Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

62

description

Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar, yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.

Transcript of Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

Page 1: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
Page 2: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

Struktur Geologi

Sulawesi

Oleh:

Armstrong F. Sompotan

Perpustakaan Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung, 2012

Page 3: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

Oleh:

Armstrong F. Sompotan

Institut Teknologi Bandung, 2012

Page 4: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

“Tidak ada yang tidak bisa ditemukan” Armstrong F. Sompotan

Page 5: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

Kata Pengantar

Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar, yang

menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks, dimana

kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan

bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman,

tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang

berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme

pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model

simple shear.

Bandung, Mei 2012

PENULIS

Armstrong F. Sompotan

Program Doktor Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung

Page 6: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

Daftar Isi

1. Pendahuluan 1 2. Geologi Sulawesi 4 2.1. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) 5 2.1.1. Mandala Barat Bagian Utara 6 2.1.2. Mandala Barat Bagian Barat 11 2.2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) 16 2.3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) 19 2.4. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi 27 3. Stratigrafi Sulawesi 31 3.1. Stratigrafi Sulawesi Utara 31 3.2. Stratigrafi Sulawesi Selatan 33 3.3. Stratigrafi Sulawesi Barat 36 3.4. Stratigrafi Sulawesi Tengah 39 3.5. Stratigrafi Banggai Sula 39 4. Perkembangan Tektonik Sulawesi 41 4.1. Kapur Akhir 42 4.2. Paleogen 43 4.3. Neogen 45 5. Sejarah dan Mekanisme Struktur Geologi 47 5.1. Sejarah Geologi 47 5.2. Mekanisme Struktur Geologi 51 6. Epilogue 52 Bibliografi 53 Biodata penulis 55

Page 7: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
Page 8: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

1

1. Pendahuluan

Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan

Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik

menyerupai huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke

timur, timur laut, tenggara dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan

Borneo di sebelah barat, Filipina di sebelah utara, Flores di sebelah

selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di sebelah timur.

Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena

merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng

Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang

bergerak ke arah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah

selatan-tenggara serta lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng

Filipina.

Page 9: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

2

Gambar 1. Zona Batas Lempeng Indonesia (Hall and Smyth, 2008)

Proses tumbukan keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau

Sulawesi memiliki empat buah lengan dengan proses tektonik yang

berbeda-beda membentuk satu kesatuan mosaik geologi. Pulau ini

seakan dirobek oleh berbagai sesar seperti; sesar Palu-Koro, sesar

Poso, sesar Matano, sesar Lawanopo, sesar Walanae, sesar Gorontalo,

sesar Batui, sesar Tolo, sesar Makassar dan lain-lain, dimana berbagai

jenis batuan bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi sangat

rumit. Pada bagian utara pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi

utara yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera dari laut Sulawesi,

sedangkan di bagian tenggara Sulawesi terdapat sesar Tolo yang

merupakan tempat berlangsungnya subduksi antara lengan tenggara

Pulau Sulawesi dengan bagian utara laut Banda, dimana kedua

Page 10: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

3 struktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan

Matano. Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar yang

memisahkan bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang

merupakan bagian lempeng Eurasia yang diperkirakan terbentuk dari

proses pemekaran lantai samudera pada masa Miosen, sedangkan

dibagian timur terdapat fragmen-fragmen benua yang berpindah

karena strike-slip faults dari New Guinea.

Tabel 1. Sesar-sesar di Daerah Sulawesi dan sekitarnya

(Tim Revisi Peta Gempa Indonesia, 2010)

Page 11: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

4

2. Geologi Sulawesi

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau

sekitarnya dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North

Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang

merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah

(Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang

ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia,

Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang

merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan

sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen

Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan

tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke

arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

Page 12: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

5

Gambar 2. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)

2.1 Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc)

Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan

selatan pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan

volkanik-plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen

berusia mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van Leeuwen

(1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian

utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat

Page 13: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

6 dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat

riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan

batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur

magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat

kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur

Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan

tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik

sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.

2.1.1 Mandala Barat Bagian Utara

Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi Sulawesi Utara dan

Gorontalo, memanjang sekitar 500km dari 1210E - 125020’E dengan

lebar 50-70 km dan memiliki ketinggian lebih dari 2065 m, dimana

ketinggian daerah di sekitar leher pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.

Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai

satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan

lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi-

konglomerat kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu

lanau dan batu lempung yang didapatkan di daerah Ratatotok –

Basaan, serta breksi andesit piroksen. Kelompok Tuf Tondano

berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan

mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava

andesit-trakit. Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung

api Muda terdiri atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu.

Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral,

Page 14: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

7 endapan danau dan sungai serta endapan aluvium. Adapun sirtu atau

batu kali banyak terdapat di daerah sungai Buyat yang diusahakan

oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.

