BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu...

54

Transcript of BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu...

Page 1: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan
Page 2: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan
Page 3: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

3BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

LANSEKAP:POTENSI HUTAN DAN EKONOMI MASYARAKAT LOKSADO ......................... 4KEMITRAAN PARA PIHAK DI DELTA MAHAKAM: SEBUAH PROSES MENUJU PERUBAHAN ............................7

SALAM REDAKSI ........................ 2

PROFIL:YAKINKAN MASYARAKAT BERTANI MENETAP, KALPATARU DIA DAPAT .....14

FOKUS:KEMITRAAN KEHUTANAN: SOLUSI JITU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN ........... 17PETA SOSIAL MASYARAKAT TUMBANG NUSA KAITANNYA DENGAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN ....22

FOKUS:KEMITRAAN KEHUTANAN SEBAGAI SOLUSI PERAMBAHAN HUTAN DI KHDTK RANTAU ............................... 31INSTRUMEN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN KPHL MODEL HSS KALIMANTAN SELATAN .............. 34

ARTIKEL:KONSEP “RUMAH PELLET” UNTUK MENDUKUNG PENYIAPAN LAHAN TANPA BAKAR ......................................39

DEMPLOT SUPER INTENSIVE AGROFORESTRY DI KHDTK RANTAU .. 47

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL: BELAJAR DARI SEBANGAU ..................50LINTAS PERISTIWA ...............................53

3BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

DAFTAR ISI

Page 4: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

4 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/20164444444444444 BEBEBEBEEEEEEEBEEEEEEEEEEEEEEEEEBEEEKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAAKAKAKAKAKAKAAAKAAAKKAAKKAKK NTNTNTNNTNTNTNTNTNTNTNNNNTNTNNNTTNNTNNTTNTNTNTNTNNTNTNNTNNNNNTNNTTANANAANANANANANANANNANAAANAAAAA VVVVVVVVVoolololololololol. . . 4/4/4/4/4/44/4/4/4/4/4/4/4/4/4/4//4///4/4//4/4///////4444/NoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNooNoNNooNoNoooNoNNoNoNoNoNoNoooooNN .......... 2/2/2/2/2/2/2/22/2/2/2/2/2/2///2///2/2///2/22//2/2///22/2/2/2/2/2/2//////22////2//22///2///////2//2002020202020200202020202200202202020202022020202022022220220222222222222222222220022220161616161661616111611111111111116166

POTENSI HUTAN DAN EKONOMIMASYARAKAT LOKSADOOleh : Arif SusiantoBalai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

Bagi anda yang tinggal di Kalimantan Selatan, pasti tidak asing mendengar kata Loksado. Loksado adalah kawasan hutan raya yang

terletak di Kecamatan Loksado, di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Hutan Loksado memiliki luas 245 ha, terletak di pegunungan Meratus dan merupakan salah satu daerah wisata alam dan atraksi budaya masyarakat Dayak Bukit.

Loksado merupakan salah satu magnet pariwisata di Kalimantan Selatan. Keindahan Loksado menjadikannya sebagai primadona wisata alam (petualangan) paling laris dijual ke wisatawan mancanegara. Dalam masa jaya pariwisata Kalimantan Selatan, ada tiga biro perjalanan di Banjarmasin yang getol memasarkan Loksado. Puluhan turis hampir setiap minggu mengunjungi alam Loksado. Krisis ekonomi dan faktor keamanan di tanah air yang terjadi pada tahun 1999 ikut berimbas terhadap pariwisata Loksado dimana terjadi penurunan jumlah wisatawan khususnya wisatawan mancanegara.

LANSEKAP

4 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 5: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

5BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 555555555555BEBEBEEBEBBEBEBEEBEBEBBEKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKKKAKAKAKANTNTNTNTNTNTNTNTNNTNTNTTNTTANANANANANANANANANANANANANNANANA VVVVVVVVVVVVVVVolololololololoooooo . . . 4/4/4/4//NoNoNoNoNoNoNo.. .. . 2/2/2////////2//22220202020202020222020202 166161616161616166166 5BEKANTAN Vol. 4/No. 1/2016

Potensi Flora dan Fauna LoksadoHutan Loksado memiliki keanekaragaman fl ora,

bahkan terkenal dengan endemisitas fl oranya dimana terdapat 12 jenis tanaman endemik yang hanya ada di Kalimantan. Jenis-jenis tersebut adalah kayu Manis (Cinnamomum burmanii), Lahung (Durio dulcis), Damar merah (Shorea beccariana, S. parvistipulata), Pitun (Shorea myrionerva), Damar (Shorea obscura, S. rugosa), Tengkawang (Shorea stenoptera), Resak (Vatica enderti), Binturung (Artocarpus lanceifolius), 2 dari keluarga palmae dan Rhododendron alborugosum. Jenis terakhir ini sangat diminati oleh pihak Botanical Garden Edinburgh Inggris. Di kawasan ini juga terdapat hutan Agathis (Aghatis sp) yang kondisinya relatif masih baik di Kalimantan Selatan.

Selain jenis-jenis fl ora endemik tersebut, di hutan Loksado kita juga bisa menemukan jenis pepohonan dan anggrek. Jenis-jenis tanaman berkayu yang bisa ditemukan di hutan Loksado adalah Kariwaya (Ficus indica), Damar Batu (Vatica bancana), Barui Laki (Hibiscus sp.), Loa (Ficus variegeta), Kemiri (Aleurites moluccana), Damar Putih (Hopea ferrugenia), Kayu Tahun (Shorea sandakanensis), Surian (Toona sureni), Natu (Palaquium xanthochymum), Ulin (Eusideroxylon zwagery), Kujajing (Ficus sp.), dll. Jenis-jenis anggrek di di Hutan Loksado antara lain anggrek Lukut Batu (Cattleya sp.), A. Paikat (Eria regida), A. Tunjuk (Dendobium sp.), A. Bawang (Onsidium sp.), dll.

Hutan Loksado juga kaya dengan berbagai jenis fauna seperti jenis-jenis mamalia, burung dan reptilia. Jenis-jenis mamalia yang di Hutan Loksado antara lain : Bekantan (Nasalis larvantus), Owa-owa (Hylobantes muelleri), Hirangan (Presbytis cristata), Bangkui (Presbytis rubicunda), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Landak (Hystrix brachyura), Kijang (Muntiacus muntjak), Tringgiling (Manis javanica), Pelanduk (Tragulus javanicus), dll. Jenis-jenis burung antara lain : Pecuk Ular (Anhina melanogaster), Rangkong (Bhuceros rhinoceros), Raja Udang (Halycon chloris), Kasumba (Harpactres kasumba), Sikatan (Rhipidura javanica), dll. Sedangkan untuk jenis-jenis reptilia antara lain : ular Sanca (Phyton reticulatus), ular Kobra (Naja sp.), Biawak (Varanus salvator), Bidawang (Cuora amboinensis), dll.

Selain terkenal karena kekayaan flora dan faunanya, Loksado juga kaya akan tempat wisata. Disini, kita bisa menemukan air terjun bertingkat, pemandian air panas, aneka rumah adat dan kondisi alam yang sangat sejuk sehingga cocok untuk wisata keluarga. Pernak-pernik kekayaan budayanya menjadi sumber inspirasi bagi peneliti budaya dan tumbuh-tumbuhan. Ada 43 Balai (rumah adat) yang tersebar di 9 (Sembilan) desa di kecamatan Loksado. Rumah adat yang paling besar adalah Balai Malaris, Balai Haratai, dan Balai Padang.

5BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 6: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

6 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201666666 BEBEBBEEEKAKAKAANTNTTNTTAAANANANANANANANNN VVVVoollloo . 4/4/4////NoNNNoNoNo. 222/2//2/20202020161616

Kondisi alam di loksado yang demikian membawa perilaku masyarakat dalam pemanfaatan hutannya. Dengan bentang alam yang sangat beragam dan potensi sumber daya alam yang melimpah, maka masyarakat di sekitar hutan Loksado dapat memanfaatkan kawasan hutan Loksado dengan berbagai macam jenis pemanfaatan seperti pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata.

Potensi & Nilai Ekonomis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Loksado

Loksado dan 3 (tiga) kecamatan lainnya yang berada di sekitar kawasan hutan Loksado secara garis besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, kehutanan (HHBK) dan perkebunan terutama tanaman karet dan tanaman semusim seperti padi, tomat, lombok, dll. Kemiri, kayu manis, rotan, dan bambu serta damar merupakan HHBK yang dibudidayakan oleh masyarakat secara swadaya murni di sekitar kawasan Hutan Loksado. Tanaman Kemiri tersebar di Kec. Loksado (1781 ha), Kec. Padang Batung (43 ha) dengan produksi 842 ton/tahun. Tanaman kayu manis tersebar di Kec. Loksado dan padang batung dengan luas 2.552 ha dengan produksi 1435 ton/tahun. Karena potensi yang dimiliknya, kayu manis dan bambu menjadi HHBK unggulan Kab. Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

PenutupKekayaan fl ora dan fauna serta bentang alam

yang indah di menjadikan Loksado sebagai lokasi

potensial untuk dikembangkan sebagai tempat wisata. Hal ini juga akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Loksado. Dukungan dari pemerintah daerah diperlukan dengan memaksimalkan keikutsertaan masyarakat sebagai pelaku dalam memanfaatkan sekaligus menjaga hutan Loksado agar tetap lestari.

6 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 7: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

7BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Kemitraan Para Pihak (KPP) lingkungan hidup dan kehutanan merupakan sebuah istilah khusus untuk inisiatif-inisiatif yang

membawa kombinasi dari masyarakat, pelaku-pelaku dari pihak pemerintahan, pengusaha dan komunitas tertentu yang bekerja pada ambisi dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan. KPP ini melibatkan para pemangku kepentingan yang memiliki peran, kepentingan dan pengaruh terhadap kawasan hutan tertentu dalam proses dialog, membangun kepercayaan, belajar bersama, pengambilan keputusan bersama dan tindakan kolaboratif.

KPP ini merupakan sebuah cara untuk mendorong perubahan sosial, ekonomi, politik , teknologi, lingkungan hidup dan kehutanan yang terfokus kepada perubahan transformatif.Hal-hal tersebut dimaksudkan agar terjadi perubahan yang inovatif,

KEMITRAAN PARA PIHAK DI DELTA MAHAKAM: SEBUAH PROSES MENUJU PERUBAHAN

melintasi batas-batas, membuka jebakan masalah dan konfl ik serta memungkinkan masyarakat, komunitas tertentu, organisasi dan lembaga yang ada berperilaku dengan cara-cara baru dan lebih efektif.

Mengapa kita membutuhkan kemitraan para pihak?

Dalam permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan, alasan untuk melakukan kolaborasi parapemangku kepentingan adalah sederhana. Saat ini, permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan dihadapkan dengan serangkaian masalah yang sangat sulit, antara lain : pemanfaatan sumber daya alam dan hutan yang berlebihan; perubahan iklim; kemiskinan masyarakat sekitar hutan yang berkelanjutan; tuntutan tenurial masyarakat terhadap penggunaan dan penguasaan lahan hutan yang semakin meningkat. Sementara di lain pihak, cara-

Acer
Text Box
Oleh : Dr. Tien Wahyuni Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa e-mail:[email protected]
Page 8: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

8 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

cara yang selama ini dilakukan untuk membuat keputusan, maupun mekanisme pengelolaan kawasan hutandari tingkat tapak ke tingkat global gagal untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Pada tingkat yang paling mendasar, alasan untuk sebuah KPP adalah adanya satu kelompok pelaku yang menyadari bahwa mereka tidak dapat mencapai tujuan dan ambisi mereka sendiri tanpa bekerjasama dengan orang atau pihak lain.Pemerintah pun terkadang juga menyadari bahwa untuk membuat dan melaksanakan kebijakan yang efektif harus mencari nasihat dan bekerja dalam kemitraan dengan pelaku-pelaku lain, sehinggauntuk melakukan hal tersebut harus ada keterlibatan dalam cara-cara baru dengan penerima manfaat atau jasa, pembuat kebijakan dan aktivis lingkungan dan sosial.

Banyak pihak la in yang belajar bahwa mereka dapat mencapai tujuan terbaik dengan menciptakan, atau terlibat dalam proses di mana mereka secara konstruktif membantu usaha atau bisnis dan pemerintah melakukan perubahan.

Siapa yang terlibat dalam KPP?Siapa yang disebut pemangku

kepentingan dan pihak luar d i da lam KPP? Pemangku kepentingan adalah seseorang atau lembaga yang dapat mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh keputusan tentang sebuah permasalahan yang menyangkut pemangku kepentingan tersebut. D a l a m m e n g g a m b a r k a n permasalahan atau isu diperlukan kehati-hatian. Luas atau sempitnya isu dan permasalahan akan mempengaruhi daf tar para pemangku kepentingan yang terlibat. Terkadang pemangku kepentingan yang berpengaruh

dan memiliki peran besar menjadi terlewatkan.

KPP biasanya dimulai dengan satu atau beberapa penggagas ( i n i s i a to r ) yang be rusaha m e n i n g k a t k a n ke s a d a r a n tentang masalah tersebut dan mengumpulkan momentum di antara kelompok pemangku kepentingan yang lebih luas. Merekalah yang nantinya disebut sebagai l ingkaran per tama dari pemangku kepentingan. Mereka juga yang seringkali memiliki paling banyak minat untuk mendorong agenda KPP. Ketika sebuah KPP akan terjadi, pemangku kepentingan ini biasanya direpresentasikan dalam kelompok sekretariat atau steering. Ini tidak berarti bahwa para pemangku kepentingan lain menjadi kurang penting.

