BPR

27
DISUSUN OLEH : CLARA SINTYA AMELISA (8335132369) FAKHRI RADITYA (8335132455) RIZCHA WINDY UTAMI (8335132404) YAZENA PUTRI RADLIYA (8335132382) BANK PERKREDITAN RAKYAT

description

blk

Transcript of BPR

Page 1: BPR

DISUSUN OLEH : CLARA SINTYA AMELISA (8335132369)

FAKHRI RADITYA (8335132455)RIZCHA WINDY UTAMI (8335132404)

YAZENA PUTRI RADLIYA (8335132382)

BANK PERKREDITAN RAKYAT

Page 2: BPR

Sejarah Singkat BPR abad ke-19 dibentuklah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani,

serta Bank Dagang Desa dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk ,melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD) awal 1970an kemudian didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.

tahun 1988 pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 yaitu (PAKTO 1988) melalui adanya Keputusan Presiden RI No.38 yang telah menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut telah memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Tahun 1992 , Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR telah diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.

Page 3: BPR

Pengertian

BPR(Bank Perkreditan Rakyat) adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

UU No. 10 Tahun 1998 bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Page 4: BPR

- FungsiBPR memiliki fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat.

-Tujuanmenunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Maka, sesuai fungsi dan tujuannya, sasaran BPR dalam menjalankan usahanya adalah melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan yang sampai saat ini belum dapat terjangkau oleh bank umum.

Page 5: BPR

Kegiatan Usaha BPR

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa depositoberjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Memberikan kredit seperti kredit investasi, kredit kerja modal, kredit konsumtif.

Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),seperti deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.

 

Page 6: BPR

Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan BPR

Menerima jenis simpanan berupa giro dan ikut serta dalam melakukan lalu lintas pembayaran.

Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pelaku pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia)

Melakukan penyertaan modal. Melakukan usaha perasuransian. Melakukan usaha lain di luar kegiatan

usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Page 7: BPR

Alokasi Kredit BPR Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjm atau seke lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Page 8: BPR

Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Page 9: BPR

Kepemilikan BPR BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga

negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia

BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Merger dan konsolidasi antaraBPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Menteri Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah

Page 10: BPR

Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR

• Pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat.

• Membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.

• Penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Page 11: BPR

CONTOHKASUS

Page 12: BPR

Kasus BPR Tripanca di Lampung

Bank Indonesia (BI) akhirnya mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana terhitung sejak 24 Maret 2009. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur BI Nomor 11/15/KEP.GBI/2009. Selanjutnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS dan peraturan pelaksanaannya.

Page 13: BPR

Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (24/3), Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani menjelaskan, untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Tripanca, LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang layak dibayar dan tidak layak dibayar. Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha, kata Firdaus.

  Sementara itu, dalam rangka likuidasi BPR Tripanca, LPS akan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam RUPS nanti, LPS akan mengambil empat tindakan. Pertama, membubarkan badan hukum bank. Kedua, membentuk tim likuidasi. Ketiga, menetapkan status bank sebagai Bank Dalam Keadaan Likuidasi. Keempat, menonaktifkan seluruh direksi dan komisaris.

Dengan dibentuknya tim likuidasi BPR Tripanca, maka penyelesaian hal-hal yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank serta pemberesan aset dan kewajiban bank, akan dilakukan oleh tim likuidasi BPR Tripanca. Pengawasan atas pelaksanaan likuidasi BPR Tripanca tersebut akaN dilakukan oleh LPS.

Page 14: BPR

Firdaus menghimbau agar nasabah bank serta masyarakat lainnya tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakuan hal-hal yang mengganggu proses pelaksanaan penjaminan dan likuidasi BPR Tripanca.

Hingga berita ini hukumonline belum mendapat konfirmasi dari BI. Direktur Hukum BI Ahmad Fuad, tidak mengangkat telepon genggamnya ketika beberapa kali dihubungi.

  Kasus BPR Tripanca berawal raibnya uang nasabah yang dibawa kabur pemiliknya, yakni Sugiarto Wiharjo alias Alay. Dalam menjalankan bisnisnya, Alay mematok bunga deposito sebesar 18 persen. Jumlah itu tentu sangat menarik, dibanding bunga bank biasa. Ketika memasuki 2008, Alay dihadapi dengan krisisi ekonomi global. Imbas dari krisis yang ikut menyeret perbankan nasional tersebut, rupanya berpengaruh juga terhadap bisnis.

