Brand Development
Click here to load reader
-
Upload
fahmi-majid-al-maghfur -
Category
Documents
-
view
177 -
download
0
Transcript of Brand Development
Brand Development
Magister Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kedokteran Uiniversitas Brawijaya Malang
Pendahuluan
Saat ini, dengan arus informasi yang semakin deras secara otomatis menyebabkan kemajuan
teknologi informasi yang pesat pula. Adanya fenomena seperti ini memaksa seluruh
perusahaan baik di bidang produk maupun jasa untuk menggunakan teknologi tersebut dalam
memberikan pelayanannya. Kemajuan teknologi informasi ternyata bukannya menjadikan
masyarakat seperti robot, justru sebaliknya menjadikan manusia seutuhnya yang pekat dengan
emosi dan perasaannya. Masyarakat bukannya menjadi semakin rasional, tapi justru semakin
emosional. Masyarakat dengan peralatan canggih semacam ini akan membentuk sebuah pasar
baru. Sebuah pasar dimana “space” akan menjadi “a virtual place”. Sebuah pasar baru yang
memerlukan strategi baru dan taktik baru.
Melihat fenomena tersebut diatas, maka dibutuhkan sebuah upaya pemasaran baru di semua
bidang, utamanya di bidang kesehatan. Penelitian selama 10 tahun terakhir di bidang
pemasaran sebagian besar bertujuan meyakinkan manajemen di institusi pelayanan kesehatan
betapa pentingnya pemasaran di bidang pemasaran. Meskipun secara spesifik, pemasaran
telah digunakan oleh institusi pelayanan kesehatan sejak abad 17 dan 18 untuk masalah–
masalah kesehatan masyarakat. Perkembangan manajemen pemasaran semakin pesat sejak
metode–metodenya digunakan oleh perusahaan farmasi, perusahaan produsen alata
kesehatan, rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan sejak 40 tahun terakhir. Di tahun–
tahun terakhir ini, permasalahan pemasaran di bidang kesehatan , terutama rumah sakit,
semakin diperhatikan oleh jajaran pengelola institusi pelayanan kesehatan karena setiap rumah
sakit berusaha mendapatkan pelanggan sebanyak mungkin.
Pelanggan ini bisa didapat jika perusahaan kita mempunyai brand yang kokoh di mata
masyarakat.
Apa itu Brand?
Secara tradisional merek didefinisikan sebagai nama, terminologi, tanda, simbol atau desain
yang dibuat untuk menandai atau mengidentifikasi produk yang ditawarkan ke pelanggan.
Gampang-nya, merek adalah alat penanda bagi penjual atau produsen, bisa berupa nama,
logo, trademark, atau berbagai bentuk simbol lain. Jika sebuah perusahaan sudah
mendaftarkan mereknya, maka perusahaan tersebut mendapatkan hak eksklusif untuk
mengguna-kan merek tersebut sampai kapan pun dan melarang pihak lain menggunakannya.
Merek secara simpel juga dapat didefinisikan sebagai “value indicator”, yaitu indikator yang
menggambarkan seberapa kokoh dan solidnya value yang ditawarkan kepada pelanggan.
Karena merek menggambarkan seberapa value yang ditawarkan, maka ia menjadi alat kunci
bagi pelanggan dalam menetapkan pilihan pembelian. Karena itu keliru besar kalau
menganggap merek itu hanya sekedar sebuah nama.
Pernyataan pujangga besar Inggris, “apa arti sebuah nama?” marketing menjadi tidak berlaku.
Bagi seorang marketer, nama atau lebih tepatnya sebuah begitu sangat berarti. Merek adalah
“nyawa” sebuah produk dan layanan. Karena merek–lah yang menjadi penentu pembelian
pelanggan, maka ia menjadi “payung” dari keseluruhan strategi pemasaran yang dijalankan.
