bronkopneumonia

62
Laporan Kasus BRONKOPNEUMONIA Oleh : Rahmad Budi Prasetyo NIM. I1A010077 Pembimbing : dr. Meriah Sembiring, Sp.A

description

laporan kasus serta pembahasan tentang kasus bronkopneumonia yang terjadi pada anak berusia 10 bulan di RSUD Ulin Banjarmasin

Transcript of bronkopneumonia

Page 1: bronkopneumonia

Laporan Kasus

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Rahmad Budi PrasetyoNIM. I1A010077

Pembimbing :

dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juli, 2014

Page 2: bronkopneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran

pernafasan yang serius dan banyak menimbulkan banyak permasalahan yaitu

sebagai penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang.1,2

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai dengan

keadaaan klinis dengan gejala demam, batuk, sesak nafas dan ditandai oleh

adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos dada.

Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus,

mikoplasma, jamur atau bahan kimia/ benda asing yang teraspirasi. Pada

nenonatus, Streptococcus grup B dan Listeria monocytogenes merupakan

penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia

pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu

Streptococcus pneumonia meupakan penyebab paling utama pada pneumonia

bakterial.

Secara anatomis pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,

pneumonia intersisial dan pneumonia lobularis (bronkopneumonia), di antaranya

jenis yang terbanyak diderita neonatus dan anak adalah bronkopneumonia.1

Bronkopneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang

serius serta sering ditemukan pada bayi. Di Amerika serikat tercatat 13% dari

angka kesakitan di dua tahun pertama kehidupan anak merupakan

bronkopneumonia, 4 dari 100 anak terserang bronkopneumonia pada tingkatan

umur anak prasekolah, 2 dari 100 anak pada tingkatan umur 5 – 9 tahun dan 1

1

Page 3: bronkopneumonia

kasus per 100 anak pada tingkatan umur 9 – 15 tahun, UNICEF mencatat 3 juta

anak meninggal dunia karena menderita bronkopneumonia.3 Diperkirakan bahwa

separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan.4

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus pneumonia pada seorang anak laki-

laki berumur 10 bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

2

Page 4: bronkopneumonia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru dimana asinus terisi dengan

cairan dan sel radang dengan atau tanpa diserta infiltrasi sel radang ke dalam

dinding alveoli dan rongga interstinum. Secara anatomis pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia

lobularis (bronkopneumonia).

II. Etiologi

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas

derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.

Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas

bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.2

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain misalnya bahan kimia

(hidrokarbon) atau benda asing yang teraspirasi.

Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan

distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus,

sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus, dan adenovirus. Secara umum bakteri yang

berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,

Haemophillus influenza, Staphyloccocus aureus, Streptococcus grup B, serta

kuman atipik Chlamidia dan mikoplasma.

3

Page 5: bronkopneumonia

Pada masa neonatus Streptococcus grup B dan Listeriae monocytogenes

merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak

pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Terapi

yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun

kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya

tanpa pemberian obat-obatan terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat

penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan

simptomatik, selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya

infeksi lanjutan dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini

harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/ bakterial di

kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan gejala

dahak dan ingus yang sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan

keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang

terlibat.6,7

III. Epidemiologi

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering

didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.

Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia

anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Sterptococcus

pneumonia dan Staphylococcus aureus, tetapi dinegara berkembang juga

berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data tahun

1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di bawah

5 tahun dan 80 persen terjadi di negara berkembang.4

4

Page 6: bronkopneumonia

Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar

antara 10-20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian

dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 %; Kabupaten Indramayu adalah

9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap

tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang

dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya

berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat

pada kelompok umur 0-6 bulan.4

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun

1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA,4 namun

kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti

yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.

IV. Patogenesis

Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada

di udara, aspirasi mikroorganisme dari nasofaring atau penyebaran dari fokus

infeksi yang jauh. Proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 5,6,10,11,12

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Bakteri yang memasuki paru-paru melalui saluran pernapasan masuk ke

bronkhioli dan alveoli, menimbulkan peradangan berat, menghasilkan cairan

edema yang kaya protein berupa eksudat jernih di dalam alveoli dan jaringan

interstitial, sehingga kapiler melebar dan kongesti. Di alveoli juga terdapat

beberapa neutrofil dan makrofag.

5

17

Page 7: bronkopneumonia

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Timbul akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler

paru. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,

warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, dalam alveolus di

dapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman,

sehingga kapiler alveoli menjadi lebar.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan fibrin serta

sedikit eritrosit. Kuman difagosit oleh leukosit, makrofag masuk ke dalam alveoli

dan menelan leukosit bersama dengan kuman di dalamnya. Permukaan pleura

suram karena diliputi oleh fibrin. Lobus masih tetap padat dan warna merah

menjadi pucat kelabu. Kapiler tidak lagi kongesti.

