C09ykw

download C09ykw

of 71

description

hifhihfwaiaifhifefjhfwh;oifhw

Transcript of C09ykw

  • KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)

    YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • RINGKASAN

    YULIA KUSUMA WARDHANI. C34051025. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis). Dibawah bimbingan: NURJANAH dan ASADATUN ABDULLAH.

    Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan tangan atau sebagai campuran pakan ternak.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia cangkang serta tepung cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda. Parameter yang diamati meliputi karakteristik fisik cangkang, rendemen, kitin, rendemen tepung, derajat putih, kandungan proksimat, pH, mineral dan penentuan kelarutan mineral tepung cangkang kijing.

    Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm. Pertambahan ukuran cangkang kijing diikuti dengan pertambahan lebar dan tebal cangkang kijing. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta memiliki garis-garis pertumbuhan yang terlihat jelas, sedangkan cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna cenderung gelap, garis-garis pertumbuhan sulit dibedakan. Cangkang kijing untuk semua ukuran mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

    Rendemen tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm lebih besar 20 % dibandingkan dengan kijing yang berukuran 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki warna yang tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu putih kecoklatan. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki nilai derajat putih 5% lebih putih dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air antara 1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %, karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9.

    Tepung cangkang kijing memiliki kandungan mineral berturut-turut dari yang terbesar yaitu kalsium, fosfor dan magnesium. Tepung cangkang yang berukuran < 90 mm mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Kandungan kalsium pada tepung cangkang yang berukuran < 90 mm 36 % lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Kelarutan mineral tepung cangkang kijing semakin meningkat seiring menurunnya nilai pH. Kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

  • KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)

    YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025

    Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

    DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Judul Penelitian : KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING TAIWAN (Pilsbryoconcha exilis)

    Nama : Yulia Kusuma Wardhani

    NRP : C34051025

    Departemen : Teknologi Hasil Perairan

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. Nurjanah, MS Asadatun Abdullah S.Pi,M.Si NIP 195910131986012002 NIP 198304052005012001

    Mengetahui,

    Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

    Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP. 196205281987032003

    Tanggal Lulus:

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

    hidayah-Nya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam untuk Nabi besar

    Muhammad SAW, serta sahabat dan keluarga yang telah memberikan semangat

    kepada penulis sehingga skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul Karakteristik

    Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dapat

    diselesaikan dengan baik.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

    dalam penulisan ini, terutama kepada:

    1. Ibu Ir Nurjanah MS dan Ibu Asadatun Abdullah S.Pi.,M.Si., selaku dosen

    pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

    penyusunan tugas akhir ini.

    2. Bapak Uju S.Pi., M.Si. dan Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selalu dosen penguji

    yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir

    ini.

    3. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

    Perairan.

    4. Bapak Dr. Agoes M. Jacoeb selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi

    Hasil Perairan.

    5. Babehku Suyanto, mamahku Lela Nurmala, kakakku Wulan dan kedua adikku

    Bondan dan Hardi yang telah memberikan kasih sayang dan semangat yang

    luar biasa.

    6. Rodi, Anne dan Pur (Kijingers) atas kebersamaannya.

    7. Dan Pratisari, Inka Santika, Irma Soraya dan A Galih Hardita atas semangat,

    bantuan dan dukungan yang selalu diberikan. Maaf selalu merepotkan.

    8. Adrian dan warga sekitar Situ Gede yang telah membantu proses pengambilan

    sampel.

    9. Mba Rita, Mas Zaki dan Bang Ipul Terima kasih atas laboratoriumnya dan

    segala bantuan yang telah diberikan.

  • 10. Ibu Sri, Bapak Diki, Bapak Yogi, Mba Vindi dan seluruh laboran Departemen

    Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu melakukan

    analisis.

    11. Mba Aal dan K Moki (THP 40), Kakak-kakak kelasku THP 41 : Mba Estrid,

    K Anim, K Anang, Mba Ika, Gilang, Windy, K Dede. Teman-temanku : Ary,

    Dewi, Ifa, Junide, Ance, Fuad, Ipank, Ticil, Uut, Tika. Adik-adik kelasku THP

    43 : Uu, Nanda, Roma, Dwi, Saeful. Kawan-kawanku : Dika (PSP 42), Arya

    (ITP 42), Vivin (THH 42).

    12. Keluarga besar THP, staf dosen dan Tata Usaha (TU) serta teman-temanku

    THP 40, 41, 42, 43 dan 44 yang telah memberikan semangat.

    13. Keluarga besar Sentral Edukatif: Mba Susan, Mas Feby, Mba Ana, Mba

    Erphy, Mba Enenk, Mba Marisa, Mba Aini, Mba Arti, Mas Rifky, Mas

    Luqman, Mas Idank dan adik-adik yang selalu memberikan semangat.

    14. Keluarga besar Kostan Kawah Kelud, Pak Tyo, Mas Aris, Mas Alfa, Mba

    Ulfa, Mba Ila, Mba Ika, Mba Ting-ting, K Ali, Fai, Etoo, Dedy, Dan, Tyas,

    Sapek, Yoga, Ikka, Jo, dan Keluarga besar Bapak Sugandhi.

    Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh

    sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat

    diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

    Bogor, September 2009

    Penulis

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 26 Juli 1987, dari ayah yang

    bernama Suyanto dan ibu bernama Lela Nurmala. Penulis merupakan anak kedua

    dari empat bersaudara.

    Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Kebon Baru VII

    Cirebon dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan

    pendidikan di SLTP Negeri 1 Cirebon dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan

    selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 2 Cirebon dan mendapatkan kelulusan pada

    tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

    jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil

    Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

    organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil

    Perikanan (HIMASILKAN) 2006/2007 sebagai anggota divisi abdi masyarakat,

    Fisheries Processing Club (FPC) 2007/2008 sebagai anggota divisi hubungan

    masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2008/2009 sebagai anggota.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

    Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul

    Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal

    (Pilsbryoconcha exilis) dengan dosen pembimbing yaitu Ir. Nurjanah, MS dan

    Asadatun Abdullah S.Pi., M.Si.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ........................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xi

    1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1

    1.2 Tujuan................................................................................. 3

    2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................................... 4

    2.2 Cangkang Kijing Lokal (P. exilis)........................................ 5

    2.3 Kalsium............................................................................... 7 2.3.1 Sumber-sumber kalsium ............................................. 7 2.3.2 Kegunaan kalsium dalam tubuh .................................. 7 2.3.3 Kebutuhan kalsium ..................................................... 8 2.3.4 Penyerapan kalsium .................................................... 8 2.3.5 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium................ 9

    2.4 Fosfor ................................................................................. 9 2.4.1 Sumber-sumber fosfor ................................................ 10 2.4.2 Kegunaan fosfor dalam tubuh ..................................... 10 2.4.3 Kebutuhan fosfor ........................................................ 10 2.4.4 Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor................... 10

    2.5 Magnesium ......................................................................... 11 2.5.1 Sumber-sumber magnesium ....................................... 11 2.5.2 Kegunaan magnesium dalam tubuh............................. 11 2.5.3 Kebutuhan magnesium................................................ 11 2.5.4 Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium ......... 11

    2.6 Atomic Absorption Spectroscopy ........................................ 12

    3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................. 13

    3.2 Alat dan Bahan.................................................................... 13

    3.3 Metode Penelitian................................................................ 14 3.3.1 Persiapan sampel ....................................................... 14 3.3.2 Pembuatan tepung cangkang kijing ............................. 15

    3.4 Pengamatan ......................................................................... 16 3.4.1 Karakterisasi fisik ...................................................... 16

    3.4.1.1 Karakterisasi fisik cangkang kijing........................... 16

  • 3.4.1.2 Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing ............... 16 (1) Pengukuran rendemen........................................... 16 (2) Derajat putih ......................................................... 17

    3.4.2 Karakterisasi kimia ..................................................... 17 3.4.2.1 Karakterisasi kimia cangkang kijing......................... 17 3.4.2.2 Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing ............. 18

    (1) Kadar air .............................................................. 18 (2) Kadar abu ............................................................. 18 (3) Kadar protein ....................................................... 19 (4) Kadar lemak ......................................................... 19 (5) Nilai pH ............................................................... 20 (6) Kadar kalsium dan magnesium ............................. 20 (7) Kadar fosfor ......................................................... 21 (8) Mineral terlarut .................................................... 22

    3.5 Analisis Data ....................................................................... 23

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik .............................................................. 24

    4.1.1 Karakteristik fisik cangkang kijing (P. exilis).............. 24 4.1.2 Rendemen tubuh kijing (P. exilis) ............................... 25 4.1.3 Rendemen cangkang kijing (P. exilis) ......................... 26 4.1.4 Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis) .. 27

    4.1.4.1 Rendemen................................................................ 27 4.1.4.2 Derajat putih ............................................................ 27

    4.2 Karakteristik Kimia ............................................................ 28 4.2.1 Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis)............... 28 4.2.2 Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis) ... 28

    4.2.2.1 Kandungan proksimat .............................................. 28 4.2.2.1.1 Air ..................................................................... 28

    4.2.2.1.2 Abu.................................................................... 29 4.2.2.1.3 Protein ............................................................... 29 4.2.2.1.4 Lemak................................................................ 30 4.2.2.1.5 Karbohidrat by difference ................................... 30

    4.2.2.2 pH............................................................................ 30 4.2.2.3 Mineral .................................................................... 31

    4.2.2.3.1 Kalsium ............................................................. 31 4.2.2.3.2 Magnesium ........................................................ 32 4.2.2.3.3 Fosfor ................................................................ 33

