bronkopneumonia(1)

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Respirasi adalah blok XI pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang memaparkan kasus mengenai Pneumonia. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario kasus mengenai Pneumonia.. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial. Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 1

description

muamin

Transcript of bronkopneumonia(1)

Page 1: bronkopneumonia(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Respirasi adalah blok XI pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C yang memaparkan

kasus mengenai Pneumonia.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario kasus mengenai

Pneumonia..

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 1

Page 2: bronkopneumonia(1)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

TUTORIAL SKENARIO C

Tutor : dr. Kemas Yakub Rahardiyanto Sp.pK, M.Kes

Moderator : Fabyenne Fasilleva

Sekretaris meja : Ridwan Permana

Sekretaris papan : M. Aulia Rahman

Waktu : Senin dan Rabu, 1 April 2013 & 3 April 2013

Rule tutorial : 1. Alat komunikasi di silentkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

3. Mengangkat tangan terlebih dahulu sebelum menyampaikan pendapat.

2.2 Skenario

Neli perempuan, berumur 2 tahun datang ke klinik dokter keluarga karena mengalami

sesak nafas sejak dua hari yang lalu dan hari ini bertambah sesak. Enam hari yang lalu penderita

pilek, panas tinggi dan batuk berdahak yang kadang di sertai muntah. Sebelumnya neli diberikan

ibunya obat dari warung namun belum ada perubahan. Sejak sakit, Neli sukar makan dan minum

Pemeriksaan fisik

BB saat ini = 10 kg (BB sebelum sakit 11kg), TB= 80 cm

Tanda vital : TD80/50 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR : 64x/menit T: 39,

Keadaan spesifik :

Kepala : konjyngtiva tidak anemis, scelera tidak ikterik

Sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+)

Thoraks :

Inspeksi : retraksi intercostals, ssubcostaal dan suprasternal

Palpasi : stem fermitus kanan dan kiri meningkat

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 2

Page 3: bronkopneumonia(1)

Perkusi : redup pada basil kedua paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler meningkat, ronkhi basah halus nyaring pada

kedua lapangan paru.

Abdomen : bising usus normal

Ekstrimitas : tidak ada kelainan

Pemeriksaan laboratorium

Hb : 11,2 g/dl, leukosit : 21.000/mm3, hitung jenis : 2/2/8/61/24/3, LED : 14mm/jam

2.3 Data Seven Jump

2.3.1 Klarifikasi Istilah

1. Sianosis: Diskolarasi kebiruan pada kulit dan membrane mukosa akibat konsentrasi

Hb ke reduksi yang berlebihan dalam darah

2. Panas tinggi: peningkatan temperature tubuh diatas 37.5 C

3. Pilek: Penyakit menular pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus

4. Sesak nafas: Peningkatan respiration rate yang melebihi normal atau di atas 24x/menit

5. Batuk Infeksi saluran pernapasan yang dapat juga disertai dengan pengeluaran

dahak (sputum) dan dengan suara yang nyaring.

6. Ikterik: Menjadi kuningnya warna kulit, selaput lender dan berbagai jaringan

tubuh oleh zat warna empedu

7. Retraksi: keadaan tertarik kembali

8. Ronki basah: bising karena adanya cairan dalam saluran nafas

9. Pekak: Suara yang tidak dapat menyaring

10. Muntah Peneluaran isi lambung yang di awali dengan mual terlebih dahulu.

11. Vesikuler Bunyi pernapasan normal

2.3.2 Identifikasi masalah

1. Neli perempuan, berumur 2 tahun datang ke klinik dokter keluarga karena mengalami

sesak nafas sejak dua hari yang lalu dan hari ini bertambah sesak

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 3

Page 4: bronkopneumonia(1)

2. Enam hari yang lalu penderita pilek, panas tinggi dan batuk berdahak yang kadang di

sertai muntah

3. Sebelumnya neli diberikan ibunya obat dari warung namun belum ada perubahan. Sejak

sakit, Neli sukar makan dan minum

4. Pemeriksaan fisik

BB saat ini = 10 kg (BB sebelum sakit 11kg), TB= 80 cm

Tanda vital : TD80/50 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR : 64x/menit T: 39,

5. Keadaan spesifik :

Kepala : konjyngtiva tidak anemis, scelera tidak ikterik

Sianosis sirkum oral (+), nafas cuping hidung (+)

Thoraks :

Inspeksi : retraksi intercostals, ssubcostaal dan suprasternal

Palpasi : stem fermitus kanan dan kiri meningkat

Perkusi : redup pada basil kedua paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler meningkat, ronkhi basah halus nyaring pada

kedua lapangan paru.

