C09ykw
-
Upload
dhini-octavianty -
Category
Documents
-
view
50 -
download
0
description
Transcript of C09ykw
-
KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)
YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
-
RINGKASAN
YULIA KUSUMA WARDHANI. C34051025. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis). Dibawah bimbingan: NURJANAH dan ASADATUN ABDULLAH.
Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan tangan atau sebagai campuran pakan ternak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia cangkang serta tepung cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda. Parameter yang diamati meliputi karakteristik fisik cangkang, rendemen, kitin, rendemen tepung, derajat putih, kandungan proksimat, pH, mineral dan penentuan kelarutan mineral tepung cangkang kijing.
Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm. Pertambahan ukuran cangkang kijing diikuti dengan pertambahan lebar dan tebal cangkang kijing. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta memiliki garis-garis pertumbuhan yang terlihat jelas, sedangkan cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna cenderung gelap, garis-garis pertumbuhan sulit dibedakan. Cangkang kijing untuk semua ukuran mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.
Rendemen tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm lebih besar 20 % dibandingkan dengan kijing yang berukuran 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki warna yang tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu putih kecoklatan. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki nilai derajat putih 5% lebih putih dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air antara 1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %, karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9.
Tepung cangkang kijing memiliki kandungan mineral berturut-turut dari yang terbesar yaitu kalsium, fosfor dan magnesium. Tepung cangkang yang berukuran < 90 mm mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Kandungan kalsium pada tepung cangkang yang berukuran < 90 mm 36 % lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran 90 mm. Kelarutan mineral tepung cangkang kijing semakin meningkat seiring menurunnya nilai pH. Kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.
-
KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)
YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING TAIWAN (Pilsbryoconcha exilis)
Nama : Yulia Kusuma Wardhani
NRP : C34051025
Departemen : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Nurjanah, MS Asadatun Abdullah S.Pi,M.Si NIP 195910131986012002 NIP 198304052005012001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP. 196205281987032003
Tanggal Lulus:
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam untuk Nabi besar
Muhammad SAW, serta sahabat dan keluarga yang telah memberikan semangat
kepada penulis sehingga skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul Karakteristik
Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan ini, terutama kepada:
1. Ibu Ir Nurjanah MS dan Ibu Asadatun Abdullah S.Pi.,M.Si., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
2. Bapak Uju S.Pi., M.Si. dan Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selalu dosen penguji
yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir
ini.
3. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Bapak Dr. Agoes M. Jacoeb selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi
Hasil Perairan.
5. Babehku Suyanto, mamahku Lela Nurmala, kakakku Wulan dan kedua adikku
Bondan dan Hardi yang telah memberikan kasih sayang dan semangat yang
luar biasa.
6. Rodi, Anne dan Pur (Kijingers) atas kebersamaannya.
7. Dan Pratisari, Inka Santika, Irma Soraya dan A Galih Hardita atas semangat,
bantuan dan dukungan yang selalu diberikan. Maaf selalu merepotkan.
8. Adrian dan warga sekitar Situ Gede yang telah membantu proses pengambilan
sampel.
9. Mba Rita, Mas Zaki dan Bang Ipul Terima kasih atas laboratoriumnya dan
segala bantuan yang telah diberikan.
-
10. Ibu Sri, Bapak Diki, Bapak Yogi, Mba Vindi dan seluruh laboran Departemen
Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu melakukan
analisis.
11. Mba Aal dan K Moki (THP 40), Kakak-kakak kelasku THP 41 : Mba Estrid,
K Anim, K Anang, Mba Ika, Gilang, Windy, K Dede. Teman-temanku : Ary,
Dewi, Ifa, Junide, Ance, Fuad, Ipank, Ticil, Uut, Tika. Adik-adik kelasku THP
43 : Uu, Nanda, Roma, Dwi, Saeful. Kawan-kawanku : Dika (PSP 42), Arya
(ITP 42), Vivin (THH 42).
12. Keluarga besar THP, staf dosen dan Tata Usaha (TU) serta teman-temanku
THP 40, 41, 42, 43 dan 44 yang telah memberikan semangat.
13. Keluarga besar Sentral Edukatif: Mba Susan, Mas Feby, Mba Ana, Mba
Erphy, Mba Enenk, Mba Marisa, Mba Aini, Mba Arti, Mas Rifky, Mas
Luqman, Mas Idank dan adik-adik yang selalu memberikan semangat.
14. Keluarga besar Kostan Kawah Kelud, Pak Tyo, Mas Aris, Mas Alfa, Mba
Ulfa, Mba Ila, Mba Ika, Mba Ting-ting, K Ali, Fai, Etoo, Dedy, Dan, Tyas,
Sapek, Yoga, Ikka, Jo, dan Keluarga besar Bapak Sugandhi.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Penulis
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 26 Juli 1987, dari ayah yang
bernama Suyanto dan ibu bernama Lela Nurmala. Penulis merupakan anak kedua
dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Kebon Baru VII
Cirebon dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Cirebon dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 2 Cirebon dan mendapatkan kelulusan pada
tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil
Perikanan (HIMASILKAN) 2006/2007 sebagai anggota divisi abdi masyarakat,
Fisheries Processing Club (FPC) 2007/2008 sebagai anggota divisi hubungan
masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2008/2009 sebagai anggota.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal
(Pilsbryoconcha exilis) dengan dosen pembimbing yaitu Ir. Nurjanah, MS dan
Asadatun Abdullah S.Pi., M.Si.
-
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xi
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................. 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................................... 4
2.2 Cangkang Kijing Lokal (P. exilis)........................................ 5
2.3 Kalsium............................................................................... 7 2.3.1 Sumber-sumber kalsium ............................................. 7 2.3.2 Kegunaan kalsium dalam tubuh .................................. 7 2.3.3 Kebutuhan kalsium ..................................................... 8 2.3.4 Penyerapan kalsium .................................................... 8 2.3.5 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium................ 9
2.4 Fosfor ................................................................................. 9 2.4.1 Sumber-sumber fosfor ................................................ 10 2.4.2 Kegunaan fosfor dalam tubuh ..................................... 10 2.4.3 Kebutuhan fosfor ........................................................ 10 2.4.4 Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor................... 10
2.5 Magnesium ......................................................................... 11 2.5.1 Sumber-sumber magnesium ....................................... 11 2.5.2 Kegunaan magnesium dalam tubuh............................. 11 2.5.3 Kebutuhan magnesium................................................ 11 2.5.4 Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium ......... 11
2.6 Atomic Absorption Spectroscopy ........................................ 12
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan.................................................................... 13
3.3 Metode Penelitian................................................................ 14 3.3.1 Persiapan sampel ....................................................... 14 3.3.2 Pembuatan tepung cangkang kijing ............................. 15
3.4 Pengamatan ......................................................................... 16 3.4.1 Karakterisasi fisik ...................................................... 16
3.4.1.1 Karakterisasi fisik cangkang kijing........................... 16
-
3.4.1.2 Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing ............... 16 (1) Pengukuran rendemen........................................... 16 (2) Derajat putih ......................................................... 17
3.4.2 Karakterisasi kimia ..................................................... 17 3.4.2.1 Karakterisasi kimia cangkang kijing......................... 17 3.4.2.2 Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing ............. 18
(1) Kadar air .............................................................. 18 (2) Kadar abu ............................................................. 18 (3) Kadar protein ....................................................... 19 (4) Kadar lemak ......................................................... 19 (5) Nilai pH ............................................................... 20 (6) Kadar kalsium dan magnesium ............................. 20 (7) Kadar fosfor ......................................................... 21 (8) Mineral terlarut .................................................... 22
3.5 Analisis Data ....................................................................... 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik .............................................................. 24
4.1.1 Karakteristik fisik cangkang kijing (P. exilis).............. 24 4.1.2 Rendemen tubuh kijing (P. exilis) ............................... 25 4.1.3 Rendemen cangkang kijing (P. exilis) ......................... 26 4.1.4 Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis) .. 27
4.1.4.1 Rendemen................................................................ 27 4.1.4.2 Derajat putih ............................................................ 27
4.2 Karakteristik Kimia ............................................................ 28 4.2.1 Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis)............... 28 4.2.2 Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis) ... 28
4.2.2.1 Kandungan proksimat .............................................. 28 4.2.2.1.1 Air ..................................................................... 28
4.2.2.1.2 Abu.................................................................... 29 4.2.2.1.3 Protein ............................................................... 29 4.2.2.1.4 Lemak................................................................ 30 4.2.2.1.5 Karbohidrat by difference ................................... 30
4.2.2.2 pH............................................................................ 30 4.2.2.3 Mineral .................................................................... 31