4. Stadium resolusi (7-11 hari)

Eksudat berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit

mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.

Secara patologi anatomi, distribusi bercak-bercak pada bronkopneumonia tidak

teratur.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan

tanda- tanda laboratoris.4

1. Tanda-tanda klinis

6

Page 8: bronkopneumonia

• Pada sistem respiratorik: takipneu, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding

thorak, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah atau hilang, grunting

expiratoir dan wheezing.

• Pada sistem cardial: takikardi, bradikardi, hipertensi, hipotensi dan cardiac

arrest.

• Pada sistem cerebral: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil

bendung, kejang dan coma.

• Pada hal umum: letih dan berkeringat banyak.

2. Tanda-tanda laboratoris

• hipoksemi,

• hiperkapnue dan

• asidosis (metabolik dan atau respiratorik).

3. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan

tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa

minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume

yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam

dan dingin.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan

riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, serta disertai pemeriksaan penunjang.

WHO mengajukan pedoman dan diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana:

3,5

7

Page 9: bronkopneumonia

1. Bronkopneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup

minum, harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup

minum, harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotik.

3. Bronkopneumonia ringan: bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :

- 60 kali/menit pada bayi < 2 bulan

- >50 kali/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun

- > 40 kali/menit pada anak 1-5 tahun

- >28 kali/menit pada anak usia 5-16 tahun

Tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral

4. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa ada gejala dan tanda seperti di

atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

Berdasarkan pedoman WHO di atas, maka bronkopneumonia pada kasus

ini dapat digolongkan dalam bronkopneumonia berat, yaitu ada retraksi, tanpa

sianosis dan masih sanggup minum, sehingga penderita harus dirawat dirumah

sakit dan diberi antibiotik.

VI. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang diambil pada kasus ini adalah bronkiolitis dan

tuberculosis paru (TB paru). Diagnosa banding bronkiolitis dapat disingkirkan

dengan melihat gejala bronkiolitis, yaitu batuk pilek untuk beberapa hari tanpa

disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril, dan didapatkan adanya wheezing,

sedangkan pada bronkopneumonia, gejala batuk pilek disertai dengan panas tinggi

8

Page 10: bronkopneumonia

turun naik, dan pada pemeriksaan fisik tidak terdapat wheezing. Hasil

pemeriksaan foto thoraks pada kasus ini mengarah pada tanda bronkopneumoia. 6

Pada anak, gejala umum atau tanda-tanda yang dicurigai adanya infeksi

TB antara lain berupa : berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik

dalam 1 bulan penanganan gizi, anoreksia (sulit makan), dengan gagal tumbuh

dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive), demam lama dan

berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam, pembesaran

kelenjar getah bening yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari, diare

menetap yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Adapun gambaran

radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar hilus, paratrakeal dan

mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusi pleura, kavitas, dan gambaran milier.6

TB paru disingkirkan dengan melihat gejala klinis pada anamnesa, temuan

pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis, dimana semuanya mengarah

pada diagnosis bronkopneumonia.

VII. Pemeriksaan Penunjang

Temuan-temuan laboratorium biasanya menunjukkan jumlah leukosit yang

meningkat (leukositosis) mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan jumlah sel

polimorfonuklear terbanyak (pergeseran ke kiri atau shift to the left). Angka sel

darah putih < 5000/mm3 sering disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar Hb

biasanya tetap normal atau sedikit menurun, dan laju endap darah biasanya

meningkat dan mungkin amat tinggi. 3,7,10

Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, gambaran bronkopneumonia

akan tampak putih pada foto roentgen, karena terdapat eksudat fibrinosa terutama

9

Page 11: bronkopneumonia

terdapat pada bronkiolus, dimana penyebaran daerah infeksi berupa bercak

konsolidasi merata, dengan diameter sekitar 3-4 cm, yang mengikutsertakan

alveoli secara tersebar. Pada daerah terjadinya konsolidasi dapat ditemukan

adanya bronchogram udara. 1,4,15

Juga harus dilakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia

dan asidosis respiratorik. Pulsasi oksimetri <95% menunjukkan adanya hipoksia.2

Pemeriksaan darah rutin pada kasus ini memperlihatkan jumlah leukosit masih

dalam batas normal, kadar Hb sedikit menurun, dan laju endap darah yang

meningkat. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, didapatkan gambaran

bronkopneumonia berupa infiltrat parahilar dekstra sinistra yang merupakan

petunjuk adanya penyebaran daerah infeksi berupa bercak konsolidasi merata

pada paru kanan dan kiri.

