan tersebut ditunda dan menjadi prioritas

di tahun anggaran berikutnya.

Khusus dalam penyusunan laporan keuangan, sebagian besar

daerah lokus telah menyusun laporan keuangan dengan mengacu pada

PP 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Hasilnya,

beberapa daerah, seperti Kota Surakarta, Kota Pakanbaru, dan Kab Luwu

Utara telah memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)

dalam penyajian laporan keuangan. Begitu juga halnya dengan

pengelolaan barang milik daerah (BMD), telah mengacu pada ketentuan

PP 6/2006 dan Permendagri 17/2007 tentang Pengelolaan Barang Milik

Daerah. Hanya saja beberapa daerah masih merasakan perlunya

peningkatan kemampuan SDM pengelolaan anggaran melalui pelatihan

Page 58: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

50

teknis, baik kerjasama dengan Diklat Keuangan, BPK dan BPKP,

maupun dengan perguruan tinggi.

c. Kapasitas Perangkat Hukum

Kepastian hukum dan kejelasan regulasi merupakan faktor yang

sangat menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai

pelaksanaan visi dan misinya. Daerah yang memiliki regulasi yang jelas

dan diterapkan secara konsisten dan adil membuat birokrasi dapat

bekerja dengan baik untuk mencapai pelaksanaan tugas dan fungsi

organisasi secara efektif dan efisien.

Tabel 4.3Tanggapan Responden tentang Pengembangan Kapasitas Perangkat Hukum

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.74 Baik2 Pekanbaru 3.32 Kurang baik3 Jayapura 3.42 Baik4 Manado 3.24 Kurang baik5 Luwu Utara 3.48 Baik6 Surakarta 3.41 Kurang baik

Rata-Rata Skor 3.43 Kurang baikSumber : data primer 2012

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.3, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden menilai bahwa upaya pengembangan

kapasitas perangkat hukum pada enam daerah lokus berada pada level

“Kurang baik” dengan skor 3,43. Tiga daerah lokus yang berada pada

Page 59: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

51

skor level “kurang baik”, yaitu Kota Pekanbaru dengan skor 3.32, Kota

Manado dengan skor 3.24, dan Kota Surakarta dengan skor 3.41.

Sementara itu skor tertinggi dimiliki oleh Kota Palangkaraya yaitu 3.74

dengan level “baik”. Keadaan data yang menyatakan di beberapa daerah

hanya berada pada level “kurang baik” memberikan indikasi bahwa

pengembangan kapasitas dibidang perangkat hukum menghadapi suatu

kondisi permasalahan tertentu.

Penilaian responden di kota Pakanbaru, Surakarta, dan Manado

yang sebagian besar menilai kapasitas perangkat hukum “kurang baik”

disebabkan karena adanya aturan dalam pelaksanaan tugas yang

kadang tumpang tindih, dan kurangnya konsistensi dalam pelaksanaan

aturan. Hal ini biasanya disebabkan kurangnya sosialisasi terhadap

kebijakan, dan rendahnya komitmen pimpinan untuk menegakkan aturan

secara adil dan konsisten.

Hasil wawancara dengan Sekretaris BKDD dan Kepala Bidang

Mutasi BKDD Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa:

“Sangat penting membangun komitmen dan konsistensi dalampenegakan aturan di lingkungan kerja (SKPD). disamping itu,diperlukan upaya terdapatnya konsistensi pada setiap tingkatanperaturan perundang-undangan. Hal ini karena masih terdapattumpang tindih aturan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. SepertiKebijakan Pengangkatan CPNS melalui Kategori Satu (K1),kadangkala terjadi tumpang tindih peraturan perundang-undangandalam pelaksanaannya seperti Surat keputusan (SK) Bupati,Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, Camat, dengan PP/48/2007,Surat Edaran Men PAN dan RB (dalam pelaksanaan sosialisasi),dan PerKa BKN dan lain-lain”.

Page 60: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

52

Berdasarkan jawaban dari narasumber di Kabupaten Luwu Utara

dapat diketahui bahwa penegakan regulasi secara adil dan konsisten

sangat diperlukan dalam menjamin kelancaran pelaksanan tugas dan

fungsi organisasi. Lebih lanjut juga disampaikan agar daerah perlu

melakukan sosialisasi dan jika perlu meminta pendampingan dan

konsultasi jika ditemukan adanya kebijakan yang tumpang tindih antara

kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lainnya. Seperti yang

diungkapkan dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber dari

daerah lokus lainnya, salah satunya adalah seperti yang diuraikan dari

hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota Surakarta berikut ini.

“Dalam menghindari tumpang tindih dalam pelaksanaan tugasdan fungsi harus dilakukan perbaikan dan lebih menekan padaANJAB. Membangun komitmen dan konsisten dalam penegakanaturan dilingkungan kerja yaitu dengan pemberian penghargaankepada PNS yang bekerja baik. Kendala-kendala yang berkaitandengan aturan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yaitu seringadanya semacam aturan (surat/surat edaran) dari kedisiplinan yangtidak sesuai dengan aturan secara nasional, sehingga diharapkanaturan yang dikeluarkan Pemda dapat sejalan dan tidak bertentangandengan Undang-undang/Peraturan Pemerintah”

Berdasarkan jawaban dari beberapa informan di daerah lokus,

dapat diketahui bahwa pada dasarnya setiap informan/narasumber

menyadari pentingnya membangun komitmen dan konsistensi pada

setiap peraturan perundang-undangan dan dalam penegakan aturan di

lingkungan kerja. Oleh karena itu, hendaknya setiap perubahan aturan

Page 61: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

53

dan kebijakan dikomunikasikan oleh pimpinan kepada seluruh staf,

termasuk konsekuensi dari setiap peraturan dalam melaksanakan tugas

dan fungsi.

d. Kapasitas Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang

tidak kalah penting dalam mencapai pelaksanaan tugas dan fungsi

organisasi secara efektif dan efisien. Fasilitas kerja yang memadai baik

dari segi kuantitas maupun kualitas, turut menentukan kemampuan

organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan

efisien. Demikian pula halnya dengan aspek pendistribusian fasilitas kerja

yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit kerja, serta

pemeliharaan dan pendayagunaan inventaris sangat menunjang pegawai

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang dibebankan

kepadanya.

Tabel 4.4.

Tanggapan Responden tentang Kapasitas Sarana dan Prasarana

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.61 Baik2 Pekanbaru 3.69 Baik3 Jayapura 3.55 Baik4 Manado 3.47 Baik5 Luwu Utara 4.07 Baik6 Surakarta 3.75 Baik

Rata-Rata Skor 3.69 BaikSumber : Data Primer, 2012

Page 62: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

54

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.4 dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di daerah lokus menilai “baik” akan

pengembangan kapasitas sarana dan prasarana. Selain itu, dari Tabel

4.4 dapat diketahui pula bahwa lokus yang paling tinggi skornya dalam

pengembangan kapasitas sarana dan prasarana adalah Kabupaten

Luwu Utara yaitu 4.07 sedangkan yang paling rendah skornya adalah

Kota Manado dengan skor hanya 3.47.

Hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang Mutasi

BKDD Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa:

”Sarana dan prasarana perkantoran belum memadai. Kalau kitamau mencontoh BKDD Kabupaten Badung. Adapun sarana danprasarana Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG)BKDD Kabupaten Luwu Utara sementara diproses. Kita juga masihmemiliki kendala-kendala pengelolaan sarana dan prasarana”.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota

Surakarta dalam hal pengembangan kapasitas sarana dan prasarana

menjelaskan bahwa:

“Dukungan sarana dan prasarana dalam melaksanakanseluruh tugas dan fungsi organisasi adalah memadai. Agar sarana danprasarana sesuai dengan perkembangan kebutuhan organisasi makadilakukan penyusunan rencana kebutuhan barang setiap awal tahun.Sedangkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaansarana dan prasarana dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaandan pemeliharaan sarana dan prasarana”.

Penjelasan Asisten II Bidang Administrasi Umum Sekretariat

Kota Manado ini dibenarkan oleh Asisten III Sekretariat Kota Manado dan

Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Manado bahwa:

Page 63: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

55

“Sekarang ini dukungan sarana dan prasarana umumnyasudah relatif baik walaupun belum dapat memenuhi keseluruhansarana dan prasarana yang dibutuhkan. Agar sarana dan prasaranasesuai dengan perkembangan kebutuhan organisasi, makaseharusnya mengakomodir usulan kebutuhan SKPD dari SKPD yangbersangkutan”.

Jawaban dari beberapa informan di daerah lokus cukup bervariasi.