Gambar 3. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara

Page 15: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

8 Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu

subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 – 16 Ma)

dan pasca tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta

permulaan subduksi sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir

Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan vulkanik busur

Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi

daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan-singkapan

kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter

yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado,

menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih tua berada di

sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang

membentuk basement busur Sangihe saat ini. Adapun busur Neogen

yang merupakan busur batuan gunung api tidak berada di antara

Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini disebabkan

karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan

granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi

di masa awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat

sedikit. Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona

Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah

selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.

Page 16: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

9

Gambar 4. Peta Geologi Gorontalo

Page 17: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

10 Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik

Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen

dan batuan terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen

di daerah penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen –

Miosen Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai

darat, atau merupakan suatu runtunan regresif. Pada batuan gunung

api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya pada

satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga

kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas.

Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan

ofiolit, sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan

batuan busur kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo

dan Kabupaten Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan

stratigrafi sebagai berikut :

• Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit

dan munzonit kwarsa.

• Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf

lapili dan breksi gunungapi.

• Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir

hijau dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik

dan batugamping terumbu. Endapan Danau, Sungai Tua dan

endapan alluvial.

Page 18: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

11

2.1.2 Mandala Barat Bagian Barat

Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal membawa bagian timur

dari Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang, dimana rifting

dan pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa

Paleogen, menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik

yang berasal dari Kalimantan.

Gambar 5. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)

Page 19: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

12 Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada

dasarnya berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar

Walanae. Di masa Mesozoikum, basement yang kompleks berada di

dua daerah, yaitu di bagian barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala

dan di daerah Barru yang terdiri dari batuan metamorf, ultramafik dan

sedimen. Adanya batuan metamorf yang sama dengan batuan

metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di Kalimantan

tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa

basement kompleks Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan

fragmen akhibat akresi kompleks yang lebih besar di masa awal

Cretaceous (Parkinson, 1991). Adapun sedimen-sedimen di masa

akhir Crateceous mencakup formasi Balangbaru dan Marada berada

di bagian barat dan timur daerah Sulawesi Selatan, dimana formasi

Balangbaru tidak selaras dengan basement kompleks, terdiri dari

batuan sandstone dan silty-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly

sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada terdiri

dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen, 1981),

dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen

aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi

turbidit.

Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah

Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di

daerah Bantimala batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru

disebut Langi. Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik

andesit dengan komposisi trachy-andesit dengan sisipan limestone

Page 20: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

13 dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat calc-alkali dan unsur tanah

tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik merupakan hasil

subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).

Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone,

napal dan konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan

limestone. Formasi ini terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan

dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Formasi Malawa diduga

telah diendapkan dari laut marjinal ke laut dangkal. Formasi limestone

Tonasa selaras Formasi Malawa atau batuan vulkanik Langi. Formasi

Tonasa berumur Eosen sampai dengan pertengahan Miosen (Van

Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi Tonasa tersebar luas di

bagian barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi tersebut tidak

tersingkap di bagian timur sesar Walanae selain singkapan kecil

formasi limestone Tonasa.

Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur

Sulawesi Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone

interbedded dengan batuan vulkanik konglomerat, breksi, tufa,

limestone dan napal. Berdasarkan teknik foraminifera dating, usia

formasi Salo Kalupang diyakini berkisar awal Eosen sampai dengan

akhir Oligosen. Formasi ini seusia dengan formasi Malawa dan bagian

bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah

timur sesar Walanae, yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam

bentuk pillow lava ataupun massive flows yang ber-interbedded

dengan tufa, batupasir dan napal. Pegunungan Bone ditafsirkan

Page 21: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

14 sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan

MORB, dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone

bioklastika dan butiran packstones foraminifera planktonik.

Gambar 6. Peta Geologi Sulawesi Barat

Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang

terletak di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat,

Page 22: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

15 lava dan tuf interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating

menduga batuan vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan

vulkanik Parepare adalah sisa-sisa gunung strato-volcano yang terdiri

aliran lava dan breksi piroklastik berumur akhir Miosen. Aliran lava

yang menengah untuk asam dalam komposisi. Batuan vulkanik

Plio/Pliestocene gunung strato-volcano Lompobatang terletak paling

selatan daerah Sulawesi Selatan dengan ketinggian 2.871 m. Batuan

vulkanik ini terdiri dari silika yang tidak tersaturasi dalam alkali

potassic dan asam silika yang tersaturasi dengan aliran lava

shoshonitic dan breksi piroklastik. Pada pertengahan Miosen sampai

dengan Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan mencakup

formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan

parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel

dengan metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan

subduksi sebelumnya di awal Miosen dalam konteks intraplate

distensional. Sifat alkali gunung api ini diduga disebabkan oleh

asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping tua yang mencair

dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi busur

vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah

Sulawesi Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan

litosfer. Sifat bimodal dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah

ini diperkirakan dari pencairan mantel peridotit dan kerak yang

menghasilkan komposisi alkalin basaltik (shoshonitic) dan granitik

yang mencair. Pada sendimentasi akhir Miosen ditandai dengan

perkembangan formasi Tacipi. Formasi Walanae secara lokal tidak

selaras dengan formasi Tacipi, dimana formasi Walanae diperkirakan

Page 23: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

16 berumur pertengahan Miosen sampai dengan Pliosen. Di bagian

Timur Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat dibagi menjadi

dua interval, yaitu interval yang lebih rendah yang terdiri dari batuan

mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian atas

yang lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan

daerah Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang

disebut selayar limestone, merupakan bagian formasi Walanae.

