BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

16

Transcript of BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

Page 1: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University
Page 2: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

BUDAYA DALAMBANGUNAN DI TEGAL

oleh : Hartanto Budiyuwono.Kandidat Doktor Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan,

Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung - Indonesia,

[email protected]

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADAMASYARAKAT

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN, BANDUNGTAHUN 2008

Page 3: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

2

LATAR BELAKANG

Tegal, penjelmaan dari desa yang bernama Tetegual, daerah yang sebagian besar berupaladang. Pada tahun 1530, Ki Gede Sebayu saudara dari Raden Benawa yang mengakuikedaulatan Pajang dibawah bupati Pemalang, memberi nama Tegal. Pengangkatan Ki GedeSebayu menjadi pemimpin dengan pangkat Juru Demung atau Demang dilaksanakan padaperayaan tradisional setelah menikmati panen padi dan hasil pertanian lain, di bulan purnamatanggal 15 Sapar tahun EHE 988 yang bertepatan dengan hari Jum'at Kliwon. Dalam Perayaanjuga dikembangkan ajaran agama Islam dan budaya yang berpengaruh pada kehidupanmasyarakat pada waktu itu. Tanggal pengangkatan tersebut dicanangkan sebagai hari jadi kotaTegal. (1996-2004, Suara Merdeka).

Abad XVI ini, tatar Jawa Tengah diwarnai peperangan antar kerajaan, antar anggota kerajaanHindu, mulai berkembangnya Islam, dan masuknya bangsa-bangsa asing lainnya di pulau Jawayang di dominasi oleh Belanda. Akibat campur tangannya Belanda, tahun 1680 area pesisirutara Jawa Tengah tergadaikan ke Belanda oleh Mataram, dan tahun 1749 seluruh area pesisirpantai utara Jawa menjadi milik Belanda sebagai upeti dari Pakubuwana II raja Mataram.Dimasa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808 - 1811), dibuat JalanRaya Pos, Jalan Daendels yang melalui pantai utara Jawa dan menghubungkan pantai Anyer -Panarukan melalui Tegal. Pembangunan jalan sepanjang 1000 km ini selesai dalam setahun,sebagian menggunakan jalan yang telah ada dan ditambahkan jalan penghubung baru, dandioperasionalkan untuk umum setelah 40 tahun kemudian (tahun 1851). (2005, Ananta Toer,Pramoedya).

Tegal era kolonial (sumber: kitlv.nl)

Peta tahun 1878 (maps.kit.nl)

Hari, tanggal dan tahun Ki GedeSebayu diangkat menjadi JuruDemung itu ditetapkan sebagaihari Jadi Kota Tegal denganPeraturan Daerah Nomor 5 Tahun1988 tanggal 28 Juli 1988.(tegalkota.go.id).

Berdasarkan peta tahun 1878(maps.kit.nl), 27 tahunkemudian sejak tahun 1851tergambarkan kondisi jalanyang melalui Tegal,diprediksi sebagai Jalan RayaPos.Berdasarkan peta tahun1918 (maps.kit.nl), 40 tahunkemudian dari tahun 1878,tergambarkan pertumbuhanpembangunan di Tegal sudahsangat maju, pembangunanyang berada dibawah kendalikekuasaan Kolonial Belanda.

Page 4: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

PETA TAHUN 1918 (MAPS.KIT.NL)

SEJARAH BUDAYA MASYARAKAT TEGAL ERA KOLONIAL

Kebudayaan di Indonesia secara sempit dapat ditakrifkan sebagai seluruh kebudayaanIndonesia yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Seluruhkebudayaan tempatan yang berasal daripada kebudayaan beraneka ragam suku-suku diIndonesia adalah merupakan bagian-bagian kebudayaan Indonesia yang penting. KebudayaanIndonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi olehkebudayaan besar yang lain seperti kebudayaan Cina, kebudayaan India, dan kebudayaanArab. (wikipedia.org/wiki/Budaya_di_Indonesia)