VIII.Komplikasi

Bakteri mempunyai kemampuan menghancurkan jaringan paru dan

membentuk abses, kemudian menyebabkan kerusakan paru yang permanen seperti

bronkiektasis, fibrosis, dan bronkostenosis. Selain itu, bakteri mempunyai

kecenderungan meluas ke perifer, ke rongga pleura, menimbulkan empiema,

fistula bronkopleura, dan piopneumotoraks, keadaan umum penderita menjadi

jelek dengan sesak napas dan nyeri pleura yang hebat. Komplikasi bakteriemia

dapat disertai meningitis, otitis media, sinusitis, abses otak, abses ginjal, abses

hati, endokarditis bakterialis yang umumnya berhubungan dengan prognosis yang

buruk. Selain itu, pada bronkopneumonia harus diwaspadai adanya kematian

karena gagal nafas dan septikemia.1,4,7

10

Page 12: bronkopneumonia

IX. Penatalaksanaan

Pada umumnya penatalaksanaan penderita dengan bronkopneumonia sama

dengan penatalaksanaan pada pasien pneumonia yaitu terdiri dari :

1. Medikamentosa

Sebaiknya pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi

berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu, maka dalam

praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Pemilihan antibiotik didasarkan pada

usia, gambaran klinis dan pola resistensi lokal bakteri patogen yang dominan.

Terapi simtomatik, untuk panas dapat diberikan antipiretik, dan untuk batuk dapat

diberikan antitusif.5,17,18

2. Terapi suportif atau perawatan khusus :5,9,

- Istirahat ditempat tidur (tirah baring)

- Posisi semi fowler bila sesak sekali

- Oksigen dengan kebutuhan cukup

- Isap lendir (suction). Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi

dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.

- Diet harus cukup kalori dan protein

3. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1. Jumlah cairan sesuai berat badan,

kenaikan suhu, dan status hidrasi.

4. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa

Penatalaksanaan pneumonia berdasarkan berat ringan penyakit :

1. Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan

11

Page 13: bronkopneumonia

Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg /kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3

hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk

pasien HIV diberikan selama 5 hari.19

Tindak lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa

kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk

atau tidak bisa minum atau menyusu.19

Ketika anak kembali

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu

makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.19

2. Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

a. Terapi Antibiotik

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),

yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi

respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di

rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali

sehari) untuk 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,

atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau

memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres

pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV

setiap 8 jam).19

12

Page 14: bronkopneumonia

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).

Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia

stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari)

dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15

mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan

kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan

mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.19

b. Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia pulse

oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak

dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan

periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan

pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah

saat ini tidak berguna Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter

nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk

menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak

direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.

Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.19

X. Prognosis

13

Page 15: bronkopneumonia

Prognosis ISPA sangat bervariasi tergantung dari etiologi yang

mendasarinya. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

ditekan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan terlambat dan malnutrisi

energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih

tinggi. Pada kasus yang disertai bakteremia, leukopenia, atau proses pneumonia

mengenai beberapa lobus, maka mortalitas naik menjadi sekitar 10%.2,7

XI. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:9

• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

• Immunisasi.

• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.

• Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

• Immunisasi.

14

Page 16: bronkopneumonia

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama penderita : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 10 bulan

2. Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn. H

Pendidikan : Lulus sederajat SMP

Pekerjaan : Buruh bangunan

Alamat : Tatak Pemangkih, banjarmasin

IBU : Nama : Ny. M

Pendidikan : Lulus sederajat Tsanawiyah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Tatak Pemangkih, Banjarmasin

II. ANAMNESIS

Kiriman Dari : Dokter umum

Diagnosa : Susp.sepsis dan dehidrasi

Aloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita

Tanggal/jam : 3 Juli 2014/ 03.30 WITA

15

Page 17: bronkopneumonia

1. Keluhan Utama : Sesak nafas

2. Riwayat penyakit sekarang :

Sejak + 12 jam sebelum masuk rumah sakit, anak mulai mengalami sesak

nafas yang disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan. Sesak nafas semakin

bertambah berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas atau cuaca. Saat sesak, dada

anak tertarik ke dalam dan hidung anak bergerak kembang kempis. Sejak sesak,

anak menjadi malas menyusu dan rewel dan sempat ada muntah 2 kali, muntahan

berupa susu yang diminum. Anak kemudian dibawa ke RSUD Ulin dan

dianjurkan untuk rawat inap. Sebelum sesak anak mengalami batuk berdahak + 5

hari dan pilek, anak juga mengalami panas + 2 hari yang timbul perlahan dan

terus menerus, tidak ada menggigil, dan tidak ada kejang. Anak telah mendapat

pengobatan paracetamol dan demam bisa turun. Tidak ada riwayat bepergian ke

luar kota. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) anak normal seperti

biasa. Anak tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya serta tidak ada

orang disekitar anak yang menderita batuk lama dan mengikuti pengobatan

selama 6 bulan.

