Cad,Gagal Jantung

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 2.1.1 Definisi Diabetes adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan terjadinya resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak memadai, atau gabungan keduanya. Manifestasi klinis gangguan tersebut adalah hiperglikemia. Pasien diabetes diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh defisiensi absolut insulin, dan diabetes tipe 2 didefinisikan adanya resistensi insulin dengan meningkatnya kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai. Wanita yang mengalami diabetes selama masa kehamilan dikelompokkan sebagai diabetes gestasional. Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang dikaitkan dengan masalah metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan dapat menimbulkan komplikasi kronik seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Dipiro, 2007) 2.1.2 Etiologi DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita DM. Umumnya berusia diatas 45 tahun. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

description

kedokteran

Transcript of Cad,Gagal Jantung

Page 1: Cad,Gagal Jantung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Tipe 2

2.1.1 Definisi

Diabetes adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan terjadinya

resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak memadai, atau gabungan keduanya.

Manifestasi klinis gangguan tersebut adalah hiperglikemia. Pasien diabetes

diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh

defisiensi absolut insulin, dan diabetes tipe 2 didefinisikan adanya resistensi

insulin dengan meningkatnya kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai.

Wanita yang mengalami diabetes selama masa kehamilan dikelompokkan sebagai

diabetes gestasional.

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang dikaitkan dengan masalah metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein dan dapat menimbulkan komplikasi kronik seperti gangguan

mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Dipiro, 2007)

2.1.2 Etiologi

DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai

90-95% dari keseluruhan populasi penderita DM. Umumnya berusia diatas 45

tahun. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan

DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang

gerak badan.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 2: Cad,Gagal Jantung

Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2, terutama yang

berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup

didalam darahnya. Disamping kadar glukosa yang juga tinggi. DM tipe 2 bukan

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin

gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini

mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun protein dan lemak. Pada

diabetes tipe II ini, pankreas masih mempunyai beberapa fungsi sel yang

menyebabkan kadar insulin bervariasi yang tidak cukup untuk memelihara

homeostasis glukosa. Pasien dengan diabetes tipe II ini seringkali gemuk dan

sering dihubungkan dengan organ target yang membatasi respon insulin endogen

dan eksogen. Pada beberapa kasus, resistensi insulin disebabkan oleh penurunan

jumlah reseptor insulin (Mycek, 2001).

Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam

lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan pengambilan

glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan gangguan pada

pengontrolan glukosa darah.

2.1.3.1 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus

Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem organ

tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah penyakit

makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 3: Cad,Gagal Jantung

1. Komplikasi Makrovaskuler

3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita

diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD),

penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral

Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga

terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi

makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita

hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit

komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome

X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin

Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya

pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus

dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar

kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan

darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar

mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan

gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan

lain sebagainya (Depkes RI, 2005).

2. Komplikasi Mikrovaskeler

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.

Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk

HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh

dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang

mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 4: Cad,Gagal Jantung

retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia,

ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat

terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko

komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk

perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat

keparahan diabetes (Depkes RI, 2005).

Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat

jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar

gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan

insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring

kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi

mikrovaskular sampai 60% (Depkes RI, 2005).

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya akan diperkirakan bila ada

keluhan khas gejala hiperglikemia berupa poliuria, polidipsia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (Scobie, 2007; Soegondo dkk, 2004).

Jika keluhan khas ada maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 11, 1 mmol/l (200 mg/dl) dan pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa (tidak adanya asupan kalori yang masuk selama

minimal 8 jam) ≥ 7,0 mmol/l (126 mg/dl ) (Holt and Kumar, 2010; Scobie, 2007;

Soegondo dkk, 2004). Diperlukan pemeriksaan kembali kadar glukosa darah

melalui hasil tes toleransi glukosa oral. Diberikan 75 gram glukosa yang

dilarutkan dalam 250-350 ml air, setelah 2 jam baru diukur kadar glukosa

darahnya (Holt and Kumar, 2010). Bila didapatkan kadar glukosa darah setelah 2

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 5: Cad,Gagal Jantung

jam pemberian larutan glukosa ≥ 11,1 mmol/l (200 mg/dl), maka dapat dikatakan

seseorang menderita diabetes melitus (Holt and Kumar, 2010; Scobie, 2007;

Soegondo dkk, 2004).

Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis Glukosa Plasma

Puasa Glukosa Plasma 2 Jam setelah makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL Pra-diabetes 100 – 125 mg/dL - IFT atau IGT - 140 – 199 mg/dL Diabetes ≥126 mg/dL >200 mg/dL Keterangan: IFT = Impaired Fasting Glucose (IFG) IGT = Impaired Glucose Tolerance (Sumber: Depkes RI, 2005)

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk

menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut

dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang

abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang

abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral

didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL (Depkes RI,

2005)

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut American Diabetes

Association didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa plasma baik pada keadaan

puasa (Fasting Plasma Glucose/FPG) atau setelah Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO). Puasa adalah keadaan tanpa asupan makanan/kalori selama minimal 8

jam (Depkes RI, 2005).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 6: Cad,Gagal Jantung

2.1.5 Penatalaksanaan

Tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani kadar gula darah adalah:

a. Diet

Karena diet merupakan langkah awal dari usaha untuk penanganan diabetes.

b. Gerak badan

Latihan fisik atau olahraga teratur dapat memperbaiki pengendalian kadar glukosa

karena meningkatkan sensitivitas insulin.

d. Farmakoterapi

1. Obat antidiabetik oral

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat

dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik

oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan

fenilalanin).

b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel

terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan

tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin

secara lebih efektif.

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang

bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk

mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).

Disebut juga “starch-blocker”.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 7: Cad,Gagal Jantung

2. Insulin

Insulin disintesis di sel β pankreas dari prekursor 110 asam amino rantai

tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah translokasi melalui membran

retikulum endoplasma kasar, peptide penanda N-terminal 24-asam amino dari

preproinsulin segera dipotong untuk membentuk proinsulin. Disini molekul akan

melipat dan terbentuk ikatan disulfida. Pada konversi proinsulin manusia menjadi

insulin di kompleks Golgi, empat asam amino basa dan peptida C atau peptida

penghubung yang tersisa dihilangkan melalui proteolisis. Hal ini menghasilkan

dua rantai peptida molekul insulin (A dan B), yang mengandung ikatan disulfida

satu intrasubunit dan dua intrasubunit. Rantai A biasanya terdiri dari 21 residu

asam amino dan rantai B memiliki 30 residu (Gilman, 2007).

Untuk tujuan terapeutik, dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam

unit (U). Tradisi ini dimulai ketika sediaan hormon belum murni dan perlu untuk

menstandardisasi sediaan ini melalui uji hayati. Satu unit insulin setara dengan

jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah pada

kelinci yang berpuasa menjadi 45 mg/dl. Sediaan homogen insulin manusia

mengandung antara 25-30 U/mg (Gilman, 2007).

Insulin merupakan hormon utama yang bertanggungjawab untuk

mengontrol ambilan, penggunaan dan penyimpanan nutrisi sel. Jaringan target

yang penting untuk pengaturan homeostasis glukosa oleh insulin adalah hati, otot,

dan lemak, tetapi insulin juga menggunakan efek pengaturan yang kuat terhadap

jenis sel lainnya. Stimulus transport glukosa kedalam jaringan otot dan adipos

merupakan bagian penting pada respon fisiologis terhadap insulin. Glukosa

memasuki sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui salah satu family transporter

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 8: Cad,Gagal Jantung

glukosa (GLUT1 sampai GLUT5). Insulin menstimulus transport glukosa

setidaknya sebagian dengan cara meningkatkan translokasi vesikel intrasel

bergantung-energi yang mengandung transporter glukosa GLUT4 dan GLUT1 ke

dalam membran plasma. Pengaturan yang salah dalam proses ini dapat

menyebabkan patofisiologi diabetes tipe 2 (Gilman, 2007).

Di hati, insulin menghambat produksi glukosa, menurunkan

glukoneogenesis dan glikogenesis. Menstimulus ambilan glukosa di hati. Di otot,

insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor

glukoneogenik ke hati (mis: alanin, laktat dan piruvat). Di jaringan adiposa,

insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor ke

hati (Gilman, 2007).

Klasifikasi insulin:

a) Insulin yang bekerja singkat

Sediaan ini memiliki onset kerja paling cepat, tetapi durasinya paling

singkat (Gilman, 2007). Dapat dibedakan berdasarkan sumbernya:

• Insulin regular atau insulin soluble

Merupakan satu-satunya insulin jernih atau larutan insulin,

sementara lainnya adalah suspensi (Soegondo dkk, 2004). Dapat

diberikan secara intravena atau intramuskular. Biasanya harus

diinjeksikan 30-45 menit sebelum makan. Kadar puncak dalam

plasma sekitar 1,5 sampai 4 jam (Gilman, 2007) dan biasanya

berlangsung selama 6-8 jam (Holt and Kumar, 2010). Contoh

insulin ini adalah Human Actrapid (Novo Nordisk), Humulin

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 9: Cad,Gagal Jantung

S(Lilly), Insuman Rapid (Aventis), Hypurin Porcine Neutral (CP),

Hypurin Bovine Neutral (CP), Pork actrapid (Scobie, 2007).

