Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

55
Teknologi fusi nuklir untuk energi listrik dan sistem keselamatannya Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa Aplikasi isotop 222 Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari paparan radiasi ultra violet Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN ALARA Volume 17 Nomor 3, April 2016 ISSN 1410-4652 Buletin Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional ALARA

Transcript of Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

Page 1: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

Teknologi fusi nuklir untuk energi listrik dan sistem keselamatannya

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa

Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi

laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai

Menyelamatkan lapisan ozon untuk

keselamatan kehidupan manusia dari paparan radiasi ultra violet

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan

keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir

Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3

berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN ALA

RA

Volume 17 Nomor 3, April 2016

ISSN 1410-4652

Buletin

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional

ALA

RA

Page 2: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

ISSN 1410 – 4652

Buletin Alara PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN

METROLOGI RADIASI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Volume 17 Nomor 3, April 2016

Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab

Kepala PTKMR

Pemimpin Redaksi

Dr. Mukh Syaifudin

Penyunting/Editor & Pelaksana

Dr. Heny Suseno Drs. Iin Kurnia, Ph. D.

Drs. Hasnel Sofyan, M.Eng Drs. Gatot Wurdiyanto, M.Eng

dr. B Okky Kadharusman, Sp.PD Dr. Johannes R. Dumais

Sekretariat

Setyo Rini, SE Salimun

Alamat Redaksi/Penerbit : PTKMR – BATAN

⇒ Jl. Lebak Bulus Raya No. 49 Jakarta Selatan (12440)

Tel. (021) 7513906, 7659512 ; Fax. (021) 7657950

⇒ PO.Box 7043 JKSKL, Jakarta Selatan (12070)

e-mail : [email protected] [email protected]

Dari Redaksi

Dewasa ini teknologi roket sudah sampai pada tahap pengembangan yang sangat fantastis. Setiap penerbangan menuju ruang angkasa selalu melibatkan sistem pendorong berupa roket dengan unjuk kerja yang sangat memuaskan sehingga tingkat keberhasilan misi ruang angkasa itu cukup tinggi. Dalam berbagai misi penerbangan ruang angkasa yang dilakukan NASA, baterai nuklir memegang peranan sangat penting. Baterai nuklir sistem SNAP rancangan AEC dimanfaatkan sebagai sumber listrik wahana ruang angkasa, seperti pada penerbangan Apollo, sumber energi pada perangkat untuk penelitian seismik permukaan bulan, mensuplai kebutuhan listrik perangkat lunar surface module, dll.

Badai matahari sebagai efek dari aktivitas matahari yang selalu berulang dalam tempo sekitar 11 tahun. Ketika badai matahari tersembur dari permukaan matahari, radiasi UV yang ada di dalamnya akan meningkatkan jumlah ozon di lapisan stratosfer. Karena intensitas UV nya demikian tinggi, maka semburan itu dapat menghasilkan ozon dengan jumlah yang melimpah pula, sehingga kadar ozon di lapisan stratosfer meningkat. Reaksi jenis ketiga (penempelan O bebas pada O2 sehingga menghasilkan O3) juga merupakan proses utama penghancuran ozon di stratosfer. Proses penghancuran itu dimulai dari penyerapan energi radiasi UV oleh O3, sehingga molekul itu pecah lagi menjadi O2 dan O bebas disertai dengan pelepasan panas.

Pada bagian lain juga dibahas tentang Teknologi fusi nuklir untuk energi listrik dan sistem keselamatannya, Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai, Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir dan Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

Akhirnya disampaikan ucapan selamat membaca, semoga apa yang tersaji dalam Buletin ini dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai ilmu dan teknologi nuklir serta menggugah minat para pembaca yang budiman untuk menekuni iptek ini. Jika ada kritik dan saran yang menyangkut tulisan dan redaksional untuk meningkatkan mutu Buletin Alara, akan kami terima dengan senang hati.

redaksi

Buletin ALARA terbit pertama kali pada Bulan Agustus 1997 dan dengan frekuensi terbit 3 kali dalam setahun (Agustus, Desember dan April) ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana informasi, komunikasi dan diskusi di antara para peneliti dan pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia.

Page 3: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

ISSN 1410 – 4652

Buletin Alara PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN

METROLOGI RADIASI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Volume 17 Nomor 3, April 2016

Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016

IPTEK ILMIAH POPULER

101 – 107 Teknologi fusi nuklir untuk energi listrik dan sistem keselamatannya Kadarisman

109 – 118 Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa Mukhlis Akhadi

119 – 123

Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai

Satrio

125 – 135

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari paparan radiasi ultra violet

Hasnel Sofyan dan Mukhlis Akhadi

INFORMASI IPTEK

136 – 145

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir

Suhaedi Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS

146 – 152

Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

Farida Tusafariah dan W. Prasuad

LAIN – LAIN

108 Kontak Pemerhati 124 Tata cara penulisan naskah/makalah

Tim Redaksi menerima naskah dan makalah ilmiah semi populer yang berkaitan dengan Keselamatan radiasi dan keselamatan lingkungan dalam pemanfaatan iptek nuklir untuk kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan tujuan penerbitan buletin, Tim Redaksi berhak untuk melakukan editing atas naskah/makalah yang masuk tanpa mengurangi makna isi. Sangat dihargai apabila pengiriman naskah/makalah disertai dengan CD-nya.

Page 4: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Teknologi fusi nuklir untuk energi listrik dan sistem keselamatannya (Kadarisman) 101

TEKNOLOGI FUSI NUKLIR UNTUK

ENERGI LISTRIK DAN SISTEM

KESELAMATANNYA

Kadarisman • Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN

Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan • [email protected]

PENDAHULAN Kita tengok selayang tentang matahari.

Kenapa matahari ? Sebab calon reaktor fusi nuklir ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) Tokamak yang dibahas dalam tulisan ini yang teknologinya mengadopsi teknologi fusi matahari.

Tuhan telah menciptakan mata dunia, setidaknya yang menerangi tata surya bumi ini selama hampir 5 miliar tahun, yaitu matahari. Bentuknya nyaris bulat dan terdiri dari plasma panas dari partikel hidrogen bercampur dengan helium. Diameternya sekitar 1.392.684 km, kira-kira 109 kali diameter Bumi, dan massanya (sekitar 2×1030 kilogram, 330.000 kali massa Bumi) mewakili kurang lebih 99,86 % massa total Tata Surya. Secara kimiawi, kira kira tiga perempat massa Matahari terdiri dari hidrogen, sedangkan sisanya didominasi helium. Sisa massa lainnya (1,69%, setara dengan 5.629 kali massa Bumi), terdiri dari elemen-elemen berat seperti oksigen, karbon, neon, besi, dan lain-lain. Pusat massanya semakin panas dan mampat dan dimulainya fusi termonuklir di intinya. Klasifikasi matahari, berdasarkan kelas spektrumnya adalah G2, menandakan suhu permukaannya sekitar 5505 °C. Matahari, layaknya bintang-bintang lain, merupakan bintang deret utama, sehingga energinya diciptakan oleh fusi nuklir inti hidrogen. Di inti matahari memfusikan 620 juta metrik ton hidrogen setiap detik.

Inti matahari diperkirakan merentang dari pusatnya sampai 20 s/d 25% radius matahari.

Kepadatannya mencapai 150 g/cm3 (sekitar 150 kali lipat kepadatan air) dan suhu mendekati 15.000.000 oC. Sepanjang masa hidup matahari, energi yang dihasilkan dengan reaksi fusi nuklir melalui serangkaian tahapan yang disebut rantai p–p (proton–proton); proses ini mengubah hidrogen menjadi helium.

Lalu apa dan bagaimana tentang reaktor fusi nuklir di Bumi? ITER, dalam bahasa Latin berarti "jalan" atau "arah" adalah merupakan sebuah penelitian dan pengembangan fusi nuklir, serta rekayasa mega proyek internasional, yang saat ini sedang membangun reaktor fusi nuklir eksperimental Tokamak terbesar di dunia yang lokasinya berdekatan dengan fasilitas Cadarache di Perancis Selatan. Proyek ITER bertujuan untuk membuat lompatan yang ditunggu-tunggu khalayak dunia dari penelitian fisika plasma eksperimental menjadi instalasi pembangkit energi fusi nuklir yang menghasilkan listrik pada skala penuh.

ITER 'Tokamak' yang dikungkung dengan medan magnet, di mana plasma yang berada di dalam pusat plasma berbentuk donat (Gambar 1). Bahan bakar --- campuran deuterium dan tritium, dua isotop hidrogen --- itu dipanaskan sampai suhu di atas 150 juta °C, membentuk plasma panas. Medan magnet yang kuat digunakan untuk mengungkung plasma dari dinding reaktor, medan magnet ini diproduksi oleh kumparan superkonduktor yang melingkupi tabung plasma dan oleh arus listrik yang didorong ke dalam plasma.

Page 5: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

102 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

Sumber energi fusi nuklir memiliki potensi untuk memberikan energi yang cukup untuk memenuhi permintaan umat manusia di masa depan, dan dapat diaplikasikan secara berkelanjutan, dengan dampak yang relatif kecil terhadap lingkungan.

Gambar 1. Potongan samping dari reaktor fusi nuklir

“Tokamak”

Fusi nuklir memiliki beberapa keuntungan. Pertama, isotop hidrogen sebagai bahan bakar, relatif melimpah di alam --- salah satu isotop yang diperlukan, deuterium, dapat diekstraksi dari air laut, sedangkan bahan bakar lainnya, tritium, akan dibiakkan dari lithium yang merupakan dinding lapisan bagian dalam yang tertabrak neutron yang dihasilkan dalam reaksi fusi itu sendiri. Selain itu, reaktor fusi hampir tidak menghasilkan CO2 atau polutan lain di atmosfer, dan juga tidak menghasilkan produk limbah radioaktif.

Pada tanggal 21 November 2006, tujuh negara pemrakarsa proyek ITER Tokamak secara resmi setuju untuk mendanai pembuatan reaktor fusi nuklir itu. Program ini diharapkan dapat berlangsung selama 30 tahun --- 10 tahun untuk konstruksi, 20 tahun untuk operasi dan mulai beroperasi pada 2019. ITER awalnya diharapkan membutuhkan biaya sekitar € 5 milliar, tapi kenaikan harga bahan baku dan perubahan pada desain awal telah meningkat jumlahnya menjadi

lebih dari tiga kali lipat, yaitu € 16 milliar. Persiapan kawasan telah dimulai di Cadarache, Perancis, dan pengadaan komponen besar telah dimulai.

ITER dirancang untuk menghasilkan sekitar 500 MW daya fusi berkelanjutan selama 1.000 detik (dibandingkan dengan JET puncaknya hanya membangkitkan listrik 16 MW selama kurang dari satu detik) dengan fusi dari sekitar 0,5 g campuran deuterium/tritium dalam ruang reaktor sekitar 840 m3. Meskipun ITER diharapkan akan menghasilkan 10 kali lebih banyak energi (dalam bentuk panas) dari pada jumlah energi yang dikonsumsi untuk memanaskan plasma dengan suhu fusi, panas yang dihasilkan tidak akan digunakan untuk menghasilkan listrik apapun. Untuk lebih jelasnya perbandingan parameter matahari dengan reaktor fusi nuklir ITER adalah seperti pada Tabel 1. Bejana Plasma

Bejana plasma adalah wadah dari bahan stainless kedap udara tersegel di dalam cryostat yang merupakan tempat terjadinya reaksi fusi dan bertindak sebagai penghalang penahanan keselamatan pertama. Dalam ruang berbentuk donat, partikel plasma berbentuk spiral bergerak secara terus menerus tanpa menyentuh dinding.

Gambar 2. Bejana plasma dari baja stainless

Ukuran bejana plasma menentukan volume

plasma fusi; semakin besar tabung, semakin besar jumlah daya yang bisa dihasilkan. Bejana plasma ITER akan dua kali lebih besar dan enam belas kali berat setiap Tokamak sebelumnya, dengan

Page 6: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

103 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

diameter internal 6 meter dan tinggi 11 meter, dan berat lebih dari 5.000 ton.

Gambar 3. Potongan bejana plasma ITER yang

menunjukkan modul selimut yang melekat pada dinding dalamnya dan divertor di bagian bawah

Tabung plasma memiliki dinding baja

ganda, dengan salah satu bagian untuk air pendingin yang menggenangi rongganya dan mengalir di antaranya. Permukaan bagian dalam

bejana plasma akan ditutupi yang dinamakan blanket/penutup yang akan memberikan perisai dari neutron energi tinggi yang dihasilkan oleh reaksi fusi. Beberapa modul blanket juga akan digunakan pada tahap-tahap selanjutnya untuk menguji bahan untuk konsep pemuliaan tritium.

Gambar 4. Tabung plasma ITER dengan 44 buah port-nya. Berat bejana plasma stainless steel 8000 ton, sedikit lebih

berat dari Menara Eiffel.

Tabel 1. Perbandingan parameter dari fusi di Matahari dengan di dalam Reaktor fusi ITER

No Parameter Matahari Reaktor fusi Nuklir ITER 1 Gambar

2 Reaksi fusi 1H + 1H → 2H + neutron + Energi

3 Bahan bakar Partikel Hidrogen-1 (1H) Deutrium (2H) dan Tritium (3H) 4 Suhu inti plasma 15.000.000 oC 150.000.000 oC Suhu permukaan 5505 oC - 5 Pengungkung Gravitasi matahari Medan magnet (≈ 13 tesla) 6 Massa 1,9891×1030 kg (333.000 × Bumi) 20.456 ton 7 Volume 1,412×1018 km3 (1.300.000 × Bumi) 840 m 3 8 Diameter 1,392684×106 km 19,4 m

Page 7: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

104 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

Empat puluh empat (44) buah Port akan menyediakan akses ke bejana plasma untuk operasi penanganan jarak jauh, sistem diagnostik, pemanas, dan sistem plasma: 18 port atas, 17 port melingkar pada bagian tengah, dan 9 port yang lebih rendah. SISTEM PEMANASAN PLASMA

Plasma dipanaskan sampai suhu tinggi dengan pemanasan ohmik (melewatkan arus listrik melalui plasma). Pemanasan tambahan dengan menggunakan injeksi berkas partikel (yang melintasi medan magnet) dan frekuensi radio (RF) atau pemanasan microwave .

Suhu di dalam ITER Tokamak harus mencapai 150 juta derajat Celsius -- atau sepuluh kali lebih tinggi dari suhu di dalam inti matahari-- agar partikel dalam ruang plasma mencapai keadaan plasma terbakar dan reaksi fusi terjadi. Panas plasma kemudian harus dipertahankan pada temperatur yang ekstrim tinggi dengan cara yang terkontrol.

Gambar 5. Model pemanasan plasma membuat suhu plasma

melebihi 150 juta ° C.

ITER Tokamak mengandalkan tiga sumber pemanasan eksternal yang bekerja di pusat plasma untuk memberikan daya input pemanasan 50 MW yang diperlukan untuk membawa plasma pada suhu yang diperlukan untuk terjadinya reaksi fusi (Gambar 5). Sistem pemanasan ini

terdiri dari injeksi berkas partikel dan dua sumber gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi.

Pada akhir pemanasan diharapkan untuk mencapai "plasma terbakar secara mandiri"-- suatu kondisi di mana energi dari inti helium yang dihasilkan oleh reaksi fusi sudah cukup untuk menjaga suhu plasma. Pemanasan eksternal kemudian dapat banyak dikurangi atau dimatikan sama sekali. Sebuah plasma terbakar di mana setidaknya 50 persen dari energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi fusi yang dihasilkan secara internal merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan pembangkit listrik fusi. Injeksi Berkas Partikel

Menggunakan sistem injeksi partikel untuk memanaskan bahan bakar di dalam ITER Tokamak. Injeksi berkas partikel itu digunakan untuk menembakkan partikel berenergi tinggi tidak bermuatan ke dalam plasma, dengan cara ditabrakkan, sehingga partikel partikel itu mentransfer energi mereka ke partikel plasma yang lain.

Sebelum injeksi, atom deuterium harus dipercepat di luar teras Tokamak sampai mencapai energi kinetik 1 Mega elektron Volt (MeV). Hanya atom dengan muatan positif atau negatif yang dapat dipercepat dengan medan listrik. Untuk ini, elektron harus dilepaskan dari atom netral untuk menciptakan ion bermuatan positif. Proses itu harus dibalik sebelum injeksi ke dalam plasma fusi; yaitu ion bermuatan listrik akan dibelokkan oleh medan magnet dari pusat plasma. Dalam sistem injeksi berkas partikel netral, ion-ion partikel itu dilewatkan sel yang berisi gas di mana elektron dapat diikat kembali, dan partikel menjadi netral dan dapat disuntikkan secara cepat ke dalam plasma. Energi kinetik dari berkas partikel netral yang telah dipercepat sebelumnya itu, kemudian dimasukkan ke dalam plasma. SISTEM KESELAMATAN REAKTOR FUSI

Keselamatan reaktor fusi terdiri dari tiga bagian, yaitu medan magnet pengungkung

Page 8: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

105 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

plasma, blangket (selimut) tabung plasma dan pendingin air. Sistem Medan Magnet Pengungkung Plasma

Sistem keselamatan utama dalam reaktor fusi Tokamak adalah sistem pengungkung medan magnet superkonduktor, terdiri dari 18 kumparan medan magnet toroidal dan 6 kumparan medan magnet poloidal yang mengontrol plasma di dalam tabung plasma. Kumparan tambahan untuk mengurangi ledakan Edge Localized Modes (ELMS), ledakan yang sangat energik di tepi plasma, jika hal ini dibiarkan tidak terkendali, maka akan menyebabkan plasma kehilangan sebagian energinya.

Kekuatan medan magnet yang diperlukan untuk mengungkung plasma dalam bejana plasma ITER sangat tinggi (200.000 kali lebih tinggi dari garvitasi bumi). Untuk efisiensi maksimum dan untuk membatasi konsumsi energi, ITER menggunakan magnet superkonduktor yang kehilangan resistensi mereka ketika didinginkan sampai suhu yang sangat rendah. Kumparan medan toroidal dan poloidal terletak antara tabung plasma dan cryostat. Cryostat adalah tabung besar seberat 3.800 ton dari bahan stainless steel yang mengelilingi tabung plasma dan tabung magnet superkonduktor, yang mengkondisikan lingkungan plasma menjadi super-dingin. Ketebalannya mulai dari 50 hingga 250 mm akan memungkinkan untuk menahan tekanan plasma pada 1 × 10 -4 Pa di dalam volume 8.500 meter kubik, total ada 54 modul cryostat, di mana mereka didinginkan dan terlindung dari neutron energy tinggi yang dihasilkan dari reaksi fusi. Sistem Medan Magnet Toroidal

18 Medan magnet toroidal (Toroidal Field = TF) menghasilkan medan magnet yang fungsi utamanya adalah untuk mengungkung partikel plasma. Kumparan medan toroidal ITER dirancang untuk menghasilkan energi magnetik total sebesar 41 giga–Joule dan medan magnet maksimum 11,8 tesla. Kumparan akan mencapai berat total 6,540 ton, selain tabung plasma,

kumparan toroidal ini adalah komponen terbesar dari mesin ITER.

Kumparan dibuat dari kabel penghantar superkonduktor, dimana kumparan super-konduktor secara bersama sama didinginkan dengan mengalirkan helium. Untaian kawat yang diperlukan untuk kumparan medan toroidal ITER memiliki panjang total 80.000 kilometer. Sistem Medan Magnet Poloidal

Medan magnet poloidal (Poloidal Field = PF) mengkait plasma sepanjang dinding tabung plasma dan dengan cara ini berkontribusi untuk menjaga bentuk dan stabilitas plasma. Medan magnet poloidal diinduksi baik oleh magnet dan oleh arus pengarah dalam plasma itu sendiri.

Sistem kumparan medan magnet poloidal terdiri dari enam kumparan horisontal yang ditempatkan di luar struktur magnet toroidal. Ukuran enam kumparan medan magnet mencapai sepanjang 257 meter berliku melilit dinding bagian luar reaktor fusi ITER di Cadarache. Kumparan medan magnet poloidal ITER juga terbuat dari kabel super konduktor.

Bahan superkonduktor untuk kumparan medan toroidal dirancang untuk mencapai operasi pada medan magnet tinggi (13 Tesla) dan merupakan paduan khusus yang terbuat dari niobium dan timah (Nb3Sn). Kumparan medan magnet poloidal merupakan bahan yang berbeda, menggunakan bahan paduan niobium-titanium (NbTi). Untuk mencapai superkonduktivitas, semua kumparan, didinginkan dengan helium superkritis di kisaran 4oK (-269 °C). Sistem Pendingin Air

ITER Tokamak akan menggunakan tiga sistem pendingin air yang saling terkait. Sebagian besar panas akan dihilangkan oleh loop pendingin air primer, tabung plasma didinginkan oleh air melalui penukar panas dalam kungkungan pendingin air sekunder gedung tokamak. Loop pendingin sekunder akan didinginkan oleh sitem pendingin air yang lebih besar, yang terdiri dari sebuah menara pendingin. Sumber air berasal dari Canal de Provence melalui sebuah pipa yang

Page 9: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

106 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

panjangnya 5 km, dan bekas air pendingin didinginkan dan diuji kontaminasi kimia dan tritium sebelum dilepaskan ke sungai Durance. Sistem ini diperlukan untuk menghilangkan panas yang setara dengan daya rata-rata sebesar 450 MW selama operasi Tokamak. Sebuah sistem nitrogen cair akan memberikan pendinginan lebih 1.300 kW ke suhu 80oK, dan sistem helium cair akan memberikan pendinginan 75 kW ke suhu 4,5oK.

Gambar 6. Bentuk satu dari 18 kumparan medan magnet

toroidal Blanket/Selimut

Selimut menutupi permukaan bagian dalam dinding bejana plasma, merupakan perisai untuk bejana dan magnet superkonduktor dari panasnya plasma dan fluks neutron dari reaksi fusi. Sejumlah neutron melambat dalam selimut dan akhirnya menabrak lempengan litium untuk menghasilkan tritium.

