Buku Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang 209

download Buku Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang 209

of 46

Transcript of Buku Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang 209

DAFTAR ISI halaman Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar GambarBAB I.

.................................................................................. .................................................................................. .............. ..

i ii iii iv 1 2 2 4 5 8 10 13 17 19 22 24 25 27 29 33 34 36 38 39 41

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang..................................................... 1.2. Pengertian Ketahanan Sosial................................... 1.3. Ruang Lingkup BAB. II. STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang..................... 2.2. Wilayah Geografis ....................................................... 2.3. Kondisi Sumber Daya Alam ................................ 2.4. Kondisi Lingkungan Hidup .BAB. III. STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk .. 3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin 3.3. Ketenagakerjaan 3.4. Pendidikan . 3.5. Kesehatan . 3.6. Sosial Budaya ...BAB. IV. STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

4.1. Tingkat Inflasi ............................................................. 4.2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 4.3. Pendapatan Perkapita .................................................. 4.4. Kemiskinan ................................................................. 4.5. Ketahanan Pangan ......................................................BAB. V. STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

5.1. Politik................... 5.2. Keamanan dan Ketertiban .. 5.3. Bencana Alam .

DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan................ Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap........................ Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang... Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART .. Tabel 5. TPAK dan TPT ... Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah................... Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa .. Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha . Tabel 10. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun 2005 2009 ............................................................................ Tabel 11. Hasil Pendataan PPLS Tahun 2008 ................................ . Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang ............................................... Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (dalam Ton).......... Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal ... 36 37 40 33 34 7 12 14 16 20 23 25 26 32

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

iii

DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan .................. Gambar 2. Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009 .......................................................... 18 Gambar 3. Persentase penduduk Kota Semarang menurut Pendidikan yang Ditamatkan (tahun 2009) .......................................................... 23 8

Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun 2004-2009 ..... 28 Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun 2004 2009 . 31

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam

pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung. Untuk itu dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama dibidang sosial yang akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan eksistensinya. Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang terjadi seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat. Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak yang negatif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa didalam menyikapi perubahan yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

1

tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu. Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 ini mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang diperlukan, baik untuk kepentingan nasional maupun provinsi dan

kabupaten/kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

1.2.

Pengertian Ketahanan Sosial Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah

ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan ketahanan sosial dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu wilayah tertentu dipengaruhi/ditentukan oleh berbagai fenomena/faktor

independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat dan ketahanan lingkungan.

1.3. Ruang Lingkup Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya, sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan danStatistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 20092

selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari sinergi masing-masing ketahanan wailayah. Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal atau masyarakat setempat. Didalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk didalam wilayah ini lebih besar dibandingkan dengan penduduk diluar wilayahnya. Atas dasar ini, maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik ketahanan lingkungan dan statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut (internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal). Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya pengukuran ini maka

ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang bersifat kuantitatif ukuran dimaksud dapat berupa indikator maupun indeks komposit.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

3

BAB II STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi maupaun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat.

2.1.

Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka

pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah tersebut. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

4

Dimasa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah barat disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Dibawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 Masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu maka secara adat dan politis berdirilah Kota Semarang.

2.2. Wilayah Geografis Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o 50 7o 10 Lintang Selatan dan garis 109o 50 110o 35 Bujur Timur. Letak Kota Semarang tersebut hampir berada ditengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi JawaStatistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 20095

Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5 km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 Km2 yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Mijen (57,55 km2) diikuti oleh kecamatan Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan (5,93 km2). Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22 persen diwilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90-348 meter diatas permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 3,5 MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan Semarang Atas atau kota atas. Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung, sedangkan kota atas struktur geologinya sebagaian besar terdiri dari batuan beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman, bangunan, kawasan industri, tambak. Disamping itu Kota bawah juga sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutanStatistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 20096

dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan. Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5oC dengan temperatur rendah berkisar antara 24,2oC dan tertinggi berkisar 31,8oC, dengan kelembaban udara rata-rata 79 persen. Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut KecamatanNO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM2) PERSEN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Mijen Gunungpati Banyumanik Gajahmungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Jumlah

57,55 54,11 25,69 9,07 5,93 6,54 44,20 20,72 27,39 6,18 7,70 10,97 6,14 21,74 31,78 37,99 373,70

15,40 14,48 6,87 2,43 1,59 1,75 11,83 5,54 7,33 1,65 2,06 2,93 1,64 5,82 8,50 10,16 100,00

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

7

2.3.

Kondisi Sumber Daya Alam Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai

modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/ tambak, bahan-bahan material untuk bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya. Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan. Untuk tanah persawahan luasnya 39,90 km2 pada tahun 2009, tidak berselisih jauh bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, sebesar 39,80 km2. Kondisi ini tentu saja bisa dimaklumi karena dengan semakin tinggi perkembangan penduduk maka alih guna lahan pertanian otomatis sudah menjadi keniscayaan.

Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan LahanLainnya; 23% Sawah; 11%

Kolam/ Tambak; 5%

Tegalan; 24%

Bangunan; 38%

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

8

Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar 89,89 km2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar 16,91 km2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan seluas 140,49 km2 atau sekitar 38 persen dari luas wilayah Kota Semarang. Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungaisungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol, Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak. Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 % selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang. Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataranStatistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 20099

tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20-40 meter. Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM untuk golongan rumahtangga sebanyak 120.204 rumahtangga atau 93 persen, sedangkan pelanggan lain dari kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak 9.111 pelanggan.

2.4.

Kondisi Lingkungan Hidup Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan

merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian, mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan (tata ruang).Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 200910

Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan, lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari hak penguasaan tanah, jumlah tanah yang bersertifikat yang berupa hak milik terus meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 sebanyak 15.894 buah melesat menjadi 80.604 buah pada tahun 2009. Sedangkan Hak Guna Bangunan meningkat dari 3.914 buah pada tahun 2008 menjadi 12.633 pada tahun 2009. Demikian pula dengan Hak Pakai, naik dari 110 buah pada tahun 2008 menjadi 2.911 buah pada tahun 2009. Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2009, 65,38 persen rumahtangga di Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri. Kemudian 8,51 persen rumahtangga dengan status mengontrak, 8,88 persen dengan menyewa/bebas sewa/dinas dan sisanya dengan status lainnya sebesar 17,23 persen. Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2,75 persen rumah di Kota Semarang beratapkan beton, kemudian 83,97 persen beratapkan genteng dan 13,28 beratapkan sirap/asbes/seng/lainnya. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 terlihat mengalami penurunan untuk jenis atap rumah asbes, sedangkan jenis atap selain asbes mengalami peningkatan.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

11

Tabel 2. Persentase rumah menurut jenis atap Jenis Atap (1) 1. Beton 2. Genteng 3. Seng 4. Asbes Sumber : BPS Kota Semarang Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan. Pada tahun 2009 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan air kemasan dan ledeng sebesar 66,66 persen, sedangkan sisanya menggunakan air dari sumur, mata air dan lain-lain. 2008 (2) 1,94 82,30 0,48 15,15 2009 (3) 2,75 83,97 0,72 12,33

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

12

BAB III STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi didalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan dititik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk yang besar hanya dapat merupakan modal atau aset pembangunan jika kualitasnya baik, sebaliknya hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya rendah.

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2009 tercatat sebesar 1.506.924 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi Jawa Tengah, sedangkan 4(empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes, disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tegal.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

13

Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Hal ini bisa dilihat pada tabel.1 dimana selama kurun waktu Tahun 2004 sampai dengan 2006 laju pertumbuhan penduduk terus mengalami penurunan, kemudian pada periode 2006-2008 mengalami kenaikan, kemudian kembali menurun pada Tahun 2009. Namun pertumbuhan penduduk tersebut masih cukup tinggi, hal ini bisa terjadi mengingat daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan ketahanan wilayah/sosialnya.

Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang Tahun (1) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Penduduk (2) 1.399.133 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Pertumbuhan (%) (3) 1.52 1,45 1,02 1,43 1,86 1,71

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

14

Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu tahun. Selama periode enam tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan. Untuk CBR selama periode 2004-2009 terus mengalami peningkatan, hal ini menjadi salah satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan. Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 20042009. Sebagai gambaran pada tahun 2009 angka CBR sebesar 17,01, yang berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 17 orang karena kelahiran. Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,98 yang artinya setiap 1.000 penduduk selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 10 orang perseribu bila dinyatakan dalam persen sebesar 1 % merupakan angka pertumbuhan penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI). Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration), dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2009 tingkat migrasi masuk sebesar 24,62 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama 1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 25 orang, sedangkan tingkat

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

15

migrasi keluar sebesar 22,07 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 2,55 atau 0,26 persen, angka inilah yang dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration rate). Keadaan ini tentu saja sangat logis, mengingat Kota Semarang sebagai ibukota provinsi berpotensi sebagai daerah tujuan penduduk baik dalam hal pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya. Sebagai kota besar Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, pada tahun 2009 ini kepadatan penduduknya sebesar 4.032 jiwa per km, selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2007 sebesar 3.892 jiwa per km2 dan pada tahun 2008 sebesar 3.965 jiwa per km2. Bila dilihat tiap Kecamatan ada 6 (enam) Kecamatan yang mempunyai kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Angka kepadatan penduduk yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 868 jiwa per km diikuti dengan Kecamatan Mijen (887 jiwa/km) dan Kecamatan Gunungpati (1.267 jiwa/km). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah pengembangan industri. Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Tahun 2007 2008 2009Sumber : BPS Kota Semarang