4.2.2.3.1 Kalsium ............................................................. 31 4.2.2.3.2 Magnesium ........................................................ 32 4.2.2.3.3 Fosfor ................................................................ 33
4.2.2.4 Mineral terlarut ........................................................ 33
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 36
5.2 Saran .................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 37
LAMPIRAN .................................................................................... 41
-
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Karakteristik fisik cangkang dan tepung cangkang kijing .... 24
2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing ........................ 28
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................................... 4
2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................... 6
3. Diagram alir prosedur persiapan sampel ............................. 14
4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing... 16
5. Rendemen tubuh kijing ....................................................... 25
6. Rendemen cangkang kijing ................................................. 26
7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing ............... 34
8. Grafik kelarutan fosfor tepung cangkang kijing .................. 35
-
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data rendemen tubuh kijing ................................................ 41
2. Data berat cangkang kijing 2a. Berat cangkang kijing ukuran 90 mm .............................. 43 2b. Berat cangkang kijing ukuran < 90 mm ............................... 44
3. Hasil uji-t rendemen cangkang kijing .................................. 45
4. Data ukuran cangkang kijing 4a. Ukuran cangkang kijing 90 mm....................................... 46 4b. Ukuran cangkang kijing < 90 mm........................................ 47
5. Data tepung cangkang kijing 5a. Berat tepung yang dihasilkan .............................................. 48 5b. Hasil uji-t rendemen tepung cangkang kijing ...................... 48
6. Data derajat putih tepung cangkang kijing 6a. Derajat putih tepung cangkang ukuran < 90 mm.................. 49 6b. Derajat putih tepung cangkang ukuran 90 mm .................. 49 6c. Hasil uji-t derajat putih tepung cangkang kijing .................. 49
7. Data kadar air tepung cangkang kijing 7a. Data kadar air tepung cangkang ukuran < 90 mm ................ 50 7b. Data kadar air tepung cangkang ukuran 90 mm ................ 50 7c. Hasil uji-t kadar air tepung cangkang kijing ........................ 50
8. Data kadar abu tepung cangkang kijing 8a. Data kadar abu tepung cangkang ukuran < 90 mm............... 51 8b. Data kadar abu tepung cangkang ukuran 90 mm ............... 51 8c. Hasil uji-t kadar abu tepung cangkang kijing ...................... 51
9. Data kadar protein tepung cangkang kijing 9a. Data kadar protein tepung cangkang kijing
-
15. Hasil uji-t magnesium tepung cangkang kijing .................... 55
16. Hasil uji-t fosfor tepung cangkang kijing ............................ 56
17. Data kelarutan mineral tepung cangkang kijing ................... 56
18. Data kandungan kitin cangkang kijing 18a. Data kitin cangkang kijing< 90 mm..................................... 56 18b. Data kitin cangkang kijing 90 mm ..................................... 56 18c. Hasil uji-t kandungan kitin cangkang kijing ........................ 57
-
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecukupan pangan merupakan suatu usaha pemenuhan kebutuhan tubuh
dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat
diperoleh dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral. Konsumsi pangan merupakan faktor utama
untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi
bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta
untuk pertumbuhan (Winarno 1992).
Mineral merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh makhluk
hidup dan dikenal sebagai zat anorganik. Berdasarkan kegunaannya dalam
aktivitas kehidupan, mineral terbagi menjadi dua golongan yaitu mineral esensial
dan non esensial (Muchtadi et al. 1993). Salah satu contoh mineral esensial adalah
kalsium. Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan osteomalasia dan
apabila keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis
(Winarno 1992).
Analisis data risiko osteoporosis yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes
bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006
menunjukkan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal
ini didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas
50 tahun mencapai 32,3 % sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8 %.
Data yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF)
memprediksikan pada tahun 2050 sebanyak 50 % kasus patah tulang panggul akan
terjadi di Asia (Depkes 2008).
Kasus osteoporosis di Indonesia pada saat ini semakin meningkat, hal ini
disebabkan oleh rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia
yaitu sebesar 254 mg/hari, hanya seperempat standar Internasional yaitu 1000-
1200 mg/hari (Depkes 2008). Osteoporosis dapat dicegah dan diobati dengan cara
memenuhi asupan kalsium di dalam tubuh, melakukan aktivitas fisik serta
merubah pola hidup sehat.
-
Kalsium yang digunakan untuk memenuhi asupan di dalam tubuh dapat
berasal dari susu, ekstrak tulang hewan dan batu-batuan. Kalsium dari susu yang
dipisahkan dari ekstraksi kalsium memiliki kualitas yang bagus dan mudah
diserap tubuh, namun kalsium dari bahan ini sangat mahal karena sulit didapat dan
rendemennya sangat rendah. Kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan
memiliki kualitas yang cukup bagus serta mudah diperoleh namun diragukan
kehalalannya karena kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan ini dapat
diperoleh dari hewan yang tidak halal. Kalsium yang bersumber dari batu-batuan
memiliki kualitas rendah karena sulit dicerna tubuh manusia serta dapat
menimbulkan efek samping yang kurang bagus bagi tubuh yaitu pengapuran
(Wahid 2007).
Kalsium dapat juga diperoleh dari komoditas perairan. Perairan Indonesia
memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari
perairan tawar maupun laut. Salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki
potensi sebagai sumber kalsium yaitu cangkang kijing lokal
(Pilsbryoconcha exilis). Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu
komoditas perairan tawar yang digemari masyarakat. Suwignyo et al. (1984)
menyebutkan bahwa kijing merupakan sumber protein hewani yang cukup murah
sehingga banyak dikonsumsi masyarakat. Kijing yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat memiliki ukuran panjang tubuh < 90 mm hingga 90 mm. Banyaknya
konsumsi kijing menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Cangkang kijing
merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini
limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi
hiasan dinding, hasil kerajinan atau sebagai campuran pakan ternak.
Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan
bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat
dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa
kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %.
Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan tepung tulang ikan. Cangkang kerang hijau hasil penelitian Wahyuni
(2207) memiliki kandungan kalsium sebesar 33,56 %, tepung tulang ikan
madidihang memiliki kandungan kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005)
-
dan tepung tulang ikan patin memiliki kandungan kalsium sebesar 26 %
(Tababaka 2004).
Penelitian ini penting dilakukan karena kijing merupakan komoditas perairan
tawar yang disukai masyarakat namun limbah padat yang berupa cangkang belum
dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi mengenai komposisi kimia, meliputi proksimat, pH, mineral serta
kelarutan mineral, pada cangkang kijing lokal.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia tepung
cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda.
-
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)
Jenis kerang, tiram dan moluska lainnya yang memiliki dua keping cangkang
disebut bivalvia dan termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Kaki biasanya
berbentuk seperti baji (Yunani: pelekys, kampak; dan podos, kaki), insang tipis
berbentuk seperti papan. Sebagian besar anggota dari kelas Pelecypoda hidup di
laut, akan tetapi beberapa jenis kerang dijumpai di perairan tawar (Sugiri 1989).
Salah satu kerang air tawar yang memiliki ukuran yang cukup besar adalah kijing
lokal (Pilsbryconcha exilis). Klasifikasi kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)
menurut Hickman dan Hickman (1979), diacu dalam Suwignyo et al. (1984)
adalah sebagai berikut,
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda
Sub kelas : Lamellibranchia
Ordo : Schizodonta
Famili : Unionidae
Genus : Pilsbryoconcha
Spesies : Pilsbryoconcha exilis
Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)
Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis) hidup di perairan tawar yaitu kolam,
selokan, danau atau di sungai. Hewan ini aktif di malam hari, dan merayap di
perairan dangkal, di siang hari membenamkan diri pada bagian yang lebih dalam
-
(Sugiri 1989). Lingkungan hidup yang cocok adalah dasar perairan berupa lumpur
dengan pasir yang membentuk lapisan tanah yang tidak padat (Hickman 1967,
diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Kijing dapat hidup dengan baik pada suhu air
berkisar antara 11-29 C dengan derajat keasaman (pH) antara 4,8-9,8 (Willbur
dan Yonge 1964, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Bagian anterior berbentuk
oval sedangkan bagian posteriornya agak menyempit dan panjang tubuhnya
berkisar antara 5-10 cm (Sugiri 1989).
Tubuh kijing terletak di dalam cangkang yang terdiri atas: (1) massa viseral,
terletak melekat di bagian dorsal dan terdapat alat tubuh; (2) kaki berotot
merupakan bagian anteroventral massa viseral; (3) insang ganda, melekat dan
terletak di kanan dan kiri kaki; (4) mantel terdiri atas dua bagian berupa selaput
tipis yang melekat pada permukaan dalam cangkang. Bagian posterior memiliki
sifon inkuren (ventral) dan ekskuren (dorsal). Otot aduktor anterior dan aduktor
posterior yang berfungsi untuk menutup cangkang terletak pada bagian dorsal.
Otot retraktor terletak di dekat masing-masing otot aduktor yang berfungsi untuk
menarik kaki ke dalam. Otot protraktor anterior yang berfungsi membantu
menjulurkan kaki terletak di sebelah medial otot aduktor anterior (Sugiri 1989).
2.2. Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)
Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) terdiri atas dua bagian, yang
sama besar dan terletak di sebelah lateral. Cangkang menyatu di bagian dorsal
akibat adanya ligamen sendi yang terdapat diantara dua cangkang tersebut.
