Tips Dan Trik Membuat Koneksi Internet Melalui Bluetooth Ponsel
Buku Tips Membuat Media Yang Baik
-
Upload
muhamadsaepul -
Category
Documents
-
view
907 -
download
8
Transcript of Buku Tips Membuat Media Yang Baik
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’a laikum Wr. Wb.,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas izin
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini dalam tugas
mata kuliah Media Pembelajaran.
Buku ini diberi judul: “Tips-Tips Membuat Media”. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna,
karena mengingat keterbatasan kemampuan penulis baik dalam ilmu teori
maupun waktu . Namun demikian penulis mengharapkan Buku ini dapat
berguna bagi para pembaca, terutama bagi penulis sendiri.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ayahnda dan Ibunda tercinta atas semua
kesempatan, perhatian serta do’a yang selalu di berikan kepada penulis
hingga saat ini. Juga kepada adik-adikku yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis hingga penulis dapat menyelasaikan laporan ini. Dan dengan
segala hormat dan kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dosen mata Kuliah Media Pembelajaran
Lena Nuryanti beserta rekan rekan satu kelas yang telah bersama-sama saling
membantu dalam penyusunan buku ini .
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR TABEL..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iii
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB 1.........................................................................................................................2
PENGERTIAN MEDIA........................................................................................2
A. Pendahuluan..............................................................................................2
B. Pengertian Media.......................................................................................4
C. Landasan Teoretis Penggunaan Media Pendidikan....................................8
D. Ciri-ciri Media Pendidikan......................................................................13
E. Pengelompokkan Media..........................................................................16
BAB 2.......................................................................................................................24
MEDIA PENDIDIKAN DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR.....................24
A. Proses Belajar Mengajar..........................................................................24
B. Media Pendidikan....................................................................................26
C. Perkembangan Media Pendidikan............................................................27
D. Proses Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi..............................29
E. Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar.................31
BAB 3.......................................................................................................................33
HYPNOTEACHING...........................................................................................33
F. Awal Mula dan Perkembangan Hipnotis.................................................33
G. Hipnotis Tradisional................................................................................34
H. Magnetisme dan Mesmerisme yang Menjadi Cikal Bakal Hipnotis Modern............................................................................................................38
I. Hipnotis Konvensional............................................................................41
J. Langkah-langkah Dasar menjadi Guru yang Menguasai Hypnoteaching 42
K. Tips Memaksimalkan Pembelajaran Hypnoteaching...............................43
L. Cara Pelaksanaan Metode pembelajaran Hypnoteaching.........................44
BAB 4.......................................................................................................................49
MEMBUAT MEDIA YANG BAIK....................................................................49
M. KRITERIA PEMILIHAN MEDIA......................................................49
N. LANGKAH-LANGKAH PEMILIHAN MEDIA....................................52
O. PRINSIP-PRINSIP PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN........54
P. POLA PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN............................55
Q. LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN56
PENUTUP.................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................59
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pesan dalam Komunikasi...................................................................9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale.................................................11Gambar 2. Kerucut Pengalaman E. Dale.......................................................29Gambar 3. Franz Anton Mesmer...................................................................39Gambar 4. James Braid..................................................................................42
PENDAHULUAN
Media pembelajaran merupakan salah faktor penting dalam
peningkatan kualitas pembelajaran. Hal tersebut disebabkan adanya
perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan yang menuntut efisiensi
dan efektivitas dalam pembelajaran. Untuk mencapai tingkat efisiensi dan
efektivitas yang optimal, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah
mengurangi bahkan jika perlu menghilangkan dominasi sistem penyampaian
pelajaran yang bersifat verbalistik dengan cara menggunakan media
pembelajaran.
Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran, para tenaga pengajar atau guru perlu cermat dalam pemilihan
dan atau penetapan media yang akan digunakannya. Kecermatan dan
ketepatan dalam pemilihan media akan menunjang efektivitas kegiatan
pembelajaran yang dilakukannya. Disamping itu juga kegiatan pembelajaran
menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, dan
perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam kegiatan
pembelajaran yang dilakukannya. Kecermatan dan ketepatan dalam memilih
media pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya
pengetahuan dan pemahaman tenaga pengajar tentag kriteria dan faktor-
faktor yang perlu dipertimbangkan serta prosedur pemilihan media
pembelajaran. Uraian berikut akan membahas hal-hal dimaksud agar kita
dalam memilihan media pembelajaran lebih tepat.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri
setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa
seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri
orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat
pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-
sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri
siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut
dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri dari murid, guru,
petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku,
modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio, dan yang sejenisnya),
dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam pita
audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat
sumber belajar, dan lain-lain).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong
upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam
proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang
dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-
alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru
sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang
meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya
mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.
Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga
dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media
pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum
tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994:6):
a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses
belajar mengajar
b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
c. Seluk-beluk proses belajar mengajar
d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan
e. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran
f. Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
g. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan
h. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran
i. Usaha inovasi dalam media pendidikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian
yang tidak dapat terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya
tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada
khususnya.
BAB 1
PENGERTIAN MEDIA
A. Pengertian Media
Kata mediaberasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Gerlach dan Ely (1971)
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam
pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis
untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau
verbal.
Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian di
antaranya akan diberikan berikut ini. AECT (Assosiation of Educational and
Communcation Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai
segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang
sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987:234) adalah
penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan
mendamaikan. Dengan istilahnya mediator media menunjukkan fungsi atau
perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama
dalam proses belajar-siswa dan isi pelajaran. Di samping itu, mediatordapat
pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang
melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling
canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media adalah alat yang
menyampaikan atau menghantarkan pesan-pesan pembelajaran.
Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan,
bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila
mediaitu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional
atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran. Sejalan dengan batasan ini, Hamidjojo dalam Latuheru (1993)
memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan
oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau
pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai
kepada penerima yang dituju.
Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan
istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh
Hamalik (1986) dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan
berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat
bantuyang disebut media komunikasi. Sementara itu, Gagne’ dan Briggs
(1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat
yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,
yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video
recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Di lain pihak, National
Education Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya. Dengan
demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar atau dibaca.
Istilah “media” bahkan sering dikaitkan atau dipergantikan dengan
kata “teknologi” yang berasal dari kata latin tekne (bahasa Inggris art) dan
logos (bahasa Indonesia “ilmu”).
Menurut Webster (1983:105), “art” adalah keterampilan (skill) yang
diperoleh lewat pengalaman, studi dan observasi. Dengan demikian,
teknologi tidak lebih dari suatu ilmu yang membahas tentang keterampilan
yang diperoleh lewat pengalaman, studi, dan observasi. Bila dihubungkan
dengan pendidikan dan pembelajaran, maka teknologi mempunyai
pengertian sebagai:
Perluasan konsep tentang media, dimana teknologi bukan sekadar
benda, alat, bahan, atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan,
organisasi dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu.
(Achsin, 1986:10).
Erat hubungannya dengan istilah “teknologi”, kita juga mengenal
kata teknik. Teknik dalam bidang pembelajaran bersifat apa yang
sesungguhnya terjadi antara guru dan murid. Ia merupakan suatu strategis
khusus (Anthony, 1963:96). Bahkan Richards dan Rodgers (1982:154)
menjelaskan pula bahwa “teknik” adalah prosedur dan praktek yang
sesungguhnya dalam kelas. Dari sini, tampak jelas bahwa “teknologi”
bukanlah hanya pembuatan kapal terbang modern mutakhir dan semisalnya
saja, tetapi melipat-lipat kertas jadi kapal terbang mainan itu juga hasil
teknologi; karena itu juga merupakan suatu keterampilan dan seni (skill).
Barangkali inilah yang menyebabkan beberapa kalangan lantas membagi
pengertian teknologi menjadi dua macam; ada yang disebut teknologi tinggi
(canggih), ada pula yang disebut teknologi tradisional. Teknologi
pembelajaran agama sementara masih heavy ke wawasan pengertian
teknologi tradisional.
Dengan demikian, kalau ada teknologi pembelajaran agama
misalnya, maka itu akan membahas masalah bagaimana kita memakai media
dan alat bantu dalam proses mengajar agama, akan membahas masalah
keterampilan, sikap, perbuatan, dan strategi mengajarkan agama.
Dalam kegiatan belajar mengajar, sering pula pemakaian kata media
pembelajaran digantikan dengan istilah-istilah seperti alat pandang-dengar,
bahan pengajaran (instructional material), komunikasi pandang-dengar
(audio-visual communication), pendidikan alat peraga pandang (visual
education), teknologi pendidikan (educational technology), alat peraga dan
media penjelas.
Berdasarkan uraian beberapa batasan tentang media di atas, berikut
dikemukakan ciri-ciri umum yang terkandung pada setiap batasan itu.
1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal
sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat,
didengar, atau diraba dengan pancaindera.
2. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai
software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam
perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
3. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar
baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi
guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6. Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio,
televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video,
OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video
recorder).
7. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi dan manajemen yang
berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
B. Landasan Teoretis Penggunaan Media Pendidikan
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan
sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru
dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner
(1966:10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman
langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman
abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti
kata “simpul” dipahami dengan langsung membuat “simpul”. Pada tingkatan
kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata “simpul”
dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum
pernah mengikat tali untuk membuat “simpul” mereka dapat mempelajari
dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya, pada
tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata “simpul” dan
mencoba mencocokkannya dengan “simpul” pada image mental atau
mencocokkannya dengan pengalamannya membuat “simpul”. Ketigas
tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh
“pengalaman” (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.
Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu
digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suuatu proses komunikasi. Materi
yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut
sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam
simbol-simbol tertentu (encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan
simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding).
Cara pengolahan pesan oleh guru dan murid dapat digambarkan pada
gambar 1.1
Pesan diproduksi
dengan
Pesan dicerna dan
diinterpretasi dengan
Berbicara, menyanyi,
memainkan alat musik, dsbMendengarkan
Memvisualisasikan
melalui film, foto, lukisan,
gambar, model, patung, grafik,
kartun, gerakan nonverbal
Mengamati
Menulis atau mengarang Membaca
Tabel 1. Pesan dalam Komunikasi
Uraian tersebut memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar
mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk
memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan
rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin
banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi
semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat
dipertahankan dalam ingatan. Dengan demikian, siswa diharapkan akan
dapat menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam
materi yang disajikan.
Levie & Levie (1975) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian
tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan
verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang
lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat
kembalim dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak,
stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu
melibatkan ingatan yang berurut-urutan (sekuensial). Hal ini merupakan
salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis
koding ganda) dari Paivio (1971). Konsep itu mengatakan bahwa ada dua
sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal
kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang lainnya
untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk
proposisi verbal.
Belajar dengan menggunakan indera ganda-pandang dan dengar
berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi siswa. Siswa
akan belajar lebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan hanya
dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar. Para ahli
memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan
pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat
menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh
melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera
dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalah Achsin, 1986).
Sementara itu, Dale (1969) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar
melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13% dan
melalui indera lainnya sekitar 12%.
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai
landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of
Experience (Kerucut Pengalaman Dale) (Dale, 1969). Kerucut ini merupakan
elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang
dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar
seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan
yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan,
sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut
semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut-urutan
ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu
dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman
yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang
dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.
Gambar 1Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Dasar pengembangan kerucut di bawah bukanlah tingkat kesulitan,
melainkan tingkat keabstrakan. Jumlah jenis indera yang turut serta selama
lambang
visual
lambang kata
gambar diam, rekaman
radio
gambar hidup
pameran
televisi
karyawisata
dramatisasi
benda tiruan/pengamatan
pengalaman langsung
penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan
memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan
gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karean itu, ia
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan
peraba. Ini dikenal dengan learning by doing misalnya keikutsertaan dalam
menyiapkan makanan, membuat perabot rumah tangga, mengumpulkan
perangko, melakukan percobaan di laboratorium, dan lain-lain. Yang
kesemuanya itu memberi dampak langsung terhadap pemerolehannya dan
pertumbuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu
dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika
pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan
untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera
pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan
imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman
konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti, hasil belajar dari
pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi
seseorang dan sebaliknya. Kemampuan interpretasi lambang kata membantu
seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat
langsung.
C. Ciri-ciri Media Pendidikan
Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang
merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat
dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien)
melakukannya.
1. Ciri fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa
atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi,
video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek telah diambil
gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah
dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif
ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi
pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek
yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat
digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya sekali (dalam satu
dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan disusun kembali untuk
keperluan pembelajaran. Prosedur laboratorium yang rumit dapat direkam
dan diatur untuk kemudia direproduksi berapa kali pun pada saat diperlukan.
Demikian pula kegiatan siswa dapat direkam untuk kemudian dianalisis dan
dikritik oleh siswa sejawat baik secara perorangan maupun secara kelompok.
2. Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media
memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat
disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik
pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya, bagaimana proses
larva menjadi kepompong kemudia menjadi kupu-kupu dapat dipercepat
dengan teknik rekaman fotografi tersebut. disamping dapat dipercepat, suatu
kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu
rekaman video.Misalnya, proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamati
melalui bantuan kemampuan kumulatif dari media. Demikian pula, suatu
aksi gerakan dapat direkam dengan kamera untuk foto. Pada rekaman
gambar hidup (video, motion film) kejadian dapat diputar mundur. Media
(rekaman video atau audio) dapat diedit sehingga guru hanya menampilkan
bagian-bagian penting/utama dari ceramah, pidato, atau urutan suatu
kejadian dengan memotong bagian-bagian yang tidak diperlukan.
Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian sungguh-
sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan
kejadian atau pemotongan bagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula
kesalahan penafsiran yang tentu saja akan membingungkan dan bahkan
menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka ke arah yang tidak
diinginkan.
Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman
dapat menghemat waktu. Proses penanaman dan panen gandum, pengolahan
gandum menjadi tepung, dan penggunaan tepung untuk membuat roti dapat
dipersingkat waktunya dalam suatu urutan rekaman video atau film yang
mampu menyajikan informasi yang cukup bagi siswa untuk mengetahui asal-
usul dan proses dari penanaman bahan baku tepung hingga menjadi roti.
3. Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian
ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yyang
relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya
terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam
suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio,
disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan
kapan saja.
Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat
direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di
berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang disuatu tempat.
Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir
sama dengan aslinya.
D. Pengelompokkan Media
Dalam perjalanannya, perkembangan media pembelajaran mengikuti
arus pengembangan teknologi. Teknologi paling tua yang dimanfaatkan
dalam proses belajar adalah sistem percetakan yang bekerja atas dasar
prinsip mekanistik. Kemudian lahir teknologi aaudio visual yang
menggabungkan penemuan mekanistik dan elektronik untuk tujuan
pembelajaran. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikro-
processor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif
(Seels and Richey, 1994). Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut,
maka media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok,
yaitu:
1) Media hasil teknologi cetak
2) Media hasil teknologi audio visual
3) Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer
4) Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
1. Media Hasil Teknologi Cetak
Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan
materi seperti buku dan materi visual statis, terutama melalui proses
pencetakan mekanis atau fotografis. Materi cetak dan visual merupakan
dasar pengembangan dan penggunaan kebanyakaan materi pembelajaran
lainnya. teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak.
Teknologi cetak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan
ruang
b) Baik teks maupun visual, keduanya menampilkan komunikasi satu
arah dan reseptif
c) Teks dan visual ditampilkan statis
d) Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip
kebahasaan dan persepsi visual
e) Baik teks maupun visual, keduanya berorientasi pada siswa
f) Informasi dapat diatur atau ditata ulang oleh pemakai
2. Media Hasil Teknologi Audio Visual
Teknologi audio visual merupakan cara menghasilkan atau
menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan
elektronik, untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Ciri-ciri utama
teknologi media audio visual adalah sebagai berikut:
a) Bersifat linear
b) Menyajikan visualisasi yang dinamis
c) Digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang atau pembuatnya
d) Merupakan representasi fisik dari gagasan riil atau gagasan abstrak
e) Dikembangkan menurut prinsip psikologi behaviorisme dan kognitif
f) Umumnya berorientasi kepada guru, dengan tingkat keterlibatan
interaktif siswa yang rendah.
3. Media Hasil Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau
menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yaang berbasis
mikro-processor. Beberapa ciri media yang dihasilkan teknologi berbasis
komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) adalah sebagai
berikut:
a) Dapat digunakan secara acak, non sekuensial, atau secara linear
b) Dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan
keinginan perancang atau pengembang sebagaimana direncanakannya
c) Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata,
simbol, dan grafik
d) Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini
e) Pembelajaran berorientasi pada siswa dan melibatkan interaksi siswa
yang tinggi.
4. Media Hasil Gabungan Teknologi Cetak dan Komputer
Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan
materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang
dikendalikan oleh komputer. Perpaduan beberapa jenis teknologi ini
dianggap teknik yang paling canggih apabila dikendalikan oleh komputer
yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random access
memory yang besar, harddisk yang besar, dan monitor yang bersolusi tinggi
ditambah dengan peripheral lainnya. beberapa ciri utama teknologi berbasis
komputer adalah sebagai berikut:
a) Dapat digunakan secara acak, sekuensial, secara linear
b) Dapat digunakan sesuai dengan keinginan siswa, bukan saja dengan
cara yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya
c) Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks
pengalaman siswa, menurut apa yang relevan dengan siswa, dan di bawah
pengendalian siswa
d) Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam
pengembangan pelajaran
e) Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif, sehingga
pengetahuan dikuasai jika pelajaran itu digunakan
f) Bahan-bahan pelajaran melibatkaan banyak interaktivitas siswa
g) Bahan-bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai
sumber
Teleconference adalah suatu teknik komunikasi antar kelompok-
kelompok yang berada di lokasi geografis berbeda dengan menggunakan
mikrofon dan amplifier khusus yang dihubungkan antara satu dengan
lainnya, sehingga setiap orang dapat berpartisipasi dengan aktif dalam suatu
pertemuan besar dan diskusi. Kuliah jarak jauh (telecture) adalah suatu
teknik pembelajaran yang direalisasikan dengan seseorang ahli dalam suatu
bidang ilmu tertentu menghadapi sekelompok pendengar melalui amplifier
telepon. Pendengar dapat bertanya kepada pembicara dan kelompok itu dapat
mendengarkan jawaban atau tanggapan pembicara.