Konteks ruang dan waktu berkonotasi pemaknaan sejarah. Subyektifitas sejarah, memberitekanan faktor libido (Sigmund Freud) yaitu dengan adanya sejarah yang menyatakan:(1) Komunitas Cina sudah berkembang pada masa itu, terlihat dengan adanya aktivitasrenovasi Kelenteng (Budha) di tahun 1837 (2007, bdiarto.multiply.com) di jalan yangmenembus ke Jalan Raya Pos. Kapiten Tan Koen Hway bersama rekan-rekannya di Tegalmembangun kelenteng yang diberi nama Tek Hay Kiong yang dapat diartikan juga Istana TekHay Cin Jin, yang sebelumnya berupa Cin Jin Bio. Cin Jin Bio merupakan tempatpemujaan/rumah abu yang dibangun masyarakat tionghoa di Tegal untuk mengenang kebaikandan rasa persaudaraan Kwee Lak Kwa,dengan membuat papan roh/Sin Ci dari Kwee Lak Kwa

Page 5: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

dan tempatnya mengalami beberapa kali perpindahan sebelum terakhir kali mengambil tempatdi mana kelenteng Tek Hay kiong didirikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sepasangpapan Lion (syair) untuk menghormati Tek Hay Cin Jin (Kwee Lak Kwa) yang disumbang LinMing De pada tahun 1828.

Saat ini kelenteng Tek Hay Kiong di bawah naungan Yayasan Tri Dharma Tegal, suatuyayasan yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan dan berdiri sejak 1978.(2) Komunitas Arab cukup banyak pada masa itu, terlihat dengan dibukanya organisasimasyarakat Islam Al-Irsyad cabang pertama di Tegal sekitar tahun 1917 yang diketuai olehAhmad AH Baisa. Ijin untuk membuka dan mengelola madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah ituberada di tangan dan atas nama Surkati, berdasarkan Ordonansi Guru 1905 (Staadsbland550/1905) yang mengatur kegiatan pendidikan islam. Madrasah Al-Irsyad didirikan padatanggal 15 syawal 1332/6 September 1914 di Jati Petamburan Jakarta.

Pada umumnya, masyarakat Indonesia mengangap bahwa Al-Irsyad identik denganorang-orang keturunan arab. Hal ini disebabkan karena pendirinya berasal dari keturunan arab.Sementara perkembanganya semakin banyak pula masyarakat Islam Indonesia non arab yangikut aktif dalam berbagai bidang kegiatan yang dimiliki oleh Al-Irsyad. Hal ini disebabkankarena Al-Irsyad bukanlah organisasi sosial keaagamaan ekslusif yang membatasikeaangotaannya hanya dari keturunan arab saja, tetapi juga terbuka untuk masyarakat Islamsecara umum dari segala latar belakang dan komunitas.Menurut statistik tahun 1858 tercatat jumlah penduduk keturunan Arab yang menetap diIndonesia sebanyak 1.662 atau sekitar 30% dari jumlah masyarakat Arab yang merantau pada

massa itu. Para perantau Arab sudah bermukim di kota-kota besar Indonesia sejak tahun-tahunpermulaan abad 19 pada umumnya mereka adalah pedagang yang sebagaian besar berasal dariHadramaut. Hadramaut sendiri kondisi alamnya ganas, rawan pertikaian antar dinasti, qabilahdan suku. Masyarakat Hadramaut stratifikasi sosialnya sangat rumit dan timpang karenabersumber dari tatanan masyarakat yang heterogen dan fanatisme golongan. Mereka merantauke Indonesia di dorong oleh keinginan mereka memperbaiki taraf kehidupan mereka. Di Jawa,pada awalnya mereka menempati pemukiman yang ditentukan oleh Wijken stelsel(kebijaksanaan pemukiman) pemerintah Kolonial Belanda. (Al-Irsyadtegal.org)

Dua komunitas tersebut diprediksi memiliki hubungan baik dengan faktor penguasa (FriedrichNietzsche) dan faktor ekonomi (Karl Marx), karena banyak bergerak dibidang perdagangan.Makna terdalam dari obyek studi di area pusat kota Tegal masa itu ditengarai untukmeningkatkan ekonomi pemerintahan kolonial. Sektor ekonomi, membentuk karakterkepuasan tersendiri bagi penghuni pada bangunannya.