Delta Mahakam (DM)D e l t a M a h a k a m ( D M )

merupakan salah satu delta terbesar di dunia dengan kawasan yang pinggiran luarnya berbentuk hampir setengah lingkaran seperti kipas(fan-shaped lobate). Kawasan ini terletak di bagian muara Sungai Mahakam di kawasan pantai timur Provinsi Kalimantan Timur dengan luas daratan sekitar 108.251,31 ha yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan besar dengan jumlah sebanyak 92 pulau. Luas pulau yang paling besar 10.968,26 ha dan yang paling kecil 0,21 ha. DM merupakan suatu kawasan delta yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentuk akibat adanya endapan d i muara Sungai Mahakam dengan Selat Makassar dan dengan bentangan daratannya yang khas dan sungai-sungai kecil yang terdistribusikan s e c a r a b e r t i n g k a t . Po te n s i sumberdaya alam DM yang tinggi menjadikan kawasan ini sebagai urat nadi kehidupan masyarakat di sekitarnya (Gbr. 1. Peta Delta Mahakam).

Kegiatan yang mendominasi pemanfaatkan kawasan Delta Mahakam adalah budidaya tambak (55,69%) dan industri migas (0,11%). Sumberdaya alam di DM merupakan sumberdaya yang bersifat “open access” yang berarti dikelola oleh siapa saja tanpa adanya tekanan atau aturan dari pihak manapun. Tingginya aktivitas manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam di bagian hulu, tengah dan muara sungai, baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui membuat kawasan ini sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Perubahan fi sik yang terjadi pada kawasan Delta Mahakam telah mengancam keseimbangan ekosistem wilayah hutan mangrove dan kelangsungan sosial ekonomi usaha budidaya tambak udang. Sering terjadinya persoalan sosial yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya konfl ik dan friksi yang berkaitan dengan benturan berbagai kepentingan antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan kawasan delta. Konversi hutan mangrove secara besar-besaran menjadi areal tambak juga telah memicu konfl ik pemanfaatan sumberdaya dan lahan antara berbagai pihak atau pemangku kepentingan yang memanfaatkan kawasan tersebut, seperti antara petani nelayan budidaya tambak dengan nelayan tangkap tradisional atau antara petani nelayan budidaya tambak dengan industri minyak dan gas bumi. Konflik pemanfaatan lahan antara budidaya tambak dengan industri minyak dan gas bumi semakin meningkat sejalan dengan semakin meluasnya konversi mangrove hingga ke daerah yang dimanfaatkan oleh industri minyak dan gas bumi.

Page 9: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

9BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Gambar 1. Peta Delta Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Prov. Kalimantan Timur

KPH Delta MahakamKawasan hutan mangrove

di wi layah Delta Mahakam merupakan wilayah yang saat ini dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta M a h a k a m ( D M ) . M e l a l u i Keputusan Menteri Kehutanan N o m o r S K . 6 7 4 / M e n h u t-II/2011, sebanyak 40 (empat puluh) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produks i (KPHP) d i Provinsi Kalimantan Timur telah ditetapkan wilayah kerjanya dan salah satunya adalah KPHP Delta Mahakam yang juga merupakan satu dari 8 unit KPH yang aktif di Kalimantan Timur (KLHK, 2014). Pada tahun 2013, kelembagaan KPHP Delta Mahakam ditetapkan melalui Peraturan Bupati Kutai Kartanegara No. 25 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara yang akan bertanggung jawab

Posisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang merupakan ujung tombak pengelolaan hutan pada level tapak memungkinkan untuk membangun kerjasama yang intensif dengan berbagai pihak dan masyarakat setempat. Keberadaan KPH sebagai wakil pemerintah di tingkat tapak diharapkan dapat meminimalkan ketidaksepadanan informasi, baik sumber daya dan perilaku masyarakat, melalui kedekatan geografis, sosial dan budaya sehingga upaya membangun kerjasama, kemitraan dan upaya pendampingan masyarakat dapat dimaksimalkan.

Dari hasil identifikasi para pemangku kepentingan dalam kawasan KPHP DM dapa t dikelompokkan menjadi kelompok pemerintah pusat dan daerah, kelompok swasta, kelompok akademisi, kelompok masyarakat lokal dan kelompok lainnya/LSM.

terhadap kawasan hutan produksi Delta Mahakam seluas ± 110.153 ha.

Keberadaan KPH diharapkan d a p a t m e n j a d i e r a b a r u pengelolaan hutan di tingkat tapak yang selama ini lebih banyak diserahkan kepada pihak swasta melalui ijin-ijin pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. Tanpa mengurangi porsi swasta dan pihak ketiga lainnya yang telah diberikan Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan dan Kawasan. Keberadaan KPH juga diharapkan mampu mengisi kekosongan pengelola hutan di tingkat tapak, khususnya pada areal yang belum dibebani per i j inan apapun sehingga diharapkan ke depan tidak ada lagi hutan yang berstatus “open access”. Dengan minimnya “open access forest” maka potensi kerusakan akibat kegiatan-kegiatan ilegal diharapkan akan semakin menurun bahkan fungsi dan manfaatnya dapat segera ditingkatkan.

Page 10: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

10 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Tabel 1. Pemangku kepentingan dalam tata kelola KPHP Delta Mahakam

Kelompok (Groups) Instansi (Institutions)

Pemerintah pusat (Central government)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan instansi-instansi sebagai berikut:1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan

(BPKH) Wilayah IV Samarinda; 2. Balai Konservasi Sumber Daya Alam

(BKSDA) Kaltim; 3. UPTD Planologi Kehutanan Dinas

Kehutanan Kaltim4. Balai Pengelolaan Hutan Produksi

Wilayah XI Samarinda5. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa pengelola HPP Barat Muara KaeliKementerian Pekerjaan Umum (PU); Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Pekerjaan Umum (PU); Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dengan instansi-instansi sebagai berikut:Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)

Pemerintah daerah (Local government)

1. KPHP Delta Mahakam; 2. Pemerintah Kecamatan Muara

Jawa, Anggana dan Muara Badak; Pemerintah Kabupaten Kutai;

3. Dinas Kelautan dan Perikanan, Kab. Kutai Kartanegara;

4. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Kabupaten Kutai Kertanegara;

5. Dinas Kehutanan Kab. Kutai Kartanegara;

6. Dinas Pertambangan Tingkat Provinsi dan Kabupaten

7. Pusat Informasi Mangrove (PIM) oleh Badan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Timur;

8. Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kab. Kukar

Swasta (Private sector)

PT. Syam Surya Mandiri (PT.SSM) PT. TOTAL E&P Indonesie (TEPI) PT. VICO; PT Chevron; PT. Tritunggal Sentra Buana (PT.TSB)PT. Mitra Bangga Utama (PT.MBU);PT. Sinar Kumala Naga

Akademisi (Academicians)

Universitas Mulawarman (UNMUL)

Masyarakat lokal (Local people)

Masyarakat sekitar KPHP Delta Mahakam yang berada di 3 kecamatan Muara Jawa, Muara Badak dan Anggana

Kelompok (Groups) Instansi (Institutions)

Kelompol lainnya (other groups)

Asosiasi Petambak Anggana (APA);Yayasan Mangrove Lestari (YML)-Delta Mahakam bermitra dengan Planete Urgence dari PerancisForum Kontak (Kelompok Nelayan, Tambak dan Parakkang)TNC (The Nature Conservancy)

Membangun komunikasi dan proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan

Untuk menuju Kemitraan Para Pihak (KPP) memerlukan proses komunikasi, konsultasi, negosiasi dan proses pembelajaran yang terkadang sangat rumit dan kompleks. Penting untuk menjelaskan bahwa KPP bukan sebuah lokakarya yang terjadi hanya sekali atau pertemuan harmonis para pelaku secara mendasar, tetapi sebagai proses terstruktur dari perjanjian yang melibatkan berbagai kegiatan dan acara, bahkan sering dilakukan melebihi kerangka waktu yang panjang.Beberapa pertemuan inisiasi yang telah dilakukan sebagai upaya menuju KPP antara lain: 1. Diskusi kelompok ter fokus (FGD) yang

difasilitasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosia l , Ekonomi , Perubahan Ik l im dan Kebijakan (PUSPIJAK-Bogor) Badan Penelitian, Pengembangan dan Innovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tgl. 30 Oktober 2015 melibatkan para pemangku kepentingan di wilayah Delta Mahakam. Hasil diskusi tersebut menyatakan bahwa banyaknya kepentingan di Delta Mahakam menjadikan potensi konfl ik yang cukup kompleks di wilayah ini. Konfl ik dapat berupa konfl ik vertikal-horizontal-diagonal, tumpang tindih ijin, yang melibatkan banyak pihak, meliputi bidang ekonomi, sosial, sumber daya alam dan lingkungan, hingga politik. Namun, potensi konfl ik tersebut masih bersifat laten (di bawah permukaan), belum tergambar dengan jelas.Upaya penyelamatan lingkungan sudah dilakukan oleh para pihak, secara langsung melalui penanaman maupun tidak langsung berupa pemberdayaan masyarakat. Namun upaya tersebut masih bersifat parsial dan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat setempat. Belum terlihat jelas irisan untuk mendorong penyelesaian konfl ik . Masih diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mendapatkan bentuk pengelolaan SDA yang lestari lingkungan dan lestari manfaat. Litbang diharapkan berani dalam memberikan rekomendasi untuk penyelesaian konfl ik di lapangan dan kelestarian lingkungan dan ekonomi.

Page 11: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

11BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

2. Guna memastikan penyelenggaraan pengelolaan hutan berjalan dengan baik dan terarah, Kepala KPH diwajibkan menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) berdurasi 10 tahun. Di dalam RPHJP tersebut ditetapkan pula blok-blok pengelolaan yang merupakan bagian dari penataan kawasan hutan. Proses penataan hutan ini menjadi penting karena akan menentukan jenis-jenis kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di areal hutan yang dikelola. Oleh karenanya diperlukan kajian dan analisis spasial untuk menentukan blok pengelolaan yang tepat di dalam areal KPHP dengan mempertimbangkan beragam faktor baik fi sik maupun sosial budaya. Secara teknis penyusunan dokumen tata hutan dan rencana pengelolaan hutan pada KPHP merujuk pada Peraturan Direktur Jendral Planologi Kehutanan Nomor : P.5/VII-WP3H/2012, tanggal 14 Maret 2012. Konsultasi publik tentang Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang dan Tata Hutan KPHP Delta Mahakam dilaksanakan pada tanggal 4 Nopember 2015. Konsultasi publik ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang terdiri dari pihak pemerintah daerah (kecamatan dan desa), pihak akademisi, LSM, pihak swasta, masyarakat (kelompok nelayan budidaya tambak, nelayan tangkapan dan pengolah hasil laut/tambak).

3. Untuk mewujudkan upaya membangun kerjasama, kemitraan kehutanan, upaya pendampingan masyarakat dan kepedulian lingkungan hutan mangrove, KPHP Delta Mahakam bekerjasama dengan peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) menginisiasi pertemuan informal dengan perusahaan pembekuan dan pengemasan udang windu terintegrasi yaitu PT. Syam Surya Mandiri yang berlokasi di Kecamatan Anggana. Tujuan pertemuan adalah untuk melakukan pendekatan terkait budidaya tambak udang dalam program tambak ramah lingkungan (silvofi shery). Beberapa kali pertemuan dilaksanakan yaitu pada tgl. 15 Agustus 2016, 28 Agustus 2016 dan 28 Oktober 2016 di Desa Anggana. Hadir pada pertemuan tersebut yaitu Kepala KPHP Delta Mahakam, pengusaha pengolahan dan pembekuan udang terbesar serta pemilik tambak di Kecamatan Anggana; Penyuluh Perikanan pada Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kec. Anggana; Wakil Forum Peduli Lingkungan danB2P2EHD. Catatan penting dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah bahwa para pemangku kepentingan telah memiliki visi dan misi yang sama tentang

keberlangsungan usaha tambak dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan hutan mangrove di kawasan DM. Dari hasil pertemuan tersebut akan dilakukan pertemuan lebih luas kepada para ponggawa tambak yang memiliki pengaruh penting bagi pengelola tambak-tambak ekstensif tradisional, guna menyamakan persepsi tentang upaya kemitraan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari pemangku kepentingan di kawasan DM.

4. Diskusi kelompok terfokus (FGD) tentang Pengembangan tambak ramah lingkungan (silvofi shery) di KPHP Delta Mahakam pada tgl. 1 September 2016 yang difasilitasi oleh BPHP Wil. XI Samarinda (Balai Pengelolaan Hutan Produksi). Diskusi ini membahas tentang (1) Kebijakan Pembangunan KPHP di Prov. Kalimantan Timur; (2) Fasilitasi operasionalisasi KPHP dan (3) Desain silvofi shery berbasis kemitraan KPHP dan Masyarakat. Diskusi dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang berada dalam kawasan Delta Mahakam, bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait rencana desain pengembangan tambak ramah lingkungan (silvofi shery).

5. Pertemuan dalam rangka koordinasi sinergisitas Program Stakeholders Dalam Pengelolaan Delta Mahakam dilaksanakan pada tgl. 9 September 2016 dihadiri oleh KPHP Delta Mahakam, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi), PUSPIJAK-Bogor, B2P2EHD, VICO-Indonesia, Total E & P Indonesie (TEPI). Tujuan pertemuan adalah terbentuk sinergisitas antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di daerah DM agar tidak terjadi tumpang tindih penggunaan lahan dalam kawasan hutan. Dalam rangka penyusunan RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang) KPHP DM memerlukan beberapa data yaitu: • Data luasan areal kegiatan migas eksisting

maupun luasan areal rencana pengembangan di wilayah Delta Mahakam

• Data program CSR (Coorporate Social Responsibility)/TJS (Tanggung Jawab Sosial) berupa program silvofishery, penanaman mangrove dan pelatihan pertambakan ramah lingkungan yang telah dilakukan minimal 3 tahun terakhir di wilayah KPHP oleh KKKS

• Data rencana kegiatan program CSR/TJS ((program silvofishery, penanaman mangrove dan pelatihan pertambakan ramah lingkungan) yang akan dilaksanakan tahun 2017.