Sebagian masih mengeluhkan minimnya sarana dan prasarana dalam

melaksanakan tugas dan fungsi organisasi, seperti di Kabupaten Luwu

Utara, sementara informan pemerintah Kota Surakarta dan Manado

menganggap bahwa fasilitas kerja cukup memadai untuk mendukung

pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Pemerintah Kabupaten

Pakanbaru dalam mengoptimalkan penggunaaan sarana dan prasarana

dilakukan dengan model jaringan dan sharing (berbagi). Mereka juga

memanfaatkan teknologi informasi dan fungsi kontrol terhadap

perbandingan antara pemakaian sarana dan prasarana dengan outcome

yang dihasilkan. Kendala dalam pengelolaan sarana dan prasarana yang

tidak dapat optimal sehingga membutuhkan biaya pemeliharan yang

tinggi, mereka atasi dengan melakukan penghapusan barang milik

daerah.

Yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah daerah adalah

memperbaiki proses pengelolaan barang dan jasa sesuai dengan PP 38

tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dimana

pengelolaan barang dan jasa sekarang ini tidak lagi semudah dulu.

Page 64: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

56

Diperlukan kecermatan dan pencatatan yang akurat, mulai dari tahap

pengadaan barang milik daerah (BMD), hingga tahap pengawasan dan

pelaporan barang milik daerah. Penggunaan BMD diarahkan sesuai

batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang

penyelenggaraan tupoksi pemerintahan secara optimal. Selain itu, setiap

kegiatan pengelolaan BMD harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik.

2. Pengembangan Kapasitas Proses Operasional (Ketatalaksanaan)

Pengembangan kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan) dalam

penelitian ini terdiri atas pengembangan kapasitas prosedur kerja,

pengembangan kapasitas budaya kerja yang efektif dan pengembangan

kapasitas kepemimpinan yang efektif.

a. Pengembangan Kapasitas Prosedur Kerja

Keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi sangat

ditentukan dengan tersedianya dokumen proses operasional untuk setiap

jenis pelayanan dan tahapan kegiatan yang dapat menjadi pedoman bagi

setiap pegawai untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari. Agar pencapaian

tugas dan fungsi organisasi dapat berjalan efektif dan efisien, maka prosedur

pelayanan harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga juga

memberikan pemahaman dan edukasi kepada masyarakat untuk mengetahui

jika ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.

Page 65: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

57

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

pengembangan kapasitas prosedur kerja organisasi pemerintah

Kabupaten/Kota daerah lokus penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5.Rekapitulasi Rata-rata Tanggapan Responden

Tentang Pengembangan Kapasitas Prosedur Kerja

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.82 Baik2 Pekanbaru 3.66 Baik3 Jayapura 3.68 Baik4 Manado 3.49 Baik5 Luwu Utara 3.86 Baik6 Surakarta 3.70 Baik

Rata-Rata Skor 3.70 BaikSumber: Data Primer, 2012

Penilaian responden tentang pelaksanaan pengembangan kapasitas

prosedur kerja dapat dilihat pada Tabel 4.5 di atas. Hasilnya, pelaksanaan

pengembangan kapasitas prosedur kerja pada pemerintah daerah berada

pada kategori “baik”. Selain itu semua daerah lokus pun berada dalam

kategori yang sama. Ini berarti dalam pelaksanaan tugas para pegawai telah

memiliki sebuah prosedur standar yang digunakan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan tugas. Dalam hal ini yang paling tinggi skornya sebesar 3,86

adalah Kabupaten Luwu Utara dan yang paling rendah skornya adalah Kota

Manado sebesar 3,49.

Hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang Mutasi BKDD

Setda Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa masih terdapat beberapa

Page 66: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

58

hambatan dalam pelaksanaannya tetapi tidak menjadi masalah karena dapat

diselesaikan dengan baik. Terutama dalam hal koordinasi dengan setiap unit

di BKDD.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota

Surakarta mengenai pengembangan proses operasional (ketatalaksanaan)

menjelaskan bahwa:

“Agar proses operasional (ketatalaksanaan) dapat menjawabtantangan evektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi adalahmelakukan evaluasi SOP di setiap SKPD. Adapun yang menjadi dasarpertimbangan dalam menetapkan prosedur kerja tertulis adalahmelalui dasar hukum, kewenangan, perencanaan, dan evaluasi yangmenjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan prosedur kerjatertulis”.

Adapun hasil wawancara dengan informan (narasumber) pemerintah

Kota Pekanbaru/Palangkaraya menjelaskan bahwa:

“Agar proses operasional dapat menjawab tantangan efektifitaspelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, organisasi harus menjalinkoordinasi dan komunikasi sehingga tugas dan fungsi tidak saling"tumpang tindih" dalam pelaksanaan kegiatan. Dasar pertimbangandalam menetapkan prosedur kerja tertulis adalah denganmempertimbangkan uraian tugas dari tiap pegawai, standar pelayananminimal (SPM), ketersediaan sarana dan prasarana serta standarkompetensi pelaksana tugas dan fungsi.”.

Sejalan dengan itu, hasil wawancara dengan informan (narasumber)

pemerintah Kota Jayapura menjelaskan bahwa:

“Ketatalaksanaan dapat menjawab tantangan efektifitas pelaksanaantugas dan fungsi organisasi dengan membangun koordinasi danhubungan kerja interen organisasi dan ekstern organisasi sehingga

Page 67: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

59

tugas dan fungsi dapat berjalan dengan baik. Dasar pertimbangandalam menetapkan prosedur kerja tertulis yaitu untuk mempermudahpelaksanaan tugas sehingga prosedur kerja tertulis ini diperlukan,misalkan penyusunan SOP dan SPM”.

Berdasarkan jawaban dari beberapa narasumber dapat diketahui

bahwa sebagian daerah lokus penelitian telah mengembangkan prosedur

operasi standar (SOP) yang menjadi pedoman dalam setiap pelaksanaan

kegiatan, seperti yang terdapat di Kota Surakarta dan Kota Pekanbaru.

Sebagian yang lain masih menggunakan dokumen peraturan tertulis yang

menjadi dasar dalam proses pelaksanaan tugas sehari-hari. Agar proses

operasional (ketatalaksanaan) dapat menjawab tantangan efektifitas

pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, sebaiknya pimpinan perlu

mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, dan terukur dalam

pemerintahan. Selain itu diperlukan upaya perbaikan tatalaksana misalnya

dengan menyusun atau menyempurnakan standar operasional prosedur

(SOP) sebagai pedoman bagi pegawai untuk melaksanakan tugasnya sehari-

hari. Selain itu, agar setiap pegawai dapat memahami prosedur kerja tertulis

dengan baik, perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai di

lingkungan pemerintah daerah, sehingga dapat memberikan panduan dan

kemudahan bagi pegawai dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Page 68: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

60

b. Pengembangan Kapasitas Budaya Kerja

Keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi sangat

ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan positif yang berkembang dari hasil

interaksi antara pegawai, dan antara pimpinan dengan pegawai. Budaya

kerja yang efektif akan membuat hubungan kerja dan komunikasi yang baik

diantara pegawai sehingga koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi akan

mudah dilaksanakan. Iklim kerja yang harmonis akan mempertahankan

motivasi kerja pegawai dan mengurangi konflik disfungsional pada organisasi.

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

pengembangan kapasitas budaya kerja yang efektif pada organisasi

pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi lokus penelitian dapat dilihat pada

Tabel 4.6

Tabel 4.6.Rekapitulasi Rata-Rata Tanggapan Responden Tentang Pengembangan

Kapasitas Budaya Kerja Yang Efektif

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.90 Baik2 Pekanbaru 3.81 Baik3 Jayapura 3.82 Baik4 Manado 3.69 Baik5 Luwu Utara 3.99 Baik6 Surakarta 3.83 Baik

Rata-Rata Skor 3.84 BaikSumber: Data Primer, 2012

Page 69: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

61

Dari data yang terdapat pada Tabel 4.6 dapat diketahui sebagian

besar responden menilai “baik” akan budaya kerja yang terjadi di tempat

mereka bekerja. Hal ini memang penting karena salah satu indikator yang

sangat menunjang keberhasilan instansi dalam mewujudkan visi dan misinya

adalah pengembangan budaya kerja yang efektif. Dalam hal ini yang paling

tinggi skornya adalah Kabupaten Luwu Utara sebesar 3,99 dan yang paling

rendah skornya adalah Kota Manado sebesar 3,69.

Hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota Surakarta

menjelaskan bahwa:

“Untuk menerapkan budaya kerja yang efektif di kantor dilakukandengan mentaati budaya kerja tersebut dan berkomitmen sehinggahasilnya dapat berupa kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan. Untukmendorong seluruh pegawai untuk memberikan kontribusi terbaik bagipencapaian tugas dan fungsi adalah memberikan motivasi pegawaikepada pegawai , memberikan penghargaan kepada pegawai yangkinerja”.

Sementara itu, hasil wawancara dengan informan pemerintah Kota

Pekanbaru menjelaskan bahwa:

“Penerapan budaya kerja yang efektif dapat dilakukan melaluipelaksanaan SPM, pelaksanaan koordinasi dan komunikasi intensif,penyusunan jadwal pelaksanaan pekerjaan berdasarkan urutan prioritas,termasuk target pelaksanaan pekerjaan, dan pernyataan kesanggupandiri melalui pakta integritas dan penerapannya. Cara meningkatkankontribusi terbaik dari seluruh pegawai adalah mengikutsertakan pegawaidalam proses pengambilan kebijakan (bukan penentuan kebijakan), danmemberikan ruang kepada pegawai untuk mengembangkan danmengaktualisasikan diri sesuai dengan uraian tugas dan peraturan yangberlaku”.

Page 70: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

62

Sementara itu, hasil wawancara dengan informan pemerintah Kota

Jayapura menjelaskan bahwa:

“Dalam menetapkan budaya kerja yang efektif di kantor dengancara membagi habis tugas kepada setiap PNS sehingga tidak ada yangmenganggur dan tidak memiliki pekerjaan. Agar pegawai dapatmemberikan konstribusi terbaik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinyadilakukan dengan pemberian motivasi kerja. Memberikan penghargaandan pujian kepada PNS yang rajin maka mendorong seluruh pegawaiuntuk memberikan kontribusi terbaik bagi pencapaian tugas dan fungsi ”.

Sedangkan hasil wawancara dengan Asisten III Sekretariat Kota

Manado menjelaskan bahwa:

“Dalam menerapkan budaya kerja yang efektif di kantor perlumenegakkan aturan disiplin pegawai yang ada kemudian kesejahteraanharus ada. Mendorong seluruh pegawai untuk memberikan kontribusiterbaik bagi pencapaian tugas dan fungsi dengan memberi merekakepercayaan dalam tugas-tugas yang ada dan memotivasi dan yangterpenting ada harapan untuk karir mereka”.

Berdasarkan jawaban dari beberapa informan, dapat diketahui bahwa

pemerintah Kab/Kota di daerah lokus penelitian telah mengupayakan

beberapa metode untuk memperbaiki budaya kerja yang efektif yang dapat

mendorong motivasi pegawai untuk memberikan kontribusi terbaik mereka

bagi pencapaian visi dan misi organisasi. Beberapa daerah telah cukup maju

mengupayakan budaya kerja yang efektif, misalnya dengan apa yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Pakanbaru, Pemerintah Kota Surakarta, dan

Pemerintah Kota Palangkaraya dengan membuat pernyataan kesanggupan

diri atau disebut dengan pakta integritas bagi setiap pimpinan unit kerja yang

Page 71: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

63

intinya menyatakan komitmen dari setiap pimpinan untuk menjalankan aturan

dan kewajiban setiap pimpinan bagi pencapaian tugas dan fungsi organisasi.

Namun demikian, masih dikeluhkan akan adanya pimpinan yang kurang

memiliki komitmen terhadap tugas dan tanggungjawabnya, begitu juga

dengan mereka yang berada pada staf. Oleh karena itu, perlu dirancang

sistem reward dan punishment yang tegas yang dapat meningkatkan

kedisiplinan dan kesungguhan setiap pegawai untuk memberikan kontribusi

terbaiknya bagi pencapaian visi dan misi organisasi.

c. Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan Organisasi

Telah banyak bukti empirik dan kajian teoritik yang menunjukkan

bahwa keberhasilan organisasi dalam pencapaian visi dan misi sangat

ditentukan oleh peran pimpinan yang mengarahkan kemudi organisasi.

Kepemimpinan yang efektif sangat mempengaruhi anggota organisasi untuk

pencapaian tugas dan fungsi organisasi. Disamping berperang penting dalam

menetapkan visi dan misi, pimpinan juga harus bisa memotivasi dan

memberdayakan pegawai dengan memberikan umpan balik yang

membangun kepada bawahannya.

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

kapasitas kepemimpinan organisasi pemerintah Kabupaten/Kota daerah

lokus penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Page 72: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

64

Tabel 4.7.Tanggapan Responden Tentang Kapasitas Kepemimpinan

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.94 Baik2 Pekanbaru 3.86 Baik3 Jayapura 3.94 Baik4 Manado 3.83 Baik5 Luwu Utara 4.06 Baik6 Surakarta 3.97 Baik

Rata-Rata Skor 3.93 BaikSumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.7 dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden memberikan informasi bahwa kapasitas

kepemimpinan berada dalam kategori “baik”. Ini berarti bahwa sebagian

besar responden menilai bahwa para pemimpin di daerah lokus penelitian

telah menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan yang cukup efektif dalam

mengarahkan anggota untuk mencapai visi dan misi organisasi, baik dalam

hal penetapan visi dan misi, dan terutama komitmen untuk pencapaian visi

dan misi dengan menggerakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki

organisasi. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa Kabupaten

Luwu Utara memiliki skor yang paling tinggi sebesar 4,06 dan Kota Manado

memiliki skor yang paling rendah sebesar 3,83 dalam penilaian responden

akan kapasitas kepemimpinan di daerah lokus penelitian .

Hasil wawancara dengan Kasubag Anjab dan ABK Setda Kabupaten

Luwu Utara menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan didasarkan

Page 73: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

65

pada alur hirarki struktur organisasi dan mempertimbangkan konsekuensi

yang ditimbulkan suatu keputusan terhadap keputusan-keputusan lain.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang

Mutasi BKDD Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa:

“Peningkatan komitmen anggota akan pencapaian visi dan misiorganisasi dikembangkan pola kepemimpinan yang bernuansaprofesionalisme kerja kepada setiap pegawai. Demikian juga, setiapminggu dilakukan evaluasi kegiatan teknis pada setiap unit (bidang)organisasi”.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota

Surakarta menjelaskan tentang pengembangan kepemimpinan yang efektif

bahwa:

“Proses penyususnan visi dan misi organisasi dilakukan denganmengadakan rakor di sesuaikan tugas fungsi SKPD. Sementara upayameningkatkan komitmen anggota akan pencapaian misi dan misiorganisasi dilakukan dengan persamaan persepsi akan tujuan yangakan dicapai organisasi. Pengawasan terhadap setiap pegawai dalampenyelesaian tugas mereka melalui pengawasan secara melekat(Waskat) setiap pegawai dalam menyelesaikan tugas”.

Adapun hasil wawancara dengan informan pemerintah Kota Jayapura

menjelaskan bahwa:

“Proses penyusunan visi dan misi organisasi melibatkan semuaanggota organisasi Dalam meningkatkan komitmen anggota akanpencapaian visi dan misi organisasi dilakukan dengan cara penjabaranmisi ke dalam tujuan sasaran, program dan kegiatan yang akandilaksanakan sesuai dengan rencana kegiatan. Pengawasan secaraberjenjang tetap dilakukan terhadap setiap pegawai dalampenyelesaian tugas mereka”.

Page 74: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

66

Sejalan dengan informan Kota Surakarta dan Kota Jayapura, Asisten II

Bidang Administrasi Umum Sekretariat Kota Manado menjelaskan bahwa:

“Pimpinan harus mengkomunikasikan dan mensosialisasikanvisi dan misi kepada setiap pegawai dengan jalan menyampaikankepada pegawai agar turut serta dalam pembahasan RPJMD, melaluibaliho atau banner, lewat apel rutin dan apel tertentu, dan lewat rapat-rapat. Membangun iklim kerja yang kondusif yang berdampak padaefektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi dengan menyiapkan saranadan prasarana kerja yang memadai dan menata ruang kerja.Sedangkan hambatan dalam menerapkan budaya kerja yang efektifadalah masih terdapatnya perilaku pegawai yang suka menundapekerjaan. Solusinya adalah: Perda/04/2012 tentang PemberianTambahan Penghasilan PNS (TPP), 50 % dari TPP dibayarkanberdasarkan penilaian kinerja dan 50 % disiplin kerja”.