(3) Mutlak sejak tahun 1749, Tegal dibawah pemerintahan kolonial Belanda. Juru Demungsebagai penguasa daerah yang setingkat bupati sejak ki Gede Sebayu 1601 s/d 1620 selalu adadan berganti hingga di era kolonial. Penduduk daerah membantu pemerintah pusat dalammerealisasi pembangunan.

Mengaplikasikan peta 1878 dengan peta 1918, dapat diprediksikan posisi dari Jalan Raya Posyang dibuat oleh pemerintah kolonial. Sebelum jalan itu dibuka untuk umum, hanyapemerintah kolonial dan masyarakat yang 'dekat' dengan pemerintah saja yang dapatmenggunakan jalan tersebut.

Page 6: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

TEGAL SEBAGAI KOTAMADYA DI ERA KEMERDEKAAN

Tegal kini sebagai Kotamadya dengan kepadatan penduduk rata-rata 6.193 jiwa/km2 di tahun2007, kepadatan yang tinggi dibandingkan dengan kota-kota tingkat kotamadya lainnya dipesisir pantai utara Jawa, merupakan salah satu kota yang maju. Kota yang berniali pentingdalam ranah sejarah nasional bangsa Indonesia, yakni:(1). 2006; Ditemukan Candi Batu Bata Merah di Tegal, di Desa Pedagangan, KecamatanWarurejo, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta masihmeneliti candi itu. (2006, Nurbiajanti, Siwi)(2). 2005; Di Tegal juga ditemukan sejumlah fosil makhluk hidup dan artefak di kawasanperbukitan hutan Tirem dan Hutan Geger Pelem, Kecamatan Kedungbanteng, KabupatenTegal, tepatnya disebelah makam Semedo. Fosil dan artefak itu diperkirakan merupakanpeninggalan zaman purbakala. (2006, Nurbiajanti, Siwi)(3). Kompleks Makam yang memiliki nilai arkeologis yang tinggi adalah Kompleks MakamAtas Angin di Desa Pedagangan, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal. Kompleks

Pada Tegal memperlihatkan area-area penting kotayang kemungkinan dimulai dari Jalan Raya Pos, laluberkembang menjadi kota Tegal yang akan sekarang.

Kelenteng Tek Hay Kiong: Difoto pada saat perayaan se-jittoa-pe-kong tahun 2008 (dok. pribadi 2008)

SD + SMA Al-Irsyad di Jl. Gajahmada (Sumber : Google Earth 2008)

Dengan kata lain, sejarah budayayang berkembang di Tegal doeloeatas penguasa kolonial; bersifatkompleks, bentuk pertemuan budayaJawa, Kolonial, Cina dan Arab.