  Pada mulanya, dalam beberapa tahun belakangan ini, namanya begitu harum, seiring dengan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca: membangun gedung baru dan megah dimana-mana, melancarkan program-program baru yang alih-alih demi memberikan kepuasan lebih terhadap konsumen, lebih dari Bank lain. Sampai-sampai predikat ‘Bank Perkreditan Rakyat Terbaik Ketiga di Seluruh Indonesia‘ pun dinobatkan kepadanya.

Page 15: BPR

Akibatnya, tidak satu nasabah pun curiga ketika BPR Tripanca menawarkan ‘deposito di bawah tangan’ dengan bunga 18% per tahun, berupa cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia. Masyarakat Lampung dari segala golongan pun berbondong-bondong menaruh uangnya di sana; dari para pengusaha kaya yang menanamkan puluhan miliyar rupiah di sana, sampai para pedagang kecil yang walaupun sudah menanamkan seluruh hartanya di sana jumlahnya tetap hanya beberapa juta rupiah saja. Di tengah krisis usaha yang tidak menentu, bunga deposito sebesar 18% sangatlah mendapat sambutan.

Tidak seorangpun curiga, BPR Tripanca yang begitu kuat akan tertimpa masalah. Begitu juga ketika para supplier PT Cideng Makmur Pratama, anak perusahaan dari Tripanca Grup yang bergerak di bidang hasil bumi, dibayar dengan cek BPR Tripanca yang ditandatangani sendiri oleh pemilik bank, tidak terbesit kecurigaan sedikit pun ketika cek itu terus diundur.

Page 16: BPR

Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia, termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung, tak disangka pemilik Tripanca Grup: Sugiarto Wiharjo alias Alay menghilang dari Lampung, beserta Istri, ketiga anak perempuannya, dan 2 orang calon menantunya, dengan alih-alih berobat ke luar Negeri. Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu, Alay sekeluarga tidak kunjung pulang, padahal masalah yang butuh pertanggungjawaban mereka ini terus meluas. Menurut berita yang beredar, mereka bukan menghilang dengan tangan kosong, tapi dengan membawa uang sejumlah Rp. 4.000.000.000.000,- (empat triliun rupiah) atau setara dengan USD 400.000.000,- Uang yang tidak akan habis terpakai dalam tujuh turunan, atau bahkan 70 turunan, yang tentu saja bukan miliknya, tapi milik lebih dari separuh masyarakat Lampung.

Ketika kasus ini diperiksa, banyak ditemukan kenyataan lain. Salah satu di antaranya adalah bahwa jaminan kredit yang Tripanca Grup jaminkan ke Deutche Bank Singapura adalah jaminan kredit yang juga telah ia jaminkan ke Bank Mega. Singkat kata, telah terjadi penipuan. Sial bagi Direktur Tripanca Grup, karena perjanjian kredit ini ditandatangani olehnya, bukan oleh Alay sendiri yang di Tripanca Grup berstatus Komisaris. Bila masalah tak kunjung beres, sang Direktur tentunya harus bersiap-siap masuk bui.

Page 17: BPR

Dari kenyataan yang sudah diceritakan di atas, dapat terlihat betapa rapinya rencana yang disusun Alay: pembangunan bangunan Bank yang megah dan bonafide, program-program baru yang dilancarkan demi kepuasan pelanggan, semua demi memupuk kepercayaan nasabah; penandatanganan perjanjian dengan pihak luar yang tidak diatasnamakan namanya sendiri tetapi nama orang lain, semua hanya untuk lari dari tanggung jawab Alay di BPR. Tak disangka, pemilik Tripanca Grup ini tiba-tiba menghilang dari Lampung. Alay kabur ditemani istri, ketiga anak perempuannya, dan dua orang calon menantu, dengan alasan berobat ke luar negeri. Lama ditunggu, Alay dan keluarga tidak kunjung pulang. Padahal, pertanggungjawaban mereka sangat ditunggu oleh para nasabah.

Terakhir, Bareskrim Mabes Polri mengkalim kerugian negara akibat kasus itu ditaksir sekitar Rp 107 miliar. Disamping itu, kasus ini juga melibatkan pejabat setempat, yakni Bupati Lampung Timur, Satano. Sang Bupati diduga telah melakukan pelanggaran ganda karena memerintahkan Bendahara Umum untuk menyimpan kas daerah di BPR Tripanca. Bukan hanya itu, walau mengetahui Tripanca sudah tidak sehat, Bupati tetap menyetor kas daerah ke bank yang

berlokasi di Ketapang, Lampung, tersebut.