    4.2.2.4 Mineral terlarut ........................................................ 33

    5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 36

    5.2 Saran .................................................................................. 36

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 37

    LAMPIRAN .................................................................................... 41

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Karakteristik fisik cangkang dan tepung cangkang kijing .... 24

    2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing ........................ 28

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................................... 4

    2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................... 6

    3. Diagram alir prosedur persiapan sampel ............................. 14

    4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing... 16

    5. Rendemen tubuh kijing ....................................................... 25

    6. Rendemen cangkang kijing ................................................. 26

    7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing ............... 34

    8. Grafik kelarutan fosfor tepung cangkang kijing .................. 35

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Data rendemen tubuh kijing ................................................ 41

    2. Data berat cangkang kijing 2a. Berat cangkang kijing ukuran 90 mm .............................. 43 2b. Berat cangkang kijing ukuran < 90 mm ............................... 44

    3. Hasil uji-t rendemen cangkang kijing .................................. 45

    4. Data ukuran cangkang kijing 4a. Ukuran cangkang kijing 90 mm....................................... 46 4b. Ukuran cangkang kijing < 90 mm........................................ 47

    5. Data tepung cangkang kijing 5a. Berat tepung yang dihasilkan .............................................. 48 5b. Hasil uji-t rendemen tepung cangkang kijing ...................... 48

    6. Data derajat putih tepung cangkang kijing 6a. Derajat putih tepung cangkang ukuran < 90 mm.................. 49 6b. Derajat putih tepung cangkang ukuran 90 mm .................. 49 6c. Hasil uji-t derajat putih tepung cangkang kijing .................. 49

    7. Data kadar air tepung cangkang kijing 7a. Data kadar air tepung cangkang ukuran < 90 mm ................ 50 7b. Data kadar air tepung cangkang ukuran 90 mm ................ 50 7c. Hasil uji-t kadar air tepung cangkang kijing ........................ 50

    8. Data kadar abu tepung cangkang kijing 8a. Data kadar abu tepung cangkang ukuran < 90 mm............... 51 8b. Data kadar abu tepung cangkang ukuran 90 mm ............... 51 8c. Hasil uji-t kadar abu tepung cangkang kijing ...................... 51

    9. Data kadar protein tepung cangkang kijing 9a. Data kadar protein tepung cangkang kijing

  • 15. Hasil uji-t magnesium tepung cangkang kijing .................... 55

    16. Hasil uji-t fosfor tepung cangkang kijing ............................ 56

    17. Data kelarutan mineral tepung cangkang kijing ................... 56

    18. Data kandungan kitin cangkang kijing 18a. Data kitin cangkang kijing< 90 mm..................................... 56 18b. Data kitin cangkang kijing 90 mm ..................................... 56 18c. Hasil uji-t kandungan kitin cangkang kijing ........................ 57

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kecukupan pangan merupakan suatu usaha pemenuhan kebutuhan tubuh

    dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat

    diperoleh dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung karbohidrat,

    lemak, protein, vitamin dan mineral. Konsumsi pangan merupakan faktor utama

    untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi

    bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta

    untuk pertumbuhan (Winarno 1992).

    Mineral merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh makhluk

    hidup dan dikenal sebagai zat anorganik. Berdasarkan kegunaannya dalam

    aktivitas kehidupan, mineral terbagi menjadi dua golongan yaitu mineral esensial

    dan non esensial (Muchtadi et al. 1993). Salah satu contoh mineral esensial adalah

    kalsium. Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan osteomalasia dan

    apabila keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis

    (Winarno 1992).

    Analisis data risiko osteoporosis yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes

    bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006

    menunjukkan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal

    ini didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan

    Osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas

    50 tahun mencapai 32,3 % sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8 %.

    Data yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF)

    memprediksikan pada tahun 2050 sebanyak 50 % kasus patah tulang panggul akan

    terjadi di Asia (Depkes 2008).

    Kasus osteoporosis di Indonesia pada saat ini semakin meningkat, hal ini

    disebabkan oleh rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia

    yaitu sebesar 254 mg/hari, hanya seperempat standar Internasional yaitu 1000-

    1200 mg/hari (Depkes 2008). Osteoporosis dapat dicegah dan diobati dengan cara

    memenuhi asupan kalsium di dalam tubuh, melakukan aktivitas fisik serta

    merubah pola hidup sehat.

  • Kalsium yang digunakan untuk memenuhi asupan di dalam tubuh dapat

    berasal dari susu, ekstrak tulang hewan dan batu-batuan. Kalsium dari susu yang

    dipisahkan dari ekstraksi kalsium memiliki kualitas yang bagus dan mudah

    diserap tubuh, namun kalsium dari bahan ini sangat mahal karena sulit didapat dan

    rendemennya sangat rendah. Kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan

    memiliki kualitas yang cukup bagus serta mudah diperoleh namun diragukan

    kehalalannya karena kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan ini dapat

    diperoleh dari hewan yang tidak halal. Kalsium yang bersumber dari batu-batuan

    memiliki kualitas rendah karena sulit dicerna tubuh manusia serta dapat

    menimbulkan efek samping yang kurang bagus bagi tubuh yaitu pengapuran

    (Wahid 2007).

    Kalsium dapat juga diperoleh dari komoditas perairan. Perairan Indonesia

    memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari

    perairan tawar maupun laut. Salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki

    potensi sebagai sumber kalsium yaitu cangkang kijing lokal

    (Pilsbryoconcha exilis). Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu

    komoditas perairan tawar yang digemari masyarakat. Suwignyo et al. (1984)

    menyebutkan bahwa kijing merupakan sumber protein hewani yang cukup murah

    sehingga banyak dikonsumsi masyarakat. Kijing yang banyak dikonsumsi oleh

    masyarakat memiliki ukuran panjang tubuh < 90 mm hingga 90 mm. Banyaknya

    konsumsi kijing menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Cangkang kijing

    merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini

    limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi

    hiasan dinding, hasil kerajinan atau sebagai campuran pakan ternak.

    Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan

    bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat

    dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa

    kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %.

    Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan

    dengan tepung tulang ikan. Cangkang kerang hijau hasil penelitian Wahyuni

    (2207) memiliki kandungan kalsium sebesar 33,56 %, tepung tulang ikan

    madidihang memiliki kandungan kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005)

  • dan tepung tulang ikan patin memiliki kandungan kalsium sebesar 26 %

    (Tababaka 2004).

    Penelitian ini penting dilakukan karena kijing merupakan komoditas perairan

    tawar yang disukai masyarakat namun limbah padat yang berupa cangkang belum

    dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

    informasi mengenai komposisi kimia, meliputi proksimat, pH, mineral serta

    kelarutan mineral, pada cangkang kijing lokal.

    1.2. Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia tepung

    cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

    Jenis kerang, tiram dan moluska lainnya yang memiliki dua keping cangkang

    disebut bivalvia dan termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Kaki biasanya

    berbentuk seperti baji (Yunani: pelekys, kampak; dan podos, kaki), insang tipis

    berbentuk seperti papan. Sebagian besar anggota dari kelas Pelecypoda hidup di

    laut, akan tetapi beberapa jenis kerang dijumpai di perairan tawar (Sugiri 1989).

    Salah satu kerang air tawar yang memiliki ukuran yang cukup besar adalah kijing

    lokal (Pilsbryconcha exilis). Klasifikasi kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

    menurut Hickman dan Hickman (1979), diacu dalam Suwignyo et al. (1984)

    adalah sebagai berikut,

    Kingdom : Animalia

    Filum : Mollusca

    Kelas : Pelecypoda

    Sub kelas : Lamellibranchia

    Ordo : Schizodonta

    Famili : Unionidae

    Genus : Pilsbryoconcha

    Spesies : Pilsbryoconcha exilis

    Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

    Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis) hidup di perairan tawar yaitu kolam,

    selokan, danau atau di sungai. Hewan ini aktif di malam hari, dan merayap di

    perairan dangkal, di siang hari membenamkan diri pada bagian yang lebih dalam

  • (Sugiri 1989). Lingkungan hidup yang cocok adalah dasar perairan berupa lumpur

    dengan pasir yang membentuk lapisan tanah yang tidak padat (Hickman 1967,

    diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Kijing dapat hidup dengan baik pada suhu air

    berkisar antara 11-29 C dengan derajat keasaman (pH) antara 4,8-9,8 (Willbur

    dan Yonge 1964, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Bagian anterior berbentuk

    oval sedangkan bagian posteriornya agak menyempit dan panjang tubuhnya

    berkisar antara 5-10 cm (Sugiri 1989).

    Tubuh kijing terletak di dalam cangkang yang terdiri atas: (1) massa viseral,

    terletak melekat di bagian dorsal dan terdapat alat tubuh; (2) kaki berotot

    merupakan bagian anteroventral massa viseral; (3) insang ganda, melekat dan

    terletak di kanan dan kiri kaki; (4) mantel terdiri atas dua bagian berupa selaput

    tipis yang melekat pada permukaan dalam cangkang. Bagian posterior memiliki

    sifon inkuren (ventral) dan ekskuren (dorsal). Otot aduktor anterior dan aduktor

    posterior yang berfungsi untuk menutup cangkang terletak pada bagian dorsal.

    Otot retraktor terletak di dekat masing-masing otot aduktor yang berfungsi untuk

    menarik kaki ke dalam. Otot protraktor anterior yang berfungsi membantu

    menjulurkan kaki terletak di sebelah medial otot aduktor anterior (Sugiri 1989).