Abdomen : bising usus normal

Ekstrimitas : tidak ada kelainan

6. Pemeriksaan Laboraturium:

Hb : 11,2 g/dl, leukosit : 21.000/mm3, hitung jenis : 2/2/8/61/24/3, LED : 14mm/jam

2.3.4 Analisis Masalah

1. Neli perempuan, berumur 2 tahun datang ke klinik dokter keluarga karena mengalami sesak nafas sejak dua hari yang lalu dan hari ini bertambah sesak.a. Apa saja klasifikasi dari sesak nafas ?

Jawab :1. klasifikasi sesak nafas menurut NYHA:

a. Deefort dyspnue adalah sesak nafas timbul saat kerja dan segera hilang

waktu istirahat

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 4

Page 5: bronkopneumonia(1)

b. Ortopnue adalah sesak nafas timbul saat berbaring, tapi dalam keadaan

duduk atau berdiri segera hilang

c. Dypsnue deeropost adalah sesak nafas timbul saat duduk istirahat

d. Paroksimal noktural dyspnue (PND) adalah sesak nafas timbul pada saat

malam hari, pada waktu tidur

e. Asma cardial adalah sesak nafas timbul akibat adanya gagal jantung kiri,

sehingga terjadi pembendungan pada paru mengakibatkan oedem paru dan

kongestif kapiler serta transudasi cairan ke dalam alveoli.

b. Apa etiologi sesak nafas pada kasus?Jawab :

↑ kadar CO2 dalam darah

- allergen (serbuk, dll)

- inhalasi debu, asap, bahan kimia

- obat-obatan

- penyakit saluran nafas , ex asma

- penyakit parenkimal (pneumonia, gagal jantung kongestif dll)

- emboli paru

c. Bagaimana anatomi & fisiologi dari pernapasan?Jawab :

ANATOMI

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 5

Page 6: bronkopneumonia(1)

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx

trachea, bronkus, dan bronkiolus.

a. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran

saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga)

hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan

pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir

sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.

b. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka

‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).

c. Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan

dari columna vertebrata, berjalan dari farinx sampai ketinggian vertebrata servikals

dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang

rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.

d. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari

larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini

bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20

lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain

itu juga membuat beberapa jaringan otot.

e. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira

vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi

oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping

ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang

kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang

utama lewat di bawah arteri, disebut bronchus lobus bawah. Bronkus kiri lebih

panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri

pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas

dan bawah.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 6

Page 7: bronkopneumonia(1)

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris

dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi

bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus

terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong

udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.

Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot

polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai

tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi

utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

f. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada

dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus

alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut

lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali

percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh

dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

g. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh

pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat

cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus

yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus

yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang

mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,

sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150

juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas.

FISIOLOGI PARU

Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O2 dan

mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi, yaitu:

1. Pembuangan air dan eliminasi panas

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 7

Page 8: bronkopneumonia(1)

2. Membantu venus return

3. Keseimbangan asam basa

4. Vokalisasi

5. Penghidu

Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:

1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler,

menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari

nutrien

2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan pertukaran O2

dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal:

a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi

b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme difusi

c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan

d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi

melintasi kapiler sistemik

Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi

Ventilasi paru

Gerakan nafas dengan 2 cara:

1. Turun-naik diafragma yang merubah diameter superoinferior rongga toraks

a. inspirasi: kontraksi diafragma

b. ekspirasi: relaksasi diafragma

2. Depresi-elevasi iga, merubah diameter anteroposterior rongga toraks

a. inspirasi: elevasi iga

b. ekspirasi: depresi iga

Difusi paru

Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas pada membran respirasi:

a. Tebal membrane

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 8

Page 9: bronkopneumonia(1)

b. Luas permukaan membrane

c. Koefisien difusi gas

d. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran

Pada radang jaringan paru dapat terjadi penurunan kapasitas difusi paru karena

penebalan membran alveoli dan berkurangnya jumlah jaringan paru yang dapat

berfungsi pada proses difusi gas

Transportasi gas

1. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor dalam bentuk HbO2, 3% terlarut

dalam cairan plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml darah dapat berikatan

dengan 20 ml O2. 5 ml O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah.

2. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam darah 7 %, ion bikarbonat 70%,

gabungan CO2, Hb, dan protein plasma 20 %.

Sirkulasi paru terdiri dari sirkulasi pulmoner dan sirkulasi bronkial.

1. Sirkulasi bronkial :

a. nutrisi pada paru dan saluran napas

b. tekanan pembuluh darah sistemik

c. cenderung terjadi perdarahan lebih hebat

2. Sirkulasi pulmonar

a. mengatur pertukaran gas

b. tekanan rendah

Fungsi paru

1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer

kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer.

