Buku multi intern

83
DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Editor : Drs. H. M. Yusuf Asry, M.Si.,APU KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN JAKARTA 2010

Transcript of Buku multi intern

DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL

ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI

SULAWESI SELATAN

Editor : Drs. H. M. Yusuf Asry, M.Si.,APU

KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN JAKARTA

2010

Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan

Ed. I. Cet. 1. ------- Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama 2010

ix + 75 hlm; 21 x 29 cm

ISBN 978-979-797-282-0

Hak Cipta 2010, pada Penerbit

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,

tanpa izin sah dari penerbit

Cetakan Pertama, September 2010

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL

ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI SULAWESI

SELATAN

Editor: Drs. H.M. Yusuf Asry, M.Si.,APU

Desain cover dan Lay out oleh: H. Zabidi

Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Gedung Bayt al-Qur’an Museum Istiqlal Komplek Taman Mini

Indonesia Indah, Jakarta Telp/Fax. (021) 87790189, 87793540

Diterbitkan oleh: Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta Anggota IKAPI No. 387/DKI/09

Jl. Jatiwaringin Raya No. 55 Jakarta 13620 Telp. (021) 862 1522, 8661 0137, 9821 5932 Fax. (021) 862 1522

 

iii

KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT

KEMENTERIAN AGAMA

lhamdulillah, saya menyambut baik atas telah dapat diterbitkan buku Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan

Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Sulawesi Selatan ini.

Buku ini berisi pokok-pokok pikiran yang strategis dan penting untuk dibaca dan diketahui oleh masyarakat luas. Pertama, buku ini memuat upaya pengembangan wawasan multikultural dalam rangka mencari cara efektif membangun ukhuwah ditengah kemajemukan intern umat Islam. Kedua, berisi peningkatkan kerjasama antar lembaga/ormas dan tokoh Islam dalam usaha ekonomi ditengah melemah kepedulian di bidang tersebut dewasa ini.

Dialog dalam masalah strategis yang dihadapi oleh umat seperti ini sangat tepat, dengan melibatkan pimpinan ormas Islam daerah dan pusat, akademisi atau pakar ekonomi syariah, dan pelaku bisnis di daerah. Dari belajar pada pengalaman lapangan tersebut dapat menumbuhkan kebersamaan dalam pengembangan wawasan multikultural dan pemberdayaan ekonomi umat.

Saya harapkan kepada pimpinan ormas Islam pusat dan daerah, para pakar ekonomi syariah dan praktisi usaha ekonomi di daerah hendaknya secara bersama-sama terus memberikan sumbangan positif dan konstruktif terhadap pemberdayaan umat. Hanya dengan demikian suatu dialog akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara optimal.

A

 

iv 

Saya harapkan juga bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) hendaknya dapat menggali dan melestarikan kearifan lokal yang bermanfaat mendukung kerukunan intern umat Islam, sekaligus mengkaji dan menemukan kearifan baru lainnya.

Akhirnya dengan terbitnya buku ini, kiranya dapat menjadi salah satu referensi dalam rangka memantapkan kerukunan intern umat Islam sehingga tercipta kerjasama melalui pemberdayaan ekonomi. Untuk itu, kepada semua pihak yang memberikan konstribusinya untuk terwujud buku ini, saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, September 2010

Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA NIP. 19570414 198203 1 003

 

v

PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG

KEHIDUPAN KEAGAMAAN

uji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt. Hanya dengan hidayah dan perkenan-Nya, buku Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara

Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan di Provinsi Sulawasi Selatan ini dapat diterbitkan.

Buku ini menyajikan dua hal peting yang relevan dengan tuntutan perubahan sosial dan aspirasi umat Islam dewasa ini. Pertama, berkenaan dengan wawasan multikultural. Kedua adalah pemberdayaan ekonomi umat.

Pengembangan wawasan multikultural internal umat Islam adalah dalam rangka meningkatkan toleransi atau tasamuh antar sesama dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Pemberdayaan usaha ekonomi umat berbasis masjid atau majelis taklim adalah dalam rangka meningkatkan kemandirian ormas Islam, kesejahteraan umat dan masyarakat secara keseluruhan.

Untuk itu Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan mengadakan kegiatan dialog untuk memperlancar komunikasi dan kerjasama antar pimpinan ormas Islam pusat dan daerah, mempersatukan potensi umat Islam melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi umat, baik berbasis masjid maupun berbasis majlis taklim. Melalui kegiatan dialog juga diungkapkan kajian teoritis oleh pakar ekonomi syariah dan pengalaman praktis pelaku usaha ekonomi oleh ormas keagamaan, dan pelaku bisnis di daerah.

Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam upaya meningkatkan wawasan multikultural intern umat Islam sehingga makin

P

 

vi 

memperkokoh ukhuwah Islamiyah, dan pemberdayaan usaha ekonomi umat.

Saya ucapkan terimakasih kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat atas sambutan yang disampaikan dalam buku ini. Demikian pula terimakasih kepada berbagai pihak untuk terwujudnya buku ini.

Jakarta, Agustus 2010 Kepala Puslibang Kehidupan Keagamaan,

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005

 

vii

PRAKATA EDITOR

erkat hidayat dan rahmat Allah swt jua dapat disusun sebuah buku hasil kegiatan ”Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara

Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam”.

Tulisan ini berasal dari dua laporan kegiatan dialog. Pertama, dialog di Provinsi Jawa Timur, dan kedua di Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua kegiatan ini diselenggarakan pada tahun 2009, dan tahun pertama kegiatan ini dilakukan.

Buku ini merupakan serial pertama, yang terdiri dari empat bab. Bab satu Pendahuluan, Bab dua Penyelenggaraan Dialog di Provinsi Jawa Timur, Bab tiga Penyelenggaraan Dialog di Provinsi Sulawesi Selatan, dan terakhir Bab empat adalah Penutup. Isi bab dua dan tiga terdiri atas dua sub bab, yaitu Gambaran Daerah Kegiatan merupakan hasil penelitian, dan hasil dialog. Untuk lebih memahami suasana dialog, sejak dari persiapan hingga pelaksanaannya, maka dilampirkan pula catatan perjalanan dan notulen dialog.

Dengan tersusunnya buku ini, kami ucapkan terima kasih kepada Kepala Badan dan Diklat, dan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan atas kepercayaan yang diberikan. Demikian pula terima kasih kepada masing-masing Tim Pelaksana Kegiatan.

Semoga buku ini memberikan manfaat bagi kita semua, dan segenap pembaca yang budiman. Amien!

Jakarta, Juli 2010 Editor Drs. H. M. Yusuf Asry, M.Si.,APU

B

 

viii 

 

ix

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ................................................................ iii KATA PENGANTAR ............................................................. v PRAKATA EDITOR ............................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ............................................ 1 1. Latar Belakang ................................................ 1 2. Tujuan dan Hasil yang Dicapai ................... 2 3. Peserta , Waktu dan Lokasi .......................... 3 4. Bentuk Kegiatan ............................................. 4 BAB II DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN

MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR ......... 5

1. Gambaran Daerah Kegiatan ....................... 5 - Tataran Budaya .......................................... 5 - Kerukunan Intern....................................... 7 - Potensi Konflik Intern................................ 8 - Pemberdayaan Umat ................................. 9 - Kesimpulan dan Saran .............................. 10 2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan

Multikultural Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam ....................... 11

- Pendahuluan ............................................... 11 - Tujuan, Tempat dan Peserta ..................... 15 - Proses Dialog .............................................. 17 - Sambutan dan Dialog Tingkat Provnsi.... 21 - Paparan Narasumber ................................ 23

 

- Sambutan dan Dialog Tingkat Kabupaten ...................................................

26

- Paparan Narasumber ................................ 28 - Analisis ........................................................ 30 - Rekomendasi .............................................. 32 BAB III

DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI SULAWESI SELATAN ........................................................... 33

1. Gambaran Daerah Kegiatan ....................... 33 - Masjid di Kabupaten Sidrap..................... 35 - Masjid di Kota Makassar .......................... 38 - Kerukunan Intern....................................... 41 - Kesimpulan dan Saran .............................. 42 2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan

Multikultural Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam ....................... 43

- Pendahuluan ............................................... 43 - Tujuan, Tempat dan Peserta ..................... 45 - Proses Dialog .............................................. 47 - Sambutan dan Paparan ............................. 52 - Paparan Narasumber ................................ 54 - Analisis ........................................................ 58 - Kesimpulan dan Saran .............................. 60 BAB IV PENUTUP ........................................................... 63 Lampiran : 1. Notulen Dialog di Provinsi Jawa Timur ..................... 2. Notulen Dialog di Provinsi Sulawesi Selatan ........... 3. Kerangka Acuan Dialog .................................................

65 73 73

  1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

awasan multikultural merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan meliputi berbagai aspek

kehidupan seperti dalam etnis, budaya dan agama. Wawasan tersebut menjadi modal sosial bagi masyarakat majemuk, dan dicontohkan terutama oleh mereka yang menyandang pimpinan. Tak terkecuali pimpinan agama, baik di pusat pemerintahan dan negara maupun di daerah-daerah. Banyak media untuk mengembangkan wawasan multultural dimaksud. Salah satunya ialah melalui dialog.

Dialog pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan agama pusat dan daerah merupakan suatu uapaya strategis dan penting bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang makin rukun, baik intern suatu penganut agama maupun antarumat beragama, saat ini dan kedepan.

Namun dalam realita akhir-akhir ini masalah paham keagamaan dan sikap keberagamaan adakalanya mengundang keresahan, bahkan konflik dalam masyarakat. Munculnya aliran/paham keagamaan baik yang dipandang sesuai atau tidak dengan pandangan arus utama penganut agama (mainstreams) berhubungan erat dengan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama oleh masyarakat. Ketidaksesuaian pandangan hingga kemungkinan penyimpangan dari pokok ajaran agama berdasarkan keyakinan yang dianut umumnya umat suatu agama dapat

W

 2 

terjadi. Bayak faktor yang menjadi penyebabnya, seperti wawasan multikultural yang sempit, dan keberagamaan sebagian masyarakat lebih pada tataran simbol-simbol keagamaan, dan belum sepenuhnya menangkap makna ajaran yang sesungguhnya.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama memprogramkan peningkatan kualitas kehidupan beragama, baik dalam pelayanan dan pemahaman agama serta kehidupan beragama maupun peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama berupaya memotivasi dan memfasilitasi upaya pengembangan wawasan multikultural intern dan antar umat beragama. Salah satu kegiatannya pada tahun 2009 ialah telah dilaksanakan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Tujuan dan Hasil yang Dicapai

Kegiatan dialog pengembangan Wawasan Multikultural Antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam ini bertujuan :

1) Memperlancar komunikasi antara pimpinan ormas-ormas Islam, baik antar ormas Islam pusat dan daerah maupun antar sesama pimpinan ormas Islam daerah.

2) Menumbuhkan saling pengertian (tasamuh) dan sikap saling menghargai serta mempercayai di antara pimpinan agama Islam pusat dan daerah.

3) Manyatukan visi dan misi bersama para pimpinan agama Islam pusat dan daerah dalam mengemban amanah dakwah pembinaan umat agar lebih berkualitas dan

  3

dinamis di masa depan, khususnya dalam peningkatan kerjasama nyata untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan kebodohan.

4) Menginventarisi kearifan lokal yang mendukung kerukunan intern umat Islam, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kerukunan intern umat Islam.

Hasil yang dicapai:

1) Pengembangan wawasan multikultural, pemahaman, dan kesepahaman dalam hal penting bagi sesama pimpinan ormas-ormas Islam pusat dan daerah.

2) Rumusan dinamika kerukunan intern umat Islam di daerah, menyangkut potensi konflik dan integrasi sebagai bahan antisipasi bersama pimpinan ormas Islam dan pemerintah.

3) Kesepakatan antara pimpinan ormas Islam pusat dan daerah tentang upaya nyata dan kerjasama kedua belah pihak untuk meningkatkan kualitas umat, baik dalam aspek fisik-materiil maupun mental-spiritual.

3. Peserta, Waktu dan Lokasi

1) Peserta Dialog dari pusat sebanyak 30 orang, terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), pimpinan organisasi Islam, pejabat Kementerian Agama pusat, Kementerian terkait, wartawan cetak dan elektronik, serta panitia pelaksana. Peserta daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota masing-masing sebanyak 60 orang, dengan unsur meliputi: pimpinan organisasi Islam, MUI, Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi, dan perwakilannya di daerah tingkat kabupaten/kota, tokoh masyarakat Islam, tokoh

 4 

pemuda/perempuan, unsur perguruan tinggi Islam, pejabat Kementerian Agama dan pejabat pemerintah daerah terkait.

2) Waktu pelaksanaan kegiatan ini antara bulan Juli hingga Oktober 2009.

3) Lokasi kegiatan adalah di Provinsi Jawa Timur dan di Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Bentuk Kegiatan

Bentuk kegiatan secara umum dibagi tiga, yaitu:

1) Penelitian ke daerah sasaran, untuk mengungkapkan seputar kerukunan dan faktor ketidakrukunan intern umat Islam, serta potensi usaha ekonomi, dengan konsentrasi berbasis masjid atau majelis taklim. Hasil penelitian ini sebagai bekal awal bagi peserta pusat untuk mengenali lokasi sasaran yang akan dikunjungi serta merupakan salah satu referensi dalam dialog.

2) Pelaksanaan dialog/diskusi antara pimpinan pusat dan daerah di provinsi, dan di salah satu kabupaten/kota yang ditetapkan oleh panitia daerah.

3) Kunjungan ke masjid-masjid dalam rangka silaturahim, dan dialog mengenai kegiatan usaha ekonomi, disertai pemberian bantuan dana stimulan.

  5

BAB II

DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT

DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR

1. Gambaran Daerah Kegiatan

Tataran Budaya

ntuk memperoleh gambaran tentang daerah kegiatan dilakukan penelitian tentang “Kerukunan Intern dan Pemberdayaan

Komunitas Muslim” pada tanggal 9 s/d 17 Juli 2009 di Kota Surabaya dan Kabupaten Pasuruan. Informasi bersumber dari penelusuran atau telaah litertur, dokumentasi, dan wawancara.