Berdasarkan jawaban dari beberapa informan, dapat diketahui bahwa

sebagain besar informan menilai bahwa pimpinan pemerintah Kab/Kota di

daerah lokus penelitian telah menjalankan praktek kepemimpinan efektif,

mulai dari keseriusan untuk menetapkan visi dan misi dengan melibatkan

seluruh SKPD dalam penetapannya. Hampir semua informan juga

memberikan keterangan bahwa pimpinan memberikan pengarahan dan

kontrol yang baik kepada setiap pegawai dalam pelaksanaan tugas. Namun

demikian, hampir semua jawaban yang diberikan informan tidak menunjukan

upaya-upaya khusus yang cukup sistematis yang dilakukan oleh pimpinan

untuk memotivasi dan memberdayakan pegawai dalam meningkatkan kinerja

mereka.

Page 75: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

67

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

Kapasitas sumber daya manusia aparatur pemerintah Kabupaten/Kota

dapat dilketahui dengan melihat kapasitas pengetahun, kapasitas

keterampilan, serta perilaku dan etika kerja pegawai dan upaya-upaya yang

dilakukan pemerintah kab/kota untuk meningkatkan ketiga kapasitas tersebut.

a. Kapasitas Pengetahuan Pegawai

Sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi dan

pengetahuan yang cukup akan tugas dan fungsi organisasi sangat penting

dalam memberikan dan menyampaikan layanan publik yang berkualitas

kepada setiap stakeholders. Oleh karena itu pemerintah kab/kota perlu

melakukan upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan

pengetahuan pegawai, baik melalui pendidikan formal, maupun dengan

pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai.

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

pengembangan kapasitas pengetahuan aparatur (pegawai) pemerintah

Kabupaten/Kota daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.8 terlihat penilaian

responden tentang pengembangan kapasitas pengetahuan yang pada

pelaksanaannya berada pada level “baik”. Ini berarti sebagian besar

responden di daerah lokus menganggap bahwa organisasi pemerintah

daerah mampu memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk

Page 76: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

68

mengembangkan pengetahuan diri baik secara mandiri maupun dengan

dukungan organisasi. Pada tabel di atas juga terlihat skor tertinggi dalam

pengembangan kapasitas pengetahuan pegawai dimiliki oleh Kabupaten

Luwu Utara dengan skor 3,94 dan skor terendah dimiliki oleh Kota Manado

dengan skor 3,60.

Tabel 4.8.Tanggapan Responden Tentang Kapasitas Pengetahuan

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.80 Baik2 Pekanbaru 3.91 Baik3 Jayapura 3.61 Baik4 Manado 3.60 Baik5 Luwu Utara 3.94 Baik6 Surakarta 3.73 Baik

Rata-Rata Skor 3.77 BaikSumber: Data Primer, 2012

Hasil wawancara dengan Kasubag Anjab dan ABK Setda Kabupaten

Luwu Utara menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan

pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mereka diberikan

pemahaman tentang tugas dan fungsinya masing-masing. Sementara hasil

wawancara dengan informan pemerintah Kota Pekanbaru menjelaskan

bahwa:

“Kapasitas pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugasdan fungsi ditinjau dari segi tingkat pendidikan PNS di Kota Surakartaper 31 Mei 2012 sejumlah 10.005 orang cukup memadai.Perencanaan pengembangan SDM dimulai dari analisis jabatan(anjab), apabila penempatan personil berdasarkan anjab tidak sesuai

Page 77: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

69

maka akan diambil langkah pergeseran personil, tapi apabilakemampuannya masih kurang, maka diupayakan melalui diklat.Upaya organisasi untuk meningkatkan kompetensi danprofesionalisme pegawai dilakukan pelaksanaan diklat penjenjanganstruktural dan diklat teknis fungsional, termasuk bimtek maupunworkshop. Selain itu dengan menstimulasi dan memfasilitasi PNSmelalui pemberian ijin belajar, pemberian keterangan gelar akademikdan sebutan profesi maupun proses belajar yang lain”.

Adapun hasil wawancara dengan Asisten II Bidang Administrasi Umum

Sekretariat Kota Manado, menjelaskan bahwa:

“Kapasitas pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugasdan fungsi organisasi relatif baik dalam arti pegawai di lingkungan keasisten administrasi umum memiliki kompetensi yang sesuai dengantupoksi. Organisasi mempunyai perencanaan pengembangan SDMyang jelas dengan dasar pertimbangan perencanaan tersebut adalahtuntutan perkembangan seperti IT, peningkatan kualitas, aturan per-UU-an yang berlaku. Perencanaan pengembangan pegawai ini jugadiketahui oleh semua pegawai”.

Berdasarkan jawaban dari ketiga informan dapat dilihat bahwa

sebagian besar pemerintah Kab/Kota telah mengembangkan upaya-upaya

untuk mengembangkan kapasitas pengetahuan pegawai, baik melalui

pemberian kesempatan untuk melanjutkan pendidikan formal, maupun

dengan mengadakan pelatihan-pelatihan teknis fungsional kepada pegawai.

Namun demikian, sebagian besar kegiatan tesebut masih bersifat parsial-

parsial, rutin, dan belum dikaitkan dengan kebutuhan daerah ke depan

seperti yang tertuang dalam rencana strategis pemerintah kabupaten dan

kota. Seharusnya sasaran-sasaran strategis dalam renstra (rencana

strategis) juga menentukan jenis, jumlah dan kualitas SDM yang dibutuhkan

Page 78: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

70

di setiap SKPD yang ada di daerah. Dalam konteks pengembangan SDM ini,

perlu difokuskan pada pengembangan keterampilan dan keahlian, wawasan

dan pengetahuan, bakat dan potensi, motif bekerja, dan inteligensia.

Kendala lain berkenaan dengan keterbatasan anggaran, sehingga terkesan

pengembangan pegawai, khususnya pada diklat struktural, tidak dirasakan

secara merata oleh pegawai.

Kapasitas pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan

fungsi organisasi dapat dilihat melalui rutinitas pekerjaan dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi. Sebaiknya organisasi

mempunyai perencanaan pengembangan SDM yang selaras dengan

kebutuhan organisasi ke depan dan disosialisasikan kepada seluruh pegawai,

sehingga setiap pegawai dapat mengembangkan kapasitas dirinya sesuai

dengan kebutuhan organisasi.

b. Pengembangan Kapasitas Keterampilan

Pengembangan keterampilan SDM harus menjadi prioritas pemerintah

daerah, karena SDM yang berkualitas prima akan mampu mendorong

terbentuknya kinerja organisasi yang optimal. Oleh karena itu, pemerintah

daerah selaiknya menempuh langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan

keterampilan SDM, sehingga citra PNS tidak lagi dianggap sebagai pegawai

yang tidak professional dan hanya berkerja sesuai dengan perintah atasan.

Page 79: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

71

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

pengembangan kapasitas keterampilan aparatur pemerintah (pegawai)

Kabupaten/Kota daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9.Rekapitulasi Rata-Rata Tanggapan Responden

Tentang Pengembangan Kapasitas Keterampilan

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 3.79 Baik2 Pekanbaru 3.99 Baik3 Jayapura 3.55 Baik4 Manado 3.39 Kurang Baik5 Luwu Utara 3.92 Baik6 Surakarta 3.57 Baik

Rata-Rata Skor 3.70 BaikSumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.9. menunjukkan bahwa

penilaian responden terhadap pengembangan kapasitas keterampilan

pegawai, dimana pelaksanaan pengembangan kapasitas keterampilan atau

kecakapan pegawai berada pada kategori “baik”, dengan cukup seringnya

dilaksanakan upaya-upaya pemerintah kabupaten dan kota untuk

meningkatkan keterampilan pegawai. Hal ini berarti bahwa organisasi

pemerintah daerah telah sadar betapa pentingnya pengembangan kapasitas

keterampilan (kecakapan) pegawai agar mereka mampu memberikan

pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Namun diantara semua daerah

lokus terdapat satu daerah yang hanya berada pada kategori “kadang-

Page 80: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

72

kadang/kurang baik” dalam pelaksanaannya yaitu Kota Manado. Skor

tertinggi dimiliki oleh Kota Pekanbaru dengan skor 3,99, sedangkan skor

terendah dimiliki oleh Kota Manado dengan skor 3,39.

Hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang Mutasi BKDD

Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa sangat penting dilakukan

program magang terhadap tugas/pekerjaan untuk meningkatkan skill dan

keahlian pegawai, seperti program magang di Rumah Sakit Fatmawati bagi

tenaga kesehatan dan program pemagangan paramedik dari puskesmas ke

rumah sakit.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota

Surakarta menjelaskan bahwa:

“Upaya orgaanisasi untuk meningkatkan skill pegawai dalampelaksanaan tugas adalah mengikutsertakan pegawai untuk diklat.Demikian juga program pemagangan terhadap tugas pekerjaan baru.Sedangkan dasar pertimbangan dalam penetapan kerja/mutasipegawai adalah masa kerja pegawai di satu tempat SKPD melebihi 8tahun, wawasan agar berkembang/meminimalkan kejenuhan, danpromosi jabatan (pekerjaan).”.

Adapun hasil wawancara dengan informan pemerintah Kota

Pekanbaru, menjelaskan bahwa:

“Upaya peningkatan skill pegawai dalam pelaksanaan tugasdilaksanakan melalui diklat penjenjangan struktural dan diklat teknisfungsional. Terdapat juga program magang terhadap tugas pekerjaanbaru. Program magang untuk pengenalan tugas-tugas SKPD hanyadiperuntukkan bagi CPNS di awal masuk kerja dengan waktu yangtidak terlalu lama.”.

Page 81: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

73

Sementara itu, hasil wawancara dengan informan pemerintah

Kabupaten Jayapura menjelaskan bahwa:

“Dasar pertimbangan dalam penempatan kerja/mutasi pegawaidilakukan penyegaran, namun harus disesuaikan dengan kebutuhanorganisasi. Organisasi menjamin profesionalisme dan ketanggapanpegawai dalam memberikan pelayanan dengan jalan melaksanakankediklatan bagi PNS agar lebih profesional. Hasil yang telah dicapaidalam keterampilan pegawai yaitu para pegawai dan masyarakatdapat dilayani dengan baik, meskipun tidak semua maksimal. Solusimenghadapi kendala-kendala yang ada yaitu perlu program/kegiatanSKPD ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitas pembiayaan”.

Berdasarkan jawaban dari beberapa informan di daerah lokus

penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar pemerintah daerah telah

melaksanakan upaya-upaya yang cukup baik untuk meningkatkan

keterampilan pegawai melalui diklat-dklat teknis dan fungsional. Beberapa

informan juga memberikan jawaban bahwa salah satu cara untuk

meningkatkan keterampilan pegawai adalah dengan menempatkan pegawai

sesuai dengan keahliannya yang dapat dilihat dari latar belakang pendidikan

dan pengalaman diklat-diklat teknis yang telah diikuti. Bahkan pemerintah

Kota Surakarta membuat kebijakan dalam penempatan kerja, mutasi dan

promosi pegawai adalah masa kerja pegawai di satu tempat SKPD tidak

melebihi 8 tahun. Jika pegawai tidak dipromosi, maka yang bersangkutan

dimutasi di tempat lain, sehingga diharapkan wawasan pegawai berkembang,

sekaligus meminimalkan kejenuhan dan keterbatasan keahlian pegawai

hanya pada satu bidang pekerjaan.

Page 82: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

74

Jawaban senada juga diberikan oleh Pemerintah Kota Jayapura dan

Kota Manado bahwa dasar pertimbangan penempatan kerja dan mutasi

pegawai adalah untuk efisiensi dan efektifitas kinerja SKPD, sekaligus juga

peningkatan produktifitas personil pegawai, dan penyegaran dan

penyesuaian kemampuan kinerja pegawai. Upaya organisasi menjamin

profesionalisme dan ketanggapan pegawai dalam memberikan pelayanan

adalah dengan terus menerus memberikan pembinaan, pengarahan dan

evaluasi terhadap kinerja pegawai. Organisasi menjamin profesionalisme dan

ketanggapan pegawai dalam memberi pelayanan, selain melalui penetapan

job description pegawai sesuai kompetensi mereka masing-masing, juga

dilakukan dengan menyusun standar operating prosedur (SOP) untuk

beberapa jenis layanan. Hasil yang telah dicapai adalah meningkatnya

profesionalisme kerja pagawai yang dapat dilihat dari berkurangnya komplain

masyarakat akan pelayanan yang diberikan.

C. Kapasitas Perilaku dan Etika Kerja Pegawai

Kapasitas dan kualitas seorang pegawai tidak hanya semata

ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas

dan beban kerja yang dberikan kepadanya. Lebih dari itu, banyak bukti

empirik menunjukkan bahwa keberhasilan seorang pegawai juga ditentukan

oleh perilaku dan etika kerja mereka. Peran pimpinan sangat penting untuk

menciptakan iklim kerja yang kondusif dan memberikan keteladanan positif,

Page 83: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

75

sehingga setiap pegawai dapat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam

bekerja.

Untuk mengetahui rekapitulasi rata-rata tanggapan responden tentang

kapasitas perilaku dan etika kerja pegawai pemerintah Kabupaten/Kota

daerah lokus penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.10.Tanggapan Responden Tentang Perilaku dan Etika Kerja

No Daerah Lokus Rata-Rata Skor Kategori1 Palangkaraya 4.01 Baik2 Pekanbaru 4.13 Baik3 Jayapura 3.82 Baik4 Manado 3.57 Baik5 Luwu Utara 4.08 Baik6 Surakarta 3.71 Baik

Rata-Rata Skor 3.89 BaikSumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan data yag terdapat pada Tabel 4.10 dapat diketahui

penilaian responden tentang prilaku dan etika kerja pegawai berada pada

kategori baik. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai telah

memperlihatkan perilaku dan nilai-nilai etika dalam bekerja. Skor tertinggi

dimiliki oleh Kota Pekanbaru dengan skor 4,13 dan skor terendah dimiliki oleh

Kota Manado dengan skor 3,57.

Page 84: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

76

Hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang Mutasi BKDD

Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa:

“Dalam membangun etika dan perilaku terpuji dari pegawai dalampelaksanaan tugas dan fungsi melalui PP/53 tentang disiplin PNSterutama etika dan budaya kerja pegawai. Pengembangan pembinaandan kesejahteraan pegawai. Dalam membangun komitmen pegawaiterhadap nilai-nilai organisasi adalah melakukan evaluasi etika danperilaku, terutama terhadap nilai-nilai organisasi. Termasukdidalamnya nilai-nilai agama, misalnya bagi pegawai perempuandalam berpakaian menggunakan jilbab”.

Sementara itu, hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Kota

Surakarta menjelaskan bahwa:

“Membangun etika dan perilaku terpuji dari pegawai dalampelaksanaan tugas dan fungsi dapat dilakukan melalui pembinaan danpengawasan secara intensif dan membangun loyalitas bahwa menjadipegawai adalah pilihannya sendiri. Cara organisasi membangunkomitmen pegawai terhadap nilai-nilai organisasi melalui optimalisasibudaya kerja. Sedangkan membangun kedisiplinan kerja pegawai,secara tegas mengenakan sanksi kepada pegawai apabilaindisipliner”.

Hasil wawancara dengan informan pemerintah Kabupaten Pekanbaru

menjelaskan bahwa:

“Cara membangun etika dan perilaku adalah melaluiketeladanan dari pimpinan, dan memberikan reward and punishmentkepada pegawai. Sedangkan cara membangun komitmen pegawaiterhadap niai-nilai organisasi adalah juga meneladani pimpinan danketaatan terhadap norma dan peraturan organisasi”.

Berdasarkan jawaban dari ketiga informan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa membangun etika dan perilaku terpuji dari pegawai dalam bekerja

sangat perlu bagi PNS, karena dengan perilaku dan etika kerja yang baik,

Page 85: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

77

akan membantu kelancaran dan keharmonisan PNS dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Sebagian besar

pemerintah Kab/Kota membangun komitmen pegawai terhadap nilai-nilai

organisasi dan kedisiplinan kerja pegawai dengan memberikan sosialisasi

akan PP 53 tahun 2010 tentang Displin PNS, sehingga setiap pegawai dapat

memahami akan konsekuensi yang harus ditanggung jika mereka melakukan

pelanggaran indispliner.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Asisten II Bidang Administrasi

Sekretariat Kota Manado dapat diketahui bahwa Pemerintah Kota Walikota

telah menetapkan peraturan Walikota tentang Kode Etik PNS yang menjadi

panduan bagi pegawai dalam melaksakan tugas dan pekerjaan mereka

sehari-hari. Selain itu, pemerintah kota sering menyelenggarakan peringatan

hari-hari besar keagamaan untuk memberikan pencerahan spiritual kepada

pegawai, sehingga setiap pegawai dapat menanamkan kesadaran pada diri

mereka untuk melaksanakan pekerjaan dan memberikan pelayanan sebaik-

baiknya kepada masyarakat sebagai bagian dari ibadah kepada sesama.