Batuan selayar limestone terdiri dari coral limestone, calcarenite

dengan sisipan napal dan sandstone. Unit karbonat ini diperkirakan

berumur Miosen sampai dengan Pliosen. Hubungan formasi Walanae

dan Selayar limestone terdapat di Pulau Selayar. Terrace, aluvial,

endapan danau dan endapan pantai terjadi secara lokal di Sulawesi

Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai dengan

terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

2.2 Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)

Gambar 7. Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

Page 24: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

17 Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di

Sulawesi Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu-

Koro, dimana batuan granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan

subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan Pulau Sulawesi pada

pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek petrografi, batuan granit

berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok dari yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk

melihat karakteristik perubahannya di masa mendatang. Pertama

adalah KF-megacrystal bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) yang

terdistribusi di bagian utara dan selatan wilayah Palu-Koro yang

berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik petrografi tersebut

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit

dan hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43

Ma) dan biotit yang mengandung granit sebagai mineral mafik utama

(8,39-7,11Ma). Kelompok kedua adalah batuan granit medium

mylonitic-gneissic (Granitoid-B) yang relatif terdapat di daerah pusat

(sekitar Palu-Kulawi) berupa medium grained granitoids yang kadang-

kadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi

menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan

(Saluwa-Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit

yang berumur 3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi. Kelompok ketiga

adalah Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A) kelompok

batuan termuda yang tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76

Ma, yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari granit lain.

Batuan tersebut berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites

Page 25: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

18 sebagai mineral mafik tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di

antara daerah Sadaonta dan Kulawi.

Gambar 8. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve dkk., 2002)

Page 26: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

19

2.3 Mandala Timur (East Sulawesi

Ophiolite Belt)

Gambar 9. Peta Geologi Mandala Timur Sulawesi

Page 27: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

20 Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan

Tenggara Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk

ini terdiri atas batuan-batuan mafik dan ultramafik disertai batuan

sedimen pelagis dan melange di beberapa tempat. Batuan ultramafik

dominan di Lengan Tenggara, tetapi batuan mafiknya dominan lebih

jauh ke utara, terutama di sepanjang pantai utara Lengan Tenggara

Sulawesi. Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur,

meliputi batuan mafik dan ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen

pelagis yang didominasi limestone laut dalam serta interkalasi rijang

berlapis. Berdasarkan data geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini

diperkirakan berasal dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).

Gambar 10. Peta Geologi Sulawesi Tenggara (Surono, 1998)

Page 28: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

21

Continental terrain Sulawesi Tenggara (The Southeast Sulawesi

continental terrain = SSCT) menempati area yang luas di Lengan

Tenggara Sulawesi, sedangkan sabuk ofiolit terbatas hanya pada

bagian utara lengan tenggara Sulawesi. SSCT berbatasan dengan Sesar

Lawanopo di sebelah timur laut dan Sesar Kolaka di sebelah barat

daya. Dataran ini dipisahkan dari Dataran Buton oleh sesar mendatar,

dimana pada ujung timur terdapat deretan ofiolit yang lebih

tua. SSCT memiliki batuan dasar metamorf tingkat rendah dengan

sedikit campuran aplitic, karbonat klastik berumur Mesozoikum dan

limestone berumur Paleogen. Deretan sedimen klastik tersebut

mencakup formasi Meluhu di akhir Triassic dan unit limestone yang

berumur Paleogen mencakup formasi Tamborasi dan formasi

Tampakura.

Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama

lengan Tenggara Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan

proses penguburan, sedangkan batuan metamorf muda disebabkan

oleh patahan dalam skala besar ketika continental terrain Sulawesi

Tenggara bertabrakan dengan sabuk ofiolit, Batuan metamorf ini

diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-latite terutama di

sepanjang pantai barat Teluk Bone.

Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh

formasi Meluhu berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale

dan mudstone. Formasi Meluhu disusun oleh 3 kelompok wilayah,

Page 29: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

22 yaitu; wilayah Toronipa merupakan kelompok yang paling tua,

kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok

termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering

dan didominasi oleh sandstone diselingi batuan sandstone

konglomerat, mudstone dan shale. Wilayah Watutaluboto adalah

pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh mudstone dengan

sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat. Wilayah

Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut

dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa

terdiri dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite berasal dari

daur ulang sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di dalam

sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi Meluhu

didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu

mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen

vulkanik dalam formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik

juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan lateral terbatas di

daerah sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin berasal dari

dyke yang menerobos basement metamorf. Umur formasi Meluhu

setara dengan umur formasi Tinala di dataran Matarombeo dan umur

formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini disebabkan litologi ketiga

formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang

dominan di bagian yang lebih rendah dan karbonat yang dominan di

bagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia

dan Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkan umur akhir

Triassic, dimana kehadiran ammonoids dan polen dalam wilayah

Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung penafsiran ini.