• Insulin analog kerja cepat

Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 0,5 sampai 1,5 jam

dan berlansung selama 2 sampai 5 jam (Gilman, 2007). Contoh

insulin analog kerja cepat adalah Insulin Aspart (NovoRapid),

Insulin Lispro (Humalog), Insulin Glulisine (Apidra) (Holt and

Kumar, 2010).

b) Insulin yang bekerja sedang

Dapat dibagi menjadi:

• Suspensi insulin isophan

Merupakan suspensi insulin dalam bentuk kompleks dengan zink

dan protamin. Umumnya diberikan satu kali sehari sebelum

sarapan atau dua kali sehari. Mencapai puncak dalam serum dalam

waktu 6 samapi 12 jam dan berlangsung selama 18 sampai 24 jam

(Gilman, 2007). Contoh suspensi insulin isophan: Insulatard,

Humulin I, Insuman Basal, Hypurine Porcine Isophane, Hypurin

Bovine Isophane (Holt and Kumar, 2010).

• Suspensi insulin Zink (lente)

Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 6 sampai 12 jam dan

berlangsung selama 18 sampai 24 jam (Gilman, 2007). Contoh

suspensi insulin Zink: Human Monotard, Humulin Lente Hypurin,

Bovine Lente (Scobie, 2007).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 10: Cad,Gagal Jantung

c) Insulin yang bekerja panjang

Memiliki onset yang sangat lambat dan puncak kerja yang relatif datar

yang lebih lama. Insulin ini ditujukan untuk memberikan konsentrasi

insulin yang rendah sepanjang hari (Gilman, 2007).

Dapat dibagi menjadi:

• Suspensi Zink insulin yang diperpanjang (ultralente)

Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 16 sampai 18 jam dan

berlangsung selama 20 sampai 36 jam (Gilman, 2007). Contoh

insulin ultralente adalah Human Ultratard dan Humulin ZN

(Scobie, 2007).

• Suspensi insulin bekerja panjang

Analog insulin ini dapat bekerja sampai dengan 24 ketika disuntikkan

secara subkutan dan diberikan sekalai sehari dan tidak mempunyai puncak dalam

plasma (Holt and Kumar, 2010). Contoh insulin ini adalah Glargine (lantus) dan

Detemir (Levemir) (Scobie, 2007).

2.2 Coronary Artery Disease (CAD)

2.2.1 Definisi

Coronary artery disease (CAD) merupakan penyakit yang ditandai dengan

berkembangnya plak aterosklerotik (fibro-fatty deposits) di arteri koroner.

Penyebab utama penyakit ini adalah adanya aterosklerosis yang terdapat pada

pembuluh darah epicardial sehingga bisa menyebabkan terjadinya blokade aliran

darah. (Dipiro,2007).

Arteri koroner merupakan pembuluh arteri yang mensuplai darah yang

mengangkut oksigen dan nutrisi ke miokardium (otot jantung). Terdapat suatu

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 11: Cad,Gagal Jantung

keseimbangan kritis antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium, suplai

oksigen harus sesuai dengan kebutuhan akan oksigen tersebut. Pengurangan suplai

oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen dapat mengganggu keseimbangan ini

dan membahayakan fungsi miokardium (Price dan Wilson, 2005).

Bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga

harus meningkat. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang

memadai,aliran pembuluh koroner haruslah ditingkatkan, karena ekstraksi oksigen

miokardium dari daerah arteri hampir maksimal pada keadaan istirahat.

Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koroner dan meningkatkan

aliran pembuluh darah adalah hipoksia jaringan local. Pembuluh koroner dapat

melebar dan meningkatkan aliran darah sekitar lima sampai enam kali di atas

tingkat istirahat. Tetapi, pembuluh darah yang mengalami stenosis atau gangguan,

tidak dapat melebar dengan sempurna sehingga terjadi kekurangan oksigen bila

kebutuhan oksigen meningkat (Price dan Wilson, 2005).

2.2.2 Etiologi

Hasil penelitian pada hewan percobaan dan manusia menunjukkan bahwa

adanya lapisan lemak merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Adanya lesi awal

ini sangat sering muncul dari peningkatan focal yang mengandung lipoprotein

pada daerah intima. Adanya hiperkolesterolemia dapat meningkatkan akumulasi

lipoprotein terutama low density lipoprotein (LDL) di intima. Partikel lipoprotein

sering berhubungan dengan konstituen dari matriks ekstraseluler, khususnya

proteoglikan. Sekuestrasi (penyerapan) di dalam intima memisahkan lipoprotein

dari antioksidan plasma dan menyebabkan terjadinya modifikasi oksidatif.

