Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

12
Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan Upacara Kehamilan Dalam Budaya Jawa: Suku bangsa Jawa mengenal upacara sehubungan dengan kehamilan yang tidak hanya didasari kepercayaan rakyat asli, melainkan sudah dipengaruhi sistem budaya Hindu, sehingga upacara ritualnyapun hasil campuran budaya Jawa dan Hindu. Dalam menghadapi kelahiran, keluarga sudah memulai keadaan prihatin sejak bulan pertama masa kandungan, yang kadang-kadang diikuti dengan selamatan sederhana. Si calon ibu mulai saat itu harus menuruti beberapa pantangan makanan dan pantangan lain. Demikian pula bagi calon ayahpun berlaku pantangan untuk perbuatan-perbuatan yang akan berakibat kurang baik bagi calon bayi mereka. Selamatan ini dimulai sejak bulan pertama sampai bulan ke sembilan bahkan sampai bulan kesepuluh apabila ada kehamilan mencapaisepuluh bulan. Pada bulan pertama, Acara ini disebut ngabor-abori keluarga Jawa akanmembuat selamatan sederhana yang maksudnya selamatan sederhana yang maksudnya untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi calon ibu dan calon bayi yang akan lahir. 1. Jenang abor-abor atau bubur sumsum dari tepung beras dan dimasak dengan santan dan diberi rasa asin, 2. Dimakan bersama santan kental dan Juruh (air gula merah). Pada bulan kedua dan ketiga dibuatlah: 1) Sega janganan, yaitu nasi tumpeng (bentuk gunung) yang dilingkaribeberapa macam sayuran yang jumlah macamnya harus dalambilangan ganjil.

Transcript of Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Page 1: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Upacara Kehamilan Dalam Budaya Jawa:Suku bangsa Jawa mengenal upacara sehubungan dengan kehamilan yang tidak hanya didasari kepercayaan rakyat asli, melainkan sudah dipengaruhi sistem budaya Hindu, sehingga upacara ritualnyapun hasil campuran budaya Jawa dan Hindu. Dalam menghadapi kelahiran, keluarga sudah memulai keadaan prihatin sejak bulan pertama masa kandungan, yang kadang-kadang diikuti dengan selamatan sederhana. Si calon ibu mulai saat itu harus menuruti beberapa pantangan makanan dan pantangan lain. Demikian pula bagi calon ayahpun berlaku pantangan untuk perbuatan-perbuatan yang akan berakibat kurang baik bagi calon bayi mereka. Selamatan ini dimulai sejak bulan pertama sampai bulan ke sembilan bahkan sampai bulan kesepuluh apabila ada kehamilan mencapaisepuluh bulan.

Pada bulan pertama, Acara ini disebut ngabor-abori keluarga Jawa akanmembuat selamatan sederhana yang maksudnya selamatan sederhana yang maksudnya untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi calon ibu dan calon bayi yang akan lahir.

1. Jenang abor-abor atau bubur sumsum dari tepung beras dan dimasak dengan santan dan diberi rasa asin,

2. Dimakan bersama santan kental dan Juruh (air gula merah).Pada bulan kedua dan ketiga dibuatlah:1)      Sega janganan, yaitu nasi tumpeng (bentuk gunung) yang dilingkaribeberapa macam

sayuran yang jumlah macamnya harus dalambilangan ganjil.2)      Macam jenang (bubur) beras, yaitu jenang putih, jenang abang (buburmerah yang

dibuat dari gula kelapa), jenang abang putih (jenang merah dibubuhi jenang putih) dan jenang baro-baru ( bubur katul dibubuhigula jawa).

3)      Pipis kenthel, yaitu tepung beras dengan santan dan garam yang4)      Dibungkus daun pisang dan dikukus, jajanan pasar dan kembang boreh, yaitu

bungan khusus untuk selamatan.Ø  Pada bulan keempat dibuat:1)      Nasi punar (sega punar) yaitu nasi udul kuning yangdiberi rasa asam.2)       Seekor kerbau ( Kebo siji), yang dilambangkan melalui danging3)       Segala macam jeroan4)       Sebutir mata dan sambal goring.Ø  Pada bulan kelima dibuatlah

Page 2: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

1)      Sega Janganan yang sama dengan bulan kedua dan ketiga2)      Uler-uleran yang terbuat dari tepung beras berbentuk ulat yang diberi pewarna

warna merah, kuning, hitam dsb3)      Berbagai macam kentan dengan berbagai macam warna4)      Enten-enten, yaitu makanan dari kentan yang manis rasanya.

Pada bulan kelima ini para keluarga akan dikirimi makan dari calon ibu dan ayah yang terdiri ata sega wajar dan punar, daging goring kebo siji (segala macam, jeroan, danging dan mata satu biji), beberapa jenis makanan selamatan dan rujak crobo. Seluruh makanan ini dimasukan ke dalam takir ponthang dengan lima macam jarum dari emas hingga tembaga. Takir ponthang adalahwadah dari daun pisang yang dirangkap dengan janur kuning (daun kelapa muda yang berwarna kuning). Maksud dari hantaran sajian ini untuk memohon doa restu dari para sanak keluarga untuk keselamatan calon ibu dan anak yang berada dalam kandungan.