2. menyaring bahan beracun dari sirkulasi

3. reservoir darah

4. fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 9

Page 10: bronkopneumonia(1)

Fisiologi sistem pertahanan paru :

1. Non-imun

a. Selaput mukosa mengeluarkan mikroba melalui elevator mukosilia

b. Fagositosis oleh makrofag alveolus, dan dapat bermigrasi ke elevator mukosilia

setelah mengikat mikroba.

c. Fagositosis oleh nitrofil

d. Complemen serum masuk dan hasilkan opsonin C3b

e. Respon imun untuk mikroba yang telah mencapai kelenjar getah bening.

2. Imun

a. IgA akan menghambat perlekatan mikroba ke sel epitel

b. IgM, IgG akan mengaktifkan complemen sebagai opsonin

c. Akumulasi sel T imun pada daerah infeksi

HISTOLOGI

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan

homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari

rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran

oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 10

Page 11: bronkopneumonia(1)

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat

silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat

dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel

sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidung

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 11

Page 12: bronkopneumonia(1)

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar

nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum

merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum

nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior,

media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior

ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius

yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel

penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang

melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan

memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk

piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan

sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron

untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga

hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan

penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 12

Page 13: bronkopneumonia(1)

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid,

semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi

oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit

serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang

menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum

mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina

propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai

katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi

fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki

permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh

epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi

bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa

dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen

laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang

terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita

suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin)

dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu

terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 13

Page 14: bronkopneumonia(1)

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal

berupa epitel respiratori

Trakea

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada

lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana

ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh

sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia

untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk

menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan

hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan

berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi

berlebihan.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 14

Page 15: bronkopneumonia(1)

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

Bronkus

Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina

propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos.

Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian

bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan

dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-

pulau tulang rawan hialin.

Bronkiolus

Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina

propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 15

Page 16: bronkopneumonia(1)

sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah

epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana

sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus

terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu

sel tidak bersilia yang  memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang

bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi

sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur

pada lamina propria

Bronkiolus respiratorius

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus

terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian

bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada

tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke

distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak

dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus

respiratorius.

Duktus alveolaris

Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara

alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus

alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 16

Page 17: bronkopneumonia(1)

sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan

kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus

alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus

alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi,

berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya

pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa

alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus

Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus

yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler,

fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus

tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar

dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung

banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan

oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus

tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan

dari jaringan ke ruang udara.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 17

Page 18: bronkopneumonia(1)

Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat

melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal,

berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1.

Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan

surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar

mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya

untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi

kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus,

lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

d. Bagaimanan patofisiologi sesak nafas?Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 18

Page 19: bronkopneumonia(1)

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 19

Page 20: bronkopneumonia(1)

Infeksi parenkim paru → pengeluaran mediator inflamasi oleh sel-sel proinflamasi →

histamin, prostaglandin → ↑ permeabilitas kapiler paru → perpindahan eksudat

plasma ke insterstisial paru → edema aveoli → gangguan difusi → sesak napas

e. Bagaimanan kaitan jenis kelamin & umur pada sesak nafas?Jawab :

Hasil SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 1997 menyebutkan bahwa

prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki

9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5%.

Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi

terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun

yaitu sebesar 31%.

f. Bagaimana pertolongan pertama pada pasien sesak nafas?Jawab :

1. Segeralah mencari tempat senyaman mungkin jika anak Anda sesak nafas. Bila

perlu bawalah si kecil ke tempat tidur atau di ruangan manapun. Yang penting ruangan

tersebut dapat membuat anak Anda beristirahat dengan tenang. Karena dengan suasana

yang nyaman, hal ini dapat segera mengembalikan kondisi si kecil.

2. Jika Anda sudah mendapatkan tempat yang nyaman, maka segera posisikan anak

Anda dengan keadaan duduk atau setengah duduk. Bila perlu sandarkan anak Anda ke

bantal. Namun jangan pernah memposisikan anak Anda yang sesak nafas dengan

posisi tidur. Karena hal ini justru akan menyumbat saluran pernafasannya dan

membuat keadaan asma menjadi semakin parah.

3. Yang terpenting Mengatasi jika anak sesak napas adalah jangan pernah merasa

panik, ketika anak Anda mengalami sesak napas. Bila perlu ajaklah anak Anda

berbicara untuk menenangkannya. Atau bisa juga dengan memberinya air minum

hangat untuk menenangkannya. Sehingga ia menjadi terhibur dan segera pulih.

