Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

8
LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT-MAHASISWA BULETIN MEMUAT OPINI YANG DIBAGIKAN KE MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA Edisi Agama, 02 Maret 2015 Buletin Selebaran Departemen Ketuhanan Perjodohan, Adat, & Hukum Agama

description

Berisi Mengenai Esai-Esai Tentang Agama, yang ditulis anggota baru lembaga pers mahasiswa universitas trunojoyo madura.

Transcript of Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

Page 1: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN MEMUAT OPINI YANG DIBAGIKAN KE MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

Edisi Agama, 02 Maret 2015Buletin Selebaran

Departemen KetuhananPerjodohan, Adat, & Hukum Agama

Page 2: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

AgamaBuletin Selebaran

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

Mungkin cara kita berbeda dalam memaknai Tuhan itu seperti apa dan bagaimana. Meskipun dalam KTP kita satu iman: Islam. Indonesia adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di dunia. Mungkin itu sebabnya Islam begitu digaung-gaungkan di negeri ini tanpa paham esensinya. Tapi, yang jelas kita sama-sama bangga memeluk Islam.

MAgama membuat kita menjadi candu. Kok bisa? Buktinya negara ini mendirikan departemen agama, bukan departemen ketuhanan. Kata “agama” pada departemen merujuk pada satu batasan dan karena itu agama yang diakui di indonesia hanya enam. Jika menggunakan kata “ketuhanan” maka akan menjadi lebih luas, bahkan di luar enam agama yang sudah diakui.

Dengan menggunakan istilah departemen ketuhanan dapat dipastikan mengurangi diskriminasi pada pemeluk agama lokal, atau agama warisan leluhur, seperti

halnya: Agama Buhun yang banyak dianut Masyarakat Jawa Barat, Agama Parmalim (agama asli Batak), Agama Kharingan di Kalimantan, serta beberapa agama lain yang tidak diakui keberadaannya bahkan oleh negara mereka sendiri.

Hal ini mengingatkan saya pada pro kontra kebijakan pemerintah beberapa waktu lalu tentang kebijakan pengosongan kolom agama di KTP. Ada yang

Departemen Ketuhanan

Page 3: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

AgamaBuletin Selebaran

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

menganggap kebijakan ini melanggar pancasila. Karena melanggar sila pertama tentang “ketuhanan”.

Tapi, menurut saya pada pancasila sila ke satu berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bukan “Keagamaan Yang Maha Esa”. Sehingga jangan mendangkalkan pikiran bahwa orang yang berada di luar agama dari yang diakui negara ini adalah orang yang tak bertuhan.

Akibat “pembatasan agama” yang diterapkan pemerintah membuat keberadaan agama-agama asli nusantara mulai punah. Pemaksaan memasukkan agama yang telah disahkan pemerintah membuat hak warga negara penganut agama lokal tercabut. Karena alasan tidak ingin menghianati agama, mereka memutuskan untuk tidak mengurus KTP. Akibatnya, mereka tidak memiliki akta kelahiran, pencatatan perkawinan di catatan sipil, karena syarat untuk memiliki itu semua adalah memiliki KTP.

Selain itu, pengosongan kolom agama membuat masyarakat tidak berbohong mengakui salah satu agama yang diakui negara, hanya untuk mendapatkan KTP.

Keuntungan lainnya dari pengosongan agama adalah masyarakat penganut agama lokal tidak merasa terasing di masyarakat karena berbeda keyakinan.

Ah sayang nya, agama terlanjur dinomor wahidkan tanpa paham akan esensi sebenarnya. Sehingga tidak perlu ada konflik hanya karena persoalan perbedaan agama. Bukankah Tuhan begitu mencintai keberadaan kelembutan ditengah makhluk-makhluk yang Dia ciptakan? Pada dasarnya tidak ada satu agama pun di muka bumi ini mengajarkan keburukan.

Bukankah keburukan itu termasuk merasa bila agama kita lah yang paling benar. Misalnya saja Islam beranggapan bahwa agamanya yang paling benar, ah itu kan benar menurut pemeluk-pemeluk Islam. Agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu juga beranggapan bahwa agamanya paling benar. Saya rasa kita seharusnya mulai berhenti menjadi yang maha benar. Karena kebenaran tidak berada di muka bumi. Kebenaran itu hanya berada pada yang menciptakan seluruh alam semesta ini. Jadi kalau ingin tahu siapa yang paling “benar”, temui saja Yang Maha Pencipta.