Untuk tujuan pemeliharaan pada bagian dalam dinding bejana/tabung plasma, dinding selimut terdiri dari 440 segmen, masing-masing berukuran 1 x 1,5 meter dan beratnya mencapai 4,6 ton. Setiap segmen dinding dapat dilepas yang langsung menghadap plasma dan menghilangkan beban panas plasma, dan perisai selimut semi permanen yang digunakan untuk melindungi neutron.

Gambar 7. Sistem kumparan medan magnet poloidal

Gambar 8. Modul Selimut ini merupakan perisai

(pelindung) dari beban panas yang tinggi dalam bejana plasma dan neutron energi tinggi yang dihasilkan oleh

reaksi fusi.

Selimut ITER adalah salah satu komponen yang paling kritis dan hal teknis yang menantang di ITER, bersama-sama dengan divertor, langsung menghadapi panas dari plasma. Karena

Page 10: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

107 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 101 – 107

sifat fisik yang unik, berilium telah dipilih sebagai elemen untuk menutupi dinding pertama. Sisa perisai selimut akan dibuat dari tembaga kekuatan tinggi dan stainless steel.

Pada tahap berikutnya dari proyek ITER, unit tes pembiakkan neutron digunakan untuk menguji bahan dalam pembiakkan tritium. Sebuah pembangkit listrik fusi masa depan menghasilkan sejumlah besar energi akan diperlukan untuk membiakkan tritium sendiri. ITER akan menguji konsep penting dari pembiakkan tritium ini secara terus menerus PENUTUP

Bahan fosil (batu bara, minyak, gas dll) untuk energi tinggal sedikit. Lalu apa sumber energi alternatif yang harus ditengok. Tidak lain adalah sumber energi fusi nuklir yang diciptakan Tuhan, yaitu matahari. Surya ini sebagai contoh teknologi purna pembangkit energi untuk selayaknya dipelajari, diaplikasikan untuk pembangkitan energi untuk kebutuhan umat manusia masa depan. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya, harus berusaha mendekati apa yang dicontohkan. Benar, kini, telah mulai dibangun matahari mini, yaitu reaktor fusi ITER Tokamak yang menggunakan bahan bakar deuterium dan tritium yang diharapkan dapat menghasilkan energi setara dengan 500 MW. Deutrium banyak berlimpah ruah di dalam air laut, tritium dihasilkan secara mandiri di dalam reaktor fusi

itu dengan menembakan neutron yang dihasilkan ke lempengan litium. Tidak ada limbah nuklir dan polutan udara non nuklir yang dihasilkan. Bersih. DAFTAR PUSTAKA ANONIM, How Round is the Sun?. NASA. 2 October

2008. Diakses 7 March 2011. ANONIM, First ever stereo images of the entire sun.

NASA. 6 February 2011. Diakses 7 March 2011. ANONIM, NASA/Marshall Solar Physics. Solar science.

msfc.nasa.gov. 2007-01-18. Diakses 2009-07-11. BASU, S., ANTIA, H. M. Helioseismology and Solar

Abundance. Physics Reports 457 (5–6) 217. arXiv:0711.4590. Bibcode: 2008 PhR...457..217B. doi:10.1016/j.physrep.2007.12.002., 2008

BASU et al. Fresh insights on the structure of the solar core. The Astrophysical Journal 699, 1403. arXiv: 0905.0651.Bibcode:2009ApJ...699.1403B. doi:10.1088/0004-637X/699/2/1403, 2009

BROGGINI, Carlo (26–28 June 2003). "Nuclear Processes at Solar Energy".Physics in Collision: 21. arXiv:astro-ph/0308537.Bibcode:2003phco.conf...21B.

EMILIO, M., KUHN, JEFF R..B, ROCK I. SCHOLL, I.F., Measuring the Solar Radius from Space during the 2003 and 2006 Mercury Transits, arXiv, diakses March 28, 2012.

GARCÍA, R. et al. Tracking solar gravity modes: the dynamics of the solar core. Science 316 (5831): 1591–1593. doi:10.1126/science.1140598, PMID 17478682, 2007.

WILLIAMS, D. R. Sun Fact Sheet. NASA. 2004, Diakses 2010-09-27.

WOOLFSON, M., The origin and evolution of the solar system. Astronomy & Geophysics 41 (1): 1.12. doi:10.1046/j.1468-4004.2000.00012.x., 2000

Page 11: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

KONTAK PEMERHATI

108 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016

KONTAK PEMERHATI

Sesuai dengan tujuan diterbitkannya Buletin ALARA ini, yaitu sebagai salah satu sarana informasi, komunikasi dan diskusi di antara para peneliti dan pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia, maka mulai edisi berikut

akan dimuat “Paket Kontak Pemerhati”. Para pembaca dapat menanyakan tentang permasalahan yang telah dikemukakan pada buletin ini atau memberikan saran/komentar serta tanggapan/kritikan yang sifatnya membangun.

Surat dapat dikirimkan melalui POS ke Tim Redaksi Buletin ALARA atau melalui e-mail : [email protected] dan [email protected] atau Fax. (021) 7657950

Jawaban serta Surat/tanggapan akan dimuat pada edisi berikutnya.

Tim Redaksi

Yth. Tim Redaksi Buletin Alara

Pertama-tama kami ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh Tim Buletin Alara yang selalu dapat menyajikan informasi-informasi yang berkaitan dengan keselamatan radiasi yang sangat bermanfaat dan selalu dapat hadir pada waktunya.

Sebagai pemerhati keselamatan radiasi, kami ingin bertanya tentang apa itu BNCT dan kemungkinannya untuk dapat digunakan dalam pengobatan tumor otak atau penyakit kanker lainnya.

Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih dan selalu berdoa semoga Buletin Alara dapat hadir untuk menambah wawasan kami terkait keselamatan radiasi.

Indra – Jakarta

Sdr Indra di Jakarta yang kami hormati, Kami sangat berterima kasih atas respon-

nya, dan juga sangat senang dengan adanya manfaat yang diperoleh dari Buletin Alara ini.

Secara singkat dapat kami sampaikan, bahwa berkas neutron epithermal diarahkan ke kepala pasien, selama perjalanan mereka melalui jaringan, neutron ini secara cepat kehilangan energi (proses yang disebut de-thermalisasi)

sampai berakhir sebagai neutron thermal. Neutron termal yang terbentuk, ditangkap oleh atom 10B yang berubah menjadi inti atom radioaktif 11B dalam keadaan tereksitasi untuk waktu yang sangat singkat (~ 10-12 detik). Inti atom 11B kemudian membelah diri/berfisi menghasilkan partikel alfa, dan inti 7Li. Sel-sel tumor dibunuh secara selektif oleh partikel alfa dan produk fisi lainnya, yaitu inti atom 7Li.

Untuk lebih jelasnya, mudah-mudahan dapat kami terbitkan pada edisi berikutnya secara lebih lengkap. Semoga sdr. Indra bisa memahami lebih jauh tentang hal itu.

Selamat membaca

Redaksi

Page 12: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa (M. Akhadi) 109

BATERAI NUKLIR UNTUK MISI

RUANG ANGKASA

Mukhlis Akhadi • Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070

[email protected]

PENDAHULUAN

Sebagai lapisan yang menyelimuti bumi, atmosfer terdiri atas beberapa lapisan yang terbentuk karena adanya interaksi antara komponen-komponen yang dipancarkan dari sinar matahari, gaya gravitasi bumi, rotasi bumi, permukaan bumi serta medan magnet bumi. Lapisan atmosfer paling bawah yang berbatasan dengan permukaan bumi dinamai troposfer dengan ketebalan 16-18 km di daerah tropis dan 8-10 m di daerah dekat kutub. Daerah troposfer ini ditandai oleh temperatur yang semakin rendah dengan naiknya ketinggian lapisan. Penurunan temperatur karena bertambahnya ketinggian itu disebabkan oleh semakin jauhnya jarak dari permukaan bumi sehingga panas yang dipantulkan kembali dari bumi dan mencapai tempat itu menjadi berkurang, disamping kepadatan udaranya pun semakin rendah.

Lapisan di atas troposfer dinamai stratosfer dengan ketebalan mulai dari lapisan troposfer paling luar hingga ketinggian 50 km dari permukaan bumi. Temperatur udara pada lapisan ini semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Kenaikan temperatur itu disebabkan oleh adanya lapisan ozon atau ozonosfer di pertengahan lapisan stratosfer. Sifat dari ozon itu mampu mengabsorbsi sebagian besar sinar ultraviolet dan secara tidak langsung mengubahnya menjadi panas. Lapisan berikutnya adalah mesosfer dengan ketinggian 50-85 km dari permukaan bumi. Suhu pada lapisan ini lebih rendah dibandingkan lapisan stratosfer karena kadar ozon di dalamnya menjadi semakin tipis. Di atas lapisan mesosfer adalah lapisan termosfer dengan ketinggian 85-500 km. Suhu pada lapisan

ini mencapai 1.200 derajad Celcius. Kenaikan temperatur yang sangat cepat itu disebabkan oleh adanya absorbsi radiasi kosmis berenergi tinggi yang dipancarkan oleh matahari. Lapisan atmosfer bumi terluar dan paling tinggi adalah exosfer yang dimulai dari ketinggian 500 km dari permukaan bumi.

Atmosfer bumi juga dapat dibagi menjadi beberapa lapisan berdasarkan sifat kelistrikan partikel-partikel penyusunnya. Bagian atmosfer yang paling bawah, dimulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 80 km, merupakan lapisan atmosfer yang tersusun atas molekul-molekul netral dari udara. Gerakan dari molekul ini dikendalikan oleh tekanan dan medan gravitasi bumi. Lapisan di atasnya dimulai dari ketinggian 80 km hingga 480 km. Lapisan ini tersusun atas partikel-partikel bermuatan listrik, ion, serta molekul-molekul netral yang disebut lapisan ionosfer. Lapisan di atas ketinggian 480 km disebut magnetosfer. Perilaku ion-ion dan partikel atom pada lapisan ini dikendalikan terutama oleh medan magnet bumi.

Angkasa luar atau antariksa adalah ruang hampa udara yang letaknya di luar atmosfer bumi. Istilah luar angkasa digunakan untuk membedakan antara ruang udara atau lapisan atmosfer (lokasi teresterial) dengan ruang di luarnya (lokasi ekstra teresterial). Karena atmosfer bumi tidak memiliki batas yang jelas, namun terdiri atas lapisan-lapisan yang secara bertahap semakin menipis kandungan udaranya dengan naiknya ketinggian, maka batasan pasti yang memisahkan antara atmosfer dengan angkasa sulit ditentukan. Atmosfer adalah lapisan yang kalau diukur dari permukaan bumi relatif

Page 13: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

110 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 109 – 118

tipis. Hampir 99 persen dari lapisan ini berada pada jarak 32 kilometer dari peermukaan bumi. Pada ketinggian 160 kilometer, jumlah molekul dan ion-ion yang membentuk lapisan atmosfer sangat sedikit dengan kerapatan sangat rendah. Ketinggian 100 kilometer atau 62 mil dipakai oleh Federasi Aeronautik Internasional dan merupakan definisi yang paling banyak diterima sebagai batasan antara atmosfer dan antariksa.

PENYELIDIKAN ANTARIKSA

Pada kurun waktu yang dikenal sebagai Abad Pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan jagad raya dan astronomi tidak mengalami kemajuan nyata. Perubahan yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan adalah bertambah besarnya perhatian masyarakat terhadap ilmu pengetahuan alam. Pada saat itulah teori jagad raya versi Ptolemeus mendapatkan tantangan. Ilmuwan terkenal yang menyanggah teori itu adalah ahli perbintangan Polandia yang hidup pada abad ke-15, Nicholas Copernicus. Beliau menyatakan bahwa bumi bergerak mengarungi ruang angkasa mengelilingi matahari, sekaligus menyatakan bahwa pusat jagad raya adalah matahari.

Gagasan Copernicus tentang jagad raya yang berpusat pada matahari tidak serta merta diterima oleh kebanyakan ahli astronomi dan masyarakat pada saat itu. Pengamat perbintangan yang hidup pada abad ke-16, Tycho Brahe, masih tetap mempercayai konsep jagad raya versi Yunani Kuno, dimana bumi merupakan pusat jagad raya. Brahe menyarankan bahwa berbagai planet berputar mengelilingi matahari, dan seterusnya matahari berputar mengelilingi bumi. Sebaliknya, pembantu Tycho Brahe yang bernama Johannes Kepler justru menerima teori Copernicus. Dengan mempelajari secara teliti catatan hasil pengamatan planet Mars yang dilakukan Brahe, Kepler yakin bahwa Mars bergerak menempuh perjalanan yang berbentuk elips, bukan lingkaran.

Sebagai ahli matematika, Kepler mengemukakan tiga hukum yang berhubungan dengan orbit-orbit berbagai planet. Hukum

Pertama Kepler tentang gerak planet menyatakan bahwa sebuah planet bergerak dalam suatu elips dengan matahari pada satu fokusnya. Hukum Kedua Kepler menerangkan variasi kecepatan sebuah planet dalam orbitnya. Jika suatu planet berada pada posisi paling dekat dengan matahari, maka laju gerakannya paling cepat. Sebaliknya jika posisinya paling jauh dari matahari, maka laju gerakannya paling lambat. Sedang Hukum Ketiga Kepler menjelaskan tentang jarak suatu planet dari matahari dengan periodenya. Periode planet adalah waktu yang diperlukan oleh suatu planet untuk melakukan satu kali putaran mengelilingi matahari. Dalam hal ini Kepler mendapatkan hubungan matematis dimana kuadrat dari periode berkorelasi dengan jarak pangkat tiga.

Perkembangan dalam bidang astronomi juga didukung oleh penggunaan alat teropong ruang angkasa berupa teleskop. Tidak diketahui siapa penemu teleskop sederhana yang pertama, namun beberapa ahli sejarah memberikan penghargaan kepada seorang pembuat lensa dari Belanda, Hans Lippershey, yang hidup pada awal abad ke-17. Fungsi utama dari teleskop adalah untuk melihat bagian kecil dari benda yang berada sangat jauh. Kemampuan teleskop dalam menampakkan bagian kecil suatu benda secara langsung berbanding lurus dengan diameter lensa yang digunakannya. Penemuan alat ini membuat langit menjadi begitu terbuka bagi para ahli astronomi. Teleskop pertama yang hadir di muka bumi berupa alat dengan sistem dua lensa sederhana. Salah satu lensanya berfungsi memusatkan cahaya, sedang lensa lainnya berfungsi memperbesar bayangan yang telah difokuskan. Teleskop jenis ini disebut sebagai teleskop pembias (refraktor).

Dengan teleskop, bintang-bintang bukan hanya sekedar titik-titik cahaya di langit, melainkan terlihat sebagai benda-benda padat seperti bumi. Orang pertama yang menggunakan teleskop untuk mengamati ruang angkasa adalah ilmuwan Italia, Gelileo Galilei. Tidak lama setelah Kepler berhasil mengembangkan hukum berkaitan dengan peredaran planet mengelilingi

Page 14: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa (M. Akhadi) 111

matahari, Galileo menyusul memberikan sumbangan besar yang sangat penting dalam perkembangan astronomi. Menggunakan teleskop sederhana yang waktu itu berhasil dibuat, Galileo mengamati berbagai planet, bulan dan matahari. Hasil pengamatan Galileo terhadap langit yang dilakukan pada 1609 itu ternyata tidak sesuai dengan teori jagad raya yang dikemukakan oleh para ilmuwan Yunani Kuno. Bulan misalnya, bukanlah benda ruang angkasa yang berbentuk bulat sempurna seperti bola. Beliau mengamati bahwa seperti halnya bumi, bulan ternyata memiliki lembah-lembah dan gunung-gunung. Ketika unjuk kerja teleskop terus ditingkatkan dan menjadi lebih sempurna, lebih banyak lagi rahasia langit yang berhasil diungkap oleh para ilmuwan.

Selain melakukan pengamatan langit dari bumi menggunakan teleskop, penyelidikan dan penelitian ruang angkasa dilakukan juga menggunakan wahana ruang angkasa berupa satelit yang dikirim ke ruang angkasa untuk mendekati obyek yang akan diteliti. Impian manusia untuk bisa terbang mengarungi ruang angkasa sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Ada dua cerita fiksi kuno yang terkenal tentang perjalanan ke ruang angkasa. Pertama adalah cerita tentang perjalanan ke bulan dalam buku True History yang ditulis oleh penulis Yunani Lucian dari Samosata pada abad ke-2. Dalam buku itu diceritakan bahwa ada sebuah kapal tertiup badai hingga terdampar sampai ke bulan. Cerita kedua disebut Ikaromenippus yang menceritakan tentang orang terbang ke bulan menggunakan sayap terbuat dari bulu-bulu burung yang besar.

Bahwa sarana yang dapat menjembatani antara ruang angkasa dan bumi sebetulnya sudah dikenal dan dimanfaatkan manusia sejak lama. Sarana itu berupa roket yang sudah digunakan oleh orang China dalam peperangan sejak abad ke-13. Namun sebelum roket bias dimanfaatkan, para ilmuwan harus terlebih dahulu memecahkan permasalahan berkaitan dengan roket yang akan diapakai untuk mengirimkan satelit ke tempat yang dituju. Sebelum roket pendorong untuk

meluncurkan satelit dapat digunakan, para ilmuwan harus terlebih dahulu mempelajari hukum-hukum fisika yang dapat diterapkan pada roket. Akhirnya difahami bahwa roket bekerja berdasarkan hukum aksi-reaksi yang diformulasikan oleh Newton. Hukum itu menyatakan bahwa setiap aksi akan selalu diikuti reaksi yang kekuatannya sama tetapi arahnya berlawanan. Dalam hal roket, pembakaran bahan bakar akan menyebabkan gas keluar dari bagian ekor roket. Gaya tolak yang ditimbulkan oleh gas tersebut dapat mendorong roket bergerak ke arah yang berlawanan.

Orang pertama yang menyadari tentang kemungkinan penggunaan roket dalam penerbangan ruang angkasa adalah Hermann Ganswindt dari Jerman. Beliau mulai memberi kuliah tentang roket dan penerbangan antariksa pada dekade terakhir abad ke-19. Pada periode yang sama, Konstantin Eduardovitch Tsiolkovsky, seorang ilmuwan dari Rusia, juga memikirkan kemungkinan pemanfaatan roket sebagai alat yang dapat menembus atmosfer menuju ruang angkasa. Namun kerja dari dua ilmuwan itu ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan. Masalah utamanya terletak pada jenis bahan bakar yang diketahui saat itu hanya menghasilkan gaya dorong sangat lemah pada roket. Oleh karena itu, ide tentang roket yang mampu menembus ruang angkasa sebagaimana digagas oleh Ganswindt dan Tsiolkovsky tidak berhasil menarik perhatian kalangan luas. Saat itu, ide menembus ruang angkasa masih dianggap sebagai khayalan belaka. Selain itu, Ganswindt dan Tsiolkovsky adalah ilmuwan teoritis yang tidak pernah melakukan eksperimen untuk menyempurnakan unjuk kerja roket yang diangankannya.

Penelitian yang lebih serius untuk memperbaiki kinerja roket dilakukan oleh Robert H. Goddard dari Clark University di Worcester, Massachussets, Amerika Serikat. Beliau melakukan penelitian secara sistematis terhadap berbagai jenis bubuk mesiu untuk medapatkan bubuk yang menghasilkan gaya dorong paling besar bila dipakai sebagai bahan bakar roket.

Page 15: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

112 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 109 – 118

Beliau juga melakukan analisis secara matematis terhadap gerakan roket. Hasil kerja Goddard itu dipaparkan pada 1919 pada sebuah laporan Smithsonian dengan judul A Method of Reaching Extreme Altitudes. Selang empat tahun kemudian, sebuah buku berjudul The Rocket to Interplanetory Space yang ditulis oleh Hermann Oberth terbit di Jerman. Buku tersebut mengilhami terbentuknya perkumpulan bernama The Society for Space Travel pada 1927, dengan tujuan merealisasikan pembuatan roket seperti yang digagas Oberth. Pada waktu yang hampir bersamaan, Goddard membuat beberapa roket seperti yang digagas Oberth. Tanggal 16 Maret 1926, salah satu roket buatannya diuji coba di sebuah ladang dekat Aurbun, Massachussetts. Peristiwa ini dicatat dalam sejarah sebagai peluncuran pertama roket berbahan bakar cair.

Orang sering mengatakan bahwa abad ruang angkasa dimulai pada 4 Oktober 1957, ketika Rusia berhasil meluncurkan satelit buatan yang pertama, Sputnik 1, ke orbit mengelilingi bumi. Sukses peluncuran satelit itu merupakan puncak dari hasil kerja panjang dan pemikiran selama bertahun-tahun. Awal penyelidikan antariksa dengan wahana ruang angkasa dimulai. Keberhasilan Rusia dalam meluncurkan wahana ruang angkasa berbobot 84 kilogram itu akhirnya mengejutkan masyarakat dunia. Peluncuran Sputnik 1 mendapatkan perhatian secara internasional. Beritanya muncul dalam tajuk berbagai surat kabar di seluruh dunia. Bergerak dengan kecepatan 28.800 km/jam, Sputnik 1 mengelilingi bumi dalam waktu 1 jam 36,2 menit.

Kini Sputnik 1 hanyalah satu diantara sedemikian banyaknya wahana antariksa tak berawak yang telah diluncurkran ke ruang angkasa. Pasca musim semi bersejarah di tahun 1957, ribuan buah wahana semacam itu telah diluncurkan ke ruang angkasa untuk berbagai keperluan, seperti pengamatan benda-benda langit, komunikasi, penelitian bumi, pengamatan cuaca, mata-mata militer dan sebagainya. Pesawat-pesawat itu membawa berbagai macam misi yang demikian luasnya dan membawa pulang atau mengirimkan informasi ke bumi

mengenai berbagai macam keadaan maupun peristiwa yang diperoleh di ruang angkasa.