Cangkang bagian dorsal memiliki gigi sendi yang bekerja sebagai sendi dan
umbo, yaitu bagian yang menonjol dan merupakan bagian yang tertua. Umbo
memiliki garis-garis konsentris yang merupakan garis pertumbuhan (Sugiri 1989).
Garis pertumbuhan adalah garis yang menggambarkan jarak dari fase titik
terjadinya pertumbuhan yang baik dengan fase tidak terdapatnya pertumbuhan
pada cangkang (Hegner 1956, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Garis tersebut
terbentuk karena pengaruh perubahan lingkungan seperti turunnya permukaan air,
terjadinya arus dan lain-lain (Pennak 1953, diacu dalam Suhardjo et al. 1977).
Cangkang kijing terdiri atas tiga lapisan yaitu (a) periostrakum, lapisan terluar
yang tipis yang terdiri dari zat tanduk, berfungsi melindungi lapisan di bawahnya
dari pelarutan oleh asam karbonat dalam air; (b) lapisan prismatik terdiri atas
-
kristal kalsium karbonat; dan (c) lapisan mutiara, berupa lapis-lapis kalsium
karbonat yang bersifat mengkilat. Kedua lapis pertama dibentuk oleh tepi mantel
sedangkan lapisan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan mutiara
(Sugiri 1989). Warna cangkang pada umumnya kehijau-hijauan atau kecoklat-
coklatan dengan bercak-bercak putih (Suhardjo et al. 1977).
Kijing dapat menghasilkan mutiara dan proses pembentukan mutiara terjadi
apabila ada benda asing yang masuk ke dalam lapisan mantel, sebagai kegiatan
penolakan dan untuk melindungi dirinya. Benda asing tesebut akan dibungkus
dalam suatu kantong yang terbentuk karena proses pertumbuhan ephithelium
mantel yang secara terus-menerus melapisi benda asing tesebut, sehingga
terbentuklah mutiara (Buchsbaum 1938, diacu dalam Suwignyo et al. 1984).
Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan
bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat
dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa
kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %.
Cangkang moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan
mangan (Gregoire 1972). Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan.
Gambar 2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)
-
2.3. Kalsium
Kalsium merupakan unsur kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh
manusia. Tubuh orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar
2 % dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi sebagian besar dalam tulang rawan
dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 1992).
Tulang merupakan jaringan fisiologis utama bagi pengadaan kalsium untuk
kontrol homeostatik yang berfungsi sebagai komponen struktur atau penunjang
tubuh. Perbandingan antara kalsium dan fosfor di dalam tulang hampir selalu tetap
yaitu 2:1 (Nasoetion et al. 1994).
2.3.1. Sumber sumber kalsium Susu dan hasil olahannya serta sayur-sayuran merupakan sumber kalsium.
Sayuran yang berdaun hijau, biji kacang, kedelai dan siput laut adalah sumber
kalsium yang sangat baik. Buah jeruk dan kebanyakan kacang-kacangan
mengandung mineral yang cukup tinggi. Jika dimakan dalam jumlah banyak,
padi-padian, akar-akaran dan umbi-umbian meskipun merupakan sumber kalsium
yang kecil tetapi dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan
(Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang banyak mengandung kalsium adalah
susu, keju, serealia, kacang-kacangan, kelapa, sayuran berdaun hijau, rumput laut
dan ikan (terutama ikan kecil yang dimakan bersama tulangnya)
(Muchtadi et al. 1993).
2.3.2. Kegunaan kalsium dalam tubuh Kalsium memiliki peranan membantu membentuk tulang dan gigi serta
mengukur proses biologis dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan dengan kalsium
radioaktif menunjukkan bahwa tulang secara terus-menerus dibentuk dan
dirombak secara simultan. Kalsium tulang orang dewasa diserap sekitar 20 % dan
diganti lagi setiap tahun (Winarno 1992). Matrik tulang tersusun oleh kalsium,
mempunyai susunan yang unik untuk kalsifikasi normal. Kalsifikasi adalah proses
pembentukan tulang dari kumpulan sel yang saling berhubungan. Tulang juga
banyak mengandung kalsium fosfat yang tidak berbentuk (amorf). Zat ini lebih
banyak pada usia muda sedangkan pada usia lanjut diganti oleh kristal-kristal
apatit (Nasoetion et al. 1994). Kalsium memegang peranan penting di dalam
tubuh yaitu sebagai komponen utama pembentuk tulang dan gigi, memelihara
-
ketegaran kerangka tubuh, mengentalkan darah serta membantu regulasi aktivitas
otot-otot kerangka, jantung dan jaringan-jaringan lain (Muchtadi et al. 1993).
2.3.3. Kebutuhan kalsium Keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan
kalsium, kira-kira sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan
nitrogen (Winarno 1992). Bayi berusia 0-6 bulan memerlukan sekitar 200 mg
kalsium sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan kalsium
280-300 mg sehari. Balita hingga anak-anak membutuhkan asupan kalsium rata-
rata sekitar 500-750 mg per hari. Masa remaja merupakan masa terjadinya puncak
penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang sehingga rata-rata asupan
kalsium untuk usia remaja yaitu 1000 mg/hari. Usia dewasa memerlukan asupan
kalsium rata-rata 800 mg/hari sedangkan kelompok usia 50 tahun memerlukan
asupan kalsium rata-rata 1000 mg/hari karena mulai terjadi pengeroposan tulang
dan penyerapan mulai menurun (Soekarti dan Kartono 2004).
2.3.4. Penyerapan kalsium Penyerapan kalsium berkaitan dengan kebutuhan tubuh dan adanya fosfor,
vitamin D, laktosa, asam hidroklorat dalam getah pencerna perut dan vitamin C
serta asam amino dalam usus kecil (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium
terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. karena garam kalsium
lebih larut dalam asam (Winarno 1992).
Kalsium diserap usus melalui pengangkutan aktif, artinya pengangkutan
tersebut terjadi dengan cara melewati suatu perbedaan konsentrasi. Energi
vitamin D dibutuhkan untuk pengangkutan aktif kalsium dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan kalsium. Penyerapan paling aktif terjadi pada saat
kebutuhan kalsium meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan
dan laktasi (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium sangat bervariasi
tergantung umur dan kondisi badan. Penyerapan kalsium yang dicerna pada masa
kanak-kanak berkisar antara 50-70 %, sedangkan pada masa dewasa hanya sekitar
10-40 % (Winarno 1992).
Penyerapan kalsium dihambat oleh adanya zat organik, seperti asam oksalat
(pada bayam) dan asam fitat (pada gandum), yang dapat bergabung dengan
kalsium dan membentuk garam yang tidak larut (Winarno 1992). Sebagian besar
-
kalsium (70-90 %) yang dibuang tubuh dikeluarkan bersama tinja pada organ
tubuh ginjal (Nasoetion et al. 1994).
2.3.5. Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium Kadar kalsium yang tinggi dalam serum dan urin akan menyebabkan keadaan
hiperparatiroid (pembesaran kelenjar paratiroid), hiperkalsiuria (banyaknya
kalsium yang terkandung dalam urin) dan pembentukan batu ginjal
(Nasoetion et al. 1994). Kekurangan kalsium dapat terjadi apabila konsumsi
kalsium rendah sehingga mengakibatkan osteomalasia, sedangkan apabila
keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis
(Winarno 1992).
Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang
ditandai dengan adanya gangguan kalsifikasi pada tulang dan dipengaruhi oleh
jumlah kapur dalam makanan (Nasoetion et al. 1994). Apabila kadar kalsium
dalam darah menurun, maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil
cadangan dari tulang-tulang dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang
(osteoporosis) dan gigi geligi tanggal (Nasoetion et al. 1994).
2.4. Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Jumlah fosfor
rata-rata dalam tubuh pria dewasa 700 gram. Fosfor terkandung di dalam
kerangka tulang sekitar 95 % sebagai mineral tulang, kalsium fosfat dan
hidroksiapatit. Fosfor terdapat di dalam jaringan keras (80 %) dan jaringan lunak
(20 %). Kadar fosfor dalam plasma berkisar 3,5 mg/100 ml plasma dan apabila
butir darah merah termasuk maka total fosfor dalam darah antara 30-40 mg/100
ml darah (Nasoetion et al. 1994).
Fosfat memiliki peranan sebagai unsur pokok dari asam nukleat dan membran
sel, sebagai faktor yang esensial pada seluruh reaksi pembentukan di dalam sel
serta sebagai komponen berbentuk kristal dari tulang rangka. Fosfor kurang
mendapat perhatian sebagai komponen gizi meskipun memiliki beberapa peranan,
hal ini disebabkan karena fosfor banyak terdapat dalam berbagai jenis makanan.
Bahan makanan yang berasal dari sel tumbuhan maupun hewan mengandung
fosfat karena fosfat merupakan komponen yang penting bagi kehidupan
(Harrison 1988).