Partikel lipoprotein yang termodifikasi dapat memicu respon inflamasi lokal yang

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 12: Cad,Gagal Jantung

memberikan sinyal untuk tahap selanjutnya pada pembentukan lesi. Tanda-tanda

yang lain dari berbagai adhesi molekul leukosit adalah adanya monosit yang mulai

timbul di lesi arteri (Dipiro, 2007).

Pada waktu berlekatan, beberapa sel darah putih bermigrasi ke dalam

intima. Migrasi ini terjadi karena adanya faktor chemoatractant, meliputi partikel

lipoprotein yang termodifikasi dan sitokin. Adanya mononuklear fagosit akan

mencerna lipid dan membentuk foam cells, yang ditunjukkan oleh pengisian

sitoplasma dengan droplet lipid. Lapisan lemak tersebut akan memperparah lesi

aterosklerotik, sel otot polos akan bermigrasi dari media melalui membrane

internal dan terakumulasi di dalam intima dan akan membentuk lesi yang semakin

memburuk (Dipiro, 2007).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari CAD yang terpenting adalah nyeri di dada karena

adanya iskemia miokard. Nyeri dada juga bisa disertai sulit bernafas (dyspnea)

(Dipiro, 2007)

2.2.4 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis CAD, perlu dilakuklan beberapa tes

diagnosis, diantanya adalah:

a. Elektrokardiografi (EKG)

Terjadi perubahan pada gelombang ST-T, inverse gelombang T dan

elevasi segmen ST.

b. Exercise tolerance testing (ETT)

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 13: Cad,Gagal Jantung

c. Pencitraan jantung

Radionuclide angiocardiography digunakan untuk mengukur fraksi ejeksi,

performa ventrikel, keluaran jantung, volume ventrikel, regurgitasi katup,

dan abnormalitas dinding jantung.

d. Echocardiography

Echocardiography berguna jika pasien mempunya riwayat penyakit katup

pericardial atau disfungsi ventrikel.

e. Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner

2.2.5 Penatalaksanaan

Menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart

Association (AHA), terapi awal untuk pasien CAD adalah dengan pemberian

oksigen intranasal (jika saturasi oksigen <90%), nitrogliserin sublingual, asprin,

beta blocker oral, dan antikoagulan dan agen fibrinolitik. Sedangkan terapi untuk

pasien CAD yang pernah mengalami infark miokard sebelumnya (CAD Old

Myocardial Infarction/CAD OMI) adalah beta blocker, ACEIs, aspirin, lipid-

lowering agents, antagonis aldosteron, dan antikoagulan (Dipiro, 2007).

a. Beta Blocker

Pada pasien CAD, manfaat pemberian beta blocker diperoleh dari

kemampuannya menginhibisi secara kompetitif reseptor beta-1 yang

terletak di miokardium. Inhibisi tersebut menyebabkan pengurangan

denyut jantung, kontraktilitas miokardium, tekanan darah, dan penurunan

kebutuhan oksigen miokardial. Selain itu, pengurangan denyut jantung

akan meningkatkan diastolic time, yang akan memperbaiki pengisian

ventrikel dan perfusi arteri koroner. Akibatnya, beta blocker akan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 14: Cad,Gagal Jantung

mengurangi resiko kekambuhan iskemia, infarct ataupun reinfarct dan

juga aritmia ventrikuler (Dipiro, 2007).

b. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)

Pemberian ACEIs didasarkan pada kemampuannya untuk mencegah

remodeling jantung. Mechanisme lainnya adalah kemapuan ACEIs untuk

memperbaiki fungsi endothelial, mengurangi aritmia atrium dan ventrikel,

meningkatkan angiogenesis, dan mengurangi kejadian iskemia (Dipiro,

2007).

2.3 Decompensatio Cordis/Gagal Jantung

2.3.1 Definisi

Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh

tubuh. Gagal jantung dapat juga merupakan hasil dari disfungsi sistolik dan

diastolik (Corwin, 2008). Pada disfungsi sistolik, kerja memompa (kontraktilitas)

dan ejection fraction (EF) dari kerja jantung mengalami penurunan. Sedangkan

pada disfungsi diastolik, proses mengerasnya dan kehilangan kemampuan

relaksasi otot jantung memiliki peranan yang penting dalam menurunkan keluaran

jantung (cardiac output) (Katzung, 2007).

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi

miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Infark

miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan turunnya

kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah

daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri

untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 15: Cad,Gagal Jantung

volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan

jantung sebelah kiri (Price and Wilson, 2005).

Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis

kompensatoris. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat

untuk mempertahankan curah jantung. Pengurangan aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus akan meningkatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin

aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan

meningkatkan aliran balik vena (Soufer, 2005).

2.3.2 Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan

yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi

regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada

keadaan akhir seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas

miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Price and

Wilson, 2005).

Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal

jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan

penyebab terbanyak sedangkan penyebab lain terbanyak adalah penyakit jantung

katup (Mariyono dan Santoso, 2007).

New York Heart Association (NYHA) mengelompokkan gagal jantung

dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk

menimbulkan gejala-gejalanya (Gunawan, 2007; SIGN, 2007). Pengelompokan

gagal jantung menurut NYHA dapat dilihat pada Tabel 2.2.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 16: Cad,Gagal Jantung

Tabel 2.2 Pengelompokan gagal jantung menurut NYHA

Kelas Symptom I Tidak ada limitasi aktivitas fisik, tidak timbul sesak napas, dan rasa lelah.

II Sedikit limitasi aktivitas fisik, timbul rasa lelah dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat.

III Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu istirahat.

IV Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas sedikit saja akan memperberat gejala.

2.3.3 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik gagal jantung menunjukkan derajat kerusakan

miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi. Berikut adalah

hal-hal yang biasa ditemukan pada gagal jantung kiri:

a. Gejala dan tanda: dispnea, oliguria, lemah, lelah, pucat dan berat badan

bertambah.

b. Auskultasi: ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan

ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat).

c. EKG: takikardia

d. Radiografi dada: kardiomegali, kongesti vena pulmonalis (Price and Wilson,

2005).

2.3.4 Diagnosis

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan

tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan Jugular Venous

Pressure (JVP), hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat

dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain fotothorax, EKG

12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi

dan tes fungsi paru (Mariyono dan Santoso, 2007).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 17: Cad,Gagal Jantung

2.3.5 Penatalaksanaan

Target terapi gagal jantung kronik adalah meminimalisir hingga

menghilangnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rawat

inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang

ketahanan (Sukandar, dkk., 2008). Prinsip manajemen terapi juga meliputi

pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung

(kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Andreoli, et. all., 1997).

Pemilihan obat yang tersedia untuk pengobatan gagal jantung kongestif

bersifat terbatas dan terfokus terutama untuk mengontrol gejala-gejala yang

terjadi. Obat sekarang telah dikembangkan baik untuk memperbaiki gejala, dan

yang terpenting, memperpanjang kelangsungan hidup.

a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)

ACE inhibitor telah digunakan untuk pengobatan hipertensi selama lebih

dari 20 tahun. Golongan obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam

pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini menghambat pembentukan

angiotensin II, suatu hormon dengan efek yang berpotensi mempengaruhi jantung

dan sirkulasi pada pasien gagal jantung. Penelitian yang dilakukan pada beberapa

ribu pasien, obat ini telah menunjukkan peningkatan perbaikan gejala-gejala

penyakit pada pasien, pencegahan kerusakan klinis, dan memperpanjang

hidup. Selain itu, obat ini digunakan untuk mencegah perkembangan gagal

jantung dan serangan jantung (Kulick, 2011).

Efek samping dari obat ini termasuk batuk kering yang mengganggu,

hipotensi, memburuknya fungsi ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit, dan

jarang terjadi reaksi alergi. Ketika digunakan dengan hati-hati dengan pemantauan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 18: Cad,Gagal Jantung

yang tepat, bagaimanapun, mayoritas individu dengan gagal jantung kongestif

dapat mentolerir obat-obat ini tanpa masalah yang signifikan. Contoh inhibitor

ACE meliputi: kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril dan ramipril (Kulick,

2011).

b. Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs)

Individu yang tidak mampu mentolerir dampak ACE inhibitors, dapat

digunakan sebuah kelompok alternatif obat, yang disebut angiotensin receptor

blockers (ARBs). Obat ini bekerja pada jalur sirkulasi yang sama dengan inhibitor

ACE, tetapi kerjanya menduduki reseptor angiotensin II secara langsung Efek

samping dari obat ini mirip dengan seperti penggunaan ACE inhibitors, meskipun

batuk kering jarang dijumpai. Contoh golongan ini obat meliputi: losartan,

candesartan, telmisartan, valsartan, irbesartan, dan olmesartan (Kulick, 2011).

c. Beta-blocker

Hormon-hormon tertentu, seperti epinefrin (adrenalin), norepinefrin, dan

hormon serupa lainnya, bertindak pada reseptor beta pada berbagai jaringan tubuh

dan menghasilkan efek stimulatif. Efek hormon ini pada reseptor beta di jantung

adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blocker adalah obat yang

menghalangi aksi hormon ini dengan menduduki reseptor beta dari jaringan

tubuh. Karena diasumsikan bahwa menduduki reseptor beta dapat menekan fungsi

dari jantung, beta-blocker secara tradisional tidak digunakan pada orang dengan

gagal jantung kongestif (Kulick, 2011).