Gambar 1. Wahana ruang angkasa Discovery diluncurkan dari Pusat Angkatan Udara Kennedy di Cape Canaveral,

Florida, pada 31 Mei 2008 (Sumber: reddit.com, diunduh: 18/09/2015)

BATERAI NUKLIR

Masalah berkaitan dengan sarana untuk meluncurkan satelit menuju ruang angkasa berhasil diatasi dengan menggunakan daya dorong semburan roket. Dewasa ini teknologi roket sudah sampai pada tahap pengembangan yang sangat fantastis. Setiap penerbangan menuju ruang angkasa selalu melibatkan sistem pendorong berupa roket dengan unjuk kerja yang sangat memuaskan sehingga tingkat keberhasilan misi ruang angkasa itu cukup tinggi. Banyak satelit buatan sudah berhasil ditempatkan pada orbitnya dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Ada di antara satelit-satelit itu dirancang untuk keperluan komunikasi, keperluan meteorologi dan pengamatan bumi. Beberapa satelit ruang angkasa tak berawak berhasil dikirimkan menuju planet Merkurius, Venus, Mars dan Yupiter dengan manuver-manuver yang tepat untuk melakukan observasi ruang angkasa. Bagi beberapa negara, teknologi roket juga merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem persenjataan militer. Roket-roket itu dapat dipakai untuk meluncurkan senjata mematikan yang ditembakkan dengan ketepatan tinggi menuju sasaran vital fihak lawan pada jarak dekat, menengah maupun jauh.

Page 16: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa (M. Akhadi) 113

Selain teknologi roket sebagai pendorong wahana antariksa menuju ruang angkasa, ada teknologi lain yang berperan besar dalam menunjang suksesnya misi ruang angkasa, yaitu teknologi sumber daya listrik untuk mendukung pengoperasian sistem instrumentasi satelit selama menjalankan misinya di ruang angkasa. Mengingat satelit menjalankan misi dalam waktu lama di ruang angkasa yang posisinya sangat jauh dari bumi, maka diperlukan sistem sumber daya listrik yang dapat diandalkan untuk mensuplai kebutuhan tenaga listrik sistem instrumentasi yang dibawa satelit. Memberikan pasokan suplai energi listrik langsung dari bumi jelas tidak mungkin dilakukan. Satu-satunya jalan yang paling mungkin adalah membawa sistem pembangkit energi dalam kapasitas yang mencukupi bersamaan dengan saat peluncuran satelit.

Selama ini, pembangkit daya untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam misi ruang angkasa yang sering digunakan adalah sistem pembangkit energi surya dan baterai nuklir. Untuk misi ruang angkasa dengan satelit tertentu, seringkali pemanfaatan sistem pembangkit energi surya cukup bisa diandalkan. Pada wahana ruang angkasa ini dilengkapi dengan panel sel surya untuk menangkap sinar matahari di ruang angkasa. Sistem pembangkit selanjutnya mengkonversikan energi sinar matahari menjadi listrik sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengoperasikan komputer, kamera elektronik serta sistem instrumentasi pendukung lainnya.

Namun untuk misi-misi dengan wahana ruang angkasa tertentu, suplai energi listrik dengan mengandalkan sel surya dinilai kurang ptaktis. Jumlah daya listrik yang dapat dibangkitkan oleh sistem energi surya sangat dipengaruhi oleh ukuran luas permukaan panel sel yang mampu menangkap energi surya. Diperlukan panel yang lebih luas untuk membangkitkan daya listrik yang lebih tinggi. Karena masalah ini, maka misi ruang angkasa yang memerlukan dukungan suplai energi listrik dalam jumlah besar tidak bisa lagi mengandalkan kebutuhan listriknya dari sel surya. Sebagai

gantinya maka digunakanlah baterai nuklir. Sumber energi ini berukuran kecil dengan kapasitas daya listrik yang dibangkitkannya dapat diandalkan untuk mendukung misi ruang angkasa dalam waktu sangat lama, hingga puluhan tahun.

Prinsip kerja baterai nuklir mengandalkan pada fenomena radioaktivitas, yaitu peristiwa pemancaran sinar-sinar radioaktif secara spontan oleh inti atom radioaktif. Ada beberapa jenis radiasi yang menyertai peluruhan inti radioaktif, yaitu radiasi alfa, radiasi beta positif (positron), radiasi beta negatif (elektron) dan radiasi gamma. Tiga jenis radiasi pertama merupakan jenis radiasi yang dapat melakukan pengionan secara langsung terhadap medium yang dilewatinya. Radiasi inilah yang dapat dimanfaatkan energinya dalam baterai nuklir. Ketiga jenis radiasi tersebut mempunyai daya tembus rendah dan jangkauannya di dalam medium sangat pendek. Oleh sebab itu, seluruh energi yang dibawanya dapat diserap dan dipakai untuk mengionisasi medium. Daya tembus yang rendah serta jelajah yang pendek dari radiasi tersebut juga sangat menguntungkan, karena memudahkan dalam pengungkungan sehingga radiasinya tidak keluar menerobos dinding baterai nuklir.

Radiasi yang dipancarkan oleh inti atom radioaktif ternyata membawa atau memiliki energi yang nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan dari reaksi kimia. Energi kimia seperti yang keluar pada saat pembakaran bahan bakar fosil hanya berorde elektron Volt (eV) untuk setiap atomnya. Sementara itu, peluruhan inti radioaktif memancarkan radiasi dengan energi berorde mulai dari kilo elektron Volt (keV) hingga Mega elektron Volt (MeV) setiap atomnya, yang berarti seribu hingga sejuta kali lebih tinggi dibandingkan energi kimia dari bahan bakar fosil. Tertarik oleh besarnya energi yang dibawa oleh radiasi dari inti radioaktif, serta stabilnya suplai energi tersebut dalam jangka waktu yang sangat lama (mencapai puluhan tahun bergantung pada umur zat radioaktif tersebut), maka timbul keinginan dalam diri manusia untuk

Page 17: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

114 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 109 – 118

memanfaatkan energi radiasi sebagai sumber arus searah.

Marie Curie dan Pierre Curie pada akhir abad ke-19 telah melakukan pengukuran panas yang muncul dari peluruhan inti radioaktif radium (Ra). Mereka mendapatkan bahwa satu gram Ra dapat melepaskan energy sekitar 100 kalori setiap jamnya. Pancaran energi ini berlangsung terus hingga pengamatannya berjalan bertahun-tahun. Sementara itu, pembakaran sempurna 1 gram batubara hanya menghasilkan energi total sebesar kurang-lebih 8000 kalori. Segera setelah pengamatan itu, unsur-unsur radioaktif dikenali sebagai sumber energi yang jauh lebih mampat dibandingkan dengan sumber energi lain yang sudah dikenal saat itu.

Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang memproduksi listrik dengan memanfaatkan panas hasil reaksi fisi (reaksi pembelahan inti atom), energi radiasi yang dipancarkan oleh inti-inti radioaktif dapat diubah secara langsung menjadi listrik arus searah (DC) dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan teknik termokopel. Teknik ini pertama kali ditemukan pada 1821 oleh seorang fisikawan Jerman bernama Thomas Johann Seebeck. Dalam percobaan, Seebeck menemukan fenomena termoelektrisitas. Jika dua material logam yang berbeda dihubungkan dalam suatu rangkaian tertutup dan kedua sambungan (junction) dipertahankan pada temperatur yang berbeda, maka arus listrik akan mengalir dalam rangkaian tersebut. Semakin besar perbedaan temperatur, akan semakin besar arus listrik yang dialirkan. Dikaitkan dengan penemunya, maka fenomena ini selanjutnya dikenal sebagai efek Seebeck. Fenomena ini menujukkan bahwa energi dalam bentuk panas dapat dikonversikan menjadi energi listrik.

Efek Seebeck dapat terjadi pada sebatang logam yang suhu ujung-ujungnya tidak sama. Perbedaan suhu ini menyebabkan terjadinya aliran elektron dari ujung yang panas menuju ujung yang lebih dingin. Aliran elektron menimbulkan arus yang disebut arus termolistrik, sedang elemen yang memanfaatkan fenomena ini

disebut termoelemen. Termoelemen untuk memproduksi arus listrik pertama kali dipertunjukkan pada awal abad ke-19, namun efisiensinya saat itu masih sangat rendah sehingga belum dapat digunakan dalam kegiatan praktis. Saat itu, fenomena tersebut hanya diketahui pada tingkat laboratorium, sedangkan aplikasi praktisnya baru dikembangkan setelah berhasil dikembangkan bahan-bahan semikonduktor. Pada mulanya, pasangan logam yang terdiri atas bismuth (Bi) dan antimon (Sn) dipakai sebagai pasangan termokopel karena mampu menghasilkan arus termolistrik yang cukup besar. Selanjutnya pada 1950-an, para peneliti dapat memperoleh efisiensi yang lebih tinggi dengan memanfaatkan bahan-bahan semikonduktor seperti silikon (Si) dan germanium (Ge).

Energi radiasi yang dipancarkan unsur radioaktif dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas termokopel. Kemampuan mensuplai panas ini bergantung pada umur paro unsur radioaktif yang digunakan. Daya pakai termoelemen bisa sangat panjang yang umumnya mencapai dua kali umur paro unsur radioaktif yang digunakannya. Umur atau waktu paro adalah waktu yang diperlukan oleh unsur radioaktif untuk meluruh sehingga jumlahnya susut menjadi setengah dari jumlah semula. Zat radioaktif yang sudah berumur dua kali waktu paro berarti jumlahnya tinggal seperempat dari jumlah semula.

Gambar 2. Proses kerja baterai nuklir

Page 18: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa (M. Akhadi) 115

Pembuatan dan pengembangan baterai nuklir cukup mendapatkan perhatian di kalangan peneliti, mengingat kemampuan baterai nuklir dalam mensuplai tegangan listrik dalam orde beberapa ribu volt dan relatif konstan dalam waktu yang sangat lama. Pada 1950-an, para peneliti mendapatkan bahwa efisiensi pengubahan panas radiasi menjadi listrik dapat lebih tinggi apabila digunakan sambungan termokopel dari bahan semikonduktor seperti Si dan Ge. Para peneliti saat ini tengah berupaya meningkatkan pemanfaatan baterai nuklir untuk mensuplai kebutuhan listrik dalam kegiatan-kegiatan tertentu, terutama dalam misi penyelidikan ruang angkasa. Dalam kaitannya dengan misi ruang angkasa, Komisi Energi Atom Amerika Serikat (AEC) telah sukses dengan serangkaian pengembangan dan uji coba baterai nuklir yang dikenal dengan nama system for nuclear auxiliary power (SNAP). Sistem ini mampu menghasilkan suplai daya listrik sebesar 63 Watt. Selanjutnya melalui kerjasama antara AEC dengan National Aeronautic and Space Administration (NASA) berhasil dikembangkan baterai nuklir dengan daya lebih besar yang diberi nama Radioisotope Thermoelectric Generator (RTG). Perangkat ini mampu menghasilkan daya listrik hingga 285 Watt.

Baterai nuklir RTG berbentuk silinder dengan tinggi 45 inchi (114 cm), diameter 18 inchi (45 cm) dan beratnya 123,5 pound (62 kg). Radioisotop plutonium-238 (238Pu) dimanfaatkan sebagai sumber panas. Plutonium meluruh memancarkan radiasi alfa dengan energi 5,5 MeV. Energi radiasi dari plutonium ini selanjutnya diserap oleh bagian termokopel berupa sambungan semikonduktor Si-Ge. Elektron akan mengalir dari bagian semikonduktor panas yang berdekatan dengan plutonium-238 menuju ke bagian yang lebih dingin sehingga menghasilkan tegangan listrik. Karena menggunakan radioisotop plutonium-238 yang umur paronya 87,7 tahun, praktis baterai nuklir RTG yang mempunyai umur efektif dua kali waktu paro unsur radioatif yang digunakannya itu mampu beroperasi

menyediakan tegangan listrik bagi wahana ruang angkasa selama 175 tahun. Untuk menjaga agar baterai nuklir tidak menjadi terlalu panas, maka pada bagian luar baterai ini juga dilengkapi dengan tabung pendingin (cooling tubes) dan sirip-sirip pendingin (fins tube). Panas dari dalam baterai nuklir diambil oleh aliran gas dalam tabung pendingin dan dibuang keluar oleh sirip pendingin.

Bahan bakar RTG adalah oksida plutonium berbentuk keramik yang telah berulang kali menjalani pengujian keselamatan, baik dengan simulasi ledakan maupun kebakaran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa radiosotop dalam baterai nuklir tersebut tahan terhadap panas sangat tinggi dan tidak dapat larut dalam air apabila terjadi kecelakaan dalam penggunaannya. Berbagai jenis bahan pelapis juga digunakan untuk melindungi bahan bakar dan mencegah pelepasan unsur radioaktif jika terjadi kecelakaan. Konversi panas menjadi arus DC tertinggi yang dapat dicapai saat ini adalah sekitar lima persen. Namun dengan berbagai teknologi konversi yang saat ini sedang dikembangkan, efisiensi konversi baterai nuklir diharapkan dapat mencapai 20 persen di masa mendatang.

Gambar 3, Bentuk fisik baterai nuklir RTG

(Sumber: NASA, diunduh: 21-09-2015) PENERBANGAN ANTARIKSA

Baterai nuklir memegang peranan sangat penting dalam berbagai misi penerbangan ruang angkasa yang dilakukan NASA. Dalam Proyek Apollo, baterai nuklir sistem SNAP rancangan AEC dimanfaatkan sebagai sumber listrik wahana ruang angkasa. Pada Penerbangan Apollo 11 bulan Juli 1969, SNAP berperan sebagai sumber

Page 19: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

116 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 109 – 118

energi pada perangkat untuk penelitian seismik permukaan bulan. Unit SNAP-27 digunakan oleh satelit Lunar pada penerbangan Apollo 12, Apollo 14 dan 15, dan Apollo 16 dan 17. Unit SNAP-27 menyediakan tenaga bagi beberapa stasiun ilmiah yang berada di beberapa tempat berbeda di permukaan bulan. Jaringan sistem pengamatan ilmiah yang didukung baterai nuklir itu dimanfaatkan untuk pengamatan dalam rangka memperoleh informasi detil medan magnet dan partikel bermuatan di bulan. Pada penerbangan Apollo 12 (Nopember 1969), SNAP mensuplai kebutuhan listrik perangkat lunar surface module, dan seterusnya hingga penerbangan Apollo 17 (Desember 1972), baterai nuklir memiliki peran penting dalam misi eksplorasi bulan.

Baterai nuklir SNAP-3A, SNAP 9-A dan SNAP-19 juga telah sukses mendukung misi ruang angkasa Amerika Serikat. Sistem SNAP-3A berhasil secara kontinyu mensuplai kebutuhan daya listrik wahana ruang angkasa hingga mencapai usianya yang ke 10 tahun pada 1971. Pembangkit SNAP 9-A mensuplai tenaga satelit navigasi yang diluncurkan pada 1963, sedang dua unit SNAP-19 dimanfaatkan sebagai sumber tenaga untuk satelit pengamat cuaca Nimbus-3 yang diluncurkan pada 1969. Baterai nuklir juga dimanfaatkan sebagai sumber penggerak pada traktor Curiousity yang dirancang untuk eksplorasi bebatuan di planet Mars. Berkat baterai nuklir ini pulalah, manusia di bumi dapat mempelajari bagian yang paling rahasia dari kosmos melalui wahana ruang angkasa yang dapat menjalankan misinya hingga puluhan tahun di ruang angkasa. Pada peluncuran wahana ruang angkasa Viking 1 (Agustus 1975) dan Viking 2 (September 1975) untuk penyelidikan planet Mars, baterai nuklir digunakan sebagai sumber energi untuk sistem Lander.

Wahana ruang angkasa Voyager dirancang untuk beroperasi menjalankan misinya di ruang angkasa selama kurang lebih 50 tahun, dengan misi utamanya menyelidiki planet Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan kondisi di sekitarnya. Wahana yang diluncurkan pada bulan

Agustus 1977 (Voyager-2) dan September 1977 (Voyager-1) itu akan terus menjalankan misinya dan mengirimkan data-data pengamatannya ke bumi hingga 25 tahun masa operasional, sebelum akhirnya keduanya akan melayang dan menetap di ruang antar planet dengan jarak sekitar 130-140 juta mil dari bumi. Wahana ruang angkasa seperti Voyager-1 dan Voyager-2 yang diluncurkan NASA mampu menjalankan misinya di ruang angkasa dan mengirimkan data-data pengamatannya ke bumi karena dilengkapi suber energi RTG yang umur operasionalnya bisa mencapai puluhan tahun. Voyager-1 dan 2 yang berada pada jarak jutaan kilometer dari permukaan bumi, meluncur sangat cepat menembus sistim tatasurya dengan kecepatan antara 36.000–39.000 mil per jam. Dalam misi Voyager ini, RTG menjalankan segala-galanya, mulai dari penyediaan listrik untuk operasi komputer hingga memproses serta mengirimkan datanya ke bumi. Setiap baterai nuklir RTG mensuplai 475 Watt tenaga listrik.

Wahana ruang angkasa Galileo paling tidak menghabiskan waktu dua tahun untuk mengamati satu buah planet, yaitu Jupiter. Wahana yang diluncurkan pada bulan Oktober 1989 ini baru mencapai tujuan pada bulan Desember 1995, setelah kurang lebih enam tahun menempuh perjalanan. Galileo diharapkan menjalankan misinya selama 8 tahun dengan mengandalkan baterai nuklir RTG berkekuatan 285 Watt. Ulysses merupakan wahana ruang angkasa yang dipersiapkan NASA untuk menyelidiki matahari. Diluncurkan pada bulan Oktober 1990, Ulysses yang dilengkapi dengan baterai nuklir RTG 303 Watt mengemban misi mengorbit di daerah kutub matahari. Setelah sukses dan lengkap mengamati kutub matahari bagian selatan, mulai bulan Juni 1995 melakukan perjalanan baru untuk mengamati kutub matahari bagian utara. Misi Ulysses berakhir pada Desember 2001. Penyelidikan planet Saturnus dilakukan dengan wahana ruang angkasa Cassini yang diluncurkan NASA pada Oktober 1997. Pesawat Cassini yang dilengkapi dengan baterai nuklir RTG berkekuatan 275 Watt ini mengemban misi untuk

Page 20: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Baterai nuklir untuk misi ruang angkasa (M. Akhadi) 117

menyelidiki cincin Saturnus dan bulan-bulan yang mengelilinginya selama empat tahun. Targetnya adalah mengamati Titan yang merupakan bulan terbesar di planet itu.

Gambar 4. Pemandangan erupsi vulkanik dari salah satu

satelit (bulan) planet Yupiter yang berhasil dikirim ke bumi oleh misi ruang angkasa Voyager 2

(Sumber: time.com, diunduh: 21-09-2015)

Berkaitan dengan Pluto, NASA menganggap benda angkasa ini masih penuh misteri, sehingga misi penelitian terhadap Pluto tetap diteruskan. NASA telah melakukan misi ruang angkasa ke sana dengan pesawat ruang angkasa New Horison yang diluncurkan Januari pada 2006. Misi senilai 700 juta dollar AS itu baru tiba di Pluto pada tahun 2015. Karena Pluto merupakan benda angkasa di luar sistem tatasurya dan juga jaraknya sangat jauh dari bumi, diperlukan waktu sekitar 10 tahun untuk menempuh perjalanan ke sana. Untuk mendukung suksesnya misi tersebut, pada wahana ini dilengkapi dengan baterai nuklir berteknologi baru yang mampu mengubah panas radiasi plutonium-238 menjadi listrik dengan efisiensi hingga 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan baterai nuklir RTG yang digunakan dalam misi-misi ruang angkasa sebelumnya. Dengan bantuan baterai nuklir tersebut, diharapkan misi ke Pluto akan berhasil dengan baik, sehingga data-data hasil pengamatan yang dikirimkannya ke bumi akan banyak membantu mengungkap mengenai jati diri Pluto secara lebih lengkap.

Dari sini silang pendapat mengenai Pluto di kalangan para astronom dapat diakhiri.

PENUTUP

Di antariksa terdapat berbagai benda langit serta berlangsung peristiwa-peristiwa alam yang beraneka ragam jenisnya. Keduanya telah memikat dan menarik perhatian penduduk bumi sejak masa purba. Berbagai pertanyaan sederhana maupun masalah-masalah pelik tentang jagad raya telah merasuki alam fikiran manusia, baik dari kalangan filsof maupun ilmuwan. Sejak zaman purba telah muncul pandangan-pandangan tentang jagad raya yang dikemukakan oleh para filsof. Beberapa ilmuwan pada masa peradaban Yunani Kuno tercatat sebagai pengamat generasi pertama yang sangat berhati-hati dan menyimpan catatan panjang pemikiran mereka tentang alam semesta.

Pemanfaatan bahan radioaktif sebagai sumber energi pada baterai nuklir memungkinkan tersedianya sumber energi yang mampu bertahan sangat lama hingga mencapai puluhan tahun. Dalam misi ruang angkasa, baterai nuklir dapat diandalkan sebagai sumber daya pada pesawat ruang angkasa. Dengan baterai nuklir yang mampu mensuplai energi dalam jangka waktu sangat panjang, pesawat antariksa mampu menjalankan misinya di ruang angkasa dengan cara yang sangat efektif. Dari misi yang komprehensif itu banyak informasi di tuang angkasa yang berhasil direkan dan dikirimkan ke pengamat di bumi untuk diamalisa lebih lanjut. Teknik nuklir memiliki andil yang sangat besar dalam upaya mengungkap rahasia-rahasia alam di ruang angkasa. DAFTAR PUSTAKA ARNIKAR, HJ., Essentials of Nuclear Chemistry (4th

Edition), New Age International (P) Limited Publishers, New Delhi (1996).