Dalam renacana pengelolaan kawasan di DM akan dibuat blok-blok pengelolaan dengan beberapa

Page 12: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

12 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

kriteria. Untuk kegiatan migas dimasukkan kategori “Blok Khusus”. Untuk hal tersebut, KPHP DM meminta SKK Migas untuk memberikan data mengenai WK (Wilayah Kerja) di kawasan DM sebagai dasar untuk pembagian blok-blok tersebut.

Sementara pada tgl. 25 Maret 2015 SKK Migas telah menyampaikan data peta zonasi kegiatan usaha hulu migas yang berada di wilayah Marangkayu Muara Badak, Anggana, Sangasanga, Muara Jawa dan Samboja Kepada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kab. Kukar) dalam rangka penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kab. Kukar Tahun 2013-2033.

6. Pertemuan dengan BPDAS terkait rencana kewajiban Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan rehabilitasi DAS berupa penanaman yang dilaksanakan pada tgl. 14 September 2016 di kantor BPDAS Prop. Kalimantan Timur. Pertemuan dihadiri oleh beberapa perusahaan tambang dengan beberapa pengelola KPHP dan HPP yaitu KPHP Delta Mahakam, KPHP Bongan, KPHP Santan serta pengelola HPP Barat Muara Kaeli. Kegiatan rehabilitasi DAS berupa penanaman di luar kawasan tambang dapat disinergikan dengan upaya pengelolaan kawasan KPHP dan HPP.

7. Tindak lanjut dari FGD yang dilakukan pada tgl. 1 September 2016(point no. 4) kemudian dilaksanakan kegiatan koordinasi identifikasi lokasi areal kemitraan di KPHP Delta Mahakam pada tgl. 17 Oktober 2016 dengan melibatkan Dinas Kehutanan Prov. Kaltim, KPH Delta Mahakam, B2P2EHD. Kegiatan diawali dengan melaksanakan pertemuan dan diskusi dengan aparat desa, ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) dan anggota kelompok kerja Saybah dari Desa Sepatin di Kecamatan Anggana, Kab. Kutai Kartanegara. Tujuan pertemuan adalah menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim dalam rangka koordinasi identifi kasi lokasi areal kemitraan di KPHP Delta Mahakam. Dari hasil diskusi tersebut, perlu ditingkatkan komunikasi dan koordinasi antara aparat, anggota masyarakat, anggota kelompok kerja di Desa Sepatin dan para pelaksana program kegiatan yang dilaksanakan di wilayah desa.

8. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan point 5 dilakukan pertemuan ke 2 dalam rangka koordinasi sinergisitas Program Stakeholders Dalam Pengelolaan Delta Mahakam yang dilaksanakan pada tgl. 10 Nopember 2016 dihadiri oleh KPHP Delta Mahakam danSatuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi) di hotel Aston, Samarinda. Tindak lanjut dari pertemuan ini adalah:

KPHP DM dan KKKS (TEPI dan VICO) akan sharing Peta Blok Pengelolaan dan data koordinatnya untuk dapat dioverlay bersama dengan wilayah kerja KKKS TEPI dan VICO terutama yang diusulkan untuk area kewajiban IPPKH,

SKK Migas KalSul akan menyampaikan peta WK (Wilayah Kerja) PT. Pertamina EP Field Sangsanga yang teridentifi kasi masuk dalam wilayah KPHP DM,

KKKS (TEPI dan VICO) akan menyiapkan peta penanaman mangrove yang telah maupun akan dilaksanakan dan perlu ada penentuan areal prioritas untuk ditanami melalui rekomendasi/masukan dari KPHP dalam kegiatan penanaman mangrove.

Demplot Kemitraan Perhutanan Sosial yang direncanakan oleh KPHP DM difasilitasi BPHP XI Samarinda seluas ± 10 ha di wilayah administrasi Desa Sepatin dan akan menjadi percontohan kemitraan pengelolaan tambak ramah lingkungan (Silvofi shery).

Sangat diharapkan partisipasi aktif CSR Lingkungan KKKS (TEPI dan VICO) agar membangun dan menghidupkan kembali demplot kemitraan bersama-sama KPHP, baik di tambak non aktif maupun tambak aktif yang sudah pernah ditanami mangrove.

Hasil dan pembelajarana. Proses penciptaan kesadaran terhadap

pengelolaan kawasan Delta Mahakam telah dimulai. KPHP DM telah melakukan sejumlah dialog dengan para pemangku kepentingan yang lain, termasuk dari instansi pihak pemerintah pusat dan daerah, swasta, akademisi, masyarakat dan LSM.

b. Kebanyakan para pemangku kepentingan berbicara untuk mendukung inisiatif untuk terlibat dalam pengembangan tambak ramah lingkungan dengan memperhatikan lingkungan dengan melestarikan hutan mangrove dansumber daya alam pesisir DM.

Rekomendasia. Demplot proyek percontohan tambak ramah

lingkungan (silvofshery) akan dikembangkan sebagai bukti untuk memperoleh penerimaan publik

b. Menaikkan tingkat kesadaran dari proyek tersebut terhadap para pemangku kepentingan sasaran

c. Membangun jalur-jalur komunikasi yang lebih efektif

d. Pendekatan partisipatif dari rencana usaha atau bisnis dari inisiatif tambak ramah lingkungan (silvofshery)

e. Memformalkan atau memastikan hubungan kerja

Page 13: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

13BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 113333BEBEBEEEBEBEBEBEEKKAKAKAKAKAAAKAKAKAKAAAAKKKAKAAAAAKAKAAAAAKKKAAAAAAAAAKAAAKAKAAAKAKKKAKKAKKK NTNTNTTTTTNTNTTNNTNTNTNTNTTNTNNTTTNTNTNTNTTTNNTNTNTTNTTTNNNTNTNTNTTTNTTNTTNNNNTNNTNNTNNNNTNNNNNNTNNNTAAANNNNNNANNNAANAANNNAAAAANNNAAAAANNNNNNAAANNNAAAANNNNNNNNAAAAAANANNNNNAAAAAANNNNAAAAANANNNNANNNANANNNNANNNAAANANANNANANNNNANNAN VVVVVVVVVVVVVVVVVoooooolllollooololololoolololololoololololollolo .. . 4/4/44/4/4/4/4//4/4//4/4//4/4/4//4/4//4///4/44/4//444///4//4/4/4//4/4/4////NoooNoNoNNoNNoNoNoNoNNoNNoNoNoNNoooNoNNoNoooNoNoNNoNoooNooNNoNoNoNoooooo.. . . 2/2/2/2//2/2//2//2/2/2/2/2/2//2/2/2/2 220202020020202200222202222222222222 161116111

Page 14: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

14 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201614 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

YAKINKAN MASYARAKAT BERTANI MENETAP, KALPATARU DIA DAPAT

Hamzah muda memutuskan meninggalkan kota kelahirannya Kediri tahun 1970 menuju Desa Miawa Kec. Piani. Setahun berselang bersama orangtua pindah ke Sungai Pinang dan akhirnya menetap di Desa Rantau Bujur. Perpindahan

tersebut dijalani dengan berjalan kaki, karena tidak memiliki alat transportasi apapun.

Selama 9 tahun bertani di Rantau Bujur, belum membuat orang tua Hamzah betah, bahkan mengajaknya pulang kembali ke Kediri. Namun sebulan kembali ke Kediri, akhirnya kembali lagi, karena di sana ekonomi sulit, jauh dibandingkan dengan penghasilan sebagai petani di Kalimantan.

Setelah menikah di tahun 1980, Hamzah memantapkan diri menjadi petani menetap. Beliau membangun hutan di tengah masyarakat yang lain membabat hutan. Cemoohan datang kepadanya, hanya dibalas dengan tindakan nyata.

Hamzah akhirnya sukses merubah pandangan masyarakat sekitarnya tentang hutan, dan akhirnya paham bahwa keberadaan hutan itu sangat penting dan harus dijaga kelestariannya. Berikut petikan wawancara tim redaksi majalah bekantan dengan beliau.

PROFIL

Page 15: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

15BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Bisa Bapak ceritakan awal Bapak bertani di Desa Rantau Bujur ini?

Tahun 1970 ke Miawa Piani, masih ikut ortu, 1971 ke Sei Pinang masih mencari tempat. Akhir 1971 ke Desa Rantau Bujur hanya berjalan kaki. 9 tahun di sini sudah mulai menghasilkan, orang tua saya mau pulang ke Jawa. Tapi seminggu di Jawa, pulang lagi, karena sulit ekonomi. Mulai tahun 1979 saya terapkan pola bertani di Jawa dengan membuat terassering dan teras gulud. Saya menanam tanaman keras, dan mengatur supaya air bisa dialirkan ke semua bagian lahan pertanian . Sekitar tahun 1989 saya sudah berkeluarga, masih sebagai petani, ada penyuluh kehutanan yang melihat lahan saya, dan mengajak saya membentuk kelompok tani. Namanya kelompok tani Asuhan Murni, saya jadi ketua kelompok padahal saya yang paling muda. Dibuatlah lahan saya sebagai unit percontohan.

Jenis tanaman yang ditanam apa pak?Untuk tanaman keras awalnya saya menanam

tanaman karet, jati, dan mahoni. Alhamdulillah ketiga jenis itu sudah saya panen. Hasil hutan bukan kayu awalnya hanya jagung, padi, kacang, itu saya jadikan sebagai penghasilan bulanan sembari menunggu hasil dari tanaman pohon. Nah saat ini saya sudah menanam gaharu, porang, jahe, lada, dan cengkeh, dulu. Total luas lahan saya 10 ha, yg dulu saya beli dengan cara barter dengan sapi dll.

Apakah masyarakat yang lain mengikuti cara bapak?Saya sulit mengajak teman-teman agak mau

punya tanaman sendiri, tidak hanya mengambil upah. Masyarakat di sini awalnya banyak yang membabat hutan untuk mengambil kayu dan menanam padi. Mereka tidak percaya dengan penghasilan dari bertani menetap dan memilih menjadi peladang berpindah. Masyarakat di sini belum memahami cara mengolah dan mengawetkan tanah sehingga mereka enggan bertani menetap, dan selalu berpikir hutan masih luas.

Usaha apa yang Bapak lakukan untuk memaham-kan masyarakat yang lain ?

Awalnya saya membangun hutan, ketika masyarakat membabat hutan lindung. Nah aktivitas saya tersebut disorot oleh Dishut. Tanaman yang ditanam, Sengon dan Mahoni. Masih belum ada motor, masyarakat mencemooh aktivitas saya, ngapain nanam seperti itu tanah masih luas di gunung, mau nanam seluas apa tinggal buka. Kok kamu nyangkul-nyangkul tanah ??. Saya bikin teras gulud , nah jadi lah tanaman saya. Baru masyarakat mengakui usaha yg saya lakukan, dan mengikuti. Apalagi setelah saya pulang dari Jakarta sebagai petani teladan, maka desa saya mendapatkan proyek padat karya dari Kementerian Kehutanan seluas 350 ha, semakin bersemangat mereka karena mendapatkan lahan, bibit dan upah harian.

15BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 16: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

16 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201616 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Jadi setelah kegiatan padat karya baru masyarakat mau bertani menetap ?

Sebenarnya sebelum padat karya saya sudah menanam karet swadaya, masyarakat yang muda-muda saya minta jualkan hasil karet saya. Maksudnya saya ingin mereka tahu hasil dari usaha saya menanam karet, dan mengikuti. Masyarakat manja karena bila diberi proyek terus, makanya saya beberapa kali menolak proyek dari kehutanan supaya masyarakat tidak manja. Saya ingin masyarakat berbuat karena kesadaran bukan hanya karena proyek.

Bapak berhasil mendapatkan Kalpataru, bisa diceritakan singkat prosesnya pak?

Dari usaha saya membangun hutan, menjadi ketua kelompok tani, mengajak mereka bertani menetap, meyakinkan mereka akan hasil yang didapat bila menjaga hutan. Saya juga bersama masyarakat membangun koperasi dan sejak tahun 1990 berbagai lomba petani teladan saya ikuti baik mewakili kabupaten dan provinsi, itu dijadikan dasar penilaian juga, dan akhirnya saya mendapatkan kalpataru.

Kegiatan koperasinya apa saja pak?Kegiatan koperasi saat ini kami mengusahakan

membuat lembaran karet , agar nilainya lebih mahal. Kemudian ada juga kegiatan jual beli karet dan pembibitan.

Motivasi bapak hingga sekarang masih bertani?Bertani itu tak pernah pensiun. Hasil untuk kita

pensiun harus kita hitung, porang tanam sekali berbuah selamanya. Awalnya saya lihat dari tv, dan saya bertanya dengan penyuluh kehutanan. Akhirnya dibantu oleh penyuluh kehutanan, maka saya mulai membudidayakan porang, kemaren baru panen 2 ton dan laku di pasar. Alhamdulillah masyarakat yang lain sudah ada yang mau ikut membudidayakan.

Motto hidup bapak ?Berusaha terus mencari

kader untuk melanjutkan usaha bertani saya. Mencari orang yang mau bekerja tanpa pamrih. Yang mau memelihara lingkungan dengan kesadaran. N a h , s e k a r a n g s a y a mengajarkan menanam ke anak SD dan SMP.

Cita-cita yang belum terwujud ?Mencari modal untuk membesarkan koperasi

untuk kelompok tani, agar bisa mengurangi ketergantungan dengan tengkulak.