Page 30: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

23

Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo

ditindih oleh butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan

sedimen yang kaya karbonat formasi Tetambahu. Moluska, ammonita

dan belemnites yang melimpah di bagian bawah formasi Tetambahu

menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas formasi Tetambahu

mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya

radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai

dengan awal Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan

Banggai-Sula yang berada di lengan timur Sulawesi, terdiri dari

limestone dan napal dengan sisipan shale dan chert (rijang). Adapun

Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang sekarang berada di

formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous. Namun,

Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone

mengindikasikan umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi

antara formasi ini dan bagian atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic

mungkin yang paling tepat untuk usia formasi Tokala, sedangkan usia

Permo-Carbonaferous mungkin merupakan usia basementnya,

dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan konglomerat pink granite

dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari basement granit

Kepulauan Banggai-Sula.

Deretan limestone berumur Paleogen dari formasi Tampakura (400m

tebal) menimpa formasi Meluhu di SSCT (Sulawesi Tenggara

Continental Terrane). Formasi ini terdiri atas ophiolite, lime

mudstone, wackestone dan locally packstone, grainstone dan

Page 31: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

24 framestone. Pada bagian terendah dari formasi, ada strata klastik

terdiri dari mudstone, sandstone dan batuan konglomerat. Adanyan

kandungan foraminifera pada formasi mengindikasikan umur akhir

Eosen Akhir sampai dengan awal Oligosen. Nanoflora dalam formasi

menunjukkan umur pertengahan Eosen sampai dengan pertengahan

Miosen, sehingga pengendapan pada formasi tersebut harus terjadi

selama akhir Eosen sampai dengan awal Oligosen. Deposisi awal

berada di lingkungan delta dimana material silisiklastik masih

dominan. Penurunan suplai sedimen klastik membiarkan fasies

karbonat intertidal-subtidal berkembang secara luas pada platform

relief rendah. Karbonat bertambah, didominasi oleh batu karang dan

pasir karbonat. Adapun deretan karbonat berumur Paleogen yang

sama pada formasi Tamborasi diendapkan di laut dangkal, dimana

berdasarkan usia dan litologi batuan, Formasi Tampakura dan

Tamborasi ataupun juga formasi Lerea di Matarombeo diendapkan

pada satu laut dangkal yang mengelilingi sebuah pulau dengan

komposisi basement metamorf dan granit dan sisipan sedimen klastik

berumur Mesozoikum mencakup formasi Meluhu , Tinala dan

Tetambahu. Unit ekuivalen di daratan Banggai-Sula termasuk

limestone berumur Eosen-Oligosen formasi Salodik yang

berhubungan dengan napal dalam Formasi Poh.

Formasi batuan tertua pada masa Triassic disebut formasi

Tokala. Formasi ini terdiri dari batuan limestone dan napal dengan

sisipan shale dan cherts (rijang), yang diendapkan di laut dalam.

Page 32: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

25 Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut

dangkal dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus

sedimen klastik seperti batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan

schist. Pada lengan Timur Sulawesi juga ditemukan batuan kompleks

ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai dengan Eosen yang berasal

kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kompleks ofiolit ini

ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur

Mesozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti

harzburgite, lherzolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro,

diabase, basalt dan microdiorite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali

akhibat deformasi dan displacement sampai dengan pertengahan

masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak selaras ditindih

oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klastik

seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan

batubara. Di antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan

granit merah, batu metamorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan

berasal dari mikrokontinen Banggai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur

formasi ini dianggap kurang dari pertengahan masa Jurassic dan

terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu formasi

Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit

laut dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal

yang mengandung belemnite dan Inoceramus.

Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai dengan akhir masa

Cretaceous terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (rijang), napal

Page 33: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

26 dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi

Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene.

Formasi Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal

dan sandstone yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan

karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam formasi ini

mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut

dangkal.

Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan

sandstone. Asiosiasi foraminifera dari formasi ini menunjukkan

zaman Oligosen sampai dengan Miosen, dimana plankton Nanno

dalam formasi ini mengindikasikan usianya sekitar Oligosen sampai

dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse yang dulunya

terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi

Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan

Miosen sampai dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan

konglomerat, sandstone, silt, napal dan limestone yang diendapkan

dalam paralik untuk fasies laut dangkal. Area ini terbentang tidak

selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks ofiolit.

Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area

vulkanik Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada

dataran Sulawesi Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik.

Adapun daerah Sulawesi Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa

Pleistosen, yang terdiri dari terumbu karang limestone dengan sisipan

napal di bagian bawahnya.

Page 34: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

27

2.4 Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi

Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi

bersama-sama dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini

berasal dari bagian benua Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic

bergerak ke timur laut memisahkan diri dari Australia ke posisi

sekarang.

