Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

13
Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk SAAT masih duduk di bangku SD, Ibu saya sering meminta saya untuk menyajikan minuman teh manis atau kopi saat Bapak menerima tamu. Ini pekerjaan yang sebenarnya kurang saya sukai. Kalau boleh memilih, saya lebih senang disuruh membereskan sisa hidangan di meja. Ada dua penyebabnya. Pertama, di meja tamu biasanya (hampir selalu) ada sisa satu-dua potong kue (seringnya sih pisang goreng). Kedua, makanan tersebut bisa langsung saya sambar tanpa basa-basi. UMUM 67 Warta BPK JANUARI 2011 67-70 umum rev.indd 67 06/01/2011 17:00:43

Transcript of Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Page 1: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Saat masih duduk di bangku SD, Ibu saya sering meminta saya untuk menyajikan minuman teh manis atau kopi saat Bapak menerima tamu. Ini pekerjaan yang sebenarnya kurang saya sukai. Kalau boleh memilih, saya lebih senang disuruh membereskan sisa hidangan di meja. ada dua penyebabnya. Pertama, di meja tamu biasanya (hampir selalu) ada sisa satu-dua potong kue (seringnya sih pisang goreng). Kedua, makanan tersebut bisa langsung saya sambar tanpa basa-basi.

umum

67Warta BPK JANUARI 2011

67-70 umum rev.indd 67 06/01/2011 17:00:43

Page 2: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

umum

INI beda dengan saat menghidang-kan. Ibu selalu berpesan,”Jangan lupa, tamu dihidangkan lebih dulu

baru Bapak.” Awalnya saya tidak terlalu men-

gerti mengapa suguhan dan teh ma-nis tersebut mesti ke tamu dulu baru ke Bapak. Padahal, di mata saya, tamu ini usianya lebih muda? “Ya itulah tata krama,” jawab Ibuku.

Rupanya urusan menyajikan makanan dan minuman ini—yang merupakan bagian dari tata krama dan budaya bangsa--bukan hanya urusan sepele. Negara bahkan harus membuat undang-undang khusus yang mengatur soal ini, yaitu Undang-Undang Keprotokolan.

Saya dengar, saat Jusril Ihza Ma-hendra menjadi Mensesneg, dia se-ring uring-uringan karena masalah plat nomor mobil. Rupanya banyak pejabat kita yang ingin cc mesin mo-bilnya besar-besar, tapi nomor polisi kecil. Atau tempat duduk pun menjadi sesuatu yang sangat sakral. Kabarnya ada satu dua mantan wakil presiden yang enggan datang ke Istana saat diundang untuk memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus karena tempat duduknya kini berada jauh di belakang atau jauh di seberang, pada-hal sebelumnya dia duduk persis di samping presiden.

Mungkin karena itu, dalam UU Ke-protokolan yang baru tempat duduk mantan presiden dan wakil presiden dalam tata tempat acara kenegaraan dan acara resmi berada di samping presiden dan wakil presiden yang ma-sih aktif. Tempat duduk mereka bera-da di urutan ke 3, di bawah presiden dan wakil presiden. Ini berbeda den-gan UU Keprotokolan sebelumnya, UU No. 8/1978, yang tidak mengatur posisi tempat duduk mantan orang nomor 1 dan nomor 2 itu.

Penjelasan dalam UU tersebut ha-nya menyatakan bagi bekas presiden dan bekas wakil presiden pengaturan tata tempatnya didasarkan pada rasa kepatutan mengingat jabatan yang semula dipangkunya. Pasal ini tidak jelas artinya, karena kepatutan itu sulit diukur. Posisi mantan presiden

dan mantan wakil presiden dalam UU yang baru berada di atas pimpinan lembaga negara lain yang masih aktif.

Urutannya adalah Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua BPK, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mah-kamah Konstitusi, Ketua Komisi Yu-disial, perintis kemerdekaan, dan se-lanjutnya duta besar negara sahabat. Posisi ketua BPK rupanya naik kelas, karena sebelumnya berada sebagai juru kunci di antara ketua lembaga negara atau di bawah ketua MK dan ketua KY.

Yang juga naik kelas adalah tata tempat para wakil ketua lembaga negara. Jika sebelumnya mereka be-rada di bawah menteri, kini posis-isnya di atas menteri. Berada dalam deretan tersebut adalah wakil ketua MPR, waka DPR, waka DPD, guber-nur BI, Badan Penyelenggara Pemi-lihan Umum, waka BPK, waka MA, dan waka Komisi Yudisial. Waka Mah-kamah Konstitusi tidak ada, karena memang jabatan tersebut tidak ada dalam struktur MK.

Posisi berikutnya adalah barisan para menteri, pejabat seringkat men-teri seperti Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kepala Polri, anggota DPR dan anggota DPD serta Duta Besar Indonesia juga berada pada deretan ini. Posisi mereka satu tingkat di atas Kepala Staf tiga anggatan: Darat, Laut dan Udara.

Di posisi berikutnya adalah pim-pinan partai politik yang mempunyai wakil di DPR. Di deretan selanjutnya ada posisi anggota BPK, ketua Muda MA, hakim MK, dan anggota KY. Ini pa-tut disyukuri karena sekarang mereka tidak perlu canggung di mana harus duduk jika di undang jamuan makam malam di Istana Negara, dibanding semula yang tidak ada ketentuan for-malnya. Memang, posisi anggota BPK dan juga anggota Komisi Yudisial ma-sih di bawah anggota DPR, yang posi-sinya tiga tingkat di atasnya.

Selanjutnya adalah deretan pim-pinan lembaga negara yang ditetap-kan sebagai pejabat negara, pimpinan lembaga negara lainnya yang ditetap-kan dengan undang-undang, deputi

gubernur senior dan deputi gubernur BI, serta wakil ketua KPU.

Saya bersyukur ada undang-un-dang yang mengatur masalah proto-kol. Sebab jika para pejabat tersebut kebetulan bertamu ke rumah saya secara bersamaan, saya tidak pusing lagi bagaimana cara menyajikan mi-numan kepada mereka. Rupanya ini bukan sekadar urusan tempat duduk, dalam pengucapan pidato resmi me-reka juga harus disebut sesuai urutan tersebut.