3. Riwayat Penyakit dahulu

Anak pernah menderita diare, batuk dan pilek. Anak tidak pernah masuk

RS sebelumnya.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal :

Selama kehamilan ibu sebulan sekali memeriksakan kehamilan ke bidan.

Selama hamil ibu tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, ibu mengaku tidak

16

Page 18: bronkopneumonia

menderita kencing manis namun dikeluarga ada riwayat kencing manis, ada

pembengkakan di kaki. Ibu tidak menderita demam tinggi, tidak ada mengalami

keputihan gatal berbau, tidak ada mengkonsumsi jamu dan obat-obatan. Selama

kehamilan nafsu makan ibu cukup besar, mual-muntah tidak terlalu hebat.

Mendapatkan suplemen besi dan kalsium.

Riwayat Natal:

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Langsung menangis

Berat badan lahir : 3 kg

Panjang badan lahir : 47 cm

Lingkar kepala : Saat lahir bayi tidak diukur

Penolong : Bidan

Tempat : Rumah sendiri

Riwayat Neonatal : Gerak aktif, kulit kemerahan, menangis kuat.

Anak tidak pernah kejang, ataupun kulit yang

tampak kuning.

5. Riwayat Perkembangan

Tiarap : 5 bulan

Merangkak : 9 bulan

Duduk : 10 bulan

Berdiri : - bulan

Berjalan : - bulan

Saat ini : anak sudah bisa duduk sendiri dari posisi tidur.

17

Page 19: bronkopneumonia

6. Riwayat Imunisasi :

Nama Dasar(umur dalam bulan)

Ulangan(umur dalam bulan)

BCG 1 -

Polio 0 2 4 6 -

Hepatitis B 2 4 6 -

DPT 2 4 6 -

Campak - -

7. Makanan

0 – 3 bulan: ASI eksklusif

3 bulan-sekarang: ASI eksklusif sesuai dengan kemauan anak ditambah PASI

dengan susu formula.

8. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan:

18

An. A

Page 20: bronkopneumonia

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: sakit

Susunan keluarga :

No. Nama Umur L/P Keterangan

1. Tn M 30 th L Sehat

2. Ny M 33 th P Sehat

3. An.AL 10 bln L Sakit

9. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal bersama orang tua di rumah berukuran + 6 x 8 m2 dengan

satu kamar dan satu dapur, terbuat dari tembok. Kamar mandi/WC berada di

belakang rumah, terpisah dengan jarak + 5 meter. Mandi, mencuci dan memasak

menggunakan air PDAM. Penerangan dan ventilasi cukup. Tempat pembuangan

sampah + 5 m dari rumah. Rumah jauh dari jalan raya maupun pabrik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sesak dan gelisah

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4-5-6

2. Pengukuran

Tanda vital : Denyut Jantung : 128 x/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,7 °C

19

Page 21: bronkopneumonia

Respirasi : 60 x/menit

Saturasi O2 tanpa Oksigen: 77%

Saturasi O2 dengan Oksigen: 95% sungkup

CRT : 2 detik

Berat badan : 6600 g

Panjang/tinggi badan : 59 cm

Lingkar Lengan Atas (LLA) : 12 cm

Lingkar kepala : 38 cm

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangioma : Tidak ada

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Pucat : Ada (minimal)

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Datar, belum menutup

UUK : Datar, sudah menutup

- Rambut : Warna : Hitam

Tebal/tipis : Tipis

Distribusi : Merata

- Mata : Palpebra : Edema (-)

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Anemis

20

Page 22: bronkopneumonia

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 2 mm/ 2 mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

- Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada Lokasi : -

- Hidung : Bentuk : Simetris

Pernafasan cuping hidung : Ada

Epistaksis : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

- Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : Mukosa lembab, sianosis (+)