Page 18: BPR

Perkembangan kasus ini pun sekarang masih diselediki Mabes Polri. Pada akhir Februari lalu, Mabes Polri yang melakukan supervisi terhadap penyelidikan yang dilakukan Poda Lampung, sudah menyiapkan surat permohonan kepada Presiden untuk memeriksa Bupati. Kadiv Humas Mabes Polri Abu Bakar Nataprawira yang dihubungi hukumonline lewat telepon genggamnya mengaku belum mengetahui perkembangan penyelidikian dari kasus BPR Tipanca ini.

BI pun mengaku kecolongan atas terjadinya kasus ini. Ketika itu Ahmad Fuad mengatakan, sepanjang BPR tersebut beroperasi seuai dengan aturan, misal bunga yang diterapkan sesuai dengan bunga penjaminan, maka uang nasabah akan dibayar oleh LPS. Akan tetapi kalau bunganya tidak wajar, maka itu resiko dari deposannya. Jadi, sepanjang BPR itu memenuhi aturan, maka LPS akan memberikan jaminan, katanya.

Page 19: BPR

PENGARUH KREDIBILITAS BI TERHADAP KASUS TRIPANCA

Kredit PerbankanPara kreditur tripanca yang memberikan kredit Rp

2,45 Triliun merasa tergiur untuk memberikan kredit karena mendapatkan imbalan bunga yang cukup tinggi. Kreditur tersebut adalah supplier, bank umum, dan pemda Lampung Timur.

Atas latar belakang yang dijelaskan tersebut timbul pertanyaan dalam benak kita : kenapa Bank Indonesia yang diopinikan menjadi “polisi” perbankan memberikan wewenang bagi pengesahan kredit-kredit tersebut.

Kejadian-kejadian yang terjadi pada PT. BPR Tripanca Setiadana berlawanan dengan tentuan-ketentuan Bank Indonesia. Masyarakat pun menanyakan kredibilitas bank Indonesia yang sesungguhnya sebagai pembuat kebijakan dan penentu operasional perbankan di Indonesia.

Page 20: BPR

Publikasi BI terhadap BPR TripancaLaporan keuangan PT. BPR (Bank Perkreditan

Rakyat) Tripanca Setiadana per Juni 2008 menunjukkan Aktiva Rp 905.510.439.000 terdiri dari Hutang Rp 813.170.882.000 dan Modal Rp 92.339.557.000 (sumber Bank Indonesia laporan Juni 2008).

Hal yang ingin disampaikan walaupun laporan keuangan BPR Tripanca bulan Oktober telah dikeluarkan tetapi hal itu saling berkaitan. Dan dalam menilai kejadian dimasa yang akan datang laporan keuangan enam bulan sebelumnya dapat dianalisa mengenai hal apa yang akan terjadi selanjutnya.

Page 21: BPR

Dalam analisis penulis mengungkapkan ketidaksehatan laporan keuangan PT. BPR Tripanca dapat dijabarkan dari hal-hal berikut ini :

Pertama : Tripanca memberikan kredit sebesar Rp Rp 766.431.795.000 dari jumlah tersebut 95 % diberikan kepada pihak yang tidak terkait, tetapi kenyataan dilapangan 100% kredit tersebut diberikan pada grup usahanya/terkait. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/3/PBI/2005 tentang BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum) isinya menyatakan bahwa bank hanya dapat memberikan pinjaman maximal 20% kegroup usaha/terkait dari modal bank, tetapi dalam kenyataanya sebagian besar pinjaman dilakukan pada group usaha/terkait.

Pertentangan Peraturan BI No.8/20/PBI/2006 tanggal 5 oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat juga dilakukan oleh Tripanca. Dalam hal ini Bank Indonesia semestinya memberikan disclousure (pengungkapan) pada laporan tersebut.

Page 22: BPR

Kedua : Aktiva Tripanca yang telah mencapai Rp 905.510.439.000 tidak dilengkapi laporan audit oleh Akuntan Publik, menurut peraturan Bank Indonesia No. 8/20/PBI/2006 tentang audit bagi BPR dengan total asset 10 Milyar atau lebih wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Hal ini berguna sebagai pemberian opini bagi kewajaran laporan keuangan, apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar atau tidak, maupun terjadi pengungkapan pengecualian. Dalam hal ini Bank Indonesia semestinya menegakkan dan memberikan sanksi pada Tripanca yang telah mempublikasikan laporan keuangannya tanpa laporan audit dari akuntan publik.

Ketiga : Dalam tahun 2008 saat situasi krisis ekonomi terjadi arus kredit yang masuk ke Tripanca semakin gencar yaitu bank Mega, Duetche, BEI. Kas Pemerintah daerah Lampung Timur yang dialihkan ke Tripanca tercatat tanggal 22 april, 5 september, dan 13 oktober ditahun 2008 mencapai Rp 65 M. Hal ini memberikan pandangan bahwa Bank Indonesia tidak melakukan intervensi tentang keadaan situasi yang sesungguhnya.

