BUKAN SEKEDAR PRAMUKA

3
BUKAN SEKEDAR PRAMUKA “Berakit rakit dahulu, Berenang renang kemudian, Bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian.” Ini merupakan pepatah yang memotivasi yang biasa saya dengarkan di Pramuka. Kita tahu pramuka merupakan sarana bagus nan komplit yang bisa didapatkan beberapa anak SD untuk melatih mental, kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi serta pelajaran softskill yang tidak mereka dapatkan di kelas. Namun seiring berkembangnya zaman pramuka mulai ditinggalkan dan banyak anak anak dan remaja kita yang malah menghabiskan waktu dengan kegiatan pasif melalui ponselnya. Kurang lebih 8 bulan yang lalu terjadi pemilu yang membagi 2 warga Indonesia demi memilih presiden mana yang bakal menjadi pemimpin negeri untuk 4 tahun kedepan. Satu hal yang paling menarik dari banyak hal yaitu slogan salah satu calon kandidat yang dimana sekarang sudah menjadi presiden, yaitu slogan bapak jokowi. “revolusi mental” merupakan slogan yang sungguh sangat menarik dan inovatif dan menjawab berbagai solusi permasalahan di negeri ini. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kita sering menggunjingkan kepribadian da n sifat sifat buruk warga negara kita lalu membanding bandingkannya dengan negara negara lain. Disiplin, toleransi, etos kerja dan idealisme sering menjadi ‘trending topic’ dalam berbagai perbincangan tentang keburukan keburukan sifat warga negara kita. Dan kita tahu permasalahan ‘mental’ tersebut yang menjadi dalang berbagai sektor kemunduran negeri ini. Kembali pada revolusi mental, saya rasa hanya ini solusi paling masif dan paling rasional yang dapat dilakukan negara Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Kita tahu setidaknya dimulai pada tahun 2025 mendatang, Indonesia bisa menjadi negara hebat terutama dalam bidang ekonomi karena didukung oleh komposisi demografi Indonesia yang didominasi oleh penduduk muda usia produktif. Para generasi penerus harapan bangsa inilah yang saat ini dipastikan masih mengenyam bangku pendidikan baik di tingkat SD SMP maupun SMA. Maka dari itu, satu satunya cara merealisasikan ‘blueprint’ dari konsep ‘revolusi mental’ ialah menargetkan dan memfokuskan pendidikan mental kepada ‘anak-anak’ ini karena 10 tahun mendatang, sudah dipastikan nasib bangsa ini sangat

description

coba coba

Transcript of BUKAN SEKEDAR PRAMUKA

Page 1: BUKAN SEKEDAR PRAMUKA

BUKAN SEKEDAR PRAMUKA

“Berakit rakit dahulu, Berenang renang kemudian, Bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian.” Ini merupakan pepatah yang memotivasi yang biasa saya dengarkan di Pramuka. Kita tahu pramuka merupakan sarana bagus nan komplit yang bisa didapatkan beberapa anak SD untuk melatih mental, kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi serta pelajaran softskill yang tidak mereka dapatkan di kelas. Namun seiring berkembangnya zaman pramuka mulai ditinggalkan dan banyak anak anak dan remaja kita yang malah menghabiskan waktu dengan kegiatan pasif melalui ponselnya.

Kurang lebih 8 bulan yang lalu terjadi pemilu yang membagi 2 warga Indonesia demi memilih presiden mana yang bakal menjadi pemimpin negeri untuk 4 tahun kedepan. Satu hal yang paling menarik dari banyak hal yaitu slogan salah satu calon kandidat yang dimana sekarang sudah menjadi presiden, yaitu slogan bapak jokowi. “revolusi mental” merupakan slogan yang sungguh sangat menarik dan inovatif dan menjawab berbagai solusi permasalahan di negeri ini. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kita sering menggunjingkan kepribadian da n sifat sifat buruk warga negara kita lalu membanding bandingkannya dengan negara negara lain. Disiplin, toleransi, etos kerja dan idealisme sering menjadi ‘trending topic’ dalam berbagai perbincangan tentang keburukan keburukan sifat warga negara kita. Dan kita tahu permasalahan ‘mental’ tersebut yang menjadi dalang berbagai sektor kemunduran negeri ini.