Gusi : Tidak mudah berdarah

Gigi-geligi : 2 gigi seri

- Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat/tidak

Tremor/tidak

Kotor/tidak

Warna : Merah muda

21

Page 23: bronkopneumonia

- Faring : Hiperemi : Tidak ada

Edem : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

- Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada

Abses/tidak : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

- Kaku kuduk : tidak ada

- Massa : tidak ada

- Tortikolis : tidak ada

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru

Inspeksi : - Bentuk : Simetris

- Retraksi : Ada, Lokasi : intracostal, subcostal

- Pernafasan : Abdominal

Palpasi : Fremitus fokal : Sulit dievaluasi

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronkovesikuler

Suara Tambahan : Ronki (+/+) basah halus,

22

Page 24: bronkopneumonia

Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Teraba Lokasi : ICS V LMK Sinistra

Thrill + / - : -

Perkusi : Batas kanan : Tidak dikerjakan

Batas kiri : Tidak dikerjakan

Batas atas : Tidak dikerjakan

Auskultasi : Frekuensi : 128 x/menit, Irama : Reguler

Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal

Bising : tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

6. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Cembung

Palpasi Hepar : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Massa : Tidak teraba

. Perkusi : Timpani/pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

23

Page 25: bronkopneumonia

7. Ekstremitas : - Umum : Akral hangat, tidak edema dan tidak ada

parese.

- Neurologi

8. Susunan Saraf : N I – XII sulit di evaluasi

9. Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

10. Anus : positif, tidak ada kelainan

IV. RESUME

Nama : An. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 10 bulan

Berat badan : 6600 gram

Keluhan Utama : Sesak nafas

24

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal normal Normal

Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi eutrofi Eutrofi

Klonus - -

Reflek fisiologis BPR

TPR

BPR

TPR

KPR

APR

KPR

APR

Reflek patologis Hoffman (-)

Tromner (-)

Hoffman (-)

Tromner (-)

Babinsky (-)

Chaddock (-)

Babinsky (-)

Chaddock (-)

Sensibilitas Normal Normal normal Normal

Tanda meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Page 26: bronkopneumonia

Uraian: Sejak + 12 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas disertai batuk

berdahak yang sulit dikeluarkan. Sesak nafas semakin bertambah berat dan tidak

dipengaruhi oleh aktivitas atau cuaca. Saat sesak, dada anak tertarik ke dalam dan

hidung anak bergerak kembang kempis. Sejak sesak, anak menjadi malas

menyusu dan rewel dan sempat ada muntah 2 kali, muntahan berupa susu yang

diminum. Anak kemudian dibawa ke RSUD Ulin dan dianjurkan untuk rawat

inap. Sebelum sesak anak mengalami batuk berdahak + 5 hari dan pilek, anak juga

mengalami panas + 2 hari telah mendapat pengobatan paracetamol dan demam

bisa turun, kejang (-). Riwayat bepergian ke luar kota (-), vomitus (-), BAB dan

BAK normal.

Pemeriksaaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sesak

Kesadaran : Komposmentis GCS : 4- 5 -6

Frekuensi Jantung : 128 kali/menit, reguler, kualitas kuat

angkat

Frekuensi Pernafasan : 60 kali/menit

Suhu : 36,7 °C

Kulit : kelembaban cukup, turgor cepat kembali,

Anemis pada telapak tangan.

Kepala : Mesosefali

Mata : Anemis (+/+), ikterik (-/-)

Hidung : Simetris, Sekret (+/+) cair warna

keputihan, PCH (+)

25

Page 27: bronkopneumonia

Telinga : Sekret (-) Serumen minimal

Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis (+)

Toraks/Paru : Simetris, brokovesikuler retraksi (+)

subcostal dan intracostal, Ronki basah halus (+/+) seluruh lapangan paru

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Abdomen : Cembung, Supel, H/L/M tidak teraba,

Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)

Susunan saraf : N I – N XII sulit dievaluasi

Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

Anus : ada, tidak ada kelainan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (4 Juli 2014 Pukul 00.10)

26

Page 28: bronkopneumonia

Analisa Gas Darah ( 4 Juli 2014 Pukul 18.05)

27

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Leukosit

Eritrosit

Hematokrit

Trombosit

RDW-CV

MCV

MCH

MCHC

Gran %

Limfosit %

MID %

Gran #

Limfosit #

MID #

Natrium

Kalium

Clorida

AGD

Suhu

SaO2

pH

pCO2

pO2

HCO3

BE

Na+

K+

Cl-

10.1

16 600

4.63

32.1

389

15.2

69.5

21.8

31.4

78.0

14.2

7.8

12.9

2.4

1.3

141.4

4.81

105.2

35.9

55,9%

7.368

65.0

35.8

26.6

-2.0

138.0

4.47

106.6

10.0 – 17.0

4000-10500

3,90-5,50

35 – 45

150 – 350

11.5 – 14.7

80.0 – 97.0

27 – 32

32.0 – 38.0

50.0-70.0

25.0-40.0

4.0-11.0

2.50-4.0

1.25-4.0

135-146

3.4-5.4

95-100

7.35-7.45

35.0-45.0

80.0-100.0

22.0-26.0

-3.0-3.0

135.0-148.0

3.50-4.50

98.0-107.0

g/dl

/ul

juta /u l

vol%

ribu /u l

%

fl

pg

%

%

%

%

Ribu/ul

Ribu/ul

Mmol/l

Mmol/l

Mmol/l

Celcius

mmHg

mmHg

mmol/l

mmol/l

mmol/l

mmol/l

mmol/l

Page 29: bronkopneumonia

Pemeriksaan Laboratorium ( 10 Juli 2014)

