Budaya Siber Dan Budaya Populer Di Media...

23
Budaya Siber & Budaya Populer Di Media Sosial Disusun Oleh: Ocvita Ardhiani Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma

Transcript of Budaya Siber Dan Budaya Populer Di Media...

Budaya Siber & Budaya Populer Di Media Sosial

Disusun Oleh:

Ocvita Ardhiani

Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Gunadarma

Budaya pada dasarnya merupakan nilai – nilai yangmuncul dari proses interaksi antarindividu.

Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiadiartikan sebagai

(1) pikiran, akal budi;

(2) adat istiadat;

(3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudahberkembang (beradab, maju);

(4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudahsukar diubah.

Budaya siber atau cyberculture secara sederhana melihat bagaimana budaya itu berada di ruang siber.

Berbagai Perspektif Tentang Budaya

Budaya dalam Pendekatan etnografi diartikan sebagai konstruksi sosial maupun historis yang mentransmisikan pola – pola tertentu melalui simbol, pemaknaa, premis, bahkan tertuang dalam aturan.

Perspektif psikologi mengartikan budaya sebagai interaksi antarmanusia yang melibatkan pola – pola tertentu sebagai anggota kelompok dalam merespons lingkungan tempat manusia itu berada.

Perspektif semiotika, budaya adalah sekumpulan praktik sosial yang melaluinya makna diproduksi, disirkulasikan, dan dipertukarkan.

Dari berbagai perspektif tersebut disimpulkan

bahwa budaya adalah sebuah nilai atau

praktik sosial yang berlaku dan dipertukarkan

dalam hubungan antarmanusia, baik sebagai

individu maupun anggota masyarakat.

Budaya siber (cyberculture) dimaknai sebagai:“Praktik sosial maupun nilai – nilai dari komunikasi dan interaksi antarpengguna yang muncul di ruang siber dari hubungan antara manusia dan teknologi maupun antarmanusia dengan perantara teknologi. Budaya itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi melalui jaringan internet dan jaringan yang terbentuk di antara pengguna”.

Budaya Populer

di Media Sosial

Istilah meme merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Richard Dawkins pada 1979. Davidson (2012 dalam Nasrullah, 2016: 125) menegaskan bahwa mememerupakan bagian dari budaya – kadang sebuah lelucon –yang muncul di internet dan di transmisikan secara online. Meme tidak sekedar lelucon, tetapi cerminan dari realitas offline hanya disajikan dengan visual yang menarik.

Ekspresi Visual dalam Meme

Meme terdiri dari dua aspek:

1. Aspek visual, dimana aspek ini menggunakan potongan

gambar atau ilustrasi yang biasanya untuk menunjukkan

emosi yang dirasakan.

2. Aspek teks, meme dapat dicirikan dengan adanya teks yang

berada di antara visual dan biasanya di atas dan di bawah.

Teks bagian atas merupakan pelengkap pernyataan yang

menunjukkan lanjutan atau jawaban, bisa juga pertanyaan

atas pernyataan sebelumnya

+Aspek Visual

Aspek Teks

=

Secara teori, meme menggambarkan tiga komponen,

yakni:

- Manifestasi (manifestation), meme merupakan

budaya yang dapat diamati dan sebagai fenomena

eksternal atau gambaran dari apa yang sedang terjadi

serta merupakan realitas offline

- Kebiasaan (behavior), visual meme dapat

diindikasikan sebagai segala sesuatu sebagai partikel

nyata terkait waktu dan tempat yang terhubung

dengan realitas.

Oleh sebab itu, meme merupakan kebiasaan yang dilakukan

oleh pengguna internet dalam mengungkapkan ekspresi atau

emosinya, baik menggunakan meme yang sudah beredar di

online maupun kreasi sendiri.

- Keidealan (ideal), meme merupakan gambaran dari

realitas ideal yang terjadi. Misalnya, mengunggah

gambar meme – dengan visual dan teks lucu –

sebagai bentuk pernyataan terhadap realitas tersebut

Media sosial memberikan ruang kepada pengguna untuk

menyuarakn pikiran dan opininya dalam proses demokratisasi.

Media sosial hadir membawa nilai – nilai baru di tengah

penggunaannya. Tidak hanya dimanfaatkan dalam

menceritakan diri (self disclosure) tetapi juga telah meningkat

menjadi medium aspirasi warga secara online.

Menjadi topik terpopuler yang diperbincangkan

antarpengguna media sosial, memunculkan petisi

online , dan bahkan dapat menggerakkan massa untuk

melakukan aksi massa secara offline.