Strategi pemasaran apapun yang dijalankan merupakan bagian keseluruhan upaya
membangun merek. Karena itu dapat disimpulkan bahwa “ultimate acheivement” dari upaya
pemasaran adalah merek.
Apa value yang didapatkan jika sebuah perusahaan memiliki ekuitas merek yang kuat?
1. Premium price yang tinggi
Jika sebuah perusahaan memiliki ekuitas merek yang kuat, maka dengan sendirinya
perusahaan tersebut akan memiliki keistimewaan untuk mendapatkan harga diatas rata–
rata pesaing. Dengan dapat menetapkan harga diatas rata–rata, diharapkan margin
keuntungan yang akan didapatkan juga lebih tinggi.
2. Peluang perluasan merek
Merek yang kuat akan memberikan peluang bagi produsen untuk melakukan perluasan
merek dan dapat mengeksploitasi pasar lebih dalam.
3. Terbentuknya loyalitas pelanggan
Merek bisa menjadi basis terbentuknya loyalitas bahkan fanatisme pelanggan.
Contohnya Harley Davidson (HD). Pelanggan motor gede HD ini rela membuat tato
simbol HD di bagian tubuhnya.
4. Komponen keunggulan bersaing
Merek bisa menjadi komponen keunggulan bersaing yang sangat kuat, yang sulit ditiru
oleh pesaing.
Apa saja yang bisa di-branding-kan?
Retailer dan distributor
Tidak hanya merek terkenal yang bisa di-branding-kan, tetapi retailer juga bisa.
Contohnya melalui produk-produk private label seperti gula, garam atau minyak goreng
ber- merk Hero. Kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini retailer semakin memiliki
power yang tinggi, akibatny mereka berlomba membuat merek sendiri. Kini semain
banyak barang yang dulunya adalah komoditas yang di-branding-kan dengan memakai
merek peritel yang memeiliki ekuitas kuat seperti Hero, Matahari, Goro, Ramayana atau
Rimo.
Individu
Orang seperti Micahel Jackson, David Beckham, George W. Bush, Aa Gy, Inul
Daratista, Gus Dur, Amien Rais dan tentu saja Anda sendiri adalah merek yang harus
dijaga dan dikembangkan sehingga memberikan value ke stake holder – nya. Di balik
merek Michael Jackson misalnya, terdapat ratusan marketer yang mengelola brand
image, brand identity, pricing, komunikasi, positioning, dan sebagainya. Di lingkungan
Anda (di kantor atau di masyarakat), Anda sebagai pribadi juga harus membangun
ekuitas merek Anda.
Organisasi
Astra Internasional, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Palang Merah Indonesia (PMI),
Pemerintah Kota, semuanya adalah merek yang harus terus ditingkatkan ekuitasnya.
Event
Berbagai event olahraga seperti Piala Dunia, All England, NBA, PON atau Galatama
juga bisa di-branding-kan untuk meningkatkan value-nya ke stakeholder. Piala dunia
yang digelar setiap empat tahun, misalnya, memiliki ekuitas merek yang sangat kuat
sehingga selalu menarik miliaran penonton di seluruh dunia dan mendatangkan sponsor
miliaran dolar.
Karya seni
Karya seni juga bisa di-branding-kan. Karya-karya besar pelukis Van Gogh atau Affandi,
karya pemusik Mozart atau Miles Davis, atau juga karya sastrawan besar seperti
Shakespeare atau Rendra adalah sebuah merek yang nilainya bisa jutaan dolar.
Menariknya, karya-karya Van Gogh dari tahun ke tahun ekuitas mereknya semakin naik,
sehingga harganya pun semakin meroket.
Tempat
Tempat seperti daerah kabupaten, daerah kotamadya, kawasan berikat, atau bahkan
negara juga bisa di-branding-kan. Singapura adalah salah satu negara kota yang getol
mem-branding-kan diri. Dengan slogannya “The New Asia”, tiap tahun Singapura
mengadakan berbagai bentuk program pemasaran untuk meningkatkan ekuitas
mereknya. Di tengah terpuruknya image Indonesia akibat krisis, Yogyakarta mencoba
melakukan branding dengan slogan, “Jogja, never ending Asia”
Jadi kesimpulannya, semua hal bisa di-branding-kan.