Kepadatan Penduduk 3.892 3.965 4.032

Jumlah ART 4,13 3,96 3,64

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

16

Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.437 jiwa per km, diikuti oleh Kecamatan Candisari (12.309 jiwa/km), Kecamatan Semarang Tengah (11.981 jiwa/km), Kecamatan Gayamsari (11.960 jiwa/km), dan Kecamatan Semarang Utara (11.610 jiwa/km). Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial, semakin padat suatu rumahtangga semakin berkurang karena

ketahanan

wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan ratarata jumlah anggota rumahtangga mengalami fluktuasi, dari tahun 2007 sebesar 4,13 jiwa per rumahtangga, menjadi 3,96 jiwa di tahun 2008 dan pada tahun 2009 turun sebesar 3,64 jiwa per rumahtangga.

3.2.

Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang

perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin, dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtanggaStatistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 200917

Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan penduduk yang produktif (15-64 tahun). Angka beban ketergantungan memberikan gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/ aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Untuk penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua sekali, maka beban ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara berkembang karena struktur umur penduduknya muda, maka angka beban ketergantungannya biasanya relatif tinggi.Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 pria 0 - 14 15 - 64 65+ wanita 151.715 40.929 145.786 54.260 555.871 558.363

Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2009 sebesar 35,24 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 26,70 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 8,54 persen. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

18

perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 35,23 persen, 26,66 persen 8,57 persen. Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis kelamin (sex ratio). Dari 1.506.924 jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun 2009, sebanyak 748.515 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan 758.409 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100 ada sebanyak 4 (empat) kecamatan, yang paling tinggi adalah Kecamatan Kecamatan Tembalang (102) , kemudian Mijen (101), Kecamatan Gajahmungkur (101) dan Kecamatan Gunungpati (101) yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.

3.3.

Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai

pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan (terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

19

eskalasinya

menunjukkan/mengindikasikan

seberapa

kuatnya

ketahan

wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang ketenagakerjaan. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Perkembangan TPAK terlihat mengalami peningkatan selama periode 20082009, yaitu dari 63,74 persen menjadi 66,24 persen. Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indikator (1) Laki-laki TPAK Perempuan Total Laki-laki TPT Perempuan TotalSumber : BPS Kota Semarang

2008 (2) 74,64 53,39 63,74 12,41 10,32 11,51

2009 (3) 76,03 56,93 66,24 11,28 9,88 10,66

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

20

Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 4, TPAK laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan. Besarnya TPAK laki-laki pada tahun 2008 adalah 74,64 persen naik menjadi 76,03 persen pada tahun 2009. Sedangkan TPAK perempuan naik dari 53,39 persen menjadi 56,93 persen pada periode yang sama. Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang

ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2009 sebesar 10,66 persen sedangkan pada tahun 2008 sebesar 11,51 persen. Bila dirinci menurut jenis kelamin, keduanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari 12,41 menjadi 11,28 untuk tingkat pengangguran terbuka dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan tingkat pengangguran untuk jenis kelamin perempuan yakni dari 10,32 menjadi 9,88 di tahun 2009. Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk kedalam pasar kerja semakin banyak, namun masih rendah dalam ketrampilan sehingga penyerapan tenaga kerja perempuan masih cukup banyak. Disamping itu permintaan dan jenis lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan masih relatif terbatas, sehingga persaingan yang terjadi cukup tajam,yang pada akhirnya tenaga kerja trampil saja yang bisa diterima bekerja.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

21

3.4.

Pendidikan Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah

satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar sesama. Dengan asumsi bahwa memperoleh semakin lama penduduk suatu wilayah ketahanan wilayah/sosialnya relatif

pendidikan/bersekolah,

semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah ( baik itu angka partisipasi kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM)), kemudian angka buta huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah indikator untuk mengukur

proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009

22

Tabel 6. Angka Melek Huruf (persen) dan Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Tahun 2008-2009 Uraian (1) Tahun 2008 Tahun 2009Sumber : BPS Kota Semarang

Angka Melek Huruf (persen) (2) 95,94 96,44

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) (3) 9,80 9,98

Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang pendidikan relatif terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf di Kota Semarang mencapai 95,94 persen pada 2008 dan 96,44 pada tahun 2009. Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 2008 sekitar 9,8 tahun dan 9,98 tahun pada tahun 2009.Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Kota Semarang menurut Pendidikan Yang Ditamatkan (Tahun 2009)

SD 24,89%

SLTP 18,15%

SLTA 30,91%