Wawancara dilakukan dengan para pimpinan ormas Islam dan pejabat pemerintahan setempat yang terkait. Di antaranya ialah pejabat Kementerian Agama kabupaten/ kota, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad, Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid (BKPRI).

Dari segi budaya, Ayu Sutarto dari Universitas Jember (2004), mengelompokkan wilayah Jawa Timur menjadi empat kawasan budaya besar :

Pertama, kawasan Budaya Mataraman. Kawasan budaya yang meliputi: daerah perbatasan Provinsi Jawa Tengah di

U

 6 

barat hingga kabupaten Kediri di timur. Pengaruh budaya Mataraman baik di masa Hindu Buddha, maupun era kesultanan Mataram yang berpusat di Yogyakarta – Surakarta, relatif masih kental. Adat istiadatnya mirip dengan masyarakat Jawa Tengah yang berakar pada budaya ekologi sawah atau agraris. Pola pemukiman desa mengelompok, solidaritas sosial tinggi, dan didukung oleh tradisi gotong-royong.

Kedua, kawasan Budaya Arek. Cakupan wilayah budaya yang membentang dari pesisir utara di Surabaya sampai pedalaman selatan daerah Malang. Wilayah ini tergolong paling pesat dari segi perkembangan ekonominya di Jawa Timur. Sekitar 49 % aktivitas ekonomi Jawa Timur ada di wilayah ini. Oleh karena itu, arus migrasi cukup tinggi. Persentuhan budaya lokal dengan beragam budaya dari luar, mempengaruhi munculnya budaya komunitas Arek, dengan karakter seperti semangat juang tinggi, solidaritas kental, dan terbuka terhadap perubahan.

Ketiga, kawasan Budaya Madura. Wilayah budaya ini di pulau Madura, dengan geografis sebagian besar lahan kering. Ciri-ciri budaya ini sebagaimana dikemukakan oleh Kuntowijoyo adalah pola pemukiman desa terpencar, solidaritas desa relatif kecil, hubungan sosial terpusat pada individual dengan keluarga inti sebagai unit dasarnya.

Keempat, kawasan Budaya Pandalungan. Pandalungan berarti “Periuk Besar”. Bertemunya dua budaya besar Jawa dan Madura (budaya sawah dan budaya tegal) yang membentuk budaya Pandalungan. Karakteristik budaya ini secara umum, agraris-egaliter, kerja keras, agresif, solidaritas sosial kental, dan memandang pimpinan agama Islam selaku tokoh kunci, khususnya bidang agama. Wilayah budaya ini mencakup Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang Jember dan Banyuwangi.

  7

Kerukunan Intern

Kehidupan sosial dan kerukunan komunitas muslim di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya dan Kabupaten Pasuruan saat ini relatif kondusif. Tidak ada konflik terbuka di lingkungan umat Islam. Komunikasi, interaksi dan kemitraan antar kelompok muslim setempat dari waktu ke waktu makin kental, baik frekuensi maupun intensitasnya. Tingkat ketegangan antar kelompok, secara umum rendah. Kecenderungan umum untuk membangun keharmonisan, saling pengertian dan kemitraan antar kelompok muslim makin meningkat dan merupakan dambaan semua kalangan serta ormas Islam.

Beberapa faktor yang dipandang berpengaruh dan menopang kondisi dan situasi sosial yang rukun tersebut, menurut tokoh-tokoh ormas Islam, antara lain:

Pertama, mobilitas sosial yang tinggi secara horizontal maupun vertikal –membuka peluang berkembangnya kontak-kontak sosial antar warga yang berasal dari sub-sub kultur yang berbeda seperti pedesaan – perkotaan, abangan – santri. Sosialisasi terjadi lebih intens melalui pendidikan yang mewajibkan pelajaran agama di tiap jenjang, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dengan demikian terjadi persamaan aspirasi tentang keislaman. Kontroversi masa lalu di seputar paham dan pengamalan agama yang berakar pada fikih, saat ini makin pudar. Begitupun halnya dengan segmentasi religio–kultural, semangat perubahan dan kebersamaan dalam perbedaan, sudah mulai terbiasa dan diterima oleh para tokoh Muslim dari berbagai lapisan, dan tidak mengundang benturan, apalagi konflik terbuka.

Kedua, Kondisi dan situasi dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya suatu “kesadaran baru” di kalangan

 8 

masyarakat akan pentingnya upaya pengembangan Islam secara keseluruhan. Berbagai perbedaan paham keagamaan dan perbedaan ideologis antarkelompok muslim, segera dikesampingkan. Kesadaran untuk saling mengerti, saling berbagi, dan saling terbuka dalam perbedaan, termasuk cara hidup beragama keseharian, sudah menyebar dan tumbuh secara luas. Penerapan konsep “ukhuwah Islamiyah” bukan berarti meletakkan umat Islam dalam satu lembaga besar. Selain tidak mungkin, hal itu juga bertentangan dengan hakikat Islam yang mengakui keragaman komunitas muslim.

Ketiga, peran sentral para ulama dan tokoh muslim serta pejabat pemerintahan setempat sebagai simbol pemersatu yang senantiasa berupaya memelihara suasana rukun, dan sigap mencari serta melakukan langkah-langkah penyelesaian, tiap kali muncul konflik. Keempat, keberadaan kelompok-kelompok muslim yang relatif kecil, tidak banyak mengganggu dan mengancam tradisi keagamaan setempat yang sudah mapan, dengan dominasi NU dan Muhammadiyah.

Kelima, pola dakwah dari para tokoh muslim saat ini lebih akomodatif, tidak menyinggung kehidupan sosio–kultural masyarakat lokal. Dakwah sebagai sarana dan lebih fokus pada penyampaian nilai-nilai dan pesan-pesan keislaman. Pendekatan akomodatif dalam dakwah ini, dipandang sangat bermanfaat dalam upaya mengembangkan respon positif dan simpati para partisipan pengajian, khususnya dari kalangan kelompok abangan.

Potensi Konflik Intern

Dari wawancara dengan para tokoh ormas Islam setempat diperoleh sejumlah informasi bahwa terdapat beberapa persoalan yang acapkali memancing konflik lokal.

  9

Di antaranya ialah berkenaan dengan masalah tanah wakaf, perkawinan siri, kelompok eksklusif seperti Shidiqiyyah, Syiah, Ahmadiyah, salafi, santet, perjudian, pergaulan bebas, minuman keras, narkoba dan praktik maksiat.

Pemberdayaan Umat

Dari penjelasan para tokoh ormas Islam setempat tergambar bahwa pengajian rutin untuk segenap lapisan sosial, tahlilan dan upacara selamatan lingkaran hidup sudah merupakan kelaziman umum di lingkungan komunitas muslim setempat. Hal ini, bukan hanya dipedesaan, tetapi juga diperkotaan. Penyenggara pengajian adalah ormas Islam, majelis taklim dan kelompok muslim lokal.

Upaya pemberdayaan umat, mayoritas warga NU di wilayah Jawa Timur sangat intensif membina umat melalui ratusan pondok pesantren, lembaga dakwah, masjid, majelis taklim, kelompok tarekat dan beberapa lembaga pendidikan umum dan sosial. Aktivitas NU yang relatif lebih fokus pada pengembangan pondok pesantren dan dakwah. Upaya ini dipandang lebih efektif bagi peningkatan wawasan keagamaan, dan prilaku keshalihan ritual umat.

Muhammadiyah yang merupakan kelompok muslim terbesar kedua setelah NU, selain memiliki aktivitas pengajian, juga sangat aktif berkiprah di bidang sosial dan ekonomi. Puluhan perguruan tinggi, ratusan sekolah, rumah sakit dan klinik serta panti asuhan berada di bawah naungan Muhammadiyah.

Selain itu, di lingkungan Muhammadiyah terdapat sejumlah usaha sosial ekonomi juga menjadi garapan penting kelompok ini. Misalnya, budidaya kelapa sawit dan kentang, penyaluran pupuk, Bank Syariah Mandiri, koperasi, ternak

 10 

madu, tanaman hias, pertokoan (Surya Mart), kursus keterampilan, bantuan dana bergulir, dan proyek kerjasama dengan luar negeri di bidang pertanian. Keragaman kegiatan sosial ekonomi tersebut dipandang sangat bermakna bagi peningkatan kesejahteraan dan aktualisasi perilaku keshalihan sosial umat.

Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) berupaya meningkatkan wawasan dan keterampilan praktis, khususnya di kalangan kawula muda. Aktif menyelenggarakan pelatihan pemberdayaan umat melaui kegiatan keterampilan. Di antara kegiatannya adalah mengelola TK Al-Quran, pengembangan dakwah, manajemen ekonomi dan koperasi, kesehatan masyarakat, kamtibmas dan keluarga sakinah.

Kesimpulan dan Saran

Kondisi kerukunan intern umat Islam Jawa Timur, khususnya di Surabaya dan Kabupaten Pasuruan saat ini relatif kondusif. Tidak ada konflik terbuka melibatkan massa yang mengganggu sendi kerukunan umat beragama. Suasana rukun ditopang oleh beberapa faktor, seperti : mobilitas sosial yang tinggi (horizontal vertical), sikap keterbukaan, meningkatnya kesadaran akan pentingnya kebersamaan, kesatuan, silaturahim, ukhuwah Islamiyah, dan pengembangan pola dakwah yang makin akomodatif.

Namun, terdapat sejumlah persoalan acapkali mengundang konflik lokal yang perlu mendapat perhatian dan pemantauan agar tidak mengganggu upaya peningkatan kerukunan. Misalnya, masalah tanah wakaf, perkawinan siri dan perceraian yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, paham dan pengamalan agama yang dianggap menyimpang dari paham arus utama umat Islam, dan praktik

  11

maksiat seperti pergaulan bebas, perjudian, minuman keras dan obat terlarang.

Beragam upaya pemberdayaan umat telah dilakukan oleh ormas dan komunitas muslim. Misalnya, NU dengan pondok pesantren, kelompok tarekat, masjid, dan peran lembaga-lembaga dakwahnya. Muhammadiyah lebih fokus berkiprah di bidang sosial dan ekonomi melalui berbagai proyek yang relatif efektif bagi upaya peningkatan kesejahteraan umat.

Langkah ke depan yang dipandang strategis dalam pengembangan wawasan multikultural antara lain: a) Peningkatan frekuensi dan intensitas kontak-kontak sosial keagamaan antar warga yang berasal dari sub kultur lokal yang berbeda. b) Peningkatan pola dakwah yang lebih akomodatif. c) Peningkatan jaringan kerja kemitraaan antar ormas-ormas Islam, terutama antara NU dan Muhammadiyah ke arah upaya perwujudan perilaku umat yang salih secara spiritual, sosial dan ekonomi.

2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam

Pendahuluan

Jawa Timur adalah salah satu provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Stastik (BPS), jumlah penduduk Jawa Timur pada 2005 se-banyak 35.009.452 jiwa. Jumlah ini tergolong besar. Dari seluruh provinsi di Indonesia, jumlah penduduk Jawa Ti-mur—berdasarkan data BPS tahun 2005—menempati urutan kedua setelah Jawa Barat yang jumlah penduduknya sebanyak 36.329.940 jiwa.

 12 

Bila dilihat dari aspek agama, mayoritas penduduk Jawa Timur memeluk Islam. Dengan tetap merujuk pada data BPS tahun 2005, pemilahan penduduk Jawa Timur berdasarkan agama dapat digambarkan sebagai berikut: Islam sebanyak 33.672.798 jiwa atau 96.2% dari jumlah penduduk Jawa Timur, Kristen sebanyak 575.182 jiwa atau 1.6%, Katolik sebanyak 399.869 jiwa atau 1.2%, Hindu sebanyak 214.824 jiwa atau 0.6%, dan Buddha sebanyak 146.779 jiwa atau 0.4%.

Masyarakat Jawa Timur memiliki keragamaan dilihat dari kategori sosial-budaya keagamaannya. Apabila menggunakan tipologi Geertz, maka dari 33.672.798 orang yang memeluk Islam, di antara mereka ada yang bisa dikategorikan sebagai santri, abangan, dan priyayi. Keragaman budaya keagamaan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemilahan penduduk Jawa Timur berdasarkan sub-budaya dominan, yakni: sub budaya Madura (pulau Madura), sub budaya pendalungan yang ada di pesisir utara bagian timur dari Jawa Timur—daerah tapal kuda), sub budaya Arek (Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya), sub budaya Osing (Banyuwangi dan sekitarnya), dan sub budaya Mataraman (mulai Lumajang hingga Magetan).

Masyarakat pada masing-masing sub budaya tersebut, menurut I Nyoman Naya Sujana (2003), memiliki perilaku sosial yang berbeda. Masyarakat sub budaya Madura sering digambarkan sebagai masyarakat paternalistik, karena lebih mengutamakan pengaruh tokoh agama, terutama yang bergelar kiyai. Hubungan antara kyai dengan masyarakat pada sub budaya Madura memiliki kemiripan dengan pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofir (1982), di pesantren kiyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authority). Dengan posisi yang demikian kuat tersebut, jelas Dhofir, tidak seorang pun santri

  13

atau orang lain yang dapat melawan kekuasan kiyai di lingkungan pesantren.

Jika menggunakan konsep James C. Scott (Kang Young Soon, 2007), relasi antara kiyai dan santri sebagaimana telah dikemukakan disebut dengan basis in inequality, yakni suatu relasi yang tidak berkeseimbangan akibat adanya perbedaan dalam kekuasan dan otoritas. Namun demikian, sejak beberapa tahun terakhir setelah maraknya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung dan terjadi gejala “politik uang”, ternyata sangat berpengaruh terhadap relasi sosial antara ulama dan masyarakat di beberapa tempat di Jawa Timur.

Masyarakat sub budaya Madura berbeda dengan masyarakat sub budaya Mataraman. Pada masyarakat ini, pengaruh tokoh agama tidak begitu menonjol sebagaimana halnya sub budaya Madura. Relasi sosial dalam sub budaya Mataraman lebih mengutamakan faktor kekerabatan Jawa. Sedangkan agama, jelas Sujana, hanya menjadi segmen pelengkap dari hubungan sosial. Praktik keagamaan selalu berjalan seiring dengan praktik budaya Jawa. Mereka, demikian Sujana, masih memiliki kepercayaan yang sangat kuat terhadap mitos dan magis di mana dunia ini dianggap dikendalikan oleh roh-roh yang ada di alam ini. Karena itu tradisi slametan sangat menonjol dalam praktik budaya.