Page 7: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

Makam Syeh Atas Angin berada dekat dengan pertemuan dua sungai (tempuran).(1996-2004, Suara Merdeka)(4). Tempat makam raja mataram Amangkurat I di Tegal Arum dan penobatan raja MataramAmangkurat II di Martoloyo. (2006, Subagyo, Kusalah).(5). Peristiwa bersejarah sejak kemerdekaan. (www. bappeda-kotategal.go).(5.1). Tahun 1945, kota Tegal merupakan cikal bakal kelahiran korps Marinir TNI AngkatanLaut yang diresmikan 15 November 1945, dan tahun 1960-an landasan udara Martoloyo dikota Tegal diresmikan oleh Presiden Sukarno.Jika diukur dengan jarak tempuh perjalanan darat antara Jakarta dan Surabaya, kota Tegalkira-kira berada di tengah-tengahnya.(5.2). Kesenian di kota ini cukup menarik perhatian para peneliti dari luar negeri, antara lainRichard Curtis (Australia), dan Anton Lucas (Australia, penulis buku Peristiwa Tiga Daerah).(5.3). Salah satu repertoar yang diusung oleh Dewan Kesenian Kota Tegal di Anjungan JawaTengah, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 2003 adalah mementaskan drama berjudulKang Daroji Mantu Poci, dikemas secara komedi. Mantu Poci merupakan kebudayaan Tegal.(5.4). Banyak menumbuhkan tokoh-tokoh Budayawan nasional.(5.5). Memiliki bangunan-bangunan bersejarah, seperti: seperti: Stasiun Kereta Api, GedungDPRD, Balai Kota dan rumah dinas Walikota, Kantor pos, Markas TNI AL, Pasar pagi,Menara air di jalan Pancasila, Gedung Universitas Pancasakti, Kelenteng jalan Veteran,Sebagian rumah tinggal di jalan Veteran, A Yani, Sudirman, kelurahan Kauman.(5.6). Kota yang memiliki rekor MURI.(5.7). Merupakan pusat liputan daerah (TV dan Radio)(5.8).Merupakan kota pelabuhan dan dikembangkan sebagai pelatihan pendidikan kelautansejak tahun 1971.(5.9). Merupakan kota penghasil industri export (shuttle cock).

BANGUNAN KOLONIAL DI TEGAL; HIBRID danAKULTURASI

Dalam wacana kolonial, hibriditas mengacu pada suatu problema representasi dan individuasikolonial, yang membalikkan dampak-dampak penyangkalan kolonial, sedemikian rupasehingga pengetahuan lain yang disangkal meresap kedalam wacana dominan danmengasingkan pijakan kewenangannya—kaidah pengakuannya (Bhabha 1994:114)

Sebaliknya, arsitek yang mengakui bahwa perlawanan terhadap bentuk-bentuk baru seringdidasari oleh keterikatan secara emosional pada tempat-tempat yang telah dikenal, berusahauntuk membangkitkan rasa kesinambungan dengan masa lalu dalam rancangan (2006, MerlynaLim).

Namun arsitektur hibrid kolonial bukan hanya berkenaan dengan kehadiran kolonial saja.Kehadirannya juga merupakan suatu bentuk evaluasi dan tantangan atas dominasi identitaskolonial yang berlaku. Dengan menjadi hibrid, arsitektur kolonial tidak lagi merujuk padarepresi secara negatif dan materialis melainkan mengangkat serangkaian hubungan-hubunganideologis yang kompleks dan ambigu.

Hibriditas arsitektur kolonial dikota Tegal, terungkap pada bangunan yang terdiri dari: (1)Bangunan-bangunan umum dan pemerintahan, seperti bangunan Stasiun Kereta Api(Ballegoijen 1993: h. 157 rancangan Maclaine Pont /1910). (2) Bangunan Menara Air Kota,

Page 8: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

7

kantor dan rumah dinasnya (1930); (3) Bangunan Universitas Pancasakti yang dulunya dikenalsebagai de bureau; dan (4) Bangunan-bangunan hunian.

Menghibridisasikan pengaruh budaya Belanda dengan praktek lokal, Maclaine Pontmenghasilkan artifak arsitektur yang unik, yang mengandung berlapis-lapis aspirasi danidentitas. Sesuatu yang menghargai perbedaan, pertentangan, kemajemukan, kerterbukaan,dan penggandaan. Mungkin ini adalah salah satu dari sekian banyak arah yang dapat ditujuoleh kebanyakan arsitek. (2006, Merlyna Lim)

Stasiun Kereta Api (era kolonoal). (Sumber: Kitlv.nl)

Stasiun Kereta Api (2008) (Sumber: dok.pribadi)

Dalam pergesekan antara dua ranah budaya, desain arsitektur hibrid lahir sebagai kompromiatas politik masa kini (kolonialisme) dan keterikatan dengan sejarah masa lalu (tradisi).Hibriditas menjadi penanda produktifitas kekuasaan kolonial sekaligus pergeseran kekuasaandan kestabilan (Bhabha 1994).