Cuma perlu tidak ya urutan no-mor kendaraan RI juga disesuaikan dengan tata urutan tersebut? Karena itu berarti nomor polisi “Ketua” BPK akan berubah dari RI 10 menjadi RI 8.

Posisi Kalan BPKRupanya tata tempat di pusat dan

di daerah tidak singkron. Jika dalam tata tempat di pusat, posisi ketua BPK berada di urutan 8, beberapa tingkat di atas panglima TNI, di daerah justru kebalikannya. Posisi Kepala Perwa-kilan BPK berada empat tingkat di bawah Pangdam, Kapolda, ketua Pen-gadilan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Tinggi.

Di bawah posisi ini ada pimpinan partai politik yang memiliki perwaki-lan di DPRD, kemudian anggota DPRD Provins, baru deretan bupati dan wali kota. Posisi kepala Perwakilan BPK persis di bawah posisi bupati dan wa-likota.

Posisi tersebut sangat berbeda dengan posisi sesuai usulan BPK saat dengar pendapat dengan DPR, saat membahas RUU tentang keprotoko-lan. Saat itu, BPK mengusulkan posisi Kalan BPK satu tingkat di bawah Ke-tua DPRD Provinsi.

Rupanya, untuk sementara Kalan BPK harus bersabar dengan posisinya sekarang, sambil mencari jalan lebih lanjut untuk mendapat mendudukan posisinya pada tempat yang lebih pa-tut. Karena yang lebih hakiki bukan tempat duduk tapi perbuatan dan pe-kerjaan yang berguna bagi nusa dan bangsa. Anda setuju? (wit)

68 Warta BPKJANUARI 2011

67-70 umum rev.indd 68 06/01/2011 17:00:44

Page 3: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

umum

MASIH banyak lembaga publik yang belum merespon permintaan informasi yang ditujukan ke tempatnya. Bisa jadi karena keberadaan undang-undang ini

masih baru dan minimnya sosialisasi membuat pemahaman mengenai keterbukaan informasi menjadi tidak seragam.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra),

menurut Sekjennya, Yuna Farhan, telah melakukan uji coba permohonan informasi kepada sejumlah badan publik, na-mun hasilnya masih jauh dari harapan.

“Fitra mengajukan surat resmi meminta DIPA pada 69 ke-mentrian/lembaga. Sesuai ketentuan undang undang, badan public diberi waktu 10 hari untuk merespon permintaan ter-sebut atau memperpanjang selama 7 hari,” jelas Yuna kepada Warta BPK.

“Jika tidak ada respon atau menolak memberikan infor-masi, atau biaya untuk mengakses informasi dianggap terlalu mahal, atau informasi yang diberikan tidak sesuai perminta-an, kami akan mengajukan keberatan,” tambahnya.

Hasil uji coba itu, ternyata dari 69 kementerian/lembaga, hanya 13 yang merespon. Baru setelah diajukan keberatan, 15 kementerian/lembaga lainnya memberi respon. Sedang 41 lain tetap tidak merespon. Termasuk yang tidak merespon adalah DPR.

“Tapi dari jumlah yang merespon itu, hanya 15 K/L yang memberikan DIPA. Selebihnya, umumnya beralasan menung-gu persetujuan Depkeu dan BPK,” ucap Yuna sambil menam-bahkan, Kementrian Perhubungan adalah yang paling cepat memberikan DIPA. “Langsung memberikan pada hari H per-mintaan, dalam bentuk soft copy”.

Ditegaskan Yuna, UU KIP mengharuskan badan publik untuk membuka akses informasi, termasuk anggaran kepa-da publik. Khusus mengenai anggaran belanja, kata Yuna, masih dianggap sebagai dokumen rahasia negara. Tapi sejak berlakunya UU ini, aparat birokrasi dituntut untuk mengu-bah paradigma yang masih berpikir anggaran sebagai raha-sia negara. “Nah, tersendatnya karena memang tidak mudah mengubah paradigma dan kultur birokrasi yang selama ini tertutup,” jelasnya.

Berdasarkan evaluasi, ternyata badan publik belum memiliki infrastruktur memadai untuk menjalankan UU ini. Misalnya saja, pembentukan PPID (Pejabat Pengelola Infor-masi dan Dokumentasi) maupun SOP dalam penyediaan in-formasi.

“Surat yang kita ajukan ternyata banyak yang menyang-kut di birokrasi,” tandasnya.

Di daerah, kata Yuna lagi, lebih parah. UU ini belum terso-sialisasi dengan baik. “Kami sedang melakukan uji UU ini ter-hadap 42 kabupaten/kota dengan meminta kurang lebih 29 dokumen terkait anggaran”.

Hal senada dikatakan Agus Sunaryanto, Koordinator Di-visi Investigasi dan Informasi Publik. Beberapa uji coba per-mohonan informasi kepada badan publik pemerintah yang dilakukan masyarakat, belum membuahkan hasil. Contoh

Banyak Lembaga PublikBelum Laksanakan UU KIP

Usia UU Keterbukaan informasi Publik (KiP) sudah

dua tahun. secara yuridis, UU No 14/2008 itu telah

diimplementasikan pada 1 Mei 2010. Namun sejauh

ini akselerasi jaminan hak publik atas informasi

dinilai masih sangat lambat.

n Kabiro Humas dan Hubungan Luar negeri BPK RI Bahtiar Arif

69Warta BPK JANUARI 2011

67-70 umum rev.indd 69 06/01/2011 17:00:46

Page 4: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

umum

nya, informasi rekening perwira tinggi kepolisian.

Bahkan untuk informasi yang sangat sederhana seperti pertanggung jawaban anggaran sekolah, berakhir pada sengketa informasi sehingga Ko-misi Informasi Pusat harus melakukan sidang ajudikasi.

Lemahnya kesiapan badan publik semakin diperparah dengan minim-nya Komisi Informasi Daerah yang terbentuk pada level Provinsi. “Ke-pedulian pemerintah daerah untuk memberikan jaminan akses informa-si kepada masyarakat juga setali tiga uang,” tandasnya.