Page 23: BPR

Mesti diperhatikan bahwa arus masuknya kredit terjadi ditahun yang sama. Bagaimana semestinya Bank Indonesia menyikapi hal ini?

Keempat : Tripanca memiliki ratio liquiditas NPL 2.7% , KPMM 11.47 %, Loan to Deposit Ratio 92.06% dan ROA 4.03% yang dianalisa cukup baik dan terlihat “indah”.Tetapi kenyataan dilapangan Tripanca mengalami krisis liquiditas.

Terhadap media masa BI tetap berkomentar bahwa CAR (Rasio Kecukupan Modal) masih sehat. Dalam hal ini Bank Indonesia mestinya memberikan “warning” pada para nasabah dan kreditur karena Bank Indonesialah yang memiliki wewenang terhadap hal tersebut agar tidak terjadi hal yang terjadi seperti sekarang ini. Hal ini menandakan Bank Indonesia tidak dapat melakukan kerja dengan baik dalam hal Tripanca

Kebijaksanaan Bank Indonesia melarang PT BPR Tripanca Setiadana menghimpun dan menyalurkan dana, terhitung sejak Kamis (27-11), pelaporan status DPK Bank Tripanca ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) (baca : Lampungpost 28-11) dapat dirasakan “terlambat” disaat kasus tersebut telah terjadi, mestinya kebijaksanaan ini dapat diambil sebelum kejadian ini karena yang pertama dirugikan adalah ekonomi masyarakat Lampung.

.

Page 24: BPR

SolusiDari kasus pertama ini dapat dilihat bahwa bank harus lebih

cermat melihat calon peminjam agar tidak terjebak pada kredit macet. Jika perpuatan uang lebih cepat maka akan menyebabkan cepat pula pertumbuhan perekonomian, sesuia dengan fungsi dan tujuannya yaitu menyalurkan dan menghimpun dana dari masyarakat sedangkan tujuan BPR adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Maka sudah selayaknya kasus kredit macet di tangani dengan segera agar tidak banyak BPR yang harus gulung tikar.

Lalu pada kasus tripanca Pelajaran yang diambil dari kesalahan-kesalahan tersebut diatas hendaknya diperbaiki dan kedepan Bank Indonesia sebagai induk perbankan dapat lebih aktif untuk bertindak sesuai prosedur. Permasalahan yang timbul dari Tripanca hendaknya dicari jalan keluar yang bijaksana dengan mementingkan perekonomian Lampung diatas kepentingan suatu pihak. Bank Indonesia seharusnya mengayomi, memediasisasi, memperbaiki bank-bank yang berada dibawahnya sebagai satu-satunya lembaga penentu kebijakan dan pengesahan operasi perbankan di Indonesia. Untuk para nasabah diharapkan tidak tergiur untung besar karena bunga deposito yang ditawarkan tidak wajar.

Page 25: BPR

KESIMPULAN Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia di arahkan untuk

mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalan membantu pertumbuhan ekonomi terutama diwilayah pedesaan.dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakterristik oprasional BPR namun tetap menerpkan prinsip kehai-hatian bank agar tercipta system perbankan yang sehat.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. Maka di kasus pertama bank harus cermat dalam menangani calon peminjam. Jangan sampai mengancam keberlangsungan BPR tersebut.

Dengan penyajian-penyajian yang telah disampaikan mengenai analisis laporan keuangan PT. BPR Tripanca Setiadana dapat disimpulkan bahwa “kesehatan” perusahaan yang dipublikasikan Bank Indonesia adalah tidak benar, kemudian BI tidak memberikan warning terhadap keadaan ekonomi yang dapat mengarah pada kejadian seperti sekarang ini.

Page 26: BPR

SARAN Bank Indonesia seharusnya tidak boleh sampai

kecolongan seperti yang terjadi pada kasus tripanca. Sehingga tidak menyebabkan kerugian yang harus di tanggung berbagai pihak. Bagi nasabahpun harus berhati hati terhadap BPR yang menawarkan bunga deposito yang tidak wajar. Sebagai nasabah kita patut curuga dan cermat dalam memilih deposito atau varian yang ditawarkan oleh bank agar tidak harus menelan kerugian karena kesalahan penyimpanan uang.

Selain itu untukm kasus kredit macet BPR harus benar-benar memperhitungkan kesanggupan debitur untuk mebayar hutanggnya sehingga tidak sampai mengganggu regulasi BPR dan menyebabkan BPR gulung tikar karena kredit macet.

Page 27: BPR

TERIMAKASIH