Penelitian telah menunjukkan manfaat klinis dari beta-blocker dalam

meningkatkan fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada individu dengan gagal

jantung kongestif yang sedang menggunakan ACE inhibitors. Keberhasilan dalam

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 19: Cad,Gagal Jantung

menggunakan beta-blocker pada gagal jantung kongestif adalah dengan memulai

dari dosis rendah dan kemudian meningkatkan dosis secara lambat (Kulick, 2011).

Efek samping yang mungkin termasuk retensi cairan, hipotensi,

dan kelelahan serta pusing. Beta-blocker umumnya harus tidak digunakan pada

orang dengan penyakit yang signifikan tertentu pada saluran napas (misalnya,

asma, emfisema). Contoh golongan obat ini adalah bisoprolol, metoprolol, dan

carvedilol (Kulick, 2011).

d. Glikosida jantung

Glikosida jantung menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat.

Dengan kata lain, glikosida jantung adalah obat yang memperkuat kontraktilitas

otot jantung (efek inotropik positif), terutama digunakan pada gagal jantung

(dekompensasi) untuk memperbaiki fungsi pompanya. Potensi efek samping

termasuk: mual, muntah, gangguan irama jantung, disfungsi ginjal, dan kelainan

elektrolit. Efek-efek samping umumnya timbul akibat dari toksisitas dalam darah

dan dapat dimonitor dengan tes darah. Dosis glikosida jantung juga perlu

disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan (Gunawan,

2007).

e. Diuretik

Diuretik seringkali merupakan komponen penting dalam pengobatan gagal

jantung kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala retensi cairan. Obat ini

membantu mengurangi cairan di paru-paru dan jaringan lain dengan cara

menyalurkan cairan melalui ginjal. Meskipun diuretik efektif dalam

menghilangkan gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, diuretik belum

menunjukkan untuk memberikan dampak positif pada kelangsungan hidup jangka

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 20: Cad,Gagal Jantung

panjang. Namun demikian, diuretik tetap kunci dalam mencegah memburuknya

kondisi pasien. Bila diperlukan rawat inap, diuretik sering diberikan secara

intravena karena absorbsi diuretik oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung

kongestif yang parah .Potensi efek samping diuretik meliputi dehidrasi, kelainan

elektrolit, hipokalemia, gangguan pendengaran, dan hipotensi (Brunton and

Parker, 2008).

Dalam terapi sangat penting untuk mencegah kadar kalium rendah dengan

cara menambahkan suplemen. Gangguan elektrolit tersebut dapat membuat pasien

rentan terhadap gangguan irama jantung yang serius. Contoh dari berbagai kelas

diuretik meliputi: furosemid, hidroklorotiazid, bumetanide, torsemide, dan

spironolactone. Spironolactone (Aldactone) telah digunakan selama bertahun-

tahun sebagai diuretik lemah dalam pengobatan berbagai penyakit. Obat ini

memblokir aksi dari hormon aldosterone. Aldosteron memiliki banyak efek pada

jantung dan sirkulasi pada gagal jantung kongestif (Brunton and Parker, 2008).

f. Vasodilator

Vasodilator sudah lama digunakan dalam pengobatan gagal jantung. Obat

golongan ini merileksasi otot polos pembuluh darah secara langsung. Penggunaan

secara kombinasi telah terbukti dapat mengurangi angka kematian pada pasien

gagal jantung. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan

afterload dan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan

preload jantung (Brunton and Parker, 2008).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 21: Cad,Gagal Jantung

2.4 Hipertensi

2.4.1 Definisi

Hipertensi atau Darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal. Hipertensi didefenisikan sebagai

tekanan darah diastolik tetap lebih besar dari 90 mmHg disertai dengan kenaikan

tekanan darah sistolik (140 mmHg) (Mycek, 2001).

Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali

pengukuran, kecuali bila TDS ≥ 210 mmHg dan TDD ≥ 120 mmHg. Pengukuran

pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam waktu

sampai beberapa minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran

berulang-ulang diperoleh TDS ≥ 140 mmHg dan TDD 90 mmHg (Ganiswarna,

1995).

Tabel 2.3 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg) Normal < 130 < 85 Normal tinggi 130-139 85-89 Hipertensi: Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (berat) 180-209 110-119 Tingkat 4 (sangat berat) ≥ 210 ≥ 120

2.4.2. Etiologi

Hipertensi merupakan kondisi medis yang heterogen. Pada kebanyakan

pasien, penyebab hipertensi belum diketahui secara pasti, sedangkan sebagian

pasien lainnya dapat diidentifikasi penyebab terjadinya hipertensi. Berdasarkan

etiologinya, hipertensi dapat di bagi atas hipertensi esensial dan hipertensi

sekunder.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 22: Cad,Gagal Jantung

1. Hipertensi Esensial

Hipertensi disebut juga hipertensi primer atau idiopatik. Hipertensi

esensial adalah hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya.

Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan

hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer.

Penyebab hipertensi esensial merupakan multifaktor, terdiri dari faktor genetik

dan lingkungan. Faktor keturunan dan terlihat adanya riwayat penyakit

kardiovaskular dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa

sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas

vaskular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada 3

faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu makan garam

(natrium) berlebihan, stress psikis dan obesitas (Dipiro, 2007).

2. Hipertensi Sekunder

Prevalensi hipertensi sekunder ini kurang dari 10% dari seluruh penderita

hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyakit ginjal atau

penggunaan obat-obat tertentu

2.4.3. Manifestasi Klinik

Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas. Tanda-

tanda ynag bisa menjadi indicator hipertensi adalah nilai tekanan darah pasien

(Dipiro, 2007).

2.4.4 Diagnosa

Tes diagnosa perlu dilakukan untuk mempertegas diagnosa karena

hipertensi secara umum tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas. Pengukuran

tekanan darah sebagai dasar dalam menegakkan diagnose tidak cukup dilakukan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 23: Cad,Gagal Jantung

satu kali. Diagnosa hipertensi dapat ditentukan dari rerata dua kali atau lebih

pengukuran yang diambil pada waktu yang berbeda. Dari hasil pengukuran rerata

tekanan darah tersebut, kemudian digunakan untuk mengklasifikasi tingkat (stage)

penyakit hipertensi.

2.4.5 Penatalaksanaan

Tujuan penanganan hipertensi adalah untuk mengurangi angka kematian

dan kesakitan terkait hipertensi. Penurunan tekanan darah sampai nilai yang

direkomendasikan tidak menjamin kerusakan organ target tidak terjadi. Namun

dengan penurunan tekanan darah hingga nilai normal dapat menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ target. Adapun nilai tekanan darah

yang direkomendasikan oleh JNC7 adalah sebagai berikut:

- Kebanyakan pasien : <140/90 mmHg

- Pasien dengan diabetes : <130/80 mmHg

- Pasien dengan penyakit ginjal kronik : <130/80 mmHg (dengan nilai LFG

<60 mL/menit, serum kreatinin >1,3 mg/dL pada wanita atau >1,5 mg/dL

pad pria, atau albuminuria >300 mg/hari atau ≥200 mg/g kreanitin)

(Dipiro, 2007).

Pemilihan obat untuk hipertensi sangat beragam. Terdapat 9 kelas

antihipertensi yang berbeda. Diuretik, penghambat β, angiotensin converting

enzyme inhibitors (ACEIs), angiotensin II receptor blockers (ARBs), dan calcium

channel blockers (CaCBs) merupakan agen antihipertensi primer (Dipiro, 2007).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 24: Cad,Gagal Jantung

a. Diuretik

Diureti bekerja menurunkan tekanan drah dengan mengeluarkan garam

serta mengurangi volume darah dari tubuh. Pada awalnya, diuretic mengurangi

tekanan darah dengan mengurangi volume darah dan keluaran jantung.

b. Beta-Blocker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya

pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah

diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya

adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.

Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi

gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat

rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat

gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat

harus hati-hati.

c. Angiotensin Converting Enzym Inhibitors (ACEIs)

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat

Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh

obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin

timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

d. Calcium Channel Blocker (CaCB)

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini

adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul

adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah. Dengan pengobatan dan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 25: Cad,Gagal Jantung

kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka

angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

Beberapa golongan antihipertensi lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.4 Golongan Obat-obat Antihipertensi

Kelas Nama Obat Dosis lazim (mg/hari)

Frek./ hari

Komentar

DIURETIK Thiazid

Klortalidon Hidroklorotiazid Indapamide Metolazone

6.25-25 12.5-50 1.25-2.5 0.5

1 1 1 1

Pemberian pagi hari untuk menghindari diuresis malam hari, sebagai antihipertensi gol.tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali pada pasien dengan GFR rendah (± ClCr<30 ml/min); gunakan dosis lazim untuk mencegah efek samping metabolik,; hiroklorotiazid (HCT) dan klortalidon lebih disukai, dengan dosis efektif maksimum 25 mg/hari; klortalidon hampir 2 kali lebih kuat dibanding HCT; keuntungan tambahan untuk pasien osteoporosis; monitoring tambahan untuk pasien dengan sejarah pirai atau hiponatremia

Loop Bumetanide Furosemide Torsemide

0.5-4 20-80 5

2 2 1

Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; dosis lebih tinggi mungkin diperlukan untuk pasien dengan GFR sangat rendah atau gagal jantung