    2.2. Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

    Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) terdiri atas dua bagian, yang

    sama besar dan terletak di sebelah lateral. Cangkang menyatu di bagian dorsal

    akibat adanya ligamen sendi yang terdapat diantara dua cangkang tersebut.

    Cangkang bagian dorsal memiliki gigi sendi yang bekerja sebagai sendi dan

    umbo, yaitu bagian yang menonjol dan merupakan bagian yang tertua. Umbo

    memiliki garis-garis konsentris yang merupakan garis pertumbuhan (Sugiri 1989).

    Garis pertumbuhan adalah garis yang menggambarkan jarak dari fase titik

    terjadinya pertumbuhan yang baik dengan fase tidak terdapatnya pertumbuhan

    pada cangkang (Hegner 1956, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Garis tersebut

    terbentuk karena pengaruh perubahan lingkungan seperti turunnya permukaan air,

    terjadinya arus dan lain-lain (Pennak 1953, diacu dalam Suhardjo et al. 1977).

    Cangkang kijing terdiri atas tiga lapisan yaitu (a) periostrakum, lapisan terluar

    yang tipis yang terdiri dari zat tanduk, berfungsi melindungi lapisan di bawahnya

    dari pelarutan oleh asam karbonat dalam air; (b) lapisan prismatik terdiri atas

  • kristal kalsium karbonat; dan (c) lapisan mutiara, berupa lapis-lapis kalsium

    karbonat yang bersifat mengkilat. Kedua lapis pertama dibentuk oleh tepi mantel

    sedangkan lapisan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan mutiara

    (Sugiri 1989). Warna cangkang pada umumnya kehijau-hijauan atau kecoklat-

    coklatan dengan bercak-bercak putih (Suhardjo et al. 1977).

    Kijing dapat menghasilkan mutiara dan proses pembentukan mutiara terjadi

    apabila ada benda asing yang masuk ke dalam lapisan mantel, sebagai kegiatan

    penolakan dan untuk melindungi dirinya. Benda asing tesebut akan dibungkus

    dalam suatu kantong yang terbentuk karena proses pertumbuhan ephithelium

    mantel yang secara terus-menerus melapisi benda asing tesebut, sehingga

    terbentuklah mutiara (Buchsbaum 1938, diacu dalam Suwignyo et al. 1984).

    Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan

    bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat

    dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa

    kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %.

    Cangkang moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan

    mangan (Gregoire 1972). Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi

    apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan.

    Gambar 2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

  • 2.3. Kalsium

    Kalsium merupakan unsur kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh

    manusia. Tubuh orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar

    2 % dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi sebagian besar dalam tulang rawan

    dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 1992).

    Tulang merupakan jaringan fisiologis utama bagi pengadaan kalsium untuk

    kontrol homeostatik yang berfungsi sebagai komponen struktur atau penunjang

    tubuh. Perbandingan antara kalsium dan fosfor di dalam tulang hampir selalu tetap

    yaitu 2:1 (Nasoetion et al. 1994).

    2.3.1. Sumber sumber kalsium Susu dan hasil olahannya serta sayur-sayuran merupakan sumber kalsium.

    Sayuran yang berdaun hijau, biji kacang, kedelai dan siput laut adalah sumber

    kalsium yang sangat baik. Buah jeruk dan kebanyakan kacang-kacangan

    mengandung mineral yang cukup tinggi. Jika dimakan dalam jumlah banyak,

    padi-padian, akar-akaran dan umbi-umbian meskipun merupakan sumber kalsium

    yang kecil tetapi dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan

    (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang banyak mengandung kalsium adalah

    susu, keju, serealia, kacang-kacangan, kelapa, sayuran berdaun hijau, rumput laut

    dan ikan (terutama ikan kecil yang dimakan bersama tulangnya)

    (Muchtadi et al. 1993).

    2.3.2. Kegunaan kalsium dalam tubuh Kalsium memiliki peranan membantu membentuk tulang dan gigi serta

    mengukur proses biologis dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan dengan kalsium

    radioaktif menunjukkan bahwa tulang secara terus-menerus dibentuk dan

    dirombak secara simultan. Kalsium tulang orang dewasa diserap sekitar 20 % dan

    diganti lagi setiap tahun (Winarno 1992). Matrik tulang tersusun oleh kalsium,

    mempunyai susunan yang unik untuk kalsifikasi normal. Kalsifikasi adalah proses

    pembentukan tulang dari kumpulan sel yang saling berhubungan. Tulang juga

    banyak mengandung kalsium fosfat yang tidak berbentuk (amorf). Zat ini lebih

    banyak pada usia muda sedangkan pada usia lanjut diganti oleh kristal-kristal

    apatit (Nasoetion et al. 1994). Kalsium memegang peranan penting di dalam

    tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi, memelihara

  • ketegaran kerangka tubuh, mengentalkan darah serta membantu regulasi aktivitas

    otot-otot kerangka, jantung dan jaringan-jaringan lain (Muchtadi et al. 1993).

    2.3.3. Kebutuhan kalsium Keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan

    kalsium, kira-kira sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan

    nitrogen (Winarno 1992). Bayi berusia 0-6 bulan memerlukan sekitar 200 mg

    kalsium sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan kalsium

    280-300 mg sehari. Balita hingga anak-anak membutuhkan asupan kalsium rata-

    rata sekitar 500-750 mg per hari. Masa remaja merupakan masa terjadinya puncak

    penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang sehingga rata-rata asupan

    kalsium untuk usia remaja yaitu 1000 mg/hari. Usia dewasa memerlukan asupan

    kalsium rata-rata 800 mg/hari sedangkan kelompok usia 50 tahun memerlukan

    asupan kalsium rata-rata 1000 mg/hari karena mulai terjadi pengeroposan tulang

    dan penyerapan mulai menurun (Soekarti dan Kartono 2004).

    2.3.4. Penyerapan kalsium Penyerapan kalsium berkaitan dengan kebutuhan tubuh dan adanya fosfor,

    vitamin D, laktosa, asam hidroklorat dalam getah pencerna perut dan vitamin C

    serta asam amino dalam usus kecil (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium

    terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. karena garam kalsium

    lebih larut dalam asam (Winarno 1992).

    Kalsium diserap usus melalui pengangkutan aktif, artinya pengangkutan

    tersebut terjadi dengan cara melewati suatu perbedaan konsentrasi. Energi

    vitamin D dibutuhkan untuk pengangkutan aktif kalsium dengan tujuan untuk

    memenuhi kebutuhan kalsium. Penyerapan paling aktif terjadi pada saat

    kebutuhan kalsium meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan

    dan laktasi (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium sangat bervariasi

    tergantung umur dan kondisi badan. Penyerapan kalsium yang dicerna pada masa

    kanak-kanak berkisar antara 50-70 %, sedangkan pada masa dewasa hanya sekitar

    10-40 % (Winarno 1992).

    Penyerapan kalsium dihambat oleh adanya zat organik, seperti asam oksalat

    (pada bayam) dan asam fitat (pada gandum), yang dapat bergabung dengan

    kalsium dan membentuk garam yang tidak larut (Winarno 1992). Sebagian besar

  • kalsium (70-90 %) yang dibuang tubuh dikeluarkan bersama tinja pada organ

    tubuh ginjal (Nasoetion et al. 1994).

    2.3.5. Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium Kadar kalsium yang tinggi dalam serum dan urin akan menyebabkan keadaan

    hiperparatiroid (pembesaran kelenjar paratiroid), hiperkalsiuria (banyaknya

    kalsium yang terkandung dalam urin) dan pembentukan batu ginjal

    (Nasoetion et al. 1994). Kekurangan kalsium dapat terjadi apabila konsumsi

    kalsium rendah sehingga mengakibatkan osteomalasia, sedangkan apabila

    keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis

    (Winarno 1992).

    Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang

    ditandai dengan adanya gangguan kalsifikasi pada tulang dan dipengaruhi oleh

    jumlah kapur dalam makanan (Nasoetion et al. 1994). Apabila kadar kalsium

    dalam darah menurun, maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil

    cadangan dari tulang-tulang dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang

    (osteoporosis) dan gigi geligi tanggal (Nasoetion et al. 1994).

    2.4. Fosfor

    Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Jumlah fosfor

    rata-rata dalam tubuh pria dewasa 700 gram. Fosfor terkandung di dalam

    kerangka tulang sekitar 95 % sebagai mineral tulang, kalsium fosfat dan

    hidroksiapatit. Fosfor terdapat di dalam jaringan keras (80 %) dan jaringan lunak

    (20 %). Kadar fosfor dalam plasma berkisar 3,5 mg/100 ml plasma dan apabila

    butir darah merah termasuk maka total fosfor dalam darah antara 30-40 mg/100

    ml darah (Nasoetion et al. 1994).

    Fosfat memiliki peranan sebagai unsur pokok dari asam nukleat dan membran

    sel, sebagai faktor yang esensial pada seluruh reaksi pembentukan di dalam sel

    serta sebagai komponen berbentuk kristal dari tulang rangka. Fosfor kurang

    mendapat perhatian sebagai komponen gizi meskipun memiliki beberapa peranan,

    hal ini disebabkan karena fosfor banyak terdapat dalam berbagai jenis makanan.

    Bahan makanan yang berasal dari sel tumbuhan maupun hewan mengandung

    fosfat karena fosfat merupakan komponen yang penting bagi kehidupan

    (Harrison 1988).