B. Diskusi dan Pembahasan

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel

4.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden di daerah lokus

penelitian menilai bahwa pemerintah Kabupaten dan Kota telah cukup

mengambil langkah-langkah yang baik dalam mengupayakan peningkatan

Page 86: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

78

kapasitas birokrasi pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat karena sebagian

besar indikator dinilai “baik” oleh responden, kecuali indikator kapasitas

perangkat hukum, yang mendapat penilaian “kurang baik” dari responden

pegawai di daerah lokus penelitian.

Tabel 4.12Rekapitulasi Tanggapan Responden untuk Setiap Indikator

No Indikator Rata-Rata Skor Kategori

1 Kapasitas Sumber Daya Fisik 3,73 BaikA Kapasitas Struktur Organisasi 3.90 BaikB Kapasitas Keuangan 3.92 BaikC Kapasitas Perangkat Hukum 3.43 Kurang BaikD Kapasitas Sarana & Prasarana 3.69 Baik

B Kapasitas Proses Operasional 3.82 BaikA Kapasitas Prosedur 3.70 BaikB Budaya Kerja yang Efektif 3.84 BaikC Kapasitas Kepemimpinan 3.93 Baik

C Perilaku dan Etika 3.78 BaikA Kapasitas Pengetahuan 3.77 BaikB Kapasitas Keterampilan 3.70 BaikC Perilaku dan Etika 3.89 Baik

Rata-Rata Skor 3.77 BaikSumber: Data Primer, 2012

Analisis hasil penelitian untuk masing-masing indikator pada Tabel 4.11

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 87: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

79

1. Kapasitas Sumber Daya Fisik

Pengembangan kapasitas sumber daya fisik ditekankan pada

perbaikan kapasitas infratstruktur yang dibutuhkan organisasi untuk dapat

mengembangkan kemampuan organisasi dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Kapasitas sumber daya fisik dalam penelitian ini dapat diukur dengan empat

indikator, yaitu kapasitas struktur, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat

hukum (aturan), dan kapasits sarana dan prasarana.

Struktur organisasi yang baik dan tepat dapat menjawab tantangan

perubahan yang dihadapi oleh organisasi. Struktur organisasi yang baik

menganut prinsip miskin struktur dan kaya fungsi. Pemerintah telah

mengeluarkan PP 41 Tahun 2007 yang dapat menjadi panduan bagi

pemerintah Kabupaten/Kota dalam mendesain struktur organisasi. Semua

daerah yang menjadi lokus penelitian telah menggunakan PP 41/2007 dan

Permendagri 57/2008, dalam menentukan struktur organisasinya. Struktur

organisasi yang didesain sesuai dengan fungsi, beban tugas, dan

kewenangan yang dimiliki sangat berperan terhadap efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi . Stuktur yang baik juga tidak

menghalangi koordinasi dan komunikasi, sehingga dapat menjawab

tantangan munculnya disharmonisasi atau konflik internal dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi.

Page 88: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

80

Ketersediaan sumber daya keuangan merupakan faktor yang sangat

menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai pelaksanaan tugas

dan fungsinya. Pengelola keuangan pemerintah daerah yang dapat

mengelola sumber daya keuangannya dengan baik, mulai dari tahap

penyusunan anggaran, pengalokasian anggaran, hingga

pertanggungjawaban dan penyusunan laporan keuangan sangat membantu

setiap satuan kerja di lingkup pemerintah kabupaten/kota dalam mencapai

program dan kegiatan sesuai dengan apa yang tertuang dalam rencana kerja

masing-masing satker yang mengacu pada rencana kerja pemerintah daerah.

Berdasarkan data hasil peneltian dapat diketahui bahwa sebagian

besar daerah lokus menilai bahwa pemerintah daerah telah melakukan

upaya-upaya yang cukup sistematis untuk mengelola keuangan sesuai

dengan PP 58/2005 dan Permendagri No.13/2006 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah. Mulai dari tahap penyusunan anggaran yang melibatkan

seluruh satker dan unit kerja, pengalokasian anggaran yang telah sesuai

dengan beban tugas dan fungsi organisasi, serta pertanggungjawaban

anggaran yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Selain itu,

penyusunan laporan keuangan juga telah mengacu pada PP 24/2005tentang

Standar Akuntansi Pemerintah, sehingga tiga daerah lokus, yaitu Pemerintah

Kota Solo, Pemerintah Kota Pekanbaru, dan Pemerintah Kabupaten Luwu

Utara telah menempuh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam

penyajian laporan keuangannya.

Page 89: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

81

Kepastian hukum dan kejelasan regulasi merupakan faktor yang

sangat menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai pelaksanaan

visi dan misinya. Daerah yang memiliki regulasi yang jelas dan diterapkan

secara konsisten dan adil membuat birokrasi dapat bekerja dengan baik

untuk mencapai pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi secara efektif dan

efisien.

Rekapitulasi data yang menunjukkan di beberapa daerah hanya berada

pada level “kurang baik” memberikan indikasi bahwa pengembangan

kapasitas dibidang perangkat hukum menghadapi suatu kondisi

permasalahan tertentu. Penilaian responden di daerah lokus yang sebagaian

besar menilai kapasitas perangkat hukum kurang baik, adalah kota

Pakanbaru, Surakarta, dan Manado. Dari hasil wwancara mendalam,

permasalahan ini disebabkan karena adanya aturan dalam pelaksanaan

tugas yang kadang tumpang tindih, dan kurangnya konsistensi dalam

pelaksanaan aturan. Hal ini biasanya disebabkan kurangnya sosialisasi

terhadap kebijakan, dan rendahnya komitmen pimpinan untuk menegakkan

aturan secara adil dan konsisten.

Ketersediaan sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang tidak

kalah penting dalam mencapai pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi

secara efektif dan efisien. Pengalokasian sarana dan fasilitas kerja yang

sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit kerja, serta pemeliharaan dan

Page 90: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

82

pendayagunaan inventaris sangat menunjang pegawai dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di daerah

lokus dapat diketahui bahwa sebagaian besar daerah masih sementara

memperbaiki proses pengelolaan barang dan jasa sesuai dengan PP 38

tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dimana

pengelolaan barang dan jasa sekarang ini tidak lagi semudah dulu.

Diperlukan kecermatan dan pencatatan yang akurat, mulai dari tahap

pengadaan barang milik daerah (BMD), hingga tahap pengawasan dan

pelaporan barang milik daerah. Penggunaan BMD diarahkan sesuai batasan-

batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang

penyelenggaraan tupoksi pemerintahan secara optimal.

2. Kapasitas Proses Operasional

Kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan) sangat penting dalam

menentukan keberhasilan organisasi mencapai visi dan misinya.

Ketersediaan dokumen proses operasional menjadi pedoman bagi pegawai

dalam melaksanakan pekerjaan mereka sehari-hari, sekaligus menjadi

panduan dalam memberikan jaminan pelayanan yang berkualitas kepada

masyarakat. Pengembangan kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan)

dalam penelitian ini terdiri atas pengembangan kapasitas prosedur kerja,

Page 91: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

83

pengembangan kapasitas budaya kerja, dan kapasitas kepemimpinan yang

efektif.

Tersedianya dokumen prosedur kerja untuk setiap kegiatan dan jenis

pelayanan tidak saja bermanfaat bagi pegawai dalam melaksanakan

pekerjaan dan tugas mereka sehari-hari, tetapi juga dapat menjadi informasi

bagi masyarakat akan tahapan-tahapan pelayanan yang harus mereka lalui

dalam mendapatkan pelayanan yang baik, dengan catatan bahwa prosedur

atau standar pelayanan tersebut disosialisasikan kepada masyarakat.

Berdasarkan jawaban dari informan di daerah lokus penelitian, dapat

diketahui bahwa sebagian daerah lokus telah mengembangkan standard

operating procedure (SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap pegawai

dalam pelaksanaan program dan kegiatan, yaitu Kota Surakarta dan Kota

Pekanbaru. Sebagian yang lain masih menggunakan dokumen peraturan

tertulis yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Oleh

karena itu, disarankan agar setiap daerah lokus dapat melakukan perbaikan

proses operasional dengan menyusun prosedur operasi standar (SOP) dan

dapat mensosialisasikannya kepada seluruh pegawai, yang tidak hanya

menjadi pedoman bagi pegawai untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari,

tetapi juga memberikan panduan dalam memberikan pelayanan yang

berkualitas kepada masyarakat.