28

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

AGD

Suhu

SaO2

pH

pCO2

pO2

HCO3

BE

Na+

K+

Cl-

36.7

96,9%

7.4

40.0

95.6

22.0

-3.2

137.9

3.9

110.3

7.35-7.45

35.0-45.0

80.0-100.0

22.0-26.0

-3.0-3.0

135.0-148.0

3.50-4.50

98.0-107.0

Celcius

mmHg

mmHg

mmol/l

mmol/l

mmol/l

mmol/l

mmol/l

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Leukosit

Eritrosit

Hematokrit

Trombosit

RDW-CV

MCV

MCH

MCHC

Gran %

Limfosit %

MID %

Gran #

Limfosit #

MID #

Natrium

Kalium

Clorida

10.4

9600

4.21

33.4

256

13.8

82.4

23.6

35.2

65.4

21.4

8.2

6.3

3.1

1.6

139.5

3.64

101.6

10.0 – 17.0

4000-10500

3,90-5,50

35 – 45

150 – 350

11.5 – 14.7

80.0 – 97.0

27 – 32

32.0 – 38.0

50.0-70.0

25.0-40.0

4.0-11.0

2.50-4.0

1.25-4.0

135-146

3.4-5.4

95-100

g/dl

/ul

juta /u l

vol%

ribu /u l

%

fl

pg

%

%

%

%

Ribu/ul

Ribu/ul

Mmol/l

Mmol/l

Mmol/l

Page 30: bronkopneumonia

PEMERIKSAAN RADIOLOGISFoto thorax :

Kesimpulan: Bronkopneumonia

VI. DIAGNOSA

1. Diagnosa banding : 1. Bronkopneumonia

2. Bronkiolitis

3. Asma Bronchiale

2. Diagnosa Kerja : Bronkopneumonia

3. Status Gizi : Gizi baik

VII. PENATALAKSANAAN

- Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

o Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tetes/menit mikro drip

29

Page 31: bronkopneumonia

- Oksigenasi : O2 sungkup 6 liter per menit

- Obat-obatan:

- iv : Ampicilin 200 mg/6 jam

Kloramfenikol 150 mg/6 jam

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

- Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3 cc NaCl/6 jam

Program : Rawat PICU

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

I X. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

• Menjaga keadaan umum tetap baik.

• Immunisasi.

• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

• Mencegah anak berhubungan dengan penderita pneumonia.

X. FOLLOW UP

Hari Subject(S)

Object(O)

Assesment(A)

Planning(P)

HP I(4/7/14)

o Batuk berdahak (+)

o Sesak (+)o Muntah

(+) 1x

HR: 168 x/mRR : 60 x/mT : 36,4 oCCRT: 2SaO2: 95%PCH : (-)Rh basah

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

sungkup 6 liter per

30

Page 32: bronkopneumonia

halus (+/+)Retraksi subkostal (+/+)

menit Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3 cc NaCl/6 jam

HP II (5/7/14)

o Batuk berdahak (+)

o Sesak (+)o Muntah (-)

HR: 146 x/mRR : 43 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 97%PCH : (-)Retraksi subkostal (+/+) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip) l

Oksigenasi : O2

nasal kanul 2 liter per menit

Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

HP.III (6/7/14)

o Batuk berdahak (+)

o Sesak (<)o Muntah (-) o Demam (-)

HR: 118 x/mRR : 43 x/mT : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 96%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul 1,5 liter per menit

Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi

31

Page 33: bronkopneumonia

ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

HP IV (7/7/14)

o Batuk berdahak (<)

o Sesak (-)o Muntah (-) o Demam (-)

HR: 105 x/mRR : 42 x/mT : 36,6 oCCRT: 2SaO2: 97%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (-/-)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul 1,5 liter per menit

Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

HP V (8/7/14)

o Batuk berdahak (<)

o Sesak (-)o Muntah (+)

1xo Demam (-)

HR: 146 x/mRR : 43 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 96%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul 1 liter per menit

Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

HP VI (9/7/14)

o Batuk berdahak (<)

o Sesak (-)o Muntah (-) o Demam (-)

HR: 118 x/mRR : 43 x/mT : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 97%PCH : (-)Retraksi (-)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 36 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul 1 liter

32

Page 34: bronkopneumonia

Rh basah halus (</<)

per menit Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

HP VII (10/7/14)

o Batuk berdahak (<)

o Sesak (-)o Muntah (-) o Demam (-)

HR: 118 x/mRR : 43 x/mT : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 98%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul 1 liter per menit

Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

33

Page 35: bronkopneumonia

HP VIII 11/7/14)

o Batuk berdahak (<)

o Sesak (-)o Muntah (-) o Demam (-)

HR: 118 x/mRR : 43 x/mT : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 97%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)

Bronkopneumonia

Kebutuhan cairan : 100 cc/kgBB/hari

Infus: IVFD D5 ¼ NS 36 tpm (mikrodrip)

Oksigenasi : O2

nasal kanul (-) Obat-obatan: Inj. Ampicilin 200

mg/6 jam Inj. Kloramfenikol

150 mg/6 jam Inj.

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Nebulisasi ventolin 2,5 mg diencerkan dalam 3,5 cc NaCl/6 jam

34

Page 36: bronkopneumonia

BAB IV

PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang anak laki-laki umur 10 bulan dengan berat badan 6,6

kg. Anak dirawat di bangsal RSUD Ulin selama 8 hari dengan keluhan utama

sesak nafas yang terjadi sejak 12 jam sebelum dirawat.

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagian besar mengarah pada penyakit

pneumonia. Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan kriteria WHO dan

program pemberantasan ISPA dengan ditemukannya gejala sebagai berikut panas

tinggi, batuk, pilek dan sesak nafas. Pada ISPA gejala klinis pada sistem

pernafasan anak berlangsung kurang dari 14 hari.12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat sesak, demam dan nafas

agak cepat disertai dispneu, retraksi subcostal dan intercostal. Pada auskultasi

ditemukan ronki pada kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang berupa hasil

laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit dan CRP yang

merupakan pertanda infeksi ditambah pasien mengalami asidosis respiratorik dari

hasil analisa gas darah.

Dalam kasus ini diagnosa pneumonia sulit untuk ditegakkan hanya

berdasarkan laboratorium. Pada foto rontgen juga harus ditemukan gambaran

yang sesuai dengan pneumonia. Pada kasus ini pneumonia didiagnosis banding

dengan bronkhiolitis, asma bronkhial.

35

Page 37: bronkopneumonia

Pada dasarnya bronkiolitis didahului ISPA dengan batuk pilek, tanpa

demam atau hanya subfebris. Terdapat sesak dan nafas yang cepat dan dangkal.

Namun pada bronkhiolitis, auskultasi terdengar wheezing sedang suara perkusi

paru hipersonor disebabkan adanya obstruksi parsial atau total dari bronkiolus dan

bila dilakukan foto thoraks AP dan lateral terdapat gambaran hiperinflasi paru

diameter anteriorposterior membesar.13,14 Dari beberapa perbedaan gejala ini

diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan dan anak hanya mengalami ISPA saja.

Asma bronkhial menunjukkan gejala batuk dan atau wheezing ekspiratoar

yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari, musiman,

aktivitas fisik, alergi terhadap bahan tertentu serta adanya riwayat asma pada

keluarga. 13,14 Diagnosis asma dapat disingkirkan karena anak tersebut tidak

memiliki semua gejala klinis yang menggambarkan penyakit asma serta tidak

adanya riwayat keluarga.

Pada kasus ini diberikan terapi berupa:

1. Terapi Suportif

IVFD D5 ¼ NS yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi pasien, serta

sebagai jalur pemberian obat parenteral.

Oksigen diberikan untuk mencegah terjadinya hipoksia karena dipsnue dan

gagal nafas yang mungkin terjadi.

2. Terapi Kausatif

Injeksi ampicillin 4 x 200 mg diberikan selama 6 hari sebagai antibiotik untuk

mencegah penyebaran radang yang lebih luas, untuk kuman gram positif .

36

Page 38: bronkopneumonia

Injeksi kloramfenikol 150 mg/6 jam digunakan bersama dengan ampicilin

selama 6 hari sebagai antibiotik untuk infeksi kuman gram negatif karena

Pseudomonas, Proteus dan Staphilokokus yang resisten terhadap penisilin.16

Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Pemberian kortikosteroid pada pasien ini bertujuan sebagai anti inflamasi, pada

pasien ini di diagnosis banding dengan bronkhiolitis, sehingga diberikan

kortikosteroid saat awal tatalaksana. Pemberian kortikosteroid pada bayi usia 8

minggu-23 bulan dengan bronkhiolitis sedang-berat menunjukkan perbaikan

klinis pada 4 jam pertama pada pasien-pasien bronkhiolitis. Tetapi tidak ada

perbedaan skor klinis setelah 7 hari terapi.