Terdapat pergeseran gaya-gaya arsitektur secara bertahap. Dari gaya yang sepenuhnya berasaldari negara penjajah sampai penyerapan unsur-unsur arsitektur lokal. Wright (1991:9)mencatat: "Para pejabat kolonial berharap bahwa dengan melestarikan hierarki dan statustradisional, mereka dapat memperkuat aturan kolonial yang ditanamkan.

Kini, budaya ekonomi mulai menenggelamkan hibriditas arsitektur, memaksa signed namabangunan untuk lebih dominan terlihat akibat pertumbuhan lansekap penataan lingkungan.Lansekap bertujuan sebagai pemanis, pengarah, dengan olahan tanaman

Page 9: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

8

maupun penerangan kepada bangunannya, pada akhirnya menjadi penghalang akibatperubahan fisik dari tanaman-tanaman tersebut.Bentuk pertumbuhan akibat penataan kompleks rancangan bangunan dan tapak, yangseolah-olah tak terpikirkan juga terlihat di bangunan menara air (1931) maupun universitasPancasakti yang dulunya sebagai de bureau (1913) Budaya.Mengoptimalkan income tambahan dalam bentuk tempelan reklame temporer yang menjajahdominasi entrance bangunan, ataupun upaya-upaya menghalangi tampilan tampak danentrance bangunan akibat lingkungan yang tumbuh dengan sendirinya, cenderung mengarahpada jentrifikasi karya seni dan budaya.

Universitas Pancasakti (2008). (Sumber: dok. Pribadi)

Bentuk parasit dalam akulturasi budaya, seperti dominasi: reklame, kaki lima, sudah mulaimembudaya di masyarakat.Hibrid arsitektur di bangunan hunian merupakan keragaman dengan budaya masyarakat,budaya Cina, Arab, Jawa.

Kompleks Menara Air Kota (2008). (Sumber: dok. Pribadi)

Page 10: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

9

HIBRIDITAS BUDAYA DALAM BANGUNAN DI TEGAL

Gambar - 1 (2008, dok pribadi)

Gambar — 2 (2008, dok. pribadi)

Page 11: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

10

Pengaruh budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada gaya bangunanParthenon dari zaman Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dari Italia dipasang padaserambi depan membuat bangunan tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletaktepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela danpintu dipasang cermin besar dengan patung porselen. Khusus untuk gedung-gedungperkantoran, pemerintahan, dan rumah-rumah dinas para penguasa di daerah masih ditambahlagi dengan atribut-atribut tersendiri seperti payung kebesaran, tombak dan lain-lain agartampak lebih berwibawa.

Orang-orang Belanda, pemilik perkebunan, golongan priayi dan penduduk pribumi yang telahmencapai pendidikan tinggi merupakan masyarakat papan atas, ikut mendorong penyebarankebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serba mewah.

Warisan konsepsi Pont dan Karsten adalah menonjolnya popularitas pendopo dalampemahaman kita tentang arsitektur Jawa. Tidak terpisahkan dari konsepsi arsitekturalnyaadalah menjamurnya reproduksi karikatural pendopo dalam bangunan pemerintah masa kini diIndonesia. Tapi mungkin warisan yang paling bermasalah darikonsepsi ini adalah kecenderungan untuk menganggap bahwa pencarian arsitektur modernIndonesia yang kontekstual secara budaya dapat dilakukan melalui reproduksi wujud bangunanvernakular.

Tentu saja, dibalik warisan-warisan bangunannya, Henri Maclaine Pont meninggalkan sebuahspekulasi besar tentang bagaimana memahami tradisi vernakular Indonesia, dan bagaimanamembayangkan sebuah kemungkinan arsitektur baru untuk negeri ini. Meskipun atau karenainterpretasinya yang memihak, kita dihadapkan pada banyak jalur yang belum dijelajahi untukmemahami dan menggali budaya arsitektural Indonesia, baik yang klasik maupun modern.