Hal lain yang dapat meningkatan kapasitas proses operasional dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi adalah kebiasaan-kebiasaan positif

Page 92: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

84

dan nilai-nilai yang berkembang dari hasil interaksi antara pegawai, dan

interaksi antara pimpinan dengan pegawai. Budaya kerja yang efektif akan

membuat hubungan kerja dan komunikasi terjain dengan baik, sehingga

koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi akan mudah dilaksanakan. Iklim

kerja yang harmonis akan mempertahankan motivasi kerja pegawai dan

mengurangi konflik disfungsional pada organisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten dan Kota

di daerah lokus penelitian telah mengupayakan beberapa metode untuk

memperbaiki budaya kerja yang efektif. Setiap pejabat di Pemerintah Kota

Pakanbaru, Pemerintah Kota Surakarta, dan Pemerintah Kota Palangkaraya

membuat pernyataan kesanggupan diri atau disebut dengan pakta integritas

yang menyatakan komitmen untuk menjalankan aturan dan kewajiban bagi

pencapaian tugas dan fungsi organisasi. Namun demikian sebagian daerah

masih mengeluhkan sistem reward yang kurang proporsional dan belum

berorientasi pada kinerja, begitu juga dengan sistem punishment yang

kurang tegas sehingga belum berdampak pada peningkatan kedisiplinan dan

kesungguhan pegawai untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi

pencapaian visi dan misi organisasi.

Kapasitas proses operasional juga tergantung pada kepemimpinan

yang efektif, kepemimpinan yang memberikan teladan dan menularkan

kebiasaan-kebiasaan positif kepada pegawai, sehingga memampukan dan

Page 93: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

85

memberdayakan staf, serta dapat mendorong pegawai untuk memberikan

kontribusi terbaiknya bagi pencapaian visi dan misi organisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemerintah

Kabupaten dan Kota di daerah lokus penelitian telah menjalankan praktek

kepemimpinan efektif, dengan adanya komitmen dan keseriusan dari seluruh

pimpinan unit di setiap SKPD untuk duduk bersama merumuskan renstra

masing-masing sesuai dengan RPJM Kab/Kota. Hampir semua informan juga

memberikan keterangan bahwa pimpinan memberikan pengarahan dan

kontrol yang baik kepada setiap pegawai dalam pelaksanaan tugas. Namun

demikian, hampir semua jawaban yang diberikan informan tidak menunjukan

upaya-upaya khusus yang cukup sistematis yang dilakukan oleh pimpinan

untuk memotivasi dan memberdayakan pegawai dalam meningkatkan kinerja

mereka.

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

Kapasitas sumber daya manusia aparatur pemerintah Kabupaten/Kota

sangat menentukan kapasitas birokrasi pemerintah Kabupaten dan Kota

yang dapat diukur dari kapasitas pengetahuan, kapasitas keterampilan, serta

perilaku dan etika kerja pegawai.

Sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi dan

pengetahuan yang cukup akan tugas dan fungsi organisasi sangat penting

dalam memberikan dan menyampaikan layanan publik yang berkualitas

Page 94: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

86

kepada setiap stakeholders. Oleh karena itu pemerintah kabupaten dan kota

perlu melakukan upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kompetensi

dan pengetahuan pegawai, baik melalui pendidikan formal, maupun dengan

pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai.

Berdasarkan jawaban dari ketiga informan dapat dilihat bahwa

sebagian besar pemerintah Kab/Kota telah mengembangkan upaya-upaya

untuk mengembangkan kapasitas pengetahuan pegawai, baik melalui

pemberian kesempatan untuk melanjutkan pendidikan formal, maupun

dengan mengadakan pelatihan-pelatihan teknis fungsional kepada pegawai.

Namun demikian, sebagian besar kegiatan tesebut masih bersifat parsial-

parsial di masing-masing SKPD, belum dikaitkan dengan kebutuhan daerah

kedepan seperti yang tertuang dalam rencana strategis pemerintah

kabupaten dan kota. Seharusnya sasaran-sasaran strategis dalam renstra

(rencana strategis) juga menentukan jenis, jumlah dan kualitas SDM yang

dibutuhkan di setiap SKPD yang ada di daerah.

Pengembangan keterampilan SDM harus menjadi prioritas pemerintah

daerah, karena SDM yang berkualitas prima akan mampu mendorong

terbentuknya kinerja organisasi yang optimal. Oleh karena itu, pemerintah

daerah selaiknya menempuh langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan

keterampilan SDM, sehingga citra PNS tidak lagi dianggap sebagai pegawai

yang tidak professional dan hanya berkerja sesuai dengan perintah atasan.

Page 95: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

87

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemerintah

daerah telah melaksanakan upaya-upaya yang cukup baik untuk

meningkatkan keterampilan pegawai, baik melalui diklat-diklat teknis dan

fungsional, maupun dengan menempatkan pegawai sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki. Pemerintah Kota Surakarta membuat kebijakan

dalam penempatan kerja, termasuk mutasi dan promosi, dimana masa kerja

pegawai di satu tempat tidak melebihi 8 tahun. Jika pegawai tidak dipromosi,

maka yang bersangkutan dimutasi di tempat lain, sehingga diharapkan

wawasan pegawai berkembang, sekaligus meminimalkan kejenuhan dan

keterbatasan keahlian pegawai hanya pada satu bidang pekerjaan.

Kapasitas dan kualitas seorang pegawai tidak hanya semata

ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas

dan beban kerja yang dberikan kepadanya. Lebih dari itu, banyak bukti

empirik menunjukkan bahwa keberhasilan seorang pegawai juga ditentukan

oleh perilaku dan etika kerja mereka. Peran pimpinan sangat penting untuk

menciptakan iklim kerja yang kondusif dan memberikan keteladanan positif,

sehingga setiap pegawai dapat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam

bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemerintah

Kabupaten dan Kota membangun komitmen pegawai terhadap nilai-nilai

organisasi dan kedisiplinan kerja pegawai dengan memberikan sosialisasi

Page 96: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

88

akan PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, sehingga setiap pegawai dapat

memahami akan konsekuensi yang harus ditanggung jika mereka melakukan

pelanggaran indispliner. Adapun pemerintah Kota Manado telah menetapkan

peraturan Walikota tentang Kode Etik PNS yang menjadi panduan bagi

pegawai dalam melaksakan tugas dan pekerjaan mereka sehari-hari. Selain

itu, pemerintah kota sering menyelenggarakan peringatan hari-hari besar

keagamaan untuk memberikan pencerahan spiritual kepada pegawai,

sehingga setiap pegawai dapat menanamkan kesadaran pada diri mereka

untuk melaksanakan pekerjaan dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat sebagai bagian dari ibadah kepada sesama.

Untuk mengetahui perbandingan indikator masing-masing sub variable

di Kabupaten dan Kota yang menjadi lokus penelitian, berikut akan disajikan

tabel rekapitulasi masing-masing indikator di setiap daerah yang menjadi

lokus penelitian.

Page 97: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

89

Tabel 4.12

Rekapitulasi Perbandingan Daerah dengan Nilai Tertinggi dan Terendah

NO INDIKATOR RATA-RATA SKORTERTINGGI TERENDAH

A Sumber Daya Fisik1 Kapasitas Struktur Organisasi Luwu Utara 4.07 Manado 3.802 Kapasitas Keuangan Luwu Utara 4.23 Manado 3.533 Kapasitas Perangkat Aturan Palangkaraya 3.74 Manado 3.244 Kapasitas Sarana dan Prasarana Luwu Utara 4.07 Manado 3.47

B Proses Operasional1 Kapasitas Prosedur Kerja Luwu Utara 3.86 Manado 3.492 Budaya Kerja Yang Efektif Luwu Utara 3.99 Manado 3.693 Kapasitas Kepemimpinan Luwu Utara 4.06 Manado 3.83

C Perilaku dan Etika1 Pengetahuan Luwu Utara 3.94 Manado 3.602 Keterampilan Pekanbaru 3.99 Manado 3.393 Prilaku dan Etika Pekanbaru 4.13 Manado 3.57Sumber : data primer diolah, 2012

Berdasarkan data yang terlihat pada Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa

daerah tertinggi yang diniliai responden memiliki indikator-indikator yang baik

dalam pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah, adalah berturut-turut

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Pemerintah Kota Pekanbaru, dan

Pemerintah Kota Palangkaraya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang terdiri dari pegawai pemerintah Kabupaten

dan Kota yang menjadi lokus penelitian menilai bahwa ketiga pemerintah

daerah tersebut telah direspon positif oleh pegawainya telah menempuh

langkah-langkah yang baik dalam upaya meningkatkan kapasitas birokrasi

Page 98: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

90

pemerintah di daerahnya. Adapun Pemerintah Kota Manado dinilai oleh

responden pegawai di daerahnya kurang baik dalam mengupayakan

kapasitas birokrasi pemerintahnya dibandingkan dengan penilaian responden

pegawai pemerintah daerah lain yang menjadi lokus penelitian.