Menurut Sujana, sub budaya Arek cenderung menampilkan perilaku rasional. Tampaknya, dipengaruhi oleh budaya asing setelah adanya proses industrialisasi di wilayah sekitar Surabaya dan Malang. Sedangkan sub budaya Osing memiliki ciri menonjol sebagai masyarakat petani yang rajin sekaligus seniman. Sub budaya Osing, menurut Sujana, memiliki kemiripan dengan budaya yang berkembang di Bali.

 14 

Sekalipun antara masing-masing sub budaya tersebut memiliki perbedaan, tetapi dalam hal tertentu, katakanlah --sekadar menyebut salah satu contoh-- yang berkaitan dengan budaya keagamaan, dimungkinkan ada kemiripan. Jika, misalnya, sub budaya Madura dikatakan memiliki ciri sebagai masyarakat yang religius, sementara sub budaya Mataraman cenderung menjadikan agama sebagai pelengkap saja, tidak bisa diartikan seluruh masyarakat yang tinggal di pulau Madura memiliki karakter religius. Dan juga tidak dapat diartikan, seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah sub budaya Mataraman kurang religius.

Dalam konteks keragamaan budaya keagamaan tersebut, maka dengan sendirinya potensi konflik antarumat Islam di Jawa Timur cukup rentan. Kondisi tersebut semakin meningkat kualitasnya apabila dikaitkan dengan realitas kemiskinan di Jawa Timur. Berdasarkan data dari BPS yang dikutip oleh Surya (2 Juli 2008), tercatat per Maret 2008 sebanyak 6,65 juta jiwa di Jawa Timur yang masuk dalam kategori miskin. Kendati—masih menurut sumber yang sa-ma—terjadi penurunan dibandingkan dengan periode Maret 2007 di mana penduduk miskin di Jawa Timur berjumlah 7,15 juta jiwa. Variabel ekonomi ini perlu mendapat perhatian khusus, karena dapat memberikan pengaruh secara negatif terhadap relasi sosial masyarakat Jawa Timur yang majemuk.

Berangkat dari fenomena di atas, maka kualitas dan kuantitas komunikasi antarpemuka agama Islam patut terus ditingkatkan, terutama pada isu-isu bersama yang dapat meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah isu mendesak yang bisa digarap bersama antara pimpinan pusat dan daerah di kalangan intern umat Islam. Dengan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat

  15

Islam diharapkan potensi-potensi konflik internal umat Islam dengan sendirinya akan berkurang.

Variabel ajaran dan aliran agama yang berkembang pada era pasca reformasi juga perlu mendapatkan perhatian. Ada sejumlah potensi konflik berkaitan dengan paham keagamaan ini. Beberapa kasus perebutan pengaruh penguasaan masjid, perkembangan pesantren dari Salafiyah Syafi`iyah menjadi Salafi seperti Pondok Pesantren Maskumambang, Gresik dan dari Salafiyah Syafi`iyah menjadi Jamaah Tabligh tentu mengundang sejumlah pandangan dan sikap bagi masyarakat tradisional. Begitu juga lahirnya paham transnasional lainnya seperti Ikhwan al-Muslimin, Hizbut Tahrir dan Syiah serta masyarakat yang masing-masing menganut patronase keagamaan tunggal tentu sangat rawan terhadap konflik.

Sehubungan dengan hal tersebut, Puslitbang Kehidupan keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun anggaran 2009 ini menyelenggarakan Dialog Pegembangan Wawasan Multikultural antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur yang berlang-sung dari hari Rabu s.d. Sabtu, tanggal 5 s.d. 8 Agustus 2009.

Tujuan, Tempat dan Peserta Dialog

Kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Jawa Timur bertujuan sebagaimana tersebut dalam Bab Pendahuluan.

Kegiatan Dialog ini secara formal dipusatkan di dua wilayah, yaitu di Kota Surabaya untuk tingkat provinsi, dan di Kabupaten Pasuruan untuk tingkat kabupaten/kota. Peserta dialog terdiri atas 29 orang dari pusat dan 60 orang dari daerah, baik yang dilakukan di Kota Surabaya maupun di Kabupaten Pasuruan. Para peserta dialog meliputi unsur:

 16 

1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Wilayah dan Daerah;

2. Pimpinan Pusat, Wilayah dan Daerah Muhammadiyah Jawa Timur;

3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Wilayah dan Cabang;

4. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), Wilayah dan Daerah;

5. Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Al-Irsyad, Wilayah dan Daerah;

6. Pimpinan Pusat Muslimat NU, Wilayah dan Cabang;

7. Pimpinan Pusat Fatayat NU, Wilayah dan Cabang;

8. Pimpinan Pusat Aisyiyah, Wilayah dan Daerah;

9. Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Wilayah dan Daerah;

10. Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wilayah dan Daerah;

11. Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI), Wilayah dan Daerah;

12. Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Wilayah dan Daerah;

13. Dewan Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin, Wilayah dan Daerah;

14. Pengurus Besar Mathlaul Anwar, Wilayah dan Daerah;

15. Dr. H. Amiur Nuruddin, MA (IAIN Sumatera Utara);

  17

16. Pejabat Kementerian Agama pusat dan daerah, yaitu Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Bidang Bina Program Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Sub Direktorat Kemitraan Umat Ditjen Bimas Islam, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pasuruan, dan para Kepala KUA di Kota Pasuruan.

17. Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama.

Selain proses dialog secara formal, juga dilakukan kegiatan dialog informal dengan para pengurus dan jamaah masjid-masjid yang dikunjungi oleh para peserta dari pusat. Masjid-masjid yang dikunjungi adalah masjid-masjid yang umumnya mempunyai bidang usaha ekonomi dan keumatan, baik yang sebatas memenuhi keperluan operasional masjid maupun dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Proses Dialog

Dialog dilakukan dengan dua pendekatan: Pertama, dialog formal yang melibatkan para pimpinan ormas Islam dan pejabat Kementerian Agama pusat, wilayah dan daerah serta menghadirkan para narasumber dari pusat dan daerah. Kedua, dialog informal melalui kunjungan ke masjid-masjid yang mengembangkan kegiatan ekonomi keumatan serta berdiskusi dengan para pengurus dan jamaah masjid. Kunjungan dan diskusi bertujuan menyambung dan mempererat silaturahim dengan pimpinan ormas Islam pusat, dan sekaligus untuk memperoleh informasi seputar bentuk dan strategi pemberdayaan ekonomi umat.

Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Jawa

 18 

Timur untuk tingkat provinsi dilakukan di Kota Surabaya, bertempat di Hotel Ibis Kota Surabaya pada tanggal 5 Agustus 2009. Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Timur atas nama Gubernur Jawa Timur dan sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, mewakili peserta dialog dari pusat. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan presentasi makalah dan dialog yang terbagi dalam 2 (dua) sessi. Sessi pertama bertindak selaku narasumber adalah Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar dan Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA. Pada sessi kedua bertindak selaku narasumber adalah Ir. Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin, MA.

Sedangkan dialog untuk tingkat kabupaten/kota diselenggarakan di Kabupaten Pasuruan, bertempat di Hotel Tretes Raya pada tanggal 6 Agustus 2009, yang dibuka secara resmi oleh Kepala Kesbangpol Kabupaten Pasuruan atas nama Bupati Pasuruan dan sambutan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, mewakili peserta dialog dari pusat.

Setelah pembukaan, dilanjutkan presentasi makalah dan dialog yang terbagi pada 2 (dua) sessi. Sessi pertama yang bertindak selaku narasumber adalah Prof. H. Abd. Rahman Mas`ud, Ph.D dan Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA. Pada sessi kedua bertindak selaku narasumber adalah Ir. Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin, MA. Tema dialog seputar bagaimana membangun ukhuwah Islamiyah dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.

Dialog dilakukan pula pada saat peserta pusat melakukan kunjungan ke masjid-masjid yang secara berurutan sebagai berikut:

  19

1) Masjid Tholabuddin (Surabaya). Masjid ini didirikan oleh seorang tokoh bernama Tholabuddin, asal Banten keturunan Yaman. Pada tanggal 23 November 2005, dilakukan acara peresmian renovasi bangunan masjid yang ke-4 dan diresmikan oleh Rois Syuriah PBNU, K.H. Mustofa Bisri. Kegiatan masjid antara lain: (1) Takmir mengelola perawatan masjid dan peribadatan; (2) Yayasan Masjid Tholabuddin yang mengelola lembaga pendidikan agama, klinik kesehatan (sedang berjalan kurang baik), dan ikut saham dalam pengelolaan pasar tradisional.

2) Masjid Maryam (Surabaya). Nama masjid diambil dari nama isteri seorang tokoh yang mewakafkan dan mendirikan masjid bernama Baswedan. Kegiatan pengurus masjid antara lain: (1) bagian takmir, mengurus perawatan dan kegiatan peribadatan; (2) bagian pendidikan, mengelola lembaga pendidikan taman kanak-kanak, SMP, SMA; dan bagian sosial, mengelola klinik kesehatan umum dan gigi.

3) Masjid Al-Muhajirin (Bangil). Masjid ini merupakan binaan Pengurus Ranting Muhammadiyah setempat, mengelola kegiatan antara lain: (1) takmir, mengurus perawatan masjid dan peribadatan; (2) lembaga pendidikan taman kanak-kanak dan TPA; (3) koperasi, dengan usaha penjualan madu. Di masjid ini pula peserta mendapatkan informasi dari Kasubbag TU Kandepag Ka-bupaten Pasuruan tentang kegiatan dakwah dan pembinaan keagamaan di Kabupaten Pasuruan.

4) Masjid Manarul Islam (Bangil). Masjid yang dikelola oleh Yayasan Manarul Islam Bangil ini dengan kegiatan: (1) perawatan masjid dan peribadatan; (2) pesantren tinggi (Ma`had `Aly), toko buku dan penerbitan.

 20 

5) Masjid Al-Ishlah (Pohjentrek, Pasuruan). Takmir masjid ini selain mengurus perawatan masjid dan peribadatan, juga mengelola koperasi dengan bidang usaha distributor Susu Haji, dan juga tengah merintis air kemasan, serta santunan sosial bagi kaum miskin dan dhuafa.

6) Masjid Al-Hidayah (Purwodadi, Pasuruan). Masjid letaknya sangat strategis karena di pinggir jalan besar. Takmir masjid ini selain mengurus perawatan masjid dan peribadatan, juga ada pengurus yayasan yang mengelola koperasi dan lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah.

7) Masjid Jami Babul Mubarok (Kutu`an, Lecari, Sukorejo, Pasuruan). Masjid ini merupakan binaan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat. Takmir masjid selain melakukan perawatan masjid dan peribadatan, juga mengelola kegiatan santunan anak yatim, pemuda dan remaja, kemuslimatan, kewirausahaan, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah.

8) Masjid Al-Azhar (Dupak, Bandarejo, Surabaya). Masjid yang lokasinya dekat lokalisasi PSK ini merupakan binaan dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah setempat. Takmir masjid dipegang oleh seorang pengusaha muda bidang garmen. Karena itu tidaklah aneh bila nuansa kewirausahaan sangat tampak di masjid ini. Takmir masjid memiliki berbagai kegiatan antara lain: (1) mengurus perawatan/pengembangan masjid dan peribadatan; (2) mengelola lembaga pendidikan TK/TPA; (3) mengelola klinik bersalin dan umum; (4) kegiatan sosial, mengelola zakat, infaq, shadaqah, menyantuni anak yatim, fakir miskin dan kaum dhuafa; dan (5) pengobatan gratis bagi kaum dhuafa.

  21

9) Masjid Al-Irsyad (Surabaya). Masjid di bawah pengelolaan Yayasan Pendidikan Al-Irsyad Surabaya (YPAS) ini bangunannya sangat besar untuk ukuran masjid di Indonesia walaupun proses pembangunannya belum rampung 100 persen. YPAS selain mengurus perawatan/pembangunan masjid dan peribadatan, juga mengelola lembaga pendidikan formal baik tingkat TK, SD, SMP dan SLTA, dan tengah mengembangkan usaha ekonomi jamaah.

10) Masjid At-Taqwa (Jl. Pogot 1 Surabaya). Masjid di bawah binaan Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selain mengurus perawatan masjid dan peribadatan, juga mengelola lembaga pendidikan TK/TPA. Selain itu juga membina usaha/ekonomi jamaah dalam bentuk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM).

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyerahkan dana bantuan pembinaan pengembangan ekonomi umat kepada setiap masjid yang dikunjungi masing-masing sebesar Rp 17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah).

Sambutan dan Dialog Tingkat Provinsi

a. Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat

1) Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkatkan dan mengembangkan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama baik pusat maupun daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

2) Tujuan kegiatan adalah untuk memperlancar komunikasi, menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan

 22 

mempercayai antarpemuka agama Islam pusat dan dae-rah, serta menginventarisasi kearifan lokal yang mendukung kerukunan, dan mengidentifikasi faktor ketidakrukunan intern umat Islam, serta menyatukan visi dan misi bersama bagi peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan.

3) Fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di Indonesia masih terlihat dengan jelas. Faktor fisik mereka hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai human capital. Massa miskin menjadi sangat bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik modal.

4) Tingkat pendidikan umat Islam sebagian besar masih rendah. Orientasi pekerjaan diarahkan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan untuk menjadi wiraswastawan. Sebab, sebagian mereka melihat entrepreneurship mempunyai risiko kerugian, sehingga mereka cenderung menghindarinya.

5) Umat Islam memiliki banyak ormas, baik besar maupun kecil, di mana keberadaan mereka merupakan aset yang sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sa-yangnya, ormas-ormas Islam ini belum memanfaatkan dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah yang menyediakan dana Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

6) Berkembangnya paham keagamaan transnasional---Salafi, Hizbut Tahrir, Ikhawanul Muslimin, Syiah, dan Jamaah Tabligh---perlu mendapat perhatian.

  23

b. Gubernur Jawa Timur

1) Pluralitas merupakan sunnatullah, sehingga pengembang-an wawasan multikultural sebagai pandangan yang lahir dari kenyataan keanekaan ciptaan Allah adalah kebutuhan bagi bangsa Indonesia.