BIRCH, B., Marie Curie (alih bahasa oleh Alex Tri Kantjono Widodo), P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (1993).

FOWLER, E., Radioisotop, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 5, Grolier International Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 131-135.

Page 21: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

118 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 109 – 118

FRIEDLANDER, G., et. al., Nuclear and Radiochemistry (3rd edition), John Wiley & Sons, New York (1981).

GUILLERMO, E., Earth’s Atmosphere: The Magnetosphere and Outer Space, tersedia di http://www.artinaid.com/2013/04/earths-atmosphere-the-magnetosphere-and-outer-space/, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

HERMAN, A., The New Physics, the Route in to Atomic Age, International Bonn-bad Godesberg, Federal Republic of Germany (1979).

http://www.nasa.gov/mission_pages/shuttle/main/index.html, Space Shuttle, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

https://www.nasa.gov/mission_pages/shuttle/flyout/index.html, Space Shuttle Era, dikun- jungi tanggal 03 November 2015.

http://science.nationalgeographic.com/science/space/space-exploration/space-shuttle-program/, Space Shuttle Program, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

http://wiki.industrial-craft.net/index.php?title=Radioisotope_Thermoelectric_Generator, Radioisotope Thermoelectric Generator, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

http://www.thermoelectrics.caltech.edu/thermoelectrics/history.html, Brief History of Thermoelectrics, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

https://en.wikipedia.org/wiki/Multi-Mission_Radioisotope_Thermoelectric_Generator, Multi-Mission Radioisotope Thermoelectric Generator, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

JANICE, L., The Poetics of Spaces: Outer Space, tersedia di http://entropymag.org/ the-poetics-of-space-outer- space/, dikunjungi tanggal 03 November 2015.

KAPLAN, I., Nuclear Physics (2nd edition), Addison-Wesley Publishing Company, London (1979).

STANDEN, A., daftar Berkala, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 4, Grolier International Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 139-161.

TAYLOR, JR. and ZAFIRATOS, CD., Modern Physics For Scientist and Engineers, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New Yersey 07632 (1991).

WALKER, FW., et. al., Nuclides and Isotopes (14th edition), GE Nuclear Energy, California 95125, USA (1989).

Page 22: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai (Satrio) 119

APLIKASI ISOTOP 222Rn UNTUK ESTIMASI LAJU

PENYUSUPAN AIR SUNGAI TERHADAP

AIR TANAH DI AREA BANTARAN SUNGAI

Satrio • Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – BATAN

Kawasan uklir Pasar Jumat, Jalan Lebak Bulus Raya, Jakarta – 12440 • [email protected] PENDAHULUAN

Air tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, baik untuk kebutuhan air minum maupun untuk berbagai keperluan lainnya. Air tanah memiliki berbagai fungsi untuk menopang kehidupan manusia dan merupakan sumberdaya alam yang perlu dijaga kelestariannya. Dalam memanfaatkan air tanah ini masyarakat umumnya menggunakan pompa air. Namun seiiring dengan pertambahan penduduk dan industri, kualitas dan kuantitas air tanah terus mengalami penurunan. Salah satu faktor penyebab penurunan kualitas air tanah yaitu kehadiran zat pencemar atau polutan yang berasal dari air sungai di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk di sepanjang DAS tersebut. Kehadiran zat pencemar pada air tanah di sepanjang DAS umumnya diteliti melalui pendekatan kimia air atau hidrokimia. Disamping melalui pendekatan hidrokimia, penelitian pencemaran air tanah oleh air sungai juga dapat dilakukan melalui pendekatan isotop alam yang salah satunya dengan memanfaatkan radon (isotop 222Rn).

222Rn adalah isotop radioaktif yang terjadi secara alami dan memiliki sifat tak berwarna, tak berbau, tak berasa, terlarut dengan baik dalam air maupun pelarut organik. Peluruhan radioaktif 222Rn menghasilkan partikel sub atomik yang melayang di udara dan jika terhirup melaui pernafasan dapat merusak jaringan makhluk hidup. Ketika air minum yang mengandung isotop 222Rn masuk kedalam tubuh, maka akan dihasilkan paparan tambahan disamping yang

terhirup melalui udara tersebut. Selama satu dekade terakhir, berbagai penelitian dilakukan di seluruh dunia untuk mempelajari aktivitas isotop 222Rn yang terkandung dalam air dan menentukan batasan aktivitas isotop 222Rn maksimum yang masih diijinkan sehingga memenuhi aspek kesehatan maupun keselamatan.

Sebagaimana diketahui bahwa isotop 222Rn merupakan produk dari isotop 238U melalui proses peluruhan radioaktif dan anak dari proses desintegrasi α isotop 226Ra. Konsentrasi isotop 222Rn dalam air tanah bergantung pada konsentrasi isotop 226Ra dalam air dan waktu tinggal air didalam akuifer. Isotop 222Rn adalah perunut yang digunakan untuk mempelajari air tanah, interaksi air permukaan dan kemampuan penyusupan atau infiltrasi polutan dari air permukaan ke dalam air tanah.

Pemanfaatan isotop 22Rn telah banyak digunakan untuk studi interaksi air tanah dan air sungai sehingga dapat mengidentifikasi ada atau tidaknya pencemaran dalam air tanah sekaligus menentukan laju infiltrasi atau penyusupan air sungai terhadap air tanah yang berada di sepanjang DAS. Tujuan penelitian menggunakan teknik isotop 222Rn ini, yaitu untuk mengetahui hubungan konsentrasi isotop 222Rn di air tanah dan air permukaan menggunakan detektor Rad7 H2O dan memperkirakan laju penyusupan air permukaan ke dalam akuifer berdasarkan waktu tinggal air tanah dan jarak antara sumber air permukaan (air sungai) dengan sumur-sumur yang diamati.

Page 23: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

120 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 119 – 123

Akuifer aluvial secara hidrolik terhubung dengan sungai yang di banyak negara masih digunakan sebagai sumber pasokan air utama. Karena keberadaannya yang berdekatan dengan sungai, akuifer dapat dipastikan memiliki tingkat cadangan air yang cukup banyak sehingga mudah untuk dipompa dan dengan alasan inilah maka akuifer ini mudah tercemar. Tingkat kontaminasi air tanah bergantung pada beberapa faktor seperti status kontaminasi air permukaan dan laju penyusupan air tanah. Jadi penentuan laju penyusupan penting bagi manajemen dan eksploitasi air tanah untuk memastikan kualitas air. Karena perunut radioaktif buatan tidak dapat digunakan dalam kasus ini disebabkan oleh tingkat debit air tinggi, maka isotop 222Rn yang sudah ada dalam air tanah menjadi perunut yang paling cocok untuk memperkirakan laju penyusupan air dari sungai ke dalam akuifer di daerah bantaran sungai.

Aspek Kesehatan dan Keselamatan

Seperti diketahui, fakta bahwa radon di udara dalam ruangan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tapi bagaimana dengan radon dalam air? Ketika gas radon terbentuk di dalam tanah, dapat terakumulasi dalam sumber air bawah tanah seperti sumur. Ketika air yang mengandung radon berada dalam sumur, sebagian gas radon terlepas ke udara dan sebagian lagi radon tetap di dalam air. Berbagai penelitian telah dan terus dilakukan untuk mengukur radon yang terkandung dalam air serta efek bahayanya bagi kesehatan dan cara menghilangkannya. Monitoring kualitas air termasuk kandungan radon di dalamnya merupakan aspek penting untuk kesehatan publik. Ketika air tanah bergerak melalui batuan pembawa radium/radon, mereka terlarut dan terbawa dalam air tanah. Efek kesehatan yang merugikan dari radon dalam air sebagian besar karena adanya transfer radon ke udara. Gas radon dalam udara yang terhirup melalui saluran pernapasan dapat menyebabkan kanker paru-paru. Menurut Cross et.al. (1985), maksimum tingkat konsentrasi (Maximum Concentration

Level, MCL) radon untuk pasokan air minum ke publik berada pada kisaran dari 37-740 Bq/L. The US Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1991 merekomendasikan MCL sebesar 11,1 Bq/L untuk pasokan air ke publik. Konsentrasi radon dalam air tanah mungkin bervariasi dari waktu ke waktu karena berbagai faktor seperti pengenceran oleh air yang masuk, perubahan daerah resapan akibat pemompaan, perubahan musim, dan lain-lain. Teknik Pengukuran Isotop 222Rn Air Penentuan konsentrasi 222Rn dalam sampel air dilakukan secara in-situ (langsung dari lapangan) di area penelitian. Sampel air sebanyak 250 ml diambil dari sumbernya langsung dan sesegera mungkin diukur konsentrasi isotop 222Rn-nya untuk mencegah lolosnya radon dari sampel air. Botol berisi sampel air tersebut kemudian dihubungkan dengan perangkat alat Rad7 H2O yang didalam terdapat detektor radon dalam siklus tertutup sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Proses aerasi dilakukan untuk melepaskan gas radon dalam air selama waktu tertentu (5 menit, 10 menit, dan seterusnya bergantung kebutuhan). Dalam selang waktu yang telah ditetapkan, gas radon akan terakumulasi. Setelah proses aerasi selesai, kemudian alat secara otomatis akan melakukan pencacahan konsentrasi isotop 222Rn dalam sampel air tersebut. Metode Penentuan Laju Penyusupan Prinsip metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa air sungai sebagai sumber air permukaan mengandung konsentrasi isotop 222Rn rendah yang disebabkan adanya arus turbulen sehingga menyebabkan gas radon mudah lolos. Adanya proses penyusupan, air sungai dengan konsentrasi isotop 222Rn rendah mengalir melalui akuifer secara terus-menerus dan menyerap radon yang berasal dari proses emanasi tanah dalam akuifer sebagai akibat peluruhan alpha (α) radium. Jadi, peningkatan konsentrasi isotop 222Rn dalam air tanah digambarkan melalui persamaan 1.

Page 24: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai (Satrio) 121

Gambar 1. Pengukuran konsentrasi 222Rn dalam sampel air

dengan alat Rad7 H2O Ct= Ce(1− e −λt) (1) dengan:

Ct : konsentrasi isotop 222Rn air tanah pada waktu t

Ce : konsentrasi isotop 222Rn air tanah pada saat keadaan kesetimbangan

λ : konstanta peluruhan isotop 222Rn ( λRn= 0,18 d )

Waktu tinggal atau residence time air tanah

dalam akuifer dapat dihitung melalui persamaan berikut.

t = (1/λ)Ln[Ce/(Ce-Ct)] (2) Konsentrasi isotop 222Rn saat kesetimbangan Ce didapat melalui pengukuran pada jarak yang cukup jauh dari sungai. Jika diambil konsentrasi isotop 222Rn Co air sungai pada saat to dan waktu tinggal tres= t-to, persamaan (2) di atas dapat diadopsi untuk menghitung waktu tinggal air tanah yang dipengaruhi masuknya air sungai melalui persamaan berikut. tres = (1/λ)Ln[(Ce-Co)/(Ce-Ct)] (3)

Persamaan (3) digunakan untuk menghitung waktu tinggal air tanah pada kasus konsentrasi isotop 222Rn air permukaan yang tidak selalu dapat diabaikan. Dengan waktu paro 3,8 hari, metode ini dapat digunakan untuk

menentukan waktu tinggal air tanah pada sumur-sumur pada keadaan kesetimbangan (equilibrium state) konsentrasi isotop 222Rn tidak tercapai. Gambar 2 menjelaskan peningkatan konsentrasi isotop 222Rn dalam air tanah akibat mengalirnya air sungai ke dalam akuifer.

Gambar 2. Skema emanasi gas radon tanah pada sistem

akuifer air tanah di area bantaran sungai Aplikasi: Penentuan Laju Penyusupan

Penelitian di lapangan dilakukan terhadap beberapa sumur seperti digambarkan melalui Gambar 3. Pengukuran konsentrasi isotop 222Rn dalam air tanah untuk sumur-sumur dilakukan pada waktu yang relatif sama menggunakan Rad7 H2O. Hasil konsentrasi isotop 222Rn dari air sumur-sumur disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa hampir semua sumur memiliki konsentrasi isotop 222Rn di atas batas maksimum sebagaimana direkomendasikan USEPA, yaitu sebesar 11,1 Bq/L. Ini mengindikasikan bahwa air tanah dari sumur-sumur tersebut telah terkontaminasi air sungai melalui proses infiltrasi atau penyusupan. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa, konsentrasi isotop 222Rn dalam air dari sumur nomor 2; 3; 4; 5; 6 relatif sama dan mencapai nilai kesetimbangan sekitar 24,944 ± 1,147 Bq/L. Sedangkan dari hasil pengukuran, konsentrasi isotop 222Rn dari air sungai sebesar 2,100 ± 45 Bq/L. Dengan menggunakan Persamaan (3), waktu tinggal air tanah untuk sumur nomor 1 sekitar tres ≈ 7,8 hari. Dengan jarak antara sumur dan sungai sebesar 40 m, maka laju penyusupan air sungai terhadap air sumur tersebut sekitar 5,13 m/hari.

Page 25: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

122 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 119 – 123

PENUTUP Air tanah merupakan salah satu kebutuhan

pokok bagi kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan terhadap air semakin lama semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Air yang dikenal dengan sebutan white gold merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan, sehingga kualitas dan kuantitas sumber daya air perlu terus dijaga dan dilestarikan. Namun disisi lain, peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan air ini memberikan dampak yang nyata terhadap perubahan lingkungan, khususnya kondisi air tanah. Pencemaran air sungai ke dalam air tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih yang tidak tercemar bukan hal yang mudah lagi. Bahkan pada sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun.

Konsentrasi isotop 222Rn dalam air tanah bervariasi dari waktu ke waktu karena berbagai faktor seperti pengenceran oleh air yang masuk (dari air sungai, air danau, dan lain-lain), perubahan daerah resapan akibat pemompaan, perubahan musim, dan lain-lain. Efek kesehatan yang merugikan dari radon dalam air sebagian besar karena adanya transfer radon ke udara dan terhirup melalui pernafasan. The US Environmental Protection Agency (USEPA) merekomendasikan MCL sebesar 11,1 Bq/L untuk pasokan air ke publik.

Penelitian pencemaran air di Indonesia telah banyak dilakukan dengan metode konvensional yang pada umumnya menggunakan metode kimia air atau hidrokimia. Sementara itu, penelitian dengan pendekatan isotop alam telah mulai dilakukan sejak sekitar tahun 1980-an dengan memanfaatkan isotop alam, baik isotop stabil 18O, 2H, 13C, 34S maupun isotop radioaktif alam 14C dan 3H. Sedangkan isotop 222Rn baru

Tabel 1. Hasil konsentrasi isotop 222Rn dari sampel air sumur

Sumur ke:

Jarak Sumur ke Sungai (meter)

Konsentrasi Isotop 222Rn dalam sampel air (Bq/L)

1 40 18,887 2 130 25,551 3 211 26,400 4 330 23,466 5 419 25,166 6 501 24,178

Gambar 3. Posisi sumur-sumur produksi di area penelitian

Page 26: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Aplikasi isotop 222Rn untuk estimasi laju penyusupan air sungai terhadap air tanah di area bantaran sungai (Satrio) 123

dimanfaatkan sejak tahun 2013. Keberadaan isotop 222Rn di alam telah banyak diaplikasikan untuk berbagai penelitian air tanah, air permukaan (air sungai, air danau) dan penelitian lain yang berhubungan dengan kontaminasi isotop 222Rn dalam air. Dalam bidang hidrologi, salah satu aplikasinya antara lain digunakan sebagai perunut alami untuk menentukan waktu tinggal (residence time) air tanah yang menyusup atau berinfiltrasi dari sungai ke dalam akuifer di area bantaran sungai. Aplikasi metode ini didasarkan pada konsentrasi isotop 222Rn yang mengalir melalui proses penyusupan air selama melewati bantaran sungai hingga mencapai nilai kesetimbangan. DAFTAR PUSTAKA ALHARBI, W.R., ABBADY, A.G.E., and EL-TAHER, A.,

Radon Concentrations Measurement for groundwater Using Active Detecting Method, American Scientific Research Journal for Engineering, Technology, and Sciences (ASRJETS), Vol. 14, No. 1, 1-11, 2015.

CROSS F.T., HARLEY, N.H, HOFMANN, W., Health effects and risks from Radon-222 in drinking water. Health Phys. 48: 649-670, 1985.

DUGGALA, V., RANIB, A., and MEHRAC, R., In situ measurements of radon levels in groundwater in Northern Rajasthan, India, Advances in Applied Science Research, Vol. 3 No. 6, 3825-3830, 2012.

GARBA, N.N., NASRU, R., and DEWU, B.B.M., Preliminary Studies on 222 Rn C oncentration in Ground Water from Zaria, Nigeria, Journal of Physical Science, Vol. 23(1), 57–64, 2012.

GIAP, T.V., et al., Proceedings of the third National Conference on Nuclear Physics and Techniques, Da Lat, , p.337-339, 22-24 March, 1999.

KRISHAN, G., RAO, M.S., and KUMAR, C.P., Radon

Concentration in Groundwater of East Coast of West Bengal, India, Journal Radioanal Nucl Chem, 303; 2221-2225, doi: 10.1007/s10967-014-3808-4, 2015.

LEFTA, S.H., and IBRAHIM, J.H., Radon Concentration of Ground Water in Babylon Governorate, Academic Research International, Vol. 4 No. 3, 2013.

MANUAL BOOK, RAD7 RADON DETECTOR, Revision 7.2.0., DURRIDGE Company, 2012.

NAJEEB, K.M., and VINAYACHANDRAN, N., Radon Contamination in Groundwater and Application of Isotopes in Groundwater, Central Ground Water Board Ministry Of Water Resources Government of India, South Western Region, Bengaluru, 2010.

ONI, E.A., ONI, O.M., OLADAPO, O.O. OLATUNDE, I.D., and ADEDIWURA, F.E., Measurement of Radon Concentration in Drinking Water of Ado-Ekiti, Nigeria, Journal of Academia and Industrial Research (JAIR) Volume 4, 2016.

SATRIO, HENDARMAWAN, SAPARI, M., dan E. RISTIN, Karakteristik Air Tanah Dangkal Kota Semarang Pada Musim Penghujan Berdasarkan Pendekatan Isotop Stabil (18O, 2H) dan Kimia Air, Jurn Ilmiah Apl Iso dan Rad, Vol. 11 No. 1, 73-86, 2015.

SATRIO, SYAFALNI dan SIDAURUK, P, Studi Karakteristik Air Tanah Dangkal Sekitar TPST Bantar Gebang, Bekasi, dengan Metode Sumur Tunggal dan Ganda, Jurn Ilmiah Apl Iso dan Rad, Vol. 10 No. 1, 1 – 10, 2014.

TARIM, U.K., GURLER, O., AKKAYA, G., KILIC, N., YALCIN, S., KAYNAK, G., and GUNDOGDU, O., Evaluation Of Radon Concentration in Well and Tap Waters in Bursa, Turkey, Radiation Protection Dosimetry, doi: 10.1093/rpd/ncr394, 2011.

YUCE, G., and GASPARON, M., Preliminary risk assessment of radon in groundwater: a case study from Eskisehir, Turkey, Isotopes in Environmental and Health Studies, 2013.

Page 27: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

TATA CARA PENULISAN NASKAH/MAKALAH

140

124 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016

Pembaca yang budiman,

Buletin ALARA menerima naskah atau makalah iptek ilmiah populer yang membahas tentang “Aspek Keselamatan Radiasi dan Keselamatan Lingkungan dalam Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat”. Naskah/makalah yang dikirimkan ke Redaksi Buletin ALARA adalah naskah/makalah yang khusus untuk diterbitkan oleh Buletin ALARA dengan melampirkan 1 eksemplar dan disket yang berisi file makalah tersebut. Apabila naskah/makalah tersebut telah pernah dibahas atau dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, harus diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isi dan maksud tulisan.

Naskah/makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baku dan mengikuti tata cara (format) penulisan

suatu makalah yang benar. Istilah asing dalam naskah/makalah harus ditulis miring dan diberi padanan kata Bahasa Indonesia yang benar. Naskah/makalah diketik menggunakan font 12 Times New Romans dengan 1,5 spasi pada kertas ukuran kuarto, satu muka, margin kiri 3 cm; margin atas, bawah, kanan 2,5 cm. Lebih disukai bila panjang tulisan kira-kira 8 – 15 halaman kuarto. Nama (para) penulis ditulis lengkap disertai dengan keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerja dan bidang keahlian (jika ada) pada catatan kaki. Tabel/skema/grafik/ilustrasi dalam naskah/makalah dibuat sejelas-jelasnya dalam satu file yang sama. Kepustakaan ditulis berdasarkan huruf abjad, mengikuti ketentuan penulisan kepustakaan, dan sangat diharapkan menggunakan literatur 5 tahun terakhir, adalah sbb ; AFFANDI, Pengukuran radionuklida alam pada bahan bangunan plaster board fosfogipsum dengan

menggunakan spektrometer gamma, Skripsi S-1, Jurusan Fisika FMIPA UI, 2010. (Bila yang diacu skripsi/thesis)

BOZIARI, A., KOUKORAVA, C., CARINOU, E., HOURDAKIS CJ. AND KAMENOPOULOU, V, The use of active personal dosemeters as a personal monitoring device: Comparison with TL dosimetry, Radiat. Prot. Dosim. 144, pp. 173 – 176, 2011. (Bila yang diacu jurnal/majalah/prosiding)

MARTINA and HARBISON, S.A., An introduction to radiation protection, Chapman and Hall, London, New York, 2012

NEVISSI, A.E., Methods for detection of radon and radon daughters, in : indoor radon and its hazards, edited by D. Bodansky, M.A. Robkin, D.R. Stadler, University of Washington Press, pp. 30 – 41, 2010 (Bila yang diacu dalam satu buku yang merupakan kumpulan tulisan, seperti Handbook, Ensiklopedi dll).