Batuan metamorfik didistribusikan secara luas di bagian timur

Sulawesi Tengah, lengan tenggara Sulawesi dan Pulau

Kabaena. Batuan metamorf tersebut dapat dibagi menjadi fasies

amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok dynamometamorphic

tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies amfibolit dan

epidot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic

igneous rocks yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi

Tengah, sedangkan sekis glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini

konsisten dengan petrogenesis tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi

batuan ini hanya menjalani pemeriksaan petrologi eksaminasi, dimana

Glaukofan semakin banyak di wilayah barat. Kecuali di Buton, batuan

metamorf diterobos batuan granit di masa Permo-Triassic. Di

Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents batuan

metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini

ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur

Mesozoikum yang didominasi oleh batuan limestone di pulau Buton

Page 35: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

28 dan batuan silisiklastik di wilayah Sulawesi Tenggara dan

Microcontinents Banggai-Sula. Batuan limestone berumur Paleogen

ditemukan pada semua microcontinents. Pada akhir Oligosen sampai

dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih microcontinent Indo-

Australia bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kompleks ofiolit

Sulawesi timur dan tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange dan

imbrikasi zona busur kepulauan Mesozoikum dan strata sedimen

Paleogen dari microcontinents, dengan irisan patahan ofiolit. Selama

tumbukan, cekungan sedimen lokal terbentuk di Sulawesi, dimana

setelah tumbukan, cekungan menjadi lebih lebar di sepanjang

Sulawesi. Sedimentasi di lengan Tenggara Sulawesi dimulai lebih awal

pada awal Miosen dibandingkan dengan lengan Timur yang nanti di

akhir Miosen. Kedua deretan ini biasanya disebut sebagai Sulawesi

Molasse yang terdiri deretan major sediment klastik dan deretan

minor batu karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi Molasse

diendapkan di laut dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di

dalam sungai ke lingkungan transisi (Sukamto dan Simandjuntak,

1981).

Page 36: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

29

Gambar 11. Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula

Page 37: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

30

Gambar 12. Peta Geologi Pulau Banggai

Page 38: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

31

3. Stratigrafi Sulawesi

3.1 Stratigrafi Sulawesi Utara

Berdasarkan stratrigrafi, susunan batuan yang membentuk Sulawesi

Utara dari tua ke muda adalah; Batu gamping Gatehouse, Batu

lumpur Rumah kucing, Batu gamping Ratatotok, Intrusi Andesit

Porfiri, Volkanik Andesit, Epiklastik Volkanik dan Aluvial Endapan

sungai dan Danau.

Page 39: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

32

Gambar 13. Stratigrafi Sulawesi Utara

Page 40: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

33

3.2 Stratigrafi Sulawesi Selatan

Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5

satuan, yaitu : Satuan Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi

Walanae, Satuan Intrusi Basal, Satuan Batuan Gunung api

Lompobatang dan Endapan aluvial, Rawa, dan. Pantai. Satuan Batuan

Gunung api Formasi Camba berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir,

terdiri dari breksi gunungapi, lava, konglomerat, dan tufa halus hingga

batuan lapili. Formasi Walanae berumur Miosen Akhir - Pliosen

Awal, terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau, batu lempung,

batu gamping, dan napal. Satuan Intrusi Basal berumur Miosen Akhir

- Pliosen Akhir, terdiri dari terobosan basal berupa retas, silt, dan

stok. Satuan Batuan Gunungapi Lompobatang berumur Pleistosen,

terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan tufa. Endapan Aluvial,

Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil, pasir,

lempung, lumpur, dan batugarnping koral.

Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi

menjadi tiga satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati

daerah yang sangat luas atau sekitar 80 %, terdiri dari perselingan

antara batupasir berukuran kasar hingga sangat halus, konglomerat,

batulanau, batulempung, batugamping, dan napal. Satuan ini

mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 100. Namun,

pada beberapa tempat di sekitar Sesar Kalamisu kemiringan

Page 41: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

34 lapisannya mencapai 600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae

adalah laut. Satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal.

Kemudian Intrusi Basal, yang merupakan retas-retas yang

mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian besar dari basal ini

bertelsstur afan itik. Pada beberapa lokasi ditemukan bertekstur

porfiritik dengas enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam

dalan) masadasar afanitik. Intrusi basal ini di permukaan umumnya

telah terkekarkan dan di beberapa tempat telah terubah menjadi

batuan ubahan (zona argilik) yang didominasi mineral lempung

(smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan ini dijumpai di sekitar mata

air panas Kampala, mata air panas Ranggo, dan Kainpung Buluparia.

Menurut Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini berumur Miosen

Akhir - Pliosen Akhir. Adapun yang terakhir adalah Endapan Aluvial

Sungai, merupakan endapan permukaan hasil rombakan dari batuan

yang lebih tua, terdiri dari material kerikil, pasir, lempung. Batuannya

tersebar di tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini berumur

Holosen – Resen.