4. Longgarkan pakaiannya. Supaya ia tidak merasa sesak. Kemudian pijitlah daerah

syaraf paru-paru yang terletak di atas jempol kaki. Atau lebih tepatnya di antara

jempol dan jari telunjuk kaki. Namun cara memijitnya harus dengan pelan-pelan. Bila

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 20

Page 21: bronkopneumonia(1)

perlu, berikan bronkhodilator seperti salbutamol untuk meringankan sesaknya. Namun

jika hal ini tidak membuat kondisi bayi anda menjadi lebih baik, maka segeralah bawa

ke dokter untuk mendapatkan pertolongan yang lebih baik.

Jika anak Anda asma, belilah obat semacam pereda hirupan atau nebuliza. Apabila

pertolongan pertama sudah dilakukan seperti di atas namun tidak ada kemajuan atau

sering kambuh lagi, pergilah ke dokter untuk berkonsultasi.

Airway(Membersihkan Jalan nafas)

-Finger Sweep(Sapuan Jari)

-Abdominal Trust(Gentakan abdomen)

-Chest Trust(Pijatan dada)

-Back Blow(Tepukan pada punggung)

Breathing(Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan pernafasan

buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida)

-Memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut atau mulut ke hidung

-Menggunakan ambu bag(self inflating bag)

-Menggunakan ventilator mekanik

Circulation(Mengembalikan fungsi sirkulasi darah)

-Eksternal chest compression

-Menekan sternum kebawah,agar menekan jantung dan jantung memompa sirkulasi

darah

g. Bagaimana makna sesak nafas sejak 2 hari yang lalu dan bertambah sesak hari ini?Jawab :

Sesak yang bertambah hari ini sejak 2 hari yang lalu menandakan bahwa perjalan

penyakit Neli termasuk akut karena waktunya kurang dari 2 minggu dan

menimbulkan gejala yang harus diberikan tatalaksana.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 21

Page 22: bronkopneumonia(1)

Keluhan 6 hari yang lalu merupakan gejala awal yang akan memperberat sesak nafas

yang dialami.Dimana terjadi infeksi oleh mikroorganisme,melalui droplet→masuk ke

traktus respiratorius → respon imun selular di mukosa hidung, faring &

laring→pengeluaran mucus dan gerakan ekskalator mukosiliar→reflek batuk dan pilek

Mikroorganisme juga mencapai parenkim paru→obstruksi parenkim paru→terjadi

infiltrasi makrofag,leukosit,fibrin pada alveolus dan juga terdapat eksudat→area

membran inspirasi berkurang,jaringan paru menjadi padat dan mengandung udara yg

minimal→gangguan respirasi→sesak nafas

h. Bagaimana sesak nafas apabila tidak ditangani dengan tepat?Jawab :

Bisa mengganggu aktivitas dan menguras energy

Bisa gagal nafas ( respiratory failure)

2. Enam hari yang lalu penderita pilek, panas tinggi dan batuk berdahak yang kadang

di sertai muntah.

a. Apa saja etiologi dari pilek batuk berdahak yang disertai dengan muntah

disertai dengan mekanismenya?

Jawab :

Panas tinggi

penyebab :

- infeksi mikroorganisme

- non infeksi (autoimun, neoplasma, obat-obatan dll)

mekanisme : Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) → respon imun

seluler → fagositosis makrofag → pelpasan sitokin (IL-1, IL-6 dan TNF) →

menginduksi pembentukan PGE2 → ↑termostat di hypothalamus → demam

Batuk

batuk merupakan respon fisiologis sebagai upaya pertahanan dan mengeluarkan

benda asing

penyebab :

- infeksi saluran pernafasan atas

- rangsangan; misal debu di reseptor batuk (hidung, sal pernafasan dan telinga)

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 22

Page 23: bronkopneumonia(1)

- iritan (asap rokok, gas polutan)

Mekanisme :

Mekanisme batuk terdiri dari tiga fase yaitu:

1) fase inspirasi :

inhalasi udara secara cepat dan dalam jumlah besar, pada saat ini glotis secara

reflex sudah terbuka.

Pemasukan volume udara yang besar bermanfaat untuk memperkuat fase

ekspirasi, yang nantinya akan menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan kuat.

Selain itu volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup

sehingga pengeluaran secret lebih mudah.

2) Fase kompresi :

Glotis tertutup selama 0,2 detik , pada fase ini tekanan paru dan abdomen

meningkat sampai 50-100 mm Hg

3) Fase ekspirasi :

Glotis terbuka → udara keluar dan menggetarkan jaringan saluran nafas serta

udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk.