Computer assisted instruction adalah suatu sistem penyampaian
materi pelajaran yang berbasis mikro-processor. Pelajarannya dirancang dan
diprogram ke dalam sistem tersebut.
Hypertext adalah suatu tulisan yang tak berurutan, non-sequential.
Dengan suatu sistem authoring (menulis), pengarang mampu
menghubungkan informasi dari bagian manapun dalam paket pelajaran itu,
menciptakan jalur-jalur melalui suatu materi yang berkaitan, memberi
keterangan teks yang tersedia, dan membuat catatan yang menghubungkan
teks-teks itu.
Hypermedia adalah perluasan dari hypertext yang menggabungkan
media lain ke dalam teks. Dengan sistem hypermedia, pengarang dapat
membuat suatu korpus materi yang kait-mengkait meliputi teks, grafik,
gambar animasi, bunyi, video, musik, dan lain-lain.
Interactive video adalah suatu sistem penyampaian pembelajaran
menggunakan materi video rekaman, disajikan dengan pengendalian
komputer kepada penonton (siswa) yang tidak hanya mendengar dan melihat
video dan suara, tetapi juga memberikan respons yang aktif, sehingga
respons itu yang menentukan kecepatan dan sekuens penyajian. Peralatan
yanga diperlukan antara lain komputer, videodisclaser, dan layar monitor.
Compact video disc adalah sistem penyimpanan dan rekaman video,
dimana signal audio visual direkam pada disc plastik, bukan pada pita
magnetik,
Kemp dan Dayton (1985) mengelompokkan media kedalam delapan
jenis, diantaranya:
Media cetakan
Media panjang
Overhead transparancies
Rekaman audio-tape
Seri slide dan filmstrips
Penyajian multiimage
Rekaman video dan film hidup
Komputer
Media cetakan meliputi bahan-bahan yang disiapkan di atas kertas
untuk pembelajaran dan informasi. Di samping buku teks atau buku ajar,
termasuk pula lembaran penuntun, berupa daftar cek tentang langkah-
langkah yang harus diikuti ketika mengoperasikan seluruh peralatan atau
memeriksa peralatan. Lembaran ini berisi gambar atau foto di samping teks
penjelasan.
Penuntun belajar adalah bentuk media cetak lain yang
mempersiapkan dan mengarahkan siswa untuk maju ke unit berikutnya dan
menyelesaikan mata pelajaran. Di samping itu, ada pula penuntun guru yang
memberikan tuntunan dan bantuan kepada guru pada saat mempersiapkan
dan menyampaikan pelajaran. Jadi, penuntun guru meliputi bahasan yang
akan diajarkan. Bentuk lain dari media cetakan adalah brosur dan newsletter.
Brosur merupakan pengumuman atau pemberitahuan mengenai sesuatu
program atau pelayanan, sedangkan newsletter berisikan laporan kegiatan
suatu organisasi.
Teks terprogram adalah salah satu jenis media cetakan yang banyak
digunakan. Dalam buku teks terprogram, informasi disajikan secara
terkendali. Dalam arti, bahwa siswa hanya memiliki akses untuk melihat
(dan membaca) teks yang diinginkan langkah demi langkah. Teks informasi
ini merupakan stimulus yang meminta siswa untuk memberikan respons,
kemudian siswa diberitahukan jawaban benar dengan membandingkan
jawabannya dengan jawaban yang disiapkan pada halaman buku itu. Dengan
tahapan demikian, siswa dapat meneruskan bacaannya apabila ia sudah
menguasai informasi yang disajikan, atau siswa akan diminta mengulang
membaca informasi yang serupa sebelum ia disajikan dengan informasi baru.
Beberapa kelebihan media cetakan, termasuk teks terprogram, adalah sebagai
berikut:
a) Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-
masing. Materi pelajaran dapat dirancang sedemikian rupa, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan siswa, baik yang cepat maupun yang lamban membaca
dan memahami. Namun, pada akhirnya semua siswa diharapkan dapat
menguasai materi pelajaran itu.
b) Dapat mengulangi materi dalam media cetakan, sehingga akan
mengikuti ukuran pikiran secara logis
c) Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak sudah merupakan
hal lumrah, perpaduan ini dapat menambah daya tarik, serta dapat
memperlancar pemahaman informasi yang disajikan dalam dua format
sekaligus, yaitu verbal dan visual
d) Khusus pada teks terprogram, siswa akan berpartisipasi atau
berinteraksi dengan aktif karena harus memberi respons terhadap pertanyaan
dan latihan yang disusun, siswa dapat segera mengetahui apakah jawabannya
benar atau salah.
e) Meskipun isi informasi media cetak harus diperbaharui dan direvisi
sesuai dengan perkembangan dan temuan-temuan baru dalam bidang ilmu
itu, namun materi tersebut dapat direproduksi dengan ekonomis dan
didistribusikan dengan mudah.
Keterbatasan media cetakan adalah sebagai berikut:
a)Sulit menampilkan gerak dalam halaman media cetakan
b)Biaya pencetakan akan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi,
gambar, atau foto yang berwarna-warni
c)Proses pencetakan media seringkali memakan waktu beberapa hari
sampai berbulan-bulan, tergantung kepada peralatan percetakan dan
kerumitan informasi pada halaman cetakan
d)Pembagian unit-unit dalam media cetakan harus dirancang sedemikian
rupa, sehingga tidak terlalu panjang dan membosankan siswa
e)Umumnya media cetakan dapat membawa hasil yang baik jika tujuan
pelajaran itu bersifat kognitif, misalnya belajar tentang fakta dan
keterampilan. Jarang sekali, jika ada, media cetakan terutama teks
terprogram yang mencoba menekankan perasaan, emosi atau sikap
f) Jika tidak dirawat dengan baik, media cetakan cepat rusak atau hilang.
Media cetakan pada umumnya digunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi di depan kelompok kecil. Media ini meliputi papan
tulis, flip chart, papan magnet, papan kain, papan buletin, dan pameran.
Media panjang yang paling sederhana dan hampir selalu tersedia adalah
papan tulis. Dengan perencanaan yang baik, papan tulis dapat menjadi alat
penyajian pelajaran yang efektif. Penyajian dengan flipchart sangat
menguntungkan untuk informasi visual seperti kerangka pikiran, diagram,
bagan (chart), atau grafik karena dengan mudah karton-karton lebar yang
disusun sebelum penyajian dibuka dan dibalik dan jika perlu dapat
ditunjukkan kembali kemudian.
BAB 2
MEDIA PENDIDIKAN DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
A. Proses Belajar Mengajar
Dalam kedua istilah diatas terlihat adanya dua proses atau kegiatan,
yaitu: proses/kegiatan belajar dan proses/kegiatan mengajar. Kedua proses
tersebut seolah-olah tak terpisahkan satu sama lain. Orang menganggap
bahwa ada proses belajar tentu ada proses mengajar.
Seseorang belajar karena ada yang mengajar. Tapi benarkah itu?
Kalau mengajar kita pandang sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan
terencana yang mengusahakan agar terjadi proses belajar pada diri seseorang,
pendapat tersebut tidaklah benar. Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga liang lahat
nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif). Namun tidak semua perubahan tingkah laku dapat dikategorikan ke
dalam belajar.
Kalau kita simpulkan, seseorang telah belajar kalau terdapat
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut hendak terjadi
sebagai akibat interaksinya dengan lingkungannya, tidak karena proses
pertumbuhan fisik atau kedewasaan; tidak karena kelelahan, penyakit yang
diderita atau pengaruh obat-obatan. Perubahan tersebut harus bersifat relative
permanen, tahan lama dan menetap, tidak berangsung sesaat saja.
Dalam belajar haruskah ada yang mengajar? Guru memang buakan satu-
satunya sumber belajar. Mau tak mau sebagai guru atau instruktur suatu
latihan kita harus mengakui bahwa bukanlah satu-satunya sumber belajar.
Peserta didik, petugas perpustakaan, kepala sekolah, tutor, tokoh-tokoh
masyarakat atau orang-orang yang mempunyai kemampuan tertentu di
masyarakat juga merupakan sumber belajar. Mereka dapat digolongkan
sumber belajar jenis orang (people). Jenis sumber belajar yang lain adalah
pesan (massage) yaitu ajaran atau informasi yang akan dipelajari oleh peserta
didik. Materi-materi jenis pesan diantaranya:
Bahan (materials). Jenis ini bisa disebut dengan istilah perangkat lunak
atau software.
Alat (device), bisa disebut istilah hardware atau perangkat keras dan
digunakan untuk menyajikan pesan.
Teknik adalah prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk
menggunakan alat, bahan, orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan,
misalnya teknik demonstrasi, kuliah, ceramah,, Tanya jawab, pengajaran
terprogram dan belajar sendiri.
Lingkungan atau setting, memungkinkan siswa belajar. Misalnya:
gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium dan lain-lain baik yang
disengaja dirancang untuk belajar siswa atau dirancang untuk tujuan lain
tetapi kita memanfaatkan untuk belajar peserta didik.
Walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar
sangat penting. Kalau dilihat dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas
mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak
mampu lagi memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu
sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi dan perkembangan masyarakat serta budaya pada
umumnya, berkembang pulalah tugas dan peranan guru, seiring dengan
berkembangnya jumlah anak yang memerlukan pendidikan.
Dulu pada zaman Socrates ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada
siswanya adalah hasil penemuan atau daaya pikir Socrates sendiri.
Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa situasi semacam itu tak
mungkin untuk dipertahankan.
B. Media Pendidikan
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima
pesan.
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Assosiation of
Education and Communication Technology/AECT) di Amerika, membatasi
media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan atau informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media
adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat
bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah
contoh-contohnya.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Assosiation/NEA)
menyebutkan bahwa pengertian media adalah bentuk-bentuk komunikasi
baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya
dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Persamaan dari setiap
pengertian media diatas bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
C. Perkembangan Media Pendidikan
Dilihat dari perkembangannya, pada mulanya media hanya dianggap
sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu yang dipakai
adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain
yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta
mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Dengan masuknya
pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk
mengkonkretkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal
adanya alat audio visual atau audio visual aids (AVA).
Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk
menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan
pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi
kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Dalam usaha memanfaatkan
media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman
menurut tingkat dari yanga paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi
tersebut dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari
Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu
apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu.
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi
penggunaan alat bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat bantu media
juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu,
alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, tetapi
juga sebagai alat penyalur pesan atau media
Pada tahun 1960-1965 teori tingkah laku (behavioursm theory) ajaran
B. F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran. Menurut teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku
siswa. Jadi teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat
mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media
instruksional yang terkenal yang dihasilkan oleh teori ini adalah teaching
machine dan programmed instruction.
Pada tahun 1965-1970, pendekatan system (system approach) mulai
menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan belajar.
Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian
integral dalam program pembelajaran. Program pembelajaran memusatkan
perhatian pada siswa. Program pembelajaran ini direncanakan berdasarkan
kebutuhan dan karakteristik siswa.
Adanya konsep penggunaan multi media dalam kegiatan
pembelajaran karena adanya pengalaman para guru yang melihat tingkah
laku dan cara belajar siswa yang berbeda-beda. Ada siswa yang belajar lebih
cepat melalui media visual, sebagian melalui media audio, sebagian lebih
senang melalui media cetak, yang lain melalui media audiovisual, dan
sebagainya.
Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru,
tetapi dapat pula digunakan oleh siswa.
D. Proses Belajar Mengajar sebagai Proses Komunikasi
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media
tertentu ke penerima pesan. Komponen-komponen yang terdapat di dalam
proses komunikasi adalah pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima
pesan. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang
ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun
penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan
penerima pesannya adalah siswa atau juga guru.
Pesan berupa isi atau ajaran dan didikan yang ada di kurikulum
dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam symbol-simbol komunikasi
baik komunikasi verbal maupun symbol non-verbal atau visual. Proses
penuangan pesan ke dalam symbol-simbol komunikasi itu disebut encoding.
Selanjutnya si penerima pesan menafsirkan symbol-simbol komunikasi
tersebut sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran symbol-simbol
komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding. Ada
beberapa factor yang menjadi penghambat atau penghalang komunikasi yang
biasanya dikenal dengan istilah barriers atau noises.
Kegagalan proses komunikasi dalam proses belajar mengajar adalah
ketika guru menyampaikan suatu pesan, tetapi dari sekian siswa hanya da
beberapa siswa yang dapat menafsirkan pesan tersebut secara tepat.
Sebaliknya, keberhasilan proses komunikasi dalam proses belajar mengajar
dimana ketika sumber pesan menyampaikan isi pesannya melalui media dan
guru menyampaikan kepada para siswa, seluruh siswa dapat menafsirkan
pesan tersebut secara benar. Jadi dalam hal ini guru dan media harus bekerja
sama dalam menyajikan suatu pesan. Situasi lain menyebutkan proses belajar
jarak jauh. Dalam situasi ini, seperti penulis buku, modul atau prosedur
program-program audio, video maupun film merupakan sumber pesan. Jadi
siswa berinteraksi dengannya secara tak langsung lewat media-media yang
mereka buat.
E. Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar
Kegunaan-kegunaan dari media pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti
misalnya:
a. Objek yang terlalu besar-bisa digantikan dengan realita,
gambar, film bingkai, film, atau model
b. Objek yang kecil-dibantu dengan proyektor mikro, film
bingkai, film, atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau yang terlalu cepat, dapat
dibantu dengan timelapse atau high-speed photography
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa
ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun
secara verbal
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat
disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim,
dan lain-lain) dapat divisualkan dalm bentuk film, film bingkai, gambar dan
lain-lain
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi
dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan
berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak
didik dengan lingkungan dan kenyataan
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut
kemampuan dan minatnya
4. Adanya lingkungan dan pengalaman serta sifat setiap siswa
yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama
untuk setiap siswa. Media pendidikan dapat mengatasi masalah ini, yaitu
dengan kemampuannya dalam:
a. Memberikan perangsang yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan persepsi yang sama
BAB 3
HYPNOTEACHING
F. Awal Mula dan Perkembangan Hipnotis
Sebagian besar masyarakt kita, terutama masyarakat awam, masih
banyak yang memandang negatif terhadap hipnotis. Ketika mendengar kata
hipnotis, mereka langsung mengaitkannya dengan dendam, kejahatan, pelet,
dan beberapa hal yang bersifat mistis ataupun magis lainnya. hal tersebut
tentu saja merupakan kesalahan besar karena mereka belum mengetahui apa
sebenarnya hipnotis ini.
Hipnotis tidak selalu berkonotasi negatif. Hipnotis adalah sesuatu
yang bisa dibuktikan secara ilmiah, bahkan secara logis. Hipnotis
mempunyai manfaat besar dalam kehidupan ini, baik bagi kesehatan fisik,
psikologis, dan hal-hal yang menyangkut patologi sosial.
Di negara-negara maju, hipnotis berkembang pesat dan dimanfaatkan
secara positif. Untuk itu, disana, hipnotis sudah sejak lama digunakan untuk
mengatasi masalah-masalah psikis dan fisik. Pada dasarnya, hipnotis
memang sebuah pengetahuan ilmiah, yang kemudian berkembang hingga
menjadi pengetahuan yang sejajar dengan pengetahuan ilmiah lainnya.
hipnotis juga bisa menjadi salah satu cara pengobatan yang aman. Bahkan, di
beberapa universitas di Amerika Serikat, hipnotis dipelajari hingga tingkat
doktoral.
Salah satu alasan mengapa di Barat hipnotis berkembang dengan
pesat ialah karena masyarakatnya mengetahui betul apa itu hipnotis dan
percaya bahwa hipnotis adalah sesuatu yang ilmiah. Sedangkan, masyarakat
Indonesia umumnya menganggap hipnotis sebagai sesuatu yang magis dan
mistis, sehingga hipnotis sulit diterima. Apalagi, ditambah adanya statement
yang menganggap bahwa hipnotis adalah ilmu untuk memberdayakan orang,
berbuat tindak kejahatan, atau melakukan perbuatan yang merugikan lainnya.
Sehingga, hipnotis di tanah air semakin sulit diterima oleh masyarakat.
Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi yang
berkelanjutan, meskipun beberapa tahun terakhir ini masyarakat kita sudah
mulai menerima hipnotis, kita semua perlu mengetahui apa itu sebenarnya
hipnotis, yang akan dirunut dari penjelasan secara historis.
G. Hipnotis Tradisional
Tidak ada data yang pasti mengenai kapan pertama kali hipnotis
muncul, karena hipnotis ada sebelum sejarah tercatat. Intinya, hipnotis
adalah ilmu kuno yang muncul pada masa silam. Hipnotis sama tuanya
dengan sihir, ilmu tabib, ilmu perbintangan (astronomi), dan beberapa ilmu
mistis lainnya. hal tersebut bisa kita lihat dalam kitab-kitab kuno Mesir,
Yunani, India, Arab, dan lain-lain.
Pada beberapa kitab tersebut menyebutkan bahwa ternyata beribu-
ribu tahun lamanya masyarakat India, Mesir, Yunani, dan Arab sudah
mengenal semacam ilmu hipnotis. Mereka juga telah mengenal teknik-teknik
untuk melakukan hipnotis, seperti memusatkan pandangan, memberi pesan
ke dalam hati, dan lain sebagainya.
Pada zaman dahulu, hipnotis dipraktikkan dalam ritual agama
maupun ritual penyembuhan. Saat itu, bangsa Eropa tidak
memperhatikannya, bahkan pada abad pertengahan, hipnotis dicap sebagai
sihir dan dianggap sebagai ilmu yang menggunakan bantuan makhluk halus,
serta diidentikkan dengan kerahasiaan yang bersifat takhayul.
Seorang Raja Mesir yang bernama Papyrus, Kaisar Vespasian,
Francis I dari Prancis, dan para bangsawan dari Prancis lainnya, sampai
Charles X, ternyata juga mempraktikkan cara pengobatan yang intinya
memberi sugesti kepada pasien untuk sembuh. Pada sebuah dinding kuil di
India, juga digambarkan suatu proses pengobatan saat pasien dalam kondisi
trance, yang dicapai melalui suatu tarian atau gerakan-gerakan monoton
dalam acara ritual penyembuhan.