Kadang aku sedih apabila ada agama yang mengganggap agama lain adalah salah, seperti halnya FPI (Front Pembela Kebenaran Islam) yang (katanya) bertugas untuk memerangi yang (dianggap) tidak benar di Indonesia.

Tapi menurutku, menegakkan kebenaran tidak dengan menyalah-nyalahkan agama lain sehingga timbulkan banyak konflik. Sebab jalan menuju kebenaran itu tidak satu. Dan setiap orang berhak menempuh jalan kebenarannya masing-masing.

Ah sebaiknya kita berhenti untuk merasa paling benar. Kalau saja kita masih menyalah-nyalahkan jalan kebenaran yang ditempuh orang lain, maka kitalah yang akan dianggap tidak benar.

Berusaha meraih kebenaran dengan jalan yang kita amini tanpa menuding jalan orang lain sebagai kesesatan adalah sebaik-baik cara untuk tetap menjaga keutuhan di Indonesia. Sebab benar-salah kita adalah urusan tuhan yang tak bisa kita campuri.

Rinda Fitary Ningsih, Anggota Baru 2014Lpm Spirit-Mahasiswa.

Page 4: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

AgamaBuletin Selebaran

Page 5: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

AgamaBuletin Selebaran

ebagai orang desa, saya terbiasa dengan aturan dan sistem yang berjalan dengan harmonis. Hidup saya pun ditentukan oleh aturan yang berlaku di sini. Bahkan nenek saya telah kriteria jodoh yang pas buat saya; sesuai hitungan angka-angka Jawa.

Jadi, kata nenek, jodoh saya harus perempuan yang penjumlahan neptu-nya menghasilkan angka dua puluh tujuh. Serta menghindari perempuan yang penjumlahan neptu-nya empat belas atau dua puluh empat. Dari angka-angka ini pula tanggal pernikahan saya ditentukan. Tidak hanya itu, konon, menurut orang desa, posisi rumah juga menentukan siapa bakal jodoh saya. Saya dilarang menikahi perempuan yang rumahnya berhadap-hadapan dengan rumah saya. Dan hal ini menjadi konsekwensi logis yang harus saya terima.

Saya mengenal baik semua aturan-aturan di desa. Tapi, terusterang saya masih meragukan kebenaran aturan-aturan itu. Dan mungkin hal ini juga dialami oleh keluarga, tetangga, atau semua orang desa.

Seperti yang kita ketahui bersama, hukum adat adalah sesuatu yang dominan dan menjadi dasar dari perilaku setiap orang di desa. Ibaratnya, saya harus berjalan di atas rel kereta api – mengikuti aturan yang ada, atau keluar dari sana dan dikucilkan. Menginjak remaja, saya mulai mengenal hukum-hukum agama. Menurut saya, hukum agama memiliki karakteristik yang sama dengan hukum adat. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Hukum agama berisi aturan yang didasarkan pada kitab. Jadi, semua akan dilarang kecuali apa yang diperintahkan. Serta hukum muamalah, atau hukum yang menetapkan hubungan seseorang dengan orang lain, baik secara pribadi dan kelompok.

s Lalu bagaimana dengan hukum adat di desa saya? Bukankah hukum adat juga mengatur tata aturan hidup bermasyarakat.

Kalau dibenturkan dengan hukum Islam, bagaimana dengan nasib proses pencarian jodoh saya? Kalau saya memilih hukum adat, apakah saya masuk dalam kategori musrik?

Dua hukum yang saya yakini membuat kehidupan saya menjadi masygul. Semua hukum seakan-akan haram untuk ditolak, tapi banyak diantara keduanya saling bertentangan. Seperti penentuan perjodohan dengan hitungan-hitungan Jawa, dimana seakan-akan begitu menentukan kebahagian dan juru selamat saya adalah sesuatu yang musrik dan dilarang dalam agama. Saya merasa bimbang. Hukum mana yang harus saya terima dan terapkan? Haruskah condong ke salah satu hukum dan mengingkari yang lain?

Logikanya, apabila aku condong ke hukum adat, jelas-jelas aku telah musrik. Sedang apabila aku condong ke hukum agama, aku harus mengingkari ketentuan yang ada dan menghilangkan kepatuhan saya kepada leluhur, masyarakat dan orang tua.

