bronkiotaksis

download bronkiotaksis

of 31

description

yudi 02.10.2015

Transcript of bronkiotaksis

BAB IPENDAHULUANBronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus local ( ukuran diameter jalan nafas > 2 mm) yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastik, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Dinding bronkus melemah akibat peradangan kronik yang mengenai mukosa serta lapisan otot. Bahan-bahan purulen peradangan kronik yang mengenai mukosa serta lapisan otot. Bahan-bahan purulen terkumpul pada daerah yang melebar ini dan mengakibatkan infeksi yang menetap pada segmen atau lobus yang terserang. (1,2,3)A. DEFINISIBronkiektasis adalah penyakit paru yang ditandai oleh dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara paru-paru. (4)B. EPIDEMIOLOGIAngka kejadian yang sebernanya dari Bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di Negara-negara Barat, insiden Bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens Bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotik. Akan tetapi perlu diingat bahwa insiden ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital. (1)Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara-negara yang kurang berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotik terbatas. Sedangkan di negara-negara maju seperti AS, Bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Bronkiektasis umumnya terjadi pada pendetita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada Bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Prevalensi Bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. (1,3)Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai panyakit ini. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital. (1)

C. ANATOMI DAN FISIOLOGIGambar 1. Anatomi saluran napas (dikutip dari kepustakaan 5)Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus sinistra: Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.(3)Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus. .(3)Dari gambar I dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.(3)Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.(3)FisiologiStruktur dan fungsi saluran napas normal adalah (1,5)1. Sel epitel permukaanSel epitel permukaan pada saluran intrapulmoner pada dasarnya dibentuk oleh dua tipe sel, yaitu sel silia dan sel sekretori. Sel sekretori dibagi menjadi subtipe berdasarkan penampakan mikroskopik (misalnya Sel clara, goblet dan serous ). Selain musin, sel sekretori juga melepaskan beberapa molekul antikmikroba (sebagai contaoh defensin, lisosim, dan IgA), molekul immunomodulator (sekretoglobin dan sitokin) dan molekul pelindung (protein trefoil dan heregulin), semuanya ini tergabung dalam mukus. (1,5)

2. Kelenjar submukosaPada saluran napas besar (diameter lumen >2mm), kelenjar submukosa berkontribusi pada sekresi musin (gambar 2). Kelenjar dihubungan dengan lumen saluran napas oleh duktus silia superfisial yang mendorong sekresi keluar dan duktus kolektus nonsilia profundus. Kelenjar sumukosa berlokasi diantara otot polos dan kartilago. Sel mukous membentuk 60% volume kelenjar. Sel serous yang berlokasi didistal, membentuk 40% volume kelenjar, mensekresi proyeoglikan dan protein antimikroba. Pada keadaan patologi, volume kenjar submukosa dapat meningkat melebihi volume normal. (1,5)3. Lapisan mukosa (lapisan lendir)Lendir melapisi seluruh saluran napas, dimana kandungan terbanyaknya adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid. Kandungan normal mukus adalah 97% air dan 3 % solid (musin, protein nonmusin, garam, lemak dan sel debris). (1,5)

(Gambar 2. Mukus klirens pada saluran napas yang normal(dikutip dari kepustakaan 6).Mekanisme klirens saluran napasPertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan silia, yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru. Musin polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk melapisi lapisan mukosa. Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik, menghasilkan kecepatan 1mm/menit untuk membersihkan lapisan mukosa. Kecepatan mucociliary clearance meningkat dalam keadaan hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat oleh aktivitas purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin, serta bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan mukus dengan refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia tidak terlalu berat dibandingkan dengan yang disebabkan dehidrasi, yang menghalangi kedua mekanisme klirens saluran napas. Meskipun batuk berkontribusi dalam membersikan mukus pada penyakit dengan peningkatan produksi mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat menyulitkan gejala.5

D. ETIOLOGI Penyakit yang dihubungkan dengan terjadinya Bronkiektasis adalah : (6,7)1. Infeksi : organisme yang terlibat mencakup Klebsiella spesies, Staphylococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, Nontuberculosis mycobacterium, mycobacterium avium, intracellulare complex, measles, pertusis, influenza, respiratory syncyatial virus, herpes simplex virus, dan tipe-tipe tertenru dari adenovirus. 2. Obstruksi bronchial, bisa akibat tumor endobronkial, broncholithiasis, stenosis bronkus akibat infeksi, dan aspirasi benda asing. 3. Cystic Fibrosis 4. Primary ciliary dyskinesia 5. Allergic bronchopulmonary spergillosis 6. Keadaan imunodefisiensi. 7. Kelainan anatomi kongenital8. Bronkiektasis akibat akibat tertariknya dinding bronkus pada fibrosis paru E. KLASIFIKASIBerdasarkan kelainan anatomis Bronkiektasis, dibagi 3 variasi:(1,8,9,10)1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan Bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada Bronkiektasis yang menyertai bronhitis kronik. 2. Bronkiektasis Kantong (saccular) merupakan bentuk Bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang kadang berbentuk kista (cystic Bronkiektasis). 3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan kantung. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.