Tim Redaksi

Naskah/makalah dapat ditujukan kepada : Tim Redaksi Buletin ALARA u.p. Setyo Rini, SE PTKMR – BATAN • Jalan Lebak Bulus Raya No. 49,

Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta (12440) • PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070

• e-mail : [email protected] [email protected]

Page 28: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 125

MENYELAMATKAN LAPISAN OZON

UNTUK KESELAMATAN KEHIDUPAN MANUSIA

DARI PAPARAN RADIASI ULTRA VIOLET

Hasnel Sofyan dan Mukhlis Akhadi • Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070

[email protected]; [email protected] PENDAHULUAN

Sebagai lapisan yang menyelimuti bumi, atmosfer terdiri atas beberapa lapisan yang terbentuk karena adanya interaksi antara komponen-komponen yang dipancarkan dari sinar matahari, gaya gravitasi bumi, rotasi bumi, permukaan bumi serta medan magnet bumi. Lapisan atmosfer paling bawah yang berbatasan dengan permukaan bumi dinamai troposfer dengan ketebalan 16-18 kilometer (km) di daerah tropis dan 8-10 km di daerah dekat kutub. Daerah troposfer ini ditandai oleh temperatur yang semakin rendah dengan naiknya ketinggian lapisan. Penurunan temperatur karena bertambahnya ketinggian itu disebabkan oleh semakin jauhnya jarak dari permukaan bumi sehingga panas yang dipantulkan kembali dari bumi dan mencapai tempat itu menjadi berkurang, disamping kepadatan udaranya pun semakin rendah.

Lapisan di atas troposfer dinamai stratosfer dengan ketebalan mulai dari lapisan troposfer paling luar hingga ketinggian 50 km dari permukaan bumi. Temperatur udara pada lapisan ini semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Kenaikan temperatur itu disebabkan oleh adanya lapisan ozon atau ozonosfer di pertengahan lapisan stratosfer. Sifat dari ozon itu mampu mengabsorbsi sebagian besar energi radiasi ultra violet (UV) dan secara tidak langsung mengubahnya menjadi panas. Lapisan berikutnya adalah mesosfer dengan ketinggian 50-85 km dari permukaan bumi. Suhu pada

lapisan ini lebih rendah dibandingkan lapisan stratosfer karena kadar ozon di dalamnya menjadi semakin tipis. Di atas lapisan mesosfer adalah lapisan termosfer dengan ketinggian 85-500 km. Suhu pada lapisan ini mencapai 1.200 derajad Celcius. Kenaikan temperatur yang sangat cepat itu disebabkan oleh adanya absorbsi radiasi kosmis berenergi tinggi yang dipancarkan oleh matahari. Lapisan atmosfer bumi terluar dan paling tinggi adalah exosfer yang dimulai dari ketinggian 500 km dari permukaan bumi.

Di lapisan stratosfer, ozon terus menerus mengalami pembentukan dan penghancuran. Ozon terbentuk dengan bantuan radiasi UV yang mempunyai energi lebih besar dari energi cahaya tampak yang dipancarkan matahari. Energi radiasi UV dapat memecah ikatan kimia molekul oksigen (O2) yang berlimpah di atmosfer. Dari proses ini akan dihasilkan dua atom oksigen (O) bebas yang bersifat reaktif secara kimiawi. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dengan atom O bebas ini. Kemungkinan pertama, antara dua atom O bebas akan berikatan kembali sehingga membentuk O2 seperti sediakala. Kemungkinan kedua adalah tiga buah atom O bebas langsung bergabung membentuk O3. Kemungkinan ketiga, atom O bebas akan menempelkan dirinya ke molekul O2 sehingga dihasilkan O3. Reaksi jenis ketiga inilah yang merupakan sumber utama terbentuknya ozon di lapisan stratosfer.

Pada waktu-waktu tertentu, alam memiliki mekanismenya sendiri untuk memproduksi ozon

Page 29: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

126 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 125 – 135

dalam jumlah besar. Kemunculan badai matahari adalah efek dari aktivitas matahari yang selalu berulang dalam tempo sekitar 11 tahun sekali. Ketika matahari sedang aktif, permukaan matahari memancarkan berbagai jenis radiasi elektromagnetik mulai dari sinar gamma hingga gelombang mikro, radiasi UV merupakan salah satu jenis radiasi yang termasuk di dalamnya. Penduduk bumi dapat aman dari aktivitas matahari tersebut karena bumi telah dilengkapi dengan atmosfer yang mampu menyerap radiasi elektromagnetik dari matahari. Bumi juga memiliki medan magnet yang mampu membelokkan partikel-partikel bermuatan sehingga energinya diubah menjadi cahaya aurora di kedua kutub bumi. Ketika badai matahari tersembur dari permukaan matahari, radiasi UV yang ada di dalamnya akan meningkatkan jumlah ozon di lapisan stratosfer dengan cara seperti diuraikan sebelumnya. Karena intensitas UV nya demikian tinggi, maka semburan itu dapat menghasilkan ozon dengan jumlah yang melimpah pula, sehingga kadar ozon di lapisan stratosfer meningkat.

Kebalikan dari reaksi jenis ketiga (penempelan O bebas pada O2 sehingga menghasilkan O3) juga merupakan proses utama penghancuran ozon di stratosfer. Proses penghancuran itu dimulai dari penyerapan energi radiasi UV oleh O3, sehingga molekul itu pecah lagi menjadi O2 dan O bebas disertai dengan pelepasan panas. Demikian seterusnya, proses pembentukan dan penghancuran ozon di stratosfer berlangsung silih berganti, sehingga tanpa adanya gangguan dari luar, kadar ozon di lapisan itu cenderung konstan. Sejak jutaan tahun silam, ozon di stratosfer selalu mempertahankan keseimbangannya yang dimanis melalui proses pembentukan dan penghancuran. Jumlah yang terbentuk dengan yang hilang setiap saatnya selalu sama. Mekanisme alamiah itu telah mempertahankan kestabilan lapisan ozon di stratosfer sepanjang perjalanan planet bumi.

Dilihat dari sudut pandang mekanisme pembentukan dan penghancuran ozon di stratosfer, terlihat bawa ozon sebenarnya

memiliki peran sebagai katalisator yang mengubah energi radiasi sinar UV melalui penyerapan dalam proses pembentukan ozon, menjadi panas yang dilepaskan melalui proses penghancuran ozon. Itulah sebabnya, temperatur di lapisan stratosfer menjadi semakin tinggi dengan semakin tingginya posisi lapisan, karena semakin banyaknya energi radiasi UV yang diubah menjadi panas oleh ozon. Jika semua molekul ozon di atmosfer ditransfer ke permukaan bumi, diperkirakan akan membentuk lapisan yang tebalnya hanya 3 mm. Untuk setiap 10 juta molekul udara, rata-rata hanya ada tiga molekul ozon. Meskipun jumlahnya minor dibandingkan dengan molekul-molekul penyusun udara lainnya, namun keberadaan ozon di lapisan stratosfer harus dijaga kelestariannya.

Gambar 1. Badai matahari dengan siklus 11 tahunan dapat

meningkatkan jumlah ozon secara alamiah di stratosfer (Sumber: lyric13.wordpress.com, diunduh: 28-11-2012)

LAPISAN OZON

Pemanfaatan senyawa refrigeran berupa chlorofluorocarbon (CFC) atau yang dikenal dengan nama pasaran gas freon terus menunjukkan peningkatan dari semenjak pertama kali senyawa itu ditemukan. Senyawa CFC semula dibuat oleh manusia karena memiliki sifat fisik maupun kimia yang menguntungkan dari aspek teknologi. Senyawa itu dikenal memiliki

Page 30: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 127

sifat yang tidak lazim dibandingkan dengan sifat bahan-bahan kimia yang saat itu sudah dikenal manusia. Sifat yang dikatagorikan tidak lazim itu adalah: sangat stabil, tidak berbau, tidak mudah terbakar, tidak beracun terhadap manusia, serta tidak korosif terhadap logam di sekelilingnya.

Sifat-sifat menguntungkan tadi telah mendorong CFC digunakan secara luas sejak setelah Perang Dunia II untuk berbagai keperluan, terutama sebagai bahan pendingin (refrigeran) dalam mesin pendingin ruangan maupun lemari es, sebagai pendorong (propelan) aerosol, sebagai agen untuk proses industri seperti pembentuk dalam pembuatan bahan kemas plastik busa (kardus wadah telur, buah-buahan, kemasan makanan siap santap dan perkakas makan-minum), sebagai agen pelarut-pelarut kimia untuk pembersih rangkaian elektronik pada papan sirkuit komputer (cleaning solvent), untuk mengasapi lumbung atau fumigasi pergudangan, barang kiriman, pra-pengapalan, karantina produk-produk pertanian dan kehutanan serta mengisolasi pipa-pipa saluran. Pada sistem pendingin, CFC segera menggusur penggunaan ammoniak dan sulfur dioksida yang mudah terbakar, beracun dan berbau menyengat.

Pada saat awal ditemukan, CFC mampu menjawab banyak permasalahan yang dihadapi industri saat itu. Antara tahun 1958 sampai dengan 1983, produksi rata-rata CFC-11 dan CFC-12 meningkat 13% setiap tahunnya. Gas ini berperan dalam mendinginkan 75% makanan yang dikonsumsi masyarakat Amerika Serikat (AS), dan berperan sebagai gas pendorong pada banyak semprotan aerosol (parfum, pengharum ruangan, pembasmi serangga, hairspray) yang beredar di dunia. Karena penggunaannya terus meningkat dari waktu ke waktu, maka produksinyapun terus ikut ditingkatkan, demikian pula dengan jumlah CFC yang akhirnya lepas ke udara.

Secara perlahan tapi pasti, gas CFC yang terlepas ke lingkungan akan bergerak melambung ke atas dengan lama perjalanan sekitar lima tahun, yang akhirnya mencapai lapisan stratosfer tanpa mengalami kerusakan. Karena dapat

bertahan dalam waktu yang sangat lama, CFC akan tinggal selama puluhan tahun di lapisan stratosfer sebagai tujuan akhir. Di bawah pengaruh radiasi UV berenergi tinggi dari matahari, senyawa tersebut akhirnya terurai sehingga membebaskan atom Cl yang bersifat sangat reaktif. Proses pelepasan Cl berjalan sangat efektif terutama pada saat musim dingin di daerah Kutub Selatan. Pada temperature -80 ºC, atom Cl mudah terlepas dari ikatan senyawa CFC.

Atom Cl yang terlepas selanjutnya dapat mempercepat proses pemecahan O3 menjadi gas O2. Pertama atom Cl bereaksi dengan O3 menghasilkan O2 dan monoksida Cl. Dalam reaksi kedua, monoksida Cl bereaksi dengan sebuah atom O menghasilkan O2 dan atom Cl terbebas kembali. Atom Cl yang bebas bereaksi lagi dengan O3 seperti jalannya reaksi sebelumnya. Demikian seterusnya proses pemecahan itu berjalan sehingga setelah menghancurkan satu molekul ozon, terjadi regenerasi Cl dan berlanjut menghancurkan molekul ozon lainnya. Disini atom Cl ternyata tidak ikut bereaksi dan hanya bertindak sebagai katalisator saja. Diperkirakan satu atom Cl dapat mengurai hingga 100.000 molekul ozon selama keberadaannya di lapisan stratosfer.

Kendati oksigen yang terlepas dari ozon nantinya dapat bergabung lagi membentuk ozon, namun proses itu memerlukan waktu yang cukup lama, lebih lambat dibandingkan dengan laju perusakan ozon menjadi oksigen. Sebagai hasilnya adalah penipisan lapisan ozon tetap berlangsung. Ilmuwan dari United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menyatakan, bahwa kerusakan ozon yang teramati saat ini, kemungkinan besar disebabkan oleh polutan yang sebenarnya sudah terlepas ke lingkungan sejak 20-30 tahun sebelumnya.

Bahan-bahan kimia yang berperan meningkatkan kadar Cl di udara sejauh yang diketahui umat manusia memang tidak langsung memberikan dampak kesehatan pada tubuh manusia. Namun bahan itu diketahui memiliki dampak strategis dalam melemahkan fungsi

Page 31: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

128 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 125 – 135

atmosfer bumi sehingga berbahaya bagi kesehatan. Sebagaimana kini diketahui, bahwa atom Cl di atmosfer telah merusak lapisan ozon pelindung bumi di atas Antartika dan menipiskan lapisan ozon di bagian atmosfer bumi lainnya.

Ada asumsi di kalangan ilmuwan, bahwa jika alam memang berubah, kejadiannya akan berjalan lambat dan konstan, tidak tiba-tiba seperti kemunculan lubang ozon di atas Antartika. Oleh sebab itu, hasil-hasil pengamatan satelit mengenai kondisi alam yang secara tiba-tiba menunjukkan ketidaknormalan, menurut asumsi para ahli, kemungkinan hal itu disebabkan oleh sistem pengamatan dan pengolahan datanya saja yang belum sempurna, bukannya alam yang diamati yang sebenarnya mengalami gangguan. Karena itu, fokus pembicaraan tentang lapisan ozon berkutat hanya pada proses hilangnya ozon dimasa lampau, belum mengarah pada pembahasan mengenai kemungkinan hilangnya ozon dimasa mendatang. Kala itu, kriteria penipisan lapisan ozon memang belum bisa didasarkan atas ukuran-ukuran atmosferik yang nyata, sampai akhirnya lubang ozon itu benar-benar teramati pada tahun 1985.

Pelepasan senyawa CFC mempunyai dampak jauh lebih besar pada lapisan ozon di atas Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi. Namun para peneliti atmosfer belum tahu secara pasti mengapa kerusakan lapisan ozon paling parah selalu teramati di kedua kutub bumi tersebut. Yang jelas, angin-angin bumi cenderung menggerakkan udara dari daerah equator di sekitar katulistiwa ke arah kutub-kutub bumi sambil membawa serta polutan-polutan termasuk gas CFC yang terlepas ke atmosfer. McElray, imuwan dari Harvard, menyatakan bahwa perbedaan temperatur antara garis lintang tengah dan kutub-kutub bumi membentuk derajad tekanan kuat yang menggerakkan udara menuju ke arah kutub. Para ilmuwan menduga bahwa angin yang bersirkulasi di sekeliling kutub di musim dingin itu membantu mengumpulkan zat-zat kimia penghancur ozon di daerah itu, yang kemudian mulai bereaksi di musim semi. Angin tersebut paling kencang lajunya di atas Antartika.

Para ilmuwan mengemukakan tiga alasan utama mengapa lapisan ozon di atas Antartika mengalami kerusakan paling parah dibandingkan dengan kerusakan di bagian atas bumi lainnya, yaitu: 1. Udara di atas Antartika jauh lebih dingin

dibanding tempat lain di bumi, awan terbentuk pada ketinggian lebih besar, sehingga meletakkan partikel-partikel kecil es dari asam nitrat dan air dalam stratosfer dimana lapisan ozon berada. Atom Cl dari hasil penguraian CFC di ruang angkasa dapat merusak molekul-molekul ozon secara lebih efektif dengan adanya kristal-kristal es tersebut dibanding kemampuannya di udara bebas.

2. Di Antartika, angin kencang membentuk sebuah pola lingkaran yang menyerupai pusaran. Gerakan udara yang berputar-putar di atas kutub itu membentuk susunan-susunan angin siklon yang besar, dengan temperatur bagian dalamnya merosot hingga -80 ºC. Awan yang tersusun atas kristal-kristal es ukuran sangat kecil (mikroskopik) mengisi susunan angin-angin siklon tadi, sedang polutan kimia terkumpul pada permukaannya. Karena proses itu, pusaran angin siklon ini mengandung ramuan kimia yang sangat dingin, terdiri atas Cl, Br, ozon dan kristal-kristal es. Pusaran yang sangat kuat itu seolah-olah terjadi di dalam sebuah mangkuk sepanjang musim dingin dan menghasilkan suhu terdingin, awan tertinggi dan pola angin melingkar yang terkuat pada bulan September, tepat sebelum matahari menyinari benua tersebut enam bulan berikutnya.

3. Ketika musim panas datang, berakhirlah masa gelap selama enam bulan di Benua Antartika. Sinar matahari mulai menyinari pusaran angin siklon yang berisi Cl, Br, ozon yang sebelumnya berbentuk es beku. Sinar matahari selanjutnya memicu sebuah rantai reaksi perusakan ozon. Kejadian inilah yang menyebabkan perusakan secara cepat terhadap lapisan ozon, hingga sekitar 50% ozon terurai oleh atom Cl, Br dan polutan-

Page 32: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 129

polutan lainnya. Inilah saat-saat awal munculnya lubang ozon. Lambat laun, ketika matahari memanaskan atmosfer, pusaran angin siklon yang telah terbentuk selama sekitar satu setengah bulan itu akan menghilang. Udara dari bagian permukaan bumi yang lain mengalir menuju tepi-tepi pusaran dan mengisi lubang ozon yang telah terbentuk. Karena proses ini, konsentrasi ozon dalam udara yang datang dari bagian lain permukaan bumi terencerkan oleh udara miskin ozon yang mengalir keluar dari pusaran angin siklon dan bercampur dengan udara kaya ozon di bagian luar pusaran. Sebagai hasil akhirnya, kadar ozon di atmosfer turun secara keseluruhan.

Gambar 2. Dinamika lapisan ozon di atas Antartika bulan

September tahun 1981, 1987, 1993 dan 1999 (Sumber: earthobsevatory.nasa.gov, diunduh: 28-11-2012)

DAMPAK PAPARAN UV a. Dampak Terhadap Kesehatan

Sampai batas tertentu, baik radiasi UV-B maupun UV-A memiliki peran yang sangat penting terhadap kesehatan tubuh manusia. Sejak ribuan tahun silam manusia telah beradaptasi dengan berbagai intensitas sinar matahari dengan mengembangkan warna kulit yang berbeda-beda di antara berbagai ras penduduk bumi.

Diversifikasi warna kulit di antara penduduk bumi dipicu oleh peran ganda kulit dikaitan dengan posisi geografis dimana manusia bertempat tinggal. Peran ganda yang diemban oleh kulit itu adalah: pertama, kulit sebagai pelindung paparan radiasi UV dari matahari yang berlebihan, dan kedua, kulit menyerap energi radiasi UV-B dan UV-A yang mengenai permukaan kulit dalam jumlah sesuai dengan yang disediakan alam, untuk memicu produksi vitamin D dalam kulit. Vitamin ini memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, seperti menjaga kekebalan serta membantu pertumbuhan dan kesehatan tulang. Karena itu, setiap orang disarankan untuk berjemur selama 30 menit di bawah sinar matahari pagi.

Kulit melindungi diri dari paparan radiasi UV dengan meningkatkan jumlah pigmen untuk menghasilkan warna gelap. Sensitivitas kulit terhadap paparan UV dapat dibagi menjadi tiga kelompok umum, yaitu: kulit berpigmen berat, sedang dan ringan. Orang yang bertempat tinggal pada posisi geografis dengan lintang rendah di daerah katulistiwa, dimana intensitas radiasi UV nya relatif tinggi karena mendapatkan pancaran sinar matahari sepanjang waktu, berevolusi untuk mengembangkan warna kulit yang lebih gelap atau berpigmen berat untuk melindungi tubuh mereka dari kerusakan akibat paparan terus-menerus oleh radiasi UV. Populasi Aborigin di benua Australia, orang-orang Negro penduduk asli Afrika masuk dalam kelompok ras dengan kulit berpigmen gelap. Kelompok ini memiliki perlindungan alamiah yang sangat baik terhadap paparan radiasi UV, kulitnya tidak akan terbakar dan memiliki risiko rendah terkena kanker kulit.

Sebaliknya, orang yang bertempat tinggal pada posisi geografis dengan lintang tinggi dekat dengan daerah kutub bumi, telah berevolusi dengan mengembangkan warna kulitnya berpigmen ringan untuk memaksimalkan produksi vitamin D, karena daerah tersebut jarang mendapatkan pancaran sinar matahari sehingga intensitas radiasi UV nya rendah. Karakteristik dari kelompok ras manusia berpigmen ringan ini adalah: berambut pirang atau merah, mata biru

Page 33: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

130 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 125 – 135

dan kulit berbintik-bintik. Kelompok ini cukup rentan terhadap paparan radiasi UV karena kulitnya kurang terlindungi. Paparan UV mudah menyebabkan kulit menjadi terbakar.

Di antara kedua kelompok ras manusia tersebut, di tengah-tengahnya ada kelompok ras manusia dengan kulit berpigmen sedang, dengan karakteristiknya adalah rambut dan matanya gelap. Kelompok ini umumnya ditemukan mendiami daerah Mediterania dan Asia. Risiko paparan radiasi UV terhadap kelompok ini juga berada kira-kira di tengah-tengah antara risiko kedua kelompok sebelumnya. Terhadap kulit misalnya, paparan radiasi UV dapat menyebabkan kulit sedikit terbakar, namun tak separah seperti yang perjadi pada kelompok ras manusia berpigmen ringan.

Selama ini, fenomena terbakarnya kulit karena terpapari radiasi UV memang masih menjadi misteri. Namun akhir-akhir ini para ilmuwan menemukan bahwa kulit manusia mampu mendeteksi keberadaan radiasi UV dengan menggunakan pigmen pendeteksi. Sejak kulit terpapar UV, kulit akan mengetahui bahwa dirinya terpapar UV. Proses ini berlangsung sangat cepat. Tanning atau proses kulit yang makin berwarna gelap akibat paparan UV adalah tindakan proteksi dari kulit itu sendiri. Melanin diyakini melindungi sel kulit dari paparan UV dengan cara menyerap energi radiasi UV tersebut. Melanin adalah zat warna kulit gelap yang bertanggungjawab dalam menggelapkan warna kulit setelah paparan radiasi UV. Karena aksi dari melanin, sinar UV hanya akan membuat kulit berwarna lebih gelap selama beberapa hari.