2) Pengingkaran atas kenyataan pluralitas dalam keanekaan budaya akan melahirkan pandangan yang sempit dan eksklusif sangat potensial melahirkan konflik dan perten-tangan yang akan merugikan diri sendiri.

3) Provinsi Jawa Timur masih dihadapkan pada berbagai persoalan sosial budaya, seperti masih rendahnya strata ekonomi masyarakat dan pendidikan. Dengan rendahnya kualitas ekonomi dan pendidikan, membawa dampak pada rendahnya kualitas kesehatan. Rendahnya kualitas SDM berdampak pada rendahnya daya saing dengan bangsa lain, khususnya di bidang ketenagakerjaan.

4) Mengharapkan ormas-ormas Islam di Jawa Timur ikut berperan serta aktif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia umat Islam.

Paparan Narasumber

Sessi I

Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar

Ditilik dari aspek sejarah, pertumbuhan dan perkembangan ormas Islam, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1905, Muhammadiyah (1912), dan Nahdlatul Ulama (1926), pada mulanya berkaitan dengan upaya pemberdayaan ekonomi umat. Mereka tidak hanya fokus pada dakwah, pendidikan dan sosial, tetapi juga menyentuh pada persoalan-persoalan ekonomi. Sehingga tidaklah

 24 

mengherankan jika ormas Islam masa lalu cukup berwibawa karena kemandirian yang mereka miliki.

Sekarang ini telah terjadi pergeseran yang signifikan di kalangan ormas Islam. Semangat kewirausahaan ormas-ormas Islam mengalami degradasi. Ini ditandai dengan kurangnya kiprah ormas Islam dalam lapangan ekonomi. Ada kesan, ormas Islam terjebak pada lapangan politik praktis dan kurang memperhatikan aspek ekonomi tersebut. Akibat lebih lanjut adalah kehidupan ekonomi umat yang merupakan warga ormas-ormas Islam tersebut kurang mendapatkan perhatian. Sampai di sini ormas Islam gagal memainkan peranannya meningkatkan kesejahteraan anggota dan umat Islam pada umumnya.

Kenyataan demikian memaksa untuk mengakhiri kurangnya perhatian ormas Islam terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Ormas Islam perlu kembali ke khittah perjuangan ketika organisasi tersebut didirikan pada mulanya. Untuk itu, agenda-agenda strategis pemberdayaan ekonomi umat perlu dirancang kembali.

Islam sarat dengan ajaran yang mementingkan keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial (muamalah). Aspek muamalah cukup banyak, tetapi tampaknya aspek ekonomi kurang mendapat perhatian.

Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA

Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang di dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi, tenggang rasa, saling membantu dan menyayangi.

Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh: (1) faktor

  25

politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran atau madzhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4) berkembangnya egoisme dan fanatisme kesukuan, kelompok dan organisasi; dan (5) sikap menistakan pihak lain di luar komunitasnya.

Dalam rangka menangani persoalan ikhtilaf dalam soal-soal keagamaan, MUI bersama para ulama dari berbagai penjuru tanah air melalui Ijtima` Ulama tahun 2006 dengan bijak menyepakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan taswiyatul manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah keagamaan) dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi langkah strategis dalam gerakan keagamaan).

b. Sessi II

Pada sessi II Narasumber Ir. Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin, MA. Mereka secara umum menekankan tentang pentingnya etos kerja, strategi pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan sumber daya manusia.

Simpulan Hasil Dialog

Dalam upaya pengembangan usaha ekonomi, umat Islam masih dihadapkan pada kendala permodalan dan keterampilan. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk membuka akses yang lebih besar pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan pemberian keterampilan wirausaha yang bekerjasama dengan pemerintah, pihak perbankan atau pihak swasta yang lain. Diperlukan struktur yang jelas dalam pembinaan pemberdayaan ekonomi umat mulai dari tingkat pusat, wilayah hingga daerah.

 26 

Sambutan dan Dialog Tingkat Kabupaten

1. Sambutan

Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan

1) Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Agama Pusat dan Daerah Intern Agama Islam dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkat-kan dan mengembangkan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama baik pusat maupun daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

2) Tujuan kegiatan adalah untuk memperlancar komunikasi, menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan mempercayai antarpemuka agama Islam pusat dan dae-rah, serta menginventarisasi persoalan-persoalan lokal yang dapat mendukung kerukunan dan ketidakrukunan intern umat Islam serta menyatukan visi dan misi bersama bagi peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan.

3) Fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di Indonesia masih terlihat dengan jelas. Faktor fisik mereka hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai human capital. Massa miskin menjadi sangat bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik modal.

4) Tingkat pendidikan umat Islam sebagian besar masih rendah. Orientasi pekerjaan diarahkan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan untuk menjadi wiraswastawan. Sebab, sebagian mereka melihat entrepreneurship mempunyai risiko kerugian, sehingga mereka cenderung menghindarinya.

  27

5) Umat Islam memiliki banyak ormas, baik besar maupun kecil, di mana keberadaan mereka merupakan aset yang sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sa-yangnya, ormas-ormas Islam ini belum memanfaatkan dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah yang menyediakan dana Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

6) Berkembangnya paham keagamaan transnasional---Salafi, Hizbut Tahrir, Ikhawanul Muslimin, Syiah, dan Jamaah Tabligh---perlu mendapat perhatian.

Bupati Pasuruan

1) Mengharapkan agar Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Kabupaten Pasuruan dapat menghasilkan rumusan-rumusan yang dapat dijadikan bekal dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Dialog ini juga diharapkan dapat menambah wawasan umat Islam untuk lebih terbuka dalam menyikapi multikulturalisme masyarakat Jawa Timur.

2) Melalui dialog diharapkan akan menjadi motivator bagi umat Islam untuk lebih terbuka dalam menyampaikan aspirasi dan sumbang saran dalam membangun negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3) Meningkatkan terus kegiatan yang dapat menambah wawasan umat Islam dalam menjalankan progam nasional maupun program daerah yang pada hakikatnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

4) Mempererat silaturahim di antara umat Islam agar tercipta hubungan yang harmonis dalam membangun masyarakat khususnya di Kabupaten Pasuruan.

 28 

Paparan Narasumber

a. Sessi I

Prof. H. Abd. Rahman Mas`ud, Ph.D

Dalam pelaksanaan ajaran Islam sering terjadi ketidakseimbangan dalam pelaksanaan ajaran hablum minal Allah dan hablum min-alnas. Akibatnya, umat Islam cenderung mementingkan aspek ritual dari sosial (muamalah).

Karakteristik Sunni adalah: (1) tidak melawan pemerintah; (2) persatuan dan kesatuan sangat penting; (3) teguh dan kokoh memegang kelompok (jamaah); (4) wasathiyah (moderasi); dan (5) menampilkan komunitas normatif (teguh memegang syariah).

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada Tahun 2008 telah melakukan penelitian tentang Hubungan Pemahaman Keagamaan dan Etos Kerja Ekonomi Masyarakat Islam. Di antara kesimpulan dan rekomendasinya ialah dalam Islam terdapat nilai-nilai dan etos kerja ekonomi secara normatif, seperti “bekerja keras merupa-kan panggilan keimanan dan sekaligus ibadah”. Tujuannya, agar terwujud kesejahteraan individu dan masyarakat lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Pemahaman masyarakat Islam dalam aspek ekonomi dan ibadah sosial secara umum dapat memberikan motivasi dan dukungan pada etos kerja ekonomi yang tinggi. Motivasi dan dukungan tersebut tampak lebih besar di perkotaan yang berprofesi di bidang perdagangan dibandingkan di pedesaan yang umumnya berprofesi di bidang pertanian.

  29

Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA

Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang di dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi, tenggang rasa, saling membantu dan menyayangi.

Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh: (1) faktor politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran atau madzhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4) egoisme dan fanatisme kesukuan, kelompok dan organisasi; dan (5) sikap menistakan pihak lain di luar komunitasnya.

Dalam rangka menangani persoalan ikhtilaf dalam soal-soal keagamaan, MUI bersama para ulama dari berbagai penjuru tanah air melalui Ijtima` Ulama tahun 2006 dengan bijak menyepakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan taswiyatul manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah keagamaan) dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi langkah strategis dalam gerakan keagamaan).

b. Sessi II

Pada sessi II tampil narasumber Ir. Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin, MA. Mereka secara umum menekankan pentingnya etos kerja, strategi pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan sumber daya manusia.

Simpulan Hasil Dialog

Dalam upaya pengembangan usaha ekonomi, umat Islam masih dihadapkan pada kendala permodalan dan

 30 

keterampilan. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk membuka akses yang lebih besar pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan pemberian keterampilan wirausaha yang bekerjasama dengan pemerintah, pihak perbankan atau pihak swasta yang lain.

Analisis

Potensi Masjid

1) Ada dua kategori masjid yakni masjid yang berfungsi sebagai pelayanan umat (public service) dan masjid yang telah mampu mengembangkan potensi jamaah dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat.

2) Dari 10 masjid yang dikunjungi, ada 6 masjid yang masih perlu dikembangkan potensi ekonominya yang terdiri atas modal, manajemen dan pasar, dan 4 masjid perlu pembangunan institusi yang mencakup modal dan pendampingan.

3) Di Pasuruan telah dikembangkan fikih masjid yang membahas tentang perlu adanya nadzir baik oleh organisasi, yayasan maupun perorangan. Selain itu juga telah dikembangkan peta dakwah yang membagi masyarakat Pasuruan menjadi tiga kategori, yaitu abangan (daerah pegunungan), santri (daerah pesisir), dan campuran (daerah pertanian).

Potensi Konflik

1. Para pendatang banyak yang tidak bisa mengikuti kebiasaan masyarakat setempat. Para pendatang mempunyai semangat bersaing yang tinggi sehingga dapat menimbulkan persaingan bagi warga setempat.

  31

2. Tradisi penghormatan terhadap ulama yang berlebihan di sebagian masyarakat dapat menimbulkan sikap fanatisme.

3. Tumbuh dan berkembang paham dan gerakan keagamaan yang cenderung mengabaikan kultur masyarakat Jawa Timur yang tasamuh (toleran), dan tawasuth (moderat), ta`awun (kerjasama, kooperatif).

Potensi Kerukunan

1) Semangat ukhuwah Islamiyah tumbuh dan berkembang di kalangan ormas dan masyarakat Islam.

2) Pengaruh ulama/kiyai masih sangat kuat sebagai uswatun hasanah bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya damai dan penggerak aktivitas ekonomi.

3) Kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial yang dilaksanakan di masjid-masjid merupakan aktivitas amat positif baik dalam rangka ukhuwah Islamiyah maupun pembangunan masyarakat secara umum.

Analisis Pendukung Pemberdayaan Ekonomi Umat

1) Masjid-masjid yang dikunjungi kebanyakan lokasinya mempunyai nilai ekonomis strategis.

2) Sudah tumbuh kesadaran pentingnya membangun ekonomi umat berbasis masjid.

3) Sudah ada beberapa masjid yang melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai pilot project bagi kegiatan sejenis di tempat lain.

Analisis Penghambat Pemberdayaan Ekonomi Umat

1) Masih ada pengurus masjid yang memiliki pandangan bahwa masjid hanya sebagai pusat ibadah ritual dan mengabaikan fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat.

 32 

2) Pengurus masjid kekurangan sumber daya manusia yang mempunyai wawasan dan pengalaman praktis kewirausahaan.

3) Pengurus masjid kurang memperoleh informasi untuk mengakses sumber-sumber permodalan dan pemasaran.

Rekomendasi

1. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan peran dan fungsi masjid sebagai pusat pelayanan umat (public service) dan pengembangan potensi jamaah dalam bidang pendidikan dan ekonomi.

2. Perlu monitoring terhadap masjid-masjid yang sudah dikunjungi oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

3. Untuk kegiatan sejenis berikutnya agar lebih tepat sasaran perlu dilakukan survei untuk menentukan masjid yang memenuhi kriteria untuk dikunjungi.

4. Fikih masjid dan pemetaan dakwah sebagaimana yang telah dilakukan di Pasuruan diharapkan dapat dijadikan model bagi masjid-masjid di wilayah lain.

5. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan adabul ikhtilaf di kalangan pengurus masjid dan ormas Islam oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

6. Perlu terus dikembangkan semangat ukhuwah Islamiyah di kalangan ormas dan masyarakat Islam melalui kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam.

7. Perlu ditumbuh-kembangkan paham dan gerakan keagamaan yang tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), dan ta`awun (kerjasama, kooperatif).

  33

BAB III

DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN

DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

1. Gambaran Daerah Kegiatan

nformasi mengenai situasi dan kondisi kerukunan intern umat Islam di daerah penelitian diperoleh melalui pengamatan, telaah dokumen-tasi serta

wawancara dengan para tokoh/ormas-ormas Islam dan pejabat pemerintahan. Di antaranya Kepala Kementerian Agama Kabupaten Sidrap, pengurus-pengurus masjid dibawah binaan ormas-ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Darud Dakwah Wal-Irsyad dan MUI, serta para jamaah masjid dan ibu-ibu pengurus majelis taklim.

Kota Makassar tercatat dengan luas wilayah 175,77 Km² secara administratif terbagi atas 14 (empat belas) kecamatan, 143 kelurahan, 936 Rukun Warga (RW) dan 4.580 Rukun Tetangga (RT). Kota Makassar berbatasan: sebelah utara dengan Kabupaten Maros, sebelah timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah barat adalah Selat Makassar.

Penduduk kota Makassar tahun 2008 tercatat sebanyak 1.253.656 jiwa, terdiri dari 610.304 laki-laki dan 652.352 perempuan. Matapencaharian utama terdiri dari petani, nelayan, guru, jasa dan pegawai negeri dan swasta. Meskipun penduduk kota Makassar terdiri dari multi etnis dan agama,

I

 34 

namun tingkat kerukunan cukup kondusif. Penduduk kota Makassar sebagaimana halnya daerah lain sangat heterogen dalam agama. Semua agama besar yang ada di Indonesia terdapat di Kota Makassar yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Sarana rumah ibadah cukup tersedia, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat.