Demokrasi digital

Rycroft (2007) bahwa ruang virtual di internet

mendorong munculnya budaya politik. Budaya ini

bergerak dalam ruang publik baru (new public space)

yang merupakan ruang vitual (virtual space) tempat di

mana nilai – nilai itu dipertukarkan di antara anggota.

Virtual sphere sebagai medium di dunia online yang mendorong adanya demokratisasi, a vitrual space enhances discussion; a virtual sphere enhances democracy.

Media sosial adalah tidak berlakunya hierarki. Tak ada lagi pembedaan antara majikan – pekerja, direktur –pegawai, atau praktisi dan nonpraktisi politik.

Media sosial memberikan semacam kekuatan kepada pengguna untuk untuk menyampaikan aspirasi aspirasi mereka.

Media sosial juga digunakan oleh praktisi politik untuk meraih simpati dan berkampanye di dunia online .

Kekuatan Media Sosial Bisa Mengubah Pola –Pola Tradisional Dalam Ranah Demokratisasi

Potret Diri atau selfie

Salah satu fenomena dalam kemajuan teknologi internet, perangkat pintar seperti telepon genggam, dan budaya siber adalah selfie atau foto diri. Kata tersebut sudah dimasukkan pada tahun 2013 dalam kamus Oxford English Dictionary dan diartikan sebagai ‘A photographic self – potrait; esp. One taken with a smartphone or webcam and shared via social media’.

3 Makna Selfie

1. Kegiatan selfie sebagai wujud dari eksistensi diri. Mengambil foto diri dan menyebarkannya di media sosial tidak sekedar terfokus pada penampilan diri si pengguna. Selfie merupakan upaya untuk representasi diri di media sosial, sebuah upaya untuk dianggap ada atau eksis dalam jaringan. Sebuah foto diri akan menunjukkan aktivitas penggunaannya. Fenomena foto diri adalah fenomena eksistensi diri di media sosial.

2. Selfie juga bisa menandakan bahwa penggunaan melakukan keterbukaan diri (self disclosure) di media sosial berdasarkan aktivitas penggunaannya sendiri. Efek dari keterbukaan diri itu adlah interaksi dan komunikasi yang terjadi dengan pengguna lain akan semakin erat.

3. Foto diri merupakan salah satu bentuk narsisme digital. Sebuah foto diri yang diambil menunjukkan bahwa penggunaannya sedang mengkonstruk dirinya dan hasil konstruksi itu, selain itu eksistensi diri, juga sebagai bentuk pertunjukkan di depan panggung untuk menarik kesan pengakses atau bentuk pertunjukkan di depan panggung untuk menarik kesan pengakses atau pengguna lain dalam jaringan pertemanan di media sosial.

Gabriel Farias menekankan, saat ini manusia bisa dijuluki

dengan homus photographicus, setiap orang seakan – akan

terbiasa mengungkapkan emosi dirinya secara visual melalui imej

atau foto yang disebut Farias sebagai cybernetic image.

Fenomena foto diri ini menjadi semacam budaya yang muncul dan terjadi di media sosial. Para pengguna seolah – olah memiliki sebuah praktik kebudayaan baru terkait koneksitas mereka terhadap media sosial. Foto diri juga dianggap sebagai kebiasaan bermedia sosial dan semakin kuat kebiasaan itu karena adanya komentar yang diberikan oleh pengguna lain terhadap foto diri yang diunggah

Kenyataan foto diri ini dimanfaatkan oleh institusi bisnis. Mengapa?

Karena foto diri yang diunggah menjadi bahan perbincangan atau saling mengomentari di media sosial. Contoh: perusahaan komersil yang membuka kompetisi foto dengan syarat pengguna yang tampil di foto tersebut sedang memegang produk dari merek tertentu.

Sebuah riset yang dilakukan oleh lembaga Opinium di Inggris (www.opinium.co.uk) terhadap 2005 responden yang berusia antara 18 sampai 24 tahun pada 26 – 29 Juli 2013 menunjukkan bahwa dalam sehari ada lebih dari satu juta foto diri yang dibuat. Realitas siber ini menunjukkan bahwa kekuatan foto diri adalah artefak kebudayaan yang bida ditafsirkan dari berbagai sudut pandang.

Kesimpulannya adalah kehadiran teknologi memberikan

ruang kepada penggunanya untuk mengonstruk dirinya dan

hasil dari konstruksi diri itu merupakan konten yang bisa

diakses oleh siapapun melalui jaringan sosial.

Selfie telah mengubah aspek interaksi sosial, bahasa

tubuh, kesadaran diri, ranah privasi dan humor, temporalitas

(keberadaan dalam waktu tertentu), ironi (keadaan yang

bertentangan dengan harapan), dan aktifitas publik.