Konsep Segitiga PDB
Konsep Segitiga Positioning – Differensiasi – Brand (PDB) digagas dan dikembangkan oleh
Hermawan Kartajaya sekitar sepuluh tahun lalu dari hasil kajian literatur dan pengalamannya
membantu berbagai perusahaan baik nasional maupun global. Konsep inilah yang menjadi
intisari dari konsep – konsep lain yang mendasarkan semua analisisnya dalam memberikan
solusi bagi klien – kliennya.
Konsep PDB itu merupakan inti dari sembilan elemen pemasaran. Kesembilan elemen itu dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: strategi, taktik dan value. Meski memainkan peran
khusus masing–masing, ketiganya adalah satu kesatuan. Tapi jika dari tiap bagian tersebut
dicopot segitiganya, kemudian diambil satu bagian inti saja, maka kita akan menemukan unsur
PDB.
Bagaimana membangun Brand (Brand Development)?
Menurut Hermawan, Core strategy sebuah perusahaan mencakup tiga elemen dasar. Pertama,
adalah bagaimana memposisikan produk, merek dan perusahaan kita di benak pelanggan.
Kedua, bagaimana kita bisa menopang positioning yang tepat ini dengan diferensiasi yang
kokoh. Dan ketiga, kalau kita sudah mampu memposisikan diri secara tepat dan mem–back up–
nya dengan diferensiasi yang kokoh, maka agenda selanjutnya adalah bagaimana kita
membangun ekuitas merek secara berkelanjutan.
Pemasaran pada dasarnya mempunyai sembilan elemen yaitu: segmentasi, targeting,
positioning, diferensiasi, marketing mix (product, price, place, promotion), selling, brand,
service, proses. Hermawan sering menyebutnya dengan Nine Core Elements of Marketing.
Sebuah produk, merek ataupun perusahaan akan memliki keunggulan bersaing yang bagus
kalau ia mampu membangun kesembilan elemen pemasaran tersebut secara baik. Secara
keseluruhan kesembilan elemen ini akan merupakan “grand design” produk, merek dan
perusahan Anda.
Pertama, produk atau perusahaan tersebut harus mampu melihat pasarnya secara kreatif dan
membagi –bagi pasar tersebut ke dalam segemen–segmen berdasarkan kondisi psikografis –
behaviour tertentu. Dari sini kemudian kita akan dapat memilih satu atau beberapa segemen
tersebut yang akan dijadikan sebagai target pasar. Tentu saja apa yang diberikan haruslah
dikemas secara customized sesuai dengan needs, wants dan expectations dari segmen yang
telah dijadikan target pasar tersebut.
Bagaimana cara memilih segmen yang akan dijadikan target pasar? Anda dapat membidik satu,
dua atau beberapa segmen di dalam pasar itu, tergantung pada ukuran pasar (market size).
Pertumbuhan (market growth), keunggulan kompetitif (competitive advantage) serta situasi
kompetisi (competitive situation) – nya.
Tentu saja, Anda harus membidik pasar yang ukurannya cukup besar, atau jika memang pasar
itu kecil maka harus yakin bahwa di masa datang segmen asar yang kecil itu memiliki
pertumbuhan yang cukup bagus. Artinya pasar itu sedang dalam fase emergence atau growth
dalam daur hidup produknya. Disamping itu, segmen yang Anda ambil haruslah memiliki tingkat
persaingan yang masih belum tinggi, artinya pesaing yang Anda hadapi tidak begitu banyak
atau daya saingnya masih lemah. Dan yang terakhir yang tak kalah penting adalah bahwa Anda
sendiri memiliki kemampuan untuk melayani segmen tersebut.
