Buletin Kinasih #10

28
Edisi X | 28 Halaman

description

Download: http://teaterkinasih.org/buletin/download-pdf

Transcript of Buletin Kinasih #10

Page 1: Buletin Kinasih #10

Edis

i X |

28 H

ala

man

Page 2: Buletin Kinasih #10

LENSA KINASIH

Semua orang punya kapasitas yang selalu bisa ditingkatkan. Seiring meningkatnya kapasitas, orang akan merasa perlu untuk berkontribusi pada lingkungan sekitarnya, mulai dari yang terdekat. Mahasiswa bisa memberikan kontribusi pada lingkungan sekitarnya dengan membuat terobosan yang berdampak positif pada lingkungan sekitarnya, dan ini bisa dimulai dengan menyalurkan pikiran kritis. Salah satu caranya dengan menulis. Orang yang berani menyuarakan kritik harus berani meninggalkan zona nyaman dan siap bicara untuk kepentingan yang lebih luas dari sekedar materi.

Jangan takut untuk menulis. Hambatan terbesar selalu datang dari diri sendiri. Ketakutan hanya membuat seseorang tidak bisa memaksimalkan kapasitas yang dimilikinya. Apalagi takut akan ide. Francois Voltaire, seorang penulis dan filsuf mengatakan, “Originality is nothing but judicious imitation.” Mulailah dengan mencari wadah aspirasi yang memicu peningkatan kapasitas intelektual.

Ungkapan bahwa mahasiswa adalah agen perubahan tidak akan pernah basi. Untuk merubah keadaan, harus punya pemikiran kritis akan bagaimana keadaan yang lebih baik bisa diwujudkan. Untuk punya pemikiran kritis, harus peka akan keadaan sekitar. Peka berarti tidak apatis. (RED)

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab:

Nurcahyo Triatmojo

Pemimpin Redaksi:Maria Natasha Poetridjaman

Editor:Ridwan Sobar,

Dian Ihsan Siregar

Staf Redaksi:Sherly Febrina,

Nanda Fitri

Tata Letak:Bayu Adji P

Alamat Redaksi:Jl. Raya Lenteng Agung No. 32, Jakarta Selatan

E-mail:buletin.kinasih@yahoo.

com

Blog:bulletinkinasih.blogspot.

com

Twitter:@TeaterKinasih

Ketakutan Mematikan Kapasitas

Page 3: Buletin Kinasih #10

Sementara khalayak terus menerus dijejali konten, keuntungan datang bagi media dan lingkarannya, termasuk pengiklan dan pemilik saham mayoritas. Meskipun Dennis Mcquail telah mengklasifikasikan ciri-ciri khalayak aktif sebagai mereka yang dalam mengonsumsi media bersikap selektif menyaring konten sesuai kebutuhan agar memperoleh manfaat dan tidak mudah terpengaruh serta terlibat menentukan isi media, semelek apapun seseorang terhadap fungsi media, tetap akan terlibat pada kegiatan konsumsi yang terus menerus berlanjut, selama media menemukan hal-hal baru untuk dipublikasikan yang katanya memenuhi selera pasar. Pertanyaannya, sampai kapan media menuruti selera pasar tanpa berkontribusi pada peningkatan kualitas? (baca “Deintelektualisasi Media”, Klimaks BuKin edisi November 2012)

Naif rasanya bila melihat penyimpangan media sebagai sesuatu yang bisa diperbaiki dengan aktif melayangkan kritik terhadap media atau menggembar-

KLIMAKS

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab:

Nurcahyo Triatmojo

Pemimpin Redaksi:Maria Natasha Poetridjaman

Editor:Ridwan Sobar,

Dian Ihsan Siregar

Staf Redaksi:Sherly Febrina,

Nanda Fitri

Tata Letak:Bayu Adji P

Alamat Redaksi:Jl. Raya Lenteng Agung No. 32, Jakarta Selatan

E-mail:buletin.kinasih@yahoo.

com

Blog:bulletinkinasih.blogspot.

com

Twitter:@TeaterKinasih

Media Alternatif: Melawan KejenuhanMedia mainstream secara ten-densius menyajikan konten yang dikonstruksi dan dibingkai sedemikian rupa dengan mem-pertimbangkan hal-hal apa saja yang menurut media tersebut layak atau tidak untuk ditampil-kan. Akibatnya, konten yang disajikan bukan lagi seba-tas informasi, tapi meru-pakan sebuah rekonstruksi terhadap realitas dengan menggunakan bahasa maupun audio-visual. Hasilnya, pola pikir, per-spektif maupun persepsi terbentuk pada khalayak. Hal itu adalah tujuan dari model agenda setting yang diterapkan media terse-but.

Page 4: Buletin Kinasih #10

gemborkan apa yang disebut objektivitas dan berpihak pada kepentingan publik. Industri media pada saat ini sedang ada pada puncak kejayannya, dengan globalisasi dan prinsip pasar bebas yang memungkinkannya berekspansi kemana-mana. Masyarakatlah korbannya, karena ada di bawah kendali media yang dikuasai monopoli segelintir pihak pemegang saham. Pilihan selain menjadi korban adalah menjadi pelaku. Bukan pelaku antagonis, tapi pelaku tritagonis yang menjadi penengah akan kesimpang-siuran konten media. Mengubah media tidak mudah, mengingat kekuatan industri yang melingkupinya. Tapi menjadi media alternatif yang punya visi, pola pikir dan aksi yang baru dan revolusioner sangat mungkin untuk dimulai. Daripada melulu terseret arus yang berputar di situ-situ saja tanpa memberi solusi tapi malah membenamkan kasus-kasus tak terselesaikan, mengangkat isu-isu yang selama ini terpinggirkan atau sengaja dilupakan, bisa membuka paradigma baru dalam menghadapi persoalan.

Pelaku tritagonis akan muncul sebagai reaksi atas kondisi jenuh akan media-media mainstream. Pada dasarnya setiap orang yang bisa berpikir akan mencari wadah bagi aktualisasi, maka kemunculan media alternatif juga dipicu oleh dorongan kebutuhan khalayak. Sekarang bisa kita temui ragam media alternatif dari bentuk maupun konsentrasi kontennya, mulai dari yang berbentuk zine, media cetak alternatif yang marak di kalangan punk dan underground, berbagai jurnal komunitas di dunia maya, sampai jurnalisme warga.

Dominasi media mainstream akan beragam kategorisasi, merupakan tantangan tersendiri bagi media alternatif yang

biasanya muncul dengan spesifikasi kategori.