Kembali pada revolusi mental, saya rasa hanya ini solusi paling masif dan paling rasional yang dapat dilakukan negara Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Kita tahu setidaknya dimulai pada tahun 2025 mendatang, Indonesia bisa menjadi negara hebat terutama dalam bidang ekonomi karena didukung oleh komposisi demografi Indonesia yang didominasi oleh penduduk muda usia produktif. Para generasi penerus harapan bangsa inilah yang saat ini dipastikan masih mengenyam bangku pendidikan baik di tingkat SD SMP maupun SMA. Maka dari itu, satu satunya cara merealisasikan ‘blueprint’ dari konsep ‘revolusi mental’ ialah menargetkan dan memfokuskan pendidikan mental kepada ‘anak-anak’ ini karena 10 tahun mendatang, sudah dipastikan nasib bangsa ini sangat bergantung pada kepiawaian dan produktifitas ‘anak-anak’ ini dalam bidangnya masing masing.

Kita tahu Amerika merupakan negara terhebat di dunia saat ini. Dalam berbagai bidang, amerika selalu termasuk negara mengungguli dalam bidang tersebut. Ada yang bilang hal itu disebabkan karakter pendidikan yang diterapkan amerika kepada pelajarnya untuk selalu menjadi inovator dan penemu. Namun juga terdapat hipotesa yang menjelaskan kenapa Amerika bisa semaju sekarang karena mental Amerika sudah sangat terbentuk akibat sudah mengikuti banyak bentuk perang dan konflik di negaranya sendiri maupun di dunia.

Hipotesa ini semakin masuk akal melihat negara amerika setidaknya sudah terlibat dan ‘berpartisipasi’ kurang lebih 98 konflik baik di dalam maupun luarnegeri sejak negara tersebut terbentuk hingga sekarang.warga negaranya pun banyak yang terpaksa terlibat dalam beberapa konflik melalui perintah ‘wajib militer’.

Page 2: BUKAN SEKEDAR PRAMUKA

Tidak hanya di AS, di beberapa negara lain dimana yang menarik adalah korea selatan juga terdapat wajib militer yang mewajibkan warga negaranya untuk mengikuti pelatihan dan kegiatan militer. Banyak selebriti di negeri ginseng tersebut mengikuti kegiatan wajib militer sebagai kewajiban bernegara.

Kebijakan Wajib Militer ini saya rasa cocok untuk indonesia melihat kerasnya pendidikan karakter di dalam pendidikan militer yang dirasa sangat dibutuhkan saat ini untuk meningkatkan kualitas generasi muda kita mendatang. Bisa dibayangkan apabila hal ini diterapkan di Indonesia, ada berjuta juta penduduk remaja di Indonesia di’paksa’ untuk memperbaiki dan ditempa mentalnya selama beberapa waktu. Selain itu negara Indonesia semakin ditakuti karena didukung tambahan berjuta juta personil yang mendaftar dan ‘alumni’ dari kegiatan ‘wajib militer’ tersebut sudah dipastikan bisa menggunakan senjata . hal- hal ini mungkin bisa menjadi solusi yang ‘sekali dayung 2 3 pulau terlampaui’ yang bisa mengembalikan Indonesia menjadi macan di Asia kembali.

Revolusi mental ‘paksa’ yang masif, meningkatkan jiwa nasionalisme di hati pemudanya, meningkatkan kekuatan militer indonesia, serta mempersiapkan karakter pemuda kita dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi kedepan menurut saya merupakan ‘khasiat’ dan manfaat yang sangat ‘worth it’ dari hasil menelan ‘pil pahit’ tersebut.

Tentu ada ‘pros and cons’ dalam berbagai kebijakan. Tentu kebijakan ini sudah pasti ditentang oleh mayoritas penduduk negeri ini. Alumni dari kegiatan wajib militer ini bisa mengalami ‘post traumatic stress disorder’ atau PTSD. Selain itu alumninya karena sudah dipastikan memiliki kapabilitas untuk menjadi personil militer, ditakutkan akan bergabung dengan kelompok kelompok separatis maupun terorist yang bisa mengancam keamanan negeri ini.

‘bukan sekedar pramuka’ saya rasa sangat cocok menjadi judul artikel ini menimang kemiripan dalam filosofi ‘pendidikan karakter’ yang dimana sangat dibutuhkan kembali secara masif untuk merealisasikan konsep ‘revolusi mental’ yang sangat di gembor gemborkan dahulu. Mungkin ini sudah waktunya Indonesia untuk berbenah demi kemajuan dan para generasi mudanya untuk meninggalkan ‘zona nyaman’nya untuk kebaikan negeri dan pribadi mereka sendiri.