-
2.4.1. Sumber-sumber fosfor Fosfor terdapat di dalam bahan pangan dengan kadar protein tinggi seperti
daging, unggas, ikan, telur, air susu hewan dan hasil olahannya. Biji-bijian
terutama bagian lembaganya dan biji-bijian yang utuh (pecah kulit) juga banyak
mengandung fosfor (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang kaya akan
kalsium juga kaya akan fosfor. Fosfor pada bahan pangan terdapat dalam berbagai
bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan
fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik (Winarno 1992).
2.4.2. Kegunaan fosfor dalam tubuh Fosfor merupakan bagian senyawa energi tinggi ATP yang diperlukan dalam
memasok energi untuk kegiatan seluler. Fosfor diperlukan pada proses oksidasi
karbohidrat dalam pembentukan ATP karena fosforilasi merupakan langkah yang
harus dilalui dalam metabolisme monosakarida (Nasoetion et al. 1994). Fosfor
memiliki peranan yang mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan
gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi (Winarno 1992).
Fosfor sebagai fosfat memainkan peranan dalam struktur dan fungsi semua sel
tubuh. Fosfor dapat ditemukan di dalam setiap sel, tetapi sebagian besar (kira-kira
80 % dari total) bergabung dengan kalsium dalam tulang dan gigi. Fosfor berperan
dalam kontraksi otot, syaraf dan metabolisme otak (Nasoetion et al. 1994).
2.4.3. Kebutuhan fosfor Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan fosfor dari ASI sekitar 100
mg/hari, sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan fosfor rata-rata
225 mg/hari. Balita memerlukan fosfor sebanyak 400 mg/hari dan remaja
memerlukan fosfor sebanyak 1100 mg/hari. Dewasa hingga kelompok usia diatas
50 tahun memerlukan asupan fosfor rata-rata sebanyak 600 mg/hari
(Soekarti dan Kartono 2004).
2.4.4. Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor Kekurangan fosfor dapat mengkibatkan penyakit renal rickets (rakhitis ginjal)
yang ditandai dengan rendahnya fosfor, dan hiperfosfortaria atau peningkatan
kehilangan fosfor dalam urin serta penurunan absorbsi kalsium dan fosfor dalam
usus. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan transpor fosfor di dalam usus halus
dan tubulus ginjal (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme abnormal kalsium dan
-
fosfat menyebabkan rakhitis pada anak dan osteomalasia pada orang dewasa
(Nasoetion et al. 1994).
2.5. Magnesium
Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak setelah natrium di
dalam cairan interselular. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme.
Sebanyak 60 % dari 20-28 mg magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam
tulang dan gigi, 26 % di dalam otot dan selebihnya di dalam jaringan lunak
lainnya serta cairan tubuh (Almatsier 2006).
2.5.1. Sumber-sumber magnesium
Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan,
daging, susu dan coklat (Almatsier 2006). Sebagian besar serealia seperti gandum
dan gandum hitam juga merupakan sumber magnesium. Kandungan magnesium
pada gandum lebih rendah dibandingkan kandungan magnesium pada gandum
hitam (McDowell 1992).
2.5.2. Kegunaan magnesium dalam tubuh
Magnesium berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang
memecah gugus, meningkatkan tekanan osmotik serta membantu mengurangi
getaran otot (Budiyanto 2002). Magnesium berperan dalam transmisi saraf,
kontraksi otot dan pembekuan darah di dalam cairan sel ekstraselular. Magnesium
memiliki peranan yang berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang
kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot, kalsium mendorong
penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegahnya (Almatsier 2006).
2.5.3. Kebutuhan magnesium
Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan magnesium dari ASI sebanyak 25
mg/hari sedangkan balita membutuhkan asupan magnesium rata-rata 60-80
mg/hari. Remaja memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan
usia dewasa membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari
(Soekarti dan Kartono 2004).
2.5.4. Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium
Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan
dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang/tetanus, gangguan sistem
saraf pusat, halusinasi, koma dan gagal jantung. Kelebihan magnesium terjadi
-
pada penyakit gagal ginjal (Almatsier 2006). Kekurangan magnesium dapat
mempengaruhi fungsi jantung melalui perubahan konsentrasi kalium, natrium dan
kalsium di dalam cairan ekstraselular dan intraselular (McDowell 1992).
2.6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Atomic Absorption Spectroscopy atau spektroskopi serapan atom merupakan
suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid
(Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar
tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara
spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi serapan
atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidaak tereksitasi
sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang
dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi
(Nur 1989).
Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel
diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom
akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom
tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang
dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan
banyaknya cahaya (Susanto 2008).
Teknik spektroskopi serapan atom merupakan teknik yang paling spesifik
karena garis spektrum serapan atom sangat sempit dan energi transisi elektron
sangat unik untuk setiap unsur (Nur 1989). Waktu pengujian dengan instrumen
SSA lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetri dan titrimetri,
karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian
dimasukkan untuk dibakar (Susanto 2008).
-
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2009. Preparasi sampel
dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji
proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, serta
pengujian kandungan kitin dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Analisis kadar mineral (kalsium, fosfor dan magnesium) dilakukan di
Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan pada tahap persiapan sampel dan pembuatan
tepung meliputi penggaris, timbangan digital, baskom, pisau, tampah, kompor
listrik, oven, gelas piala 1 L dan mortar. Bahan utama yang digunakan adalah
kijing lokal yang diperoleh dari Situ Gede.
Peralatan yang digunakan untuk uji proksimat meliputi oven, desikator,
timbangan digital, cawan porselen, tanur pengabuan, labu soxhlet, kapas wool
atau kertas saring, labu kjeldahl 100 ml, pemanas listrik/alat destruksi dan buret
10 ml. Pelarut dan pereaksi yang digunakan untuk uji proksimat yaitu hekasana,
campuran katalis selen, etanol 95%, asam borat (H3BO3) 2%, NaOH, H2SO4
pekat dan akuades.
Peralatan yang digunakan untuk analisis kadar kalsium, fosfor dan magnesium
terdiri atas gelas piala, timbangan digital, labu takar, pipet volumetrik, labu
kjeldahl 100 ml, alat destruksi, kertas saring whatman, corong, kuvet,
spektrofotometer dan AAS. Bahan kimia dan pelarut yang digunakan meliputi
asam nitrat, HNO3, HClO4, HCl, amonium molibdat, amonium vanadat, asam
nitrat pekat, akuades, indikator merah metil, NH4OH, amonium oksalat, akuades,
amonium fosfat, HCl dan asam molibdat.
-
3.3. Metode Penelitian
Tahapan penelitian meliputi persiapan sampel kijing dan pengamatan untuk
mengetahui karakteristik fisik cangkang kijing, pembuatan tepung cangkang
kijing, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik fisik dan
kimia dari tepung cangkang kijing.
3.3.1. Persiapan sampel
Sampel berupa kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) diperoleh dari perairan
tergenang Situ Gede. Kijing yang telah diperoleh kemudian ditimbang bobotnya
dan diukur panjang tubuhnya. Kijing yang telah dihitung bobot tubuh dan
panjangnya kemudian dipisahkan daging, jeroan serta cangkang untuk dihitung
rendemennya. Cangkang yang telah ditimbang kemudian dikelompokkan
berdasarkan ukurannya yaitu ukuran < 90 mm dan 90 mm. Pembagian
kelompok ukuran cangkang kijing ini didasarkan pada ukuran konsumsi kijing.
Cangkang yang telah dikelompokkan berdasarkan ukurannya kemudian siap untuk
dibuat tepung. Diagram alir prosedur persiapan sampel disajikan pada Gambar 3.
Kijing lokal
Penimbangan bobot tubuh
Pengukuran panjang tubuh
Pemisahan daging, jeroan dan cangkang
Penimbangan daging, jeroan dan cangkang
Pengukuran rendemen
Pemisahan cangkang berdasarkan ukuran
Pembuatan tepung cangkang kijing
Gambar 3. Diagram alir prosedur persiapan sampel
-
3.3.2. Pembuatan tepung cangkang kijing
Cangkang kijing yang telah dikelompokkan berdasarkan ukuran direbus
dengan larutan NaOH 1 N, kemudian dilakukan penepungan. Analisis
karakteristik fisik yang meliputi rendemen dan derajat putih serta analisis kimia
yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor
dilakukan terhadap cangkang kijing yang telah ditepungkan. Tepung cangkang
kijing dibuat dengan modifikasi metode Sada (1984), diacu dalam Wahyuni
(2007) yang dimodifikasi pada tahap penepungan.
Cangkang yang telah dipisahkan dari dagingnya dibersihkan. Cangkang
dikeringkan dengan panas matahari selama 6-8 jam, kemudian cangkang direbus
dalam larutan NaOH 1 N pada suhu 50 C selama 3 jam. Perebusan dengan
menggunakan NaOH ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan organik
yang terdapat pada cangkang kijing. Cangkang kijing yang telah direbus
kemudian dinetralisasi dengan pencucian, lalu dikeringkan dengan oven pada
suhu 121 C selama 15 menit. Cangkang kijing yang telah dikeringkan kemudian
dihancurkan dengan menggunakan mortar lalu disaring dengan saringan kasar dan
nilon mesh ukuran 60 mesh hingga menjadi tepung cangkang kijing. Tepung yang
dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui karakteristik fisik dan
kimia tepung cangkang kijing. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang
kijing dapat dilihat pada Gambar 4.