Tantangannya adalah membuat konten yang spesifik dengan ciri khasnya masing-masing itu mampu secara general melingkupi berbagai aspek di luarnya sehingga benar-benar menawarkan solusi akan berbagai permasalahan sosial. Sehingga keberadaan media alternatif bisa menjadi pilihan konsumsi bagi masyarakat luas sekaligus wadah aktualisasi bagi pelakunya. (BuKin/MNP)

KLIMAKS

Page 5: Buletin Kinasih #10

SPOTLIGHT

Page 6: Buletin Kinasih #10

Mengenal Untuk MemahamiObservasi adalah pengamatan untuk memahami sesuatu. Observasi dapat dilakukan pada objek benda, peristiwa ataupun manusia. Begitu pula dalam berteater, observasi adalah tugas penting bagi aktor. Aktor yang baik tidak hanya meniru atau membawakan peran dengan pura-pura, tetapi berusaha memberi jiwa pada karakter tokoh yang diperankan. Permainan yang terasa hidup, natural dan tidak dibuat-buat bisa dicapai dengan bantuan observasi.

Melalui observasi, subjek dapat mengungkap deskripsi objektif antar individu dan hubungan antara individu dengan lingkungan. Dengan merekam tingkah laku dan timbulnya ekspresi wajar, teknik observasi membantu aktor ke proses peniruan yang terlihat wajar.

Observasi membantu aktor mengelola pikiran dan rasa. Seorang aktor, sebagai subjek observasi dapat mengetahui secara detail apa-apa saja yang terdapat pada, atau apa yang menjadi sifat, atau bagaimana relasi objek pengamatan dengan lingkungannya. Pada akhirnya subjek observasi akan sampai ke tingkat rasa, sebagai reaksi dari pengamatan ekspresi wajar pada objek, ia akan bisa merasakan apa yang dirasakan objek observasinya.

Contoh, ketika seorang aktor harus berperan menjadi orang tunawicara, maka ia harus mengamati seorang tunawicara. Kemudian sebagai hasil observasi, si aktor akan menggunakan akalnya untuk meniru dan menggunakan perasaannya untuk meyakinkan penonton akan tindak-tanduk selayaknya seorang tunawicara. Ia harus merasakan dan memahami apa yang bisa terpikirkan dan dirasakan seorang tunawicara.

Metode pembelajaran dengan observasi, jika dibawa ke dalam keseharian, akan meningkatkan kepekaan terhadap kehidupan orang lain. Selain itu, observasi juga meningkatkan tingkat simpati dan empati seseorang terhadap keadaan orang lain.

Peka terhadap sesama dan lingkungan merupakan modal awal untuk hidup yang lebih baik. Karena dengan kepekaan, maka kepedulian akan tercipta. Dan, kepedulian akan membawa perdamaian bagi semua. (BuKin/NFS)

SPOTLIGHT

Page 7: Buletin Kinasih #10

Intelektualitas. Mahasiswa adalah manusia terpilih yang memiliki kesempatan untuk meningkatkan kadar intelektualnya. Tak semua orang berkesempatan untuk menjadi mahasiswa. Dalam pelbagai situasi, mahasiswalah yang dapat bersikap independen tanpa tedeng aling-aling kepentingan manapun.

Dengan independensi yang kuat, mahasiswa harusnya dapat mengkritisi setiap informasi yang didapat.

Terutama konten media mainstream dengan berbagai kepentingan dibaliknya. Masyarakat terperangkap oleh kesimpangsiuran konten media tanpa tahu mana yang bisa dianggap benar. Pada situasi ini diharapkan mahasiswa, sebagai pihak yang berdiri secara independen, mempunyai tugas untuk membongkar apa yang ada dibalik konten media dan memicu masyarakat berpikir kritis. Harapan terbebankan pada diri mahasiswa, mahasiswa adalah harapan bagi masyarakat.

Masyarakat memerlukan alternatif media untuk mendapatkan informasi yang lebih objektif, jujur, tanpa adanya kepentingan penguasa yang membungkusnya. Mereka mencari alternatif, akibat kebosanan pada media mainstream. Sehingga medial atrnatif semakin memiliki banyak peminat. Berbagai informasi yang lugas, yang dianggap tabu oleh media mainstream, dapat dengan mudah ditemui dalam media-media alternatif, sebagai pembongkar kepalsuan media arus utama.

Zaman sekarang, untuk bisa terjun langsung meyuarakan aspirasi mereka, setiap orang dapat menyebarkan informasi mempergunakan jejaring sosial, termasuk menyalurkan pandangan dan pemikirannya

VOKALIntelektualitas MenujuPeningkatan Kapasitas

Page 8: Buletin Kinasih #10

dalam menyikapi suatu isu yang berkembang di masyarakat. Informasi yang tersebar pun menjadi lebih beragam dan masyarakat mempunyai pilihan sudut pandang untuk mengonsumsi informasi. Sadar ataupun tidak,mereka telah bertindak sebagai media alternatif. Mahasiswa, tentu memiliki peran untuk menjadikan media alternatif tersebut berguna dan ideal. Bukan untuk mengutuk media yang sudah ada, namun berusaha menciptakan media yang independen.

Seringkali, mahasiswa yang memiliki kadar intelektual merasa belum mempunyai kapasitas untuk menciptakan media yang merdeka. Kapasitas seolah-olah menjadi momok yang menghambat untuk berkarya. Tak adanya kepekaan akan kepentingan masyarakat, membuat para mahasiswa bersikap acuh dengan informasi yang merugikan masyarakat. Keberanian untuk membongkar konten media mainstream hanya sebatas wacana tanpa realisasi. Padahal, kapasitas tak akan pernah bertambah tanpa adanya sebuah keberanian untuk bertindak menghancurkan mitologi media yang sudah terlanjur dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Kesempatan untuk meningkatkan kadar intelektual terdapat pada setiap individu yang berani berubah, mulai menciptakan alternatif bagi masyarakat. Dan, intelektualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan kapasitas. (BuKin/BAP)

VOKAL

Page 9: Buletin Kinasih #10

dalam menyikapi suatu isu yang berkembang di masyarakat. Informasi yang tersebar pun menjadi lebih beragam dan masyarakat mempunyai pilihan sudut pandang untuk mengonsumsi informasi. Sadar ataupun tidak,mereka telah bertindak sebagai media alternatif. Mahasiswa, tentu memiliki peran untuk menjadikan media alternatif tersebut berguna dan ideal. Bukan untuk mengutuk media yang sudah ada, namun berusaha menciptakan media yang independen.