Budaya Kolonial / Indische

Gambar - 3 (2008, dok pribadi)Gambar - 4 (2008, dok pribadi)

Page 12: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

11

Sebutan Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasaIndonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itusering disebut juga Nederlandsch Oost Indie. Menurut Pigeaud, orang Belanda pertama kalidatang ke Indonesia pada tahun 1619.

Mereka semula berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadipenguasa sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selamatiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek kehidupan.Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.Menurut Lombard pada mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnyadi Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan kondisi tropis danlingkungan budaya. Sebutannya landhuiz, yaitu hasil perkembangan rumah tradisionalHindu-Jawa yang diubah dengan penggunaan teknik, material batu, besi, dan senteng atauseng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff Schoemaker, DW Berrety,dan Cardeel.Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasanPemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst. Halini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa, tetapi sudahbercampur dengan rumah adat Indonesia. Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiringdengan semakin populernya istilah Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai IndischeBond atau Indische Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asirnilasi atau campuran dariunsur-unsur budaya Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan denganbangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda bentukbangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, statussosial, dan kebesaran penguasa saat itu.Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih dahuludatang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis, yang memberipengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga lerkandung berbagaimacam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut berintegrasi dalam prosesperancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca, tersedia material, teknikpembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan agama.Bentuk rumah bergaya Indis sepintas tampak seperti bangunan tradisional dengan atapberbentuk Joglo Limasan. Bagian depan berupa selasar terbuka sebagai tempat untukrcnerimaan tamu. Kamar tidur terletak pada bagian tengah, di sisi kiri dan kanan, sedang ruangyang terapit difungsikan untuk ruang makan atau perjamuan makan malam. Bagian belakangterbuka untuk minum teh pada sore hari sambil membaca buku dan mendengarkan radio,merangkap sebagai ruang dansa.

Page 13: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

12

Budaya Modern: Art Deco dan Jengki

Gambar 5 (2008, doc pribadi) Gambar 6 (2008, doc pribadi)

Hadirnya arsitektur jengki di Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari sejarah perkembanganIndonesia sebagai sebuah negara. Kepergian Belanda secara perlahan meninggalkan Indonesiaturut mewarnai masa hadirnya arsitektur jengki. Hal ini beriringan dengan kepergian paraarsitek Belanda yang kemudian digantikan oleh beberapa arsitek Indonesia pertama dan paratukang ahli bangunan yang menyebar di kota-kota Kolonial Belanda. Asal penggunaan katajengki sering dihubungkan dengan hal-hal di luar dunia arsitektur. Menurut morfologi ataupembentukan kata, istilah "jengki" mungkin berasal dari kata Yankee, yaitu sebutan untukorang-orang New England yang tinggal di bagian Utara Amerika Serikat.

Menurut Budi Sukada, ada yang menyebut sosok arsitektur jengki sebagai arsitektur Yankeeyang populer di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Penamaan jengki juga dihubungkan denganmodel busana celana jengki yang marak pada saat yang bersamaan.

Konteks bagi hadirnya arsitektur jengki di Indonesia adalah munculnya para arsitek pribumiyang notabene adalah tukang yang ahli bangunan sebagai pendamping para arsitek Belanda.Para ahli bangunan pribumi ini kebanyakan merupakan lulusan dari pendidikan menengahbangunan. Di tengah bergolaknya kondisi perpolitikan di masa 1950 sampai 1960-an yangditandai dengan semakin berkurangnya arsitek Belanda dan mulai munculnya para ahlibangunan dan lulusan pertama arsitek Indonesia menjadi poin yang turut membentukperkembangan arsitektur jengki.

Beberapa pola yang menjadi ciri arsitektur jengki kemungkinan berhubungan erat dengan polapenyebaran para arsitek Belanda yang tersisa serta arsitek Indonesia yang masih dapat dihitungjumlahnya serta banyaknya ahli bangunan yang sebelumnya menjadi asisten para arsitekBelanda. Pada kota-kota besar, kemungkinan banyak menyisakan para arsitek untukmendesainnya. Tetapi, untuk kota-kota kecil, keahlian para tukang bangunan yang lebihbanyak berperan pada periode perkembangan arsitektur jengki.