Ø  Pada bulan keenam hanya dibuat satu macam sajian yang disebut apem kocor, yaitu tepung beras yang diberi sedikit ragi dan dibuat bersama santan dan juruh.

Ø  Pada bulan Ketujuh diadakan upacara tingkeban atau mitoniUpacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.

·         Tata Cara Pelaksanaan Upacara TingkepanSiraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.

Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.

Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang

Page 3: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah "pantas apa belum", sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir "belum pantas."

Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab "pantes." Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut : – Sidoluhur – Sidomukti – Truntum – Wahyu Tumurun – Udan Riris – Sido Asih – Lasem sebagai Kain – Dringin sebagai Kemben

Makna nyamping yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni mempunyai beberapa pilihan motif yang semuanya dapat dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut :

1)      Wahyu TumurunMaknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya

2)      Sido AsihMaknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih

3)      Sidomukti.Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.

4)      Truntum.Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.

5)      Sidoluhur.Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.

6)      Parangkusumo.Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan dapat mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.

7)      Semen romo.Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.

8)      Udan riris.Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.

9)      Cakar ayam.Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.

10)  Grompol.

Page 4: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).

11)  Lasem.Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.

12)  Dringin.Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari dengan hati bersih.Jika suatu saat keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.

Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.

Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.

Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.

Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.

·         Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan antara lain :

1)      Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.2)      Tumpeng Kuat , maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat dan kuat,

(Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).3)      Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue,buah,makanan kecil)4)      Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya

enak,bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga5)      Dawet, supaya menyegarkan.6)      Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.7)      Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan

seterusnya, macamnya :Nasi Kuning berbentuk kerucut

Page 5: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

1)      Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak

sampai kering.

2)      Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi

kelapa yang telah diparut.

3)      Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh,

dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama

Ø  Bulan kedelapan dibuat selamatan sederhana yang terdiri atas:1)      Bolus angrem, yaitu kue klepon tertutup serabi putih, dengan letaktengkurap sebagai

lambing kura-kura (binatang yang paling panjangusianya) yang ditengan mengerami telurnya.

2)      Kue klepon terbuat dari tepung kentan berbentuk bulat-bulat kecil yang diberi warna hijau dari daun kata berisi gula kelapa.

Ø  Selamatan terakhir diadakan pada bulan kesembilan, dengan membuat jenangprocot, yaitu bubur beras yang dimasak denga santan manis, setengah matang dan diberi

pisang utuh yang telah dibuang kulitnya. Setelah dimasak bubur ini ditempatkan dalam takhir (wadah dari daun pisang). Maksud selamatan jenang procotadlah agar sibayi lahir dengan mudah (mrocot). Selain itu, selamatan pada bulan terakhir kehamilan ini juga dimaksudkan untuk menghormati saudarasaudara si bayi yang blum lahir, yaitu air kawah (ketuban) dan ari-ari (tembuni atau plasenta), yang menurut kepercayaan jaw adalah teman si bayi. Jika usia kandungan sudah mendekati bulan kesepuluh namun si bayi belum juga lahir, dibuatlah selamatan berupa dhawet plencing, yang harus dijual oleh calon ibu, sedangkan pembelinya adalah anak-anak, dengan uang dari pecahan genting (dhuwit wingka). Anak-anak yang sudah membelidhawet itu harus segera meminumnya sampai habis dan segera lari meninggalkan tempat itu (mlayu mlencing). Dhawet adalah suatu jenis minuman dari tepung beras yang diminum dengan santan dan gula merah atau gula kelapa. Dengan selamatan ini diharapkan agar si bayi segera lahir secepat anak yang lari setelah minum dhawet.

Adapun  tradisi perawatan masa nifas menurut adat Jawa meliputi:1)      perawatan pemeliharaan kebersihan diri, terdiri dari: mandi wajib nifas, irigasi

vagina dengan menggunakan rebusan air daun sirih, dan menapali perut sampai vagina dengan menggunakan daun sirih

2)      perawatan untuk mempertahankan kesehatan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian pilis, pengurutan, walikdada, dan wowongan,

3)      perawatan untuk menjaga keindahan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian parem, duduk senden, tidur dengan posisi setengah duduk, pemakaian gurita, dan minum jamu kemasan

4)      perawatan khusus, terdiri dari: minum kopi dan minum air jamu wejahan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi petugas pelayan kesehatan khususnya bidan untuk mempermudah memberikan pelayanan tanpa mengabaikan aspek sosiokultural.Beberapa upacara yang dilakukan masyarakat Jawa setelah kelahiran:

Page 6: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Ø  Upacara Mendhem Ari-ariAri-ari atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-

embing atau mbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut merupakan simbolpepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak kehujanan dan binatang tidak masuk ke tempat itu.

Ø  Upacara Selapanan

Bila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari perlu juga diselamati. Bila

kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu dengan disertai keramaian

misalnya klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya.