Seringkali, mahasiswa yang memiliki kadar intelektual merasa belum mempunyai kapasitas untuk menciptakan media yang merdeka. Kapasitas seolah-olah menjadi momok yang menghambat untuk berkarya. Tak adanya kepekaan akan kepentingan masyarakat, membuat para mahasiswa bersikap acuh dengan informasi yang merugikan masyarakat. Keberanian untuk membongkar konten media mainstream hanya sebatas wacana tanpa realisasi. Padahal, kapasitas tak akan pernah bertambah tanpa adanya sebuah keberanian untuk bertindak menghancurkan mitologi media yang sudah terlanjur dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Kesempatan untuk meningkatkan kadar intelektual terdapat pada setiap individu yang berani berubah, mulai menciptakan alternatif bagi masyarakat. Dan, intelektualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan kapasitas. (BuKin/BAP)

NASKAH

Sudah pukul dua dini hari. Para tetangga dan isteri Suhaimi telah terpulas. Menikmati masa-masa mimpi yang panjang. Sedangkan Suhaimi terus saja berkutat dengan kertas-kertas dan pena di ruang kerjanya. Sudah hampir lima jam dia duduk disitu. Abu rokok berceceran kemana- mana. Demikian dengan kertas-kertas yang memenuhi penjuru ruangan. Tapi Suhaimi belum bisa menyelesaikan pekerjaannya sebagai penulis. Dia diburu waktu untuk segera merampungkan skenarionya. Setiap kali Suhaimi ingat muntahan kata-kata bosnya yang lebih tepat dikategorikan caci maki membuatnya semakin under pressure. Semakin jauh dari kata selesai.

Paginya Suhaimi terbangun oleh tusukan sinar matahari yang menerpa wajahnya. Belum sempat mengucap kata, isterinya lebih dulu melempar kalimat, “Aku sudah berusaha membangunkanmu berkali-kali. Tapi kamu tidak mau bangun.”

Hampir saja Suhaimi mengucap kata pertama pagi itu, tapi lagi-lagi kalah cepat dari isterinya, “Sudah... Aku sudah mengikuti kata-katamu. Tampaknya caramu itu kurang jitu. Harusnya yang kusiramkan bukan air biasa, tapi air keras supaya kamu bangun. Sekarang minggirlah, aku mau mengepel lantai.”

“Gila !” teriak Suhaimi.” Kita tak bisa begini terus.”“Sudahlah, tak ada guna kata-katamu barusan.” timpal isterinya.“Loh, apa maksudmu?”“ Kok loh?”“Iya dong. Aku tanya apa maksudmu, Ma.”“Harusnya aku yang tanya. Kapan kamu menuruti kata-kataku berhenti jadi penulis?”

“Kamu lupa, kita bisa memenuhi kebutuhan kita dari mana?”tukas Suhaimi.“Kamu juga lupa, berapa banyak barang-barang yang sudah djual untuk menutupi hutang di warung?” balas isterinya.

Suhaimi terdiam. Dia membiarkan isterinya membersihkan ruang kerjanya. Pria berusia 37 tahun itu lantas bangkit dan mengambil bungkus rokoknya. Ternyata habis tanpa sisa. Dirematnya bungkus rokok tersebut lalu melemparnya keras-keras ke tong sampah.

SkenarioOleh: Ridwan Sobar

Page 10: Buletin Kinasih #10

NASKAH“Makanya, kalau tidak punya uang jangan merokok. Pemborosan !” kata isterinya sinis.

“Rokok bisa mamicu datangnya inspirasiku, Ma.”“Ya. Tapi kematian akan datang lebih cepat dari inspirasimu itu, Pa. Sekarang saja sudah letoy begitu. Masih berani merokok.”“Ah, sudahlah. Capek ngeladenin kamu ngomong. Lebih baik aku mandi terus ke kantor. Hampir telat gara-gara kamu.”“Berangkat saja. Memangnya ada orang kerja hari Minggu?”

Tidak ada kata-kata bersambung setelahnya. Suhaimi tetap mandi. Rupanya badan sudah gatal-gatal. Sudah seharian dia tidak mandi. Sementara itu isterinya merapikan rumah dan menyiapkan sarapan. Lantas keduanya duduk berhadap-hadap di meja makan. Sambil mneyantap hidangan mereka kembali bercakap-cakap.

“Sepertinya aku harus beli laptop, Ma. Alat itu pasti membantu mempercepat pekerjaanku. Membuatnya lebih efisien.”

“Jangan mimpi deh, Pa. Aku saja bingung memodifikasi bahan makanan untuk makan kita sehari-hari. Masak tempe lagi, tempe lagi. Tidak bosan apa ? Orek tempe, tempe goreng, tempe saus tiram, tempe dadar, tempe asam manis dan tempe-tempe lain.”

“Habisnya, aku sulit menyelesaikan tulisan-tulisanku. Coba kamu bayangkan, dengan laptop inspirasiku pasti mengucur dengan deras seperti air keran.”

“Nah, kebetulan ngomongin soal air, kapan bayar PAM?”“Aduh, aku belum dapat honor. Pakai uang tabungan dulu, Ma.”“Hebat benar ngomong tabungan. Tuh, tabungan kita, sudah jadi asap-asap yang ngepul dari mulutmu. Sudah dibilang berhenti merokok !”

“Benar-benar dilema.” Suhaimi mengakhiri pembicaraan. Dia tahu tidak akan bisa menang berdebat dengan isterinya. Karena itu dia memilih diam dan menghabiskan sup tempenya.

***

Esok harinya, Suhaimi pulang dengan wajah kuyu. Dia terkena semprot bosnya. Skenarionya tidak diterima. Padahal dateline sudah jatuh tempo. Sudah jatuh tempo, tertimpa tangga pula. Dia dapat surat peringatan.

Page 11: Buletin Kinasih #10

NASKAHAkhirnya malam itu, Suhaimi berpikir untuk menuruti kata-kata isterinya supaya berhenti jadi penulis dan mencari pekerjaan lain. Dia merasa gagal. Tidak berbakat. Putus asa dan hilang akal. Semalaman dia menatap kertas kosong di atas mejanya. Inspirasi tak kunjung datang. Justru kantuk yang berkunjung. Menuntun katup mata ke pintu gerbang mimpi. Sekuat tenaga dia menahannya. Tapi tarikan dunia mimpi yang sangat menawan tak kuasa ditolaknya. Jiwanya kering dan haus akan kepuasan batin.