Bahkan menurutnya, kasus seng-keta informasi lain di level daerah le-bih mengenaskan. Keputusan KI Dae-rah Jawa Tengah yang memenangkan permohonan masyarakat sipil agar pihak perusahaan gas di Blora mem-buka informasi dokumen perjanjian kerjasama, ternyata tidak diindahkan pihak perusahaan.

Ditegaskan Yuna, pihaknya berha-rap ada perbaikan dalam hal ini. Ka-rena jika masyarakat tetap sasja sulut mengakses informasi, pihaknya akan mengajukan gugatan kepada Komisi Informasi. Fitra juga akan menyam-paikan hasil uji UU ini kepada UKP4 sebagai unit yang melakukan evaluasi kinerja kementrian/lembaga. di

SePeRTI lembaga public lainnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun tengah gencar melakukan sosialisasi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbuka-an Informasi Publik (KIP) di BPK, baik di tingkat pusat maupun perwakilan dae-rah. Hal ini dipandang perlu agar semua pihak di BPK memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap makna dan isi dari undang-undang tersebut.

“Untuk itu kami mengundang Komisi Informasi Publik untuk memberi pen-jelasan kepada BPK secara keseluruhan, bukan hanya pada Humas Pusat dan Perwakilan, tapi juga semua pejabat. Supaya, kita tahu apa yang harus dilakukan terkait dengan undang undang tersebut,” ujar Kepala Biro Humas BPK RI Bach-tiar Arif kepada Warta BPK.

“Kita ingin tahu prosedurnya, bagaimana mekanisme dan implementasi-nya di lapangan,” katanya seraya menambahkan, sekarang ini permintaan dari publik terkait informasi-informasi yang dimiliki BPK, seperti hasil pemeriksaan BPK, dokumen anggaran, dan lain-lain, sudah mulai banyak.

Terkait dengan hal tersebut, saat ini BPK pun melakukan kajian tentang in-formasi yang secara peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal or-ganisasi bersifat rahasia, dan informasi yang bisa dibagikan kepada publik.

Bersamaan dengan itu juga disiapkan perangkat-perangkat untuk melaksa-nakan UU KIP ini. Di antaranya adalah penetapan pejabat pengelola informasi dan dokumen (PPID). Bagian ini nantinya akan melayani permintaan informasi oleh public.

Diakuinya, karena keberadaan UU KIP ini masih baru, maka pelaksanaannya masih belum maksimal sebagai mana yang diharapkan.

Salah satu contohnya adalah ketika Fitra (Forum Indonesia untuk Trans-paransi Anggaran) mengajukan permohonan informasi kepada BPK beberapa waktu lalu. Di mana BPK dianggap tidak merespon permohonan Fitra.

“Kita sudah jelaskan kepada teman-teman di Fitra tentang kondisinya. Kita juga berterima kasih atas masukan yang diberikan. Karena ini (UU KIP) kan ma-sih baru, jadi perlu pentahapan-pentahapan. Mudah-mudahan Fitra bisa men-dorong semua badan publik, termasuk BPK untuk bisa melaksanakankan UU ini dengan baik,” katanya.

Menjawab tentang DIPA BPK sebagaimana yang diminta Fitra, ia menjelas-kan DIPA BPK termasuk dokumen terbuka, namun demikian, BPK akan memin-ta mengklarifikasi mengenai hal itu kepada Komisi Informasi.

“Kami menanyakan hal itu ke Komisi Informasi. Apakah permintaan seperti DIPA dan lain sebagainya itu bisa dilayani atau termasuk dalam informasi pub-lik,” jelasnya.

Karena, walaupun berdasarkan analisis BPK-- jika mengacu pada yang lain (kementrian/lembaga)-- bersifat terbuka, tetapi tetap saja BPK merasa perlu melakukan analisis hukum terhadap hal ini.

“Kita perlu melakukan itu untuk memastikan kita diperkenankan menyam-paikan kepada siapa pun yang meminta dokumen dokumen seperti itu”. di

Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK RI:Mekanisme Pelaksanaan UU KIP masih Dalam Proses

n Sekjen Fitra Yuna Farhan

70 Warta BPKJANUARI 2011

67-70 umum rev.indd 70 06/01/2011 17:00:47

Page 5: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

road to wtp

Bertahun-tahun desclaimer, akhirnya, pada tahun 2009, Kemente-rian Hukum dan HAM mendapat opini BPK: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan catatan, setelah sebelumnya mendapat predikat: Wajar Dengan Pen-gecualian (WDP).

“Bertahun-tahun disclaimer, WTP memang masih ada dengan paragraf, ada dengan catatannya, mudah-mu-dahan tahun ini kita berusaha untuk menghilangkan catatan itu,” ucap Ins-pektur Jendral (Irjen) Kementerian Hu-kum dan HAM Sam L. Tobing.

Adanya catatan dalam opini WTP, menurutnya, karena ada kekurang sink-ronan data dalam hal aset yang dimiliki kementeriannya. Aset itu adalah aset yang dimiliki pihaknya dan Mahkamah Agung.

Hal ini terjadi karena sebelumnya, Mahkamah Agung termasuk dalam struktur organisasi Kementerian Hu-kum dan HAM. Sehingga aset yang di-miliki Mahkamah Agung merupakan aset yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM.

“Dulu kan Mahkamah Agung dan Ke-menterian Hukum jadi satu, Mahkamah agung kan kemudian pisah. Aset-aset yang Mahkamah Agung, yang ada di ke-duanya, atau aset Kementerian Hukum dan HAM yang ada selama ini, ada yang

dipakai oleh Mahkamah Agung, ada yang dipakai oleh kita. Nah, itu harus didata ulang lagi se-hingga ada beberapa yang belum klop kemarin. Itu yang menjadi catatan,” ungkap Sam.

Untuk menanggulangi hal itu, tahun ini, pihak Kementerian Hukum dan HAM akan melaku-kan inventarisasi ulang aset ter-sebut. Salah satu langkah yang diambil selain melakukan inven-tarisasi ulang adalah melakukan kerjasama dengan pihak terkait, yaitu MA.