Pilek

penyebab :

- Alergi (terhadap benda asing)

- Infeksi

- Non infeksi dan non alergi

Mekanisme : Infeksi → proses kompensasi → stimulasi kolenergik →

pengeluaran secret → pilek

virus/allergen

saluran pernapasan

makrofag (APC)

sel Th

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 23

Interleukin 1

Interleukin IIDemam

Page 24: bronkopneumonia(1)

Sel Plasma IGE

Diikat oleh mastosit dan basofil

Histamine

Vasodilatasi penurunan tekanan kapiler dan permeabilitas

Peningkatan sekresi mucus

Pilek/flu

b. Bagaimana klasifikasi dari pilek, batuk, dan muntah?

Jawab :

Jenis-jenis batuk:

Berdasarkan produktivitas, batuk terdiri atas:

1. Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum)

2. Batuk tidak produktif : Batuk jenis ini tidak menghasilkan sputum sehingga disebut

juga batuk kering.

Pola demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah

mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial

dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,

walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi

petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.)

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 24

Page 25: bronkopneumonia(1)

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid

arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi

derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan

respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan

suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24

jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai

normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe

demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik

untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya

bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 25

Page 26: bronkopneumonia(1)

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi

hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis

demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten

menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme

demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam

(siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap

tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 26

Page 27: bronkopneumonia(1)

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama

demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk

infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular

pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus

urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang

berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis

merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk

leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-

bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan

demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,

beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat

adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3,

kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh

kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 27

Page 28: bronkopneumonia(1)

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-

tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan

durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-

borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia,

sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode

demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam

(6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini

disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh

antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis.

Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan

brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi

anafilaktik full-blown.

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan

Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum

awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada

1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya

sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada,

sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang

berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa.

Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan

atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 28

Page 29: bronkopneumonia(1)

c. Apa hubungan keluhan sejak 6 hari yang lalu terhadap keluhan utama?

Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 29

Page 30: bronkopneumonia(1)

3. Sebelumnya Neli diberi ibunya obat dari warung namun belum ada perubahan.

sejak sakit, Neli sukar makan dan minum.

a. Apa saja kemungkinan obat yang diberikan oleh ibu neli?

Jawab :

Dalam kasus ini (6 hari sebelumnya) Neli mengalami pilek, demam dan batuk berdahak

disertai muntah, jadi kemungkinan obat yang diberikan oleh ibunya antara lain

antipiretik, antibiotik dan ekspektoran.

b. Apakah hubungan keluhan terhadap neli sukar makan dan minum?

Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 30

Page 31: bronkopneumonia(1)

c. Bagaimana gizi yang normal untuk anak berumur 2 tahun?

Jawab :

4. Identifikasi Masalah 4

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik?

Jawab :

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Intrepretasi

BB = 10 kg, TB = 80 cm BB=9,4 Kg TB = 79,4 cm Normal

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 31

Page 32: bronkopneumonia(1)

TD = 80/50 mmHg Normal

HR = 140x/ menit Normal

RR 64 x/menit 20-30 Meningkat

T = 39o C 36,5-37,5 C Peningkatan

BB dan TB rata-rata anak laki prasekolah di Indonesia:

Umur BB(kg) TB(cm)

1 tahun 8,1 71,3

2 tahun 9,6 79,4

3 tahun 11,4 86,4

4 tahun 13 93,5

5 tahun 14,4 101,9

6 tahun 15,8 108

Frekuensi pernafasan normal (per menit)

Umur Rentangan Rata-rata waktu

tidur

Waktu lahir

1 bulan – 1 tahun

1 tahun – 2 tahun

3 tahun – 5 tahun

5 tahun – 9 tahun

10 tahun – dewasa

30 – 60

30 – 60

25 – 50

20 – 30

15 – 30

15 – 30

35

30

25

22

18

15

Mikroorganisme→ obstruksi parenkim paru→area membran inspirasi berkurang ,

jaringan paru menjadi padat dan mengandung udara yg minimal → PaO2↓;PaCO2↑→

merangsang kemoreseptor perifer ( glomus caroticum dan glomus aorticum) → impuls

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 32

Page 33: bronkopneumonia(1)

jaras aferen ke medulla oblongata dan pons→impuls jaras eferen ke organ

efektor→peningkatan frekuensi pernafasan

5. Identifikasi Masalah 5

a. Bagaimana interpretasi & mekanisme dari pemeriksaan spesifik?