Pangkajene adalah ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Luas Kabupaten Sidrap mencapai 1.883,25 Km², terbagi dalam 11 kecamatan dan 103 desa/kelurahan. Batas daerah ialah dengan Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Enrekang di sebelah utara, Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo di sebelah timur, Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng di sebelah selatan serta batas sebelah barat adalah masing-masing Kabupaten Pinrang dan Kota Pare.

Sidrap ialah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terletak sekitar 183 Km di sebelah utara Kota Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan).

Penduduk Kabupaten Sidrap pada tahun 2003 berjumlah 241.638 jiwa yang tersebar di 11 kecamatan, terdiri dari 115.364 laki-laki dan 126.274 perempuan. Penduduk berdasarkan agama di Kabupaten Sidrap terdiri dari Islam 242.207 jiwa, Protestan 244 jiwa, Katolik 22 jiwa, Hindu 16.490 jiwa. Jumlah keseluruhannya 258.989 jiwa. Data rumah ibadat tercatat 890 buah, terdiri dari: 369 masjid, 20 mushalla, dan sebuah langgar. Jamaah masjid yang ada di Kabupaten Sidrap maupun di Kota Makassar, pada umumnya berlatabelakang pendidikan sangat bervariasi, mulai dari tingkat SD sampai S3.

Sarana dan prasarana keagamaan cukup tersedia. Sarana pendidikan mulai tingkat anak-anak sampai kelompok dewasa. Pembinaan majelis taklim, dan TPA/-TPQ

  35

mengajarkan pengetahuan keagamaan, terutama tata cara salat fardlu, salat sunnat, puasa, zakat, infaq dan sadaqoh. Di samping itu juga diajarkan tata cara berwudlu, praktik salat dan bacaan doa harian.

Penduduk Sidrap mayoritas beragama Islam, dan suku terbesar ialah Bugis. Namun, di antara sebagian penduduk asli yang bersuku Bugis terdapat penganut kepercayaan Hindu Tolotang di Amparita. Kehidupan keagamaan baik di Kabupaten Sidrap maupun di Kota Makassar tampak semarak, dengan banyaknya majelis taklim dan kelompok pengajian.

Sesuai agenda peserta dialog pusat mengunjungi 12 masjid. 5 masjid di Kabupaten Sidrap dan 7 masjid di Kota Makssar. Dari segi fisik, semua masjid tersebut permanen, hanya terdapat beberapa masjid sedang direnovasi. Gambaran singkat dari masjid tersebut sebagai berikut:;

Masjid di Kabupaten Sidrap

Masjid Nurul Ma’arif. Masjid ini didirikan pada tahun 1925, di atas tanah wakaf seluas 25x 23 meter. Dan pembangunan masjid ini, selain dari swadaya masyarakat juga bantuan Pemda. Masjid ini dikelola oleh Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI), dipimpin oleh H. Lansyang.

Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari mulai tingkat SD sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas. Mata-pencaharian utama ialah petani padi, guru, dan jasa.

Kegiatan masjid, selain peribatan juga tempat diselenggarakan peringatan hari-hari besar Islam. Kegiatan pengajian oleh kaum ibu, bapak dan remaja serta majelis taklim. Jumlah jamaah berkisar antara 50-80 orang.

 36 

Dari segi potensi ekonomi, Masjid Nurul Ma’arif membuat usaha pandai besi yakni pembuatan golok, pisau dan parang. Selain itu juga mengembangkan usaha sewa kursi, dan alat pemandian jenazah. Modal awal berasal dari kas masjid, selanjutnya dari penyewaan kursi yang saat ini berjumlah 50 buah.

Masjid Arrahmah Amparita. Masjid ini didirikan pada tahun 1937 di atas tanah wakaf dengan ukuran panjang 41 meter dan lebar 38 meter. Luas bangunan 29 x 27 meter. Masjid didirikan atas inisiatif Raja Arung Amparita (Andi Sulolipu) dengan dana pembangunan swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah.

Kondisi fisik masjid banguan permanen, dengan lahan parkir dan tempat wudhu yang memadai. Masjid ini telah lama berdiri, dengan penganut agama di sekitarnya mayoritas agama Hindu Tolotang. Latar belakang pendidikan jamaahnya bervariasi dari mulai SD sampai sarjana. Matapencaharian jamaah umumnya PNS, petani, pedagang, dan jasa.

Masjid Raya Pangkajene Islamic Center

Letak masjid dipusat pemukiman penduduk kota. Matapencaharian jamaah meliputi: pensiunan PNS, guru, pedagang dan jasa.

Masjid Raya Pangkajene ini diketuai oleh Drs. H. Hasanuddin S.M.Si. Kegiatannya selain tempat peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam, pengajian ibu-ibu majelis taklim, jamaah bapak-bapak dan remaja, serta pengajian TPA. Dalam usaha ekonomi, pengurus masjid menyelenggarakan penyewaan ambulance dan jasa pemandian jenazah.

  37

Masjid Al-Manar Arateng

Masjid ini didirikan pada tahun 1925 di Desa Amparita, di atas lahan tanah wakaf 27,5 x 40 meter. Semula masjid diberi nama Masjid Langkara yang dibangun dari tiang kayu jati, dinding papan, atap seng, lantai menggunakan tikar daun lontar. Setelah beberapa kali renovasi luas banguanan menjadi 15 x 15 meter. Kondisi fisik masjid permanen.

Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari SD sampai Sekolah Lanjutan Atas. Matapencaharian jamaah umumnya petani, jasa dan pedagang. Masjid yang dipimpin oleh M. Akib Ali selain menyelenggarakan ibadah juga mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, kegiatan pengajian majelis taklim bapak dan remaja serta pengajian TPA. Usaha ekonomi belum berkembang, tetapi telah dirintis dalam bentuk penyediaan bahan sembako bagi jamaah, dan menyewakan peralatan pesta perkawinan.

Masjid Al-Anshor Bacu-Bacue Pukkota.

Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Januari 2008 di Bacu Bacue, di atas tanah wakaf seluas 24 x 35 meter. Kondisi fisik masjid cukup permanen, sekalipun masih dalam tahap pembangunan. Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari SD sampai Sekolah Lanjutan Atas. Matapencaharian jamaah umumnya petani, dan jasa.

Masjid Al-Anshor yang diketuai oleh Ustadz Abu Bakar ini, selain menyelenggarakan kegiatan peribadatan, peringatan hari-hari besar Islam, juga mengadakan kegiatan pengajian majelis taklim bapak dan remaja serta pengajian TPA. Dalam usaha ekonomi, masjid ini menyelenggarakan usaha jual beli kayu bekas, yang telah berlangsung selama 10 tahun belakangan ini.

 38 

Masjid di Kota Makassar

Masjid Nurul Yaqin Pa’baeng-baeng.

Masjid ini dibangun semi permanen di atas lahan milik Satuan Resimen Mobile X (Brimob) dengan ukuran 10 x 20 meter. Atas prakarsa oleh Kapten Pol Moeh. Sjoekoer bekerjasama para tokoh masyarakat masjid ini didirikan. Kondisi fisik masjid permanen.

Latar belakang pendidikan jamaah masjid ini bervariasi dari SD, Sekolah Lanjutan Atas dan ada pula yang sampai Perguruan Tinggi. Matapencaharian umumnya pedagang, karyawan dan pensiunan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta. Rumah tinggal jamaah umumnya berada disekitar masjid dan sebagian lainnya jauh dari masjid dengan kondisi lingkungan kota yang ramai dan dekat pasar.

Pembina masjid Nurul Yaqin adalah Letkol Purn. Pol.H. Moeh. Sjoekoer dengan kegiatan selain peribatan juga peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan pengajian majelis taklim bapak, remaja dan pengajian TPA.

Kegiatan dalam bidang usaha ekonomi ialah penyediaan WC Umum. Penghasilan perbulan mencapai 2 juta rupiah. Sedangkan usaha jasa wartel terhenti, karena banyak oranfg yang memiliki Handphone (HP).

Masjid Ridha Muhammadiyah Tamalote

Masjid ini didirikan pada tahun 1982, di atas tanah wakaf Baso Lawa (mantan sekretaris Muhammadiyah Kota Makassar). Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari SD sampai perguruan Tinggi. Matapencaharian jamaah umumnya pedagang, karyawan dan pensiunan dari berbagai instansi, seperti PU, TNI, dan pensiunan Kementerian Pendidikan Nasional.

  39

Pembina masjid ini H. Abd. Razak Muh. Thahir. Kegiatan masjid, selain peribatan juga peringatan hari-hari besar Islam, dan serta pengajian TPA. Kegiatan di bidang usaha ekonomi ialah mendirikan Baituttamwil Muhammadiyah (BTM) dengan modal awal 10 juta. BTM ini bergerak dalam penyediaan modal usaha bagi jamaah yang ingin mengembangkan usahanya, seperti pedagang sayuran, dan kue-kue.

Masjid Ihyaul Jamaah Lembo

Masjid ini didirikan tahun 1958 telah direnovasi pada tahun 1984. Kondisi fisik masjid permanen. Masjid yang diketuai oleh H. Hasrullah, selain menyelenggarakan kegiatan peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam juga kegiatan pengajian ibu-ibu majelis taklim serta pengajian TPA. Kegiatan lainnya berupa majelis taklim kaum ibu yang berjumlah antara 20 sampai 30 orang. Kegiatan masjid dalam usaha ekonomi baru sebatas wacana.

Masjid Nurul Ilham

Masjid ini didirikan pada tahun 1981, terletak di Lette Rajawali, berawal dari mushalla. Sejak tahun 1988 mulai dibangun permanen, dua lantai. Pada tahun 1995 ditingkatkan menjadi masjid. Kondisi fisik masjid permanen.

Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Matapencaharian jamaah umumnya pedagang kue/lauk pauk di kaki lima, karyawan, jasa, dan guru. Pengurus masjid yang diketuai Kasim Razak ini, selain kegiatan peribadatan juga di bidang pendidikan seperti pesantren kilat, dan kegiatan hari-hari besar Islam, pengajian majelis taklim ibu-ibu tiap minggu dan bulanan, serta pengajian TPA.

 40 

Kegiatan usaha ekonomi adalah koperasi simpan pinjam, terutama bagi anggota majelis taklim yang jumlahnya mencapai 75 orang. Setiap jamaah diharuskan menabung secara rutin tiap minggu Rp.10.000,-. Jamaah dapat meminjam sebesar Rp. 500.000,- Pengembaliannya diangsur sebanyak 10 kali.

Masjid Darul Hijrah

Masjid ini dibangun permanen. Terletak di Rajawali. Tersedia ruang aula yang biasa dimanfaatkan jamaah untuk latihan/pertandingan bulu tangkis. Dan juga disewakan untuk pesta pernikahan. Kegiatan masjid ini masih sebatas dalam peribadatan. Kegiatan usaha ekonomi belum ada. Sebagian jamaah masjid ini berpendapat fungsi masjid adalah khusus untuk ibadah.

Masjid Manaratul Musaffir

Masjid ini terletak di Rajawali. Kegiatan di masjid ini selain peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam dan pengajian ibu-ibu majelis taklim serta pengajian TPA. Di masjid ini tidak terdapat kegiatan pemberdayaan jamaah dalam usaha ekonomi, denga alasan masjid berfungsi untuk ibadah.

Masjid Al-Jihad

Masjid ini didirikan pada tahun 1998 di Perumahan Delta, Sudiang, di atas tanah 7 x 7 meter. Masjid diketuai oleh Hidayat Palaloi, SE, MM. Kegiatan di masjid ini selain peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam, pengajian ibu-ibu majelis taklim, forum mubaligh, yasinan bagi kaum bapak dan ibu. Belum ada kerja sama dengan masjid lain dalam kegaiatan keagamaan dan sosial keagamaan lainnya.

  41

Masjid ini telah membentuk Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Umat (LPEM) yang diketuai oleh Drs. Abd Muis. Usaha yang telah dikembangkan ialah membuat kue-kue tradisional dan penyewaan kursi.

Kerukunan Intern

Kabupaten Sidrap dikenal sebagai lumbung padi Nusantara, karena itu matapencaharian utama penduduknya adalah petani padi. Suku yang dominan ialah Bugis, dan mayoritas beragama Islam. Namun di Desa Amparita mayoritas pemeluk agama Hindu Tolotang.

Kerukunan intern umat Islam di Sulawesi Selatan tergolong kondusif. Masyarakat berpegang pada kearifan lokal yang merupakan warisan para leluhur. Perbedaan paham keagamaan disikapi penuh tasamuh. Misalnya, dalam shalat tarawih dapat terjadi dua paham. Bagi yang menganut paham 11 rakaat (8 rakaat tarawih dan 3 witir) shalat tarawih diberi kesempatan lebih dahulu untuk menyelesaikannya, sedangkan yang shalat tarawih 20 rakaat melanjutkannya. Selanjutnya bersama-sama menyelesaikan witirnya.

Masyarakat Bugis yang bermukim di Kabupaten Sidrap dalam interaksi sosial antar kelompok muslim lainnya berjalan lancar, saling kerjasama sekalipun terdapat perbedaan dalam masalah khilafiah. Hal ini sudah terbiasa dan tidak menjadikan konflik, seperti halnya pelaksanaan salat tarawih yang diatur sedemikian rupa.

Peranserta masyarakat, tokoh agama dan para pejabat pmerintah dalam membina dan membangun masjid merupakan suatu simbol pemersatu yang senantiasa berupaya memelihara suasana yang telah terjalin dengan rukun. Kerjasama terjalin antartokoh agama, tokoh masyarakat dan

 42 

pemerintah untuk melakukan dialog dan mengantisipasi trjadinya konflik horizontal.

Kerukunan intern umat Islam di kota Makassar dan Kabupaten Sidrap adalah cukup kondusif. Apalagi dengan terbentuknya wadah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) semakin intens pada upaya peningkatan pemahaman nilai-nilai ajaran agama yang berwawasan multikultural, dan pembinaan kerukunan melalui pemuda lintas agama dalam pemahaman nilai-nilai keagamaan.