Kedua belah pihak, Kemente-rian Hukum dan HAM dengan MA, telah berkomitmen menyelesaikan masalah ini. Sebelumnya, memang sudah ada komitmen, dimana aset yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM, yang telah digunakan MA, akan menjadi milik MA. Begitu juga sebaliknya. Komitmen ini kemudian lebih ditegaskan dengan pendataan yang lebih jelas.

“Kalau, itu sudah dipakai MA, ya kita serahkan MA,” singkat Sam.

Langkah Menuju WTPTiga tahun lalu, sebelum Sam L. To-

bing memangku jabatan sebagai Irjen, opini BPK terhadap Kementerian Hu-kum dan Ham selalu desclaimer. Keti-ka ia masuk, gebrakan yang dilakukan adalah mengadakan sosialisasi kepada semua kantor yang menginduk pada Kementerian Hukum dan HAM.

Sosialisasi tersebut terkait dengan buruknya laporan keuangan kemente-riannya. Ia mengajak agar semua Unit Pelaksana Tugas (UPT) untuk tidak lagi melakukan hal-hal yang dapat merugi-kan institusi dan negara. Ditegaskannya agar semua uang negara yang keluar harus dapat dipertanggungjawabkan. Walau itu hanya 1 rupiah.

“Saat diangkat jadi irjen, pertama sosialisasi lagi ke seluruh kantor kita.

Kita kan punya 756 Unit Pelaksana Tugas (UPT). Seluruh UPT kita mohon kesadarannya. Ya mohon maaf jangan lagi terbuai, masa lalu sudah lah, kita harus kerja keras untuk merah putih ini,” cerita Sam.

Selain sosialisasi, Kementerian Hukum dan HAM juga melakukan per-baikan-perbaikan dalam hal laporan keuangannya. Termasuk memeriksa isi laporan keuangan dan kemudian di-cross check ke lapangan secara menda-dak (sidak).

Sehingga jika ada isi laporan keu-angan yang tidak sesuai dengan kenya-taan, maka akan ditelusuri kemana pen-geluaran anggaran yang sebenarnya. Sam mencontohkan dengan pembelian beberapa unit komputer yang tertera dalam laporan keuangan sebuah UPT. Ketika dicek ke tempat, ternyata kom-puter tersebut tidak ada. Lalu, ia telusu-ri kemana komputernya. Dan, akhirnya terlacak. Setelah itu, ia melakukan tin-dakan.

Tak main-main memang untuk yang satu ini. Ancaman pencopotan jabatan dikeluarkan. Dengan kata lain, jika ada Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM yang kedapatan men-jadi penyumbang status desclaimer laporan keuangan hingga berpengaruh terhadap institusi akan diusulkan ke Menteri untuk dicopot. Selain Kakan-wil, kepala divisi administrasi dan sa-tuan kerja yang juga menjadi penyebab terjadinya desclaimer, pun akan dikenai hal serupa.

Upaya lainnya adalah mengajak pihak BPK untuk melakukan pemerik-saan keuangan di seluruh kanwil dalam rentang waktu tertentu. Dengan adanya nota kesepahaman dengan BPK terkait akses data, bagi Sam, sangat menolong institusinya. Oleh karena itu, atas du-kungan Menteri, ia menyatakan kesi-apan atas tindak lanjut kerjasama ter-sebut. AAK

Kementerian Hukum dan HAMTerganjal Pemisahan Aset

n Sam L. Tobing

71Warta BPK JANUARI 2011

71 - 73 road to wtp.indd 71 06/01/2011 1:49:28

Page 6: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

road to wtp

FAUzI menyatakan bah-wa pemerintah provinsi yang dipimpinnya, punya

komitmen yang sangat tinggi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Ko-mitmen ini diwujudkan den-gan pelaksanaan pembaruan birokrasi di jajaran pemerintah daerahnya dalam kerangka re-formasi birokrasi.

Hal-hal penting yang dila-kukan reformasi birokrasi ter-sebut meliputi: penyederha-naan struktur pemerintahan; perbaikan sistem mekanisme dan tatakerja, revitalisasi pen-dayagunaan aparatur daerah, dan revitalisasi manajemen keuangan. Tujuan dari itu se-mua bermuara pada efektivi-tas penyelenggaraan peme-rintahan daerah, peningkatan kinerja aparatur daerah, pe-ningkatan pelayanan publik, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

“Salah satu aspek penting dalam pengelolaan birokrasi yang berkaitan dengan pengel-olaan keuangan daerah adalah bagaimana memaksimalkan anggaran yang kita kelola ini, bermuara pada kepentingan publik. Masih banyak yang ha-rus kita sempurnakan dan kita perbaiki,” aku Fauzi.

Untuk menjamin akunta-bilitas pengelolaan keuangan, ucapnya, penyusunan atau pe-rencanaan laporan keuangan harus dilakukan dan dimulai dengan cermat untuk menca-pai sasaran dan manfaat yang terukur. Selain itu, dilakukan

Upaya Pemprov DKI Jakarta Perbaiki Opini BPK

Laporan keuangan pemprov DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir (2008 dan 2009) lebih baik dengan

mendapat opini BPK: Wajar Dengan Pengecualian (WDP), setelah sebelumnya disclaimer. Namun, Fauzi Bowo

menginginkan opini BPK: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

n Fauzi Bowo

72 Warta BPKJANUARI 2011

71 - 73 road to wtp.indd 72 06/01/2011 1:49:37

Page 7: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

langkah-langkah pemutakhiran data aset dan barang bergerak yang sebe-lumnya menjadi sumber kelemahan terhadap penilaian laporan keuangan daerah yang dipimpinnya.

“Ini sudah beberapa tahun terak-hir saya monitor dan saya beri perha-tian khusus, mudah-mudahan hasil perbaikan ini bisa terwujud tidak ter-lalu lama,” harap Fauzi.