-
Cangkang kijing
Pengeringan (50-60 C) selama 6-8 jam
Perebusan dalam larutan NaOH 1 N suhu 50C selama 3 jam
Penetralan cangkang kijing (pH = 7) dengan pencucian
Pengeringan oven (121 C) selama 15 menit
Penumbukan*
Penyaringan
Tepung cangkang kijing
Karakterisasi fisik dan kimia
* : modifikasi Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing
3.4. Pengamatan
3.4.1. Karakterisasi fisik 3.4.1.1. Karakterisasi fisik cangkang kijing
Karakterisasi fisik cangkang kijing meliputi pengukuran panjang, tebal dan
tinggi cangkang, rendemen tubuh kijing dan rendemen cangkang yang diperoleh.
Panjang, tebal dan tinggi cangkang diukur dengan menggunakan penggaris dan
jangka sorong. Panjang cangkang diukur dari ujung posterior ke ujung anterior
cangkang, tebal cangkang diukur pada bagian yang tergemuk dari bagian kiri ke
bagian kanan cangkang dan tinggi cangkang diukur dari tepi dorsal ke tepi ventral
(Putra 2008).
3.4.1.2. Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing
(1) Pengukuran rendemen (AOAC 1995, diacu dalam Hilman 2008)
Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan
output.
Rendemen (%) = %100xBA
-
A merupakan berat akhir sampel dan B merupakan berat awal sampel.
(2) Derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981, diacu dalam
Hilman 2008) Sampel berupa tepung dimasukkan ke dalam cawan whiteness meter hingga
padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar
(dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan ke dalam sistem Kett
Whiteness Meter. Derajat putihan diukur dengan membandingkan warna sampel
dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada monitor.
Warna sampel
110 Keterangan : 110 = standar BaSO4
3.4.2. Karakterisasi kimia 3.4.2.1. Karakterisasi kimia cangkang kijing
(1) Kitin (Suptijah et al. 1992, diacu dalam Yogaswari 2009)
Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari cangkang
kijing. Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992), sebanyak 10 gram
cangkang yang telah dicuci dan dikeringkan, ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital. Tahap pertama dalam ektraksi kitin adalah demineralisasi
(penghilangan mineral). Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu
dicampur dengan larutan HCl 0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan
dengan 70 ml HCl). Penambahan HCl dilakukan sedikit demi sedikit sambil
diaduk. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil diaduk. Setelah 1 jam kemudian
didekantasi dan dicuci dengan air sampai netral (3-4 kali) kemudian disaring dan
siap untuk diproses selanjutnya yaitu deproteinasi.
Pada tahap deproteinasi (penghilangan protein), bahan yang telah mengalami
demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10,
kemudian dipanaskan hingga temperatur 65oC selama 2 jam sambil diaduk.
Setelah 2 jam, campuran didekantasi dan dicuci hingga netral, disaring dan
dikeringkan dengan oven 60oC selama semalam. Jika rendemen kitin yang
dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan akhir digunakan kertas saring
X 100% Derajat putih (%) =
-
yang sebelumnya telah dioven dan ditimbang. Bobot kitin diperoleh dari
pengurangan bobot kertas saring yang berisi kitin yang telah dioven dengan kertas
saring yang telah dioven.
bobot kitin (g)
bobot sampel (g)
3.4.2.2. Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing
(1) Kadar air (Apriyantono et al. 1995)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C102 C selama
15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sejumlah
5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dan sampel
kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100 C102 C selama 6 jam,
selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian cawan
ditimbang hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
Berat sampel (gram) = W1
Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2
Kehilangan berat (gram) = W3
Persen kadar air = %100W1W3 x
(2) Kadar abu (SNI 01-3751-2006)
Cawan abu porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C102 C selama
satu jam. Cawan abu porselen kemudian didinginkan dalam desikator selama satu
jam kemudian beratnya ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen selanjutnya sampel diabukan dalam
tanur pada suhu 600 oC selama 5-8 jam hingga sampel berwarna putih atau
kelabu. Cawan dan sampel yang telah berwarna putih atau kelabu didinginkan
dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu
sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) = %10012 xW
WW
% kitin = X 100 %
-
Keterangan:
W adalah bobot sampel (g) W1 adalah bobot cawan kosong (g) W2 adalah bobot cawan kosong dan abu (g) (3) Kadar protein (SNI 01-3751-2006)
Sebanyak 0,5-1,0 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl. Campuran katalis selen sebanyak 1 gram dan 10 ml H2SO4
ditambahkan ke dalam sampel. Campuran kemudian dipanaskan dalam pemanas
listrik hingga mendidih dan larutan menjadi berwarna jernih kehijau-hijauan.
Tahap ini dilakukan di dalam lemari asam. Campuran yang telah mendidih dan
berubah warna menjadi jernih kehijau-hijauan kemudian dibiarkan dingin lalu
diencerkan dengan akuades secukupnya. Sebanyak 15 ml atau lebih larutan NaOH
30% ditambahkan ke dalam campuran. Campuran kemudian disuling selama
10-15 menit atau hingga penampung berubah warna dengan penampung distilat
adalah 50 ml larutan H3BO3 2% yang telah diberikan beberapa tetes indikator
BCG + MM. Campuran distilat kemudian dititar dengan larutan HCl. Kadar
protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Kadar protein (%) = %10025.6008.14)21( XW
xxNxVV
Keterangan:
V1 = volume HCl untuk titrasi contoh (ml), V2 = volume HCl untuk titrasi blanko (ml), N = Normalitas larutan HCl, W = berat contoh (mg), 14,008 = Bobot atom nitrogen, 6,25 = faktor protein untuk produk perikanan. (4) Kadar lemak (Apriyantono et.al 1995)
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan
digunakan, dikeringkan dalam oven pada suhu 103 C selama 1 jam kemudian
didinginkan dalam dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel yang
berbentuk tepung ditimbang langsung dalam saringan timbal, yang sesuai
ukurannya kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Sampel dapat
juga dibungkus dengan kertas saring sebagai alternatif lain. Timbal atau kertas
-
saring yang berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian
dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana
dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks minimal
selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih,
kemudian dilakukan destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak dan pelarutnya
ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 105 C selama 5 jam, kemudian dikeringkan hingga berat tetap dan
didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang. Kadar lemak sampel dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar lemak (%) = %100xC
AB
Keterangan:
A = Berat labu lemak B = Berat labu lemak beserta lemak C = Berat sampel (5) Nilai pH (Apriyantono et al. 1989, diacu dalam Kaya 2008)
Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan 45 ml akuades dan diaduk selama
2 menit. Alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar
(pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan ke dalam sampel
yang akan diperiksa. Nilai pH merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada
pH meter selama 1 menit atau sampai angka digital tidak berubah.
(6) Kadar kalsium dan magnesium (Nur et al. 1992)
Persiapan sampel dengan metode pengabuan basah
Sebanyak 1 gr sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ukuran 125 ml. Sebanyak 5 ml HNO3 ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu
didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam kemudian dipanaskan di
atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (di dalam ruang asam)
dan dibiarkan selama semalam (sampel ditutup). Setelah dibiarkan selama
semalam, ditambahkan 0,4 ml H2SO4 lalu dipanaskan di atas hot plate sampai
larutan berkurang (lebih pekat) biasanya selama 1 jam. Sebanyak 2-3 tetes
larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1) ditambahkan ke dalam sampel. Sampel
masih tetap di atas hot plate karena pemanasan terus dilanjutkan hingga 1 jam
-
(hingga terjadi perubahan warna dari coklat, kuning tua hingga kuning muda.
Setelah perubahan warna, pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel
dipindahkan kemudian didinginkan lalu ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml
HCl. Sampel dipanaskan kembali selama 15 menit kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool.
Persiapan larutan stok standar
Sebanyak 1,248 gr CaCO3 (untuk kalsium) dan 5,060 gr MgSO4.7H2O (untuk
magnesium) ditimbang dengan tepat kemudian masing-masing dilarutkan dan
diencerkan dengan akuades hingga volume 500 ml.
Pengukuran sampel
Larutan standar, blanko dan sampel dialirkan ke dalam AAS lalu diukur
absorbansinya. Pengujian kadar kalsium diukur dengan panjang gelombang
422,7 nm dan pengujian kadar magnesium diukur dengan panjang gelombang
285,2 nm.
(7) Kadar fosfor, metode Molibdat-Vanadat (Apriyantono et al. 1995)
Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat:
Sebanyak 20 g amonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat
(50oC) kemudian didinginkan (larutan molibdat). Selanjutnya 1,0 g amonium
vanadat (amonium meta vanadat) dilarutkan dalam 300 ml akuades mendidih
kemudian ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat secara perlahan-lahan dan
diaduk (larutan vanadat). Larutan vanadat dimasukkan ke dalam larutan molibdat
lalu diaduk. Selanjutnya diencerkan dengan akuades hingga volume 1 liter.