Page 42: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

35

Gambar 14. Stratigrafi Sulawesi Selatan

Page 43: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

36

3.3 Stratigrafi Sulawesi Barat

Stratigrafi Sulawesi bagian Barat didominasi oleh batuan Neogen,

tetapi di dalamnya termasuk juga formasi batuan yang berumur Jura.

Geologi daerah Bonehau dan sekitarnya didominasi oleh batuan beku

dan metamorf, termasuk batuan sedimen yang sedikit

termetamorfkan. Litologi mengindikasikan adanya tektonik aktif di

area ini.

Batuan tertua di daerah penelitian adalah Formasi Latimojong, yang

berumur Kapur, Di atas Formasi Latimojong diendapkan Formasi

Toraja (Tet) secara tidak selaras. Formasi ini berumur Eosen Tengah

sampai Akhir.

Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh Formasi Sekala dan Batuan

Gunungapi Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti oleh

kehadiran Formasi Sekala (Tmps) pada Miosen Tengah - Pliosen,

yang dibentuk oleh batupasir hijau, grewake, napal, batulempung dan

tuf, sisipan lava bersusunan andesit-basalt.

Formasi sekala berhubungan menjemari dengan batuan Gunung api

Talaya (Batuan Vulkanik Talaya, Tmtv) yang terdiri dari breksi

gunungapi, tuf dan lava bersusunan andesit-basal, dengan sisipan batu

pasir dan napal, setempat batubara. Batuan Gunungapi Talaya

menjari dengan batuan Gunung api Adang (Tma) yang terutama

Page 44: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

37 bersusunan leusit-Basalt, dan berhubungan menjemari dengan

Formasi Mamuju (Tmm) yang Berumur Miosen Akhir.

Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal

tufaan, dan batugamping pasiran bersisipan tufa. Formasi ini

mernpunyai Anggota Tapalang (Tmmt) yang terdiri dari batu

gamping koral, batu gamping bioklastik, dan napal yang banyak

mengandung moluska.

Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan,

batulempung, bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf, umurnya

Mieseh Akhir – Pliosen awal. Endapan termuda adalah aluvium (Qal)

yang terdiri dari endapan endapan sungai, pantai, dan antar gunung.

Page 45: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

38

Gambar 15. Stratigrafi Sulawesi Barat

Page 46: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

39

3.4 Stratigrafi Sulawesi Tengah

Gambar 16. Stratigrafi Sulawesi Tengah

3.5 Stratigrafi Banggai Sula

Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi dua

periode waktu, periode pertama berupa sikuen hasil

Page 47: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

40 pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang terendapkan

sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah

sikuen pengendapan molasse di bagian daratan yang terjadi selama

dan pasca tumbukan.

Gambar 17. Stratigrafi Sulawesi Timur dan Banggai Sula

Page 48: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

41

4. Perkembangan

Tektonik Sulawesi

Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan

evolusi tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang

terjadi di Sulawesi bagian barat pada masa kenozoikum. Yang

pertama adalah rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat

Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk pengendapan

material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah

peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini

dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta

fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen

ini termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula.

Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi Barat (West

Sulawesi Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun

Page 49: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

42 ukuran fragmen-fragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya

dipercaya menjadi penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tektonik di

seluruh bagian Sulawesi (Calvert, 2003).

Gambar 18. Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008)

4.1 Kapur Akhir

Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di

daerah yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen

ini ditindih oleh kompleks melange di bagian selatan dan kompleks

batuan dasar metamorf di bagian tengah dan utara . Sedimen

umumnya berasosiasi dengan lava dan piroklastik yang

mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan

Page 50: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

43 vulkanik dan diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto

& Simandjuntak, 1981). Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian

timur berkembang sebagai cekungan laut dalam, tempat sedimen

pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan dasar ofiolit. Besar

kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan oleh

sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut

kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat

Melange Wasuponda berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981).

Subduksi ini menyebabkan terjadinya magmatisme di sepanjang

daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan metamorf yang ada di Sulawesi

Bagian Barat diyakini terjadi selama subduksi Kapur ini. Daerah

Banggai-Sula merupakan bagian dari paparan benua sejak

Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik berumur Trias akhir

hingga Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan metamorf

zaman karbon dan plutonik Permo-Trias.

4.2 Paleogen

Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat

berhenti di bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut

hingga Eosen. Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian

selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan

batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas di

selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa

bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak: Paleosen,

sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan

Page 51: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

44 karbonat air-dangkal (Formasi Lerea). Pengendapan batuan karbonat

di daerah ini berlanjut hingga Miosen Awal (Formasi Takaluku). Di

bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal karbonat bersisipan klastik

diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini diendapkan sampai

Miosen Tengah (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Zona subduksi

dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman Kapur

menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat,

dan proses shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula

di Daerah Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981). Di daerah

Selat Makassar terjadi peregangan kerak. Daerah Selat Makassar

bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau aulacogen, yang

terbentuk sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut Sulawesi.