Bersamaan dengan itu, pihak Pemprov DKI Jakarta melakukan beberapa hal lain untuk memperba-iki laporan keuangannya. Pertama, evaluasi pemanfaatan aset kerjasa-ma yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kedua, melakukan perbaikan fisik terhadap aset fasili-tas sosial dan fasilitas umum yang telah diserahkan. Ketiga, mengecek bukti pemilikan atas aset fasilitas sosial dan fasilitas umum tersebut. Pengecekan ini dilakukan karena aset tersebut merupakan kumpulan aset

kumulatif dari beberapa tahun, bah-kan beberapa dekade terakhir. Hal ini memerlukan kecermatan khusus.

Apa yang telah dilakukan pihak Pemprov DKI Jakarta tersebut meru-pakan upaya memperbaiki laporan keuangan tahun 2010 yang kini ten-gah disusun. Upaya Fauzi Bowo un-tuk memperbaiki laporan keuangan tersebut karena pihaknya menyadari bahwa laporan keuangan dan aset daerah merupakan salah satu para-meter penilaian kinerja pemerintah daerah.

Mengenai laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta, pada saat penandatanganan nota kesepahaman antara BPK RI dan DPR Provinsi DKI Jakarta, Ketua BPK RI Hadi Poernomo mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta men-galami peningkatan dalam hal kuali-tas penyusunan laporan keuangan.

Pada tahun anggaran (TA) 2007

BPK memberikan opini: Tidak Mem-berikan Pendapat (TMP) alias disc-laimer. Sedangkan pada tahun angga-ran 2008 dan 2009, BPK memberikan opini: Wajar dengan Pengecualian (WDP).

“Hal yang dikecualikan dalam la-poran keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam dua tahun terak-hir, terutama terkait dengan masalah pencatatan dan pelaporan aset tetap. Oleh karena itu, mengingat nilai aset tetap sangat material, BPK menya-rankan kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk terus memperbai-ki kualitas penataan, pencatatan, dan pelaporan aset tetapnya,” ujar Hadi

Lebih lanjut Hadi menyatakan, dengan perencanaan dan penyusu-nan action plan yang tepat untuk me-nindak lanjuti rekomendasi BPK, bisa diharapkan proses peningkatan kua-litas penyusunan laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. AAK

n Hadi Poernomo

73Warta BPK JANUARI 2011

71 - 73 road to wtp.indd 73 06/01/2011 1:49:42

Page 8: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

TOKOH KITA

Para pejabat dan tokoh public yang biasa bicara di de-pan audience perlu belajar ke Jawa Timur. Di daerah ini, acara apapun remi atau informal, selalu berlangsung segar. Kuncinya satu, semua pidato yang disampaikan

para pejabat selalu didahului dengan humor ala-jawa timuran.Tak terkecuali orang nomor satu di provinsi dengan jumlah

penduduk terbanyak ini, Soekarwo. Dia memulai dengan obrolan yang santai. Menurut Pakde Karwo—demikian dia biasa disa-pa—menjadi anggota BPK ternyata membuat jiwa sakit.

“Menjadi anggota BPK harus tahan mental. Ini saya tahu set-elah ngobrol dengan Pak ali Masykur (ali Masykur Moesa, ang-gota BPK bidang IV). Bahkan Pak ali harus menahan sakit ber-bulan-bulan sebelum bisa beradaptasi dengan cara kerja BPK,”

katanya saat membuka pidato pada acara Kerjasa-ma antara BPK dan seluruh DPrD Kabupaten/Kota se-Jatim 16 November silam.

Tamu undangan yang duduk di barisan depan, terutama Ketua BPK Hadi Poernomo, anggota I BPK Moermahadi dan anggota BPK IV ali masykur Moesa yang merasa bakan kena sentil menyimak serius. De-mikian pula dengan jajaran bupati, walikota, dan para ketua DPrD yang memadati aula Kantor Perwakilan BPK Jatim.

apa yang membuat ali Masykur Moesa harus menahan sakit pada awal-awal masa jabatannya? “Karena menjadi anggota BPK berbeda sekali dengan saat dia menjabat anggota DPr. Seba-gai anggota BPK, Pak ali tahu banyak tapi harus sedikit bicara. Ini beda dengan anggota DPr atau DPrD, yang banyak bicara tapi……” ujar Pakde Karwo tanpa meneruskan kalimatnya. Son-tak seluruh hadirin tertawa, termasuk para ketua DPrD yang kena guyonan ala Pakde Karwo. (wit)

Beda anggota DPr dan anggota BPK

Pakde Karwo

“InI sudah waktunya,” jawaban singkat itu me-luncur dari mulut Endang Rahayu Sedyaning-sih, menteri kesehatan, saat ditanya komen-

tarnya mengenai MoU dengan Badan Pemeriksa Keuangan beberapa waktu lalu.

MoU antara BPK dan sejumlah lembaga pemerintahan ini dimaksudkan untuk mengem-bangkan sistem informasi untuk akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Menurut Menkes, SDM Departemen Kesehat-an sudah siap. Hanya saja karena ini merupakan program baru, maka Kemenkes membutuhkan

pelatihan-pela-tihan.

Dia menilai kesepakatan bersama mem-ber minimal tiga manfaat. Pertama, akan terbentuk pu-sat data BPK dengan meng-gabungkan data elektronik BPK (e-BPK) dengan data elektronik auditee (e-au-ditee). Kedua, mempermudah

pelaksanaan pemeriksaan BPK. Terakhir, mendo-rong transparansi dan akuntabilitas data auditee.

“Ya harapan kami tentu saja agar BPK dapat-meningkatkankinerjanya. Karena BPK berfungsi-mengawasikinerjakementerian-kementerian.Se-hinggabilakinerja BPK bagus, otomatis kami pun akandimajukan, baikdarisegikualitasjugadariseg-ibersihnya,” tegas Menkes. di

Kini Sudah WaktunyaEndang Rahayu

74 Warta BPKJaNUarI 2011

74-75 tokoh kita.indd 74 06/01/2011 1:50:32

Page 9: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

TaNgaN dingin dan kemampuan Fadel Muhammad di dunia usaha, politik dan birokrat san-

gat teruji. Saat menangani provinsi baru gorontalo, dia mendapat peng-hargaan Pencapaian Munuju Tertib administrasi Keuangan (terbaik) dari Badan Pemeriksa Keuangan.