  • 2.4.1. Sumber-sumber fosfor Fosfor terdapat di dalam bahan pangan dengan kadar protein tinggi seperti

    daging, unggas, ikan, telur, air susu hewan dan hasil olahannya. Biji-bijian

    terutama bagian lembaganya dan biji-bijian yang utuh (pecah kulit) juga banyak

    mengandung fosfor (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang kaya akan

    kalsium juga kaya akan fosfor. Fosfor pada bahan pangan terdapat dalam berbagai

    bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan

    fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik (Winarno 1992).

    2.4.2. Kegunaan fosfor dalam tubuh Fosfor merupakan bagian senyawa energi tinggi ATP yang diperlukan dalam

    memasok energi untuk kegiatan seluler. Fosfor diperlukan pada proses oksidasi

    karbohidrat dalam pembentukan ATP karena fosforilasi merupakan langkah yang

    harus dilalui dalam metabolisme monosakarida (Nasoetion et al. 1994). Fosfor

    memiliki peranan yang mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan

    gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi (Winarno 1992).

    Fosfor sebagai fosfat memainkan peranan dalam struktur dan fungsi semua sel

    tubuh. Fosfor dapat ditemukan di dalam setiap sel, tetapi sebagian besar (kira-kira

    80 % dari total) bergabung dengan kalsium dalam tulang dan gigi. Fosfor berperan

    dalam kontraksi otot, syaraf dan metabolisme otak (Nasoetion et al. 1994).

    2.4.3. Kebutuhan fosfor Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan fosfor dari ASI sekitar 100

    mg/hari, sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan fosfor rata-rata

    225 mg/hari. Balita memerlukan fosfor sebanyak 400 mg/hari dan remaja

    memerlukan fosfor sebanyak 1100 mg/hari. Dewasa hingga kelompok usia diatas

    50 tahun memerlukan asupan fosfor rata-rata sebanyak 600 mg/hari

    (Soekarti dan Kartono 2004).

    2.4.4. Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor Kekurangan fosfor dapat mengkibatkan penyakit renal rickets (rakhitis ginjal)

    yang ditandai dengan rendahnya fosfor, dan hiperfosfortaria atau peningkatan

    kehilangan fosfor dalam urin serta penurunan absorbsi kalsium dan fosfor dalam

    usus. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan transpor fosfor di dalam usus halus

    dan tubulus ginjal (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme abnormal kalsium dan

  • fosfat menyebabkan rakhitis pada anak dan osteomalasia pada orang dewasa

    (Nasoetion et al. 1994).

    2.5. Magnesium

    Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak setelah natrium di

    dalam cairan interselular. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme.

    Sebanyak 60 % dari 20-28 mg magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam

    tulang dan gigi, 26 % di dalam otot dan selebihnya di dalam jaringan lunak

    lainnya serta cairan tubuh (Almatsier 2006).

    2.5.1. Sumber-sumber magnesium

    Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan,

    daging, susu dan coklat (Almatsier 2006). Sebagian besar serealia seperti gandum

    dan gandum hitam juga merupakan sumber magnesium. Kandungan magnesium

    pada gandum lebih rendah dibandingkan kandungan magnesium pada gandum

    hitam (McDowell 1992).

    2.5.2. Kegunaan magnesium dalam tubuh

    Magnesium berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang

    memecah gugus, meningkatkan tekanan osmotik serta membantu mengurangi

    getaran otot (Budiyanto 2002). Magnesium berperan dalam transmisi saraf,

    kontraksi otot dan pembekuan darah di dalam cairan sel ekstraselular. Magnesium

    memiliki peranan yang berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang

    kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot, kalsium mendorong

    penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegahnya (Almatsier 2006).

    2.5.3. Kebutuhan magnesium

    Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan magnesium dari ASI sebanyak 25

    mg/hari sedangkan balita membutuhkan asupan magnesium rata-rata 60-80

    mg/hari. Remaja memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan

    usia dewasa membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari

    (Soekarti dan Kartono 2004).

    2.5.4. Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium

    Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan

    dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang/tetanus, gangguan sistem

    saraf pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Kelebihan magnesium terjadi

  • pada penyakit gagal ginjal (Almatsier 2006). Kekurangan magnesium dapat

    mempengaruhi fungsi jantung melalui perubahan konsentrasi kalium, natrium dan

    kalsium di dalam cairan ekstraselular dan intraselular (McDowell 1992).

    2.6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

    Atomic Absorption Spectroscopy atau spektroskopi serapan atom merupakan

    suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid

    (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar

    tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara

    spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi serapan

    atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidaak tereksitasi

    sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang

    dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi

    (Nur 1989).

    Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel

    diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom

    akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom

    tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang

    dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan

    banyaknya cahaya (Susanto 2008).

    Teknik spektroskopi serapan atom merupakan teknik yang paling spesifik

    karena garis spektrum serapan atom sangat sempit dan energi transisi elektron

    sangat unik untuk setiap unsur (Nur 1989). Waktu pengujian dengan instrumen

    SSA lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri,

    karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian

    dimasukkan untuk dibakar (Susanto 2008).

  • 3. METODOLOGI

    3.1. Waktu dan Tempat

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2009. Preparasi sampel

    dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan,

    Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji

    proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, serta

    pengujian kandungan kitin dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,

    Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    Analisis kadar mineral (kalsium, fosfor dan magnesium) dilakukan di

    Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi

    Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

    3.2. Alat dan Bahan

    Peralatan yang dibutuhkan pada tahap persiapan sampel dan pembuatan

    tepung meliputi penggaris, timbangan digital, baskom, pisau, tampah, kompor

    listrik, oven, gelas piala 1 L dan mortar. Bahan utama yang digunakan adalah

    kijing lokal yang diperoleh dari Situ Gede.

    Peralatan yang digunakan untuk uji proksimat meliputi oven, desikator,

    timbangan digital, cawan porselen, tanur pengabuan, labu soxhlet, kapas wool

    atau kertas saring, labu kjeldahl 100 ml, pemanas listrik/alat destruksi dan buret

    10 ml. Pelarut dan pereaksi yang digunakan untuk uji proksimat yaitu hekasana,

    campuran katalis selen, etanol 95%, asam borat (H3BO3) 2%, NaOH, H2SO4

    pekat dan akuades.

    Peralatan yang digunakan untuk analisis kadar kalsium, fosfor dan magnesium

    terdiri atas gelas piala, timbangan digital, labu takar, pipet volumetrik, labu

    kjeldahl 100 ml, alat destruksi, kertas saring whatman, corong, kuvet,

    spektrofotometer dan AAS. Bahan kimia dan pelarut yang digunakan meliputi

    asam nitrat, HNO3, HClO4, HCl, amonium molibdat, amonium vanadat, asam

    nitrat pekat, akuades, indikator merah metil, NH4OH, amonium oksalat, akuades,

    amonium fosfat, HCl dan asam molibdat.

  • 3.3. Metode Penelitian

    Tahapan penelitian meliputi persiapan sampel kijing dan pengamatan untuk

    mengetahui karakteristik fisik cangkang kijing, pembuatan tepung cangkang

    kijing, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik fisik dan

    kimia dari tepung cangkang kijing.

    3.3.1. Persiapan sampel

    Sampel berupa kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) diperoleh dari perairan

    tergenang Situ Gede. Kijing yang telah diperoleh kemudian ditimbang bobotnya

    dan diukur panjang tubuhnya. Kijing yang telah dihitung bobot tubuh dan

    panjangnya kemudian dipisahkan daging, jeroan serta cangkang untuk dihitung

    rendemennya. Cangkang yang telah ditimbang kemudian dikelompokkan

    berdasarkan ukurannya yaitu ukuran < 90 mm dan 90 mm. Pembagian

    kelompok ukuran cangkang kijing ini didasarkan pada ukuran konsumsi kijing.

    Cangkang yang telah dikelompokkan berdasarkan ukurannya kemudian siap untuk

    dibuat tepung. Diagram alir prosedur persiapan sampel disajikan pada Gambar 3.

    Kijing lokal

    Penimbangan bobot tubuh

    Pengukuran panjang tubuh

    Pemisahan daging, jeroan dan cangkang

    Penimbangan daging, jeroan dan cangkang

    Pengukuran rendemen

    Pemisahan cangkang berdasarkan ukuran

    Pembuatan tepung cangkang kijing

    Gambar 3. Diagram alir prosedur persiapan sampel

  • 3.3.2. Pembuatan tepung cangkang kijing

    Cangkang kijing yang telah dikelompokkan berdasarkan ukuran direbus

    dengan larutan NaOH 1 N, kemudian dilakukan penepungan. Analisis

    karakteristik fisik yang meliputi rendemen dan derajat putih serta analisis kimia

    yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor

    dilakukan terhadap cangkang kijing yang telah ditepungkan. Tepung cangkang

    kijing dibuat dengan modifikasi metode Sada (1984), diacu dalam Wahyuni

    (2007) yang dimodifikasi pada tahap penepungan.

    Cangkang yang telah dipisahkan dari dagingnya dibersihkan. Cangkang

    dikeringkan dengan panas matahari selama 6-8 jam, kemudian cangkang direbus

    dalam larutan NaOH 1 N pada suhu 50 C selama 3 jam. Perebusan dengan

    menggunakan NaOH ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan organik

    yang terdapat pada cangkang kijing. Cangkang kijing yang telah direbus

    kemudian dinetralisasi dengan pencucian, lalu dikeringkan dengan oven pada

    suhu 121 C selama 15 menit. Cangkang kijing yang telah dikeringkan kemudian

    dihancurkan dengan menggunakan mortar lalu disaring dengan saringan kasar dan

    nilon mesh ukuran 60 mesh hingga menjadi tepung cangkang kijing. Tepung yang

    dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui karakteristik fisik dan

    kimia tepung cangkang kijing. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang

    kijing dapat dilihat pada Gambar 4.