Saran untuk pengelolaan hutan ?Banyak keluhan untuk pemerintahan saat ini,

dinas kabupaten gabung dengan provinsi, siapa lagi yang memperhatikan kami, semoga masih ada penyuluh kehutanan yang datang kepada kami, karena kami sangat membutuhkan mereka. PKSM (Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat) agar diperhatikan oleh pemerintah. Ada 2 orang di Desa Rantau Bujur, Kec. Telaga Bauntung, Kab Banjar. Tapi yang aktif cuma saya. Arahan dari pusat ada untuk PKSM, tapi kami perlu biaya kalau melapor ke kabupaten. Saat ini yang saya lakukan bekoordinasi dengan penyuluh.

Page 17: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

17BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

PendahuluanUpaya meningkatkan

masyarakat sekitar hutan agar lebih sejahtera telah menjadi salah satu program prioritas pemerintah saat ini. Hal tersebut diwujudkan dengan membuat target capaian sebesar 12,7 juta hektar kawasan hutan menjadi areal pengelolaan masyarakat seperti tercantum dalam RPJM 2014-2019. Kondisi tersebut meningkat dibandingkan RPJNM 2009-2014 yang mentargetkan 7,9 juta hektar. Salah satu konsep untuk mewujudkan percepatan pemberian hak akses kepada masyarakat tersebut adalah melalui skema kemitraan kehutanan.

Sejak tahun 2009, pemerintah mulai menginisiasi skema ini. Berbagai diskusi, lokakarya dan konsultasi publik kebijakan telah menemukan muaranya yaitu Menteri Kehutanan menerbitkan Peraturan Nomor 39/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan. Kemitraan kehutanan diartikan sebagai kerja sama antara masyarakat dengan pemegang izin pemanfaatan hutan, pengelola hutan, pemegang izin usaha industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam mengembangkan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan

saling menguntungkan. Peraturan ini menegaskan kehadiran negara dalam proses-proses kemitraan antara masyarakat dengan pemegang ijin. Pemerintah wajib memfasilitasi kelompok masyarakat agar dapat melakukan proses kemitraan secara setara dengan pemegang ijin dan pengelola hutan. Kegiatan fasilitasi meliputi sosialisasi, pembentukan kelompok, pembangunan kelembagaan bagi kelompok yang belum/baru terbentuk dan penguatan kelembagaan bagi kelompok masyarakat yang sudah terbentuk.

Areal yang dijadikan lokus kemitraan meliputi areal tanaman kehidupan, areal konfl ik dan potensi konflik dan areal yang memiliki potensi menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat. Kegiatannya meliputi fasilitasi untuk membangun kesepakatan, yang dituangkan dalam naskah perjanjian yang ditandatangani semua pihak, termasuk perwakilan pemerintah. Skema ini menjadi peluang bagi diakuinya akses masyarakat yang sudah masuk ke dalam kawasan hutan yang telah

KEMITRAAN KEHUTANAN:SOLUSI JITU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTANOleh :Arga Yudha Purnama, S,Hut dan Prihono Hadi, S.Hut, M.Sc * *Pengendali Ekosistem Hutan di BPHP Wil.IX Banjarbaru

F O K U S

Page 18: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

18 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/20161811118 BEKAKANTNTTTTTTAANANANANNNANNN VVVVVVVV loololollol. .. . 4/4/4/444/4444/NoNoNooNoNo.... 2/2/2/2/2/2/2/2/2//222 20202222 1661

dibebani hak. Prosedur yang hanya sampai di tingkat pengelola tapak (kepala dinas dan/atau kepala KPH) telah menjadikan skema kemitraan ditunggu-tunggu oleh masyarakat karena diyakini akan mempercepat proses. Hal ini berbeda dengan skema pemberdayaan masyarakat lainnya yang penetapannya dilakukan oleh menteri dan ijinnya oleh gubernur.

Mengimplementasikan Kemitraan Kehutanan di Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Kesatuan Pengelolaan Hutan sampai saat ini diyakini sebagai salah satu solusi setelah kurang optimalnya pengelolaan hutan di Indonesia. Dengan menghadirkan Negara di tingkat tapak melalui KPH, diharapkan persoalan yang mengiringi pengelolaan hutan di Indonesia dapat mulai teratasi. KPH berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomer 6 Tahun 2007, adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efi sien dan lestari. Fungsi pokok hutan terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Kawasan hutan tersebut terbagi dalam KPH meliputi KPH konservasi (KPHK), KPH lindung (KPHL), dan KPH produksi (KPHP). KPH ditetapkan dalam satu atau lebih fungsi pokok hutan dan satu wilayah administrasi atau lintas wilayah administrasi pemerintahan. Dalam penetapan KPH didasarkan oleh fungsi hutan yang luasnya dominan. Dalam pengelolaannya KPH mempunyai tugas dan fungsi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; rehabilitasi hutan, reklamasi; perlindungan hutan dan konservasi alam.

Sampai dengan berakhirnya Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun 2014, telah terbangun 120 KPH baik KPHL maupun KPHP di seluruh Indonesia. Dari 120 KPH tersebut telah difasilitasi Kementerian Kehutanan untuk kegiatan tata hutan dan rencana pengelolaan hutan jangka panjang. Sesuai RPJMN tahun 2015-2019, telah ditetapkan

Program Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dengan kegiatan Peningkatan Perencanaan Pengelolaan Hutan Produksi. Sasaran kegiatan ini adalah areal hutan produksi tertata dalam KPH dan rencana unit usaha pemanfaatan hutan produksi. Ke depannya KPH merupakan perwujudan negara di tingkat tapak untuk mendorong kemajuan pengelolaan hutan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh KPHP dan KPHL sekarang ini mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPHP dan KPHL. Peraturan ini menjadi landasan bagi KPH maupun KPHL dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Selain itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah memfasilitasi

operasionalisasi KPH dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK-II/2016 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan, akan tetapi, dalam penerapan tugas dan fungsi KPH di lapangan memiliki permasalahan.

Apabila dianalisis lebih jauh, permasalahan yang timbul merupakan permasalahan mengenai aspek lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat sekitar hutan. Permasalahan – permasalahan dalam pengelolan kawasan hutan antara lain :1. Terlalu lama rentang waktu kawasan hutan negara

tidak terdapat lembaga pengelolanya. Kawasan hutan negara menjadi open akses sehingga lambat laun akan menurunkan produktivitas hutan.

2. Sistem perijinan usaha pemanfaatan hasil hutan di hutan negara sebagian besar didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar dan dalam proses pengurusan perijinan rentan terhadap korupsi dan gratifi kasi. Akses usaha pemanfaatan hasil hutan kepada masyarakat sangat kecil.

3. Belum tersedianya database potensi sumberdaya hutan yang valid dan terkini yang dimiliki oleh pemerintah.

18 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 19: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

19BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 191919191991919191919119191999BEBBEBEBEBEBEBEBBBB KAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAK NTNTNTNTNTNTNTNTNTNTNTNTNTNTN ANANANNANNANANANANAANANA VVVVVVVVVVVVVVVololololololololololoolo ... . .. 4/4/4/4/4/4/4/4//4/4/4/44/4//NoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNNNNNN . ... 2/2/2/2/22/2/2//22/2/222/2020202020202020200000202 1616161616161611611616

4. Belum maksimalnya operasionalisasi KPH akibat belum adanya kebijakan yang secara tegas memisahkan peranan KPH sebagai pengelolaan hutan dengan sebagai pengurusan hutan.

Salah satu strategi dalam menjawab permasalahan di atas adalah pengelolaan hutan dengan partisipasi masyarakat. Dalam penyusunan dokumen tata hutan dan rencana pengelolaan hutan produksi jangka panjang yang mengacu pada Peraturan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPH, KPH telah dibagi menjadi blok-blok, salah satunya adalah blok pemanfaatan. Dalam blok pemanfaatan, areal yang berfungsi sebagai hutan lindung maupun hutan produksi dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk “Wilayah Tertentu”.

Pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada KPH telah diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menhut-II/2013. Proses dalam pemanfaatan di wilayah tertentu diawali dengan :1. Mengidentifikasi, mendeliniasi, memetakan

dan merancang wilayah tertentu serta meng-integrasikannya dalam proses pelaksanaan tata hutan dan menyusun Rencana Pengelolaan Hutan.

2. Mengusulkan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud untuk disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

3. Mempublikasikan Rencana Pengelolaan hutan kepada pihak ketiga.

Pihak ketiga dalam hal ini adalah masyarakat setempat, BUMN, BUMD, BUMS, Koperasi dan UMKM. Apabila pihak ketiga tersebut berminat untuk memanfaatkan wilayah tertentu di KPH dapat mengajukan kepada kepala KPH dalam bentuk kemitraan. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada KPH yang berada di kawasan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu pada kawasan lindung dapat berupa budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya ulat sutera, penangkaran satwa liar, silvopastura, rehabilitasi satwa dan budidaya hijauan makanan ternak. Pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah tertentu pada kawasan lindung dapat berupa pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindugan lingkungan serta penyerapan dan atau penyimpanan karbon.

Pemungutan hasil hutan bukan kayu di wilayah tertentu pada kawasan lindung dapat berupa rotan, madu, getah, buah, jamur dan sarang burung wa let.

Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada KPH yang berada di kawasan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu pada kawasan produksi dapat berupa budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya ulat sutera, penangkaran satwa, budidaya sarang burung wallet dan budidaya hijauan makanan ternak. Pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah tertentu pada kawasan produksi dapat berupa pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan serta penyerapan dan atau penyimpanan karbon. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi dapat berupa :1. Hasil hutan kayu

a. Hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam

b. Hasi l hutan kayu yang berasal dari penyelenggaraan restorasi ekosistem

c. Hasil hutan kayu yang berasal dari hasil penanaman

2. Hasil hutan bukan kayua. Kegiatan pemanfaatan rotan, sagu, nipah dan

bambub. Kegiatan pemanfaatan getah, kulit kayu,

daun, buah atau biji, gaharu

Sekilas tentang Panduan Kemitraan KehutananTerbitnya peraturan pemanfaatan wilayah tertentu

di KPH sebagai panduan, diharapkan dapat menjaring minat pihak ketiga untuk bermitra dengan KPH. Dalam

19BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 20: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

20 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201620 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

setiap kegiatan KPH yang sifatnya mengumpulkan masyarakat, KPH wajib mensosialisasikan mengenai peluang kemitraan di wilayah tertentu. Untuk kemudahan dalam mewujudkan kemitraan kehutanan dengan pihak lain, perlu dibentuk sebuah lembaga non pemerintah yaitu Kemitraan. Secara singkat materi dari panduan kemitraan kehutanan tersebut adalah sebagai berikut :• Tahap 1. Pengkajian Situasi: Melalui identifi kasi

masyarakat pengguna lahan hutan1. Mengumpulkan data dasar desa-desa yang

berbatasan dengan kawasan hutan2. Melakukan kajian penilaian desa secara cepat

dan partisipatif di desa-desa yang berbatasan dengan hutan langkah

3. Melakukan kajian konfl ik dan potensi konfl ik4. Identifikasi kriteria kelompok penggarap

lahan hutan

• Tahap 2. Sosialisasi dan prakondisi membangun kemitraan1. Membentuk dan pembekalan tim sosialisasi

2. Merancang rencana kerja sosialisasi3. Menyusun prosedur pengajuan kerjasama4. Menyeleksi kelompok penggarap lahan

hutan yang bermitra5. Mempersiapkan kelembagaan kelompok

masyarakat yang akan bermitra6. Mempersiapkan pemegang izin konsesi

maupun pengelola kawasan hutan untuk bermitra.

• Tahap 3. Membangun kesepakatan kemitraan1. Melakukan kajian potensi kewirausahaan2. Mempersiapkan kemitraan dan menyusun

naskah kesepakatan kemitraan kehutanan3. Merayakan kesepakatan kemitraan kehutanan

• Tahap 4. Pemantauan dan evaluasi partisipatif1. Menentukan kriteria dan indikator pemantauan

dan evaluasi2. Menyusun rencana kerja pemantauan dan

evaluasi

20 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 21: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

21BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

PenutupMeskipun telah ditetapkan sejak 2013 dan menjadi

kewajiban bagi pemegang ijin dan pengelola hutan untuk bermitra dengan masyarakat, implementasi skema ini masih relatif kecil. Tantangannya, tidak mudah menerapkan skema Kemitraan sesuai dengan aturan akibat dari komitmen pemilik perusahaan yang masih rendah. Selain itu ketentuan luasan maksimal 2 hektar yang dapat dimitrakan di lapangan sulit terpenuhi karena banyak masyarakat yang telah terlanjur memanfaatkan lahan dengan luasan yang lebih dari 2 hektar.

Keseluruhan tahapan dalam panduan kemitraan membutuhkan waktu yang tidak sebentar serta membutuhkan komitmen yang kuat diantara para pihak yang terlibat didalamnya. Mewujudkan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera merupakan sebuah keharusan untuk menjadikan hutan bermanfaat bagi seluruh bagian bangsa Indonesia.