“Saya dengar ada sebelas gubernur yang bakal menerima pengharghaan tersebut. Kemudian turun menjadi tujuh. Ehhh… terakhir tinggal satu gubernur saja yang bakal menerima penghargaan dari BPK dan itu saya orangnya,” ujar Fadel Muhammad, yang

kini dipercaya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, saat didaulat untuk memberikan sambutan pada acara kerja sama antara sejumlah kementerian dan BPK di Jakarta beberapa waktu lalu.

apa kuncinya? “Sederhana saja. Saya boyong orang-orang BPKP untuk membantu dan mengajari anak buah saya mengenai system akuntansi pemerintahan, mulai dari sistemnya hingga ke pelaporan-nya. Dan itu berhasil,” katanya menjelaskan rahasia suksesnya.

Kini keseriusan Fadel juga diuji. Saat saya dipercaya Presiden menjadi menteri Kelautan dan Perikanan, saya langsung datang ke Ketua BPK dan jajarannya, saya minta agar Kementerian ini di-rescue. Jadi seperti orang sakit yang langsung masuk ICU. Setelah mendapat treatment , alhamdullilah laporan kami menjadi Wajar Dengan Pengecualian. Berarti naik setingkat,” ujar Fadel Muhammad.

Meski ada naik, Fadel merasa belum puas. Targetnya, kata dia, laporan keuangan kementeriannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian. “Saya pernah mendapat WTP, jadi kalau sekarang mendapat WDP tentu saya belum puas. Meski demikian saya berteri-ma kasih kepada kawan-kawan di BPK, karena posisi saya juga naik. Sekarang saya menjadi menteri,” katanya yang langsung disambut tertawa hadirin.

Untuk mencapai WTP, dia langsung menindaklanjuti temuan BPK dan melaksanakan semua rekomendasi perbaikan atas laporan keuangan. resepnya? rupanya masih tetap sama. “Bedanya, sekarang Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan saya ambil dari BPKP biar lebih ampuh,” katanya. di

resep mencapai WTPFadel Muhammad

Upacara Peusijuek untuk Ketua BPK

KUNJUNgaN kerja Ketua BPK Hadi Po-ernomo ke Provinsi aceh disambut dengan upacara adat yang bernama

Peusijuek. Kegiatan ini dilakukan di gedung baru BPK Perwakilan Provinsi aceh, dengan menempati salah satu ruang yang disulap den-gan ornament-ornamen khas aceh. Upacara ini lazim diadakan untuk menghormati tamu agung yang singgah di daerah paling ujung In-donesia.

Upacara Peisijuek ini sebenarnya meru-pakan upacara yang dapat dilakukan untuk bermacam aktivitas. Mulai dari sunatan hingga pelantikan pejabat, mulai dari orang beli mobil baru hingga tamu besar. Yang berbeda adalah doanya, tergantung peristiwanya. Peusijuek bermakna memberi kesejukan dan kebahagia-an. Upacara ini dipimpin oleh ketua adat atau oleh sesepuh adat yang sangat dihormati.

Selain mendapat doa-doa untuk kese-lamatan dan kebahagian, Hadi Poernomo juga mendapat rencong, senjata tradisional aceh, yang diselipkan di bajunya. Bahkan mendapat sebuah amplop berisi uang, yang merupakan kelengkapan acara.

apa komentar Ketua BPK? “Wah… topinya berat sekali,” katanya yang disambut tertawa para pejabat BPK dari Jakarta maupun pejabat Kantor Perwakilan BPK aceh. “Meski baru per-tama kali ini saya menginjak bumi aceh, bukan berarti saya tidak cinta aceh. Menantu saya, orang aceh. Jadi, pasti saya Cinta aceh. Kalau tidak, berarti saya tidak cinta menantu saya. Ha ha ha.” WIT

75Warta BPK JaNUarI 2011

74-75 tokoh kita.indd 75 06/01/2011 1:50:38

Page 10: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Tahun 1998, di Indonesia, terjadi kemunculan era pencera-han yang banyak disebut-sebut sebagai masa reformasi. Sebuah masa dimana kungkungan otori-tarian dan diktatorisme berusaha dikeluarkan dari peradaban. Di-ganti dengan nuansa demokrasi dan sisi modernitas. Tujuannya, seperti yang diamanatkan Pan-casila dan uuD ’45: mencapai kemajuan dan kesejahteraan ne-gara dan rakyat dalam bingkai good governance.

Puluhan tahun setelah prok-lamasi kemerdekaan dikuman-dangkan, pada masa Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia kemu-dian mengalami kehidupan ke-negaraan yang keruh. Layaknya sebuah tirani dengan budaya Korupsi, Kolusi, dan nepotisme (KKn) yang mendarah daging. Tak peduli dengan tuntutan jaman dan akomodasi modernisasi glo-bal. Muncul kemudian penegakan hukum -poin paling penting da-lam demokrasi- yang dikebiri dan dipasung. apa yang ada bukan lagi rule of law, tapi ruled the mo-ney dan the power ruled.

Resensi Buku

Reformasi Indonesia Dalam Sebuah Kajian

Judul Buku : Indonesia Menentukan Nasib : Dari Reformasi ke Transformasi KelembagaanPenyusun : Rajawali Foundation dan harvard Kennedy School Penerbit : Penerbit Buku KompasTahun Terbit : September 2010Tebal halaman : 222 halaman

76 Warta BPKJanuaRI 2011

76-77 resensi buku.indd 76 06/01/2011 1:51:26

Page 11: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Kebijakan-kebijakan yang baik ti-dak begitu diperhatikan. Lalu, hanya mengirimkan pesan: salah urus, asal kelola. akibatnya, kondisi ekonomi tak juga membaik, atau, bahkan menukik tajam. Di sisi lain, tata kelembagaan negara dan perangkat politik lainnya, KKN berserakan. Kata efektif, efisien, dan optimal, seperti jauh dari geng-gaman lembaga-lembaga negara dan perangkat politik lainnya. Demokrasi pun bagai mimpi di siang bolong.