  • Cangkang kijing

    Pengeringan (50-60 C) selama 6-8 jam

    Perebusan dalam larutan NaOH 1 N suhu 50C selama 3 jam

    Penetralan cangkang kijing (pH = 7) dengan pencucian

    Pengeringan oven (121 C) selama 15 menit

    Penumbukan*

    Penyaringan

    Tepung cangkang kijing

    Karakterisasi fisik dan kimia

    * : modifikasi Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing

    3.4. Pengamatan

    3.4.1. Karakterisasi fisik 3.4.1.1. Karakterisasi fisik cangkang kijing

    Karakterisasi fisik cangkang kijing meliputi pengukuran panjang, tebal dan

    tinggi cangkang, rendemen tubuh kijing dan rendemen cangkang yang diperoleh.

    Panjang, tebal dan tinggi cangkang diukur dengan menggunakan penggaris dan

    jangka sorong. Panjang cangkang diukur dari ujung posterior ke ujung anterior

    cangkang, tebal cangkang diukur pada bagian yang tergemuk dari bagian kiri ke

    bagian kanan cangkang dan tinggi cangkang diukur dari tepi dorsal ke tepi ventral

    (Putra 2008).

    3.4.1.2. Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing

    (1) Pengukuran rendemen (AOAC 1995, diacu dalam Hilman 2008)

    Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan

    output.

    Rendemen (%) = %100xBA

  • A merupakan berat akhir sampel dan B merupakan berat awal sampel.

    (2) Derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981, diacu dalam

    Hilman 2008) Sampel berupa tepung dimasukkan ke dalam cawan whiteness meter hingga

    padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar

    (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan ke dalam sistem Kett

    Whiteness Meter. Derajat putihan diukur dengan membandingkan warna sampel

    dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada monitor.

    Warna sampel

    110 Keterangan : 110 = standar BaSO4

    3.4.2. Karakterisasi kimia 3.4.2.1. Karakterisasi kimia cangkang kijing

    (1) Kitin (Suptijah et al. 1992, diacu dalam Yogaswari 2009)

    Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari cangkang

    kijing. Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992), sebanyak 10 gram

    cangkang yang telah dicuci dan dikeringkan, ditimbang dengan menggunakan

    timbangan digital. Tahap pertama dalam ektraksi kitin adalah demineralisasi

    (penghilangan mineral). Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu

    dicampur dengan larutan HCl 0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan

    dengan 70 ml HCl). Penambahan HCl dilakukan sedikit demi sedikit sambil

    diaduk. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil diaduk. Setelah 1 jam kemudian

    didekantasi dan dicuci dengan air sampai netral (3-4 kali) kemudian disaring dan

    siap untuk diproses selanjutnya yaitu deproteinasi.

    Pada tahap deproteinasi (penghilangan protein), bahan yang telah mengalami

    demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10,

    kemudian dipanaskan hingga temperatur 65oC selama 2 jam sambil diaduk.

    Setelah 2 jam, campuran didekantasi dan dicuci hingga netral, disaring dan

    dikeringkan dengan oven 60oC selama semalam. Jika rendemen kitin yang

    dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan akhir digunakan kertas saring

    X 100% Derajat putih (%) =

  • yang sebelumnya telah dioven dan ditimbang. Bobot kitin diperoleh dari

    pengurangan bobot kertas saring yang berisi kitin yang telah dioven dengan kertas

    saring yang telah dioven.

    bobot kitin (g)

    bobot sampel (g)

    3.4.2.2. Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing

    (1) Kadar air (Apriyantono et al. 1995)

    Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C102 C selama

    15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sejumlah

    5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dan sampel

    kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100 C102 C selama 6 jam,

    selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian cawan

    ditimbang hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air dapat dihitung dengan

    menggunakan rumus berikut :

    Berat sampel (gram) = W1

    Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2

    Kehilangan berat (gram) = W3

    Persen kadar air = %100W1W3 x

    (2) Kadar abu (SNI 01-3751-2006)

    Cawan abu porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C102 C selama

    satu jam. Cawan abu porselen kemudian didinginkan dalam desikator selama satu

    jam kemudian beratnya ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang kemudian

    dimasukkan ke dalam cawan abu porselen selanjutnya sampel diabukan dalam

    tanur pada suhu 600 oC selama 5-8 jam hingga sampel berwarna putih atau

    kelabu. Cawan dan sampel yang telah berwarna putih atau kelabu didinginkan

    dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu

    sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

    Kadar abu (%) = %10012 xW

    WW

    % kitin = X 100 %

  • Keterangan:

    W adalah bobot sampel (g) W1 adalah bobot cawan kosong (g) W2 adalah bobot cawan kosong dan abu (g) (3) Kadar protein (SNI 01-3751-2006)

    Sebanyak 0,5-1,0 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam

    labu Kjeldahl. Campuran katalis selen sebanyak 1 gram dan 10 ml H2SO4

    ditambahkan ke dalam sampel. Campuran kemudian dipanaskan dalam pemanas

    listrik hingga mendidih dan larutan menjadi berwarna jernih kehijau-hijauan.

    Tahap ini dilakukan di dalam lemari asam. Campuran yang telah mendidih dan

    berubah warna menjadi jernih kehijau-hijauan kemudian dibiarkan dingin lalu

    diencerkan dengan akuades secukupnya. Sebanyak 15 ml atau lebih larutan NaOH

    30% ditambahkan ke dalam campuran. Campuran kemudian disuling selama

    10-15 menit atau hingga penampung berubah warna dengan penampung distilat

    adalah 50 ml larutan H3BO3 2% yang telah diberikan beberapa tetes indikator

    BCG + MM. Campuran distilat kemudian dititar dengan larutan HCl. Kadar

    protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

    Kadar protein (%) = %10025.6008.14)21( XW

    xxNxVV

    Keterangan:

    V1 = volume HCl untuk titrasi contoh (ml), V2 = volume HCl untuk titrasi blanko (ml), N = Normalitas larutan HCl, W = berat contoh (mg), 14,008 = Bobot atom nitrogen, 6,25 = faktor protein untuk produk perikanan. (4) Kadar lemak (Apriyantono et.al 1995)

    Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan

    digunakan, dikeringkan dalam oven pada suhu 103 C selama 1 jam kemudian

    didinginkan dalam dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel yang

    berbentuk tepung ditimbang langsung dalam saringan timbal, yang sesuai

    ukurannya kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Sampel dapat

    juga dibungkus dengan kertas saring sebagai alternatif lain. Timbal atau kertas

  • saring yang berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian

    dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana

    dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks minimal

    selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih,

    kemudian dilakukan destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak dan pelarutnya

    ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven

    pada suhu 105 C selama 5 jam, kemudian dikeringkan hingga berat tetap dan

    didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang. Kadar lemak sampel dapat

    dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    Kadar lemak (%) = %100xC

    AB

    Keterangan:

    A = Berat labu lemak B = Berat labu lemak beserta lemak C = Berat sampel (5) Nilai pH (Apriyantono et al. 1989, diacu dalam Kaya 2008)

    Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan 45 ml akuades dan diaduk selama

    2 menit. Alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar

    (pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan ke dalam sampel

    yang akan diperiksa. Nilai pH merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada

    pH meter selama 1 menit atau sampai angka digital tidak berubah.

    (6) Kadar kalsium dan magnesium (Nur et al. 1992)

    Persiapan sampel dengan metode pengabuan basah

    Sebanyak 1 gr sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer

    ukuran 125 ml. Sebanyak 5 ml HNO3 ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu

    didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam kemudian dipanaskan di

    atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (di dalam ruang asam)

    dan dibiarkan selama semalam (sampel ditutup). Setelah dibiarkan selama

    semalam, ditambahkan 0,4 ml H2SO4 lalu dipanaskan di atas hot plate sampai

    larutan berkurang (lebih pekat) biasanya selama 1 jam. Sebanyak 2-3 tetes

    larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1) ditambahkan ke dalam sampel. Sampel

    masih tetap di atas hot plate karena pemanasan terus dilanjutkan hingga 1 jam

  • (hingga terjadi perubahan warna dari coklat, kuning tua hingga kuning muda.

    Setelah perubahan warna, pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel

    dipindahkan kemudian didinginkan lalu ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml

    HCl. Sampel dipanaskan kembali selama 15 menit kemudian dimasukkan ke

    dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool.

    Persiapan larutan stok standar

    Sebanyak 1,248 gr CaCO3 (untuk kalsium) dan 5,060 gr MgSO4.7H2O (untuk

    magnesium) ditimbang dengan tepat kemudian masing-masing dilarutkan dan

    diencerkan dengan akuades hingga volume 500 ml.

    Pengukuran sampel

    Larutan standar, blanko dan sampel dialirkan ke dalam AAS lalu diukur

    absorbansinya. Pengujian kadar kalsium diukur dengan panjang gelombang

    422,7 nm dan pengujian kadar magnesium diukur dengan panjang gelombang

    285,2 nm.

    (7) Kadar fosfor, metode Molibdat-Vanadat (Apriyantono et al. 1995)

    Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat:

    Sebanyak 20 g amonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat

    (50oC) kemudian didinginkan (larutan molibdat). Selanjutnya 1,0 g amonium

    vanadat (amonium meta vanadat) dilarutkan dalam 300 ml akuades mendidih

    kemudian ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat secara perlahan-lahan dan

    diaduk (larutan vanadat). Larutan vanadat dimasukkan ke dalam larutan molibdat

    lalu diaduk. Selanjutnya diencerkan dengan akuades hingga volume 1 liter.