(Gambar 3. Bermacam-macam tipe Bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 3)Klasifikasi Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis membagi tingkat beratnya bronkiektasi menjadi ringan sedang dan berat.1

1. Bronkiektasi Ringan. Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.12. Bronkiektasi Sedang. Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bauk mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien umumnya tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terjadi jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.1 3. Bronkiektasi Berat.Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya peneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: 1) penambahan bronchovascular marking, 2) multiple cysts contai-ning fluid levels (honey comb appea-rance).1

Gambar 4. Perbedaan gambaran paru-paru normal dengan paru-paru pengidap Bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 11)F. PATOGENESIS Patogenesis Bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya. Apabila Bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada Bronkiektasis didapat patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan antara lain:1,31. Faktor obstruksi bronkus. 2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru. 3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, astmatic pulmonary eosinophilia, 4. faktor instrinsik dalam bronkus atau paru.

Gambar 5. Gambaran bronkus pada Bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 12)G. GAMBARAN KLINIS / MANIFESTASI KLINISGejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien Bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan peneumonia berulang. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.(1,3,9)1. Batuk. Batuk pada Bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis kronik (bronkitis-like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, terjadi memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ax ore). Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type Bronkiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 lapisan: 1) Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus, 2) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), 3) lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (cellular debris).(1,3) 2. HemoptisisHemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus Bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai dari yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis.(1,9) Pada dry Bronkiektasis (Bronkiektasis kering), hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena Bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan refleks batuk. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry Bronkiektasis ini.(1)3. Sesak Napas (Dispnea)Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan empisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing), akibat adanya obstruksi bronkus.(1,3)4. Demam BerulangBronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).(1,3) H. DIAGNOSIS1. Anamnesis(1,3)Pasien dengan bronkhiektasis biasanya mengalami batuk-batuk dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari serta setelah tiduran dan berbaring. Jadi hal yang perlu datanyakan adalah berapa lama mengalami batuk? Bercampur dengan dahak/darah? Faktor yang meperberat atau yang memperingan penyakit? Disertai sesak napas atau tidak? Dan lain sebagainya. 2. Pemeriksaan Fisik (1,3)a. Inspeksi.Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari pasien dengan bronkhiektasis. Batuk darah pada pasien dengan bronkhiektasis biasanya bersifat masif karena sering melibatkan pecahnya pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding bronkhus dan melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus batuk lama dapat menyebabkan batuk darah masif. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50% kasus. b. PalpasiPada palpasi, strem fremitus biasanya melemah. c. PerkusiPada perkusi, didapatkan suara sonor sampai hipersonor. d. Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan.3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium (1,3)1) Pemeriksaan darah tepi. Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi menahun.2) Pemeriksaan urine. Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun. b. Pemeriksaan Sputum Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumoniae, Hemofilus influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba proteus, dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.(1,3)c. SpirometriPada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau methacholine. (1,2)d. Pemeriksaan radiologis (1,12)1) Rontgen thoraksBronkiektasis adalah suatu keadaan dimana terjadi dilatasi dari cabang-cabang bronchus/ bronchioles, dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini: (13)a. Ring shadow Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches of grapes Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. Bila Bronkiektasis ini terdapat bersama-sama dengan bronchopneumonia maka akan tampak bercak-bercak infiltrate pada lapangan bawah lapangan paru-paru atau lapangan tengah paru-paru dengan gambarab honey-comb (sarang tawon) ; ini kita sebut infected Bronkiektasis. (8,13,14)

Gambar 6. Tampak multiple ring shadow yang banyak mengandung air fluid level di daerah lobus bawah pada pasien cystic Bronkiektasis (dikutip dari kepustakaan 8)b. Tramline shadow dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terdiri atas dua garis pararel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. gambaran seperti ini sebenaryna normal diemukan pada daerah parahilus. Tramlite shadow yang sebenarnya lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus (8,14)

Gambar 7. Bronkiektasis: tampak bayangan tramline yang berada dekat bayangan jantung (dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 8.Tampak dilatasi dari dinding bronkus pada kedua paru.terutama pada paru kanan. Pada lobus kanan bawah terdapat penebalan dinding (dikutip dari kepstakaan 9)

Gambar 9. Penebalan dinding bronkus yang membenuk pola tubular pada pasien bronkiekasis (dikutip dari kepustakaan 2)2) BronkografiMerupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras DIONOSIL ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya Bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk Bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.(1,3,14)