Kini Suhaimi berada di kantornya. Dia telah menyelesaikan skenarionya yang telah lama tertunda. Dari hasil menulisnya itu Suhaimi mampu membuka penerbitannya sendiri. Cerita-cerita Suhaimi banyak dipakai orang-orang. Namanya menjadi sangat terkenal. Panghasilannya meningkat tajam. Suhaimi duduk dengan lega di kantornya sendiri. Dia memandang foto dirinya bersama isteri.

Perusahaannya kebanjiran order. Orang-orang penting dan terkenal mulai datang dan minta dibuatkan skenario. Suatu hari, seorang pejabat tinggi datang ke kantornya. Badannya sedikit tambun. Beberapa bodyguard menempel di sekitarnya. Maksud kedatangan pejabat itu adalah meminta Suhaimi membuatkan skenario. Dengan jumawa Suhaimi menyanggupi permintaan pejabat pemerintahan itu.

“Tolong buatkan yang bagus dan rapi ya, Pak Suhaimi.” kata pejabat itu.“Jangan khawatir,Pak. Hal itu mudah sekali. Besok saya kirim via email ya.”“Oh, jangan lewat email. Biar saja nanti ajudan saya yang mengambil. Zaman sekarang sedang musim sadap-menyadap.”“Beres, Pak. Besok pasti sudah jadi.”

“Kamu yakin besok? Pssssst, ini urusan negara lho. Jadi tidak bisa main-main.” tegas pejabat itu.

“Kalau saya sudah mengiyakan, berarti saya pasti merampungkannya sesuai permintaan. Bapak tidak perlu khawatir.”

Akhirnya setelah semua pihak mencapi kesepakatan, pejabat itu pamit. Suhaimi mengantar kepergiannya. Buru-buru pejabat itu masuk mobil dan membuka kaca mobilnya.

“Jangan lupa ya, yang bagus skenarionya.” tegas pejabat sekali lagi.“Beres. By the way pejabat kok naik mobil butut sih, Pak?”

Page 12: Buletin Kinasih #10

“ Hahaha. Ini juga bagian dari skenario.”jawab pejabat dengan enteng. mobilnya lalu melesat mengiris kemacetan lalu lintas.

Benar saja, Suhaimi menyelesaikan skenario tepat waktu dan sesuai pesanan. Oleh karenanya, Suhaimi diberi hadiah yang melimpah. Sekarang apapun yang diinginkan Suhaimi bisa dia dapatkan. Hidupnya telah berubah. Dalam balutan bedcover tebal dan mahal, Suhaimi tidur bersama isterinya. Tidur malam itu menjadi sangat nyenyak.

“Bangun, Pa.... Kamu harus ke kantor !” teriak isterinya.“Aduh, Ma. Seorang bos boleh datang jam berapapun. Kan ada anak buah.” jawabnya setengah saadar.“Heh ! Kalau mimpi jangan kelewatan dong, Pa. Mimpi siang bolong begini.”

Suhaimi lantas tersadar. Bangun lalu mandi dan sarapan. Masih dengan lauk tempe aneka varian. Disela-sela sarapan isterinya menyetel berita di TV. Sebuah berita baru dan segar sekaligus panas sedang disiarkan. Seorang aktifis HAM meninggal secara misterius dalam sebuah perjalanan menuju baratlaut. Suhaimi hampir tidak percaya. Tiba-tiba dia berteriak, “Aku tahu siapa yang membunuhnya, Ma ! A...akulah yang membuat skenario pembunuhan itu untuk seorang pejabat.”

“ Hush ! Jangan ngawur. Bisa-bisa kamu ditangkap gara-gara asal bicara. Lagipula aktifis itu meninggal karena serangan jantung.”

Suhaimi hanya terbengong menyaksikan jenazah aktifis itu di berita. Tapi dia yakin betul, siapa dalang di balik kematian aktifis HAM itu.

NASKAH

Page 13: Buletin Kinasih #10

NASKAH

Lipstik!Lipstik membalut bibirmu

dan kau pandai merangkai kataDari bekas kecupmu

Aku merangkum cerita

“W”181112

MemoarKecamuk kota tuamenyisakan tawa dan lukahanya rasa melesap dahagaApalah kitaberjumpa untuk menepati perpisahan? “W”291111

LelakuManusia, laku berlaku

saling tatap,mata bertemu mata

tetap saja tak bertegur sapa

“W”261110

NyataKita menyinggahi perkara demi perkarauntuk menjadi dewasadan seringkali bersembunyi di balik pras-angkaguna menutupi suatu yang nyata

“W”5712

Page 14: Buletin Kinasih #10

Sembilan karya yang terpamer didominasi warna merah. Dominasi Merah seakan digunakan perupa untuk mengeksplorasi hasrat menggebu Rahwana untuk memiiki Sinta. Sepuluh wajah Rahwana dilukiskan dengan sepuluh sosok dengan latar merah. Begitu pula tiga penari kijang yang membujuk Sinta tampil dengan kostum merah.

HALAMAN FOTO

Cerita Dalam Seni Visual

Wayang Beber adalah gambar-gambar yang menceritakan sebuah lakon menggunakan kain atau kertas sebagai medianya. Disebut Wayang Beber karena rengkaian gambar-gambar tersebut membeberkan adegan demi adegan sebuah lakon. Bersama dengan Pementasan teater RahwanaSinta pada 24 dan 25 November, Rony Ynor sang sutradara sekaligus perupa menggelar pameran seni visual yang menceritakan adegan lakon RahwanaSinta hingga tanggal 27 November.

Page 15: Buletin Kinasih #10

HALAMAN FOTO

Dalam penantiannya menunggu sang suami, kesetiaan Sinta kepada Rama untuk tetap kesuciannyamembuat Rahwana tak mampu berbuat banyak memaksa Sinta untuk mencintainya. Keteguhan Sinta digambarkan dengan tumbangnya tiga penari kijang suruhan Rahwana di kaki Sinta di gambar dengan efek negatif. (BuKin/BAP)

Page 16: Buletin Kinasih #10

PANGGUNG

Ken Zuraida Project dari Bengkel Teater Rendra menampilkan lakon RahwanaSinta di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) pada tanggal 24 dan 25 November 2012. Dalam lakon tersebut, Ocky Sendilemon, sebagai sutradara, mencoba menafsirkan mitos Ramayana dari sudut pandang berbeda, dalam lakon RahwanaSinta.