Persiapan larutan fosfat standar:
Potasium dihidrogen fosfat kering sebanyak 3,834 g ditimbang dengan tepat,
kemudian dilarutkan dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter.
Sebanyak 25 ml larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml kemudian diencerkan hingga tanda tera.
Pembuatan kurva standar:
Sebanyak 0; 2.5; 5; 10; 20; 30; 40; dan 50 ml larutan fosfat standar
dimasukkan ke dalam satu seri labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan
akuades hingga volume 50-60 ml. Selanjutnya pereaksi vanadat-molibdat
sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan
-
dengan akuades hingga volume 100 ml. Larutan didiamkan selama 10 menit,
kemudian absorbansi masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan ini mengandung 0; 0,5; 1,0;
2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10 mg P2O5 / 100 ml.
Persiapan sampel:
Sebanyak 5 gr sampel ditimbang dengan tepat di dalam gelas piala 150 ml.
Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam nitrat pekat dan dididihkan selama 5 menit.
Kemudian didinginkan dan ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Setelah
itu larutan dipanaskan dan ditambahkan HNO3 setetes demi setetes hingga larutan
tidak berwarna kemudian dipanaskan hingga timbul asap putiih lalu didinginkan.
Sebanyak 15 ml akuades ditambahkan ke dalam larutan kemudian dididihkan lagi
selama 10 menit. Larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250
ml. Gelas piala dibilas sampai bersih dan hasil bilasan dimasukkan ke dalam labu
takar kemudian larutan dalam labu takar diencerkan dengan akuades hingga tanda
tera.
Penetapan sampel:
Sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
kemudian ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat, lalu
diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 400 nm. Selanjutnya konsentrasi fosfor dari kurva standar dicatat
berdasarkan absorbans yang terbaca.
Perhitungan kadar fosfor ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
% fosfor dalam sampel (P2O5) = WCx 5,2
C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100ml) yang terbaca dari kurva standar W = berat sampel yang digunakan
(8) Mineral Terlarut (Santoso 2003, diacu dalam Kaya 2008)
Sebanyak 10 gr sampel ditambahkan dengan air masing-masing sebanyak 40
ml pada berbagai pH (2, 4 dan 6). Larutan pH 2, 4 dan 6 dibuat dengan
menggunakan HCl dan NaOH. Sampel yang telah ditambahkan dengan air dengan
-
berbagai pH kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada
kecepatan 5000-10000 rpm selama 2 menit untuk menghasilkan fraksi terlarut.
Sampel tersebut selanjutnya diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu
37 oC dengan kecepatan 5 (120 stroke/menit) selama 2 jam. Sampel selanjutnya di
sentrifuse pada kecepatan 10000 rpm, 2 oC selama 10 menit. Hasil dari sentrifuse
disaring menggunakan kertas saring Whattman 42. Hasil saringan tersebut diukur
dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui
berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk mengetahui fosfor yang
terlarut.
3.5. Analisis Data (Walpole 1995)
Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji rata-rata
populasi, uji-t. Uji t digunakan apabila jumlah sampel tidak cukup besar, dalam
hal ini jumlah sampel kurang dari 30 (n < 30). Pada uji t dilihat perbedaan
rata-rata dua sampelnya. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm. Statistik uji yang
digunakan adalah sebagai berikut :
(y1 y2) D0 s2p(1/n1 + 1/n2)]1/2
(n1-1)s12 + (n2-1)s22 dengan derajat bebas n1 + n2 - 2 n1 + n2 2
Keterangan :
y1 : nilai tengah sampel 1 y2 : nilai tengah sampel 2 s2p : ragam gabungan n1 : jumlah sampel 1 n2 : jumlah sampel 2 s1 : ragam sampel 1 s2 : ragam sampel 2 Hipotesis yang digunakan adalah
H0 : kecil = besar (Perbedaan ukuran memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata)
H1 : kecil besar (Perbedaan ukuran memberikan pengaruh yang berbeda
nyata)
t =
dimana s2p =
-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Fisik Karakterisasi fisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik cangkang
kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Karakteristik fisik cangkang
kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik fisik cangkang kijing dan tepung cangkang kijing
Ukuran cangkang Parameter < 90 mm 90 mm Panjang (mm) 81,05 2,72 96,17 2,40 Tinggi (mm) 36,38 1,70 43,19 1,25 Tebal (mm) 15,73 0,62 19,28 1,40 Rendemen cangkang (%) 52,40 0,29 52,19 0,08 Rendemen tepung cangkang (%) 42,82 3,40 34,91 0,10 Derajat putih tepung cangkang (%) 76,36 0,83 72,91 1,55
4.1.1. Karakteristik fisik cangkang kijing (Pilsbryoconcha exilis) Cangkang atau kulit merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan
perairan. Kerang air tawar Pilsbryoconcha exilis yang ditemukan di perairan Situ
Gede memiliki cangkang tipis berwarna coklat kekuningan hingga agak gelap.
Cangkang berbentuk oval, elips atau memanjang, membulat di bagian anterior dan
meruncing di bagian posterior. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan
90 mm memiliki karakteristik fisik yang sedikit berbeda. Cangkang yang
berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta
relatif tipis.
Cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna cenderung gelap dan
cukup tebal. Menurut Morton (1992) kerang (bivalvia) air tawar memiliki
cangkang yang tipis dan memiliki corak yang khas. Purnama (2008) menyatakan
bahwa kijing atau kerang air tawar memiliki cangkang yang berwarna coklat
kehijauan atau coklat kekuningan. Sebagian besar kerang air tawar memiliki
bentuk oval namun ada juga yang mendekati bulat.
Studi morfometri merupakan salah satu bagian dari studi ekobiologi yang
dipergunakan untuk mempelajari sebaran ukuran suatu organisme dalam suatu
habitat. Ciri morfometri yang diamati pada kijing meliputi panjang, tebal dan
-
tinggi. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang berkisar
antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm (Tabel 1 dan
Lampiran 4). Kerang air tawar memiliki panjang berkisar antara 70-100 mm
(Paunovic et al. 2006). Ukuran cangkang menunjukkan umur dari kijing tersebut,
dan pertambahan ukuran panjang cangkang diikuti dengan tinggi dan tebalnya.
Hal ini diperkuat dengan pernyatan Morton (1992) yang menyatakan bahwa
cangkang atau kerang akan semakin panjang dan ketebalannya akan meningkat
seiring dengan pertambahan usia.
4.1.2. Rendemen tubuh kijing (P. exilis)
Tubuh kijing terdiri atas cangkang, daging dan jeroan. Cangkang memiliki
rendemen yang paling tinggi yaitu mencapai 53 % dibandingkan dengan daging
dan jeroan yang hanya memiliki nilai 22 % dan 25 % (Gambar 5 dan Lampiran 1).
Daging kijing hanya terdiri dari mantel dan kaki, sedangkan visceral mass
termasuk ke dalam bagian jeroan sehingga jeroan memiliki rendemen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan daging kijing. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Muslih (2006) yang menyatakan bahwa bagian dalam tubuh kerang air tawar
terdiri atas kaki, mantel dan visceral mass. Visceral mass merupakan kumpulan
organ-organ dalam seperti insang, mulut, perut, gonad, anus dan organ penting
lainnya. Tubuh kijing atau kerang air tawar terdiri dari dua bagian yaitu bagian
dalam dan bagian luar. Bagian luar disebut kulit atau cangkang dan bagian dalam
terdiri atas daging serta organ dalam atau jeroan (Purnama 2009).
CANGKANG53%
DAGING22%
JEROAN25%
Gambar 5. Rendemen tubuh kijing
-
Cangkang merupakan bagian tubuh kijing yang memiliki rendemen tertinggi,
namun pemanfaatannya belum cukup optimum. Menurut Kaya (2008), rendemen
sangat penting diketahui untuk mendapatkan gambaran suatu produk dapat
dimanfaatkan dengan baik atau untuk mengetahui nilai ekonomis produk tersebut.
Semakin tinggi rendemen suatu produk dapat dikatakan bahwa produk tersebut
memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula.
4.1.3. Rendemen cangkang kijing (P. exilis)
Cangkang merupakan bagian terluar dari tubuh kijing. Ukuran cangkang yang
digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu cangkang kecil yang
memiliki ukuran < 90 mm dan cangkang besar yang memiliki ukuran 90 mm.
Pembagian ukuran cangkang berdasarkan pada sebaran panjang kijing yang
diperoleh dari perairan Situ Gede. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede
memiliki panjang antara 72 hingga 103 mm. Rendemen cangkang yang berukuran
< 90 mm dan 90 mm berturut-turut sebesar 52,40 % dan 52,19 % (P > 0,05)
(Gambar 6 dan Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006)
menunjukkan bahwa cangkang kerang hijau memiliki rendemen sebesar 56,85 %.