    Persiapan larutan fosfat standar:

    Potasium dihidrogen fosfat kering sebanyak 3,834 g ditimbang dengan tepat,

    kemudian dilarutkan dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter.

    Sebanyak 25 ml larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar

    250 ml kemudian diencerkan hingga tanda tera.

    Pembuatan kurva standar:

    Sebanyak 0; 2.5; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ml larutan fosfat standar

    dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan

    akuades hingga volume 50-60 ml. Selanjutnya pereaksi vanadat-molibdat

    sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan

  • dengan akuades hingga volume 100 ml. Larutan didiamkan selama 10 menit,

    kemudian absorbansi masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada

    panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan ini mengandung 0; 0,5; 1,0;

    2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10 mg P2O5 / 100 ml.

    Persiapan sampel:

    Sebanyak 5 gr sampel ditimbang dengan tepat di dalam gelas piala 150 ml.

    Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam nitrat pekat dan dididihkan selama 5 menit.

    Kemudian didinginkan dan ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Setelah

    itu larutan dipanaskan dan ditambahkan HNO3 setetes demi setetes hingga larutan

    tidak berwarna kemudian dipanaskan hingga timbul asap putiih lalu didinginkan.

    Sebanyak 15 ml akuades ditambahkan ke dalam larutan kemudian dididihkan lagi

    selama 10 menit. Larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250

    ml. Gelas piala dibilas sampai bersih dan hasil bilasan dimasukkan ke dalam labu

    takar kemudian larutan dalam labu takar diencerkan dengan akuades hingga tanda

    tera.

    Penetapan sampel:

    Sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

    kemudian ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat, lalu

    diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit

    kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang

    gelombang 400 nm. Selanjutnya konsentrasi fosfor dari kurva standar dicatat

    berdasarkan absorbans yang terbaca.

    Perhitungan kadar fosfor ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

    % fosfor dalam sampel (P2O5) = WCx 5,2

    C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100ml) yang terbaca dari kurva standar W = berat sampel yang digunakan

    (8) Mineral Terlarut (Santoso 2003, diacu dalam Kaya 2008)

    Sebanyak 10 gr sampel ditambahkan dengan air masing-masing sebanyak 40

    ml pada berbagai pH (2, 4 dan 6). Larutan pH 2, 4 dan 6 dibuat dengan

    menggunakan HCl dan NaOH. Sampel yang telah ditambahkan dengan air dengan

  • berbagai pH kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada

    kecepatan 5000-10000 rpm selama 2 menit untuk menghasilkan fraksi terlarut.

    Sampel tersebut selanjutnya diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu

    37 oC dengan kecepatan 5 (120 stroke/menit) selama 2 jam. Sampel selanjutnya di

    sentrifuse pada kecepatan 10000 rpm, 2 oC selama 10 menit. Hasil dari sentrifuse

    disaring menggunakan kertas saring Whattman 42. Hasil saringan tersebut diukur

    dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui

    berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk mengetahui fosfor yang

    terlarut.

    3.5. Analisis Data (Walpole 1995)

    Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji rata-rata

    populasi, uji-t. Uji t digunakan apabila jumlah sampel tidak cukup besar, dalam

    hal ini jumlah sampel kurang dari 30 (n < 30). Pada uji t dilihat perbedaan

    rata-rata dua sampelnya. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

    cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm. Statistik uji yang

    digunakan adalah sebagai berikut :

    (y1 y2) D0 s2p(1/n1 + 1/n2)]1/2

    (n1-1)s12 + (n2-1)s22 dengan derajat bebas n1 + n2 - 2 n1 + n2 2

    Keterangan :

    y1 : nilai tengah sampel 1 y2 : nilai tengah sampel 2 s2p : ragam gabungan n1 : jumlah sampel 1 n2 : jumlah sampel 2 s1 : ragam sampel 1 s2 : ragam sampel 2 Hipotesis yang digunakan adalah

    H0 : kecil = besar (Perbedaan ukuran memberikan pengaruh yang tidak

    berbeda nyata)

    H1 : kecil besar (Perbedaan ukuran memberikan pengaruh yang berbeda

    nyata)

    t =

    dimana s2p =

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Karakteristik Fisik Karakterisasi fisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik cangkang

    kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Karakteristik fisik cangkang

    kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Karakteristik fisik cangkang kijing dan tepung cangkang kijing

    Ukuran cangkang Parameter < 90 mm 90 mm Panjang (mm) 81,05 2,72 96,17 2,40 Tinggi (mm) 36,38 1,70 43,19 1,25 Tebal (mm) 15,73 0,62 19,28 1,40 Rendemen cangkang (%) 52,40 0,29 52,19 0,08 Rendemen tepung cangkang (%) 42,82 3,40 34,91 0,10 Derajat putih tepung cangkang (%) 76,36 0,83 72,91 1,55

    4.1.1. Karakteristik fisik cangkang kijing (Pilsbryoconcha exilis) Cangkang atau kulit merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan

    perairan. Kerang air tawar Pilsbryoconcha exilis yang ditemukan di perairan Situ

    Gede memiliki cangkang tipis berwarna coklat kekuningan hingga agak gelap.

    Cangkang berbentuk oval, elips atau memanjang, membulat di bagian anterior dan

    meruncing di bagian posterior. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan

    90 mm memiliki karakteristik fisik yang sedikit berbeda. Cangkang yang

    berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta

    relatif tipis.

    Cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna cenderung gelap dan

    cukup tebal. Menurut Morton (1992) kerang (bivalvia) air tawar memiliki

    cangkang yang tipis dan memiliki corak yang khas. Purnama (2008) menyatakan

    bahwa kijing atau kerang air tawar memiliki cangkang yang berwarna coklat

    kehijauan atau coklat kekuningan. Sebagian besar kerang air tawar memiliki

    bentuk oval namun ada juga yang mendekati bulat.

    Studi morfometri merupakan salah satu bagian dari studi ekobiologi yang

    dipergunakan untuk mempelajari sebaran ukuran suatu organisme dalam suatu

    habitat. Ciri morfometri yang diamati pada kijing meliputi panjang, tebal dan

  • tinggi. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang berkisar

    antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm (Tabel 1 dan

    Lampiran 4). Kerang air tawar memiliki panjang berkisar antara 70-100 mm

    (Paunovic et al. 2006). Ukuran cangkang menunjukkan umur dari kijing tersebut,

    dan pertambahan ukuran panjang cangkang diikuti dengan tinggi dan tebalnya.

    Hal ini diperkuat dengan pernyatan Morton (1992) yang menyatakan bahwa

    cangkang atau kerang akan semakin panjang dan ketebalannya akan meningkat

    seiring dengan pertambahan usia.

    4.1.2. Rendemen tubuh kijing (P. exilis)

    Tubuh kijing terdiri atas cangkang, daging dan jeroan. Cangkang memiliki

    rendemen yang paling tinggi yaitu mencapai 53 % dibandingkan dengan daging

    dan jeroan yang hanya memiliki nilai 22 % dan 25 % (Gambar 5 dan Lampiran 1).

    Daging kijing hanya terdiri dari mantel dan kaki, sedangkan visceral mass

    termasuk ke dalam bagian jeroan sehingga jeroan memiliki rendemen yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan daging kijing. Hal ini diperkuat dengan pernyataan

    Muslih (2006) yang menyatakan bahwa bagian dalam tubuh kerang air tawar

    terdiri atas kaki, mantel dan visceral mass. Visceral mass merupakan kumpulan

    organ-organ dalam seperti insang, mulut, perut, gonad, anus dan organ penting

    lainnya. Tubuh kijing atau kerang air tawar terdiri dari dua bagian yaitu bagian

    dalam dan bagian luar. Bagian luar disebut kulit atau cangkang dan bagian dalam

    terdiri atas daging serta organ dalam atau jeroan (Purnama 2009).

    CANGKANG53%

    DAGING22%

    JEROAN25%

    Gambar 5. Rendemen tubuh kijing

  • Cangkang merupakan bagian tubuh kijing yang memiliki rendemen tertinggi,

    namun pemanfaatannya belum cukup optimum. Menurut Kaya (2008), rendemen

    sangat penting diketahui untuk mendapatkan gambaran suatu produk dapat

    dimanfaatkan dengan baik atau untuk mengetahui nilai ekonomis produk tersebut.

    Semakin tinggi rendemen suatu produk dapat dikatakan bahwa produk tersebut

    memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula.

    4.1.3. Rendemen cangkang kijing (P. exilis)

    Cangkang merupakan bagian terluar dari tubuh kijing. Ukuran cangkang yang

    digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu cangkang kecil yang

    memiliki ukuran < 90 mm dan cangkang besar yang memiliki ukuran 90 mm.

    Pembagian ukuran cangkang berdasarkan pada sebaran panjang kijing yang

    diperoleh dari perairan Situ Gede. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede

    memiliki panjang antara 72 hingga 103 mm. Rendemen cangkang yang berukuran

    < 90 mm dan 90 mm berturut-turut sebesar 52,40 % dan 52,19 % (P > 0,05)

    (Gambar 6 dan Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006)

    menunjukkan bahwa cangkang kerang hijau memiliki rendemen sebesar 56,85 %.