Masjid-masjid yang ada di Kabupaten Sidrap maupun yang ada di kota Makassar umumnya tidak mengkotak-kotakkan umat dalam soal ibadah. Masjid-masjid yang ada di kabupaten Sidrap maupun di kota Makassar merangkul semua umat, bahkan senantiasa menjalin kerjasama melalui pengajian bergilir. Kerjasama antarmasjid tersebut terdapat pula kegiatan budaya lomba seperti qasidah rabbana, lomba adzan dan pertukaran kader mubaligh, pengajian safari dan salat tarawih keliling.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dalam pemberdayaan ekonomi, kurang komunikasi antara pengurus masjid dan jamaah dengan masyarakat.. Sementara kehidupan masyarakat makin berat, dengan banyaknya penduduk miskin dan pengangguran, serta anak-anak putus sekolah. Masjid hendaknya dapat mengambil peran menjadi pendukung dalam pemberdayaan masyarakat menghadapi masalah kemiskinan dan pengangguran..

Hubungan antara tokoh agama, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan terjalin dalam pemberdayaan ekonomi umat. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk

  43

memelihara kerukunan intern umat Islam di Kabupaten Sidrap dan Kota Makassar cukup kondusif. Tidak ada perselisihan paham yang berdampak kepada konflik.

Langkah-langkah strategis dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan adalah melalui pengelolaan wakaf produktif untuk pengembangan bisnis. Banyak areal masjid belum diberdayakan secara optimal.

Faktor lokal yang tidak mendukung kerukunan intern umat Islam adalah sikap eksklusif, baik dalam akidah maupun ibadah. Sementara faktor yang dapat mendukung kerukunan intern umat Islam adalah hubungan antara tokoh agama, tokoh masyarakat dan pajabat pemerintahan terjalin dengan baik dalam peningkatan pemberdayaan sosial dan ekonomi.

Saran

Pengurus masjid hendaknya menjalin komunikasi dan koordinasi lebih intensif dengan berbagai komunitas Islam dalam menciptakan kerjasama dalam memakmurkan masjid.

1. Sebaiknya pengelola masjid menjamin kesejahteraan petugas kebersihan masjid, agar konsentrasi pada tugas memelihara kebersihan masjid.

2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Sulawesi Selatan

Pendahuluan

Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang luas wilayahnya 62.482,54 km2 (42%). Posisi wilayah ini cukup strategis sebagai pusat pelayanan dan pengembangan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia (KTI), bahkan untuk skala internasional (BPS,

 44 

2008). Penduduk yang mendiami wilayah ini pada tahun 2007 berjumlah 8.107.257 jiwa (data Kanwil Kemenag, 2008), yang tersebar di 23 kabupaten/kota. Penduduk terdiri atas berbagai suku bangsa (etnis). Etnis setempat berdasarkan urutan terbanyak ialah Makassar, kemudian Bugis, Mandar dan Toraja. Etnis pendatang antara Jawa, Madura, dan Tionghoa.

Mayoritas penduduk Sulawesi Selatan menganut agama Islam. Perincian penganut agama yang tercatat pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 8.107.257 jiwa, komposisinya: Islam 7.010.500 jiwa (dari 86.68%), Kristen 820.000 jiwa (10.13 %), Katolik 175.753 jiwa (2.17%), Hindu 63.196 jiwa ( 0,02%), Buddha 16.276 jiwa ( 0,20%), dan lainnya 1.532 jiwa (0,01%). Tiap agama memiliki rumah ibadat. Semuanya tercatat 19.401 buah, dengan perincian rumah ibadat Islam 12.108 buah (9.974 Masjid, 1.104 Langgar, 1.030 Mushalla), 411 Gereja Katolik, 1.975 Gereja Kristen, 4.878 Pura dan 27 Wihara. Rohaniwan Islam terdaftar 20.424 orang, terdiri dari : 690 ulama, 7.333 muballigh, 9.573 khatib dan 2.826 Penyuluh Agama Islam.

Agama dikaitkan dengan etnis, Islam dianut oleh mayoritas etnis Makassar, Bugis, dan Mandar. Kristen dianut oleh sebagian besar etnis Toraja. Juga ada penganut kepercayaan Alo’ To Dolo. Hindu Tolotang dianut oleh sebagian orang Bugis yang terkonsentrasi di Kelurahan Amparita, Kecamatan Tallu Limpo Kabupaten Sindenreng Rappang (Sidrap) dengan populasi mencapai 60%, selebihnya Islam. Namun, secara keseluruhan penduduk Sidrap adalah mayoritas Islam (96%). Hubungan antar etnis yang berkaitan dengan pemeluk agama di Sulawesi Selatan cukup rukun. Tidak ada konflik yang mengganggu hubungan, baik intern maupun antarumat beragama.

  45

Dari hasil pengamatan awal pada sepuluh masjid di Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap telah mulai dikembangkan usaha pemberdayaan ekonomi umat. Hanya saja dalam sistem pengelolaan, pendanaan dan perkembangannya masih dalam tahap uji coba, dan umumnya dalam kegiatan usaha yang terbatas. Jumlah masjid yang besar merupakan institusi yang fungsional dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan fenomena kemajemukan latar belakang keyakinan keagamaan, keragaman etnik, budaya dan golongan sosial, serta kondisi pemberdayaan ekonomi tersebut, maka relevan diadakan Dialog Pegembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Sulawesi Selatan.

Tujuan, Tempat dan Peserta Dialog

Kegiatan Dialog ini bertujuan sebagaimana dikemukakan pada Bab Pendahuluan. Dialog ini diselenggarakan di dua wilayah, yaitu : di Kota Makassar untuk tingkat provinsi pada tanggal 12-13 Oktober 2009; dan di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) untuk tingkat kabupaten/kota pada tanggal 14-15 Oktober 2009.

Dialog ini diikuti oleh pimpinan ormas tingkat pusat sebanyak 29 orang, dan pimpinan ormas tingkat provinsi di Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap, masing-masing 60 orang. peserta dialog meliputi unsur:

1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tingkat Pusat, Wilayah dan Daerah.

2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Wilayah dan Cabang.

3. Pimpinan Pusat Muslimat NU, Wilayah dan Cabang.

 46 

4. Pucuk Pimpinan Fatayat NU, Wilayah dan Cabang.

5. Pimpinan Pusat Aisyiyah, Wilayah dan Daerah.

6. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan Daerah.

7. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), Wilayah dan Daerah.

8. Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Al-Irsyad dan Daerah.

9. Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Wilayah dan Daerah.

10. Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wilayah dan Daerah.

11. Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI).

12. Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

13. Dewan Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin.

14. Pengurus Besar Mathlaul Anwar.

15. Pimpinan Darud Dakwah Wal Irsyad Islamiyah (DDII) Sidrap.

16. H. Amiur Nuruddin (IAIN Sumatera Utara).

17. Pejabat Kementerian Agama pusat dan daerah, terdiri dari: Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Bidang Bina Program Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Sub Direktorat Keluarga Sakinah dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap.

18. Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

  47

Proses Dialog

Pelaksanaan Dialog dan silaturahim ini terbagi atas dua kegiatan: Pertama, dialog dalam pertemuan pengembangan wawasan multikultural dan pengembangan ekonomi umat. Kedua, dialog dalam kunjungan silaturahim ke masjid-masjid dalam rangka pemberdayaan ekonomi umat.

Pembukaan acara Dialog untuk tingkat provinsi di Kota Makassar, bertempat di Hotel Horison pada tanggal 13 Oktober 2009. Acara dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Asisten Bidang Pemerintahan. Pembukaan acara Dialog tingkat kabupaten/kota diselenggarakan di Kabupaten Sidrap pada tanggal 14 Oktober 2009, bertempat di Aula Kantor Bupati Sidrap. Dialog dibuka oleh Bupati Sidrap yang diwakili oleh Sekertaris Daerah. Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar menyampaikan Kata Sambutan pada kedua acara tersebut.

Setelah acara pembukaan, dilanjutkan pelaksanaan dialog, masing-masing terdiri dari dua sesi. Sesi I, presentasi makalah dari Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar), dengan judul “Pemberdayaan Ormas Keagamaan dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi”, dan dari Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI (Prof. Dr. Utang Ranuwijaya), dengan judul “Ukhuwah Islamiyah, Ikhtilaf, dan Pengentasan Kemiskinan”.

Dialog Sesi II dilanjutkan presentasi makalah dari Prof. Dr. Amiur Nuruddin, MA (IAIN Sumatera Utara), dengan judul “Merekat Hubungan Internal Lembaga Sosial Keagamaan dalam meraih Kesejahteraan Sejati Melalui

 48 

Penerapan Ekonomi Syariah”. Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni (NU) menyajikan makalah dengan judul “Peranan dan Pengalaman Ormas Nahdlatul Ulama dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”, dan Dra. Nelly Asnifati (Aisyiah) judul “Peranan Muhammadiyah dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”.

Pada dialog pengembangan multikultural, inti makalahnya ialah pemantapan ukhuwah dan pemberdayaan ekonomi.

Masjid yang dikunjungi sebanyak 10 buah, dan profil singkat masing-masing masjid, sebagai berikut:

Masjid Ihyaul Jamaah.

Masjid ini terletak di Jl. Tinumbu Lr.165 A/259 Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo, Kota Makassar yang didirikan pada tahun 1958. Saat ini diketuai oleh H. Kanu Surullah. Pada awalnya masjid ini ialah Surau atau Langgar pindahan dari Kecamatan Ujung Tanah. Kemudian ditingkatkan menjadi Masjid Lembo. Selanjutnya, nama tersebut diganti dengan Ihyaul Jamaah. Masjid ini di bawah binaan Ikatan Masjid Musholla Islamiyah Mujtahidah (IMMIM) dan MUI.

Masjid ini merupakan warisan dari kalangan jamaah Ahlussunnah wal Jamaah dan Nahdliyyin (NU) dalam pelaksanaan ibadah konsisten pada keyakinan dan paham masing-masing. Kegiatan mesjid ini, selain ibadah khusus, juga terdapat pengajian dua mingguan, Majelis Taklim, dan TPA Al-Ishlah. Masjid ini mendapat suntikan dana dari Pemerintah Daerah, dan saat ini memiliki dana mencapai Rp 90.000.000,- Dalam bidang usaha, koperasi masjid ini antara lain telah memproduksi meubel dan sirup markisa yang dipasarkan di dalam dan di luar daerah Sulawesi Selatan.

  49

Masjid Nurul Ilham.

Masjid ini terletak di Jl. Rajawali I Lr.10/51 Lette Kecamatan Mariso, Kota Makassar yang menempati area yang dahulunya berupa laut, kemudian ditimbun dan dibangun mushalla pada tahun 1981. Ketua masjid saat ini ialah Drs. Djamaluddin Husein. Kegiatan-kegiatan masjid selain ibadah mahdah, juga menyelenggarakan pendidikan TPA/TPQ, Majelis Taklim Muthmainnah. Untuk menunjang kegiatan usaha telah didirikan koperasi simpan-pinjam Masjid Nurul Ilham Lette. Tiap menabung anggota tiap Minggu Rp 10.000,- Anggota dapat meminjam antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- Pengembalian pinjaman selama sepuluh bulan dengan sistem angsuran. Modal awal bersumber dari warga masyarakat setempat dan bantuan Nahdlatul Ulama sebesar Rp 3.000.000,-

Masjid Raya Pangkajene

Masjid ini terletak di Jl. A. Nuruddin No.1 Pangkajene, Kabupaten Sidrap. Masjid ini didirikan pada tahun 1942. Ketua Takmir masjid saat ini ialah Drs. H. Hasannuddin S, M.Si. Masjid ini selain sebagai pusat peribadatan juga tempat kegiatan sosial dan usaha ekonomi. Usahanya penyewaan mobil jenazah. Melalui usaha ini telah menghimpun dana sebesar Rp 47.000.000,-. Masjid Raya Pangkajene ini sedang direnovasi. Lantai dasar direncanakan untuk usaha ekonomi. Lantai dua untuk peribadatan. Lahan yang tersisa direncanakan untuk pendidikan.

Masjid Al-Anshar Bacu-Bacue

Masjid ini terletak di Jl. Kampung Bacu-Bacue Kel. Sidenreng Kecamatan Watang Sidenreng Kabupaten Sidrap. Didirikan pada tanggal 10 Januari 2008, dan mulai resmi digunakan pada 21 Agustus 2009. Pendirinya H. Guru Muh.

 50 

Shaleh. Kegiatan masjid ini selain ibadah mahdah juga menyelenggarakan Taman Pendidikan Al-Quran tingkat anak-anak, remaja, dan pengajian rutin sekali seminggu. Bidang usaha yang dilakukan ialah jual-beli kayu bekas bongkaran, besi bekas, dan usaha sewa menyewa kursi.

Masjid Ar-Rahmah

Masjid ini beralamat di Jl. Andi Sulolipu Amparita Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap. Didirikan pada tahun 1932. Ketua masjid saat ini ialah H. Odang Kadir. Kegiatan masjid, selain untuk ibadah mahdah, juga menyelenggarakan majlis taklim, pengajian remaja, dan TPA. Kegiatan dalam bidang usaha ekonomi ialah Koperasi Simpan Pinjam dan Konsumsi dalam bentuk penyediaan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Tiap anggota yang meminjam dari koperasi dikenakan biaya administrasi setiap bulan 1%.

Masjid Nurul Maarif

Masjid ini beralamat di Jl. Poros Soppeng, LK II Kelurahan Pajalele Keamatan Tellu Limpo, Kabupaten Sidrap. Didirikan pada tahun 1953. Ketua masjid saat ini ialah H. Langsang. Kegiatan masjid selain ibadah mahdah, juga menyelenggarakan Peringatan Hari Besar Islam, majelis taklim, remaja masjid, dan TPA. Bidang usaha masjid yang dikembangkan ialah bidang ekonomi, antara lain menyewakan alat penyelenggaraan jenazah, pembuatan kursi, dan penyewaan molen. Penyewaan molen dengan dana awal sebesar Rp 1.000.000,- telah mencapai Rp 5.000.000,-. Usaha lain ialah pengembangan industri kerajinan pandai besi.