52,1952,4
0
10
20
30
40
50
60
< 90 90
Ukuran cangkang (mm)
Ren
dem
en (%
)
Gambar 6. Rendemen cangkang kijing
Cangkang kijing memiliki rendemen yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
limbah kijing memiliki potensi yang cukup besar namun pemanfaatannya belum
-
optimum. Informasi mengenai kandungan yang terdapat dalam cangkang kijing
sangat diperlukan agar pemanfaatan limbah kijing dapat dilakukan secara
optimum. Cangkang kijing mengandung kalsium sehingga diharapkan dapat
memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi masyarakat terutama sebagai
sumber kalsium. Kandungan proksimat dan kandungan mineral (meliputi kalsium,
magnesium dan fosfor) akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
4.1.4. Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis)
4.1.4.1. Rendemen
Rendemen tepung cangkang kijing dihitung berdasarkan perbandingan berat
tepung yang dihasilkan dengan berat kering cangkang. Tepung cangkang yang
diperoleh terdiri dari tepung yang halus, agak halus dan bentuk yang masih kasar.
Cangkang yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki rendemen rata-rata
bertuturut-turut sebesar 42,82 % dan 34,91 % (P < 0,05) (Tabel 1 dan
Lampiran 5). Cangkang yang berukuran 90 mm memiliki rendemen yang
rendah, hal ini diduga disebabkan oleh tekstur cangkang yang keras dan tebal
sehingga lebih sulit untuk dihancurkan. Banyaknya rendemen tepung cangkang
yang dihasilkan diduga berhubungan dengan metode pembuatan tepung cangkang
yang digunakan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan cara ditumbuk kemudian
disaring dengan saringan lalu disaring kembali dengan nilon mesh yang berukuran
60 mesh sehingga rendemen tepung yang diperoleh tidak terlalu tinggi.
4.1.4.2. Derajat putih
Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari kijing berukuran < 90 mm dan
90 mm memiliki warna putih kecoklatan dengan derajat putih yang berbeda.
Derajat putih tepung cangkang kijing dari kijing yang berukuran < 90 mm dan
90 mm berturut-turut adalah 76,36 % dan 72,91 % (P < 0,05) (Tabel 1 dan
Lampiran 6). Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang berukuran
< 90 mm memiliki derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang
yang berukuran 90 mm. Warna tepung yang dihasilkan diduga berasal dari
warna alami cangkang. Cangkang yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang
agak cerah sedangkan cangkang yang berukuran 90 mm memiliki warna yang
cenderung gelap sehingga derajat putih cangkang berukuran < 90 mm lebih tinggi.
-
Menurut Putra (2008), cangkang kerang air tawar memiliki warna kekuningan
atau coklat kehijauan sampai hijau agak gelap.
4.2. Karakteristik Kimia
4.2.1. Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis) Kandungan kitin yang terdapat pada cangkang kijing memiliki nilai antara
0,58 hingga 0,89 %. Cangkang kijing yang berukuran kecil memiliki kandungan
kitin rata-rata sebesar 0,75 % sedangkan cangkang kijing berukuran besar
memiliki kandungan kitin rata-rata sebesar 0,72 % (P > 0,05) (Lampiran 18).
Cangkang bivalvia mengandung kitin namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Menurut Goffinet (1965), diacu dalam Gregoire (1972) kitin pada cangkang
Anisomyaria (bivalvia) terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah. Kitin pada
cangkang bivalvia, membentuk lapisan kutikula yang lengkap.
4.2.2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis)
Analisis kimia untuk mengetahui karakteristik kimia tepung cangkang kijing
meliputi kandungan proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by
difference), mineral (kalsium, magnesium, fosfor) serta mineral terlarut.
Karakteristik kimia tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing
Kelompok ukuran cangkang Parameter < 90 mm 90 mm
Kadar air (%) 1,19 0,002 1,20 0,005 Kadar abu (%) 93,34 0,09 93,14 0,10 Kadar protein (%) 1,85 0,29 2,31 0,13 Kadar lemak (%) 0,66 0,06 0,72 0,11 Karbohidrat by difference (%) 2,94 0,24 2,62 0,20 pH 8,50 0,05 8,87 0,09 Kalsium (%) 39,55 22,84 28,97 13,47 Magnesium (%) < 0,01 6,9x10-5 < 0,01 6,6x10-5 Fosfor (%) 0,28 0,21 0,08 0,03
4.2.2.1. Kandungan proksimat
4.2.2.1.1. Air Kadar air cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-
turut adalah 1,19 % dan 1,2 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 7). Penelitian
-
yang dilakukan oleh Permana (2006) menunujukkan kadar air tepung cangkang
kerang hijau sebesar 0,85%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muna
(2005) menunjukkan bahwa kadar air tepung cangkang rajungan sebesar 2,15 %.
Kadar air yang relatif rendah pada cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh
karakteristik cangkang yang memiliki tekstur padat serta tersusun atas zat kapur
atau disebut lapisan periostrakum (Morton 1992).
4.2.2.1.2. Abu
Kadar abu yang diperoleh dari tepung cangkang kijing relatif tinggi. Kadar
abu cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-turut sebesar
93,34 % dan 93,14 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 8). Penelitian yang
dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa tepung cangkang kerang
hijau memiliki kadar abu sebesar 77,13%. Kadar abu yang tinggi pada tepung
cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi.
Kadar abu dalam suatu bahan pangan memiliki hubungan dengan mineral suatu
bahan (Budiyanto 2002). Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki
kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang kijing yang
berukuran 90 mm, hal ini diduga menyebabkan kadar abu tepung cangkang
kijing yang dihasilkan dari cangkang yang berukuran < 90 mm lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang yang
berukuran 90 mm. Cangkang bivalvia terdiri atas kalsium karbonat yang
tersimpan dalam tiga bentuk crystalline yaitu calcite, aragonite dan vaterite
(Wilbur 1964). Aragonite dan calcite merupakan mineral utama penyusun
cangkang bivalvia (Gregoire 1972).
4.2.2.1.3. Protein
Analisis protein kasar terhadap tepung cangkang kijing menunjukkan nilai
protein yang rendah. Cangkang kijing berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki
protein berturut-turut 1,85 % dan 2,31 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 9).
Protein pada cangkang kijing diduga berasal dari periostrakum dan hinge ligamen.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gregoire (1972) yang menyatakan bahwa
lapisan periostrakum mengandung lima belas hingga tujuh belas asam amino.
Lapisan luar dari ligamen tersusun atas protein yang struktur molekulnya
berbentuk serabut. Penelitian yang dilakukan oleh Beedham (1958) menunjukkan
-
bahwa ligamen pada cangkang bivalvia mengandung protein, asam amino
terutama glisin dan tyrosin.
4.2.2.1.4. Lemak Kadar lemak cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-
turut 0,66 % dan 0,72 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 10). Lemak pada
cangkang kijing diduga berasal dari lapisan periostrakum namun jumlahnya tidak
terlalu tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006)
cangkang kerang hijau memiliki kandungan lemak sebesar 3,55 %. Kandungan
lemak pada cangkang bivalvia diduga berasal dari lapisan periostrakum. Lapisan
periostrakum mengandung protein, asam amino dan lemak (Gregoire 1972).
4.2.2.1.5. Karbohidrat by difference
Kandungan karbohidrat tepung cangkang kijing diperoleh dengan cara
perhitungan by difference. Kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki
kandungan karbohidrat berturut-turut sebesar 2,94 % dan 2,62 % (P > 0,05)
(Tabel 2 dan Lampiran 11). Karbohidrat yang terkandung dalam cangkang kijing
tidak terlalu tinggi apabila dibandingkan dengan tepung cangkang kerang hijau.
Tepung cangkang kerang hijau memiliki kandungan karbohidrat sebesar 14,33%.
Kandungan karbohidrat pada cangkang kijing diduga berasal dari kitin yang
terkandung pada cangkang.
4.2.2.2. pH
Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm memiliki pH
berturut-turut 8,5 dan 8,9 (P < 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 12). Nilai pH
memegang peranan penting dalam proses penyerapan zat gizi dalam tubuh. Nilai
pH suatu bahan pangan akan mempengaruhi proses penanganan dan pengolahan
bahan pangan tersebut (Kaya 2008). Tepung cangkang kijing memiliki nilai pH
yang bersifat basa. Nilai pH yang bersifat basa pada tepung cangkang kijing ini
diduga berasal dari kapur (Ca) yang terkandung dalam cangkang kijing. Hasil
penelitian Yanuar (2008) menunjukkan bahwa tepung kalsium yang diperoleh dari
cangkang rajungan memiliki pH berkisar antara 9,31-9,64. Cangkang rajungan
mengandung zat kapur (Ca) sehingga bersifat basa.
-
4.2.2.3. Mineral Cangkang kijing mengandung mineral terutama yaitu kalsium, fosfor dan
magnesium. Karnkowska (2004) menyatakan bahwa mineral yang terkandung di
dalam cangkang kerang sebagian besar merupakan kalsium karbonat. Menurut
Putra (2008), sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium
karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat.