Jawab :

Interpretasi

Hasil pemeriksaan Keadaan normal Interpretasi

Sianosis sirkum oral (+) Negatif Abnormal

Napas cuping hidung (+) Negatif Abnomal

Retraksi intercostal, subcostal,

dan suprasternal

Negatif Abnormal

(ada penggunaan otot

bantu napas / tambahan)

Stem fremitus kanan dan kiri

meningkat

Tidak meningkat Abnormal

(ada konsolidasi)

Redup pada basal kedua paru Sonor Abnormal

(ada konsolidasi)

Suara napas vesikuler meningkat

dan ronkhi basah halus nyaring

pada kedua lapangan paru

Suara vesikuler normal

dan tidak ada bunyi

tambahan

Abnormal

(ada konsolidasi +

cairan)

Mekanisme

Sianosis sirkum oral (+)

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida terganggu → saturisasi oksigen

menurun → sianosis sirkum oral (+).

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 33

Page 34: bronkopneumonia(1)

Napas cuping hidung (+)

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida terganggu → peningkatan

usaha bernapas → napas cuping hidung.

Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida terganggu → peningkatan

usaha bernapas → penggunaan otot pernapasan tambahan → retraksi intercostals,

subcostal dan suprasternal.

Stem fremitus kanan dan kiri meningkat

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru → stem fremitus kanan dan kiri meningkat.

Redup pada basal kedua paru

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru bagian basal → redup pada basal kedua paru.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 34

Page 35: bronkopneumonia(1)

Suara napas vesikuler meningkat

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru (bercak-bercak) → suara napas vesikuler meningkat.

Ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru

Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) → mikroorganisme tetap

bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea, bronkus, bronkiolus) karena

pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila

makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

→ aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus

→ konsolidasi paru + eksudat → ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru.

b. Apa saja kemungkinan penyakit dari keadaan spesifik?

Jawab :

Pneumonia, bronkopneumonia, Bronkitis Kronis, Astma Bronkial.

6. Identifikasi Masalah 6

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Jawab :

Hasil Pmeriksaan Nilai Normal Intepretasi

Hb = 11,2 g/dl Laki-laki = 13,5 – 18 gr

%

Perempuan = 12 – 16 gr

%

Normal

Leukosit = 21.000/mm3 9000 – 12.000 mm3 Terjadi peningkatan

(infeksi bakteri)

Hitung jenis

2

2

Nilai normal

0-1

2-4

Terjadi penigkatan

neutrofil batang

menandakan infeksi

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 35

Page 36: bronkopneumonia(1)

8

61

24

3

3-5

50-70

20-40

2-10

akut.

LED = 14 mm/jam Westergreen:

Laki-laki = 0 – 10

mm/jam

Perempuan = 0 – 20

mm/jam

Terjadi peningkatan

7. Bagaimana cara mendiagnosis?

Jawab :

Anamnesis

a. Keluhan utama

Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan

cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah

dan diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.

b. Riwayat penyakit sekarang.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas

selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C

dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

c. Riwayat penyakit dahulu.

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat

menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 36

Page 37: bronkopneumonia(1)

e. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan

dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan

lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan

pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga

perokok.

f. Imunisasi

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit

infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang

tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

h. Nutrisi.

Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

i. Riwayat persalinan: Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia

adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm

j. Konsumsi ASI: Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas

bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang

lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif

2. Pemeriksaan Fisik.

a. Penampakan umum apakah terlihat sakit atau tidak. Terlihat retraksi, dan

pernapasan cepat, serta adanya pernapasan cuping hidung.

b. Penghitungan tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status gizi anak.

c. Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, denyut jantung, frekuensi napas,

dan temperature.

d. Inspeksi apakah ada sianosis atau tidak.

e. Perkusi pada dinding dada, apakah ada perubahan suara atau tidak.

f. Auskultasi dada, apakah ada suara yang abnormal pada pernapasan.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 37

Page 38: bronkopneumonia(1)

c. Data tambahan

a. Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit normal atau sedikit meningkat pada pneumonia virus dan pneumonia

mikoplasma.

Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN

pada pneumonia bakteri. Leukositosis hebat (>30.000) hampir selalu

menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada bakteremi, risiko

tinggi untuk terjadi komplikasi.

Terkadang ditemukan eusinofilia pada infeksi Chlamydia pneumonia.

Terkadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat.

Namun, secara umum pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak

dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen thoraks.

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperareasi.

Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat

sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas

yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai

round pneumonia.

Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer

paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama

di lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah,

maka hal ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan

risiko pleuritis meningkat.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 38

Page 39: bronkopneumonia(1)

CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.

Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat

interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat

infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan

air bronchogram.

CXR pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi. Beberapa kasus

gambarannya mirip dengan CXR infeksi virus. Selain itu, terdapat

bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrat interstisial

retikluonodular bilateral.

c. Serologis.