Lalu, muncullah people power yang menggemakan keinginan untuk perbaikan: reformasi. Perbaikan yang sampai saat ini masih terus berjalan. Capaiannya, banyak perombakan da-lam kelembagaan formal negara, me-lalui perubahan sistem maupun pay-ung hukumnya.

Selain itu, keberhasilan didapat setelah militer telah keluar dari peranan formalnya di bidang politik, MPR/DPR telah lebih independen, ke-bebasan untuk pers dan partai-partai politik, pimpinan eksekutif di tingkat pusat dan daerah dipilih secara lang-sung, kebebasan sipil lainnya telah dibuka, ancaman disintegrasi mampu diredam, dan desentralisasi dalam hal sumber daya dan wewenang da-lam pengambilan keputusan sudah dijalankan. Di sisi lain, stabilitas eko-nomi sudah mulai terjaga cukup baik.

Walau arah gerak reformasi cukup baik berjalan, pada prakteknya, tetap saja masih banyak hambatan yang terjadi. Warisan Orde Baru dan Orde Lama tak serta merta hilang. Warisan inilah yang cukup signifikan peranan-nya dalam membentuk hambatan-hambatan tersebut.

anggapan ini muncul dalam buku: Indonesia Menentukan Nasib: Dari Reformasi ke Transformasi Kelemba-gaan. Buku ini merupakan laporan sebagai kajian strategis yang disu-sun oleh Rajawali Foundation dan harvard Kennedy School dengan Ash Center for democratic Governance and

Innovation-nya. Judul aslinya: From Reformasi to Institusional Transforma-tion. Tak heran jika isi buku mengkaji kemajuan, tantangan dan hambatan yang dihadapi Indonesia era reforma-si dengan mengambil perbandingan di masa Orde Baru dan Orde Lama.

Secara umum, kajian yang diurai di bidang ekonomi, termasuk di da-lamnya masalah pengangguran, ang-ka kemiskinan, dan sisi makro mau-pun mikro lainnya. Kajian politik pun mengambil porsi yang cukup banyak dalam buku ini.

Sebagai sebuah kajian, simpulan yang dikedepankan adalah perlunya Indonesia untuk melakukan trans-formasi kelembagaan. Transformasi ini dianggap sebagai jalan keluar dari hambatan-hambatan yang mendera proses reformasi.

Transformasi kelembagaan dalam konteks ini adalah pembaharuan dan perbaikan aturan-aturan yang mem-bentuk kehidupan ekonomi, politik, dan sosial sebuah negara dan bangsa-nya. Mencakup institusi negara, poli-tik, dan ekonomi, serta aturan hukum dan norma-norma.

Dalam tataran praktis, transfor-masi kelembagaan ini berpatokan kepada supremasi hukum, nilai-nilai demokrasi, dan kebebasan publik, dengan menghilangkan KKn dan bi-rokrasi yang rumit dan arogan, juga adaptasi dengan perkembangan glo-bal.

Terkait adaptasi dengan perkem-bangan global, Indonesia dikatakan perlu mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada tataran internasional untuk diterapkan di dalam negerinya sendiri. Dengan kata lain, perlu ada-nya proses perubahan fundamental yang digerakkan dari dalam, dima-na pemerintah berkomitmen untuk mengikuti “aturan main” internasio-nal sebagai cara untuk menstruktur ulang lembaga-lembaga dalam nege-ri. Dengan begitu aturan-aturan in-

ternasional dapat menjadi tambatan bagi jenis-jenis tertentu transformasi lembaga-lembaga domestik, baik di dalam maupun di luar bidang negara yang menikmati keuntungan dari ke-lemahan pengelolaannya.

Dalam hal pembangunan kelem-bagaan, cukup menarik pembahasan terkait dengan lawannya: Patrimoni-alisme. Sejak Demokrasi Terpimpin dibangun (Orde Lama) dan Diktator-isme berdarah dingin (Orde Baru), terlihat bagaimana poros kekuasaan berada di tangan satu orang. Tak ada satupun institusi atau lembaga nega-ra independen dibiarkan leluasa. Se-muanya ada pada genggaman tangan sang Presiden.

namun, saat era reformasi tiba, in-dependensi lembaga-lembaga negara lebih bisa dinikmati. Walau begitu, te-tap saja, pembangunan ekonomi, poli-tik, dan bidang-bidang lainnya dalam tataran negara, menuntut adanya bi-rokrasi yang mempunyai kepastian ke depan (predictablity) dan keteraturan (regularity) dengan kemasan akunta-bilitas, desentralisasi, dan peraturan-peraturan formal.

Buku ini secara garis besar men-guak bagaimana era reformasi yang telah berjalan lebih dari satu dasa-warsa, ada pencapaian yang cukup signifikan, namun juga banyak hal yang kurang. Secara realistis, pen-guakan kondisi saat ini yang masih carut-marut -walau lebih baik diban-dingkan Orde Baru maupun Orde Lama- terlihat begitu nyata. Kondisi kekinian yang menggambarkan hal itu tergambar di sini.

Sayang, buku ini berhenti untuk bersambung. artinya, tidak kompre-hensif dalam kajian masalah maupun langkah-langkah strategis menanggu-langi masalah tersebut. namun, set-idaknya, ada pengantar untuk men-jembatani reformasi antara capaian, hambatan, dan jalan keluarnya. AaK

77Warta BPK JanuaRI 2011

76-77 resensi buku.indd 77 06/01/2011 1:51:26

Page 12: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

ApAkAh Anda sering mengala-mi mata perih dan mengantuk, dan kehilangan konsentrasi kerja, pada-hal baru beberapa jam saja bekerja di ruangan ber-AC?

Mungkin kita menganggap itu tidak aneh atau hal biasa dan men-gira hal itu terjadi karena kelelahan kerja. Tapi, sebenarnya tidak selalu demikian. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya gejala tersebut. Satu di antaranya adalah karbon monoksida yang sumbernya bisa dari asap rokok.

Perlu diketahui bahwa udara yang beredar dalam ruan-gan yang ber-AC adalah udara yang sama yang didaur ulang. Sistem pendauran ulang udara ini akan meningkatkan konsen-trasi zat-zat pencemar dalam ruangan itu. Zat-zat pencemar ini akan dapat berakibat buruk karena mempengaruhi kesehatan dan produktivitas kerja.