Gambar 10. Gambar Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan Bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah (dikutip dari kepustakaan 8)3) CT-Scan thoraxCT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis Bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.(8,14,15)CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55 mm. Sebagai konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau untuk mengkonfirmasi diagnosis Bronkiektasis.(8,14,15)

Gambar 11. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ringlike appearance. (dikutip dari kepustakaan 15)

I. DIAGNOSIS BANDING1. Emfisema bullosaMerupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran 1-2cm.. gambaran radiologik berupa suatu kantong radiolusen di perifer lapangan paru, terutama bagian apeks dan bagian basal paru dimana jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan keluhan sesask napas.(14)

Gambar 13. Emfisema bula terdapat bercakan pada kedua paru dari proses spesifik dengan bayangan bula di kedua paru atas (dikutip dari kepustakaan 14)2. CYSTIC FIBROSIS(16)Merupakan penyakit herediter yang biasanya dijumpai pada usia muda. Terjadi abnormalitas pada paru dimana kelenjar tertentu menghasilkan secret abnormal. Fibrosis kistik dapat menyebabkan pembesaran pada lobus atas dibanding pada lobus bawah. Perubahan CXR terjadi perubahan : a. Penebalan dari dinding bronchus; dilatasi dari bronchus b. Pengembangan paru yang berlebihan c. Terjadi kolaps pada paru secara lokalisir d. Penumpukan mucus di daerah yang mengalami dilatasi bronchus : finger-like opacities.

Gambar 14. Pengembangan paru serta perluasan densitas dan penebalan dinding bronchus.

J. KOMPLIKASIKor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien Bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus, akan terjadi arterio-venous shunt, terj,adi gangguan oksigenasi darah timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.1

K. PENATALAKSANAKAN (1,2)1. Pengelolaan UmumPengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien Bronkiektasis, meliputi:a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasienContohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah atau menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya.b. Memperbaiki drainase sekret bronkusMelakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak Bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).2. Pengelolaan khususa. KemoterapiKemoterapi pada Bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.(3)b. Drainase sekret dengan bronkoskopCara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2). Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru).c. Pengobatan simtomatikPengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin menganggu atau membahayakan pasien.1) Pengobatan obstruksi bronkusApabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.2) Pengobatan hipoksiaPada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit).3) Pengobatan hemoptisisApabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang.(3)Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan Bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.4) Pengobatan demamPada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.5) PembedahanPeran pembedahan untuk Bronkiektasis telah menurun tetapi tidak menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan tumor obstruktif atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun. Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan mortalitas perioperatif kurang dari 3 %. (1)Indikasi pembedahan berupa pasien Bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan pasien Bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien Bronkiektasis dengan PPOK, pasien Bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum kronik dekompensata.(3)L. PROGNOSISPrognosis pasien Bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.(1,14)

M. PENCEGAHAN Timbulnya Bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah kecuali pada bentuk kongenital. Beberapa usaha untuk mencegah Bronkiektasis antara lain : (1,14)1. Pengobatan dengan antibiotika dan terapi suportif lainnya secara tepat tehadap semua bentuk pneumonia2. Tindakan vaksinasi pertusis, influenza dan pneumonia pada anak.

DAFTAR PUSTAKA1. Rahmatullah P. 2009. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Kelima. Editor Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2. Emmons EE. Bronkiektasiss. www.medscape.com. Last update 2015 diakses pada tanggal 15-Juni - 20153. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) edisi 6 volume 2. Penerbit buku kedokteran : EGC. Jakarta. 2006. 736-7924. Gleadle,J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga. Jakarta. 2005. 5. Sherwood,L.2012.Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 6. Eitor Nella Yesdelita. Jakarta. EGC6. Gazali,rusdy.radiologi diagnostic.2008.pustaka cendikia press; Jakarta7. Cantin J, Bankier AA, Eisenberg RL. Bronkiektasis. American Journal of Roentgenelogy.2009.193 w158-w1718. Howlett D, Ayers B to Hand on guide to imaging. 2004. Backwell Publishing. Malde 9. Sutton,david. 2003. Disease of the airway, textbook of radiology and maging.volume 1.seven edition.London. British library and cataloging data.10. Planner, Andrew dkk.2007.Bronkiektasis, A-Z chest radiologi. Newyork. cambridge university press.11. Ostensen H. 2006. The WHO Manual of Diagnostic Imaging. Published By the WHO in Collaboration with the International society of Radiology12. Alfaraby,M. Artikel kedokteran.Bronkiektasis.www.artikel kedokteran.com 13. Adnan M, Asriyani S. Radiologi Sistem Respirasi. Bagian radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 14. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta : FK UI15. Brant,e William. 2007. Airway disease, fundamental of diagnostic radiology, 3rd Edition.lipinco Williams and wilkin. California16. Lisle D.A, 2001. Imaging for Student, Arnold A member of the Hodder Headline Group. London 2