Meskipun Tabel 4.12 hanya merupakan data persepsi dari masing-

masing pegawai pemerintah di daerah lokus penelitian yang belum tentu

menunjukkan bahwa daerah tertentu lebih baik atau lebih buruk dalam

mengupayakan peningkatan kapasitas birokrasi pemerintah di daerah mereka

masing-masing, namun dari data tersebut, paling tidak dapat diketahui

seberapa positif penilaian responden pegawai akan upaya-upaya pemerintah

daerah dalam meningkatkan kapasitas birokrasi pemerintah di daerah mereka

masing-masing.

Page 99: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

91

BAB VPENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara umum

kapasitas birokrasi pemerintah Kabupaten dan Kota cukup baik. Beberapa

daerah telah menempuh langkah-langkah untuk mengembangkan kapasitas

birokrasi pemerintah di daerahnya, baik pada aspek pengembangan

kapasitas sumebr daya sumber daya fisik organisasi, kapasitas proses

operasional, dan kapasitas sumber daya manusia aparatur.

1. Kapasitas Sumber Daya Fisik

Pengembangan kapasitas sumber daya fisik secara umum cukup baik,

Dari empat indikator yang menjadi parameter untuk menilai kapasitas sumber

daya fisik, yaitu kapasitas struktur, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat

hukum (aturan), dan kapasitas sarana dan prasarana, hanya satu indikator

yang mendapat penilaian kurang baik, yaitu kapasitas perangkat hukum

(aturan). Hal ini lebih disebabkan karena sering terdapat aturan dalam

pelaksanaan tugas yang tumpang tindih, dan juga karena kurangnya

konsistensi dalam pelaksanaan aturan. Hal ini biasanya disebabkan

kurangnya sosialisasi terhadap kebijakan, dan rendahnya komitmen

pimpinan untuk menegakkan aturan secara adil dan konsisten.

Page 100: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

92

2. Kapasitas Proses Operasional

Pengembangan Kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan)

secara umum baik. Semua indikator untuk mengukur pengembangan

kapasitas proses operasional, yaitu kapasitas prosedur kerja, kapasitas

budaya kerja, dan kapsitas kepemimpan, mendapat penilaian yang baik dari

responden. Ketersediaan dokumen prosedur kerja dan standar pelayanan,

budaya kerja dan kepemimpinan yang efektif sangat dibutuhkan oleh

pegawai untuk melaksanakan tugas dan fungsi mereka secara efektif dan

efisien.

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

Pengembangan kapasitas sumber daya manusia birokrasi pemerintah

daerah, yang dilihat dari indikator pengembangan kapasitas pengetahuan

pegawai, keterampilan pegawai, serta perilaku dan etika kerja dinilai baik

oleh sebagian besar responden. Sebagian besar pemerintah Kabupaten dan

Kota telah mengembangkan upaya-upaya untuk mengembangkan kapasitas

pengetahuan pegawai, baik melalui pemberian kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan formal, maupun dengan mengadakan pelatihan-

pelatihan teknis fungsional kepada pegawai. Namun demikian, sebagian

besar kegiatan tesebut masih bersifat parsial-parsial di masing-masing

SKPD, belum dikaitkan dengan kebutuhan daerah kedepan seperti yang

tertuang dalam rencana strategis pemerintah daerah.

Page 101: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

93

B. SARAN-SARAN

1. Upaya-upaya pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah daerah

seharusnya dilaksanakan secara sistemik dan dikaitkan dengan program

reformasi birokrasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan

demikian setiap program/kegiatan yang dilakukan oleh setiap

SKPD/satker tidak parsial-parsial dan selaras dengan rencana strategis

dan rencana kerja pemerintah daerah.

2. Pemerintah daerah dalam menerbitkan peraturan (Perda, Perwalikota,

atau Peraturan Bupati) harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi,

dan sebisa mungkin tidak bertentangan. Hal ini untuk menghindari adanya

regulasi yang tumpang tindih yang akan mengacaukan efektivitas

pelaksanaan tugas dan fungsi.

3. Pengembangan kapasitas SDM Aparatur harus menjadi prioritas

pemerintah daerah, karena SDM yang berkualitas akan mampu

mendorong terbentuknya kinerja organisasi yang optimal. Oleh karena itu,

pemerintah daerah sedapat mungkin mengambil langkah-langkah kongkrit

untuk meningkatkan keahlian dan kompetensi pegawai yang dikaitkan

dengan kebutuhan daerah kedepan seperti yang tertuang dalam rencana

strategis pemerintah daerah. Sasaran-sasaran strategis dalam renstra

(rencana strategis) pengembangan SDM harus dapat menentukan jenis,

jumlah dan kualitas SDM yang dibutuhkan di setiap SKPD/satker yang

ada di daerah.

Page 102: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

94

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, Edward.J., 1994, Planning Local Economic Development,Theory and Practice, 2nd edition, Sage Publication

Brown, Lisanne; Lafound Anne; Macintyre, Kate, 2001, MeasuringCapacity Building, Carolina Population centre/University of NorthCarolina, Chapel Hill

Eade, D., 1998 capacity Building : An Approach to People-CentretedDevelopment, Oxford, UK : Oxfam, GB

Edralin, J.SI, 1997, The New Local Governance and Capacity Building :A Strategic Approach, Regional Development Studies, Vol. 3, p.148-150

Finn, J.L., dan Barry Checksowai, 1998, young people as Cometentcommunity, Builders : A Challenge to Social Work”, “Social Work”,Vol 43, p. 4-6

Fiszbein, A., 1997, The Emergence of Local Capacity : Lessen FromColumbia, World Development, Vol. 25 (7), p. 1029-1043

Goldberg, Lenny, 1996, Come The Devoluion, The American Prospect,Winter

Grindle, M.S., (editor), 1997, Getting Good Government : CapacityBuilding in the Public Sector of Developing Countries, Boston, MA: Harvard Institute for International Development.

Ikhsan, M., Pengelolaan Aset Organisasi yang Berbasis Pengetahuan,Jurnal Forum Inovasi, Capacity Building & Good Governance,Vol.4, November 2002, h.11, PPs PSIA-FISIP UI

Indrajit, Richardus Eko, 2002, Electronic Government, StrategiPembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan PublikBerbasis Teknologi Digital, ANDI Yogyakarta.

Mawhood, Philip, 1987, Local Government In the Third World, New York: John Wiley & Son

Page 103: Capacity-Building-Birokrasi-Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia.pdf

95

Mentz, J.C.N., 1997, Personal and Institution Factor In Capacity Buildingand Intutional Factor in Capacity Building and InstitutionalDevelopment, Working Paper No. 14, Maastrict : ECDPM

MILEN, Anni, 2001, What Do We Know About Capacity Building ?, AnOverview of Existing Knowledge and Good Practice, World HealthOrganization (Departement of Health Service Provision), Geneva

Morrison, Terrence, 2001, Actoinable Learning – A Handbook forCapacity Building Through Case Based Learning. ADB Institute

Rondinelli, 1993, Government Ddecentralization in CamparativePerspective: Theory And Practice in Developing Countries.International Review of Administrative Science. No.1

Senge, P., 1990, The Fifth Discipline, The Art and Practice of LearningOrganization, London: Century

Sparringa, Daniel, A., 2001, :Wacana Pemerintahan yang baik GoodGovernance dan Transisi Demokrasi”, Jurnal Forum inovasi ,Capacity Building & Good Governments,PPs PSIA-FISIP UIVol.1,p.53-58

Whittaker James B,1995,The Governments Performance and ResultAct of 1993: A Mandate for Strategic Planning and performanceMeasurement, Educational Service Institute, Arlington, Virginia.

Widodo, Joko, 2001, Good Governance, Telaah dari DimensiAkuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi danOtonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya.

Van Rooyen, E.J.,1999, “Capacity Building in Developing Countries:Human and Environmental Dimensions”,dalam Agrica Today,vol.46 No.2:32-36

Yuwono, Teguh, 2003, “Capacity Building and Local Government :Concept and Analysis”, Makalah pada seminar InternasionalDemocracy and Local Politics diselenggarakan oleh PSSATUGM, STPMD “APMD, UAJY, Yogyakarta, 7-8 Januari.