Dengan ruangan yang penuh asap rokok, Anda tentu bisa membayangkan apa yang terjadi pada tubuh kita. Api / nyala rokok perlu gas oksigen, menimbulkan adanya kompetitif ter-hadap kebutuhan hirupan oksigen oleh paru-paru, dan asap rokok sangat berdampak buruk terhadap sel pelapis tubuh organ dalam kita, khususnya lapisan endotel.

Menurut Ketua Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok Merdias Almatsier, asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat berbahaya. Zat-zat berbahaya antara lain tar yang mengandung kimia beracun yang merusak sel paru-paru dan menyebabkan sakit kanker, karbon monoksida (co) seb-agai gas beracun mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Nikotin merupakan zat kimia per-angsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan membuat pemakai nikotin menjadi kecanduan.

Bila Anda berada di ruangan berasap rokok cukup lama, maka ketiga zat beracun (tar, karbon monoksida, dan nikotin) tersebut masuk ke paru-paru, perokok pasif pun terkena dam-pak pada peningkatkan risiko penyakit kanker paru-paru dan jantung koroner.

Lebih dari itu, dapat memperburuk kondisi pengidap pe-nyakit angina (nyeri dada akibat penyempitan pembuluh da-rah), asma (mengalami kesulitan bernafas), dan alergi (men-galami iritasi akibat asap rokok). Sedangkan gejala gangguan

kesehatan akibat asap rokok adalah iritasi mata, sakit kepala, pusing, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak nafas.

Pada waktu sedang merokok, bu-kan hanya kedua paru-paru si pero-kok yang akan tercemar, paru-paru orang lain yang berada di sekitarnya juga ikut tercemar. Asap rokok yang dihirup oleh si perokok pasif dapat berasal dari: pertama, dari ujung ro-kok yang sedang terbakar, dan kedua, asap rokok yang dihembuskan ke luar oleh si perokok aktif.

Semua zat racun yang terdapat dalam asap rokok dari sumber pertama diedarkan langsung ke udara sekitarnya. Sedangkan racun yang tersisa dalam asap rokok dari sumber kedua tergantung kepada berapa dalam asap rokok itu dihisap sebelum dihembuskan oleh si perokok itu.

Secara nasional, Biro Kesehatan Lingkungan serta Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja negara Amerika Serikat menetapkan bahwa konsentrasi karbon monoksida di tempat kerja tidak boleh melebihi 50 ppm (parts per million) selama 8 jam kerja.

Akan tetapi, banyak kantor ber-AC yang konsentrasi kar-bon monoksidanya melebihi angka itu, jika di dalamnya ban-yak pegawai yang merokok dan jika pada saat yang sama sistem ventilasinya kurang baik.

Riset yang dilakukan lembaga yang sama menunjukkan, bahwa gedung ber-AC yang memiliki ventilasi yang baik seka-lipun, bisa memiliki konsentrasi karbon monoksida yang lebih tinggi daripada udara kotor kota besar, jika memang banyak yang merokok dalam ruangan itu.

Hasil riset Dr. H. Hess yang dilaporkan dalam majalah Clini-cal Research menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monok-sida dalam darah seseorang yang berada dalam ruang yang penuh asap rokok, dapat menyamai darah seseorang yang telah mengisap 5–10 batang rokok.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang sama sekali tidak pernah merokok dapat memiliki pelu-ang yang cukup besar untuk menderita penyakit yang diderita oleh seorang perokok. Hal ini jika ia selalu berdampingan den-gan mereka yang merokok. Baik itu teman ataupun keluarga.

Di/berbagai sumber

Asap Rokok Pengaruhi Produktivitas Kerja

78 Warta BPKJANUARi 2011

78- info kesehatan.indd 78 06/01/2011 1:52:09

Page 13: Protokol Bukan Sekedar Tempat Duduk

Kode Etik Anggota BPK RI

1. Untukmenjaminindependensidalammenjalankantugasdanwewenangnya,AnggotaBPKwajib:

a. memegangsumpahdanjanjijabatan.

b. bersikapnetraldantidakberpihak.

c. menghindariterjadinyabenturankepentingan.

d. menghindarihal-halyangdapatmempengaruhiobyektivitas.

2. Untukmenjaminindependensidalammenjalankantugasdanwewenangnya,AnggotaBPKdilarang:

a. merangkapjabatandalamlingkunganlembaganegarayanglain,badan-badanlainyangmengelolakeuangannegara,danperusahaanswastanasionalatauasing.

b. menjadianggotapartaipolitik.

c. menunjukkansikapdanperilakuyangdapatmenyebabkanoranglainmeragukanindependensinya.

3. Untukmenjaminintegritasdalammenjalankantugasdanwewenangnya,AnggotaBPKwajib:

a. bersikaptegasdalammenerapkanprinsip,nilaidankeputusan.

b. bersikaptegasdalammengemukakandan/ataumelakukanhal-halyangmenurutpertimbangandankeyakinannyaperludilakukan.

c. bersikapjujurdengantetapmemegangrahasiapihakyangdiperiksa.

4. Untukmenjaminintegritasdalammenjalankantugasdanwewenangnya,AnggotaBPKdilarangmenerimapemberiandalambentukapapunbaiklangsungmaupuntidaklangsungyangdidugaataupatutdidugadapatmempengaruhipelaksanaantugasdanwewenangnya.

5. Untukmenjunjungprofesionalismedalammenjalankantugasdanwewenangnya,AnggotaBPKwajib:a. menerapkanprinsipkehati-hatian,ketelitian,dankecermatan.

b. menyimpanrahasianegaradan/ataurahasiajabatan.

c. menghindaripemanfaatanrahasianegarayangdiketahuikarenakedudukanataujabatannyauntukkepentinganpribadi,golongan,ataupihaklain.

d. menghindariperbuatandiluartugasdankewenangannya.

(Sumber : Peraturan BPK RI No.2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK RI)

79 -kode etik anggota.indd 79 06/01/2011 1:52:49