Kombinasi guyot, kelurusan gravitasi, fasies seismik, bersama dengan

distribusi aliran panas yang dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002

(dalam Fraser dkk., 2003), mendukung usulan pola

transform/ekstensional untuk peregangan kerak Eosen Tengah di

laut dalam Cekungan Makassar Utara. Titik paling utara Selat

Makassar yang mengalami transform adalah cekungan Muara dan

Berau. Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke

arah selatan mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang

ke arah timur dan kembali ke arah liaratdaya menuju Selat Makassar

selatan. Perluasan yang menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen

akhir (menghasilkan peningkatan akomodasi ruang yang signifikan),

kelimpahan material benua berbutir halus diendapkan di daerah yang

luas pada Cekungan Makassar Utara, berlanjut hingga Oligo sen dan

Miosen Awal. Suksesi batulempung tebal yang dihasilkan membentuk

Page 52: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

45 media yang mobile untuk thinskinned basal detachment di bawah bagian

selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai ada selama

Pliosen awal.

4.3 Neogen

Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya

vulkanisme yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi

Bagian Barat. Batuan vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan

dasar laut dan kemudian setempat menjadi terestrial pada Pliosen.

Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi menerus

sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah

Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan

dengan proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur

akibat gerakan benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa

tektonik ini mengangkat dan menganjak hampir keseluruhan material

di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit teranjak dan

terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk melange. Pada

bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam

sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama

pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen

Tengah, sesar turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat

membentuk cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen,

seluruh area didominasi oleh block faulting dan sesar utama seperti

sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan epirogenic setelahnya

membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang. Peristiwa

Page 53: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

46 tektonik ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di

beberapa tempat dan beberapa cekungan darat terisolasi. Batuan

klastik kasar terendapkan di cekungan-cekungan ini dan mernbentuk

Molasse Sulawesi. Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga

membengkokkan Daerah Sulawesi bagian Barat seperti bentuk

lengkungan yang sekarang dan menyingkap batuan metamorf di

bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak tepat di

sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan

sinistral, yang pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran

Laut Sulawesi. Kompresi yang menerus menghasilkan struktur-

struktur berarah barat dari JLSB, sementara material mikro-kontinen

yang awalnya berasal dari Lempeng Australia (Material Australoid)

bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan JLSB.

Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan

Makassar Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikro-

kontinen Australia ini yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti

oleh Tukang Besi. Arah vector tumbukan ini pada awalnya adalah

utara-barat laut (dengan perhitungan sekarang), tumbukan selanjutnya

lebih berarah baratlaut. Variasi ini cukup signifikan, mengingat arah

stress yang datang (dari timor dan selatan) mempengaruhi arah

displacement kompresi yang sudah ada di JLSB.

Page 54: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

47

5. Sejarah dan Mekanisme Struktur Geologi

5.1 Sejarah Geologi

Sejarah geologi Sulawesi dimulai dengan terendapkannya sedimen

bertipe flysch pada Zaman Kapur. Batuan ini diinterpretasikan

terendapkan pada cekungan forearc, di sebelah barat dari zona

subduksi yang menunjam ke barat. Kemungkinan akibat subduksi ini

rnenyebabkan batuan sedimen flysch ini termetamortkan dan

membentuk Satuan Batuan Metamorf di daerah sulawesi. Pada Eosen

Tengah terjadi peregangan Selat Makassar. Di daerah sulawesi

diendapkan Satuan Batufasir pada lingkungan fluvial. Pada Eosen

Akhir terjadi transgresi yang mengendapkan Batupasir-Batulempung

Page 55: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

48 lingkungan delta. Pada bagian yang lebih distal diendapkan Satuan

Napal di lingkungan middle neritic. Transgresi terus terjadi sehingga

Cliendapkan Satuan Batugamping pada lingkungan laut dangkal di

atas Satuan Batupasir-Batulempung, sementara Satuan Napal terus

terendapkan. Transgresi terus terjadi hingga Oligosen Tengah

sehingga daerah sulawesi ditutup elle1i Satuan Napal pada lingkungan

upper batnyal. Pada saat Miosen Awal, pergerakan sinistral Sesar Palu-

Koro dan WaIanae menyebabkan terjadinya gaya utama berarah

baratlaut pada daerah sulawesi. Gaya ini membentuk orogenesa di

daerah sulawesi berupa lipatan, sesar sesar naik berarah baratdaya -

timurlaut, dan sesar-sesar mendatar berarah barat laut - tenggara dan

barat baratlaut - timur tenggara, sebagai struktur-struktur pembentuk

sistem sesar anjakan-lipatan. Kompresi yang terjadi cukup kuat

karena mengangkat batuan dasar yaitu Satuan Batuan Metamorf

(Formasi Latimojong) ke permukaan. Orogenesa di daerah sulawesi

ini disertai proses erosi. Memasuki Miosen Tengah aktivitas tektonik

terhenti dan terjadi aktivitas vulkanik yang mengendapkan Satuan

Lava Andesit-Basalt. Vulkanisme berhenti pada Pliosen. Pasca

pengendapan Satuan Lava Andesit-Basalt aktivitas tektonik kembali

terjadi yang mereaktivasi sesar-sesar yang sudah ada sehingga satuan

lava tersebut terpotong oleh sesar. Pada saat Holosen - Resen

terendapkan satuan aluvial disertai proses erosi yang membentuk

morfologi daerah sulawesi seperti sekarang. Sesar yang ada

kemungkinan terhenti sebelum Kuarter karena sesar tidak memotong

lapisan berumur Kuarter. Ringkasan Sejarah geologi daerah sulawesi

dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 56: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

49

Gambar 19.