Pustaka :Hasantoha Adnan , Hasb i Ber l i an i , G lad i

Hardiyanto,Suwito, Danang Kuncara Sakti.2015. Pemberdayaan Masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan : Panduan. Di unduh dari kemitraan.or.id pada tanggal 20 Oktober 2016

Madani Mukarom, Teguh Gatot Yuwono, Sirajuddin,

Suryadinata, Al Maududi, Chairil Anshar, Abidin Tuarita, Angger Adi Perdana, Ida Jatiningsih, Herman, Aula Sakinah, Jusmawarni, Yumantoko, Maidianto. 2015. Memberdayakan Masyarakat Melalui Kemitraan Kehutanan: Kompilasi Tulisan Pengalaman dari KPH Rinjani Barat. Diunduh dari kemitraan.or.id pada tanggal 20 Oktober 2016

Peraturan Pemerintah Nomer 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 39/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPHP dan KPHL

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK-II/2016 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria, dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada KPH

Peraturan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPH

21BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 22: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

22 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

PETA SOSIAL MASYARAKAT TUMBANG NUSA KAITANNYA DENGAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTANDr. Acep AkbarBalai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan BanjarbaruE-mail : [email protected]

I. PENDAHULUANKebakaran hutan dan lahan terjadi hampir

setiap tahun yang dimulai sejak tahun 1983/1984 di Kalimantan Timur. Peristiwa kebakaran tersebut dapat terjadi pada semua tipe hutan sepertihutan pegunungan, hutan dataran rendah, hutan payau, gambut, dan hutan tanaman industri. Sedangkan kebakaran lahan terjadi pada perkebunan dan pertanian masyarakat. Di antara semua kejadian kebakaran tersebut, kebakaran yang terjadi di lahan gambut telah menjadi perhatian dunia akibat dampak negatif dari asap dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dapat mencapai sepuluh kali lipat dari kebakaran di lahan mineral. Api selalu dipicu oleh masyarakat yang terbiasa membakar lahan secara tidak terkendali khususnya masyarakat sekitar hutan. Penelitian yang mengarah ke upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka pencegahan kebakaran merupakan aspek terpenting disamping perbaikan ekosistem gambut, sistem peringatan dini, dan teknik pemadaman dini.

Masyarakat Desa Tumbang Nusa Kalimantan Tengah sering menjadi perhatian publik dan para pengamat kebakaran baik di Indonesia maupun dunia. Masyarakat di desa tersebut dianggap sebagai masyarakat tahan bencana khususnya kebakaran hutan dan lahan. Sejak kejadian kebakaran hutan dan lahan rawa gambut tahun 1997/1998 hingga tahun 2015, masyarakat desa Tumbang Nusa bersama Desa Tanjung Taruna selalu paling menderita gangguan

asap selama kurang lebih 3 bulan setiap tahun. Upaya pemberdayaan masyarakat Desa Tumbang Nusa sangat diperlukan agar memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa kebakaran lahan dan hutan sangat merugikan bagi sosial dan lingkungan mereka. Di sisi lain diperlukan peningkatan kemampuan mencegah terjadinya kebakaran.

Program pemberdayaan masyarakat terutama di daerah tertinggal merupakan usaha untuk memperkuat kapasitas masyarakat setempat termasuk di dalamnya menanggulangi kemiskinan (Saharudin, 2009). Pemberdayaan dapat didekati melalui kearifan lokal. Kemiskinan merupakan salah satu bukti nyata pada daerah tertinggal. Dampak dari kemiskinan hubungannya dengan masalah kebakaran adalah adanya praktek-praktek pertanian cara murah tapi tak ramah, dan yang seringkali dipraktekan dalam pembukaan lahan adalah melalui pembakaran. Pengguna api utama pada masyarakat sekitar hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah adalah pembakaran lahan tidur, pembersihan vegetasi semak sekitar beje alami untuk mendapatkan ikan, petani ladang, pembukaan akses menuju hutan, dan pemancing/penangkap ikan. Untuk itu perlu perlu diamati apakah masyarakat tersebut memiliki potensi untuk mengantisipasi bencana kebakaran. Bagaimanakah kondisi sosial mereka yang meliputi kondisi biofisik desa, tingkat kesejahteraan, pemanfaatan lahan, kondisi sosial budaya, agama, adat istiadat, dan kelembagaan desa. Tindakan apa yang perlu dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat mencegah terjadinya kebakaran hutan.

Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi sosial masyarakat Desa Tumbang Nusa untuk memperoleh peluang apa saja yang dapat dijadikan momentum agar masyarakat secara sukarela memiliki komitmen untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan.

II. SUMBERDAYA ALAM PENDUKUNG SOSIALDesa Tumbang Nusa sebelah selatan berbatasan

langsung dengan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Tumbang Nusa, yang masuk pada hutan penelitian rawa gambut yang dikelola oleh Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut dokumen desa, Desa Tumbang Nusa berawal dari nama sebuah desa yaitu Kaleka (swadaya) yang asalnya bertempat di Pulau Salat sekitar 2 km dari pemukiman sekarang. Cikal bakal desa tersebut berada di bawah pemerintahan Desa Pilang sekitar tahun 1920. Pulau Nusa dipilih karena tempat itu cocok untuk mengembangkan usaha seperti malan (berladang), mencari ahas

F O K U S

Page 23: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

23BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 23BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

( rotan) , mencar i bu jungan (halatung), mencari pantung dan damar/nyating setelah ikan dan berburu (mandup), mencari madu (mamuar). Mereka tinggal di kampung ini bertahun-tahun

lamanya bersama keluarga. Pada tahun 1911, dirasakan adanya kesulitan untuk memasarkan hasil alam dan juga sulit untuk mendapatkan kebutuhan hidup, akhirnya mereka bersepakat

untuk berpindah domisili ke Desa Tumbang Nusa sekarang ini. Perkembangan kepemimpinan Desa Tumbang Nusa disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Urutan Kepemimpinan Desa Tumbang Nusa

Nama Pemimpin Dugaan waktu dan kejadian1 Laga (L), Bintang (P), dan Liwan (L) Desa Kaleka (Swadaya) tahun 1911-19202 Pak Unjung (Pimpinan Desa Pilang) Desa Swadaya th.1920-19463 Inin Timbang 1946-1977 (pemilihan langsung) Desa Tumbang Nusa 1946-sekarang. Adanya penghargaan

dari Presiden Soeharto th 1977 di Kab. Kapuas4 Abdul Sidik (pemilihan langsung) Tahun 1977-19975 Arsik J. Timbang 1997-2002 (Demokrasi) Tahun 1997-2002, Kab.Kapuas6 Sukrinata, SH Tahun 2003-2008, Kab.

Pulangpisau7 Gumerhat S.Liwan Tahun 2009-2012. Berhenti karena meninggal dunia8 Udeng Sabransyah (PJS Kades) Bln Januari s/d Juni 20139 Dio Abdul Sidik Tahun 2013-sekarang

I n i n T i m ba n g m e n j a d i pemimpin desa paling lama yaitu selama 37 tahun. Nama Desa Tumbang Nusa berasal dari riwayat dan legenda orang terdahulu dimana “Tumbang” berasal dari bahasa Dayak Ngaju yang berar ti muara sungai, sedangkan “Nusa” berasal dari nama seseorang manusia yang

ajaib yaitu dapat berubah bentuk menjadi Naga Besar yang mati terkapar di wilayah desa, tepatnya di Pulau Salat Nusa yang sekarang dikenal dengan Hantasan Salat Nusa (Pulau Nusa). Jika awalnya penduduk tumbang nusa berasal dari desa Gohong/Pulau Petak, maka selanjutnya migrasi datang dari Banjar, Kahayan, Kapuas,

Barito dan lain-lain. Pembuatan parit dan kebun karet muncul sejak kepemimpinan Inin Timbang 1946-1977 , bahkan set iap penduduk yang datang diberikan tempat untuk membangun rumah agar mereka menetap. Demikian juga gedung sekolah rakyat telah dibangun sejak kepemimpinan Inin Timbang.

ÑÑ&\

&\&\

&\$T

$T&\

&\

&\%U%U%U%U;Ñ

Wilayah RT. 5Taruna Jaya

Wilayah RT.8Tumbang Nusa

SungaiK

ah

ay

an

SDN Tanjung taruna

SDN Tanjung Pusaka

TK Nusa Indah / SLTP Terbuka

SDN Bereng kajang

PolindesSMPN Tumbang Nusa

Mushala Al Mu?min (TKA/TPA)

Mushala Nurul Yakin

Gereja Kalawa

Mas jid Nurul HudaPolindes

SDKomplek kuburan

Gereja Pandohop

J a l a nT r a n s

K a l i ma n t a n

Jalan nusaParit tarunaLapangan bola tarunaParit nusaParit desa nusa

Sungai dan jalan nusaJalanSungai

Fasilitas desa taruna dan nusaGerejaKuburan

%U Lapangan Bola; Masjid$T MushollaÑ PolindesÑ Pustu&\ SD

&\ SMP&\ TK

Skala 1 : 90000

N

EW

S

PETA DESA TUMBANG NUSA

KEC. JABIREN RAYAKAB. PULANG PISAU

PETA DESA TUMBANG NUSA

KEC. JABIREN RAYAKAB. PULANG PISAU

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah

23BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 24: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

24 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Kini Desa Tumbang Nusa secara administrasi termasuk wi layah Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, K a l i m a n t a n Te n g a h y a n g menempati luas lahan ± 200 km2 (Gambar 1). Akses ke ibu kota kecamatan bisa ditempuh selama ±1 jam perjalanan (20 km), dan ke ibu kota Kabupaten Pulang Pisau ditempuh selama ± 2 jam (62 km) perjalanan darat. Dari Desa Tumbang Nusa ke ibu kota Provinsi Palangkaraya dapat ditempuh selama ± 1,5 jam perjalanan darat (35 km). Letak Desa Tumbang Nusa sangat strategis, dimana desa berada pada jalur trans Kalimantan yaitu jalan darat lintas kalimantan, dan di pinggir sungai Kahayan. Kondisi ini memudahkan sarana transportasi masyarakat untuk akses ke kota sebagai pusat ekonomi dan perdagangan. Desa Tumbang Nusa terdiri dari 4 RT di mana 1,2 dan 3 berada di Tumbang Nusa Bawah dekat sungai Kahayan, sedangkan RT 4 berada di Tumbang Nusa Atas yakni di jalan Trans Kalimantan. Secara administrat i f batas-batas Desa Tumbang Nusa sebagai berikut : Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pilang. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Taruna. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sebagau

kota Palangka Raya. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Katunjung, Kecamatan Mantangai. Kapuas.

Kondisi Biofi sik wilayah desaSecara topografi wilayah

Desa Tumbang Nusa berada pada ketinggian 10 m dpl. Curah hujan rata-rata 6000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar 23-300 C. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dengan jenis tanah lahan rawa gambut. Lahan gambut memiliki sistem h id ro log i hor i zonta l yang mengalami kekeringan yang ekstrim jika terjadi kemarau panjang dan kebakaran lahan terjadi setiap tahun. Penurunan tinggi permukaan tanah di lahan gambut cenderung terjadi secara terus menerus jika tidak dilakukan tindakan-tindakan rehabilitasi pada lahan-lahan kritis. Ketika air pasang naik dan besarnya aliran sungai dari hulu di musim hujan akan mengakibatkan kenaikan tinggi air permukaan yang mengakibatkan kondisi banjir di sekitar desa. Kondisi banjir tersebut sebagai akibat pertemuan antara aliran air pasang dengan banjir dari hulu. Musim genangan umumnya terjadi dari bulan Januari hingga Mei.

Kondisi hutan di sekitar Desa Tumbang Nusa sebelum

terbakar tahun 2015, masih memiliki keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Hutan tersebut sebagian besar berada dalam kawasan KHDTK Tumbang Nusa yang dikelola oleh Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru. Ditemukan 23 jenis pohon hutan tingkat semai, 26 jenis tingkat pancang, 24 jenis pohon tingkat tiang, dan 29 jenis pohon tingkat pohon. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis pohon Bintangur, Meranti Bunga, Meranti Batu, Malam-malam dan Pantung merupakan jenis dominan di tingkat pohon yang dicirikan oleh nilai penting yang lebih besar dibanding jenis lainnya. Rambutan hutan dan jenis punak adalah jenis yang jarang ditemukan, sehingga menempati urutan nilai penting terbawah. Namun demikian, rambutan hutan telah menyediakan komoditi pohon yang berfungsi sebagai makanan. Masyarakat lokal telah sering memakan buahnya. Selain jenis rambutan hutan, ditemui juga Manggis hutan dan jenis Mangga hutan yang ketiganya dapat dimakan untuk kepentingan gizi manusia. Fungsi utama hutan yang selama ini dikenal adalah penghasil kayu untuk konstruksi rumah dan bangunan kayu lainnya.

Tabel 2. Kondisi Vegetasi Hutan Tingkat Pohon yang Dapat Berpotensi dikembangkan di Tumbang Nusa.

No Jenis K-Relatif F-Relatif D-Relatif INP

1 Bintangur 19,4174 12,5000 74,2863 106,2038

2 Meranti bunga 9,7087 6,9444 3,0803 19,7334

3 Pisang-pisang 5,8252 6,9444 1,1247 13,8944

4 Meranti batu 4,8543 6,9444 1,7286 13,5275

5 Malam-malam 5,8252 5,5555 1,5731 12,9539

6 Pantung 4,8543 5,5555 0,9337 11,3436

7 Martibu 3,8834 5,5555 0,7267 10,1658

8 Rahanjang 4,8543 4,1666 1,0928 10,1138

9 Tanah2/Merapat 2,9126 4,1666 1,8362 8,9155

10 Ramin 2,9126 2,7777 0,7259 6,4163

11 Pasir-pasir 2,9126 2,7777 0,5949 6,2853

24 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 25: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

25BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

No Jenis K-Relatif F-Relatif D-Relatif INP

12 Jambu-jambu 2,9126 2,7777 0,5718 6,2622

13 merapat 1,9417 2,7777 1,2377 5,9573

14 Gerunggang 1,9417 2,7777 0,9798 5,6993

15 Pampaning 1,9417 2,7777 0,9268 5,6464

16 Galam tikus 1,9417 2,7777 0,5733 5,2929

17 terentang 2,9126 1,3888 0,8433 5,1448

18 Rambutan hutan 1,9417 2,7777 0,4239 5,1435

19 Mailas 1,9417 2,7777 0,3653 5,0848

20 darah2 1,9417 2,7777 0,3353 5,0548

21 Kapur Naga Jangkar 1,9417 1,3888 1,1570 4,4876

22 perupuk 1,9417 1,3888 0,8569 4,1876

23 Nyatoh 1,9417 1,3888 0,5360 3,8667

24 medang lengkuas 1,9417 1,3888 0,2793 3,6099

25 Lilin-lilin 0,9708 1,3888 1,2446 3,6044

26 Papung/Ketapi hutan 0,9708 1,3888 1,0912 3,4509

27 Paning2 0,9708 1,3888 0,5869 2,9467

28 Nangka2 0,9708 1,3888 0,1467 2,5065

29 Meranti balau 0,9708 1,3888 0,1396 2,4994Sumber : Hasil analisis vegetasi bulan Juni 2015 (Akbar, 2015)

III. KONDISI SUMBERDAYA MANUSIA SEBAGAI MODAL SOSIAL

KependudukanPenduduk Desa Tumbang Nusa berdasarkan

data sebelum-nya mencapai 1014 jiwa dari 282 KK, tetapi hasil pendataan/sensus oleh JARI tahun 2015, total penduduk 943 jiwa dari 231 KK (JARI Indonesia Kalimantan Tengah, 2015).