Penahan kalium

Triamteren Triamteren/ HCT

50-100 37.5-75/ 25-50

1 atau 2 1

Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; diuretic ringan biasanya di kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia; karena hipokalemia dengan diuretic tiazid dosis rendah tidak lazim, obat-obat ini biasanya dipakai untuk pasien-pasien yang mengalami

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 26: Cad,Gagal Jantung

diureticinduced hipokalemia; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min); dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama kombi nasi dengan ACEI, ARB, atau suplemen kalium)

Kelas Nama Obat Dosis lazim (mg/hari)

Frek./hari

Komentar

Antagonis Aldosteron

Eplerenone Spironolakton Spironolakton / HCT

50-100 25-50 25-50 / 25-50

1 atau 2 1

Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; diuretic ringan biasanya di kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia; karena hipokalemia dengan diuretic tiazid dosis rendah tidak lazim, obat-obat ini biasanya dipakai untuk pasien-pasien yang mengalami diureticinduced hipokalemia; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min); dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama kombi nasi dengan ACEI, ARB, atau suplemen kalium)

B. ACE inhibitor

Benazepril Captopril Enalapril Fosinopril Lisinoril Moexipril Perindopril Quinapril Ramipril Trandolaapril

10-40 12.5-150 5-40 10-40 10-40 7.5-30 4-16 10-80 2.5-10 1-4

1 atau 2 2 atau 3 1 atau 2 1 1 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis; jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien dengan sejarah

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 27: Cad,Gagal Jantung

Angioedema C. Penyekat reseptor angiotensin

Kandesartan Eprosartan Irbesartan Losartan Olmesartan Telmisartan Valsartan

8-32 600-800 150-300 50-100 20-40 20-80 80-320

1 atau 2 1 atau 2 1 1 atau 2 1 1 1

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ACEI; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis; tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI; jangan digunakan pada perempuan hamil

Kelas Nama Obat Dosis lazim (mg/hari)

Frek./hari

Komentar

D. Penyekat beta

Kardioselektif: Atenolol Betaxolol Bisoprolol Metoprolol

25-100 5-20 2.5-10 50-200 50-200

1 1 1 1 1

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah s/d sedang menghambat reseptor β1, pada dosis tinggi menstimulasi reseptor β2; dapat menyebabkan eksaserbasi asma bila selektifitas hilang; keuntungan tambahan pada pasien dengan atrial tachyarrythmia atau preoperatif hipertensi.

Nonselektif: Nadolol Propranolol Propranolol LA Timolol Sotalol

40-120 160-480 80-320

1 2 1

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension, menghambat reseptor β1 dan β2 pada semua dosis; dapat memperparah asma; ada keuntungan tambahan pada pasien dengan essensial tremor, migraine, Tirotoksikosis

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 28: Cad,Gagal Jantung

Aktifitas

simpatomimetik Intrinsik: Acebutolol Carteolol Pentobutolol Pindolol

200-800 2.5-10 10-40 10-60

2 1 1 2

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; secara parsial merangsang reseptor β sementara menyekat terhadap rangsangan tambahan; tidak ada keuntungan tambahan untuk obat-obat ini kecuali pada pasien-pasien dengan bradikardi, yang harus mendapat penyekat beta; kontraindikasi pada pasien pasca infark miokard, efek samping dan efek metabolik lebih sedikit, tetapi tidak kardioprotektif seperti penyekat beta yang lain.

Campuran penyakat α dan β: Karvedilol Labetolol

12.5-50 200-800

2 2

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; penambahan penyekat α meng akibatkan hipotensi ortostatik

Kelas Nama Obat Dosis lazim (mg/hari)

Frek./hari

Komentar

E. Antagonis kalsium

Dihidropiridin: Amlodipin Felodipin Isradipin Lekarnidipin Nicardipin SR Nifedipin LA Nisoldipin

2.5-10 5-20 5-10 5-20 60-120 30-90 10-40

1 1 2 1 2 1 1

Dihidropiridin yang bekerja cepat (long-acting) harus dihindari, terutama nifedipin dan nicardipin; dihidropiridin adalah vasodilator perifer yang kuat dari pada nondihidropiridin dan dapat menyebabkan pelepasan simpatetik refleks (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing, dan edema perifer; keuntungan tambahan pada sindroma Raynaud

Non-dihidropiridin Diltiazem SR

180-360

1 1

Produk lepas lambat lebih disukai untuk hipertensi; obat-obat ini menyekat slow

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Page 29: Cad,Gagal Jantung

(Sumber : Dipiro, 2007)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

Verapamil SR

channels di jantung dan menurunkan denyut jantung; dapat menyebabkan heart block; keuntungan tambahan untuk pasien dengan atrial Takhiaritmia

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA