Calon Skripsi Bab 5
-
Upload
yuliazra-arsyad -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
description
Transcript of Calon Skripsi Bab 5
BAB V
PEMBAHASAN
A. Gambaran Pemberian Terapi ARV
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.1 didapatkan gambaran
pemberian terapi ARV didominasi oleh kelompok kombinasi dengan
Nevirapine (AZT+3TC+NVP/ TDF+3TC+NVP) sebanyak 47 orang atau
94%, dan kelompok kombinasi dengan Efavirenz (AZT+3TC+EFV/
TDF+3TC+EFV) hanya 3 orang atau 6%. Hal ini terjadi karena kombinasi
dengan Nevirapine merupakan kombinasi pilihan peratama yang ditetapkan
oleh pemerintah untuk pasien yang tidak mempunyai kelainan fungsi hati
dan darah.
Nevirapine juga merupakan obat dari golongan NNRTI yang
menjadi pilihan karena tersedia, mudah diperoleh dan lebih murah dari
Efavirenz, tetapi sering menimbulkan ruam kulit ringan sampai berat yang
mengancam jiwa, termasuk sindrom Steven Jhonson, berpotensi
menimbulkan hepatotoksik berat terutama pada perempuan dengan CD4
>250 sel/mm3.
Sedangkan Efavirenz digunakan sebagai pengganti Nevirapine pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi hati, pada ko-infeksi TB-HIV yang
menggunakan rifampisin atau pasien yang mengalami ruam kulit atau
kelainan fungsi hati karena pemakaian Nevirapine. Walau efek yang tidak
diinginkan dari Efavirenz lebih mudah ditoleransi daripada Nevirapine
35
36
tetapi karena Efavirenz lebih mahal, sehingga menjadi pilihan untuk
golongan NNRTI adalah Nevirapine (Depkes, 2007).
B. Frekuensi Kejadian Peningkatan Kadar SGPT Akibat ARV
Frekuensi kejadian peningkatan kadar SGPT akibat ARV pada
pasien HIV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 dengan jumlah
sampel sebanyak 50 orang didapatkan hasil yaitu 9 orang atau 8% dengan
kejadian hepatotoksisitas akibat ARV berdasarkan derajat yaitu 3 orang atau
6% mengalami toksisitas derajat 1, 2 orang atau 4% mengalami
hepatotoksisitas derajat 2, 3 orang atau 6% mengalami hepatotoksisitas
derajat 3 dan 1 orang atau 2% mengalami hepatotoksisitas derajat 4 yang
potensial mengancam jiwa.
Hasil pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sanne I et al., (2005)
dari 468 sampel didapatkan 66 orang atau 14% mengalami peningkatan
kadar SGPT. Penelitian di Ethiopia oleh Wondemagegn et al., (2013) total
kejadian peningkatan SGPT sebagai penyebab hepatotosisitas akibat ARV
adalah sebanyak 32% dari 269 sampel yang diteliti. Variasi hasil pada
penelitian ini dan penelitian sebelumnya mungkin dikarenakan perbedaan
karakteristik populasi, definisi hepatotoksisitas yang berbeda, pemantauan
dan durasi terapi.
C. Distribusi Frekuensi Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4, didapatkan proporsi usia
dengan peningkatan kadar SGPT bervariasi. Pada kelompok usia 17-25
37
tahun terjadi peningkatan kadar SGPT sebanyak 3 orang, kelompok usia 36-
45 tahun sebanyak 3 orang, kelompok 26-35 tahun sebanyak 1 orang, 46-55
sebanyak 1 orang, dan usia 56-65 tahun sebanyak 1 orang. Hasil penelitian di
Afrika oleh Kalyesubula et al., (2011) juga didapatkan hasil yang tidak jauh
berbeda bahwa hepatotoksisitas akibat antiretroviral terjadi pada usia rata-
rata 33 tahun. Perbedaan usia bukan merupakan faktor penentu peningkatan
SGPT (Wondemagegn et al., 2013). Namun hasil peneitian ini dapat
dikaitkan dengan prevalensi HIV tertinggi terdapat pada usia produktif dan
seksual aktif yaitu usia 20-39 tahun (Ditjen PPM & PL Depkes RI , 2013).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan proporsi jenis
kelamin terbanyak yang mengalami peningkatan kadar SGPT adalah laki-
laki sebanyak 7 orang atau 78% dan perempuan sebanyak 2 orang atau 22%.