Uji ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada infeksi bakteri

tipik, kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat dikonfirmasi

dengan peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O.

Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat

mengkonfirmasi diagnosis.

d. Sputum culture

8. Bagaimana DD?

Jawab :

GejalaBronkopne

umoniaBronchiolitis akut Asma Bronchitis akut Kasus

Batuk + + + + +

Sulit

bernapas+ + + + +

Demam + -/ subfebris - +/sedikit meningkat +

Retraksi + + + - +

Dullness + - (hipersonor) - - +

cyanosis + + - - +

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 39

Page 40: bronkopneumonia(1)

Flu + - - + +

9. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini?

Jawab :

Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit normal atau sedikit meningkat pada pneumonia virus dan pneumonia

mikoplasma.

Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN

pada pneumonia bakteri. Leukositosis hebat (>30.000) hampir selalu

menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada bakteremi, risiko

tinggi untuk terjadi komplikasi.

Terkadang ditemukan eusinofilia pada infeksi Chlamydia pneumonia.

Terkadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat.

Namun, secara umum pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak

dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen thoraks.

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperareasi.

Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat

sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas

yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai

round pneumonia.

Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer

paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama

di lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah,

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 40

Page 41: bronkopneumonia(1)

maka hal ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan

risiko pleuritis meningkat.

CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.

Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat

interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat

infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan

air bronchogram.

CXR pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi. Beberapa kasus

gambarannya mirip dengan CXR infeksi virus. Selain itu, terdapat

bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrat interstisial

retikluonodular bilateral.

Serologis.

Uji ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada infeksi bakteri

tipik, kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat dikonfirmasi

dengan peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O.

Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat

mengkonfirmasi diagnosis.

Sputum culture

10. Apa Working Diagnosis pada kasus ini?

Jawab :

Brokopneumonia

11. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?

Jawab :

EPIDEMIOLOGI

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia

menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

12. Bagaimana etiologi pada kasus ini?

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 41

Page 42: bronkopneumonia(1)

Jawab :

DEFENISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /

bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

Faktor Infeksi

1. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

2. Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

3. Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

4. Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan

muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan

bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung

minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang

mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 42

Page 43: bronkopneumonia(1)

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada

anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak

yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi

bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Faktor risiko:

1) Daya tahan tubuh yang terganggu

2) Malnutrisi

3) Penyakit menahun

4) Faktor iatrogen seperti trauma pada paru

5) Anesthesia

6) Aspirasi

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis

dan memberikan terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

Pembagian secara etiologi :

Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

pneumonia, Haemofilus influenzae

Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,Adenovirus

Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

Corpus alienum

Aspirasi

Pneumonia hipostatik

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 43

Page 44: bronkopneumonia(1)

13. Apa saja manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ini?

Jawab :

14. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?

Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 44

Page 45: bronkopneumonia(1)

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 45

Page 46: bronkopneumonia(1)

15. Bagaimana Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada kasus ini?

Jawab :

Tanda dan gejala Klasifikasi Tatalaksana

-Sianosis sentral-Severe respiratory distress-Tidak sanggup minum

Pneumonia sangat berat -Harus dirawat di RS-Beri antibiotik-Terapi oksigen-Turunkan panas

Chest Indawing Pneumonia berat -Harus dirawat di RS-Beri antibiotik-Terapi oksigen-Turunkan panas

Nafas Cepat>40x/menit (anak usia 1-5 tahun)Pada auskultasi terdapat crackles

Pneumonia -Tidak perlu dirawat-Berikan antibiotik-Follow up 2 hari

-Hanya batuk-Tidak terdapat tanda pneumonia

Bukan Pneumonia -Tidak perlu dirawat-Follow up 5 hari

1. Kausatif : antibiotic berdasarkan hasil biakan/etiologi

Ampicillin 50 mg/ kg BB i.m. setiap 6 jam dan gentamycin 7,5 mg/ kgBB i.m. 1x

sehari selama 5 hari. Jika anak berespon baik, beri amoxicillin oral 15 mg/ kgBB

3xsehari dan gentamycin i.m. 1xsehari selama 5 hari

Alt.ernatif : chloramphenicol 25mg/kgBB i.m. atau i.v. setiap 8 jam sampai

membaik. Kemudian lanjutkan secara oral 4xsehari selama 10 hari. Atau gunakan

ceftriaxone 80mg/kgBB i.m. atau i.v. 1xsehari

Jika anak tidak membaik dalam 48 jam, berikan gentamycin 7,5mg/kgBB i.m.