Rahwana, tokoh yang terkenal jahat menculik Sinta, istri Rama, dari tengah hutan. Rahwana lahir dari percintaan terlarang antara Dewi Sukesi dan Wisrawa. Percintaan yang dimaksudkan untuk membuka rahasia Sastrajenda akhirnya gagal, karena syahwat yang merajalela pada diri Wisrawa. Terciptalah Rahwana, sebagai makhluk angkara, yang lahir dari buah syahwat menggelegar seorang Resi.

Rahwana tidak pernah menginginkan dirinya dianggap sebagai angkara. Padahal, kejahatan dan angkara itu bersumber dari kedua orag tuanya. Rahwana dijuluki sebagai angkara hanya karena menculik seorang wanita, yang tak lain adalah Sinta, dari hutan yang masih menjadi wilayahnya. Rahwana mengurung Sinta di taman Alengka. Namun, satu hal yang pasti, Rahwana tak pernah bisa untuk merebut kesucian Sinta.

Rama, yang dikisahkan sedang menuju Alengka untuk membawa pulang Sinta, membawa jutaan pasukan monyet dan didukung oleh kekuatan para Dewa. Rahwana pun telah bersiap untuk melawan Rama dan pasukan monyetnya, tak hanya untuk Sinta, namun juga bagi kemuliaan tanah Alengka.

Adegan sempat terhenti ketika pemeran Rahwana, yang tak lain adalah sutradara pementasan, Ocky Sandilemon, memilih tidak melanjutkan pertunjukkan. Ocky sudah tahu bahwa lakon yang dimainkannya akan berakhir dengan peperangan

RahwanaSinta:Antitesis Kemutlakan Ramayana

besar antara prajurit Rahwana melawan pasukan monyet Rama. Sampai pada akhirnya, pemeran sosok Rahwana digantikan oleh asisten sutradara, Angin Kamajaya. Dan, peperangan pun tak terelakkan. Dalam kalimat terakhirnya, Rahwana berkata, “Aku akan selalu hidup.”

Pementasan ini mengangkat mitologi Hindu yang sangat populer, Ramayana. Kisah Ramayana telah memberi ilham dan tafsir moral bagi manusia agar memiliki pegangan dalam kehidupan dan menyadari eksistensi manusia bukan hanya sebagai iblis atau dewa. Mitologi Ramayana telah menciptakan raksasa moral kebaikan (dalam sosok Rama) dan malaikat moral kejahatan (dalam sosok Rahwana).

Fanatisme ini membuat hubungan sesama manusia menjadi tidak wajar lantaran tak lagi memandang manusia sebagai

manusia, melainkan menjadi berhala kebaikan dan kejahatan.

Naskah RahwanaSinta karya Ocky Sandilemon yang diangkat dalam pementasan ini merupakan antitesis dari pandangan mayoritas terhadap kisah Ramayana, pandangan yang memuja manusia yang bersikap baik dan menghujat manusia jahat.

Lakon RahwanaSinta memberi keseimbangan dan kewajaran bahwa manusia tercipta dari kebaikan dan kejahatan, sehingga tak ada yang mutlak. Tak ada manusia yang sepenuhnya Rahwana maupun Rama. Dalam sosok Rahwana tersimpan sisi ke-Rama-an, dan dalam sosok Rama tersemat sifat iblis pula. (BuKin/BAP)

Page 17: Buletin Kinasih #10

Ken Zuraida Project dari Bengkel Teater Rendra menampilkan lakon RahwanaSinta di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) pada tanggal 24 dan 25 November 2012. Dalam lakon tersebut, Ocky Sendilemon, sebagai sutradara, mencoba menafsirkan mitos Ramayana dari sudut pandang berbeda, dalam lakon RahwanaSinta.

Rahwana, tokoh yang terkenal jahat menculik Sinta, istri Rama, dari tengah hutan. Rahwana lahir dari percintaan terlarang antara Dewi Sukesi dan Wisrawa. Percintaan yang dimaksudkan untuk membuka rahasia Sastrajenda akhirnya gagal, karena syahwat yang merajalela pada diri Wisrawa. Terciptalah Rahwana, sebagai makhluk angkara, yang lahir dari buah syahwat menggelegar seorang Resi.

Rahwana tidak pernah menginginkan dirinya dianggap sebagai angkara. Padahal, kejahatan dan angkara itu bersumber dari kedua orag tuanya. Rahwana dijuluki sebagai angkara hanya karena menculik seorang wanita, yang tak lain adalah Sinta, dari hutan yang masih menjadi wilayahnya. Rahwana mengurung Sinta di taman Alengka. Namun, satu hal yang pasti, Rahwana tak pernah bisa untuk merebut kesucian Sinta.

Rama, yang dikisahkan sedang menuju Alengka untuk membawa pulang Sinta, membawa jutaan pasukan monyet dan didukung oleh kekuatan para Dewa. Rahwana pun telah bersiap untuk melawan Rama dan pasukan monyetnya, tak hanya untuk Sinta, namun juga bagi kemuliaan tanah Alengka.

Adegan sempat terhenti ketika pemeran Rahwana, yang tak lain adalah sutradara pementasan, Ocky Sandilemon, memilih tidak melanjutkan pertunjukkan. Ocky sudah tahu bahwa lakon yang dimainkannya akan berakhir dengan peperangan

besar antara prajurit Rahwana melawan pasukan monyet Rama. Sampai pada akhirnya, pemeran sosok Rahwana digantikan oleh asisten sutradara, Angin Kamajaya. Dan, peperangan pun tak terelakkan. Dalam kalimat terakhirnya, Rahwana berkata, “Aku akan selalu hidup.”

Pementasan ini mengangkat mitologi Hindu yang sangat populer, Ramayana. Kisah Ramayana telah memberi ilham dan tafsir moral bagi manusia agar memiliki pegangan dalam kehidupan dan menyadari eksistensi manusia bukan hanya sebagai iblis atau dewa. Mitologi Ramayana telah menciptakan raksasa moral kebaikan (dalam sosok Rama) dan malaikat moral kejahatan (dalam sosok Rahwana).

Fanatisme ini membuat hubungan sesama manusia menjadi tidak wajar lantaran tak lagi memandang manusia sebagai

manusia, melainkan menjadi berhala kebaikan dan kejahatan.

Naskah RahwanaSinta karya Ocky Sandilemon yang diangkat dalam pementasan ini merupakan antitesis dari pandangan mayoritas terhadap kisah Ramayana, pandangan yang memuja manusia yang bersikap baik dan menghujat manusia jahat.