Para ilmuwan mengamati sel kulit yang disebut melanosit yang berperan memproduksi zat pelindung bernama melanin. Sel melanosit ternyata juga mengandung rhodopsin, sejenis pigmen yang terdapat pada retina mata, tempat dimana organ mendeteksi cahaya. Melanosit dan rhodopsin ini fungsinya mengirimkan pesan sinyal apabila kulit sedang terpapar UV. Pesan inilah yang akhirnya memicu sel kulit untuk memproduksi melanin. Setelah satu jam terkena paparan UV, jumlah melanin pada kulit mulai

meningkat, hasil akhirnya berupa tanning atau penggelapan warna kulit. Artinya, kulit sedang melindungi dirinya dari paparan radiasi UV.

Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiasi Non Pengion (International Commission on Non Ionizhing Radiological Protection, ICNIPR) dan Komisi Internasional Iluminasi (CIE) telah merekomendasikan batasan maksimum paparan radiasi non-pengion untuk kulit yang dinyatakan dengan dosis erythema minimum atau minimum erythema dose (MED) yang berhubungan dengan paparan radiasi UV. MED didefinisikan sebagai paparan dari radiasi monokromatik pada spektrum maksimum untuk erythema (panjang gelombang sekitar 200 nm), nilainya sekitar 150 – 2.000 Joule/m2 bergantung jenis kulit. Seringkali paparan efektif 300 Joule/m2 digunakan sebagai 1 MED untuk keperluan proteksi populasi kulit putih dengan kepekaan yang sangat tinggi terhadap UV, sedang untuk kulit coklat tua dan hitam yang tidak peka terhadap UV, nilainya adalah 1000-2000 Joule/m2. Jika energi yang diterima kulit akibat paparan UV melebihi nilai MED, maka paparan akan berdampak terhadap kulit pada khususnya, atau terhadap kesehatan pada umumnya.

Tubuh manusia akan terpengaruh oleh meningkatnya intensitas UV dari ruang angkasa. Risiko kesehatan yang terkait dengan paparan UV mencakup efek akut dan kronis. Jenis risikonya cukup bervariasi bergantung pada sifat dan cara pemaparan oleh UV, seperti: frekwensi paparan, lama paparan, sensitivitas individu terhadap UV, faktor genetik dan sebagainya. Orang-orang yang bekerja di luar ruangan (outdoor) lebih berisiko terkena dampak merugikan paparan UV dibanding bekerja di dalam ruangan (indoor).

Akibat yang sudah dikenali para praktisi kesehatan dengan tingkat pengenalan yang sangat baik adalah bahwa sinar UV dapat memicu efek jangka pendek yang bersifat akut (cepat) berupa kulit terbakar sehingga berubah warna menjadi kemerah-merahan (eritema kulit) karena terpapar UV-A, dan kulit menjadi lebih gelap karena terpapar UV-B. Bisa juga diikuti lepuh dan perih, kemudian kulit mengelupas. Ini adalah jenis efek

Page 34: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 131

yang paling ringan, menunjukkan tingkat paling parah antara 8-24 jam setelah pemaparan dan akan menghilang setelah beberapa hari. Selanjutnya terjadi hiperpigmentasi atau warna kulit menjadi gelap atau hitam. Dampak lain adalah timbulnya bercak coklat atau putih. Warna bercak yang dihasilkan bergantung pada reaksi yang terjadi dalam tubuh.

Efek jangka panjang (kronis atau menahun) dari paparan UV yang terjadi berulang-ulang pada kulit adalah: kulit kehilangan kelembaban dan menjadi tebal, terjadi kerusakan pada serat elastin dan kolagen lapisan bawah kulit yang menyebabkan hilangnya sifat alami elastisitas sehingga kulit menjadi keriput, kering, tebal dan warna tidak merata yang berakibat pada penuaan kulit. Pada kelompok ras manusia berpigmen ringan, paparan UV dapat menimbulkan bintik-bintik dan noda surya (lentigines).

Efek kronis paparan radiasi UV yang lebih parah dan serius adalah menyebabkan peningkatan risiko berbagai jenis wabah katarak, kerusakan retina mata, dan tumor kornea mata. Efek kronis lainnya adalah surya keratosis, yaitu pertumbuhan pra-kanker pada sel kulit. Keratosis sangat umum terjadi pada populasi berpigmen ringan dan orang tua yang tinggal di daerah dengan paparan radiasi UV tinggi. Banyak orang yang akan menjadi buta, terutama di negara-negara dunia ketiga, tempat kebanyakan orang bekerja di luar rumah dan masih minim fasilitas rumah sakit yang mampu melayani operasi katarak. Penipisan lapisan ozon juga dapat menghambat daya kebal (imunitas) pada manusia, sehingga tubuh menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit, terutama untuk penduduk di daerah tropis.

Di beberapa negara ditemukan hubungan yang kuat antara peningkatan intensitas paparan radiasi UV dengan meningkatnya kasus kanker kulit jenis non-melanoma. Setiap tahun, diperkirakan antara 2-3 juta kasus kanker kulit non-melanoma telah terdiagnosa. Selain non-melanoma, sejak awal tahun 1970-an, kejadian melanoma ganas juga terus menunjukkan peningkatan secara signifikan, rata-rata 4% setiap

tahunnya di AS. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa serangan kanker melanoma berkorelasi sangat kuat dengan karakteristik genetik terutama berkaitan dengan warna kulit, gaya hidup individu dan peningkatan intensitas paparan UV.

Gambar 3. Ras berkulit putih cukup rentan terhadap

paparan radiasi UV karena kulitnya kurang terlindungi (Sumber: citizenimager.kompas.com, diunduh: 28-11-2012) b. Dampak Terhadap Lingkungan

Selain masalah kesehatan tubuh manusia, banyak bentuk kehidupan di lingkungan yang rentan terhadap peningkatan intensitas radiasi UV, termasuk tumbuhan yang biasanya menyerap CO2 dalam jumlah banyak dari atmosfer melalui proses fotosintesa. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa jika paparan radiasi UV meningkat, tumbuh-tumbuhan ternyata tidak mampu berfotosintesa dalam kecepatan yang sama. Artinya laju pengambilan CO2 dari atmosfer oleh tumbuh-tumbuhan menjadi terhambat, sehingga kadar CO2 di atmosfer akan meningkat oleh meningkatnya intensitas UV. Peningkatan intensitas UV di muka bumi dapat memicu reaksi fotokimia yang menghasilkan asap beracun sehingga kualitas udara menurun dan berbahaya bagi kesehatan.

Terhadap lingkungan, tingginya intensitas sinar UV yang mencapai bumi, dapat menurunkan produksi tanaman pangan seperti beras, jagung dan kedelai. Sedikitnya ada 200 jenis spesies tanaman telah diuji coba pada tingkat paparan UV dengan intensitas tinggi.

Page 35: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

132 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 125 – 135

Teramati sekitar 2/3 spesies tanaman menunjukkan beberapa derajad kepekaan yang lebih tinggi. Radiasi UV yang meningkat dapat membatasi pertumbuhan ukuran daun, sehingga mengurangi jumlah energi dari matahari yang dapat ditangkap tanaman. Polong, buncis, jeruk peras, melon dan kol merupakan jenis tanaman yang paling terpengaruh oleh peningkatan paparan UV. Suatu studi yang dilakukan terhadap tanaman kedelai, jenis tanaman pangan terbesar kelima di dunia, menunjukkan bahwa paparan UV yang tinggi dapat mengurangi hasil panen kedelai mulai ¼ - ½ dari kondisi panen normal.

Paparan UV terhadap tanaman pertanian telah memberikan masalah baru terhadap keamanan pangan. Departemen Pertanian Amerika Serikat telah melakukan penelitian terhadap sampel-sampel gandum dari sedikitnya tujuh negara bagian termasuk Iowa, Illionis dan Indiana yang menanam hampir setengah tanaman pangan di Amerika Serikat. Sampel-sampel gandum yang diteliti ternyata terkontaminasi oleh alfatoxin, sejenis jamur yang biasanya terdapat pada bagian atas lapisan tanah. Proses pencemaran alfatoxin itu sendiri bermula ketika biji-bijian terkena panas yang berlebihan, butir biji-bijian pecah sehingga jamur pencemar dapat masuk ke dalamnya.

Ketika para inspektur federal memeriksa hasil panen dengan paparan UV tinggi, diketahui 70% ladang-ladang di timur laut Texas mengalami gangguan alfatoxin di atas ambang batas. Sebanyak 40 perusahaan susu terpaksa membuang susu dari sapi yang makanan gandumnya terinfeksi oleh alfatoxin. Alfatoxin diketahui bersifat karsinogen yang dapat berperan sebagai penyebab kanker hati. Karena itu, kadarnya di dalam bahan makanan dibatasi dengan ketat. Jagung untuk konsumsi manusia tidak boleh mengandung alfatoxin lebih dari 20 bagian perjuta (part per million, ppm), ternak yang belum dewasa dibatasi hingga 100 ppm dan ternak yang sudah dewasa boleh hingga 300 ppm.

Persediaan pangan global ada kemungkinan dapat terganggu oleh lubang ozon. Dampak peningkatan intensitas radiasi UV di muka bumi

terhadap semua jenis tanaman pertanian, juga terhadap kaitan-kaitan penting dalam rantai makanan, memang belum sepenuhnya dimengerti. Jika penipisan lapisan ozon ternyata terus menunjukkan tingkat keparahan yang semakin serius, beberapa analis telah meramalkan dampaknya terhadap binatang ternak. Ada kekhawatiran bahwa ternak-ternak itu hanya dapat merumput pada senja hari karena paparan UV di siang hari dapat merusak mata ternak.

Penipisan lapisan ozon memberikan ancaman yang lebih besar kepada kehidupan akuatik. Biota laut seperti phytoplankton peka terhadap radiasi UV karena ukuran tubuhnya yang demikian kecil. Radiasi UV dapat menembus langsung inti sel biota ini. Ada indikasi bahwa banyak spesies plankton dapat beradaptasi terhadap paparan UV. Namun Donald Haber, peneliti dari Universitas Marburg di Jerman, menyatakan bahwa kebanyakan plankton memiliki kepekaan yang tinggi terhadap radiasi UV. Paparan UV intensitas tinggi menyebabkan beberapa jenis plankton dapat mati dalam beberapa jam.

Di laut, phytoplankton yang kecil dimakan oleh ikan-ikan yang lebih besar. Sekitar setengah jumlah protein dunia berasal dari spesies lautan, dan di negara-negara dunia ketiga, prosentasenya lebih besar lagi. Dikaitkan dengan masalah ini, penipisan lapisan ozon ternyata punya potensi untuk mengganggu persediaan pangan dan protein dunia. Phytoplankton juga memainkan peran yang menentukan dalam siklus carbon, dengan menyerap sejumlah besar CO2. Jika sebagian besar mikroorganisme laut itu mati, maka dampak rumah kaca akan meningkat.

Organisme laut jenis zooplankton dapat menenggelamkan dirinya lebih ke dalam dari permukaan air untuk menghindari paparan UV yang meningkat. Sejumlah zooplankton, termasuk udang, dapat mengatur musim pembiakannya untuk menjaga agar tidak berada di permukaan air selama musim panas dimana paparan radiasi UV dari matahari tinggi. Penyusutan 7,5% ozon di stratosfer akan mengurangi periode pembiakan udang hingga setengahnya.

Page 36: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 133

MENYELAMATKAN OZON STRATOSFER Dalam kehidupan sehari-hari, bahan yang

dapat mempengaruhi lapisan ozon di stratosfer itu dikelompokkan ke dalam bahan kimia perusak ozon atau ozone depleting substances (ODS). Meski bukan bagian esensial dari industri kimia pada umumnya, namun bahan ODS memiliki peran sangat penting terhadap berbagai jenis produk teknologi. Bahan-bahan ini beredar secara bebas dan dapat ditemukan dalam berbagai produk teknologi yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehar-hari, seperti lemari pendingin dan alat penyejuk udara.

Kerusakan lapisan ozon hanya dapat dicegah dengan cara menghentikan produksi dan pemakaian bahan-bahan ODS. Beberapa kelompok yang menentang penggunaan CFC membawa masalah lubang ozon ke media massa, simposium ilmiah, ruang rapat dewan direksi perusahaan hingga akhirnya ke gedung Kongres AS. Perundingan-perundingan antar pemerintah untuk mencapai persetujuan internasional mengenai pengurangan secara bertahap bahan-bahan ODS mulai dilakukan sejak tahun 1981. Para analis lingkungan memperkirakan, bahwa dari saat penghentian secara total penggunaan senyawa CFC, masih akan diperlukan waktu lebih dari 100 tahun untuk memulihkan kondisi lapisan ozon seperti semula.

Pada bulan Maret 1985 disahkan Konvensi Wina (The Vienna Convention) untuk perlindungan lapisan ozon. Konvensi ini mendorong dilakukannya kerjasama internasional antar pemerintah dalam riset, pengamatan yang sistematis terhadap lapisan ozon serta pemantauan produk CFC dan pertukaran informasi. Konvensi Wina telah mengumpulkan beberapa negara yang menyetujui kewajiban umum untuk mengendalikan gas-gas CFC, tetapi belum mengambil tindakan nyata. Amerika Serikat, Canada, dan beberapa negara Eropa menghendaki pelarangan penggunaan CFC dalam tabung aerosol, namun kebanyakan negara Eropa menginginkan pengurangan penggunaan aerosol dan pembatasan produksi dalam masa-masa berikutnya.

Bersamaan dengan semakin banyaknya bukti-bukti ilmiah pengaruh merusak CFC terhadap lapisan ozon, jadwal untuk mengatur peredaran CFC pun mulai disusun. Sebagai kelanjutan dari Konvensi Wina tahun 1985, para diplomat dari beberapa negara bersepakat dengan pertemuan lanjutan di Montreal, Canada, dan menghasilkan dokumen yang dikenal sebagai Protokol Montreal yang diratifikasi tahun 1987. Protokol ini menekankan perlunya pengurangan produksi dan konsumsi CFC. Dari pertemuan Montreal disepakati untuk mengurangi sampai 50% produksi CFC bagi negara maju hingga akhir tahun 1995 dan penurunan 85% pada akhir tahun 1997.

Di kalangan negara-negara maju, pada akhir tahun 2000 diharapkan semua bentuk penggunaan CFC sudah bisa digantikan bahan lain yang bersifat non-ODS. Sedang bagi negara berkembang, batas akhir penggunaan CFC diberi tenggang waktu hingga menjelang akhir tahun 2007. Protokol ini mempunyai jangkauan global dan mempunyai pengaturan pembagian beban biaya antara negara-negara industri yang dikatagorikan kaya dan negara-negara berkembang yang dikatagorikan miskin. Protokol juga mengantisipasi perlunya tinjauan berkala manakala ada informasi baru tentang kondisi atmosfer.

Pada masa perdebatan tentang Protokol Montreal, para juru bicara industri kimia yang memproduksi CFC mengatakan bahwa akan sia-sia mengharapkan adanya pengganti CFC dalam waktu dekat. Namun ada berita gembira bahwa bahan kimia pengganti untuk sebagian besar penggunaan senyawa CFC mulai ditemukan dalam waktu-waktu tidak lama setelah ratifikasi Protokol Montreal. Bahan-bahan tersebut mulai dikembangkan lebih cepat dari pada yang diramalkan oleh kelompok industri produsen CFC. Selain itu, ketentuan dalam Protokol Montreal mensyaratkan agar bahan pengganti CFC akan disebarluaskan ke negara-negara berkembang, sehingga protokol itu menjamin bahwa teknologi ini akan tersebar dengan cepat.

Page 37: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

134 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 125 – 135

Protokol Montrael itu akhirnya ditulis Worldwatch Institute dalam Sutvey State of the World 1988 sebagai isyarat bahwa masyarakat internasional mampu bekerjasama apabila menghadapi ancaman bersama. Setelah pengesahan Protokol Montreal, ada beberapa perundingan lagi yang disepakati, seperti : London Amandement (tahun 1990), Copenhagen Amandement (tahan 1992), Vienna Amandement (tahun 1995), Montreal Amandement (tahun 1997), dan Beijing Amandement (tahun 1999). Tujuan dari semua kesepakatan itu adalah untuk merevisi dan menyempurnakan peraturan sebelumnya. Pada tahun 1986, konsumsi total CFC di seluruh dunia mencapai 1,1 juta ton, namun setelah diberlakukannya Protokol Montreal tahun 1998, konsumsinya turun menjadi sekitar 156.000 ton. Jika Protokol Montreal benar-benar dilaksanakan, maka perlahan-lahan lapisan ozon akan kembali normal pada tahun 2050 kelak.

Para pengamat lingkungan memprediksi, tanpa diberlakukan Protokol Montreal, penipisan lapisan ozon akan mencapai 50% di belahan Bumi Utara dan 70% di belahan Bumi Selatan pada tahun 2050, dan levelnya 10 kali lebih buruk dibanding level tahun 2000-an. Sebagai akibatnya, intensitas sinar UV yang sampai ke permukaan bumi mencapai dua kali lipat di belahan Bumi Utara dan empat kali lipat di belahan Bumi Selatan. Peningkatan intensitas sinar UV tadi tentu akan dibarengi dengan meningkatnya serangan kanker kulit dan katarak pada penduduk bumi. Apabila lapisan ozon susut hingga 20% saja, dua jam dalam paparan sinar matahari akan melepuhkan kulit manusia yang tidak terlindungi.

Environmental Policy Institute dalam sebuah laporannya yang dirilis tahun 1988 menyimpulkan bahwa hanya suatu penghentian cepat dan total dari semua bahan ODS dapat mulai mengurangi penipisan lapisan ozon dalam beberapa dasawarsa berikutnya. Total senyawa perusak ozon yang dikontrol oleh Protokol Montreal sebanyak 96 jenis. Meski masih banyak tantangan untuk membebaskan dunia dari CFC

dan senyawa-senyawa kimia terkait lainnya, sebuah langkah keberhasilan mulai tampak. Masalah mendasar yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan mekanisme yang dapat mendorong upaya tingkat dunia untuk mengembangkan teknologi pengganti terhadap teknologi-teknologi berbahaya yang saat ini masih banyak dipakai di seluruh dunia.

Industri pembuat CFC dunia kini telah mengembangkan produk-produk pengganti yang lebih ramah terhadap lingkungan. Di lain fihak, industri-industri pemakai CFC pun telah mengembangkan teknologi baru untuk lemari pendingin dan penyejuk udara untuk mobil. Beberapa perusahaan telah mengurangi atau menghapus sama sekali jumlah busa yang dipakai dalam kemasan makanan.

Gambar 4. Diperlukan kerjasama internasional untuk

menyelamatkan lapisan ozon stratosfer (Sumber: news.bbc.co.uk, diunduh: 28-11-2012)

Pengganti CFC yang dinominasikan dan

mulai dilirik adalah hydrofluorocarbon (HFC) yang tidak mengandung Cl. Namun meski HFC ini aman bagi lapisan ozon, ancaman lingkungan hidup yang lain terhadap atmosfer bumi masih tetap ada, yaitu berupa pemanasan global atau efek rumah kaca. Karena itu, HFC pun akhirnya terdesak oleh hydrocarbon (HC). Butana dan propana disarankan untuk digunakan pada alat-alat pendingin. Sebagai pengganti di masa peralihan, senyawa HC inilah yang dianggap layak untuk dijadikan alternatif di sejumlah negara di Eropa, Cina, India, Argentina, Costa

Page 38: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

IPTEK ILMIAH POPULER

Menyelamatkan lapisan ozon untuk keselamatan kehidupan manusia dari … (H. Sofyan dan M. Akhadi) 135

Rica dan Ghana. Selain bebas dari potensi merusak ozon, HC juga bukan merupakan gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global, namun kedua senyawa ini sangat mudah terbakar sehingga mengkhawatirkan dari segi keamanannya. PENUTUP

Penipisan ozon di lapisan stratosfer akan diikuti dengan melemahnya daya serap ozon terhadap radiasi UV dari matahari. Karena itu, intensitas radiasi UV yang sampai ke permukaan bumi akan semakin besar dari kondisi alamiah yang telah berlangsung sejak jutaan tahun silam. Berbagai dampak negatif dapat muncul dari peningkatan paparan radiasi UV tersebut, mulai dari dampak kesehatan terhadap tubuh manusia sampai ke gangguan suplai pangan bagi penduduk bumi. Peningkatan intensitas radiasi UV juga dapat berinteraksi dengan polutan udara lokal di kota-kota padat industri dan lalulintas. Peristiwa ini akan memicu peningkatan jumlah kabut bercampur asap di muka bumi yang berdampak buruk bagi kesehatan.

Pencarian senyawa baru yang dapat dengan cepat menggantikan peran CFC menjadi tantangan baru untuk menyelamatkan kehidupan penduduk bumi. Karena ada peningkatan permintaan terhadap pendingin ruangan, lemari pendingin, dan semua penggunaan penting lainnya bagi kelompok bahan kimia ini, maka langkah-langkah pencarian pengganti CFC akan memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan yang dapat dengan cepat menghasilkannya.

Banyak isu terkait dengan masalah lubang ozon, mulai dari isu politik, ekonomi dan lingkungan. Juga ada banyak sektor kehidupan yang akan terlibat di dalamnya, antara lain industri, perdagangan, bangunan, transportasi, rumah tangga, pertanian dan perikanan. Karena itu, penyelamatan ozon stratosfer perlu partisipasi penuh dari banyak fihak yang berkepentingan dan instansi terkait, meliputi dunia usaha dan masyarakat luas untuk mencapai target yang diinginkan. Bagaimanapun, kemunculan lubang

ozon akan mengancam seluruh penduduk bumi, dan penyelamatannyapun harus melibatkan komunitas internasional. Perlindungan lapisan ozon merupakan agenda lingkungan hidup global yang memerlukan koordinasi antar negara. DAFTAR PUSTAKA BURNIE, D., Bengkel Ilmu Ekologi (alih bahasa:

Damaring Tyas Wulandari, S.Si), Penerbit Erlangga, Jakarta (2005).