Namun hasil berbeda ditemukan pada penelitian Sanne I (2013) bahwa
toksisitas lebih banyak terjadi pada perempuan sebesar 20,1% dibanding
dengan laki-laki sebesar 12,8%. Perbedaan jenis kelamin bukan merupakan
faktor penentu peningkatan kadar enzim hati dan ini terjadi karena program
dari patogenesis HIV dan metabolisme obat pada manusia umumnya tidak
tergantung jenis kelamin (Wondemagegn et al., 2013).
D. Hubungan Pemberian Terapi ARV terhadap Peningkatan Kadar SGPT
SGPT adalah enzim metabolik yang terlibat dalam transfer gugus
amino dari asam amino-a untuk oxoacid, dalam fosfat pridoksal sebagai
kofaktor. Enzim ini hadir dalam konsentrasi tinggi dalam sel-sel hati
38
(hepatosit). Kerusakan membran sitoplasma sel hati yang dapat disebabkan
oleh peradangan atau kebocoran isi sitoplasma yang menyebabkan
peningkatan yang relatif lebih besar pada SGPT dibanding SGOT. Di sisi
lain,jika kerusakan terjadi baik pada mitokondria dan membran sitoplasma,
terjadi peningkatan secara peroporsional lebih besar baik pada SGOT dan
SGPT. Oleh karena itu SGPT dan SGOT disebut sebagai penanda kerusakan
hepatoseluler (Wood et al., 2003).
Efikasi rendah terapi obat tunggal telah menyebabkan kombinasi
setidaknya tiga obat antiretroviral. Pengenalan ARV telah dikonfirmasi
menyebabkan toksisitas terkait obat. Kerusakan mitokondria dianggap
sebagai salah satu mekanisme kerusakan hati dan peningkatan ezim SGOT
dan SGPT disebabkan oleh ARV (Hooshyar et al., 2006).
Penelitian tentang hubungan antara pemberian terapi ARV terhadap
kadar SGPT pada pasien HIV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun
2014 tidak terbukti signifikan. Setelah dilakukan analisis data dengan
menggunakan uji statistik Chi square tidak didapatkan hubungan yang
bermakna antara kombinasi ARV kelompok Nevirapine dan kelompok
Efavirenz dengan peningkatan kadar SGPT (p=0,544). Walaupun temuan
secara klinis didapatkan angka toksisitas antara sampel yang menggunakan
kombinasi ARV dengan Efavirenz. Seluruh responden atau 9 orang yang
menggunakan kombinasi ARV dengan Nevirapine mengalami peningkatan
kadar SGPT. Hal ini dikarenakan kekuatan penelitian yang kurang akibat
subjek yang diteliti lebih kecil dari semestinya.
39
Namun hasil penelitian berbeda dikemukakan oleh Sanne I (2013)
bahwa hepatotoksisitas mempunyai hubungan bermakna dengan kombinasi
ARV. Sanne mendapatkan bahwa kejadian hepatotoksisitas lebih beresiko
pada kelompok dengan kombinasi ARV berbasis Nevirapine dibandingkan
dengan kelompok kombinasi ARV berbasis Efavirenz (p=0,001). Hasil
penelitian serupa juga didapatkan oleh Sulkowski (2004) bahwa
hepatotoksisitas akibat Nevirapine lebih tinggi yaitu 15,6% dibandingkan
dengan Efavirenz (8%). Toksisitas terkait Nevirapine terjadi akibat reaksi
immunoalergik (Lee WM, 2003). Kerusakan mitokondria dianggap sebagai
salah satu mekanisme kerusakan hati dan peningkatan enzim hati (Havlir,
2003).
E. Kelemahan Penelitian
Kelemahan dari penelitian ini adalah jumlah sampel sangat sedikit,
kurang lengkapnya informasi data dari rekam medis, banyaknya variabel-
variabel yang tidak bisa diteliti, seperti riwayat penggunaan alkohol, lama
terapi dan riwayat infeksi hepatitis B dan C.