Lakon RahwanaSinta memberi keseimbangan dan kewajaran bahwa manusia tercipta dari kebaikan dan kejahatan, sehingga tak ada yang mutlak. Tak ada manusia yang sepenuhnya Rahwana maupun Rama. Dalam sosok Rahwana tersimpan sisi ke-Rama-an, dan dalam sosok Rama tersemat sifat iblis pula. (BuKin/BAP)

PANGGUNG

Page 18: Buletin Kinasih #10

GAYA HIDUPAlternatif Budaya,

Untuk Sesuatu Yang BedaGempuran budaya asing di bumi pertiwi berhasil menggeser budaya luhur yang kita punya. Salah satunya demam K-Pop. Maraknya boyband atau girlband asal pemuda pemudi Indonesia semakin memperparah keadaan. Penerus perjuangan sudah tak malu lagi menanggalkan “kostum” budaya yang seharusnya mereka lindungi.

Namun ditengah derasnya arus kapitalisme, masih ada generasi muda yang peduli akan kebudayaan negeri ini. Generasi yang tanpa takut melawan budaya mainstream yang mendera. Mereka adalah sekumpulan muda-mudi yang tergabung dalam Bentara Muda. Komunitas ini berdiri pada tanggal 8 Agustus 2012 dan berada dibawah naungan Bentara Budaya Jakarta yang didirikan oleh Kompas.

Komunitas ini menggerakkan perlindungan budaya Indonesia dengan konsep memilih, memaknai, dan menggunakan kebudayaan dan seni pinggiran dalam rangka memupuk identitas plural bangsa Indonesia. Kegiatan mereka antara lain pelatihan tari daerah, karawitan dan paduan suara. Misi mereka adalah mengajak lebih banyak lagi generasi muda yang melestarikan kebudayaan.Komunitas ini kerap diundang sebagai pengisi acara pada beberapa penyelenggaraan. Seperti pada festival hari anak sedunia yang diselenggarakan pada 16 November 2012 di Taman Ismail Marzuki, para penari dari komunitas ini diundang untuk mengisi acara pada pembukaanya.

Menurut Nuna, mahasiswi IISIP Jakarta sekaligus peserta pelatihan tari daerah, komunitas ini adalah wadah yang baik bagi generasi muda untuk mengapresisasi seni budaya luhur Indonesia.Komunitas ini terbuka untuk umum dan segala kegiatannya tidak dipungut biaya.

Kebudayaan yang dimiliki Indonesia merupakan asset yang paling berharga dan sebagai citra diri bangsa. Sudah tidak ada lagi alasan bagi generasi muda untuk melulu mengkonsumsi budaya asing. Saatnya melahirkan karya dan melestarikan budaya. (BuKin/NFS)

Page 19: Buletin Kinasih #10

NUSANTARA

“Orang Miskin Dilarang Sakit”, ungkapan yang menggambarkan betapa mahalnya pengobatan di negeri ini. Belum lagi maraknya pemberitaan malpraktik menambah kekecewaan masyarakat terhadap pengobatan medis. Menyikapi hal ini, teknik dan obat-obatan alternatif banyak bermunculan. Salah satunya, jamu.Tidak ada data yang pasti mengenai awal perkembangan jamu di Indonesia. Penemuan prasasti Madhawapura yang menyebutkan tentang seorang peracik jamu atau yang dulu dikenal dengan acaraki, menimbulkan dugaan jamu sudah berkembang sejak jaman Kerajaan Majapahit.

Belum semua jamu diakui khasiatnya secara klinis. Masih banyak perusahaan produsen jamu kemasan yang nakal enggan melakukan uji preklinis dan klinis. Jumlah peneliti yang sedikit, biaya yang relatif mahal, kurangnya teknologi dan waktu yang relatif lama menyebabkan kurangnya penelitian akan jamu. Namun hal ini tidak menyurutkan minat masyarakat, karena manfaat jamu sudah dibuktikan dari generasi terdahulu. Jika tidak yakin dengan jamu instan pabrikan yang kabarnya dicampur dengan obat-obatan medis, bahan baku jamu mudah didapat dan pengolahannya pun bisa dipelajari dan dilakukan siapa saja.

Sejauh ini, sedikit sekali pemberitaan tentang efek samping yang ditimbulkan oleh jamu, dibandingkan dengan obat-obatan kimia yang memiliki beberapa zat yang tidak larut dalam tubuh dan dapat tertimbun dalam ginjal atau beberapa obat kimia yang dapat menyebabkan ketergantungan atau dosis yang lebih tinggi jika dikonsumsi terus-menerus. Ini disebabkan karena jamu berasal dari tumbuh-tumbuhan alami dan bukan merupakan reaksi kimia yang sintetis.

Pengetahuan akan kearifan lokal bangsa ini kian berharga ditengah kesimpangsiuran produk asing di pasaran. Karena ternyata, budaya bangsa kita adalah budaya luhur yang fleksibel dan relevan dengan perkembangan jaman. Kepekaan untuk mencari manfaat dari budaya bangsa bisa meningkatkan kualitas hidup dan memperteguh jatidiri kita sebagai bagian dari bangsa ini. (NFS/BuKin)

Banyak Jalan Menuju Sehat

Page 20: Buletin Kinasih #10

SOSOK

JOSE RIZAL MANUA: Membaca Membedakan Manusia Dengan Hewan

Page 21: Buletin Kinasih #10

BuKin kali ini mengangkat sosok Jose Rizal Manua, pendiri Teater Tanah Air. Lelaki kelahiran Padang, 14 September 1954 menemukan keasikan pada dunia teater sejak terlibat pentas pada acara tujuh belasan tahun 1969. Lalu bergabung dengan Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya pada 1975 diikuti Bengkel Teater Rendra di tahun 1977.

Ketika ditemui di galeri buku miliknya di salah satu pojok TIM pada Kamis (18/10) lalu, ia bercerita tentang kerinduannya akan buku-buku berkualitas yang memotivasinya mendirikan galeri buku. Ia melihat banyak second-hand bookstore di tiap sudut New York ketika pada 1988 mengikuti Rendra ke Broadway. “Luar biasa sekali masyarakat kota ini dimanjakan oleh buku,” kenangnya.