Adapun sejarah hipnotis pada zaman tradisional adalah sebagai
berikut:
1. Zaman 4000 SM
Di Assyo Babylonia, data arkeologis menunjukkan adanya praktik
pengobatan oleh pendeta dengan memanfaatkan pembakaran dupa dan
pembacaan doa. Api digunakan agar pasien dapat berkonsentrasi. Pendeta
akan memandang mata si klien, dan pada saat yang sama akan disampaikan
doa permintaan kepada Tuhan untuk mengusir penyakit. Selama proses
penyembuhan, juga diiringi dengan bunyi-bunyian tifa dan gong.
2. Zaman 2000 SM
Wang Tai, seorang tokoh peletak dasar pengobatan Cina,
mengajarkan bagaimana memanfaatkan pikiran pasien untuk membantu
menghilangkan penyakit baik psikis maupun fisik. Dalam kitab agama
Hindu, Weda, mengajarkan metode agar pasien memfokuskan pikiran
terhadap organ tubuh tertentu yang memerlukan penyembuhan.
3. Zaman 1552 SM
Pada sebuah manuskrip di Mesir, dilaporkan bahwa ada praktik
dokter yang menyembuhkan pasiennya dengan cara tangan sang dokter
memegang kepala pasien, kemudian pasien menutup mata dan konsentrasi
pada bagian tubuh yang sakit. Saat itu, dokter seperti memperoleh kekuatan
untuk menyingkirkan penyakit tersebut.
4. Zaman 1200 SM
Seorang dokter Yunani, Aesclepius, melakukan ritual penyembuhan
dengan membuat bangunan suci tidur. Dalam metodenya, pasien diminta
tidur dan mendapatkan penyembuhan penyakit melalui mimpi.
5. Zaman 1000 SM
Di Mesir, terdapat bangunan suci yang dipergunakan khusus untuk
ritual penyembuhan. Saat itu, pendeta akan melakukan penyembuhan dengan
kekuatan sentuhan dan kata-kata kepada pasiennya.
6. Zaman 928 SM
Di Yunani, seorang dokter yang bernama Chiron melakukan operasi
dengan membuat pasien terlebih dahulu masuk dalam keadaan trance yang
diperoleh melalui hirupan aroma wewangian dan mendengarkan lantunan
do’a.
7. Zaman 400-377 SM
Dokter Yunani, yakni Hippocrates, memperkenalkan keadaan trance
yang merupakan proses penyembuhan sekaligus sebagai bagian dari upacara
kelulusan. Ia mempercayai bahwa karakter, kepribadian, dan sikap mental
pasien berkaitan erat dengan tipe penyakit yang diderita. Bahkan, ia
mengatakan bahwa jauh lebih penting mengenal orang yang mengalami
penyakit tertentu daripada mengetahui penyakit apa yang dialami orang
tersebut. ia juga mengungkapkan bahwa rasa sakit yang dialami oleh tubuh
sebenarnya juga bisa dilihat oleh sang jiwa sambil menutup mata.
8. Zaman 300-270 SM
Raja Phyrus dari Mesir adalah raja dan pendeta yang menyiapkan
tempat untuk berdo’a sekaligus tempat penyembuhan. Ia memberi nama
tempat tersebut dengan sebutan Bangunan Suci Tidur. Para peneliti
menemukan pula dokumen dan gambar yang menunjukkan posisi tubuh
pasien yang dinyatakan sering terinduksi dan mengalami trance.
9. Zaman 70 SM
Kaisar Roma, Vespassian, mengatakan bahwa ia bisa melakukan
penyembuhan hanya dengan menggunakan sentuhan. Kitab Injil menyatakan
fenomena penyembuhan alamiah bisa dilakukan melalui jiwa, tubuh, hingga
kekuatan supranatural. Dengan keyakinan kepada Tuhan, maka munculnya
penyakit menandakan adanya hukuman, sehingga kesembuhan dimaknai
sebagai sebuah pemaafan.
10. Tahun 1060 M
Sementara itu, pada tahun 1060 M, Raja Edward dari Inggris
menyatakan bahwa ia dapat melakukan penyembuhan penyakit melalui
sentuhan kepada pasiennya.
H. Magnetisme dan Mesmerisme yang Menjadi Cikal Bakal Hipnotis
Modern
Setelah masa tradisional, hipnotis berkembang dan mulai memasuki
era yang disebut dengan magnetisme dan mesmerisme. Mesmerisme berasal
dari kata “mesmer” yang merupakan nama seorang dokter asal Austria yang
hidup pada tahun 1734-1815. Ia mempunyai nama lengkap Franz Anton
Mesmer, yang kemudian dianggap sebagai Bapak Hipnotis Modern karena
dianggap orang pertama yang meletakkan dasar-dasar hipnotisme modern.
Pada masa itu, hipnotis lebih dikenal dengan istilah magnetisme.
Magnetisme adalah teori seputar teknik medan magnet yang dikembangkan
berbeda dengan hipnotis yang dipelajari saat ini. Mesmer beranggapan
bahwa tubuh surgawi memberi makan tubuh manusia melalui magnet. Ia
juga berkeyakinan bahwa magnet mampu mengobati berbagai macam
penyakit.
Gambar 2. Franz Anton Mesmer
Melalui tesisnya, Mesmer meyakini bahwa terdapat kekuatan
magnetik dan cairan universal yang berfungsi menjaga keseimbangantubuh
manusia. Apabila cairan dalam tubuhnya tersumbat atau tidak lancar, maka
ia akan sakit, baik secara fisik maupun mental.
Mesmer mengkalim bahwa dirinya memiliki kekuatan magnetis yang
mampu melepaskan sumbatan dan memperlancar aliran cairan dalam tubuh
dan menyembuhkan penyakit manusia. Teorinya yang terdengar ilmiah itu
bertepatan dengan penemuan listrik dan perkembangan astronomi pada masa
itu. Ia diyakini sebagai dokter pertama yang memahami hubungan trauma
psikologi terhadap penyakit. Ia juga memperkenalkan keadaan trance kepada
pasien yang kelak dikenal sebagai mesmerisme, yang dengan sukses mampu
mengatasi kelainan pada saraf.
Metode tersebut kemudian dinamakan sebagai animal magnetism dan
populer dengan sebutan mesmerisme. Teknik ini menjadi dasar bagi
hipnoterapi modern. Melalui efek sugesti yang ditimbulkan dalam proses
pengobatannya, banyak pasien yang berhasil disembuhkan, sehingga
membuat Mesmer semakin terkenal dan kaya, serta menimbulkan pro dan
kontra di kalangan dokter pada saat itu.
Pada tahun 1784, Raja Louis XVI membentuk komite khusus untuk
menyelidiki metode pengobatan Mesmer, yang beranggotakan Antoine
Lavoisier (ahli kimia), Joseph Ignace Guillotin (dokter dan ahli fisika), Jean
Silvain Bailly (ahli Astronomi), dan Benjamin Franklin (Duta Besar
Amerika Serikat). Komite tersebut menyimpulkan bahwa kesembuhan yang
dialamin pasien adalah akibat dari kepercayaan dan imajinasinya, serta tidak
terjadi karena transfer energi yang tidak tampak (animal mesmerisme) dari
mesmerisme (orang yang ahli pengobatan Mesmer) kepada pasiennya.
Mesmer memulai perjalanannya saat mengamati rohaniwan Jesiut di
Paris yang bernama Father Hell yang berhasil menyembuhkan orang-orang
sakit dengan mengetuk pelan sebuah salib besi ke kepala mereka. Dari hal
itu, Mesmer kemudia mengembangkan teori animan magnetism-nya. Ia
meyakini bahwa pada setiap tubuh manusia terdapat fluidium magnetis.
Ketika cairan tersebut mengalir ancar, maka segala hal dalam tubuh
berlangsung secara sempurna karena aliran fluidium magnetis dalam tubuh
terhalang. Ia lalu menjalankan lempengan logam melalui tubuh pasien guna
melancarkan aliran cairan tersebut.
Metode terapi yang dilakukan Mesmer adalah dengan mengisi penuh
sebuah bak dengan air, lalu diisi besi magnet. Pasien yang ingin diobati
diminta memegang besi dalam bak air tersebut. Jika pasiennya lebih dari
satu, mereka diminta memegang kabel yang menghubungkan satu sama lain,
dengan maksud agar energi magnet tersebut mengalir ke setiap tubuh
mereka.
Kemudian, saat pengobatan, Mesmer melakukan sebuah drama
penyembuhan yang menimbulkan efek sugesti yang kuat. Hal ini membuat
pasien yang ada menjadi terhanyut dalam imajinasi drama tersebut. Ada juga
pasien yang mengalami halusinasi, sehingga seolah-oleh melihat tangan
Mesmer mengeluarkan asap atau energi. Pada sesi terakhir proses
penyembuhan, ia menyentuh pasien sambil memberi sugesti bahwa pasien
sudah disembuhkan.