0

100

200

300

400

500

600

700

0 - 12 12 - 16 16 - 20 20 - 60 > 60

Komposisi Usia Penduduk Desa Tumbang Nusa

usia

PendidikanKondisi pendidikan masyara-kat di Desa

Tumbang Nusa sudah cukup baik, dimana sudah banyak penduduk yang mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Hal ini mungkin akibat letak desa yang posisinya masih cukup dekat dengan Palangkaraya. Program sekolah pendidikan dasar 9 tahun dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama sudah berlangsung di Desa Tumbang Nusa. Program pemerintah untuk wajib belajar 9 tahun dengan berbagai kebijakan soal anggaran dan bantuan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah banyak membantu masyarakat dalam memberikan peluang untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik, serendah-rendahnya ke jenjang sekolah lanjutan pertama. Untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas memang harus ke luar dari desa. Selama ini sekolah SLTA terdekat berada di Kelurahan Kalampangan, Kota Palangkaraya. Komposisi status pendidikan masyarakat Tumbang Nusa dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

PendidikanBelum/tidak

sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi

134 347 233 228 64Sumber : Sebagian data hasil berasal dari survey

konprehensif oleh Tim Jari, Kalteng. 2014.

Mata PencaharianSebagian besar masyarakat di Desa Tumbang

Nusa mengandalkan kehidupannya pada sektor perikanan atau berprofesi sebagai nelayan. Sebagian kecil masyarakat berprofesi wirausaha, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bertani terutama berkebun

25BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 26: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

26 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201626 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

karet, nenas, dan kelapa sawit serta usaha pembibitan tanaman jelutung, belangiran dan lain-lain. Secara rinci, mata pencaharian masyarakat Tumbang Nusa dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Matapencaharian Masyarakat Tumbang Nusa

PekerjaanPelajar PNS Swasta Tani/Nelayan

302 42 237 240Sumber : Hasil survey konfrehensif oleh TIM JARI Kalteng Th 2015

Matapencahar ian masyara-kat sangat dipengaruhi oleh keterampilan (skill) yang mereka miliki. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat Tumbang Nusa diketahui bahwa ada beberapa keterampilan yang diidentifi kasi sebagai mana disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Keterampilan yang Dipunyai Masyarakat Desa Tumbang Nusa

Keahlian Dalam Memanfaatkan SDA Keterampilan Menjual Jasa

Membuat perangkap ikan tradisional

Dagang

Menganyam tikar Membuat kueMembuat perahu Membuat rumah/Tukang

bangunanBerternak NgojekPembibitan pohon Bengkel kendaraanBercocok tanam Buruh perusahaanMenyadap getah karet Foto copyMengolah kayu menjadi bahan bangunan

Rental ketikan

Cetak fotoMencari ikanMengoperasikan komputerPenambang emas

Tingkat KesejahteraanBencana banjir dan kemarau yang melanda Desa

Tumbang Nusa setiap tahun telah mengakibatkan masyarakat Tumbang Nusa sebagian besar berada dalam garis kemiskinan. Sebagian besar masyarakat memiliki ketergantungan hidup sangat tinggi terhadap sumberdaya alam, sedangkan seringkali alam yang dipengaruhi oleh musim kadang-kadang tidak bisa ditebak. Kontrol masyarakat terhadap harga komoditi unggulan seperti ikan juga lemah. Belum ada kapasitas yang memadai untuk pengolahan hasil bumi. Masyarakat juga sangat tergantung dengan kiriman (supply) bahan pangan dari luar. Ketahanan pangan masyarakat sangat lemah karena lahan yang tidak memungkinkan untuk mengambangkan komoditi pertanian seperti padi dan tanaman palawija lainnya akibat lahan sering terendam.

Pemanfaatan LahanDesa Tumbang Nusa yang memiliki lahan sekitar

200 ha, belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakatnya. Banyak lahan-lahan kritis yang belum tergarap dan hanya ditumbuhi semak belukar. Alasan masyarakat untuk tidak memanfaatkan lahan secara maksimal adalah karena faktor alam yaitu terendam di musim hujan dan kebakaran di musim kemarau. Jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel6. Jenis-jenis Usaha Masyarakat dalam Pemanfaatan Lahan

di Desa Tumbang Nusa

No Jenis Usaha Jumlah Keterangan1 Pertanian :

-Sawah-Ladang-Nelayan-Beje/tambak

- 5 ha 249 kk 8 unit

Budidaya tanaman pertanian belum bisa dilakukan karena lahan gambut yang cenderung miskin unsur hara, mudah terbakar, dan terendam, beberapa penduduk menanam sayuran di pot

2 Perkebunan-Karet-Kebun rotan-Kebun purun-Kebun rambutan

15 ha12 ha

100 ha

5 ha

Karet, rambutan dan rotan ditanam di lahan masyarakat, sedangkan purun tumbuh secara alami di lahan yang dipertahankan masyarakat.

Kondisi Sosial BudayaKondisi sosial budaya dan agama di masyarakat

Desa Tumbang Nusa cenderung homogen karena pada dasarnya masyarakat di Desa Tumbang Nusa masih saling memiliki kaitan kekerabatan antara satu dengan lainnya. Kalaupun ada pendatang dari luar, seringkali mereka menetap dan melakukan perkawinan dengan masyarakat asli.

AgamaMayoritas masyarakat Tumbang Nusa memeluk

agama Islam, dimana jumlahnya mencapai 93%. Namun demikian, tradisi-tradisi ritual kepercayaan kaharingan masih tersisa yang ditandai dengan banyaknya bangunan-bangunan persembahan kepada nenek moyang di sebagian kecil depan rumah penduduk. Menurut informasi masyarakat, ritual upacara kematian yang disebut Tiwah pada agama Hindu Kaharingan terakhir dilaksanakan pada tahun 1982. Acara Natalan tidak dirasakan semaraknya karena memang hanya 7% penduduk yang beragama Kristen. Sebaliknya, acara-acara keagamaan Islam nampak lebih semarak dilakukan sepanjang tahun. Perayaan-perayaan agama Islam tersebut meliputi Teraweh di bulan Ramadhan, perayaan lebaran (Idul

26 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 27: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

27BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 27BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Fitri), Maulid Nabi Muhammad S.A.W., Isra-Mi’raj, dan acara-acara pengajian lainnya.

Adat Istiadat dan BudayaTradisi-tradisi dan budaya

agama lokal kaharingan masih tersisa dalam kehidupan sehari-hari sebagian kecil masyarakat Desa Tumbang Nusa. Masyarakat Tumbang Nusa walaupun tidak lagi memeluk agama Kaharingan tetapi beberapa ritual yang terkait dengan ritual Kaharingan masih di laksanakan dalam rangka penghormatan terhadap leluhur dan adanya keyakinan bahwa ada kekuatan lain di luar dari kuasa manusia. Masyarakat masih percaya jika punya hajat tertentu dan terkabul, mereka terbiasa meletakan kain kuning di pohon atau di tempat yang mereka anggap keramat. Masih ada kawasan-kawasan yang dianggap berbahaya disebut Pahewan. Tempat Pahewan adalah kawasan sakral yang didalamnya menjadi habitat satwa liar dan diyakini masyarakat bahwa tempat tersebut berpenghuni makhluk-makhluk astral yang disebut hantuen. Masyarakat bisa celaka apabila melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan di tempat tersebut. Tempat tersebut berada di Pulau Nusa. Budaya gotong royong yang disebut handep masih cukup kental di masyarakat terutama dalam melaksanakan acara-acara perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan. Acara Mapas Lewu atau acara membersihkan kampung dari hal-hal buruk di laksanakan hampir setiap tahun dan apabila ingin membuka kawasan yang dianggap ada hantuen (makhluk gaib) masyarakat juga melakukan acara upacara manyanggar.

Kelembagaan DesaDesa Tumbang Nusa terdiri

dari 4 RT (Rukun Tetangga) yang

pembagiannya terdiri dari RT.1 diketuai oleh Taji P. Walis, RT.2 diketuai oleh Edi Sani, RT 3 dipimpim oleh Hadi U., dan RT.4 diketuai oleh Anggang. Satu dusun yang agak terpisah adalah Dusun Bereng Kajang yang dipimpin oleh Dian P.Karau. Pemerintahan desa dalam pelaksaannya didampingi dan dikontrol oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Selain itu ada kelembagaan bernuansa agama dalam rangka pembinaan dan pengembangan potensi desa. Jumlah penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Tumbang Nusa

Agama (orang)Kristen

Protestan Katolik Kaharingan Islam Jumlah

61 9 - 944 1014

I. KONDISI SARANA DAN PRASARANA PENDUKUNG SOSIALSarana dan prasarana yang ada di desa Tumbang Nusa disajikan

dalam Tabel 8.

Tabel 8. Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Tumbang Nusa Th 2015

No Sarana/Prasarana desa Jumlah Keterangan

1 Kantor Desa 1 Kondisi kantor masih memprihatinkan karena belum ada listrik dengan toilet tidak berfungsi akibat belum ada sarana air bersih. Belum tersedia meja dan kursi seperti layaknya sebuah kantor. Sedangkan kondisi bangunan sangat bagus.

2 Balai Desa 1 Masih berfungsi sebagai tempat pertemuan desa. Kondisi bangunan sudah tua ditandai cat yang telah pudar dan jendela masih ditutup papan secara darurat

3 Gedung Sekolah TK

1 Kondisi masih sangat baik.Belum ada TK Alqur’an

4 Gedung SDN 2 Gedung cukup memadai, namun sarana bermain dan olah raga tidak terawat.Halaman sering tergenang

5 Gedung SMP 1 Masih sangat bagus6 Mesjid 2 Mesjid di RT1 dengan kondisi bagunan

masih bagus. Mesjid di RT 4 dengan kondisi bangunan belum selesai walaupun fasilitas wudhu dan toilet lumayan baik

7 Musholla 1 Kondisi tidak terpakai8 Puskesmas

pembantu (Postu)1 Kondisi bangunan memprihatinkan

dengan tenaga medis tidak menetap9 Poskesdes 1 Bangunan sangat baik dan mudah

diakses masyarakat, namun bidan belum menetap di desa.

10 Posyandu 111 Gereja 1

27BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 28: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

28 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016282828 BEBB KAKAK NTNTNTNTNNTANANANNNAN VVVVolooo . 4/4 NoNoNoNoo. 2/2/2//2020202016161616

No Sarana/Prasarana desa Jumlah Keterangan

12 Jembatan Desa/Titian

1 Jembatan sebagai sarana aksesibilitas masyarakat dari Tumbang Nusa Atas ke Tumbang Nusa Bawah kondisinya memprihatinkan ditandai dengan banyaknya bolong-bolong pada bagian titian. Lebih-lebih lagi pada bulan November 2014 terjadi kebakaran yang hebat dan menghanguskan jembatan penghubung tersebut.

13 Jalan Darat Desa 1 Masih berupa urugan dan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal

14 Poskamling 315 Tower air bersih 12 Kondisi air bersih belum cukup

baik kualitasnya, ia masih berbau, dan masih kurang bersih. Masih dipengaruhi air sungai

16 Pemakaman umum

1 Terletak di ujung desa dan di pinggir sungai Kahayan sehingga rawan longsor

Anak-anak usia SLTA harus melanjutkan sekolahnya ke Ke c a m a t a n K a l a m pa n g a n , Kecamatan Jabiren, dan kota Palangkaraya. Untuk keperluan B A B , m a s y a r a k a t m a s i h menggunakan bantaran sungai untuk keperluan MCK. Belum ada Pos Komando permanen untuk sarana pencegahan dan pengendalian kebakaran.

Analisis SWOT menunjukkan bahwa kondis i sarana dan prasarana yang ada di Desa Tumbang Nusa sesungguhnya masih memerlukan pasilitasi pemerintah seperti :1. Pelabuhan Desa yang dapat

m e n g a n g k u t s e k a l i g u s memasarkan hasi l bumi s e h u b u n g a n d e n g a n tersedianya sungai Kahayan.