Selamatan yang diperlukan adalah nasi tumpeng beserta sayur-sayuran, jenang

merah putih, jajan pasar, telur ayam yang telah direbus secukupnya. Di dekat tempat tidur

bayi diletakkan sesaji intuk-intuk. Intuk-intuk yaitu tumpeng kecil yang dibalut dengan

daun pisang (Jawa: diconthongi), di puncaknya dicoblosi bawang merah, cabe merah

(lombok abang). Di samping dan sekitarnya dihiasi dengan bermacam-macam warna

bunga (sekar mancawarna).

Tumpeng berlubang atau bermata (bathok bolu), dilengkapi dengan telur ayam

mentah, kemiri dan kluwak. Bayi yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya

dicukur, kukunya dipotong. Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan

kuku pertama dan puser yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang

telon(tiga macam bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah

dewasa kelak isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut

bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas dari

segala macam bahaya.

Ø  Upacara Tedhak Siten (Tradisi Mengenalkan Jati Diri)

Page 7: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

Dalam adat tradisi Jawa ada upacara yang disebut Tedhak Siten atau upacara dimana seorang anak untuk pertama kali kakinya menginjak tanah.Tedhak Siten sering juga disebut upacara turun bumi, upacara tersebut dilaksanakan ketika anak berusia 245(dua ratus empat puluh lima) hari atau tujuhlapan (7-8) bulan.

Tradisi tedhak siten merupakan rangkaian upacara kelahiran adat Jawa. Upacara tedhak siten menggambarkan perjalanan hidup seseorang, berawal dari masih di dalam lindungan orang tua sepenuhnya (dikurung di kandang ayam), kemudian ketika dia sudah mulai bisa memobilitas dirinya sendiri (berjalan di atas jadah), dia akan mulai berjalan meniti tangga kehidupan (naik tangga) dan memilih jalan hidupnya sendiri (mengambil barang untuk dipilih).

        Umumnya pelaksanaan upacara tedhak siten dilaksanakan dihalaman rumah. Adapun alat-alat yang dibutuhkan seperti; Sesaji selamatan yang terdiri dari: nasi tumpeng dengan sayur mayur, jenang (bubur) merah dan putih, jenang boro-boro, dan jajan pasar lengkap. Juwadah (uli) tujuh macam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jambon (jingga), ungu. Serta sekar (bunga) setaman yang ditempatkan dalam bokor besar dan tanah.

        Alat lainya adalah tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati. Sangkar ayam (kurungan ayam) yang dihiasi janur kuning atau kertas hias warna-warni. Padi, kapas, sekar telon (tiga macam bunga misalnya melati, mawar dan kenanga). Beras kuning, berbagai lembaran uang. Bermacam-macam barang berharga (seperti gelang, kalung, peniti dan lain-lain. Serta,

Page 8: Budaya Suku Jawa Dalam Kehamilan

barang yang bermanfaat (misalnya buku, alat-alat tulis dan sebagainya) yang dimasukkan ke dalam Sangkar.

Budaya Jawa merupakan budaya suku bangsa yang telah dikenal oleh dunia sebagai budaya adiluhung yang diperhitungkan dunia. Budaya Jawa telah memberikan sekian banyak corak dan warna budaya di Indonesia. Beberapa produk karya cipta otak manusia Jawa berupa bangunan, lukisan, ukiran, patung, tarian, masakan, bahasa dan tulisan adalah bukti peninggalan cipta otak Jawa. Bahkan, ada yang telah mendapatkan pengakuan secara internasional.

Budaya diciptakan oleh otak-otak manusia sesuai dengan tingkatannya. Manusia Jawa terlahir sebagai manusia dengan daya cipta yang luar biasa. Lihat saja struktur bangunan Borobudur, tingkatan bahasa, struktur masyarakat, sosial dan tatanegara, keraton, cara berbusana dan musik, semua hal yang komplek dan rumit yang tidak akan tercipta tanpa modal otak yang cerdas.

Rupanya karya besar orang Jawa tidak hanya menggunakan otak kiri saja, namun juga mengerahkan kemampuan otak kanan. Berdasarkan teori ilmu penyakit saraf, otak kanan dan otak kiri yang terbiasa bekerja sama akan saling mengkompensasi bila salah satu bagian otak mengalami kerusakan misalnya stroke.

Apa yang pernah dicapai para leluhur Jawa adalah pencapaian kebudayaan yang sangat cerdas dan inovatif. Hampir dipastikan semua aspek kehidupan orang Jawa mempunyai aspek keteraturan, keindahan dan keanggunan.

Warisan leluhur Jawa yang diurai dalam perspektif medis misalnya tarian Jawa klasik yang umumnya dikenal sebagai tarian yang lamban dan tidak dinamis, gerakan tarian ini dapat menyeimbangkan antara otak kiri dan otak kanan bila mana otak kanan terserang stroke, manfaat karawitan (alat musik Jawa) untuk mengembalikan fungsi otak bagi penyakit stroke, pentingnya huruf Jawa HaNaCaRaKa untuk mengaktifkaan dan merehabiitasi otak, corak dan warna batik, ragam puasa orang Jawa, hingga pernak-pernik Jawa dari mulai wewangian hingga jajanan pasar yang mempunyai sisi tinjau medis bagi kesehatan.