1xsehari dan cloxacillin 50mg/kgBB i.m atau i.v. setiap 6 jam untuk

staphylococcal pneumonia. Jika anak membaik, lanjutkan dengan cloxacillin atau

dicloxacillin secara oral 4xsehari selama 3 minggu

2. Simptomatik :

Paracetamol untuk mengatasi demam yang tinggi

Oksigen untuk mengatasi sesak nafas, retraksi, takipnea

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 46

Page 47: bronkopneumonia(1)

3. Suportif :

Cukupi kebutuhan nutrisi dan cairan

IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9 % = 3:1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah

cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Hati-hati jangan

sampai overhidrasi.

Jika sesak nafas tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip, tetapi jika anak sudah dapat

minum per oral maka jangan menggunakan selang nasogastrik karena risiko tinggi

terjadi aspirasi pneumonia.

Jika sekresi lendir berlebihan, dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan

beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Monitoring :

Anak harus diawasi oleh perawat minimal 3 jam sekali dan oleh dokter minimal 2

kali sehari.

Jika tidak terjadi komplikasi, dalam waktu 2 hari, maka ini merupakan tanda

perbaikan ( nafas tidak terlalu cepat, indarwing pada bagian bawah dinding dada

berkurang, demam turun, kemampuan untuk makan dan minum membaik)

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi dan diberikan

pengobatan polifragmasi.penisilin diberikan 50.000U/kgbb/hari dan ditambah dengan

kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/hari atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum

luas seperti penisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari.

Anak yang sesak nafas memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis

cairan yang digunakan ialah campuran glucose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan

3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infuse.

Terapi yang diberikan pada pasien pnemonia adalah terapi kausal (penyebab) terhadap

kuman penyebab sebagai terapi utama, serta terapi suportif umum.  Terapi kausal

misalnya antibiotik secara empiris seperti ampislin-sulbaktam, amoksisilin/asam

klavulanat, sefalosporin generasi II pada pnemonia komunitas, sefalosporin generasi III

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 47

Page 48: bronkopneumonia(1)

atau antipseudomonas pada pnemonia nosokomial, antijamur golongan azol pada

pnemonia karena jamur, kotrimoksazol atau dapson pada pnemonia karena P.carinii,

serta makrolid, doksisiklin atau fluorokuinolon pada pnemonia atipik.

Adapun terapi suportif yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien, misalnya

pemberian terapi O2 (oksigen),  terapi inhalasi  pada dahak yang kental, fisioterapi dada

untuk pengeluaran dahak, pengaturan cairan, dan terapi lain yang dibutuhkan.

16. Apa saja komplikasi yang dapt terjadi?

Jawab :

Empiema

Otitis media akut

Meningitis

Perikarditis

Osteomielitis

17. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Jawab :

Quo at vitam : Dubia at bonam

Quo at fungsionam : Dubia at bonam

18. Apa KDU kasus ini?

Jawab :

3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

19. Apa Pandangan islam pada kasus ini?

Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 48

Page 49: bronkopneumonia(1)

”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan

penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk

dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman” (QS:Yunus 57).

2.3.4 Kerangka Konsep

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 49

ISPA atas (6 hari yang lalu)

Infeksi berlanjut ke saluran napas bawah

Pengobatan kurang tepat & imaturitas imun

mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar

BRONKOPNEUMONIA

Neli, usia 2 tahun terinfeksi mikroorganisme

Page 50: bronkopneumonia(1)

2.3.5 Hipotesis

Neli 2 tahun mengalami sesak nafas, pilek, dan batuk berdahak disertai muntah karena

mengalami bronkopneumonia.

2.3.6 Keterbatasan Ilmu

No. Pokok Bahasan What I

know

What I

don’t know

I have to

prove

How will

I learn

1. Anatomi, fisiologi,

histologi organ

yang terkait

Struktur

Anatomi,fisiologi

histologi dari

trakhea, bronkus

dan bronkhiolus

Kelainan

struktur dari

bronkus dan

bronkhiolusS

-Text

book

- Internet

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 50

Page 51: bronkopneumonia(1)

2. Sesak napas Mekanisme pernapasan normal dan mekanisme sesak

-Text

book

- Internet

3. Bronkopneumonia Gambaran

radiologis

-Text

book

- Internet

4. Streptococcus

Pneumonia

Ciri-ciri -Text

book

- Internet

Daftar Pustaka

Bertram G. Katzung. (ed).2010. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta:EGC

Guyton. 2012. Fisioogi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.

Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta: Penerbit Buku.

Kedokteran EGC.

Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 51

Page 52: bronkopneumonia(1)

Sudoyo, Aru W, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI.

Waspadji, Sarwono, et al. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. edisi I. Jakarta : FK UI.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XI 52