Setelah memilih segmen pasar yang dijadikan target, maka pekerjaan selanjutnya adalah Anda
harus memposisikan produk, merek dan perusahaan di dalam benak pelanggan target pasar
tersebut. Kenapa di benak pelanggan? Karena kata Al Ries dan Jack Trout, persaingan dalam
memperebutkan pelanggan tidak dilakukan di pasar tapi di benak si pelanggan tersebut.
Positioning sangatlah penting karena merupakan “reason for being” bagi produk dan
perusahaan Anda. Itulah sebabnya mengapa positioning disebut sebagai “being strategy”.
Positioning adalah janji yang diberikan produk, merek dan perusahaan kepada benak
pelanggan. Jika Toyota Kijang mengatakan dirinya adalah “mobil keluarga Indonesia”, maka
sesungguhnya ia sedang berikrar janji kepada pelanggannya bahwa Kijang haruslah betul-betul
menjadi dambaan keluarga Indonesia – yang memuat banyak orang.
Untuk memenuhi janji yang tercantum dalam rumusan positioning ini haruslah dibangun sebuah
diferensiasi yang kokoh. Dengan kata lain, diferensiasi adalah alat untuk memenuhi janji
kepada pelanggan. Secara tradisional, diferensiasi didefinisikan sebagai upaya kita untuk
membedakan diri dengan pesaing. Bagaimana perbedaan ini diciptakan? Perbedaan ini
diciptakan melalui tiga aspek, yaitu dari sisi kontennya atau apa yang kita tawarkan (what to
offer), dari sisi konteksnya atau bagaiman cara kita menawarkannya (how to offer) dan dari sisi
infrastrukturnya yaitu faktor pemungkinnya (enabler) baik teknologi, SDM nya, maupun fasilitas
yang dipunyai.
Selanjutnya agar diferensiasi yang dibangun kokoh, maka Anda harus mem–back up
diferensiasi tersebut dengan konsep marketing mix yang kokoh. Disini Anda harus menyusun
pricing–nya, bagaimana cara mempromosikannya dan bagaimana membangun saluran
distribusinya atau dalam istilah Jerome McCarthy, 4P: product, price, place, promotion. 4P
adalah sebagian dari keseluruhan konsep pemasaran stratejik, walaupun harus diakui 4P ini
adalah sebuah tool alat yang sangat ampuh, dalam artian bahwa sebuah merek bisa kokoh
hanya dengan konsep 4P ini.
Marketing mix berarti mengintegrasikan tawaran (offer) perusahaan yang terdiri dari produk
(product) dan harga (price) dengan akses (acces) yang mencakup tempat (place) dan
komunikasi (promotion) untuk menciptakan suatu kekuatan pemasaran di pasar. Kemampuan
dalam mengintegrasikan offer dan acces ini akan menentukan merek.
Setelah marketing mix, maka selanjutnya kita juga harus menyusun strategi sellingnya. Selling
tidak hanya semata sekedar merujuk kepada personal selling ataupun semata-mata aktivitas
menjual produk kepada pelanggan. Yang dimaksudkan dengan selling tak lain adalah taktik
menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Ini berarti bahwa dalam menjual
harus berorientasi jangka panjang melalui penciptaan relationship yang harmonis, jadi bukan
semata-mata hubungan yang sifatnya transaksional jangka pendek.
Ada tingkatan selling: feature selling, benefit selling dan solution selling. Ketika produk di pasar
mulai membanjiri pelanggan, perusahaan harus menjual solusi kepada pelanggan, bukan
sekedar feature atau benefit. Ada sebuah konsep yang relevan dengan hal ini yang disebut
dengan “customer bonding” yang menekankan pentingnya prinsip ini. Konsep ini yang
menyatakan bahwa pelanggan menempuh lima tahapan loyalitas, mulai dari sekedar pelanggan
tersebut memiliki awareness, ia menggunakan merek Anda sebagai simbol identity, ia memiliki
relationship jangka panjang, ia membentuk community sampai akhirnya advocacy atau
pelanggan tersebut menjadi pembela mati-matian produk Anda.