Page 57: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

50

Gambar 20.

Page 58: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

51

5.2 Mekanisme Struktur Geologi

Pemicu terbentuknya sesar-sesar di Sulawesi adalah gabungan antara

mikrokontinen Benua Australia dan mikro-kontinen Sunda yang

terjadi sejak Miosen. Pergerakan dari pecahan lempeng Benua

Australia tersebut relatif ke arah barat. Adanya sesar utama seperti

Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga memberikan peranan dalam

pembentukan sesar-sesar kecil di sekitarnya. Data dan hasil analisis

struktur geologi, seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relatif

sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah Sulawesi

dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan

Sesar Mendatar Walanae, dimana mekanisme pembentukan struktur

geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.

Gambar 21. Model Simple Shear

Page 59: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

52

6. Epilogue

Struktur geologi yang berkembang di Daerah Sulawesi adalah sesar-

sesar mendatar yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik.

Hasil analisis struktur geologi seperti pola kelurusan dan arah

pergerakan relatif sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah

Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan

terusan Sesar Mendatar Walanae.

Mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan

dengan model simple shear.

Page 60: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

53

Bibliografi

Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang And Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution Of The Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum Association. Fraser, T.H., Jackson, B. A., Barber, P. M., Baillie, P., Keith, M., 2003, The West Sulawesi Fold Belt and Other New Plays Within the North Makassar Straits a Prospectivity Review, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum Association. Hall, R. & Smyth, H.R., 2008, Cenozoic arc activity in Indonesia: identification of the key influences on the stratigraphic record in active volcanic arcs, in Draut, A.E., Clift, P.D., and Scholl, D.W., eds., Lessons from the Stratigraphic Record in Arc Collision Zones: The Geological Society of America Special Paper 436.

Page 61: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

54 Hall, R. & Wilson, M. E. J., 2000, Neogene sutures in eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, 18, 781–808. Parkinson, C. D., 1991, The petrology, structure and geological history of the metamorphic rocks of central Sulawesi, Indonesia, PhD Thesis, University of London. Sukamto R., and Simandjuntak T.O., 1981, Tectonic Reletionship Between Geologic Aspect of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi dan Banggai – Sula In The Light Of Sedimentological Aspects, GRDC Bandung. Indonesia. Surono, 1995, Sedimentology of the Tolitoli Conglomerate Member of the Langkowala Formation, Southeast Sulawesi, Indonesia. Journal of Geology and Mineral Resources, GRDC Bandung, Indonesia 5, 1–7. Surono, 1998, Geology and origin of the southeast sulawesi Continental Terrane,Indonesia, Media Teknik, No.3 Tahun xx. Suyono and Kusnama, 2010, Stratigraphy and Tectonics of the Sengkang Basin, South Sulawesi, Jurnal Geologi Indonesia, 5, 1-11. Irsyam M., Sengara W., Aldiamar F., Widiyantoro S., Triyoso W., Hilman D., Kertapati E., Meilano I., Suhardjono, Asrurifak M, Ridwan M., 2010, Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Bandung. Van Leeuwen, T. M., 1981, The geology of Southwest Sulawesi with special reference to the Biru area, Spec. Publ. Nop. 2, 1981, pp.277-304. Van Leeuwen, T.M., 1994, 25 Years of Mineral Exploration and Discovery in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, 50, h.13-90. Villeneuve , M., Gunawan, W., Cornee, J. J., Vidalet, O., 2002, Geology of the central Sulawesi belt (eastern Indonesia), Int. J. Earth Sci. , 91, 524–537.

Page 62: Buku geologi sulawesi armstrong sompotan

55

Biodata Penulis

i. 1. Nama : Armstrong Fransiskus Sompotan, SSi, MSi 2. E-mail : [email protected] 3. NIP : 198102192005011002 4. Tempat / Tanggal Lahir : Tomohon, 19 februari 1981 5. Pekerjaan : Dosen 6. Instansi : FMIPA Universitas Negeri Manado 7. Jenis Kelamin : Laki-laki 8. Research Interests : 1. Seismic Refraction Tomography 2. Neural Network 3. Natural Disasters Mitigation 4. Earthquake Prediction 9. Riwayat Pendidikan :

Jenjang Tempat Ket

S-1 Sarjana Sains Fisika Universitas Negeri Manado (Unima)

1999 - 2004

S-2 Magister Sains Fisika Bumi Institut Teknologi Bandung (ITB)

2007 - 2009

S-3 Program Doktor Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB)

2010 - sekarang