Sebenarnya, orang yang pertama kali menggunakan media magnet
dalam pengobatan adalah Paracelsus (1493-1541). Ia adalah ahli kimia,
seorang dokter, ahli astrologi, dan ahli okultisme dari Swiss. Magnetisme
Mesmer yang kemudian lebih terkenal di kemudian hari itu mengadopsi dari
magnetisme Paracelsus. Sebagaimana yang terjadi pada pengobatan Mesmer,
banyak juga pasien yang menyatakan bahwa mereka sembuh setelah
tubuhnya dilewati magnet oleh paracelsus.
Setelah itu, muncullah nama Abbe Faria, seorang pendeta Portugis
yang mengklaim bahwa fenomena magnetisme terjadi karena kekuatan
pengharapan dan kerja sama dari dalam pikiran pasien. Teori Faria ini
dikembangkan oleh penerusnya dan memberikan kontribusi besar terhadap
teknik autosugesti.
I. Hipnotis Konvensional
Setelah itu, james Braid, seorang dokter dari negara Inggris pada
abad ke-19 melakukan penyelidikan dalam bidang hipnotis. Ia kemudian
membuktikan bahwa hipnotis bersifat psikologis. Hal itu menjadikannya
sebagai orang pertama yang menggunakan dan memperkenalkan istilah
hipnotis atau hipnotisme untuk menggantikan mesmerisme dan magnetisme.
Ia pun kemudian disebut sebagai Bapak Hipnotis.
Sebagaimana telah dijelaskan, James Braid adalah orang pertama
yang mencoba menjelaskan fenomena mesmerisme dari sudut pandang ilmu
psikologi. Pada tahun 1841, ia melakukan pemeriksaan media pertama
terhadap seorang subjek yang berada dalam kondisi trance mesmerisme.
Setelah pemeriksaan pertama, ia memulai eksperimen pribadi dan
melibatkan rekan kerja yang ia percaya. Dari hasil penelitian yang ia
lakukan, akhirnya hipnotis dapat dijelaskan dalam kerangka ilmiah dan
diterima sebagai suatu teknik pengobatan oleh dunia kedokteran Inggris.
Dalam penelitiannya, Braid menemukan bahwa pemfokusan
pandangan mata (eye fixation) mengakibatkan suatu kondisi kelelahan,
misalnya kelopak mata menjadi sangat lelah, sehingga tidak bisa dibuka oleh
subjek. Ia beranggapan bahwa itu adalah kunci mesmerisme.
Gambar 3. James Braid
James Braid mempercayai bahwa keadaan hypnos adalah suatu
bentuknervous sleep (sarap tertidur) yang diakibatkan oleh perhatian terus-
menerus (fokus) pada objek tertentu. Saat ia bekerja sama dengan Profesor
Willian Benjamin Carpenter, seorang neuropsikolog yang memperkenalkan
teori sugesti ideomotor reflex, ia kemudian mengasimilasikan pengamatan
Carpenter pada teorinya sendiri dan menyadari bahwa pengaruh fokus
perhatian adalah untuk meningkatkan respons ideomotor refleks.
J. Langkah-langkah Dasar menjadi Guru yang Menguasai
Hypnoteaching
Dalam melakukan Hypnoteaching, hanya diperlukan langkah-langkah
sederhana. Berikut ini adalah langkah-langkah dasar yang wajib dilakukan
agar dapat menguasai jurus menjadi guru yang menguasai Hypnoteaching:
1. Niat dan Motivasi dalam diri sendiri
Kesuksesan seseorang tergantung pada niat dalam dirinya untuk
mencapai kesuksesan tersebut.
2. Pacing
Berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak
dengan orang lain atau siswa.
3. Leading
Memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu.
4. Gunakan Kata Positif
Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja ikiran bawah sadar
yang tidak mau menerima kata negative.
5. Berikan Pujian
Pujian merupakan reward atas peningkatan harga diri seseorang. Pujian
merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang.
6. Modeling
Adalah proses memberi teladan melalui ucapan dan perilaku yang
konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
Hypnoteaching.
K. Tips Memaksimalkan Pembelajaran Hypnoteaching
Adapun beberapa tips dalam memaksimalkan pembelajaran Hypnoteaching
adalah sebagai berikut:
1. Menguasai Materi secara Komprehensif
2. Libatkan Siswa secara Aktif
3. Upayakan untuk Melakukan Interaksi Informal dengan Siswa
4. Berikan Siswa Kewenangan dan Tanggung Jawab atas Belajarnya
5. Yakinkan bahwa Setiap Siswa Memiliki Cara Belajar yang Berbeda-
Beda
6. Yakinkan siswa bahwa meraka mampu berhasil dalam pelajaran
7. Beri kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara
kolaboratif atau kooperatif
8. Upayakan materi yang disampaikan kontekstual
9. Berikan umpan balik dengan cepat dan bersifat deskriptif
10. Tingkatkan jam terbang
L. Cara Pelaksanaan Metode pembelajaran Hypnoteaching
Hipnotis adalah suatu hal yang memiliki kekuatan tersendiri.Dan, tidak bisa
dipungkiri bahwa hipnotis dapat digunakan sebagai sarana untuk
mempengaruhi orang lain, baik dalam hal positif maupun negative.Adapun
segi positifnya adalah hipnotis sangat ampuh untuk mengoptimalkan
kegiatan belajar mengajar, yang kemudian berujung pada keuntungan, karena
dalam menumbuhkan siswa-siswa yang pintar.
Dalam konteks ini, seorang guru tentu saja perlu belajar untuk menggunakan
hipnotis dalam pengajarannya. Hipnotis dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan daya ingat, kreatifitas, focus, menembus batasan mental (self
limiting mental block), dan lain sebagainya dalam diri siswa.
Mengajar dengan metode hipnotis (Hypnoteaching) adalah sebuah metode
mutakhir yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara
formal maupun nonformal.Akan tetapi, metode ini masih dalam eksperimen
dan banyak kemungkinan untuk dikembangkan sesuai dengan situasi,
kondisi dan karakteristik material di dunia keguruan.
Adapun cara hipnoteaching ini, yaitu gelombang otak siswa harus diturunkan
dari kondisi beta menjadi alpha, bahkan theta. Hal ini bertujuan agar ia lebih
mudah menerima informasi secara efektif dalam pikiran bawah sadarnya.
Agar kondisi tersebut bisa tercapai, seorang guru harus bisa menghipnotis
siswa kedalam kondisi rileks atau masuk ke alam bawah sadar, dengan
menggunakan bahasa-bahasa yang dapat membuatnya rileks dan nyaman.
Selain itu, dalam proses hipnoteaching, juga diperlukan teknik imprivisasi
yang bagus, intonasi suara diatur, bersifat persuasive penuh bujukan,
kualitas, vocal dan pemilihan kata. Ketika siswa berada pada gelombang otak
alpha, saat itu guru memasukan afirmasi positif atau sugesti positif kedalam
43
pikiran bawah sadarnya.Afirmasi ini merupakan ucapan-ucapan positif untuk
menggantikan nilai-nilai negative dalam pikiran bawah sadarnya.
Kekuatan kata yang berasal dari guru harus benar-benar memberikan
pengaruh kuat kepada siswa.ini biasanya dilakukan dengan memberikan
dorongan kuat yang positif dan meniadakan kata-kata yang memiliki
konotasi negasi. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan keterampilan
dalam memilih kata-kata yang pas bagi usia siswa itu sendiri.
5. Latihan Hipnotis untuk Guru
Setiap guru memiliki potensi yang dapat melakukan Hypnoteaching, karena
metode ini merupakan keterampilan yang dapat dipelajari.Untuk dapat
menumbuhkan kemampuan Hypnoteaching terdapat beberapa langkah yang
dapat dilakukan olehnya.
1. Biasakan mengucapkan lafal-lafal dengan fasih
Fasih berarti mengucapkan kata-kata dengan jelas.
2. Belajar menggunaka intonasi yang bervariasi
Anggap kelas adalah tempat kita memerankan suatu tokoh dalam sebuah
drama
3. Hilangkan penggunaan kata jeda
Seorang ahli hipnotis mampu menguraikan kata secara spontanitas, tanpa
ada jeda kata yang terlalu lama, apalagi mengeluarkan kata-kata jeda dan
sejenisnya.
4. Biasakan mengatakan ide yang terlintas dalam pikiran kita, meskipun
tidak nyambung
Kebiasaan ini akan membantu kita untuk membantu mengucapkan ide
yang datang secara tiba-tiba.
5. Biasakan menatap tajam objek yang diajak biacara
44
Tatapan mata adalah tanda bahwa seseorang ingin menyampaikan
sesuatu kepada orang yang ditujunya.
6. Gerakan anggota badan kita secara dinamis
Gerakan badan badan dalam sebuah dialog menunjukan bahwa sesuatu
itu sangat penting dan dahsyat.
7. Gunakan media yang efektif
Memanfaatkan media sangat membantu agar orang yang diajak bicara
mampu menangkap pesan secara lebih lengkap ketimbang pembicaraan
saja.
8. Biasakan menggunakan kata-kata yang memotivasi
Kata-kata yang bisa memotivasi sangat membantu seseorang untuk
mengikuti apa yang kita inginkan. Dengan demikian pemilihan kata yang
tepat pun sangat diperlukan.