Masjid Al-Manar

Masjid ini terletak di Kel. Arateng Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap. Masjid ini didirikan pada tahun 1925. Ketua masjid saat ini ialah M. Akib Ali. Kegiatan mesjid

  51

selain ibadah mahdah, juga ada majelis taklim, pengajian remaja, dan TPA. Masjid ini telah mendirikan Koperasi Simpan Pinjam dan Pengadaan Barang Konsumsi. Kegiatan ini menyediakan barang kebutuhan sehari-hari, dengan modal awal pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.000.000,-

Masjid Ridla

Masjid ini terletak di Jln. Tamalat I No. 62, Kota Makasar. Didirikan pada tahun 1981. Pembina masjid saat ini ialah H. Abd. Razak M. Thaher BA. Kegiatan masjid selain ibadah mahdah juga menyelenggarakan majelis taklim, pengajian remaja, TPA dan peringatan hari-hari besar Islam. Bidang usaha telah terbentuk Baituttamwil Muhammadiyah (BTM) Al Kautsar pada tanggal 15 Oktober 2009. BTM ini diketuai oleh Drs. H. Ismail Nurdin Azrun. Sebagai lembaga keuangan mikro, berupaya memberdayakan ekonomi umat, khususnya di lingkungan jamaah Masjid Ridha dan umat Islam umumnya. Modal awal BTM ini dari simpanan pokok khusus, simpanan pokok dan simpanan wajib dari anggota pendiri sebesar Rp. 10.000.000,-

Masjid Nurul Yakin

Masjid ini terletak di Pa’baeng-baeng, Kota Makassar. Didirikan tahun 1963, terletak di depan pasar. Kegiatannya selain ibadah mahdah juga menyelenggarakan majelis taklim, pengajian anak-anak, remaja dan TPA. Kegiatan usaha adalah penyediaan WC umum dan pendapatan rata-rata per-bulan Rp. 2.500.000,-.

Masjid Al-Jihad

Masjid ini terletak di Perumahan Delta, Sudiang, Kota Makassar. Didirikan pada tahun 1998. Ketua masjid saat ini ialah Hidayat Palaloi, SE., MM. Kegiatan masjid selain ibadah mahdah juga ada kegiatan majelis taklim, Forum Muballigh

 52 

dan Kelompok Yasinan. Dalam bidang usaha telah terbentuk lembaga Pemberdayaan Ekonomi Umat (LPEM) yang diketuai Drs. Abdul Muis. Bentuk usaha jamaah masjid antara lain membuat dan menjual kue tradisional, penyewaan kursi, dan koperasi simpan pinjam.

Sambutan dan Paparan

a. Sambutan dan Pengarahan

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

1. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Agama Pusat dan Daerah Intern Agama Islam dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkat-kan dan mengembangkan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama, baik pusat maupun daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

2. Tujuan kegiatan ini adalah memperlancar komunikasi, menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan mempercayai antara pemuka agama Islam pusat dan dae-rah, serta menginventarisasi persoalan-persoalan lokal yang dapat mendukung kerukunan dan ketidakrukunan intern umat Islam, menyatukan visi dan misi bersama bagi peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan.

3. Fenomena kemiskinan pada sebagian umat Islam di Indonesia masih terlihat jelas. Faktor fisik hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai human capital. Masyarakat miskin menjadi sangat bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik modal.

4. Pendidikan umat Islam sebagian besar masih rendah. Orientasi diarahkan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil

  53

(PNS), bukan untuk menjadi wiraswastawan. Sebab, sebahagiannya melihat entrepreneurship memiliki resiko kerugian, sehingga cenderung menghindarinya.

5. Umat Islam mendirikan banyak ormas, baik besar maupun kecil. Keberadaannya merupakan aset yang sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sayangnya, ormas-ormas Islam belum memanfaatkan dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Gubernur Sulawesi Selatan

1. Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern umat Islam merupakan langkah penting, strategis, dan visioner dalam meningkatkan kesadaran bagi setiap warga negara dalam memelihara kerukunan, kebersamaan, dan rasa senasib sepenanggungan.

2. Setiap komponen masyarakat hendaknya memahami dan memiliki sikap mental dan semangat kebersamaan yang senantiasa tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari, berupa kecintaan pada tanah air dan kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Seluruh komponen masyarakat dituntut agar benar-benar memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan dengan penuh rasa tanggung jawab, sebagai anak bangsa.

4. Kemajemukan bangsa sebagai rahmat Allah SWT harus disyukuri, dengan cara menjunjung tinggi dan menghormati kemajemukan. Semua suku, pemeluk agama, ras dan golongan seharusnya bersinergi dan senantiasa dalam ikatan solidaritas untuk memperkokoh

 54 

integritas nasional, sebagai bagian dari ajaran agama dan nilai luhur budaya bangsa.

Bupati Sidenreng Rappang

1. Kabupaten Sidrap berpenduduk 248.769 jiwa, yang menganut tiga agama, yaitu; Islam, Kristen dan Hindu. Mayoritas penganut Islam (239.224 jiwa atau 96,16%), Kristen (476 jiwa atau 0,19%), dan Hindu (9.068 jiwa atau 4%).

2. Dialog wawasan multikultural ini menjadi sangat penting dalam merajut dan memperkuat kerukunan umat beragama dan berbangsa yang mantap dan akan mampu membantu dan memelihara serta meningkatkan kerukunan yang dinamis, dan lestari.

3. Kondisi kehidupan keagamaan di Kabupaten Sidrap saat ini diwarnai oleh perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama. Hidup berdampingan secara damai. Namun rentan terhadap godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok.

4. Dialog diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara jernih dan tulus.

Paparan Narasumber

Sessi I

Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar

1. Ditilik dari aspek sejarah, telah terjadi pertumbuhan dan perkembangan ormas Islam modern, seperti Sarekat Da-gang Islam (SDI) tahun 1905, Muhammadiyah (1912), dan Nahdlatul Ulama (1926). Pada awal-mula kegiatannya antara lain berkaitan dengan upaya pemberdayaan

  55

ekonomi umat, selain kegiatan dakwah, pendidikan dan sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika ormas Islam masa lalu, berwibawa dengan kemandirianya.

2. Ada kesan sekarang ini telah terjadi pergeseran yang signifikan dalam ormas Islam yaitu semangat kewirausahaan ormas-ormas Islam mengalami degradasi. Ini ditandai dengan kurangnya kiprah ormas Islam dalam lapangan ekonomi. Ormas Islam terjebak pada lapangan politik praktis, kurang memperhatikan aspek ekonomi, dan gagal dalam peranan meningkatkan kesejahteraan anggota dan umat Islam umumnya.

3. Untuk mengakhiri kurangnya perhatian ormas-ormas Islam terhadap peningkatan kesejahteraan umat perlu kembali ke khittah perjuangan ketika organisasi tersebut didirikan. Agenda-agenda strategis pemberdayaan ekonomi umat perlu dirancang kembali.

4. Islam sarat dengan ajaran yang mementingkan keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial (muamalah). Aspek muamalah cukup banyak, tetapi tampaknya aspek ekonomi, saat ini, kurang mendapat perhatian.

Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA

1. Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang di dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi, tenggang rasa, saling membantu dan menyayangi.

2. Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh faktor : (1) politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran atau mazhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4)

 56 

berkembangnya egoisme dan fanatisme kesukuan, kelompok dan organisasi; dan (5) sikap menistakan pihak lain di luar komunitasnya.

3. Penangan masalah ikhtilaf dalam soal-soal keagamaan, MUI bersama para ulama dari berbagai penjuru tanah air melalui ijtima` Ulama tahun 2006 dengan bijak menye-pakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan taswiyatul manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah keagamaan) dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi langkah strategis dalam gerakan keagamaan).

Sessi II

Pada sessi II makalah disajikan oleh narasumber : Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Prof. Dr. H. Amiur Nuruddin, MA. Secara umum para narasumber menekankan perlunya pemberdayaan umat melalui pengembangan ekonomi oleh ormas-ormas Islam.

Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni

1. Nahdlatul Ulama (NU) sejak awal berdirinya telah berpikir dan berbuat tentang ekonomi umat. Keberadaan NU sendiri berawal dari organisasi ekonomi, yakni Nahdlatut Tujjar (1918) yang mendirikan badan usaha Syirkah Al ‘Inan dengan pendiri dan pengurusnya yaitu KH. Hasyim Asy’ari sebagai ketua, KH. Wahab Hasbullah sebagai bendahara, dan KH. Bisri Syansuri selaku sekretaris.

2. Masalah ekonomi menjadi salah satu agenda pembahasan dalam organisasi Tasywirul Afkar (1918). Organisasi-organisasi tersebut dan Nahdlatul Wathan (1914) menjadi modal didirikannya NU tahun 1926.

  57

3. Saat ini NU mengembangkan usaha di bidang ekonomi umat dengan mendirikan BPR, Koperasi Syirkah Muawanah, Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah, Koperasi An Nisa Muslimat NU, Koperasi Yasmin Fatayat NU dan Koperasi Kowina Anshor di seluruh Indonesia.

Dra. Nelly Asnifati

1. Sejak awal berdirinya Muhammadiyah telah mengusung usaha ekonomi umat. Sejumlah koperasi dan unit amal usaha lainnya didirikan. Saat ini, Muhammadiyah telah memiliki 160 koperasi/BMT yang tersebar di seluruh Indonesia. Aisyiyah memiliki tidak kurang dari 50 koperasi berbadan hukum, dan sekitar 650 pra koperasi. Hal ini belum termasuk unit usaha lain yang didirikan oleh pemuda Muhammadiyah dan Nasyiyatul Aisyiyah.

2. Sebagai contoh di Jawa Timur, Muhammadiyah mengelola 48 Suryamart yang ada di Ponorogo, Ngawi, dan Kediri. Dalam permodalan, selain dari BPR, juga terdapat 47 koperasi, dan 24 di antaranya ialah koperasi wanita.

3. Aisyiyah dan Nasyiyatul Aisyiyah mengelola 23 koperasi primer, sebuah koperasi dan 350 pra koperasi wanita, dengan menggunakan pola syariah, sekalipun sebagian masih konvensional.

4. Aisyiyah mengelola Koperasi Sakinah di Sidoardjo, yang saat ini telah mempunyai 1000 anggota, dengan aset Rp. 2 milyar dan omzet Rp 3 Milyar. Koperasi ini terbuka untuk masyarakat non-Muhammadiyah. Di antara anggotanya ialah Anshor (NU).

5. Dari pengalaman mengelola usaha pemberdayaan umat, diyakini pola pemberdayaan yang bersifat bottom-up lebih berhasil dibandingkan pola top-down.

 58 

Prof. Dr. H. Amiur Nuruddin, MA

1. Sejak zaman Rasulullah SAW telah ada upaya pemberdayaan ekonomi umat, bahkan Rasulullah sendiri adalah seorang pelaku bisnis. Karena itu, sistem ekonomi syariah bukanlah campuran dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.

2. Di bidang usaha ekonomi, lembaga sosial keagamaan dapat bersama-sama dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sejati.

3. Lembaga/ormas keagamaan Islam hendaklah mengambil peran dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut dengan menerapkan ekonomi syariah.

Analisis

1. Komunikasi antar peserta dialog telah terbangun suasana keakraban, saling pengertian, kebersamaan, keterbukaan, memperoleh informasidan pengalaman baru. Makin tumbuh kesadaran pentingnya komunikasi dalam pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.

2. Peserta dialog cukup antusias, bersemangat dan kritis terhadap materi yang disampaikan. Respon peserta terhadap materi dialog menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti masalah ukhuwah dan pemberdayaan ekonomi umat. Penyajiannya oleh pakar di bidangnya, waktunya tepat dan suasana diskusi hidup.

3. Kunjungan ke masjid, silaturahim dan perkenalan anggota rombongan dengan masyarakat setempat memiliki arti tersendiri. Karena kebersamaan pimpinan ormas dalam satu tim dapat menjadi contoh bagi ormas dan masyarakat Islam di daerah. Hal ini berdampak pada pengembangan ukhuwah Islamiyah dan tasamuh antar ormas Islam, serta bersama-sama membangun ekonomi umat.

  59

4. Pengembangan ekonomi umat tidak sekedar wacana. Materi dialog, tentang ukhuwah dan ekonomi syariah, sudah tepat diberi contoh aplikatifnya, yaitu pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan NU.

5. Masjid-masjid yang dikunjungi dan mendapatkan bantuan memang sudah memiliki usaha bidang ekonomi sekalipun ada kesan belum siap dalam memanfaatkan dana stimulus sesuai dengan tujuan pemberdayaan ekonomi umat, seperti Majid Raya Pangkajene dan Masjid Al-Anshor Bacu-Bacue, tetapi dapat meningkatkan motivasi bersama pada usaha pemberdayaan ekonomi umat.

6. Dialog Pengembangan Wawasan Mutikultural yang dikemas dalam bentuk kunjungan masih tetap dalam kerangka kajian. Kajian ini berbeda dengan penelitian, baik yang bercorak empirik, tekstual, maupun evaluatif. Corak kajian bersifat emansipatoris dan advokasi, untuk sebuah model pemberdayaan umat. Kajian seperti ini melibatkan partisipasi Puslitbang, tokoh ormas, Kementerian Agama di daerah, tokoh organisasi daerah, panitia daerah dan masyarakat sasaran dalam perencanaan, pelaksanaan, dan bersama-sama melakukan refleksi dan evaluasi.

7. Kajian dimulai dengan focus group discussion untuk menilai kebutuhan (need essesment) yang akan menjadi materi dalam diskusi dan pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, pemaparan gagasan yang bersifat normatif tidaklah cukup, dan perlu contoh-contoh atau bukti yang nyata.

8. Pengenalan peserta dialog dari pusat perlu juga disampaikan peran dan kepeloporannya dalam ukhuwah dan pemberdayaan ekonomi umat.

 60 

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Kegiatan dialog pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam di Sulawesi Selatan dilihat dari indikator kegiatan telah terpenuhi, tujuan dan sasaran juga telah tercapai.

2. Masjid-masjid yang dikunjungi dan memperoleh bantuan sebagian besar belum memiliki usaha pemberdayaan umat yang berbasis masjid yang dikelola secara profesional.

3. Usaha pengembangan ekonomi umat berbasis masjid belum dikolola secara profesional terkendala dengan sumber daya manusia, belum ada pelatihan, pendampingan dan monitoring.

Saran

1. Untuk pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan, antara lain : materi diskusi agar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat seperti penguatan akidah dan akhlak lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu.