Idealnya, sebelum dilakukan pemberian antibiotik terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Pada kasus ini, pemeriksaan mikrobiologis

tidak dapat dilakukan karena dapat memakan biaya besar dan waktu lama. Pada

penyakit yang disertai panas yang tinggi untuk penyelamatan nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotik walaupun kuman belum dapat diisolasi.17

Komplikasi untuk pneumonia yang terjadi pada kasus ini adalah asidosis

respiratorik dan gagal nafas. Gagal napas adalah ketidakmampuan sistem

pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara udara

bebas dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal, sehingga

menyebabkan kadar oksigen darah arteri dan/atau karbondioksida tidak dalam

rentang normal. Gagal napas didiagnosis bila: PO2 arteri (PaO2) < 60 mmHg, atau

PCO2 arteri (PaCO2) > 45 mmHg, kecuali jika peningkatan PCO2 merupakan

37

Page 39: bronkopneumonia

kompensasi dari alkalosis metabolik. Prognosisnya tetap dubia ad bonam, dimana

telah dilakukan penanganan segera sehingga keadaan anak membaik.

Anak dapat dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 8 hari dengan

alasan secara klinis membaik dimana sesak nafas dan demam tidak ditemukan

lagi, tanda vital stabil, keadaan umum baik serta batuk yang berkurang.

38

Page 40: bronkopneumonia

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus bronkopneumonia pada seorang anak laki-laki

berusia 10 bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien datang dengan

keluhan sesak nafas. Tanda klinis, fisik dan laboratorium mengarah pada

bronkopneumonia. Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Ulin

Banjarmasin sesuai dengan terapi yang diperlukan untuk penanganan

bronkopneumonia. Pasien dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 8 hari

dengan keadaan membaik.

39

Page 41: bronkopneumonia

DAFTAR PUSTAKA1. Pencegahan dan Pengendalian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang

cenderung menjadi epidemic dan pandemic di fasilitas pelayanan kesehatan (Pedoman Interim WHO). Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007.

2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2011.

3. Santosa, G. Gawat darurat di bidang pulmonologi. Simposium gawat darurat pada anak. Surabaya: FK UNAIR, 1987.

4. Anonim. Lokakarya dan rakernas pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1992.

5. Ranuh, IG. Pendekatan risiko tinggi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK UNAIR, 1990.

6. Anonim. Penuntun praktikum mikrobiologi kedokteran I. Banjarbaru: Laboratorium Mikrobiologi FK UNLAM, 2003.

7. Menegeti A. Upper Respiratory Infection. Medscape [serial online] 2014 Apr. di akses pada tanggal 20 Juli 2014. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/302460-overview.

8. Departemen Kesehatan RI. Pendekatan epidemiologi dan dasar-dasar surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1992

9. Evertsen J, Baumgardner DJ, Regnery A, Banerjee I. Diagnosis and management of pneumonia and bronchitis in outpatient primary care practices. Primary Care Respiratory Journal. UK. 2010.

10. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al. The management of community acquired pneumonia in Infants and children older than 3 months of age: Clinical practice guideline by the pediatrics infectious disease society and the infectious diseases society of America. Pediatric Community Pneumonia Guidelines. San Diego. 2011.

11. Jawetz. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Jakarta: EGC, 1986.

12. IDAI. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi I. Jakarta: PP IDAI, 2004.

13. Hasan R, Alatas H. Pneumonia. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 3. Jakarta: Bagian FKUI, 2007. Hal 1228-33.

40

Page 42: bronkopneumonia

14. Nelson, W. Pneumonia. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 volume 2. Jakarta: EGC, 2000. h. 883-9.

15. IDAI Cabang Yogyakarta. Seminar: Tuberkulosis anak, Tatalakana terkini. Yogyakarta: IDAI, 2004.

16. Tjay T, Rahardja K. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi 5. Jakarta: PT. Elex Media Komputerindo Kelompok Gramedia, 2002.

17. Istiantoro YH, Gan Vincent HS, Setiabudy R. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI, 1999.

18. Setiawati L, Asih RS, Makmuri MS.Continuing education ilmu kesehatan anak XXXV, kapita selekta ilmu kesehatan anak IV “Hot Topics In Pediatrics”. Surabaya: Divisi Respirologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair, 2005.

41