9. Biasakan menyampaikan pesan dengan sepenuh hati
Membiasakan diri untuk menyampaikan pesan dengan sepenuh hati
adalah kunci yang menentukan keberhasilan ketika kita hendak mengajak
orang lain mengikuti keinginan kita.
6. Prinsip dalam Pelaksanaan Hypnoteaching agar Tujuan
Pembelajaran dapat Tercapai
Pembelajaran dengan menggunakan hipnotis tentu saja berbeda dengan
model pembelajaran lainnya, sehingga terdapat beberapa hal yang harus
dibedakan dalam pelaksanaannya. Hal ini dilakukan supaya pelaksanaan
pembelajaran dengan model Hypnoteaching bisa berjalan secara efektif dan
mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun beberapa langkah yang perlu
dilakukan oleh guru agar bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan baik
adalah sebagai berikut:
45
1. Mengudentifikasi terlebih dahulu kebutuhan siswa.
2. Merencanakan pembelajaran dengan mengaitkan media hipnotis, seperti
suara, gambar, tulisan, gerak dan simbol-simbol.
3. Memulai mengajar sesuai dengan rencana yang telah dibuat, seperti
melakukan induksi (cara untuk masuk ke dalam keadaan fokus.
4. Melakukan afirmasi (menyatakan sesuatu yang positif tentang diri
sendiri) sebagai bahan untuk memunculkan gagasan dari siswa.
5. Melakukan visualisasi sebagai sarana agar siswa dapat memproduksi
gagasan sebanyak-banyaknya berkaitan dengan topik pembelajaran hari
itu.
6. Melakukan evaluasi.
7. Sebelum pembelajaran berakhir, dilakukan refleksi tentang sesuatu yang
dialami oleh siswa.
7. Metode Pembelajaran Hypnoteaching
Salah satu unsur hipnotis dalam proses pembelajaran adalah menggunakan
alat peraga atau mengeluarkan ekspresi diri, jika perlu seluruh anggota badan
dapat digerakan. Adapun salah satu keberhasilan metode Hypnoteaching
adalah menggunakan teknik cerita dan kisah tentang orang-orang sukses
sebagai upaya untuk memotivasi siswa.adapun beberapa metode dalam
pembelajaran Hypnoteaching tersebut adalah:
1. Semua siswa dipersilahkan duduk dengan rilex.
2. Kosongkan fikiran untuk sesaat.
3. Tarik nafas panjang melalui hidung, lalu hembuskan lewat mulut.
4. Lakukan terus secara berulang dengan pernafasan yang teratur.
5. Berikan sugesti pada setiap tarikan nafas supaya badan terasa rilex.
6. Lakukan terus-menerus dan berulang, kata-kata sugesti yang akan
membuat suyet nyenyak dan tertidur.
46
7. Perhatikan posisi kepala dari semua suyet. Bagi yang sudah tidur, akan
tampak tertunduk atau leher tidak mampu menahan beratnya kepala.
8. Berikan sugesti positif, seperti fokus pada pikiran, peka terhadap
pendengan, fresh otak dan pikiran, serta kenyamanan pada seluruh badan.
9. Jika dirasa sudah cukup, bangunkan suyet secara bertahap dengan
melakukan hitungan 1-10 maka, pada hitungan ke 10 akan tersadar dalam
kondisi segar bugar.hanyalah salah satu dari beberapa metode yang dapat
dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang efektivitas dan
efisiensinya sangat tergantung kepada pelaku, objek, situasi dan kondisi
pembelajaran. Oleh karena itu sebelum seorang guru memutuskan untuk
menggunakan metode Hypnoteaching, dibutuhkan analisis karena semua
daya dukung yang mampu membantu terlaksananya metode ini.
47
BAB 4
MEMBUAT MEDIA YANG BAIK
M.KRITERIA PEMILIHAN MEDIA
Media pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya
tidak akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan
pembelajaran, namun hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di lakukan
pemilihan media tersebut. Agar pemilihan media pembelajaran
tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria
dan langkah-langkah pemilihan media. Kriteria yang perlu
dipertimbangkan guru atau tenaga pendidik dalam memilih media
pembelajaran menurut Nana Sudjana (1990: 4-5) yakni 1) ketepatan
media dengan tujuan pengajaran; 2) dukungan terhadap isi bahan
pelajaran; 3) kemudahan memperoleh media; 4) keterrampilan guru
dalam menggunakannya; 5) tersedia waktu untuk menggunakannya;
dan 6) sesuai dengan taraf berfikir anak. Sepadan dengan hal itu I
Nyoman Sudana Degeng (1993; 26-27) menyatakan bahwa ada
sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan guru/pendidik dalam
memilih media pembelajaran, yaitu: 1) tujuan instruksional; 2)
keefektifan; 3) siswa; 4) ketersediaan; 5) biaya pengadaan; 6) kualitas
teknis. Selanjutnya menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti
(1992/1993: 67-68) kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media yaitu: 1) tujuan; 2) karakteristik siswa; 3) alokasi
waktu; 4) ketersediaan; 5) efektivitas; 6) kompatibilitas; dan 7) biaya.
Berkaitan dengan pemilihan media ini, Azhar Arsyad (1997:
76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media yaitu: 1) sesuai
48
dengan tujuan yang ingin dicapai; 2) tepat untuk mendukung isi
pelajaran; 3) praktis, luwes, dan tahan; 4) guru terampil
menggunakannya; 5) pengelompokan sasaran; dan 6) mutu teknis.
Selanjutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77)
menyatakan bahwa dalam memilih media perlu mempertimbangkan
kriteria sebagai berikut: 1) content; 2) purposes; 3) appropriatness;
4) cost; 5) technical quality; 6) circumstances of uses; 7) learner
verification, and 8) validation.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pada
prinsipnya pendapat-pendapat tersebut memiliki kesamaan dan saling
melengkapi. Selanjutnya menurut hemat penulis yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu tujuan pembelajaran,
keefektifan, peserta didik, ketersediaan, kualitas teknis, biaya,
fleksibilitas, dan kemampuan orang yang menggunakannya serta
alokasi waktu yang tersedia. Untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat
menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya, mungkin ada sejumlah alternatif yang dianggap cocok untuk
tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok. Kecocokan
banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan yang akan dicapai
dengan karakteristik media yang akan digunakan.
2. Keefektifan. Dari beberapa alternatif media yang sudah
dipilih, mana yang dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
3. Peserta didik. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan
ketika kita memilih media pembelajaran berkait dengan peserta didik,
seperti: apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik peserta 49
didik, baik itu kemampuan/taraf berpikirnya, pengalamannya, menarik
tidaknya media pembelajaran bagi peserta didik? Digunakan untuk peserta
didik kelas dan jenjang pendidikan yang mana? Apakah untuk belajar
secara individual, kelompok kecil, atau kelompok besar/kelas? Berapa
jumlah peserta didiknya? Di mana lokasinya? Bagaimana gaya belajarnya?
Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menggunakan media dalam
kegiatan pembelajaran.
4. Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah
tersedia? Kalu belum, apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah?
Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu
membuat sendiri, membuat bersama-sama dengan peserta didik, meminjam
menyewa, membeli dan mungkin bantuan.
5. Kualitas teknis. Apakah media media yang dipilih itu kualitas
baik? Apakah memenuhi syarat sebagai media pendidikan? Bagaimana
keadaan daya tahan media yang dipilih itu?
6. Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan
media, apakah tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang
dengan manfaat dan hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin
lebih murah, tetapi memiliki keefektifan setara?
7. Fleksibilitas (lentur), dan kenyamanan media. Dalam memilih
media harus dipertimbangkan kelenturan dalam arti dapat digunakan dalam
berbagai situasi dan pada saat digunakan tidak berbahaya.
8. Kemampuan orang yang menggunakannya. Betapapun
tingginya nilai kegunaan media, tidak akan memberi manfaat yang banyak
bagi orang yang tidak mampu menggunakannya.
9. Alokasi waktu, waktu yang tersedia dalam proses
pembelajaran akan berpengaruh terhadap penggunaan media pembelajaran.
Untuk itu ketika memilih media pembelajaran kita dapat mengajukan 50
beberapa pertanyaan seperti; apakah dengan waktu yang tersedia cukup
untuk pengadaan media, apakah waktu yang tersedia juga cukup untuk
penggunaannya.