2. Untuk mendorong pemberdayaan ekonomi umat hendaknya memperhatikan potensi ekonomi masyarakat lokal melalui pendekatan bottom up, pengembangan polapola pemberdayaan ekonomi umat yang bersifat bottom-up (berbasis kebutuhan masyarakat setempat) untuk prioritas diperhatikan.

3. Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern umat Islam hendaknya ditindaklanjuti melalui : pilot project, pembentukan forum pokja oleh ormas-ormas Islam, penilaian kebutuhan (need

  61

essesment) masjid-masjid yang menjadi sasaran kunjungan untuk bantuan stimulus, materi diskusi.

4. Studi kelayakan hendaknya benar-benar dapat diadakan sebagai bahan acuan untuk menilai kebutuhan yang tepat sasaran.

5. Sesudah kunjungan dan pemberian bantuan dana stimulus hendaknya dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi, dan Kantor Kementerian Agama Kab./Kota bersama Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

6. Ukhuwah Islamiyah di kalangan ormas dan masyarakat Islam hendaknya terus dikembangkan dengan melakukan sosialisasi panduan Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah dari MUI, antara lain melalui kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam.

7. Sarana kebersihan di lingkungan masjid (toilet dan tempat wudlu) hendaknya menjadi perhatian pengurus masjid dan ormas Islam untuk memenuhi standar kebersihan dan kesehatan dalam rangka terpeliharanya kesejahteraan umat..

 62 

  63

BAB IV

PENUTUP

ejak masa awal perkembangan Islam telah muncul fenomena perbedaan pendapat, paham keagamaan, aliran dan ciri khas gerakannya.

Kecenderungan terjadinya perbedaan tersebut terkait dengan kemajemukan etnis, tradisi, budaya, pendidikan, ekonomi, politik dan agama. Dalam realita muncul fenomena mengarah kepada adanya paham dan ormas keagamaan yang moderat, inklusif dan garis keras, eksklusif dalam melaksanakan yang diyakininya, dan dalam dakwahnya. Sikap tersebut dapat mengundang salah pengertian, bahkan dapat terjadi benturan jika lemah sikap tasamuh dan rendah semangat ukhuwah Islamiyah.

Perbedaan pendapat dan paham keagamaan intern umat Islam bukan masalah prinsip (ushuliyah) perlu disikapi dengan semangat toleran (ruh tasamuh). Suatu usaha yang dimungkin terbangunnya kembali kerjasama antar ormas Islam ialah melalui dialog multikultural dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid atau majelis taklim, dengan menerapkan prinsip ekonomi syariah.

Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam ialah sebuah kegiatan strategis dan penting ke arah terwujudnya kerukunan hidup beragama, khusunya bagi umat Islam. Kegiatan Dialog Pengembangan wawasan multikultural pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam yang dimulai tahun 2009, sebagai tahun pertama, perlu dilanjutkan secara berkesinambungan

S

 64 

dengan prioritas pada seluruh perovinsi di Indonesia ini. Dengan demikian akan memperlancar komunikasi, memperkokoh tasamuh, mengemban amanah dakwah menuju masyarakat sejahtera secara spiritual dan materiil yang diredhoi Allah swt.

  65

DAFTAR LAMPIRAN:

1. Notulen Dialog di Provinsi Jawa Timur

Proses Dialog

1. Kunjungan dan dialog dengan pengurus masjid untuk menyambung dan mempererat silaturahim dengan pimpinan ormas Islam pusat, dan sekaligus untuk memperoleh masukkan seputar bentuk dan strategi pemberdayaan ekonomi umat.

2. Dalam kunjungan ke masjid-masjid yang meliputi 5 (lima) masjid di Kota Surabaya, yaitu: Masjid Al-Azhar; Masjid At-Taqwa; Masjid Al-Irsyad; Masjid Maryam; dan Masjid Tholabuddin; dan 5 (lima) masjid di Kabupaten Pasuruan, yaitu: Masjid Al-Muhajirin; Masjid Al-Ishlah; Masjid Babul Mubarok; Masjid Manarul Islam; dan Masjid Al-Hidayah,

3. Dalam kunjungan tersebut dilaksanakan dialog antara peserta dari pusat dengan pengurus masjid dan masyarakat.

4. Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyerahkan dana bantuan pembinaan pengembangan ekonomi umat kepada setiap masjid yang dikunjungi sebesar Rp 17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah).

5. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pimpinan Pusat dan Daerah bagi Intern Agama Islam di Jawa Timur bertempat di Hotel Ibis Kota Surabaya pada tanggal 5 Agustus 2009, yang dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Kesbangpol Jawa Timur atas nama

 66 

Gubernur Jawa Timur, dan di Pasuruan di Hotel Tretes Raya pada tanggal 6 Agustus 2009, yang dibuka secara resmi oleh Kesbangpol Pasuruan atas nama Bupati Kabupaten Pasuruan. Tema dialog mencakup ukhuwah Islamiyah dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.

Peserta

Dialog dilakukan pada dua tempat, yaitu di Kota Surabaya untuk tingkat provinsi dan di Kabupaten Pasuruan untuk tingkat kabupaten/kota. Peserta dialog terdiri dari 29 orang dari pusat dan 60 orang dari daerah, baik di Kota Surabaya maupun di Kabupaten Pasuruan. Para peserta dialog tersebut meliputi unsur:

1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, wilayah dan daerah;

2. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur dan daerah;

3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, wilayah dan cabang;

4. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS);

5. Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Al-Irsyad;

6. Pimpinan Pusat Muslimat NU;

7. Pimpinan Pusat Fatayat NU

8. Pimpinan Pusat Aisyiyah, wilayah dan daerah;

9. Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)

10. Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI)

11. Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI);

  67

12. Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah;

13. Dewan Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin;

14. Pengurus Besar Mathlaul Anwar;

15. DR. H. Amiur Nuruddin, MA (IAIN Sumatera Utara);

16. Pejabat Kementerian Agama pusat dan daerah: Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Bidang Bina Program Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Sub Direktorat Kemitraan Umat Ditjen Bimas Islam, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pasuruan, dan para Kepala KUA di Kota Pasuruan.

17. Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Selain dialog secara formal, juga diadakan dialog informal dengan para pengurus masjid yang mempunyai bidang-bidang usaha ekonomi keumatan.

Arahan pada Pembukaan

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam sambutan pembukaan antara lain menyatakan : Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Agama Pusat dan Daerah Intern Agama Islam dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkatkan dan mengembangkan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama baik pusat maupun daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Tujuan kegiatan adalah untuk memperlancar komunikasi, menumbuhkan saling pengertian, saling

 68 

menghargai, dan mempercayai antarpemuka agama Islam pusat dan daerah, serta menginventarisasi persoalan-persoalan lokal yang dapat mendukung kerukunan dan ketidakrukunan intern umat Islam dan menyatukan visi dan misi bersama bagi peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan.

Fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di Indonesia masih terlihat dengan jelas. Faktor fisik mereka hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai human capital. Massa miskin menjadi sangat bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik modal.

Tingkat pendidikan umat Islam sebagian besar masih rendah. Orientasi pekerjaan diarahkan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan untuk menjadi wiraswastawan. Sebab, sebagian mereka melihat entrepreneurship mempunyai risiko kerugian, sehingga mereka cenderung menghindarinya.

Umat Islam memiliki banyak ormas, baik besar maupun kecil, di mana keberadaannya merupakan aset yang sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sayangnya, ormas-ormas Islam ini belum memanfaatkan dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah yang menyediakan dana Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Berkembang-nya paham keagamaan transnasional-Salafi, Hizbut Tahrir, Ikhawanul Muslimin, Syiah, dan Jamaah Tabligh perlu mendapat perhatian secara khusus. Mengharapkan ormas-ormas Islam di Jawa Timur ikut berperan serta aktif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia umat Islam.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur dalam sambutannya menyatakan pluralitas merupakan sunnatullah, sehingga pengembangan wawasan multikultural sebagai pandangan yang lahir dari kenyataan keanekaan ciptaan Allah

  69

adalah kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Pengingkaran atas kenyataan pluralitas dalam keanekaan budaya akan melahirkan pandangan yang sempit dan eksklusif yang sangat potensial melahirkan konflik dan pertentangan yang akan merugikan diri sendiri.

Provinsi Jawa Timur masih dihadapkan pada berbagai persoalan sosial budaya, seperti masih rendahnya strata ekonomi masyarakat dan pendidikan. Dengan rendahnya kualitas ekonomi dan pendidikan, membawa dampak pada rendahnya kualitas kesehatan. Rendahnya kualitas SDM berdampak pada rendahnya daya saing dengan bangsa lain khususnya di bidang ketenagakerjaan.

Bupati Pasuruan mengharapkan agar Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Kabupaten Pasuruan dapat menghasilkan rumusan-rumusan yang dapat dijadikan bekal dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Dialog ini juga diharapkan dapat menambah wawasan umat Islam untuk lebih terbuka dalam menyikapi multikulturalisme masyarakat Jawa Timur.

Melalui dialog diharapkan akan menjadi motivator bagi umat Islam untuk lebih terbuka dalam menyampaikan aspirasi dan sumbang saran dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara..

Meningkatkan kegiatan yang dapat menambah wawasan umat Islam dalam menjalankan progam nasional maupun program daerah yang pada hakikatnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Mempererat silaturahim di antara umat Islam agar tercipta hubungan yang harmonis dalam membangun masyarakat, khususnya di Kabupaten Pasuruan.

 70 

Potensi Masjid

Dari hasil dialog, baik di tingkat provinsi, maupun kabupaten, dapat diidentifikasi beberapa hal yang dapat menjadi potensi masjid, potensi konflik maupun kerukunan dalam kehidupan masyarakat dapat diidentifikasi antara lain:

1. Ada dua kategori masjid yakni masjid yang berfungsi sebagai pelayanan umat (public service) dan masjid yang telah mampu mengembangkan potensi jamaah dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat.

2. Dari 10 masjid yang dikunjungi, ada 6 masjid. Masjid Al-Azhar, yang masih perlu dikembangkan potensi ekonominya yang terdiri atas modal, manajemen dan pasar, dan 4 masjid perlu pembangunan institusi yang mencakup modal dan pendampingan.

3. Di Pasuruan telah dikembangkan fikih masjid yang membahas tentang perlu adanya nadzir baik oleh organisasi, yayasan maupun perorangan. Selain itu juga telah dikembangkan peta dakwah yang membagi masyarakat Pasuruan menjadi tiga kategori, yaitu abangan (daerah pegunungan), santri (daerah pesisir), dan campuran (daerah pertanian).

Potensi Konflik

1. Banyaknya para pendatang yang tidak dapat mengikuti kebiasaan masyarakat setempat.

2. Banyaknya para pendatang yang mempunyai semangat bersaing yang tinggi sehingga dapat menimbulkan persaingan bagi warga setempat.

3. Tradisi penghormatan terhadap ulama yang berlebihan di sebagian masyarakat dapat menimbulkan sikap fanatisme.

  71

4. Tumbuh dan berkembangnya paham dan gerakan keagamaan yang cenderung mengabaikan kultur masyarakat Jawa Timur yang tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), ta`awun (kerjasama, kooperatif).

Potensi Kerukunan

1. Tumbuh dan berkembangnya semangat ukhuwah Islamiyah di kalangan ormas dan masyarakat Islam.

2. Pengaruh ulama/kyai masih sangat kuat sebagai uswatun hasanah bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya damai dan penggerak aktivitas ekonomi.

3. Kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial lainnya yang dilaksanakan di masjid-masjid merupakan aktivitas yang amat positif baik dalam rangka ukhuwah Islamiyah maupun pembangunan masyarakat secara umum.

Sedangkan hubungan intern agam Islam di Provinsi Jawa Timur sudah terjalin dalam suasana rukun dan damai. Kerukunan tersebut perlu didukung oleh sejumlah potensi pemberdayaan ekonomi umat dan diketahui juga penghambatnya, antara lain :

Pendukung Pemberdayaan Ekonomi Umat

1. Masjid-masjid yang dikunjungi kebanyakan lokasinya mempunyai nilai ekonomis strategis.

2. Sudah tumbuh kesadaran pentingnya membangun ekonomi umat berbasis masjid.

3. Sudah ada beberapa masjid yang melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai pilot project bagi kegiatan sejenis di tempat lain.

 72 

Penghambat Pemberdayaan Ekonomi Umat

1. Masih ada pengurus masjid yang memiliki pandangan bahwa masjid hanya sebagai pusat ibadah ritual dan mengabaikan fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat.

2. Pengurus masjid kekurangan sumber daya manusia yang mempunyai wawasan dan pengalaman praktis kewirausahaan.

3. Pengurus masjid kurang memperoleh informasi untuk mengakses sumber-sumber permodalan dan pemasaran.

Rekomendasi

Sebagai saran dari hasil kegiatan ini dapat kami sampaikan butir-butir rekomendasi yang berhasil dirumuskan bersama oleh Tim Perumus Balitbang dan Diklat Keagamaan dengan perwakilan organisasi keagamaan Islam yang ikut serta sebagai peserta diskusi/dislog pengembangan wawasan multikultural antar pemuka agama pusat dan daerah Intern agama Islam di Provinsi Jawa Timur. Rekomendasi dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan peran dan fungsi masjid sebagai pusat pelayanan umat (public service) dan pengembangan potensi jamaah dalam bidang pendidikan dan ekonomi.

2. Perlu monitoring terhadap masjid-masjid yang sudah dikunjungi oleh

3. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

4. Untuk kegiatan sejenis berikutnya agar lebih tepat sasaran perlu dilakukan survei untuk menentukan masjid yang memenuhi kriteria untuk dikunjungi.

  73

5. Fikih masjid dan pemetaan dakwah sebagaimana yang telah dilakukan di Pasuruan diharapkan dapat dijadikan model bagi masjid-masjid di wilayah lain.

6. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan adabul ikhtilaf di kalangan pengurus masjid dan ormas Islam oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

7. Perlu terus dikembangkan semangat ukhuwah Islamiyah di kalangan ormas dan masyarakat Islam melalui kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah, Antara Intern Agama Islam.

8. Perlu ditumbuhkembangkan paham dan gerakan keagamaan yang tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), dan ta`awun (kerjasama, kooperatif).

2. Notulen Dialog di Provinsi Sulawesi Selatan

3. Kerangka Acuan Dialog