ACHMAD, R., Kimia Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta 55281 (2004).

HUNTER, BT., Udara dan Kesehatan Anda, Udara Bersih Sangat Penting Bagi Kesehatan Anda, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta (2006).

AUSTIN, GT., Industri Proses Kimia, Jilid I, edisi kelima (alih bahasa : Ir. E. Jasjfi, M.Sc), Penerbit Erlangga, Jakarta (2006).

BROWN, LR, dkk (penyunting), Dunia Penuh Ancaman 1987, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta (1987).

FRIEDMAN,TL., Hot, Flat and Crowded, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (2009).

McKIBBER, B., Berakhirnya Alam (Penerjemah : Sri Kusdyantinah Sb.), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta (1991).

GORE, A., Bumi dalam Keseimbangan (terjemahan oleh Hira Jhamtani), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1994.

ABDULLA, FR., Tanning and Skin Cancer, Pediatric Dermatology, 22(6), 2005, pp. 301-312.

STAPLES, MP., et.al., Non-melanoma Skin Cancer in Australia : the 2002 National Survey and Trends since 1985, The Medical Journal of Australia, 184(1), pp. 6-10, 2006.

DENIS, JA., Non-Ionizing Issues, Radiation Protection Dosimetry, Vol. 72 (1997), pp. 3-4.

AMERICAN CANCER SOCIETY, Australian Struggles with Skin Cancer (http://www.cancer.org), diakses: 21 Agustus 2010.

CENTRE FOR DISEASE CONTROL AND PREVENTION, Skin cancer Rates by Race and Etmicity (http://www. cdc,gov/cancer/skin/statistics /race.htm), diakses : 21 Agustus 2010.

NATIONAL RADIOLOGICAL PROTECTION BOARD, Annual Report 1994-1995, NRPB, England, 1996.

ELSON, AA. and TSOA, H., Melanoma and Genetics, Clinics in Dermatology, 27, pp. 46-52.

REICHRATH, J., Dermatologic Management, Sun Avoidance and Vitamin D Status in Organ Transplant Recipients (OTR), Journal of Photochemistry and Photobioligy B : Biology, Article in Press, 2010.

Page 39: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

136 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 136 – 145

PROGRAM MENJAGA MUTU PELAYANAN

PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI

DALAM KEGIATAN PEMANFAATAN

TENAGA NUKLIR

Suhaedi Muhammad • Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070

[email protected] Rr. Djarwanti, RPS • Bidang Keselamatan, PRR-BATAN – BATAN

Kawasan PUSPIPTEK, Serpong Tangsel • [email protected] PENDAHULUAN Pembaca yang budiman, dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan para pekerja radiasi, masyarakat maupun lingkungan, maka pemegang izin (PI) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi Dan Keselamatan Radiasi Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir harus membuat dan menerapkan program pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi di lingkungan institusi yang dipimpinnya. Selanjutnya untuk memantau sejauhmana kualitas pelaksanaan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi apakah sudah bisa memberikan kepuasan bagi para pengguna ataukah belum, maka pihak PI harus menerapkan program menjaga mutu pelayanan tersebut. Pada kesempatan ini akan dibahas secara lebih mendalam apa dan bagaimana program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. JENIS LAYANAN PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI Guna mewujudkan dan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan para pekerja

radiasi, masyarakat maupun lingkungan, maka pemegang izin (PI) dapat menerapkan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang di dalamnya meliputi : 1. Penyediaan perlengkapan proteksi radiasi

personil. 2. Menyediakan peralatan pemantauan dan

peralatan protektif radiasi 3. Penyediaan alat pemantauan dosis radiasi

personil (TLD-badge dan/atau pocket dosimeter).

4. Pemantauan dosis radiasi personil (baik eksterna maupun interna).

5. Pemantauan laju paparan radiasi di daerah kerja.

6. Pemantauan kontaminasi permukaan di daerah kerja.

7. Pemantauan kontaminasi udara di daerah kerja.

8. Dekontaminasi daerah kerja. 9. Dekontaminasi personil. 10. Penanganan limbah radioaktif Semua jenis pelayanan di atas harus diupayakan semaksimal mungkin oleh PI beserta semua jajaran yang mendukung kegiatan pelayanan tersebut.

Page 40: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.. (S. Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS) 137

INDIKATOR KEBERHASILAN PELAYANAN Guna mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, maka PI harus membuat indikator-indikator untuk keberhasilan layanan tersebut. Indikator-indikator keberhasilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi secara lengkap diberikan pada Tabel 1. PENGERTIAN PROGRAM MENJAGA MUTU

Pembaca yang budiman, sebelum lebih jauh kita membahas masalah program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, terlebih dahulu kita harus memahami apa yang dinamakan program menjaga mutu itu sendiri.

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam

menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah tersebut sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi tersebut. TUJUAN PROGRAM MENJAGA MUTU

Pembaca yang budiman, perlu diketahui bahwa program menjaga mutu itu memiliki tujuan yang dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu tujuan antara dan tujuan akhir. 1. Tujuan Antara yang ingin dicapai oleh

program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu sudah berhasil ditetapkan

Tabel 1. Tolok ukur keberhasilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi

No. Jenis Pelayanan Tolok Ukur Keberhasilan 01. Penyediaan perlengkapan proteksi radiasi

personil. Tersedianya perlengkapan proteksi radiasi personil yang dibutuhkan oleh pekerja radiasi secara lengkap dan benar.

02. Penyediaan peralatan pemantauan dan peralatan protektif radiasi

Tersedianya peralatan pemantauan dan peralatan proteksi radiasi yang dibutuhkan oleh secara lengkap dan benar sesuai dengan potensi daerah kerja yang ada.

03. Penyediaan alat pemantauan dosis radiasi personil (TLD-badge dan/atau pocket dosimeter).

Tersedianya alat pemantauan dosis radiasi personil (TLD-badge dan/atau pocket dosimeter) dengan jenis dan jumlah sesuai yang dibutuhkan.

04. Pemantauan dosis radiasi personil (baik eksterna maupun interna).

Terselenggaranya pelaksanaan pemantauan dosis radiasi personil (baik eksterna maupun interna) sesuai dengan jadwal dan jumlah pekerja radiasi yang ada.

05. Pemantauan laju paparan radiasi di daerah kerja. Terpantaunya potensi paparan radiasi di daerah kerja sehingga dapat diketahui tindakan proteksi radiasi yang dibutuhkan.

06. Pemantauan kontaminasi permukaan di daerah kerja.

Terpantaunya potensi kontaminasi permukaan di daerah kerja sehingga dapat diketahui tindakan proteksi radiasi yang dibutuhkan.

07. Pemantauan kontaminasi udara di daerah kerja. Terpantaunya potensi kontaminasi udara di daerah kerja sehingga dapat diketahui tindakan proteksi radiasi yang dibutuhkan.

08. Dekontaminasi daerah kerja Terkontrolnya pelaksanaan dekontaminasi daerah kerja sehingga kondisinya kembali aman.

09. Dekontaminasi personil Terkontrolnya pelaksanaan dekontaminasi personil sehingga kondisi yang bersangkutan kembali aman.

10. Penanganan limbah radioaktif Teridentifikasi dan tertanganinya limbah radioaktif yang ada sehingga tidak menimbulkan dampak radiologi baik untuk pekerja radiasi maupun lingkungan.

Page 41: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

138 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 136 – 145

terlebih dahulu. 2. Tujuan Akhir yang ingin dicapai oleh program

menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah makin meningkatnya mutu pelayanan tersebut. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini bisa dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu sudah berhasil diatasi.

MANFAAT PROGRAM MENJAGA MUTU

Jika PI dalam melakukan kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir menerapkan program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, maka akan banyak manfaat yang bisa diperolehnya. Secara umum manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan porgram menjaga mutu tersebut adalah : 1. Dapat lebih meningkatkan efektifitas

pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat kaitannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah tersebut telah dilakukan secara benar.

2. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat kaitannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang dibawah standar. Dengan upaya ini timbulnya biaya tambahan karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.

3. Dapat lebih meningkatkan penerimaan para pekerja radiasi terhadap pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Peningkatan penerimaan ini erat kaitannya dengan telah sesuainya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang telah ditetapkan oleh PI sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pekerja radiasi sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan

ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan pekerja radiasi secara keseluruhan.

4. Dapat melindungi pelaksana pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi (PI dan PPR) dari kemungkinan munculnya gugatan hukum. Sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, semakin tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula termasuk di dalamnya para pekerja radiasi dan masyarakat. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari pekerja radiasi dan masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan oleh PI kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan maka dapat diharapkan terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan tersebut.

SYARAT PROGRAM MENJAGA MUTU

Ada beberapa persyaratan penting yang harus diperhatikan oleh PI untuk menerapkan program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, yaitu : 1. Bersifat khas.

Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi harus bersifat khas, dalam arti jelas sasarannya, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja (fokus pada masalah proteksi dan keselamatan radiasi). Dengan adanya persyaratan ini, maka jelaslah untuk dapat

Page 42: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.. (S. Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS) 139

melakukan program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang baik terlebih dahulu harus disusun rencana kerja program menjaga mutu.

2. Mampu melaporkan setiap penyimpangan. Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik pula.

3. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.

4. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Syarat keempat yang harus dipenuhi oleh program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi (institusi yang melakukan kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir). Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.

5. Mudah dilaksanakan. Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan tersebut (PI dan PPR) .

6. Mudah dimengerti

Syarat keenam yang harus dipenuhi oleh program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.

PELAYANAN PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI YANG BERMUTU

Pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu adalah pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan tersebut sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan.

Menyelenggarakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang sesuai dengan standar dan kode etik meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggara-kan setiap kegiatan proteksi dan keselamatan radiasi.

Secara umum dimensi kepuasan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dapat dibedakan atas dua macam: 1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan

standar dan kode etik. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik dapat memuaskan pengguna pelayanan tersebut (khususnya pekerja radiasi). Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik yang baik saja.

Page 43: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

140 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 136 – 145

Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pekerja radiasi mengenai: a. Hubungan pekerja radiasi dengan petugas

proteksi radiasi. b. Kenyamanan pelayanan. c. Kebebasan melakukan pilihan. d. Pengetahuan dan kompetensi teknis

(Scientific knowledge and technical skill). e. Efektifitas pelayanan (Effectives). f. Keamanan tindakan (Safety).

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan

semua persyaratan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Suatu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan tersebut dapat memuaskan pengguna layanan tersebut. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai • ketersediaan pelayanan (Available), • kewajaran pelayanan (Appropriate), • kesinambungan pelayanan (Continue), • penerimaan pelayanan (Acceptable), • ketercapaian pelayanan (Accessible), • keterjangkauan pelayanan (Affordable), • efesiensi pelayanan (Efficient) dan • mutu pelayanan (Quality).

UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN

Mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan PPR terhadap pekerja radiasi, dalam arti perubahan derajat keselamatan

dan kesehatan serta kepuasan baik positif maupun sebaliknya.

Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Oleh karena itu sangat jelas bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan itu ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan. Unsur masukan

Unsur masukan (input) pada pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of personnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka akan sangat sulit mewujudkan adanya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu. Unsur lingkungan

Yang dimaksud dengan unsur lingkungan di sini adalah kebijakan, organisasi dan manajemen. Apabila kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka akan sangat sulit mewujudkan adanya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu . Unsur proses

Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah tindakan proteksi dan keselamatan radiasi serta tindakan lainnya. Apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka maka akan sangat sulit mewujudkan adanya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu. STANDAR

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi tidak dapat dipisahkan

Page 44: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.. (S. Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS) 141

dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah, menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi tersebut. Sebenarnya pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya: 1. Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan

untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

2. Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.

3. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas

sekalipun rumusannya berbeda, namun pada dasarnya terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diharapkan. Oleh karena itu tingkat ideal tersebut tidak boleh disusun terlalu kaku, namun dalam batasan minimal dan maksimal. Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu (PPR) agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka harus dibuat sebuah protokol. Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) di sini adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan. Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram

menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan : 1. Standar persyaratan minimal

Adalah standar yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, yang dibedakan dalam : a. Standar masukan

Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/ spesifikasi tenaga pelaksana, sarana, peralatan dan dana.

b. Standar lingkungan Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan agar dapat menyelenggarakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen, yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.

c. Standar proses Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, yakni tindakan proteksi dan keselamatan radiasi dan tindakan lainnya (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.

2. Standar penampilan minimal

Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang masih dapat diterima di lingkungan pekerja radiasi. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance).

Page 45: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

142 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 136 – 145

Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diselenggarakan oleh PI masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan, maka perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki pihak manejemen, oleh karena itu sangat perlu disusun prioritas. INDIKATOR

Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan, maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan. Makin sesuai pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diukur dengan indikator, maka akan makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan. Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi : 1. Indikator persyaratan minimal

Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diselenggarakan oleh PI.

2. Indikator penampilan minimal Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diselenggarakan tidak bermutu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas sangat mudah dipahami bahwa apabila yang ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi (sebagai sebuah akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).

KRITERIA

Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi suatu fasilitas yang melakukan kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran. JENIS PROGRAM MENJAGA MUTU PELAYANAN Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)

Program menjaga mutu prospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi diselenggarakan. Untuk program jenis ini, perhatian utama lebih ditujukan pada aspek masukan serta aspek lingkungan. Guna mewujudkan terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, harus diupayakan semaksimal mungkin dukungan aspek masukan dan aspek lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Terkait dengan program menjaga mutu prospektif, ada beberapa yang penting diantaranya adalah : a. Standarisasi (standardization)

Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang bermutu, maka PI terlebih dahulu harus menetapkan standar pelayanan. Pelayanan

Page 46: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.. (S. Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS) 143

proteksi dan keselamatan radiasi akan diberlakukan jika ada landasan legal dalam bentuk keputusan dari pihak PI. Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi maka akan terhindar dari upaya-upaya pelayanan yang tidak memenuhi syarat. b. Perizinan (licensure)

Sekalipun standarisasi pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi telah tersedia bukan berarti mutu pelayanan tersebut selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang senantiasa harus diperbaharui secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi hanya diberikan kepada institusi yang melakukan kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.

Adapun pengertian lisensi di sini adalah proses administasi yang dilakukan oleh badan pengawas (BAPETEN) berupa surat izin pemanfaatan zat radioaktif dan/atau sumber radiasi yang diberikan kepada pemegang izin yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Lisensi mempunyai tujuan umum yaitu melindungi para pekerja radiasi dari pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diterimanya. Sedangkan tujuan khususnya adalah memberi kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. c. Sertifikasi (Certification)

Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi yang melakukan kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir yang telah benar-benar memenuhi persyaratan. d. Akreditasi (accreditation)

Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang jauh lebih tinggi. Umumnya akreditasi dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi pemegang izin dan atau tenaga pelaksana

yang menyelenggarakan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.

Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka Program Menjaga Mutu Konkuren

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren di sini adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan proteksi dan keselamatan radiasi dan tindakan lain yang dilakukan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur proses, yakni menilai tindakan proteksi dan keselamatan radiasi dan tindakan lain yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dan tindakan lain yang diselenggarakan dipandang kurang bermutu.

Program menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit untuk dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena adanya faktor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dan tindakan lain tersebut dilaksanakan oleh sebuah tim (team work).

Mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Oleh karena itu sangat jelas

Page 47: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

144 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 136 – 145

bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan. Program Menjaga Mutu Retrospektif

Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai penampilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi yang diselenggarakan kurang bermutu.

Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi, atau pandangan pemakai jasa pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi. Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif adalah: 1. Review rekam pelayanan (record review)

Penampilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam pelayanan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, review rekam pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu : • Review hasil pelayanan penyediaan

perlengkapan proteksi radiasi personil. • Review hasil pelayanan penyediaan

peralatan pemantauan dan peralatan protektif radiasi.

• Review hasil pemantauan laju paparan radiasi di daerah kerja.

• Review hasil pemantauan tingkat kontaminasi permukaan di daerah kerja.

• Review hasil pemantauan tingkat kontaminasi udara di daerah kerja.

• Review hasil pemantauan penerimaan dosis radiasi personil.

• Review hasil pemantauan tingkat kontaminasi permukaan di daerah kerja.

• Review hasil pengelolaan limbah radioaktif.

• Review hasil penanganan dekontaminasi personil.

• Review hasil penanganan dekontaminasi daerah kerja.

Review pada dasarnya merupakan penilaian

terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan melalui catatan-catatan. Penilaian pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan. 2. Survai klien (client survey)

Disini penampilan pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan tersebut (pekerja radiasi maupun masyarakat). Survei klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan tersebut, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang secara khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. PENUTUP

Dengan menerapkan program menjaga mutu, maka pihak PI dapat mengetahui sejauhmana kualitas pelayanan proteksi dan keselamatan radisi yang diselenggarakan yang pada khirnya akan dapat meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan baik untuk pekerja radiasi, masyarakat maupun lingkungan.

Pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi hanya

Page 48: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Program menjaga mutu pelayanan proteksi dan keselamatan radiasi.. (S. Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS) 145

akan berjalan dengan baik dan optimal apabila didukung oleh kebijakan manajemen yang kuat, anggaran yang memadai, sumber daya manusia yang handal serta sarana dan peralatan yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA AZWAR, A. Pelayanan Kesehatan yang bermutu dalam

Program Menjaga Mutu Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1996.

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, “Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi Dan Keselamatan Radiasi Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir “, Jakarta, 2013.

GILLEY, JERRY W. & EGGLAND, STEVEN A., Principles of Human Resource Development, Addison-Wesley Publishing Company Inc., Masachusetts, 1989.

http://ajenggunawan-ajengweel.blogspot.com/2012/04/ pprogram-menjaga-mutu-layanan-kebidanan.html.

http://endahpurnasari.blogspot.com/2010/08/faktor-yang-mempengaruhi-mutu-pelayanan.html.

http://fiinamhdadth.blogspot.com/2013/01/program-menjaga-mutu.html.

http://ninikandriyani.blogspot.com/p/bentuk-program-menjaga-mutu.html.

http://ririendwie.blogspot.com/2011/10/program-menjaga-mutu.html

ILYAS, E. Dasar-Dasar Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2000, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2005.

POHAN, I., Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta, 2007.

SATRIANEGARA, M. FAIS. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika, 2009.

SEKRETARIAT NEGARA, “Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion Dan Keamanan Sumber Radioaktif “, Jakarta, 2007.

SUYUDI A, Pengendalian Mutu, Simposium Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Di Rumah sakit, Jogyakarta, 1995,

TJIPTONO, F, Service Quality and Satisfaction, Andi Offset, Yogyakarta, 2005.

WIJONO, D, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya, 1999.

Page 49: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

146 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 146 – 152

OPTIMASI PELAKSANAAN AUDIT INTERNAL

SMK3 BERDASARKAN SB 006 OHSAS 18001:2008

DI BATAN

Farida Tusafariah • Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070

[email protected] W. Prasuad • Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju – BATAN

Kawasan Puspiptek Serpong - Banten • [email protected]

PENDAHULUAN

Pada butir 5.6 Standar BATAN SB006 OHSAS 18001:2008 Tahun 2008 tentang pedoman persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebutkan bahwa setiap unit kerja yang telah mengimplementasikan standar ini harus memastikan bahwa audit internal dilakukan pada selang waktu tertentu. Audit internal merupakan kewajiban unit kerja untuk memastikan bahwa pelaksanaan SMK3 telah diimplementasikan berdasarkan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku.

Audit internal sistem manajemen digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja dan efektivitas SMK3 unit kerja. Audit internal dilaksanakan oleh tim audit internal yang ditetapkan oleh Kepala Unit Kerja untuk mengetahui bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.

Pelaksanaan audit didasarkan pada program audit internal yang sudah direncanakan, ditetapkan dan dipelihara oleh unit kerja berdasarkan hasil penilaian risiko dari aktivitas operasional, hasil audit, hasil kaji ulang manajemen sebelumnnya. Hasil penilaian risiko menjadi dasar dalam menentukan frekuensi

pelaksanaan audit internal pada sebagian aktivitas operasional unit kerja, daerah kerja, fungsi atau bagian dari organisasi yang memerlukan perhatian terkait risiko K3 dan Kebijakan K3 Unit Kerja.

Pelaksanaan audit internal mencakup seluruh area dan lingkup penerapan SMK3 unit kerja. Frekuensi dan lingkup audit internal juga berkaitan dengan kegagalan penerapan beberapa butir atau klausul dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, ketersedian data rekaman kinerja penerapan SMK3, hasil tinjauan manajemen dan perubahan-perubahan dalam manajemen unit kerja. Pelaksanaan audit internal secara umum dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam kurun waktu satu tahun dari audit internal sebelumnya. Berdasarkan pengalaman sebagai auditor SMK3 di BATAN, masih ditemukan kurangnya optimasi dalam melaksanakan audit internal SMK3 di unit kerja.

Pada kajian ini diusulkan materi audit internal SMK3 secara komprehensif yang dapat memenuhi persyaratan pelaksanaan audit internal sesuai perencanaan pelaksanaan pemantauan dan perbaikan SMK3 unit kerja beserta dokumen dan formulir turunannya serta metode penyelesaiannya, sehingga pelaksanaan audit internal SMK3 di unit kerja dapat berjalan secara

Page 50: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 … (F. Tusafariah dan W. Prasuad) 147

effektif dan mampu menghindari temuan berulang dalam pelaksanaan audit yang dilakukan oleh pihak eksternal.