N. LANGKAH-LANGKAH PEMILIHAN MEDIA
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pemilihan
media pembelajaran. Pendapat Gagne dan Briggs yang dikutip oleh
Mohammad Ali (1984: 73) menyarankan langkah-langkah dalam
memilih media pengajaran yaitu: 1) merumuskan tujuan
pembelajaran, 2) mengklasifikasi tujuan berdasarkan domein atau
tipe belajar, 3) memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan
berlangsung, 4) Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa, 5)
mendaftar media yang dapat digunakan pada setiap peristiwa dalam
pengajaran, 6) Mempertimbangkan (berdasarkan nilai kegunaan)
media yang dipakai. 7) Menentukan media yang terpilih akan
digunakan, 8) menulis rasional (penalaran) memilih media tersebut,
9) Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap peristiwa, dan 10)
Menuliskan script pembicaraan dalam penggunaan.media. Selaras
dengan hal tersebut, Anderson (1976) menyarankan langkah-langkah
yang perlu ditempuh dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:
1. Langkah 1: Penerangan atau Pembelajaran
Langkah pertama menentukan apakah penggunaan media
untuk keperluan informasi atau pembelajaran. Media untuk keperluan
informasi, penerima informasi tidak ada kewajiban untuk dievaluasi
kemampuan/keterampilannya dalam menerima informasi,
sedangkankan media untuk keperluan pembelajaran penerima
pembelajaran harus menunjukkan kemampuannya sebagai bukti
bahwa mereka telah belajar.51
2. Langkah 2: Tentukan Transmisi Pesan
Dalam kegiatan ini kita sebenarnya dapat menentukan pilihan,
apakah dalam proses pembelajaran akan digunakan ‘alat bantu
pengajaran’ atau ‘media pembelajaran’. Alat bantu pengajaran alat
yang didesain, dikembangkan, dan diproduksi untuk memperjelas
tenaga pendidik dalam mengajar. Sedangkan media pembelajaran
adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara produk
pengembang media dan peserta didik/pengguna. Atau dengan kata
lain peran pendidik sebagai penyampai materi pembelajaran
digantikan oleh media.
3. Langkah 3: Tentukan Karakteristik Pelajaran
Asumsi kita bahwa kita telah menyusun disain pembelajaran,
dimana kita telah melakukan analisis tentang mengajar, merumuskan
tujuan pembelajaran, telah memilih materi dan metode. Selanjutnya
perlu dianalisis apakah tujuan pembelajaran yang telah ditentukan itu
termasuk dalam ranah kognitif, afektif atau psikomotor. Masing-
masing ranah tujuan tersebut memerlukan media yang berbeda.
4. Langkah 4: Klasifikasi Media
Media dapat diklasifikasikan sesuai dengan ciri khusus
masing-masing media. Berdasarkan persepsi dria manusia normal
media dapat diklasifikasikan menjadi media audio, media video, dan
audio visual. Berdasarkan ciri dan bentuk fisiknya media dapat
dikelompokkan menjadi media proyeksi (diam dan gerak) dan media
non proyeksi (dua dimensi dan tiga dimensi). Sedangkan jika
diklasifikasikan berdasarkan keberadaannya, media dikelompokkan
menjadi dua yaitu media yang berada di dalam ruang kelas dan
media-media yang berada di luar ruang kelas. Masing-masing media
52
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan
dengan media lainnya.
5. Langkah 5: Analisis karakteristik masing-masing media.
Media pembelajaran yang banyak macamnya perlu dianalisis
kelebihan dan kekurangannya dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Pertimbangan pula dari aspek ekonomi dan
ketersediaannya. Dari berbagai alternatif kemudian dipilih media
yang paling tepat.
O. PRINSIP-PRINSIP PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN
Penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran
akan memberi kontribusi terhadap efektivitas pencapaian tujuan
pembelajaran. Berbagai hasil penelitian pada intinya menyatakan
bahwa berbagai macam media pembelajaran memberikan bantuan
sangat besar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun
demikian peran tenaga pengajar itu sendiri juga menentukan terhadap
efektivitas penggunaan media dalam pembelajaran. Peran tersebut
tercermin dari kemampuannya dalam memilih media yang
digunakan.
Penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran
perlu mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu:
1. Tidak ada satu media pun yang paling baik untuk semua
tujuan. Suatu media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu, tetapi
mungkin tidak cocok untuk pembelajaran yang lain.
2. Media adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Hal
ini berarti bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar guru saja,
tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran.
Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen lain dalam
perancangan pembelajaran. Tanpa alat bantu mengajar mungkin 53
pembelajaran tetap dapat berlangsung, tetapi tanpa media itu tidak akan
terjadi.
3. Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya
adalah untuk memudahkan belajar peserta didik. Kemudahan belajar peserta
didik haruslah dijadikan acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu
media.
4. Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan
pembelajaran bukan hanya sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan,
melainkan mempunyai tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang
berlangsung.
5. Pemilihan media hendaknya objektif, yaitu didasarkan pada
tujuan pembelajaran, tidak didasarkan pada kesenangan pribadi tenaga
pengajar.
6. Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat
membingungkan peserta didik. Penggunaan multi media tidak berarti
menggunakan media yang banyak sekaligus, tetapi media tertentu dipilih
untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang lain pula.
7. Kebaikan dan kekurangan media tidak tergantung pada
kekonkritan dan keabstrakannya saja. Media yang konkrit ujudnya, mungkin
sukar untuk dipahami karena rumitnya, tetapi media yang abstrk dapat pula
memberikan pengertian yang tepat.
P. POLA PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN
Secara umum pola penggunaan media pembelajaran
dikelompokkan menjadi dua yaitu pola penggunaan di dalam kelas
dan pola penggunaan di luar kelas. Pola penggunaan di dalam kelas
atau pada pembelajaran tatap muka, media pembelajaran digunakan
untuk menunjang penyajian materi pembelajaran sehingga lebih
54
mudah dipahami peserta didik yang pada akhirnya tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan baik.
Sedangkan pola penggunaan media pembelajaran di luar kelas, media
pada umumnya digunakan untuk belajar mandiri dan belajar jarak
jauh. Media yang digunakan antara lain modul, kaset/CD, VCD dan
internet.
Q. LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN MEDIA
PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang telah dipilih agar dapat digunakan
secara efektif dan efisien perlu menempuh langkah-langkah secara
sistematis. Ada tiga langkah yang pokok yang dapat dilakukan yaitu
persiapan, pelaksanaan/penyajian, dan tindak lanjut.
8. Persiapan
Persiapan maksudnya kegiatan dari seorang tenaga pengajar
yang akan mengajar dengan menggunakan media pembelajaran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan tenaga pengajar pada
langkah persiapan diantaranya: a) membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran/perkuliahan sebagaimana bila akan mengajar seperti
biasanya. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran/perkuliahan
cantumkan media yang akan digunakan. b) mempelajari buku
petunjuk atau bahan penyerta yang telah disediakan, c) menyiapkan
55
dan mengatur peralatan yang akan digunakan agar dalam
pelaksanaannya nanti tidak terburu-buru dan mencari-cari lagi serta
peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik.
9. Pelaksanaan/Penyajian
Tenaga Pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan media pembelajaran perlu mempertimbangkan
seperti: a) yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap
dan siap untuk digunakan. b) jelaskan tujuan yang akan dicapai, c)
jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik
selama proses pembelajaran, d) hindari kejadian-kejadian yang
sekiranya dapat mengganggu perhatian/konsentrasi, dan ketenangan
peserta didik.
10. Tindak lanjut
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman
peserta didik tentang materi yang dibahas dengan menggunakan
media. Disamping itu kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur
efektivitas pembelajaran yang telah dilakukannya. Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan diantaranya diskusi, eksperimen, observasi,
latihan dan tes.
56
57
PENUTUP
Media pembelajaran merupakan faktor penting dalam
peningkatan kualitas pembelajaran. Media pembelajaran sangat
banyak macamnya, tentunya tidak digunakan sekaligus. Untuk itu
perlu dipilih secara cermat, media mana yang lebih tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ada beberapa
kriteria dan langkah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media.
Kriteria yang dimaksud yaitu tujuan pembelajaran, keefektifan,
karakteristik peserta didik, ketersediaan, kualitas teknis, biaya,
fleksibilitas, kemampuan orang yang menggunakannya dan waktu
yang tersedia. Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media pembelajaran yaitu kegiatan penerangan atau
pembelajaran, Tentukan transmisi pesan, Tentukan karakteristik
pelajaran, Klasifikasi media, dan Analisis karakteristik masing-
masing media. Betapapun baiknya media yang telah dipilih, bila
tidak digunakan dengan baik tentunya tidak banyak manfaatnya.
Dalam penggunaan media pembelajaran terdapat dua pola yang dapat
dilakukan yaitu pola penggunaan di dalam kelas dan pola
penggunaan di luar kelas. Adapun prosedur pokok yang dapat
dilakukan dalam penggunaan media pembelajaran yaitu persiapan,
pelaksanaan, dan tindak lanjut.
58
DAFTAR PUSTAKA
Azar Arsyad. (1997). Media Pengajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto (2011). Media
Pembelajaran manual dan digital. Bogor : Ghalia Indonesia
Mohamad Ali. (1984). Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. (1991). Media Pengajaran.
Bandung: Sinar Baru.
Arief S. Sadiman, dkk. (1990). Media Pendidikan
(Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya). Jakarta: CV.
Rajawali
Degeng, I Nyoman Sudana. (1993) Media Pendidikan.
Malang: FIP IKIP Malang.
Basuki Wibawa dan Farida Mukti. (1992/1993). Media
Pengajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikti
Dipdikbud.
Brown, James W, Lewis Robert B, and Harcleroad, Fred F.
(1983). AV Instructional: Technology, Media, and Method. New
York: Mc. Graw-Hill Book Company.
59
Heinich, Robert, Cs. (1982). Instructional Media. New York:
John Wiley & Sons.
Anderson, Ronald H. (1976). Selecting and Developing Media for
Instruction,. Westcounsin: ASTD.
60