Sebagai sebuah karya arsitektur, arsitektur jengki memiliki beberapa perbedaan denganarsitektur kolonial pada umumnya. Karakter arsitektur jengki ditandai salah satunya dengankehadiran atap pelana. Tidak seperti rumah tinggal pada umumnya, atap pelanapada rumah bergaya jengki memiliki perbedaan tinggi atap. Biasanya kemiringan atap yangterbentuk tidak kurang dari 35 derajat. Penggunaan atap pelana ini menghasilkan sebuahtembok depan yang cukup lebar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tampak depanbangunan. Tembok depan yang dikenal dengan gewel ini yang kemudian menjadi sarana

Page 14: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

13

kreativitas arsitek. Pengolahan tampak depan bangunan juga diperkuat dengan kehadirandinding yang berkesan miring dan membentuk geometri segi lima terhadap tampak bangunan.Dinding miring ini sebenarnya tidak berkaitan langsung terhadap kekuatan konstruksibangunan, tetapi lebih kepada kreativitas untuk menghadirkan tampak bangunan.

Penggunaan sudut kemiringan atap yang cukup tinggi ini memberikan karakter lain, yaitubentuk beranda sebagai unsur mandiri. Beranda inilah yang menandai pintu masuk ke dalambangunan yang kerap dihadirkan sebagai sebagai sebuah portico, yaitu bangunan beratap didepan pintu masuk. Pada umumnya atap datar menjadi pilihan utama bagi beranda. Atap datarinilah yang memberikan artikulasi untuk membedakannya dengan bangunan utama yangberatap pelana. Beberapa fungsi yang diwadahi di dalam beranda ini adalah sebagai penegaspintu masuk ke dalam bangunan, sebagai tempat penerima, dan sebagai ruang peneduh danpenyejuk bagi ruangan di dalamnya.

Ciri lain yang kerap dijumpai pada arsitektur jengki adalah digunakannya karawang ataurooster. Sebenarnya fungsi utama dari karawang adalah sebagai anginan. Lancarnya sirkulasidi dalam setiap ruang pada rumah tinggal merupakan fungsi yang utama. Namun, padaarsitektur jengki fungsi ini berlanjut dengan hadirnya kreativitas. Penggunaan karawang tidaklagi dipahami sebagai sebuah fungsi, tetapi juga merupakan bagian dari wahana untukmenghadirkan estetika baru.

KESIMPULAN

Dalam wacana kolonial, hibriditas mengacu pada suatu problema representasi danindividualisasi kolonial, yang membalikkan dampak-dampak penyangkalan kolonial,sedemikan rupa sehingga pengetahuan lain yang disangkal meresap ke dalam wacana dominandan mengasingkan pijakan kewenangannya - kaidah pengakuannya (Bhabha 1994:114).Sebaliknya, arsitek yang mengakui bahwa perlawanan terhadap bentuk-bentuk baru seringdidasari oleh keterikatan secara emosional pada tempat-tempat yang telah dikenal, berusahauntuk membangkitkan rasa kesinambungan dengan masa lalu dalam rancangan (Merlyna Lim,2006).

Namun arsitektur hibrid kolonial bukan hanya berkenaan dengan kehadiran kolonial saja.Kehadirannya juga merupakan suatu bentuk evaluasi dan tantangan atas dominasi identitaskolonial yang berlaku. Dengan menjadi hibrid, arsitektur kolonial tidak lagi merujuk padarepresi secara negatif dan materials melainkan mengangkat serangkaian hubungan-hubunganideologis yang kompleks dan ambigu.

Dalam pergesekan antara dua ranah budaya, desain arsitektur hibrid lahir sebagai kompromiatas politik masa kini (kolonialisme) dan keterikatan dengan sejarah masa lalu (tradisi).Hibriditas menjadi penanda produktifitas kekuasaan kolonial sekaligus pergeseran kekuasaandan kestabilan (Bhabha 1994).