Untuk efektifitas pelaksanaan audit internal serta mencegah terjadinya temuan berulang, maka pada kajian ini diusulkan penyelesaian secara tuntas terhadap hasil kaji ulang manajamen SMK3 yang melingkupi evaluasi sasaran K3, hasil audit sebelumnya serta tindak lanjut tindakan perbaikan tahun berjalan (tahun N) dan strategi penyusunan program SMK3 (tahun N+1).

Tata cara penulisan pada makalah ini mengacu pada standar BATAN SB006 OHSAS 18001:2008 tentang persyaratan SMK3 serta Panduan Induk PTKMR BATAN. Untuk mendapatkan efektifitas pelaksanaan audit internal, maka tahapan disusun secara sistematik dimulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan, penetapan, sampai tahap penyelesaian ketidaksesuaian serta laporan pelaksanaan. Untuk optimasi hasil pelaksanaannya, maka akan dibahas pengetahuan dalam mengelola dan melakukan audit SMK3 untuk mendapatkan akar permasalahan ketidaksesuaian serta tindakan perbaikan yang optimal. Dengan hasil audit yang optimal, diharapkan akan mengurangi temuan berulang dalam pelaksanaan audit internal maupun eksternal, serta memudahkan unit kerja dalam melakukan tindakan perbaikan berkelanjutan. PELAKSANAAN AUDIT INTERNAL

Pengelolaan sistem manajemen keselamatan didasarkan pada konsep PDCA (plan-do-check-act) pada seluruh tahapan kegiatannya. Konsep ini seperti digambarkan pada Gambar 1 sebagai model siklus closed loop sebagai tindakan peningkatan berkelanjutan.

Untuk dapat melaksanaan model pada Gambar 1, maka perlu dibuat tahapan pelaksanaan audit internal yang dilakukan di unit kerja dilaksanakan berdasarkan tahapan berikut; • persyaratan; • tugas dan kewenangan; • persiapan administratif dan teknis; • pelaksanaan audit;

• penyampaian hasil audit/laporan hasil audit internal;

• penyusunan status log audit internal laporan eksekutif

Gambar 1. Model siklus closed loop tindakan peningkatan

bekelanjutan

a. Persyaratan Personel yang dapat melakukan audit internal SMK3 adalah yang telah memperoleh pelatihan implementasi SMK3 dan auditor internal,yang dibuktikan dengan adanya sertifikat pelatihan, sekurang kurangnya setifikat diterbitkan oleh Pusat Standardisasi Mutu Nuklir - BATAN. Selain persyaran administratif, auditor juga harus mampu menggali ketidaksesuaian antara impelementasi SMK3 auditi dengan persyaratan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengalaman melakukan audit. Hal yang lebih diutamakan calon auditor, sekurang kurangnya dapat memenuhi kreteria: • bersikap sopan; • tidak bersifat mencari kesalahan; • memiliki semangat memperbaiki; • tidak keluar dari lingkup yang ada pada

klausul SB006 OHSAS 18001:2008; • telah mengikuti pelatihan sebagai auditor

b. Tugas dan kewenangan

Komposisi tim audit internal sekurang-kurangnya terdiri dari satu orang personel sebagai auditor kepala dan beberapa auditor.

Page 51: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

148 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 146 – 152

Auditor dipilih dari yang berpengalaman dan memenuhi persyaratan yang ditentukan, dan auditor dengan jumlahnya ditentukan sesuai bidang/bagian yang akan diaudit.

Tugas auditor kepala adalah menanyakan tentang kebijakan kepada top manajemen dan wakil manajemen untuk SMK3, membuat status log audit internal serta memantau secara keseluruhan pelaksanaan audit internal. Auditor bertugas untuk melihat kesesuaian penerapan SMK3 di bidang/bagian sesuai daftar periksa yang sudah dipersiapkan.

Untuk menjaga independensi pelaksanaan audit internal, maka auditor tidak boleh mengaudit bidang/ bagian tempat auditor berasal atau harus di silang dengan auditor yang berasal dari bidang/bagian lain. Untuk pembelajaran disarankan mengikutkan auditor magang sebagai pembelajaran sesuai kompetensinya. c. Persiapan administratif dan dokumen

teknis Untuk melaksanakan audit internal SMK3

di unit kerja, maka perlu dilakukan persiapan administratif, teknis dokumen dan materi audit internal. Persyaratan adminstratif merupakan tahapan awal yang harus dilakukan. Penetapan hari “H” pelaksanaan audit sudah tetapkan pada saat dilakukan kaji ulang manajemen tahunn-1. Setiap tahapan terkait dengan kelengkapan administratif dan dokumen teknis yang perlu disiapkan baik diawal tahun maupun mendekati waktu pelaksanaan audit internal ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Mengenai waktu (H) pada tahap pelaksanaan, dapat disesuaikan jika auditi berhalangan dan dapat menggunakan menyampaikan kepada auditor kepala. Untuk pelaksanaan audit internal, maka harus disusun daftar periksa audit internal. Pada Tabel 3, disampaikan daftar periksa audit internal SB-006: OHSAS 18001:2008. d. Pelaksanaan dan pelaporan

Pelaksanaan audit internal dilaksanakan sesuai agenda pada Tabel 1. Pelaksanaan audit

dihadiri oleh Ka.Unit Kerja, Esselon-III, UJM, Subbid KK dan personel yang ditugaskan untuk pendampingan selama proses berlangsung serta tim audit.

Tabel 1. Daftar kelengkapan administratif pelaksanaan audit internal

No Nama Dokumen Dipersiapkan oleh Waktu (H)

1. Jadual Pelaksanaan Audit Internal

Wakil manajemen K3/ UJM/Esselon-III

Awal Tahun

2. Undangan pelaksanaan

Wakil manajemen K3/UJM/TU

H-30

3. Formulir daftar hadir

Wakil manajemen K3/UJM

H-30

4. Memo penundaan (pelaksanaan atau perbaikan)

Auditi H-15

5. Surat tugas audit internal

Kepala Pusat, Bagian Tata Usaha/UJM

H-30

6. Undangan rapat persiapan tim audit internal

Kepala Pusat, Bagian Tata Usaha

H-15

7. Undangan Penutupan dan penyampaian hasil audit internal

Kepala Pusat, Bagian Tata Usaha

Sesuai waktu yang

disepakati

Tabel 2. Daftar kelengkapan dokumen teknis pelaksanaan audit internal

No Nama Dokumen Dipersiapkan oleh Waktu (H)

1. SOP Audit Internal Unit Kerja

Wakil manajemen untuk SMK3/UJM Validasi oleh Kepala Unit Kerja

Revisi terahir

2. Program audit internal tahun berjalan

Wakil manajemen untuk SMK3 Validasi oleh Kepala Unit Kerja

Awal Tahun

3. Formulir ketidaksesuaian,perbaikan dan pencegahan

Wakil manajemen untuk SMK3 Kasubbid KKPR/ sesuai kebijakan unit kerja

Revisi terakhit

4. Formulir Program audit internal (untuk auditi)

Wakil manajemen untuk SMK3 Kasubbid KKPR/ sesuai kebijakan unit kerja

H-30

5. Undangan Persiapan Tim Audit Internal

Wakil manajemen untuk SMK3 Kasubbid KKPR/ sesuai kebijakan unit kerja

H-7

Page 52: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 … (F. Tusafariah dan W. Prasuad) 149

Tabel 3. Daftar periksa audit internal SB006:OHSAS 18001:2008 pada audit internal

No Klausul

dan butir

Tentang

1. 4.1 - Umum 2. 4.2;

4.2.1 - Komitmen dan Kebijakan

3. 4.2.2.1. 4.2.2.2

- Tinjauan awal K3; - HIRADC; pemenuhan peraturan; sumber daya.

- Perencanaan pengembangan berdasarkan hasil tahunn-1

4. 4.2.3 - Kebijakan K3 5. 4.3.1 - Perencanaan K3 tahun berjalan,

berisikan tujuan, sasaran,indikator, HIRADC, peraturan perundangan terbaru.

6. 4. 3.2 -Teknis dan dokumentasi HIRADC tahun berjalan

7. 4.3.3 - Peraturan perundangan dan persyaratan lainnya (peraturan yang digunakan sesuai dengan kegiatan tahun berjalan);

- Melakukan sosialisasi terhadap peraturan terbaru.

8. 4.3.1; 4.3.4; 4.3.5; 4.3.6;

-Rekaman terhadap 4.3.1; -Gap analysis; -Capaian (%); -Program K3.

9. 4.4; 4.1; 4.4.4.1; 4.4.1.2; 4.4.1.3; 4.4.1.4;

- Penerapan; - Jaminan kemampuan; - Sumber daya; - Penerapan integrasi; - Pendelegasian tertulis pada prosedur (SOP);

- Konsultasi, motivasi, kesadaran, dan partisipasi.

10. 4.4.1.5 - Penerapan Budaya keselamatan; - Meningkatkan sikap perilaku selamat; - Menumbuhkan kepedulian keselamatan; - Melakukan kaji diri dan tindak lanjut untuk penguatan budaya keselamatan sesuai Perka 200/KA/X/2012.

11. 4.4.1.6. -Pelatihan dan kompetensi kerja (validasi personel);

-Rencana pelatihan tahun berjalan; -Evaluasi pelatihan;

12. 4.4.2; 4.4.2.1.1;

-Kegiatan pendukung; -Bentuk komunikasi yang dilakukan; -Adanya sarana informasi; -Cara menginformasikan dan menerima informasi ke dalam dan ke luar organisasi;

-Pelaporan;

Lanjutan Tabel 3

No Klausul

dan butir

Tentang

4.4.2. -Pelaporan insiden dan tindak lanjutnya; -Pelaporan struktural (normatif); -Dokumentasi laporan; -Prosedur pengendalian dokumen; -Rekaman kegiatan K3

13. 4.4.3; 4.4.3.1.1;

-Tindakan pengendalian; -Pengecekan HIRADC, standar yang digunakan, rancangan instalasi, bahan, SOP;

14. 4.4.3.2; -Perancangan dan rekayasa; -Validasi, kompetensi personel; rekaman.

15. 4.4.3.4; 4.4.3.5

-Kaji ulang kontrak; -Persyaratan K3 untuk pengadaan; -MSDS barang/jasa;

16. 4.4.4; -Kesiapsiagaan dan tanggap darurat; -Ada tim kedaruratan; -Prosedur menghadapi kedaruratan, dan penanggulangan

-Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat.

17. 4.4.5; -Prosedur menghadapi insiden; -Tersedianya fasilitas P3K;

18. 4.4.6;

- Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat;

19. 4.5.1.

-Pengukuran dan evaluasi; -Pemantauan terhadap hasil capaian sasaran K3 tahun berjalan; -Rekaman pemantauan daerah kerja sesuai lingkup pelaksanaan K3;

20. 4.5.2;

-Evaluasi kepatuhan -Kepatuhan digunakan sesuai lingkup kepatuhan terhadap peraturan eksternal yang sesuai klausul yang digunakan sesuai lingkup kerja;

-Peraturan eksternal yang digunakan dicatat dalam dokumen eksternal;

21. 4.5.3; -Penyelidikan insiden; -Adanya rekaman insiden yang divalidasi oleh petugas yang berkepentingan;

-Adanya evaluasi penyebab insiden dan akar permasalahan yang menyebabkan;

22. 4.5.4; -Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan;

-menyelidiki ketidaksesuaian, menentukan penyebabnya dan mengambil tindakan untuk menghindari agar tidak terulang;

-Rekaman ketidaksesuaian saat pemantauan kinerja dan mengkomunikasikan kepada bidang/ bagian terkait;

Page 53: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

150 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 146 – 152

Lanjutan Tabel 3

No Klausul

dan butir

Tentang

23. 4.5.5; -Penilaian diri -Menggunakan dokumen IAEA GS-G3.1 atau Perka BATAN No.200/KA/X/2012

24. 4.5.6; -Audit internal -Dilaksanakan sesuai penetapan manual mutu/panduan induk organisasi;

-Uraian pada makalah ini 25. 4.6; -Kaji ulang manajemen;

-Pelaksanaannya ditetapkan unit kerja, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.

-Evaluasi hasil audit internak tahunn ; -Hasil audit eksternal; -Memuat seluruh aspek kebijakan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi;

-Dibuatkan daftar periksa yang berisikan proses bisnis organisasi;

-Daftar periksa dievaluasi antar waktu untuk mendapatkan progress proses bisnis yang lebih baik.

Pelaporan pada audit internal dilakukan

sesuai SOP unit kerja, secara umum harus memenuhi klausul 4.5.6 SB-006 OHSAS 18001:2008, yaitu: • Rekaman hasil ketidaksesuaian dan • Status log hasil ketidaksesuaian.

Sebagai tujuan pembinaan organisasi maka

obyektifitas ketidaksesuaian harus diikuti dengan klausul yang tidak sesuai untuk mengurangi subyektifitas. AUDIT INTERNAL SMK3 BERDASARKAN SB 006 OHSAS 18001:2008

Untuk mendapatkan optimasi pelaksanaan audit internal, sekurang kurangnya memenuhi 4 (empat) tahapan berikut, yaitu: • kesesuaian kebijakan; • kesesuaian dokumen; • pelaksanaan monitoring fasilitas; • penetapan ketidaksesuaian.

Untuk optimasi dan efektifitas pelaksanaan audit, maka auditor kepala dan para auditor memulai pelaksanaan audit dengan melihat hasil

status log hasil audit internal dan hasil surveilen audit eksternal tahunn-1. Dengan melihat hasil ini maka auditor akan lebih focus pada ketidaksesuaian yang terjadi pada kondisi terkini. Kesesuaian kebijakan

Pada tahap ini auditor kepala menanyakan tentang kesesuaian kebijakan, program, sasaran, indikator, analisis gap dan hasil kaji ulang tahunn-1 kepada Kepala Unit Kerja yang didampingi oleh wakil manajamen K3 (Kepala Bidang Keselamatan/Ketua Tim P2K3) dan Kepala UJM. Pada tahap kebijakan ini auditor kepala (dapat didampingi oleh salah satu auditor senior) menanyakan tentang kesesuaian terhadap gap analysis capaian sasaran pada kinerja K3 tahunn-1, hasil kaji ulang manajermen tahunn-1, serta pelaksanaan kegiatan SMK3 tahun berjalan. Analisis kualitatif dan kuantitatif capaian kinerja di ukur melalui capaian sasaran tahun berjalan terhadap semua indikator yang telah ditetapkan dan divalidasi oleh Kepala Unit Kerja. Secara umum capaian kinerja K3 diukur berdasarkan dari hasil kaji ulang manajemen SMK3 tahunn-1, dan rencana program yang telah ditetapkan dalam sasaran kinerja dan capaian hasil kinerja diakhir tahun berjalan. Pada Gambar 2, diilustrasikan gap analisys secara generik dari sasaran dan capaian kinerja K3. Besarnya target capaian sasaran merupakan suatu program organisasi dalam menjalankan SMK3, optimasi unit kerja dalam meningkatkan kinerja organisasi serta sebagai komitmen pimpinan puncak organisasi sebagai pertanggung jawabannya.

Perbedaan yang besar antara perencanaan dan sasaran akhir akan memberikan dampak generik negatif yang signifikan terhadap kinerja K3 organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja secara sistem dilihat dari kesesuaian daftar periksa pada Tabel 3.

a. Kesesuaian dokumen

Tahapan ini auditor memverifikasi kebijakan yang telah ditetapkan dan bukti kesesuaian dokumen untuk semua fasilitas yang telah ditetapkan pada lingkup manual mutu unit

Page 54: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

Optimasi pelaksanaan audit internal SMK3 berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 … (F. Tusafariah dan W. Prasuad) 151

kerja. Beberapa kesesuaian dokumentasi yang sering diabaikan antara lain; dokumen eksternal yang tidak diperbarui, evaluasi pelatihan oleh atasan langsung, rekaman adendum prosedur/ instruksi kerja/SOP, sosialisasi prosedur, indikator capaian sasaran kinerja yang tidak terukur, verifikasi hasil audit internal yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Hal lain yang juga sering ditemukan dalam audit internal maupun eksternal adalah instruksi kerja/SOP teknis yang tidak berada pada tempat kerja.

Gambar 2. Gap analisis secara generik

berdasarkan sasaran kinerja K3 b. Tahap monitoring

Pelaksanaan monitoring lapangan difokuskan pada tindakan tidak aman/selamat dan lingkungan kerja yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan yang telah ditetapkan sesuai manual mutu, SOP serta persyaratan eksternal yang ditetapkan unit kerja. Tindakan tidak aman/selamat dapat dilihat secara langsung ditempat kerja seperti penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja serta pelaksanaan HIRADC yang telah dibuat sebelumnya. Untuk optimasi pelaksanaan monitoring (biasanya hanya dilakukan satu hari), maka auditor harus memanfaatkan rekaman status log tahun sebelumnya, serta cermat dalam melihat ketidaksesuaian di tempat kerja.

Ketidakpatuhan individu dalam menggunakan APD, tidak dilaksanakannya HIRADC serta pelaksanaan prosedur dengan

tidak benar, menunjukkan adanya perilaku keselamatan yang belum tertanam dengan baik. Untuk itu auditor harus cermat mengamati klausul 4.4.1.5 tentang budaya keselamatan. Perlu dicermati, apakah hasil kaji diri menggunakan dokumen IAEA GSG3.1 atau Perka BATAN Nomor 200/KA/X/2012 Tentang Pedoman Penerapan Pelaksanaan Budaya Keselamatan sudah dilakukan analisis untuk tindakan penguatan terhadap karakteristik dan atribut yang lemah.

c. Tahap penetapan ketidaksesuaian

Penetapan hasil audit internal ditentukan dari hasil kualitas ketidaksesuaian (ada yang menyatakan sebagai temuan). Penetapan hasil audit dibuat sebagai “status log” hasil ketidaksesaian yang berisikan klausul yang tidak sesuai, rencana tindakan perbaikan yang dilakukan, waktu penyelesaian serta kategori ketidaksesuaian.

Untuk meningkatkan awareness dan komitmen manajemen dan seluruh anggota organisasi terhadap tindakan perbaikan, maka diberikan peringkat pada hasil audit internal. Ketidaksesuaian suatu kegiatan, atribut, atau dokumen, yang tidak memenuhi persyaratan sesuai SB006 OHSAS 18001:2008 dapat menyebabkan kondisi yang berpengaruh buruk pada kualitas, lingkungan, sistem manajemen, operasi, atau keandalan peralatan dan proses.

Peringkat ketidaksesuaian yang digunakan berdasarkan SB006-OHSAS 18001:2008 dan PP 50 Tahun 2014 tentang implementasi SMK3 adalah ketidaksesuaian Mayor (kategori 1), Minor (kategori 2) dan Observasi (kategori 3). Ketidaksesuaian Mayor adalah kurangnya elemen, prosedur, atau tidak adanya persyaratan yang dapat menyebabkan proses/sistem pada kondisi bahaya, dan dapat menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kualitas, lingkungan, sistem manajemen, dan kehandalan operasi. Ketidaksesuaian kategori Mayor dapat terjadi jika; • Tidak diterapkannya satu elemen dari

persyaratan SB006-OHSAS 18001:2008.

Page 55: Buletin ALARA berdasarkan SB 006 OHSAS 18001:2008 di BATAN

INFORMASI IPTEK

152 Buletin Alara, Volume 17 Nomor 3, April 2016, 146 – 152

Seperti tidak adanya prosedur penyelidikan insiden;

• Terdapat sejumlah ketidaksesuaian minor yang menunjukkan kelemahan sistem secara keseluruhan pada suatu daerah, klausul atau kegiatan tertentu, misalkan tidak dibuatnya status log hasil audit internal.

Sedangkan ketidaksesuaian Minor adalah

suatu kondisi yang diamati dalam program, proses, prosedur, atau persyaratan, insiden tunggal yang tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas, lingkungan, kinerja K3 dan keandalan operasi. Ketidaksesuaian kategori 2 (Minor) dapat terjadi jika ; • Tidak diterapkan secara konsisten prosedur/

IK/dokumen acuan kegiatan yang terdokumentasi;

• Prosedur/IK/dokumen acuan kegiatan yang digunakan tidak sesuai dengan prosedur/IK/ dokumen acuan kegiatan yang terdokumentasi;

• Prosedur/IK/dokumen acuan kegiatan yang terdokumentasi tidak efektif.

Ketidaksesuaian kategori 3 adalah

Observasi, yang merupakan rekomendasi terhadap adanya indikasi penyimpangan yang relatif terpisah atau kurangnya disiplin atau kelemahan kelemahan yang berpotensi di kemudian hari menjadi ketidaksesuaian 2 (Minor) atau merupakan saran yang diberikan auditor untuk meningkatkan mutu suatu kegiatan atau memenuhi kebutuhan kinerja K3.

KESIMPULAN 1. Audit internal merupakan mandatory

(kewajiban) organisasi dengan tujuan penguatan organisasi dalam memenuhi kesesuaian seluruh elemen dalam manual mutu/panduan/pedoman unit kerja dan SB006 OHSAS 18001:2008

2. Optimasi pelaksanaan audit internal sangat tergantung pada komitmen pimpinan puncak, kompetensi auditor dalam mendapatkan ketidaksesuaian, tindakan penyelesaian tepat waktu (akuntabilitas) serta keseriusan auditor dan auditi dalam proses audit internal.

3. Status log audit internal dan hasil audit eksternal, harus dimasukkan sebagai bahan utama dalam kaji ulang manajemen.

4. Hasil kaji ulang manajemen yang belum menunjukkan kinerja K3 yang kuat dapat dimasukkan menjadi program dan sasaran yang terukur untuk tahunn+1.

DAFTAR PUSTAKA BATAN, Standar Batan SB 006-OHSAS 18001:2008,

Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2012

PERKA BATAN Nomor 200/KA/X/2012 Tentang Pedoman Penerapan Pelaksanaan Budaya Keselamatan, Jakarta, 2012.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 Tahun 2012, Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta 2012.

Panduan Induk SOP 001.001/OT 01 01/KMR, Jakarta, 2015.