Pulang ke tanah air, ia berpikir di Indonesia harus ada juga second-hand bookstore untuk membantu mahasiswa dan pelajar mendapatkan buku-buku lama namun berkualitas tentang seni, budaya, sastra, dan sebagainya. “Saya bilang pada gubernur Jakarta waktu itu, pak Soerjadi Soedirdja, tentang ide saya. Beliau senang dan langsung meminta saya mencari posisi yang cocok. Saya pikir sudut pojok di emperan Graha Bhakti Budaya (GBB) ini cocok. Setelah disetujui kemudian tempat ini dibangun oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta lalu diresmikan pada 28 April 1996 dan dinamai Galeri Buku Bengkel Deklamasi. Bertepatan dengan pertunjukkan Rendra Membaca Chairil Anwar yang saya bikin di GBB,” ceritanya pada Bukin.

Sejak tahun 70an Jose mengoleksi buku-buku sastra yang dianggapnya masterpiece. Menurutnya, minat baca dapat menjadi indikasi intelektualitas masyarakat, itu yang membedakan manusia dengan hewan. “Jadi kalau kita malas membaca, sama artinya kita mempunyai inisiatif untuk menjadi hewan,” ujarnya.

SOSOK

“Saya kira hidup itu kompleks. Jadi kompleksitas itu harus dipelajari. Artinya

kita tidak hanya membaca apa yang kita bidangi saja, misalnya kewartawanan.

Tapi juga harus membaca politik, sosial, ekonomi, karena semua saling mengait. Jadi jangan sampai salah kita memilih

bacaan.”

Page 22: Buletin Kinasih #10

SOSOKBertolak dari pengamatannya, membaca buku bermuara pada ilmu pengetahuan. “Saya kira hidup itu kompleks. Jadi kompleksitas itu harus dipelajari. Artinya kita tidak hanya membaca apa yang kita bidangi saja, misalnya kewartawanan. Tapi juga harus membaca politik, sosial, ekonomi, karena semua saling mengait. Jadi jangan sampai salah kita memilih bacaan.”

Proses teater pun menuntut pelakunya untuk membaca. Bagi Jose Rizal, di dalam teater ada upaya menafsir karya sastra. Menafsir naskah kemudian mewujudkannya ke atas panggung. Pelaku teater dituntut punya wawasan luas karena seni teater berhubungan erat dengan ilmu-ilmu yang lain seperti sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. “Makanya ada istilah orang teater itu harus cerdas. Dalam menafsir sebuah karakter di dalam naskah, dia juga harus mempelajari psikologi, sosiologi antropologi, dan sebagainya,” sambungnya.

Di tengah kondisi suatu masyarakat, teater menurut Jose Rizal adalah cermin dari persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. “Kontribusi teater antara lain adalah mengingatkan masyarakat tentang hal-hal yang mungkin luput dari perhatian,” tegasnya. Sehingga bagi penontonnya, paling tidak lewat teater mereka bisa bercermin tentang persoalan dan karakter-karakter individu yang ada di sekitar mereka yang mereka identifkasi dalam kehidupan.

Jose Rizal Manua telah menyelesaikan pendidikan S2 film di Institut Seni Indonesia, Solo, pada November 2011 dan saat ini merupakan staf pengajar Fakultas Teater dan Fakultas Film di Institut Kesenian Jakarta. (BuKin/SFI)

Page 23: Buletin Kinasih #10

TENTANG LAYAR

Europe on Screen, Alternatif di Tengah Gempuran Hollywood

Kedutaan Besar Uni Eropa kembali menggelar Festival Film Eropa, Europe on Screen (EOS), untuk yang ke-12 kalinya. Festival yang berlangsung dari tanggal 25 November sampai 1 Desember 2012 ini akan memutar 50 film karya sutradara-sutradara Eropa yang telah melalui penyaringan secara kualitas oleh pihak penyelenggara.

EOS tahun ini diselenggarakan di beberapa pusat kebudayaan Eropa, diantaranya Erasmus Huis, Goethe Haus, Institut Francais Indonesia (IFI) Jakarta, Istituto Italiano di Cultura (IIC), dan Kineforum Dewan Kesenian Jakarta. Festival yang digelar setahun sekali ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya,

Page 24: Buletin Kinasih #10

TENTANG LAYAR

kecuali untuk film-film yang diputar di Blitz Megaplex Grand Indonesia.

Tak hanya pemutaran film, EOS tahun ini juga menyajikan Kompetisi Film Pendek. Terdapat 157 film pendek ikut serta meramaikan Festival Film Eropa tahun 2012. Lebih dari itu, dalam EOS tahun ini juga diadakan workshop “Cinema-styled Digital Filmmaking wit Canon”, yang diisi oleh sinematografer Indonesia, pada tanggal 29 November di Erasmus Huis. Dalam workshop tersebut akan diberikan tips untuk menangkap gambar dengan gaya sinemantik.

Saat ini, film merupakan salah satu media yang berpotensi mengubah sudut pandang penontonnya secara persuasif. Tak hanya mengubah sudut pandang, film juga dapat menjadi

jembatan pemikiran, budaya, dan kepercayaan antara kultur yang berbeda. Festival Film Eropa ini bertujuan untuk memperkenalkan keanekaragaman budaya, sosial dan etnis Eropa kepada masyarakat Indonesia, Jakarta khususnya.

Melalui festival ini, negara-negara Eropa menunjukkan warna baru di tengah gempuran industri Hollywood dan kualitas yang jalan di tempat ala film-film Indonesia. Setidaknya, penonton disuguhkan sesuatu yang baru dan asing yang bisa menjadi alternatif hiburan dan edukasi.

Film 72 Days (Sedamdeset i Dva Dana) produksi Kroasia, menceritakan kehidupan seorang pria tempramental yang menyewa seorang ibu untuk berpura-pura menjadi neneknya

Page 25: Buletin Kinasih #10

TENTANG LAYARyang telah meninggal agar bisa menikmati uang pensiunan neneknya. Konflik terjadi saat pria tersebut ingin menikmati uang pensiunan itu sedirian, dan Ia pun mengurung saudara dan keponakkannya dalam gudang. Film besutan sutradara Danilo Serbedzija, yang mengambil latar perdesaan di Kroasia, hendak memperkenalkan dunia baru yang tidak terbayangkan oleh masyarakat.

Festival Film Eropa seakan membawa dunia baru, yang menurut mereka realita, kepada masyarakat di Jakarta. Namun, antusiasme masyarakat dalam perhelatan EOS masih cenderung kurang. Terlihat dari penonton yang datang ke salah satu tempat pemutaran film, IFI Jakarta. Dari 47 kursi yang disediakan oleh panitia, masih terdapat kursi kosong yang belum terisi.