4.2.2.3.1. Kalsium Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang dibutuhkan oleh tubuh
makhluk hidup. Cangkang moluska sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat
sehingga membutuhkan kalsium dalam jumlah yang cukup banyak. Kandungan
kalsium cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan 90 mm berturut-turut
adalah 39,55 % dan 28,97 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 14). Kalsium yang
terdapat pada cangkang kijing merupakan kalsium karbonat atau serupa dengan
batu gamping. Penelitian yang dilakukan oleh Karnkowska (2004) menunjukkan
bahwa kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang bivalvia sebesar 37 %
dan kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang siput sebesar 39 %.
Kalsium pada cangkang kerang terbentuk dari lapisan calcite dan aragonite.
Perbandingan calcite dan aragonite pada cangkang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Secara umum, kandungan mineral pada cangkang moluska
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas dan temperatur
(Gregoire 1972). Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari kijing yang
berukuran < 90 mm memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari tepung cangkang kijing yang
berukuran 90 mm, hal ini diduga dipengaruhi oleh banyaknya kalsium yang
diperoleh dari perairan. Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran
< 90 mm membutuhkan cukup banyak mineral dari perairan untuk masa
pertumbuhannya, sehingga kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak.
Suhardjo et al. (1977) menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak
mineral dari perairan untuk pembentukan cangkangnya.
Kalsium merupakan salah satu mineral penyusun tubuh yang diperlukan oleh
manusia. Kebutuhan kalsium diperoleh dari masukan makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Konsumsi kalsium yang dianjurkan untuk anak di bawah 10 tahun
-
sebanyak 500-750 mg per orang per hari dan dewasa 800 mg per orang per hari
(Soekarti dan Kartono 2004). Kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing
berkisar antara 28,97 % hingga 39,55 %. Kandungan kalsium pada tepung
cangkang kijing ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan kalsium
pada tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan
kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005) dan tepung tulang ikan patin
memiliki kandungan kalsium sebesar 26 % (Tababaka 2004). Tingginya
kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing diharapkan dapat
memenuhi kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup melalui cara
fortifikasi.
4.2.2.3.2. Magnesium Kandungan magnesium pada cangkang yang berukuran kecil lebih banyak
daripada cangkang kijing yang berukuran besar. Cangkang kijing berukuran
< 90 mm dan 90 mm mengandung magnesium berturut-turut sebesar
0,000147 % dan 0,0000757 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 15). Magnesium
merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam cangkang kijing. Cangkang
moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan mangan
(Gregoire 1972). Mineral yang terdapat pada cangkang moluska, secara umum
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitat hidupnya (Gregoire 1972).
Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran < 90 mm membutuhkan
cukup banyak mineral dari perairan untuk masa pertumbuhannya, sehingga
kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak. Suhardjo et al. (1977)
menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak mineral dari perairan untuk
pembentukan cangkangnya.
Magnesium memegang peranan penting dalam sistem tubuh. Remaja
memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan usia dewasa
membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari
(Soekarti dan Kartono 2004). Kandungan magnesium pada cangkang kijing tidak
terlalu besar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan magnesium tubuh. Kebutuhan
magnesium di dalam tubuh manusia dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi
bahan pangan yang mengandung cukup banyak magnesium. Sumber dari
-
magnesium diantaranya adalah sayur-sayuran hijau, kedelai dan kecipir
(Budiyanto 2002).
4.2.2.3.3. Fosfor Kandungan fosfor pada cangkang kijing berukuran kecil dan besar berturut-
turut sebesar 0,278 % dan 0,081 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 16).
Kandungan fosfor dalam cangkang kijing tidak begitu banyak namun lebih
banyak dari magnesium. Cangkang kijing terdiri atas sebagian besar kalsium
karbonat dan sebagian kecil fosfat. Cangkang bivalvia terbuat dari 89-99 %
kalsium karbonat, 1-2 % fosfat, bahan organik konchiolin dan air (Gregoire 1972).
Hasil penelitian De Waele (1929), diacu dalam Wilbur (1972) menunjukkan
bahwa cangkang Anodonta cygnea mengandung ion-ion inorganik yang meliputi
sodium, potassium, kalsium, magnesium, mangan, chloride, sulfat dan fosfat yang
berasal dari cairan ekstrapalial. Mineral yang terkandung dalam cangkang
bivalvia, secara umum dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitatnya
(Gregoire 1972).
Fosfor tidak terbentuk secara bebas di alam dan tersedia di alam dalam bentuk
fosfat dan ortofosfat. Fosfor merupakan mineral yang cukup banyak terdapat pada
tubuh hewan (McDowell 1992). Fosfor pada cangkang bivalvia merupakan fosfor
dalam bentuk fosfat dengan kandungan berkisar 1-2% (Gregoire 1972). Orang
dewasa membutuhkan fosfor sekitar 600 mg/hari sedangkan anak-anak
membutuhan fosfor sekitar 400 mg setiap harinya (Soekarti dan Kartono 2004).
Fosfor yang terkandung dalam cangkang kijing tidak terlalu tinggi dan tidak dapat
memenuhi jumlah fosfor yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup.
4.2.2.4. Mineral terlarut
Kelarutan kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya keasaman. Kalsium terlarut tepung cangkang pada
pH 2 memiliki nilai antara 0,00124 % hingga 0,00533 %, kalsium terlarut pada
pH 4 bernilai antara 0,00024 % hingga 0,00238 % sedangkan kalsium terlarut
pada pH 6 berkisar memiliki nilai antara 0,001 % hingga 0,00359 %. Fosfor
terlarut tepung cangkang pada pH 2 bernilai antara 0,2258 % hingga 0,3839 %,
pada pH 4 memiliki nilai antara 0,1446 % hingga 0,2531 % sedangkan pada pH 6
bernilai antara 0,0834 % hingga 0,1642 % (Gambar 7, Gambar 8 dan
-
Lampiran 17). Mineral sangat penting untuk reaksi biokimia dalam tubuh, oleh
karena itu mineral harus dapat diserap oleh tubuh. Mineral dapat diserap oleh
tubuh apabila berada dalam bentuk terlarut, akan tetapi tidak semua mineral yang
dapat larut tersebut dapat diserap oleh tubuh (Clydesdale 1988, diacu dalam
Santoso et al. 2006).
Persentase kelarutan fosfor dan kalsium yang tertinggi terdapat pada pH 2.
Mineral terlarut yang cukup tinggi pada pH asam diduga karena sampel tepung ini
bersifat basa. Tingkat keasaman dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai
jenis zat. Suatu basa pada umumya lebih larut dalam larutan yang bersifat asam
(Purba 2007). Mineral membutuhkan pH asam untuk berada dalam keadaan
terlarut (Almatsier 2006). Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan
bahwa persen kelarutan kalsium rumput laut dalam asam asetat lebih tinggi
dibandingkan dalam NaCl. Kelarutan kalsium di dalam tubuh dipengaruhi oleh
keadaan asam dan dapat terhambat oleh kondisi basa di dalam usus halus
sedangkan kelarutan fosfor dapat dipercepat dalam kondisi asam di dalam usus
(McDowell 1992).
0.00533
0.00238
0.00359
0.00124
0.00024
0.001
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
2 4 6
Tingkatan nilai pH
Kal
sium
terla
rut (
%)
< 90 mm 90 mm
Gambar 7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing
-
0.2258
0.1446
0.0834
0.3839
0.2531
0.1642
00.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
2 4 6
Tingkatan nilai pH
Fosf
or te
rlar
ut (%
)
< 90 mm 90 mm
Gambar 8. Grafik kelarutan fosfor tepung cangkang kijing
-
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perbedaan ukuran cangkang kijing memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap karakteristik fisik tepung cangkang kijing yang dihasilkan namun
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap karakteristik kimia
tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Tepung cangkang kijing yang berukuran
< 90 mm memiliki rendemen, derajat putih dan kandungan mineral yang lebih
baik dibandingkan dengan tepung cangkang yang berukuran 90 mm. Tepung
cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki rendemen, derajat putih,
kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar 42,82 %, 76,36 %, 39,55%,
< 0,01 % dan 0,28 %. Tepung cangkang kijing yang berukuran 90 mm memiliki
rendemen, derajat putih, kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar
34,91 %, 72,91 %, 28,97 %, < 0,01 % dan 0,08 %.
Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh
berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air berkisar
1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %,
karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9. Kalsium
dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada
pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.
5.2. Saran
Penulis menyarankan sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan
(1) analisis bioavailabilitas terhadap mineral yang dihasilkan agar diketahui
tingkat penyerapan mineral-mineral tersebut di dalam tubuh, (2) analisis
kandungan kimia tepung kasar yang merupakan sisa penyaringan untuk
mengetahui potensi pemanfaatannya, (3) aplikasi pemanfaatan tepung cangkang
kijing pada bahan pangan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1995.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan
metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27(3): 99-105. Beedham GE. 1958. Observation on the non-calcareous component of the shell of
the lamellibranchia. Quar