Page 15: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

14

DAFTAR PUSTAKA1. Aris Munandar, Agus (30 Maret 2005), Simposium Tentang Ikatan Kebudayaan AntaraIndonesia Dengan Inidia, yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan India JawaharlalNehru (Kedutaan Besar India) bekerja sama dengan Universitas Indonesia dan Bhaskara, diAuditorium Erasmus Huis Jakarta, Program Studi Arkeologi Indonesia, DepartemenArkeologi-Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia2. Geertz, Clifford, (1992), Tafsir Kebuda-yaan, Penerbit Kanisius, Yogya-karta,.3. Kurokawa, Kisho, (1991), Intercultural Architecture, The Philosophy of Symbiosis,Academy Edition, Great Britain.4. BAPEDA JABAR, (2007), Perjalanan Komunitas Tionghoa di Tatar Sunda,Bandung.5. Prof Dr Slamet Muljana, (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan TimbulnyaNegara-Negara Islam di Nusantara, LkiSYogyakarta.6- _______(2008), Karya-karya Sastra kuno Zaman Kerajaan Kadiri, 16 Juli 2008,http://artculture-indonesia.blogspot.com7. Allsopp, Bruce, A Modern theory of Architecture, Routledge & Kegan Paul Ltd, London,1977.pp.6-9.8. Bakker, J.W.M.-SJ, Filsafat Kebudayaan, penerbit Kanisius,Yogyakarta. 1984.9. Claude Dubost, Jean, Architecture for the future, Editions Pierre Terrail, Paris, 1996.10. Correa, Charles - Ken Yeang, Architectu re and Identity, Media ltd. Singapura, 1983.pp.10-15.11. Darton, Mike, Architect & Architecture, Quintet Publishing Ltd. 1990.12. Farmer, Ben dan Louw Hentie, Companion to contemporary architectural thought,Routledge,London and New York, 1993.13. Geertz, Hildred, Aneka Budaya dan komunitas di Indonesia, Yayasan Ilmu Ilmu Sosial &FIS-UI Jakarta, 1981.14. Nasr, Seyyed Hossein, The sense of Unity, The University of Chicago press,London, 1973.pp 9-10.15. Nesbitt, Kate, Theorizing a New Agenda for Architecture, Princeton Architectural Press-New York, 1996.16. Papanek, Victor, The Green Imperative. Ecology and Ethics in Design andArchitecture, Thames and Hudson, 1995. pp.113-138 Pearson, David, Earth to Spirit,Chronicle Books, London, 1994. pp.95-99.17. UU RI no. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya19. …… (2002), ASRI. 225/029, Mei 2002 Ftjah20. Subagyo, Kusalah, (2006), Sejarah Indonesia; Sultan Agung dan Perang Kuman(1625-1629), milis wahana-news, 20-9-2006.21. Subagyo, Kusalah, (2006), Sejarah Indonesia; Sultan yang durhaka - jatehnya Banten,milis wahana-news, 14-9-2006.22. Subagyo, Kusalah, (2006), Sejarah Indonesia; Kapan Belanda mulai menjajah Indonesia?,milis wahana-news, 12-10-2006.23. Riyono Toepra-19s Copyright©1996-2004 SUARA MERDEKA24. Ananta Toer, Pramoedya, (2005), Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, Lentera Dipantara,Jakarta.25. Laporan Wartawan Kompas Siwi Jumat, 21 Juli 2006 - 19:36 wib, Copyright 2006Kompas Group26. http://www.maps.kit.nl27. www.google-earth28. bdiarto.multiply.com, 30-1-200729. http://al-irsyadtegal.org/

Page 16: BUDAYA DALAM - Parahyangan Catholic University

15

30. http://www.tegal.go.id/31. www.bappeda-kotategal.go,32. www.jawatengah.go.id/33. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah Indonesia34. http://ms.wikipedia.org/wiki/Budaya_di Indonesia