Alih-alih EOS menjadi kesempatan emas, sekaligus alternatif, bagi masyarakat untuk membuka cakrawala, menikmati panorama dan budaya Eropa, malah peminatnya masih terbilang sepi. Masyarakat membutuhkan alternatif, namun ketika ada sebuah alternatif yang berkualitas justru antusias terlihat rendah. Ironis. (BuKin/BAP)

Page 26: Buletin Kinasih #10

The Alternative is YOU!ANGKRINGAN

Terkadang aku muak dengan apa yang disajikan televisi. Sinetron dengan cerita nggak jelas dan isinya cuma marah-marah. Reality show yang nggak real. Atau infotainment yang menampilkan pameran kekayaan para selebritis. Kalau buatku yang sudah bisa memilih mana yang penting untuk dikonsumsi dan mana yang tidak, mudah saja untuk terhindar dari pengaruh buruk televisi. Matikan TV, lalu melakukan kegiatan lain. Tapi apa kabar masyarakat yang tidak memiliki hiburan lain selain menonton televisi?

Seperti sekarang ini,baru saja aku mematikan TV karena setelah menonton acara mengenai fakta-fakta unik, tak ada lagi acara yang menurutku layak ditonton. Karenanya

Page 27: Buletin Kinasih #10

ANGKRINGANaku berencana pergi ke taman. Ketika keluar dari garasi, aku lihat Mbah Jarwo sedang menikmati teh dan rokok kretek sambil mengutak-atik tablet PC nya. “Gaul banget sih Mbah ku ini,” pikirku dalam hati. Lantas aku bertanya pendapatnya tentang bagaimanamenyikapikonten TV sekarang ini.

“Itu berarti kesempatan kamu Nduk untuk bikin alternatif yang mendidik. Pola di negara ini kan kalau ada satu yang laku dan memiliki ratting tinggi pasti bakal banyak yang bikin duplikatnya,” katanya sebelum menyeruput teh.

Sesampainya di taman, aku bertemu kak Sal yang sedang menikmati sore dengan sebuah buku dan sekantung kripik singkong. Awalnya aku utarakan semua kekesalanku terhadap TV. Aku ceritakan juga usulan alternatifnya Mbah Jarwo.

“Apa yang dibilang si Mbah emang bener, Pop. Kamu sebagai orang yang sudah melek media dan tahu mana yang pantas ditonton dan yang gak seharusnya bisa bikin penonton tuh menyadari bahwa apa yang dilihatnya di TV tuh gak selalu bener. Jauh dari realita lah. Acara yang katanya reality show aja gak se-real namanya. Apa yang mereka tayangkan itu udah diarahin sebelumnya. Nah, kamu pikirin lah gimana caranya orang lain juga bisa melek kayak kamu.” kata kak Sal.

“Tapi kalau emang aku belom tertarik untuk berkarya di TV gimana? Aku kan maunya jadi penyiar radio,” kataku

dengandatar. Kak Sal hanya tertawa dan bilang kalau itu hanya opsi.

“Kali aja dua atau tiga tahun kemudian kamu berubah pikiran,” tutupnya sambil tersenyum.

Aku dan kak Sal pulang ke rumah masing-masing setelah mendengar kumandang adzan Maghrib dari sebuah masjid di dekat taman. Sebelum benar-benar menuju rumah, aku mampir dulu ke angkringannya Suman untuk meminum segelas susu jahe. Kebetulan angkringannya masih sepi. Jadi Suman mengajakku ngobrol sambil dia menikmati kreteknya.

“Hmm, kira-kira orang kayak Suman maunya tontonan seperti apa ya yang ditayangkan di TV?” pikirku.

“Yang inspiratif, kayak acaranya Oprah Winfrey itu loh. Atau National Geographic. Yah yang bisa nambah wawasan dan ilmu gitu deh. Sayang banget kalo banyaknya masyarakat yang nonton TV cuma disodorin sinetron atau reality show yang penuh rekayasa. Masyarakat kayak gak bisa milih tontonan selain apa yang udah ada sekarang,” kata Suman lalu menghisap dalam-dalam kreteknya.

Sambil berjalan pulang aku merangkum semua pendapat mereka bertiga. Kita harus memulai pencarian terhadap alternatif media. Jika manusia selalu diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya pada sesuatu hal maka alternatif adalah kamu! (BuKin/SFI)

Page 28: Buletin Kinasih #10

“Yah, gimana nih biar cepet lulus kuliah?” “Ambil D1!” singkat Surayah, sapaan Pidi di Twitter.

Pidi Baiq tetap menilai buku sebagai buku, twitter tetap twitter. Oleh karena itu, Pidi Baiq mengelompokkan pertanyaan-pertanyaan dalam bukunya ini ke dalam 20 bab, sesuai dengan tema yang ditanyakan. Baginya ini adalah buku, tempat lain yang bukan Twitter.

Sebagai pemikirnya, Pidi mengharapkan agar buku ini dapat dibaca oleh orang-orang yang tidak memiliki akun Twitter agar dapat sama-sama menikmati ketidaksempurnaan di dalamnya. (BuKin/BAP)

Menjawab Semaunya

RESENSI

Masyarakat mulai meninggalkan perpustakaan dan beralih ke Google. Ternyata, Google kalah cepat dengan Twitter. Semua informasi terdapat di Twitter. Tapi, bila salah bertanya, Pidi Baiq akan memberikan jawaban sekenanya, yang polos dan ngawur.

Pidi Baiq, yang dikenal sebagai “Imam Besar” The Panas Dalam, band yang berasal dari Jatinangor, menerbitkan buku untuk yang kesekian kalinya. Kali ini, Pidi membuat “kitab” bagi masyarakat modern. Tentu, buku Pidi hanya sebuah kitab, tanpa embel-embel suci. Namun, label best-seller pada kitab At-Twitter, seolah telah menyucikan kitab tersebut.

Pidi Baiq, yang juga merupakan seniman serba bisa, menerbitkan kitabnya ini sebagai akibat dari keresahannya melihat banyak buku yang diangkat dari fenomena jejaring sosial. Lalu, ia menciptakan alternatif dengan menerbitkan buku yang ngawur, yang beda dari kebanyakan, sebagai jawaban atan keresahannya.

Kitab At-Twitter adalah rangkuman dari pertanyaan-pertanyaan umat Pidi Baiq dan pernyataan sang “Imam Besar” atas pertanyaan umatnya di jejaring sosial, Twitter. Pertanyaan dan pernyataan tersebut disusun menjadi sebuah dialog ngawur, yang tak terbayangkan. Dalam salah satu dialog, Raden Wachyu bertanya,

Google Menjawab Semuanya, Pidi Baiq...