    52,1952,4

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    < 90 90

    Ukuran cangkang (mm)

    Ren

    dem

    en (%

    )

    Gambar 6. Rendemen cangkang kijing

    Cangkang kijing memiliki rendemen yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

    limbah kijing memiliki potensi yang cukup besar namun pemanfaatannya belum

  • optimum. Informasi mengenai kandungan yang terdapat dalam cangkang kijing

    sangat diperlukan agar pemanfaatan limbah kijing dapat dilakukan secara

    optimum. Cangkang kijing mengandung kalsium sehingga diharapkan dapat

    memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi masyarakat terutama sebagai

    sumber kalsium. Kandungan proksimat dan kandungan mineral (meliputi kalsium,

    magnesium dan fosfor) akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

    4.1.4. Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis)

    4.1.4.1. Rendemen

    Rendemen tepung cangkang kijing dihitung berdasarkan perbandingan berat

    tepung yang dihasilkan dengan berat kering cangkang. Tepung cangkang yang

    diperoleh terdiri dari tepung yang halus, agak halus dan bentuk yang masih kasar.

    Cangkang yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki rendemen rata-rata

    bertuturut-turut sebesar 42,82 % dan 34,91 % (P < 0,05) (Tabel 1 dan

    Lampiran 5). Cangkang yang berukuran 90 mm memiliki rendemen yang

    rendah, hal ini diduga disebabkan oleh tekstur cangkang yang keras dan tebal

    sehingga lebih sulit untuk dihancurkan. Banyaknya rendemen tepung cangkang

    yang dihasilkan diduga berhubungan dengan metode pembuatan tepung cangkang

    yang digunakan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan cara ditumbuk kemudian

    disaring dengan saringan lalu disaring kembali dengan nilon mesh yang berukuran

    60 mesh sehingga rendemen tepung yang diperoleh tidak terlalu tinggi.

    4.1.4.2. Derajat putih

    Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari kijing berukuran < 90 mm dan

    90 mm memiliki warna putih kecoklatan dengan derajat putih yang berbeda.

    Derajat putih tepung cangkang kijing dari kijing yang berukuran < 90 mm dan

    90 mm berturut-turut adalah 76,36 % dan 72,91 % (P < 0,05) (Tabel 1 dan

    Lampiran 6). Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang berukuran

    < 90 mm memiliki derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang

    yang berukuran 90 mm. Warna tepung yang dihasilkan diduga berasal dari

    warna alami cangkang. Cangkang yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang

    agak cerah sedangkan cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna yang

    cenderung gelap sehingga derajat putih cangkang berukuran < 90 mm lebih tinggi.

  • Menurut Putra (2008), cangkang kerang air tawar memiliki warna kekuningan

    atau coklat kehijauan sampai hijau agak gelap.

    4.2. Karakteristik Kimia

    4.2.1. Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis) Kandungan kitin yang terdapat pada cangkang kijing memiliki nilai antara

    0,58 hingga 0,89 %. Cangkang kijing yang berukuran kecil memiliki kandungan

    kitin rata-rata sebesar 0,75 % sedangkan cangkang kijing berukuran besar

    memiliki kandungan kitin rata-rata sebesar 0,72 % (P > 0,05) (Lampiran 18).

    Cangkang bivalvia mengandung kitin namun jumlahnya tidak terlalu banyak.

    Menurut Goffinet (1965), diacu dalam Gregoire (1972) kitin pada cangkang

    Anisomyaria (bivalvia) terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah. Kitin pada

    cangkang bivalvia, membentuk lapisan kutikula yang lengkap.

    4.2.2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis)

    Analisis kimia untuk mengetahui karakteristik kimia tepung cangkang kijing

    meliputi kandungan proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by

    difference), mineral (kalsium, magnesium, fosfor) serta mineral terlarut.

    Karakteristik kimia tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada

    Tabel 2.

    Tabel 2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing

    Kelompok ukuran cangkang Parameter < 90 mm 90 mm

    Kadar air (%) 1,19 0,002 1,20 0,005 Kadar abu (%) 93,34 0,09 93,14 0,10 Kadar protein (%) 1,85 0,29 2,31 0,13 Kadar lemak (%) 0,66 0,06 0,72 0,11 Karbohidrat by difference (%) 2,94 0,24 2,62 0,20 pH 8,50 0,05 8,87 0,09 Kalsium (%) 39,55 22,84 28,97 13,47 Magnesium (%) < 0,01 6,9x10-5 < 0,01 6,6x10-5 Fosfor (%) 0,28 0,21 0,08 0,03

    4.2.2.1. Kandungan proksimat

    4.2.2.1.1. Air Kadar air cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-

    turut adalah 1,19 % dan 1,2 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 7). Penelitian

  • yang dilakukan oleh Permana (2006) menunujukkan kadar air tepung cangkang

    kerang hijau sebesar 0,85%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muna

    (2005) menunjukkan bahwa kadar air tepung cangkang rajungan sebesar 2,15 %.

    Kadar air yang relatif rendah pada cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh

    karakteristik cangkang yang memiliki tekstur padat serta tersusun atas zat kapur

    atau disebut lapisan periostrakum (Morton 1992).

    4.2.2.1.2. Abu

    Kadar abu yang diperoleh dari tepung cangkang kijing relatif tinggi. Kadar

    abu cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-turut sebesar

    93,34 % dan 93,14 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 8). Penelitian yang

    dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa tepung cangkang kerang

    hijau memiliki kadar abu sebesar 77,13%. Kadar abu yang tinggi pada tepung

    cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi.

    Kadar abu dalam suatu bahan pangan memiliki hubungan dengan mineral suatu

    bahan (Budiyanto 2002). Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki

    kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang kijing yang

    berukuran 90 mm, hal ini diduga menyebabkan kadar abu tepung cangkang

    kijing yang dihasilkan dari cangkang yang berukuran < 90 mm lebih tinggi

    dibandingkan dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang yang

    berukuran 90 mm. Cangkang bivalvia terdiri atas kalsium karbonat yang

    tersimpan dalam tiga bentuk crystalline yaitu calcite, aragonite dan vaterite

    (Wilbur 1964). Aragonite dan calcite merupakan mineral utama penyusun

    cangkang bivalvia (Gregoire 1972).

    4.2.2.1.3. Protein

    Analisis protein kasar terhadap tepung cangkang kijing menunjukkan nilai

    protein yang rendah. Cangkang kijing berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki

    protein berturut-turut 1,85 % dan 2,31 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 9).

    Protein pada cangkang kijing diduga berasal dari periostrakum dan hinge ligamen.

    Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gregoire (1972) yang menyatakan bahwa

    lapisan periostrakum mengandung lima belas hingga tujuh belas asam amino.

    Lapisan luar dari ligamen tersusun atas protein yang struktur molekulnya

    berbentuk serabut. Penelitian yang dilakukan oleh Beedham (1958) menunjukkan

  • bahwa ligamen pada cangkang bivalvia mengandung protein, asam amino

    terutama glisin dan tyrosin.

    4.2.2.1.4. Lemak Kadar lemak cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-

    turut 0,66 % dan 0,72 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 10). Lemak pada

    cangkang kijing diduga berasal dari lapisan periostrakum namun jumlahnya tidak

    terlalu tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006)

    cangkang kerang hijau memiliki kandungan lemak sebesar 3,55 %. Kandungan

    lemak pada cangkang bivalvia diduga berasal dari lapisan periostrakum. Lapisan

    periostrakum mengandung protein, asam amino dan lemak (Gregoire 1972).

    4.2.2.1.5. Karbohidrat by difference

    Kandungan karbohidrat tepung cangkang kijing diperoleh dengan cara

    perhitungan by difference. Kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki

    kandungan karbohidrat berturut-turut sebesar 2,94 % dan 2,62 % (P > 0,05)

    (Tabel 2 dan Lampiran 11). Karbohidrat yang terkandung dalam cangkang kijing

    tidak terlalu tinggi apabila dibandingkan dengan tepung cangkang kerang hijau.

    Tepung cangkang kerang hijau memiliki kandungan karbohidrat sebesar 14,33%.

    Kandungan karbohidrat pada cangkang kijing diduga berasal dari kitin yang

    terkandung pada cangkang.

    4.2.2.2. pH

    Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki pH

    berturut-turut 8,5 dan 8,9 (P < 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 12). Nilai pH

    memegang peranan penting dalam proses penyerapan zat gizi dalam tubuh. Nilai

    pH suatu bahan pangan akan mempengaruhi proses penanganan dan pengolahan

    bahan pangan tersebut (Kaya 2008). Tepung cangkang kijing memiliki nilai pH

    yang bersifat basa. Nilai pH yang bersifat basa pada tepung cangkang kijing ini

    diduga berasal dari kapur (Ca) yang terkandung dalam cangkang kijing. Hasil

    penelitian Yanuar (2008) menunjukkan bahwa tepung kalsium yang diperoleh dari

    cangkang rajungan memiliki pH berkisar antara 9,31-9,64. Cangkang rajungan

    mengandung zat kapur (Ca) sehingga bersifat basa.

  • 4.2.2.3. Mineral Cangkang kijing mengandung mineral terutama yaitu kalsium, fosfor dan

    magnesium. Karnkowska (2004) menyatakan bahwa mineral yang terkandung di

    dalam cangkang kerang sebagian besar merupakan kalsium karbonat. Menurut

    Putra (2008), sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium

    karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat.