Ketika kita menentukan positioning dan diferensiasi, serta mendukungnya dengan marketing
mix dan strategi selling yang solid, sebenarnya kita sedang mengembangkan merek (brand).
Merek dikembangkan tidak hanya melalui iklam yang tak terhitung jumlahnya di media massa,
atau dengan penetapan konfigurasi product, price, place dan promotion yang solid. Yang lebih
penting lagi, merek dikembangkan melalui kreativitas dalam merumuskan konsep segmentasi
dan targeting, pilihan positioning yang tepat, pengembangan diferensiasi yang solid, yang
didukung oleh marketing mix dan strategi selling yang sesuai, serta pengembangan service dan
proses yang sesuai.
Merek tidak sekedar sebuah nama. Bukan juga sekedar sebuah logo atau simbol. Merek adalah
“payung” yang merepresentasikan sebuah produk atau layanan. Merek merupakan cerminan
value yang diberikan kepada pelanggan. itulah sebabnya merek disebut juga sebagai “value
indicator” sebuah perusahaan dan produk.
Merek merupakan ekuitas perusahaan yang menambah value bagi produk dan jasa yang
ditawarkan. Merek merupaka aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan
memperkuat kepuasan dan pengakuan atas kualitas. Dengan merek, perusahaan mampu
membebaskan dirinya sendiri dari kurva supply – demand. Ketika sebuah perusahaan berhasil
melakukannya, harga yang terbentuk tidak lagi tergantung pada titik keseimbangan harga.
Akibatnya, perusahaan mampu menjadi “price maker”, bukan sekedar “price taker”. Mereklah
yang memungkinkan perusahaan menghindari jebakan komoditasi.
Selanjutnya Anda juga harus membangung konsep service untuk produk, merek dan
perusahaan Anda. Bagi perusahaan, service tidak hanya sekedar menyangkut layanan purna
jual, layanan pra jual atau bahkan layanan selama jual. Service bukan sekedar layanan telepon
pelanggan bebas pulsa, layanan pemeliharaan atau layanan pelanggan 24 jam. Service adalah
“value enhancer” produk dan perusahaan Anda. Ia merupakan paradigma perusahaan untuk
menciptakan value yang terus menerus bagi pelanggan melalui produk dan jasa. Apakah bisnis
perusahaan itu adalah restoran, makanan, atau jualan mobil, semuanya haruslah merupakan
bisnis service – “every business has to be a service business”.
Dan akhirnya, komponen terakhir dari sembilan elemen pemasaran adalah proses. Proses
menunjuk kepada proses penciptaan customer value. Ia menunjuk kepada bagaiman proses
bisnis di dalam organisasi dijalankan dengan kualitas yang tinggi, dengan harga serendah
mungkin, dan dengan waktu penyampaian secepat mungkin. Atau dengan kata lain proses
anda cukup bagus jika tiga hal di atas yaitu quality, cost, delivery juga baik, proses merupakan
“value enabler” sebuah perusahaan. Proses mengatur perusahaan agar menjadi “the captain of
the supply – chain”. Ia seharusnya mengelola supply – chain process, dari bahan mentah
sampai produk jadi. Dengan cara yang akan memperkuat aktvitas penciptaan value dan
mengurangi atau mengeliminasi aktivitas – aktivitas yang mendestruksi value.
Daftar Pustaka
Bagozzi and Dholakia, 2006. Antecedents and purchase consequences of customer
participation in small group brand communities, International of Research in Marketing,
Elsevier
Hermawan K., 2005. Positioning, Diferensiasi dan Brand, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Kotler P., 2000. Marketing Management: The Millenium Edition, Prentice – Hall Inc.,
New Jersey
Sweney R., 1989. Cases and Select Readings in Health Care Marketing, The Haworth
Press Inc., London