Bila ditinjau dari sejarah, hukum adat ada karena telah membudaya berdasarkan pengalaman nenek moyang dan diyakini kebenarannya hingga kini. Tapi, hukum ini secara jelas mengatur sebatas pola kehidupan. Lain halnya dengan hukum agama yang menurut saya, mengatur sedemikian kompleks dari proses penciptaan sampai seseorang mati. Bahkan hukum agama juga menjelaskan proses setelah kematian, seperti konsep surga-neraka. Maka ketika berada di dua persimpangan

keyakinan, yang harus dilakukan seseorang adalah memilih tempat kita condong. Mungkin semua akan terasa pahit, penuh hambatan ketika meninggalkan salah satu hukum. Tapi di sinilah bisa kita mulai bangkit dan menerima kenyataan tentang kehidupan yang hakiki.

Proses yang harus dilakukan dalam menentukan hukum yang akan dipilih adalah kecermatan dalam memahami hukum, baik dari sisi logika dan konsekwensinya. Karena konsekwensi dari hukum adat dan hukum Islam sangat bergantung berdasarkan keyakinan.

Hal ini dapat dijelaskan secara ilmiah. Keyakinan yang disampaikan terus menerus hingga kita percaya merupakan stimulus yang menjadi belive di dalam diri kita. Sehingga ketika kita menjalankan atau menyalahi belive akan menerima akibat baik-buruk sesuai hukum. Karena baik hukum adat dan hukum agama bergerak di ranah keyakinan dan tidak memiliki kekuatan hukum. Semua ada untuk kita dan oleh kita sendiri.

Ada dua alasan mengapa hukum adat dapat diterima dalam hukum islam untuk menentukan status hukum atas sesuatu. Pertama, sebuah hadist yang mengatakan, ”sesungguhnya yang dianggap Islam baik, maka disisi Allah juga akan dianggap baik.” Kedua, pada dalil, ”jadilah engkau sebagai orang yang pemaaf dan suruhlah orang yang melakukan kebaikkan sebagai penguat untuk menjadikan adat.”

Dengan demikian dalam penetapan prinsip kehidupan harus berdasarkan pada hukum Islam dan mempertimbangkan hukum adat. Sayangnya ahli hukum islam saat ini mengalami stagnasi, seakan-akan tidak ada hukum yang bisa diterima selain hukum Islam.

Syaiful Anwar, Anggota Baru 2014LPM Spirit-Mahasiswa.

Perjodohan, Adat & Hukum Agama

Page 6: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

AgamaBuletin Selebaran

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

KendaliIlustrasi By : Defi Firman Al-Hakim

Page 7: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

Buletin Selebaran Edisi, 02 Maret 2015

KARYAMU

[email protected]

Spirit-Mahasiswa.blogspot.com

Warta Kampus Universitas Trunojoyo

@Lpmsm | @WartaUTM

Telp : 083-857-958-435

Siapapun bisa mengirim tulisan/informasi yang berkaitan dengan apapun. Jenis tulisan bisa berupa opini, berita, feature, wawancara, artikel, resensi, siaran pers, jadwal/agenda kegiatan seni & budaya, foto maupun karya seni (untuk seni sastra berupa cerpen atau puisi. Untuk seni visual berupa karya foto), essay, paper, analisis, wacana, cergam, cerita rakyat/foklor. Dll. Setiap tulisan disertai dengan nama atau identitas (CV)lengkap dan foto 3x4, pengirim.

Tulisan tidak menyinggung Suku, Agama, Adat maupun Ras tertentu. Tulisan tidak mengandung fitnah ataupun unsur bohong apalagi Plagiasi. Tulisan berita disarankan sudah memenuhi standar yang baik.

Untuk Foto (untuk karya fotografi) yang dikirim menggunakan kualitas medium (± 150 dpi).

Jika ingin tau lebih mengenai syarat pengiriman tulisan, detailnya silakan akses di :

“Spirit-Mahasiswa.blogspot.com”

r

r

FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : [email protected]

Page 8: Buletin selembaran edisi agama 02 maret 2015

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN MEMUAT OPINI YANG DIBAGIKAN KE MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BULETIN

SELEBARAN

BULETIN

SELEBARAN