    4.2.2.3.1. Kalsium Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang dibutuhkan oleh tubuh

    makhluk hidup. Cangkang moluska sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat

    sehingga membutuhkan kalsium dalam jumlah yang cukup banyak. Kandungan

    kalsium cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-turut

    adalah 39,55 % dan 28,97 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 14). Kalsium yang

    terdapat pada cangkang kijing merupakan kalsium karbonat atau serupa dengan

    batu gamping. Penelitian yang dilakukan oleh Karnkowska (2004) menunjukkan

    bahwa kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang bivalvia sebesar 37 %

    dan kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang siput sebesar 39 %.

    Kalsium pada cangkang kerang terbentuk dari lapisan calcite dan aragonite.

    Perbandingan calcite dan aragonite pada cangkang dipengaruhi oleh kondisi

    lingkungan. Secara umum, kandungan mineral pada cangkang moluska

    dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas dan temperatur

    (Gregoire 1972). Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari kijing yang

    berukuran < 90 mm memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan

    dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari tepung cangkang kijing yang

    berukuran 90 mm, hal ini diduga dipengaruhi oleh banyaknya kalsium yang

    diperoleh dari perairan. Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran

    < 90 mm membutuhkan cukup banyak mineral dari perairan untuk masa

    pertumbuhannya, sehingga kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak.

    Suhardjo et al. (1977) menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak

    mineral dari perairan untuk pembentukan cangkangnya.

    Kalsium merupakan salah satu mineral penyusun tubuh yang diperlukan oleh

    manusia. Kebutuhan kalsium diperoleh dari masukan makanan yang dikonsumsi

    sehari-hari. Konsumsi kalsium yang dianjurkan untuk anak di bawah 10 tahun

  • sebanyak 500-750 mg per orang per hari dan dewasa 800 mg per orang per hari

    (Soekarti dan Kartono 2004). Kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing

    berkisar antara 28,97 % hingga 39,55 %. Kandungan kalsium pada tepung

    cangkang kijing ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan kalsium

    pada tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan

    kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005) dan tepung tulang ikan patin

    memiliki kandungan kalsium sebesar 26 % (Tababaka 2004). Tingginya

    kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing diharapkan dapat

    memenuhi kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup melalui cara

    fortifikasi.

    4.2.2.3.2. Magnesium Kandungan magnesium pada cangkang yang berukuran kecil lebih banyak

    daripada cangkang kijing yang berukuran besar. Cangkang kijing berukuran

    < 90 mm dan 90 mm mengandung magnesium berturut-turut sebesar

    0,000147 % dan 0,0000757 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 15). Magnesium

    merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam cangkang kijing. Cangkang

    moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan mangan

    (Gregoire 1972). Mineral yang terdapat pada cangkang moluska, secara umum

    dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitat hidupnya (Gregoire 1972).

    Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran < 90 mm membutuhkan

    cukup banyak mineral dari perairan untuk masa pertumbuhannya, sehingga

    kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak. Suhardjo et al. (1977)

    menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak mineral dari perairan untuk

    pembentukan cangkangnya.

    Magnesium memegang peranan penting dalam sistem tubuh. Remaja

    memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan usia dewasa

    membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari

    (Soekarti dan Kartono 2004). Kandungan magnesium pada cangkang kijing tidak

    terlalu besar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan magnesium tubuh. Kebutuhan

    magnesium di dalam tubuh manusia dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi

    bahan pangan yang mengandung cukup banyak magnesium. Sumber dari

  • magnesium diantaranya adalah sayur-sayuran hijau, kedelai dan kecipir

    (Budiyanto 2002).

    4.2.2.3.3. Fosfor Kandungan fosfor pada cangkang kijing berukuran kecil dan besar berturut-

    turut sebesar 0,278 % dan 0,081 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 16).

    Kandungan fosfor dalam cangkang kijing tidak begitu banyak namun lebih

    banyak dari magnesium. Cangkang kijing terdiri atas sebagian besar kalsium

    karbonat dan sebagian kecil fosfat. Cangkang bivalvia terbuat dari 89-99 %

    kalsium karbonat, 1-2 % fosfat, bahan organik konchiolin dan air (Gregoire 1972).

    Hasil penelitian De Waele (1929), diacu dalam Wilbur (1972) menunjukkan

    bahwa cangkang Anodonta cygnea mengandung ion-ion inorganik yang meliputi

    sodium, potassium, kalsium, magnesium, mangan, chloride, sulfat dan fosfat yang

    berasal dari cairan ekstrapalial. Mineral yang terkandung dalam cangkang

    bivalvia, secara umum dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitatnya

    (Gregoire 1972).

    Fosfor tidak terbentuk secara bebas di alam dan tersedia di alam dalam bentuk

    fosfat dan ortofosfat. Fosfor merupakan mineral yang cukup banyak terdapat pada

    tubuh hewan (McDowell 1992). Fosfor pada cangkang bivalvia merupakan fosfor

    dalam bentuk fosfat dengan kandungan berkisar 1-2% (Gregoire 1972). Orang

    dewasa membutuhkan fosfor sekitar 600 mg/hari sedangkan anak-anak

    membutuhan fosfor sekitar 400 mg setiap harinya (Soekarti dan Kartono 2004).

    Fosfor yang terkandung dalam cangkang kijing tidak terlalu tinggi dan tidak dapat

    memenuhi jumlah fosfor yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup.

    4.2.2.4. Mineral terlarut

    Kelarutan kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing semakin meningkat

    seiring dengan meningkatnya keasaman. Kalsium terlarut tepung cangkang pada

    pH 2 memiliki nilai antara 0,00124 % hingga 0,00533 %, kalsium terlarut pada

    pH 4 bernilai antara 0,00024 % hingga 0,00238 % sedangkan kalsium terlarut

    pada pH 6 berkisar memiliki nilai antara 0,001 % hingga 0,00359 %. Fosfor

    terlarut tepung cangkang pada pH 2 bernilai antara 0,2258 % hingga 0,3839 %,

    pada pH 4 memiliki nilai antara 0,1446 % hingga 0,2531 % sedangkan pada pH 6

    bernilai antara 0,0834 % hingga 0,1642 % (Gambar 7, Gambar 8 dan

  • Lampiran 17). Mineral sangat penting untuk reaksi biokimia dalam tubuh, oleh

    karena itu mineral harus dapat diserap oleh tubuh. Mineral dapat diserap oleh

    tubuh apabila berada dalam bentuk terlarut, akan tetapi tidak semua mineral yang

    dapat larut tersebut dapat diserap oleh tubuh (Clydesdale 1988, diacu dalam

    Santoso et al. 2006).

    Persentase kelarutan fosfor dan kalsium yang tertinggi terdapat pada pH 2.

    Mineral terlarut yang cukup tinggi pada pH asam diduga karena sampel tepung ini

    bersifat basa. Tingkat keasaman dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai

    jenis zat. Suatu basa pada umumya lebih larut dalam larutan yang bersifat asam

    (Purba 2007). Mineral membutuhkan pH asam untuk berada dalam keadaan

    terlarut (Almatsier 2006). Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan

    bahwa persen kelarutan kalsium rumput laut dalam asam asetat lebih tinggi

    dibandingkan dalam NaCl. Kelarutan kalsium di dalam tubuh dipengaruhi oleh

    keadaan asam dan dapat terhambat oleh kondisi basa di dalam usus halus

    sedangkan kelarutan fosfor dapat dipercepat dalam kondisi asam di dalam usus

    (McDowell 1992).

    0.00533

    0.00238

    0.00359

    0.00124

    0.00024

    0.001

    0

    0.001

    0.002

    0.003

    0.004

    0.005

    0.006

    2 4 6

    Tingkatan nilai pH

    Kal

    sium

    terla

    rut (

    %)

    < 90 mm 90 mm

    Gambar 7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing

  • 0.2258

    0.1446

    0.0834

    0.3839

    0.2531

    0.1642

    00.050.1

    0.150.2

    0.250.3

    0.350.4

    0.45

    2 4 6

    Tingkatan nilai pH

    Fosf

    or te

    rlar

    ut (%

    )

    < 90 mm 90 mm

    Gambar 8. Grafik kelarutan fosfor tepung cangkang kijing

  • 5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Perbedaan ukuran cangkang kijing memberikan pengaruh yang berbeda nyata

    terhadap karakteristik fisik tepung cangkang kijing yang dihasilkan namun

    memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap karakteristik kimia

    tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Tepung cangkang kijing yang berukuran

    < 90 mm memiliki rendemen, derajat putih dan kandungan mineral yang lebih

    baik dibandingkan dengan tepung cangkang yang berukuran 90 mm. Tepung

    cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki rendemen, derajat putih,

    kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar 42,82 %, 76,36 %, 39,55%,

    < 0,01 % dan 0,28 %. Tepung cangkang kijing yang berukuran 90 mm memiliki

    rendemen, derajat putih, kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar

    34,91 %, 72,91 %, 28,97 %, < 0,01 % dan 0,08 %.

    Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh

    berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air berkisar

    1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %,

    karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9. Kalsium

    dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada

    pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

    5.2. Saran

    Penulis menyarankan sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan

    (1) analisis bioavailabilitas terhadap mineral yang dihasilkan agar diketahui

    tingkat penyerapan mineral-mineral tersebut di dalam tubuh, (2) analisis

    kandungan kimia tepung kasar yang merupakan sisa penyaringan untuk

    mengetahui potensi pemanfaatannya, (3) aplikasi pemanfaatan tepung cangkang

    kijing pada bahan pangan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

    Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1995.

    Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

    Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan

    metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27(3): 99-105. Beedham GE. 1958. Observation on the non-calcareous component of the shell of

    the lamellibranchia. Quar