2. Pasar sangat diperlukan untuk perdagangan ikan dan hasil bumi lainnya.

3. Lapangan olah raga sangat diperlukan untuk menjamin kesehatan dan keterampilan masyarakat berolah raga. Lapangan sepak bola yang ada letaknya kurang strategis (terkena banjir) sehingga perlu ada tempat yang lain yang terbebas dari genangan.

lahan baik perusahaan maupun masyaraka t da lam bentuk ke lompok dan perorangan d i w a j i b k a n m e n g u r a n g i keberadaan bahan bakar minimal saat musim kemarau, maka pasti kebakaran besar tidak akan terjadi. Penegakan hukum kepada para pengguna api di lahan dan pembakar lahan sembarangan masih sangat lemah. Apabila musim kemarau tiba, biasanya para pengguna api dengan cepat membersihkan lahannya dengan cara membakar dan api liar pun banyak bermunculan akibat kelalaian. Penegakan hukum terhadap masyarakat pembakar lahan sangat minim dilakukan. L a h a n - l a h a n m a s y a r a k a t khususnya masyarakat desa biasanya berbatasan langsung dengan hutan atau belukar yang kurang terawasi dari padatnya bahan bakar halus bawah tegakan. Jika api sudah masuk hutan, tidak ada masyarakat sekitar hutan yang perduli untuk memadamkannya ketika masih kecil. Nampaknya aturan pemerintah yang mengatur standar minimasi bahan bakar lantai hutan tanaman dan alam perlu diadakan.

Jika dirangkum dari dua peraturan tentang kebakaran yaitu UU Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 2001, kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia merupakan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap warga, dunia usaha, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah pusat. Pasal-pasal yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab parapihak adalah berbunyi : 1. Setiap orang berkewajiban

mencegah kebakaran hutan dan lahan

2. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran hutan di hutan negara.

3. Penanggung jawab usaha baik perorangan, badan usaha

Dalam upaya pencegahan kebakaran, sebenarnya di Desa Tumbang Nusa telah terbentuk regu pengendali kebakaran (RPK) desa, tetapi kegiatannya terkendala dengan ke t idakte r sed iaan dana operasional, sehingga perlu adanya dana rutin di desa yang dapat menggerakan regu tersebut. Sesungguhnya, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan RPK menjelang musim kebakaran adalah melakukan deteksi dini melalui patroli api, berkoordinasi dengan Manggala Agni, berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Tetapi karena memerlukan biaya transportasi dan lain-lain maka aktivitaspun tidak terealisir. Khusus peristiwa kebakaran tahun 2015, masyarakat Tumbang Nusa mengatakan api sudah menjalar luas dan besar dari luar Desa Tumbang Nusa. Dengan dikirim asap terlebih dahulu akhirnya mereka tidak mampu melakukan antisipasi.

Minimasi akumulasi bahan bakar di lantai hutan dan lahan merupakan tindakan paling pasti dapat mencegah terjadinya api liar di musim kemarau. Jika setiap penguasa dan pemilik

28 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 29: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

29BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 2929992292929229292999299BEBEBEBEBEEBEBEEBEBB KAKKAKAKAKAKAAKAKAKAKAKKAKANTNTNTNTNTNTTNTNTNNNNTNNNTNTAANANANANANANANNANAA VVVVVVVolololololol. . .. 4/4/4/4/4/4 NNoNoNoNoNoo. . 2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/20202020200202002020202000161616161611616116661

milik negara, swasta, dan daerah, koperasi, dan yayasan bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran di lokasi usahanya.

4. Pengendalian kebakaran pada hutan hak dilakukan oleh pemegang hak.

KESIMPULAN1. Terdapat potensi sumberdaya

alam, sumberdaya manusia, dan beberapa infrastruktur yang dapat dikembangkan di Desa Tumbang Nusa dalam upaya pemberdayaan m a s y a r a k a t u t a m a n y a d i b i d a n g p e r i k a n a n , pengembangan purun, karet dan agroforestr y antara jenis pohon Belangeran, Jelutung, dan Gemor dengan nenas, dengan konvensasi masyarakat menjadi pencegah kebakaran hutan dan lahan di desanya.

2. Sosialisasi aturan pencegahan k e b a k a r a n , p e l a t i h a n pertanian dan pengendalian kebakaran l ahan per lu ditingkatkan yang meliputi informasi aspek sangsi hukum, peningkatan keterampilan m a t a p e n c a h a r i a n , d a n pe la t ihan pemanfaatan bahan organik hasil tebasan menjadi pupuk organik, arang briket dan wood pellet. Aturan pencegahan kebakaran sudah cukup lengkap dan sinergis, tetapi kurang tersosialisasi ke masyarakat desa.

3. Upaya fasilitasi dari pemerintah yang diperlukan untuk bidang usaha masyarakat meliputi

pembentukan kelompok tani purun (Crinum asiaticum) dan pengembangan tanaman p u r u n s e c a r a b u a t a n , budidaya ikan lokal dalam kolam beje dan keramba, pengembangan tanaman karet, dan jenis agroforestry jelutung (Dyera polyphilla) dengan nenas atau Belangiran (Shorea belangiran) dengan nenas d icampur Gemor (Notabhoebe cureacea ) . Kondisi alam yang ada telah membuat masyarakat tidak dapat menanam padi (Oriza sativa).

DAFTAR PUSTAKAAkbar, A., 2009. Protecting the

plantation forest from fi re in alang-alang grassland (case study in Riam Kiwa, South Kalimantan). Proceedings International seminar. Centre for Plantation Forest Research and Development. Bogor Indonesia.

Akbar, A.,2015. Laporan Hasil penelitian Pengelolaan Hutan RAwa Gambut Beresiko Kecil Kebakaran, Banjarbaru.

Chandler, G. P.. Cheney, P. Thomas, L. Trabaud, dan D. Williams. 1983 . F i re in Forest r y. Forest Fire Management and Organisation. A Wiley-Intersciense Publicatgion. John Wiley & Sons. New York.

Charman, D. 2002. Peatlands and Environmental Change. John Wiley & Sons Ltd. Baffi n Lane. Chichester. West Sussex PO19 IUD. England.

Dennis, R.A. Mayer,J.; Applegate, G., Chokkalingam, U., Colfer, C.J.P., Kurniawan, I, Lachowski, H., Maus, P., Permana, R.P., Ruchat, Y., Stole, E. Suyanto and Tomich, T.P. 2005. Fire, people and pixels : linking social science and remote sens ing to unders tand under ly ing causes and impacts of fi re in Indonesia. Human Ecology, 33: 465-504.

Dishut Kalteng. 2011. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya.

Dohong , A . 2006 . S i s tem Penabatan Kanal Sebagai Ins t rumen Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut d i Ka l imantan Tengah : Studi Kasus Hasil Ujicoba Penabatan Kanal Eks-PLG melalui program CCFPI. Waspada. Buletin Pemberdayaan Masyarakat.

Heikkella V.T. et al .1993. Hand Book on Forest Fire Control. Forestry Training Program Finland.

L a w r e n c e , D . D a n W. H . Schleinger.2001. Change in soil Phosphorus During 200 years of shifting cultivation in Indonesia. Ecology 82:2769-80.

Moore, P.F 2003. Community Base Fire Management (CBFM). The paper requested by The World Fire Summit. Sidney Australia.

Sumartono. 2009. Pendampingan pada Masyarakat Marginal di Malang Selatan. Laporan Penelitian P4M (unpublished).

29BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 30: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

30 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201630300 BEBEKANTTANANANN VVVVolol.. 4/4/NoNo.. 2/2/202001616130 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 31: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

31BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

KEMITRAAN KEHUTANAN SEBAGAI SOLUSI PERAMBAHAN HUTAN DI KHDTK RANTAUOleh: Edi SuryantoBalai Litbang LHK Banjarbaru

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan kawasan hutan yang dapat berupa hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi yang ditunjuk secara khusus oleh menteri untuk keperluan litbang, diklat

serta untuk kepentingkan sosial, religi dan budaya dengan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan yang bersangkutan ( UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

KHDTK Rantau merupakan salah satu KHDTK yang dikelola Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru untuk tujuan litbang. Selama ini kegiatan pengelolaan KHDTK Rantau dilakukan dengan intensitas yang rendah yaitu hanya menitik beratkan pada kegiatan pemeliharaan, penataan dan fasilitasi untuk kegiatan penelitian saja. Kegiatan penelitian dan biaya pengelolaan yang terbatas mengakibatkan intensitas kehadiran petugas dan interaksi dengan masyarakat sekitar sangat rendah sehingga berbagai tekanan terhadap KHDTK meningkat diantaranya yaitu kegiatan perambahan dan perladangan ilegal.

SEKILAS KHDTK RANTAUKawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rantau merupakan lokasi

penelitian yang telah dirintis oleh Balai Litbang LHK Banjarbaru yang pada waktu

F O K U S

31BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 32: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

32 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201632 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

itu bernama Balai Teknologi Reboisasi (BTR), sejak tahun 1985. Lokasi ini merupakan lokasi kegiatan Inpres Reboisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel. Pada lokasi ini dilakukan penanaman dalam rangka ujicoba hasil pembuatan bibit proyek persemaian modern kerjasama pemerintah Indonesia dan Finlandia (Proyek ATA-267). Bibit hasil produksi persemaian modern ini untuk memenuhi kebutuhan bibit kegiatan Inpres antara lain meliputi jenis Acacia mangium, dan Eucalyptus urophylla.

Pada tahun 1996 lokasi ini yang sebelumnya berada dalam kawasan hutan produksi Lok Paikat disahkan melalui Berita Acara Tata Batas oleh Panitia Tata Batas Kabupaten Tapin tanggal 13 Februari 1996.

Pada tahun 1997 lokasi ini kemudian dibuat batas arealnya oleh Sub Balai Inventarisasi Perpetaan Hutan Banjarbaru sesuai dengan Surat Kepala Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan No. 0297/Kwl-II/1997 tanggal 6 Februari 1997. Luas areal yang diukur sebesar 370 Ha. Panitia pemeriksa batas terdiri atas : Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Kanwil Dephut Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Dati II Tapin, Kepala Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Wilayah V Banjarbaru, Kepala Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru, Kepala Cabang Dinas Kehutanan/KPH Kayutangi, Kepala Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Banjarbaru, Kepala Ranting Dinas Kehutanan/BKPH Rantau, dan Kepala Seksi Pengukuhan Bidang Penatagunaan Hutan Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2005 diterbitkan SK Menhut No. 177/Menhut-II/2005 tentang penunjukan lokasi tersebut sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) seluas ± 180 Ha.

PERMASALAHAN PERAMBAHAN HUTAN DI KHDTK RANTAU

Seperti kawasan hutan pada umumnya di KHDTK Rantau juga tidak terlepas dari tekanan baik berupa illegal logging, kebakaran hutan dan perambahan hutan. Jumlah penduduk yang kian padat mengakibatkan kebutuhan akan lahan garapan juga meningkat sehingga tekanan terhadap KHDTK juga meningkat. Berdasarkan hasil identifi kasi yang sudah dilakukan, ditemukan 6 (enam) orang yang melakukan kegiatan perkebunan karet secara di dalam KHDTK Rantau.

PROSES KEMITRAAN KEHUTANAN UNTUK PENANGGULANGAN PERAMBAHAN

Salah satu kebijakan pemerintah di sektor kehutanan dalam rangka memberdayakan masyarakat adalah peraturan Menteri Kehutanan P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat

Melalui Kemitraan Kehutanan, Skema Kemitraan Kehutanan digagas sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dengan menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengelola tanah pada areal hutan. Skema ini juga sebagai wahana penyelesaian konfl ik atas sumberdaya hutan yang terjadi antara pengelola hutan dan unit manajemen hutan dengan masyarakat yang sudah memanfaatkan kawasan hutan.

Dalam rangka penyelesaian permasalahan perambahan di KHDTK Rantau, kemudian dilakukan inisiatif untuk medorong terbentuknya kemitraan antara masyarakat dengan pengelola KHDTK Rantau. Beberapa tahapan yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Identifi kasi pelaku / peladang

Identifi kasi dilakukan dengan cara mewawancarai petugas lapangan, masyarakat sekitar dan aparat desa. Pada tahun 2015 dilakukan identifikasi pelaku dan pemberian surat pemberitahuan bahwa kegiatan yang mereka lakukan melanggar hukum. Upaya ini ternyata masih kurang efektif karena adanya kegiatan jual beli lahan kebun karet di dalam areal KHDTK Rantau sehingga kepemilikannya menjadi tidak jelas. Selain itu adanya upaya dari warga sekitar dan pelaku untuk menyembunyikan identitas peladang ilegal. Karena dalam kurun waktu lebih satu tahun masih belum teridentifi kasi secara pasti maka pada tanggal 14 Juni 2016 dilakukan pemasangan spanduk pemberitahuan di setiap kebun karet tersebut dengan memuat beberapa keterangan yaitu kebun karet mereka berada di dalam kawasan hutan, dalam waktu tiga bulan akan ditertibkan dan bila ingin melakukan konfi rmasi dapat menghubungi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru tertera alamat dan nomor telpon. Upaya ini ternyata berhasil dalam periode Juni-Oktober 2016 beberapa pelaku peladang karet ilegal menghubungi dan bersedia melakukan dialog.

Pemasangan spanduk pemberitahuan

32 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 33: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

33BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 33BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

2. DialogDialog dialaksanakan dalam upaya untuk menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman mengenai posisi masing-masing di mata hukum. Dalam dialog tersebut juga disampaikan dasar-dasar hukum, sejarah dan fungsi KHDTK serta kegiatan kemitraan yang ditawarkan. Dari hasil dialog diperoleh kesimpulan bahwa pada prinsipnya masyarakat menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah melanggar hukum namun sebagai masyarakat yang hidup di sekitar areal KHDTK mereka juga berharap agar KHDTK Rantau dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Adanya areal belukar dan padang ilalang serta intensitas pembangunan tanaman yang rendah di KHDTK Rantau menimbulkan anggapan masyarakat sekitar bahwa areal tersebut lahan tidur sehingga mereka ingin menanami karet. Pokok dari permasalahan di atas adalalah bagi KHDTK Rantau biaya yang terbatas mengakibatkan intensitas kegiatan juga terbatas sementara masyarakat sekitar perlu lahan untuk bercocok tanam sehingga perlu ada kegiatan kerjasama berupa kemitraan kehutanan untuk menjawab permasalahan tersebut.

3. Penandatanganan Berita Acara Penyerahan ladangSetelah dilakukan dialog maka pada tanggal 14 Oktober 2016 para peladang kebun karet i legal di dalam KHDTK Rantau bersedia menyerahkan kebun karet mereka beserta dokumen-dokumennya kepada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru untuk dikelola dalam bentuk kemit raan maupun penel i t ian . Penandatanganan berita acara serah terima ini dilakukan di rumah kepala desa Baramban dan disaksikan oleh kapolsek Piani dan kepala desa Baramban. Setelah dilakukan serah terima ini maka areal KHDTK Rantau bebas dari peladang ilegal.

Penandatanganan Berita Acara serah terima kebun karet ilegal

4. Kemitraan KehutananSebagai upaya untuk menjembatani antara pemasalahan biaya untuk pengelolaan KHDTK Rantau serta kebutuhan masyarakat sekitar akan lahan garapan maka dirumuskan kegiatan kemitraan kehutanan di dalam areal KHDTK Rantau. Prinsip utama kemitraan di KHDTK Rantau adalah dilakukan melalui kelompok atau entitas dan bukan perorangan hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam hal pengontrolan dan fasilitasi. Kelompok yang siap bermitra adalah a. Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Mangkun

Jayab. Koperasi Wana Usahac. Kelompok Tani Tunas Mudad. Kelompok Tani Membangune. Kelompok Tani Baru Munculf. Kelompok Tani Swargag. Kelompok Tani Tuntung Pandang 1h. Kelompok Tani Tuntung Pandang 2

Saat ini sedang dilakukan perumusan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama antara BP2LHK Banjarbaru dengan ke delapan entitas diatas. Perumusan mencakup hak dan kewajiban para pihak, komoditi yang dikerjasamakan, luasan dan bagi hasil serta jangka waktu kerjasama.

Perumusan Nota Kesepahaman dan Perjanjian kerjasama

Dengan kegiatan kemitraan kehutanan ini diharapkan menjadi solusi yang efektif untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan hutan karena dapat menumbuhkan kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sek itar yang pada akhirnya mereka ikut serta menjaga kelestarian hutan tersebut dari berbagai tekanan dari luar.

33BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 34: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

34 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201634 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

INSTRUMEN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN KPHL MODEL HSS KALIMANTAN SELATANIr. Dian Lazuardi, MSc dan M. Abdul Qirom, S.Hut,MSc

PENDAHULUANFakta di lapangan menunjukan bahwa Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model HSS memiliki tingkat kompleksitas sangat tinggi. Hal tersebut ditunjukan dari tingkat kemajemukan (multiplicity) yang dikandung di dalamnya. Dari sudut pandang fungsi ekosistem, kawasan KPHL tersebut memiliki sifat multifungsi (Regulation, habitat, production, information, and carrier functions). Dari sudut pandang bentuk pemanfaatan lahan, kawasan dapat dikatakan sebagai multiple-use (ragam produksi barang dan jasa lingkungan) atau multi-tujuan (sebagai dampak dari multi-stakeholders). Selain itu, kompleksitas pengelolaan KPHL Model HSS semakin tinggi dengan adanya sifat multi-kepemilikan atau multi-agent, Adanya sifat multi-

kepemilikan, dapat dikatakan bahwa KPHL Model HSS merupakan KPH paling tinggi tingkat kesulitan pengelolaannya di Indonesia.

Setiap bidang lahan yang ada di dalam kawasan secara de-facto sudah ada pemiliknya sejak masa sebelum kemerdekaan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan unit KPH, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pemilik atau penguasa lahan tersebut memiliki suatu sifat otonom dalam pengambilan keputusan tentang arah pengelolaan lahannya sendiri, dan setiap keputusannya tidak akan selalu selaras dengan arah kebijakan yang ditetapkan pengelola KPHL. Oleh karena itu, pemahaman mengenai ragam instrumen kebijakan yang mampu mengarahkan perilaku para pemilik lahan menjadi sangat penting, terutama dalam pertimbangan penerapannya di dalam strategi pengelolaan KPHL.

Instrument kebijakan (policy instrument) merupakan alat yang ditujukan untuk mengarahkan perilaku publik ke arah yang diinginkan. Beragam

F O K U S

34 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 35: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

35BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

instrumen kebijakan biasa digunakan untuk mengarahkan masyarakat dalam hubungannya dengan tujuan pembangunan ekonomi dan tujuan ekologis (perlindungan dan konservasi lingkungan hidup). Arah yang diharapkan dari seluruh pemilik lahan adalah perilaku yang selaras dengan tujuan pengelolaan KPHL secara keseluruhan yaitu sebagai penyedia jasa pendukung kehidupan (tata air, kesuburan tanah, dan jasa ekosistem lainnya).

Tulisan ini mencoba mengemukakan beberapa instrumen kebijakan yang biasa digunakan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Instrument kebijakan (policy instrument) secara sederhana dapat diartikan adalah suatu alat (tools) untuk mengarahkan perilaku publik kearah yang diinginkan. Instrumen kebijakan tersebut mencakup ragam bentuk kebijakan baik berupa regulasi, program, skema maupun model. Instrumen kebijakan ini di dalam UU 32 Tahun 2009 Pasal 42 (1) disebut dengan istilah Instrumen Ekonomi Lingkungan.

RAGAM INSTRUMEN KEBIJAKANSebagai acuan dasar, ragam instrumen kebijakan

dapat mengikuti seperti yang dikemukakan oleh Wunder (2006) dan Cubage et al., (2007). Instrumen-instrumen kebijakan tersebut disusun berdasarkan dua arah yaitu level insentif ekonomi dan tujuan konservasi (Gambar 1). Tujuan konservasi mencakup fungsi perlindungan sumberdaya penunjang kehidupan (tata air dan siklus biogeokimiawi), dan keanekaragaman hayati. Setiap satu jenis instrumen kebijakan tidak bersifat ekslusif satu dengan lainnya, tetapi dapat dipadukan secara bersamaan sesuai dengan kondisi sosial dan biofi sik lokasi. .

1. Pengendalian dan Pelarangan (Command and control) : Instrumen pengendalian dan pelarangan (CAC)

merupakan instrumen kebijakan yang sifatnya mengarahkan masyarakat ke tujuan konservasi atau perlindungan secara langsung. Instrumen ini diarahkan pada kawasan, areal atau objek yang memiliki nilai konservasi/perlindungan tinggi bagi kelestarian ekosistem. Masyarakat tidak diperbolehkan untuk menebang, membuka lahan, bahkan tidak diperbolehkan memasuki kawasan di zona inti seperti di kawasan-kawasan taman nasional atau hutan suaka alam. Permanfaatan sangat terbatas pada pemanfaatan hasil hutan non-kayu tanpa penebangan pohon.

Instrumen ini sangat memerlukan biaya sosial sangat tinggi, yaitu biaya penegakannya dan biaya transaksi. Biaya transaksi mencakup ragam pengorbanan semua pihak yang dikenai aturan

untuk mentaatinya. Efektifi tasnya sangat ditentukan oleh efektifi tas penegakannya dan tingkat ketaatan masyarakat. Selain itu, instrumen ini bersifat produk hukum sehingga mensyaratkan keterlibatan berbagai pihak terutama pihak eksekutif dan legislatif pemerintah pusat dan daerah.

Inse

ntif

ekon

omi

KonservasilangsungKonservasi tak

langsung

SOCIALMARKET

PESPajak,Retribusi dan Subsidi

ICDP

PENGELOLAANLESTARI

AKUISISILAHAN

COMMANDANDCONTROL

Gambar 1. Beberapa instrumen kebijakan dalam pengelolaan ekosistem

Ket : PES : Payment for environmental serviceICDP : Integrated conservation and development program

Dalam kasus di Loksado, instrumen ini hampir tak mungkin untuk diterapkan, karena di dalam kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian LHK) telah terfragmentasi oleh beragam bentuk penggunaan lahan (hutan alam, kebun, ladang, pemukiman, jaringan jalan, dan sekolah), wilayah administratif kepemerintahan (desa), dan penguasaan lahan secara perseorangan dari penduduk setempat. Walaupun realitanya, sangat banyak tempat, areal atau objek yang perlu untuk dilindungi dari praktek pemanfaatan lahan berupa pembukaan vegetasi, dan pengolahan lahan untuk usaha pertanian. Areal-areal tersebut antara lain seperti: hutan alam, ekosistem karst (gua-gua batuan kapur), vegetasi di sepanjang aliran sungai dan lahan-lahan curam. Semua areal tersebut harus tetap bervegetasi pohon (alami atau tanaman), dan vegetasi alami di sepanjang aliran sungai harus saling bersambungan sampai dengan vegetasi hutan alam di atasnya (prinsip konektivitas dan non-fragmentasi).

2. Akuisisi lahan Instrumen kebijakan ini ditujukan pada lahan-

lahan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat, dan jika dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan

Page 36: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

36 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016363 BEKANTANAN VVollolol. 4///NoNoNooNo.... 2/2/2/2/2 2020020201616616161616

lingkungan yang sangat besar. Pada instrumen CAC, pengambil-alihan lahan dilakukan oleh pemerintah (pengelola kawasan hutan) hanya berdasarkan produk hukum, tetapi pada instrumen akuisisi lahan pengambil-alihan dilakukan melalui pembelian langsung atau melalui penggantian lahan (relokasi). Sama seperti instrumen CAC, instrumen ini juga memerlukan biaya yang sangat besar, dan harus melibatkan pihak eksekutif dan legislatif daerah, selain diperlukan dukungan payung hukum yang kuat.

3. Pasar Sosial (Social market) Instrumen ini tidak diarahkan secara langsung

pada kegiatan perlindungan dan ekonomi, tetapi lebih difokuskan pada pembentukan kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dalam setiap aktifi tas kehidupannya. Kegiatan pendidikan, penyuluhan dan pembinaan termasuk dalam instrumen ini.

4. Pajak, Retribusi dan Subsidi Lingkungan Instrumen kebijakan ini merupakan instrumen

berbasis insentif-disinsentif ekonomi dan sifatnya tidak langsung diarahkan pada tujuan perlindungan dan konservasi lingkungan. Besarnya nilai pajak, dan retribusi didasarkan pada besarnya nilai dampak kerusakan atau pencemaran yang ditimbulkan oleh proses produksi, sehingga secara langsung akan menambah besarnya biaya produksi. Subsidi merupakan kebalikannya dari pajak dan retribusi lingkungan, Besarnya nilai subsidi didasarkan dari besarnya nilai pengurangan pencemaran atau perbaikan lingkungan yang dihasilkan. Subsidi diberikan dalam beragam bentuk kompensasi, baik berupa pengurangan besaran punggutan, bantuan fi nansial, maupun dalam pengadaan teknologi. Sasaran utama dari instrumen ini sangat jelas yaitu perusahaan-perusahaan, bukan masyarakat petani secara individu. Selain itu, instrumen ini merupakan ranah kebijakan publik yang harus melibatkan pihak legislatif dan eksekutif di pemerintahan daerah maupun pusat. Payung hukum untuk instrumen ini sebenarnya sudah diamanatkan di dalam Pasal 42 (1) UU 39 tahun 2009, tetapi instrumen ini masih belum dapat dilaksanakan, mengingat sampai saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai hal tersebut masih dalam proses pengesahan.

Berdasarkan hasil penelitian dua tahun terahir, faktor penggerak yang menjadi insentif dan disinsentif utama bagi masyarakat KPHL Model HSS adalah adanya pasar dan harga komoditi yang diusahakannya. Fenomena penurunan harga komoditi karet dalam kurun 5 tahun terahir menjadi

bukti mengenai hal ini. Karet merupakan komoditi utama hampir semua penduduk di dalam kawasan KPHL. Penurunan harga jual komoditi karet sangat berdampak pada pendapatan harian mereka. Untuk mempertahankan tingkat pendapatan harian normal, mereka meningkatkan jumlah produksi mereka melaui meningkatkan intensitas waktu kerja, menambah ragam komoditi dan atau beralih ke komoditi lain yang lebih tinggi harganya. Penduduk yang memiliki luasan kebun karet sangat terbatas dan tidak memiliki komoditi lain akan bermigrasi baik secara individu maupun kelompok untuk mencari mata pencaharian lain atau mencari daerah baru yang memiliki aksesibilitas pasar yang tinggi. Kejadian migrasi banyak terjadi pada penduduk yang berada di wilayah beraksesibilitas rendah.

5. Pengelolaan Produksi Lestari.Merupakan kebijakan yang ditujukan bagi semua

pengelola lahan di dalam KPHL untuk selalu melakukan praktek-praktek pengelolaan yang ramah lingkungan, dengan tetap menjaga tingkat kesuburan (kapasitas produktif ) lahan yang dikelolanya. Instrumen ini berlaku bagi seluruh pengelola lahan yang ada, baik usaha kehutanan, perkebunan, pertanian maupun jasa wisata alam.

Penerapan instrumen ini sangat memerlukan perpaduan dengan instrumen-instrumen lainnya, terutama dengan instrumen insentif-disinsentif ekonomi (seperti: bantuan sarana produksi, fi nansial dan pendampingan), pasar sosial (penyuluhan, dan pendidikan), Instrumen Imbal (Pembayaran) Jasa Lingkungan, Instrumen ICDP, dan kolaborasi dengan berbagai sektor dan pemangku kepentingan (Seperti : Dinas-dinas di pemerintahan daerah setempat, LSM, dan para pelaku ekonomi di tingkat lokal dan regional).

6. ICDP (Integrated conservation and development program) : Instrumen ini pada awalnya merupakan program

yang dipelopori oleh WWF (World Wild Fund) dalam pengelolaan Taman Nasional. Lahir sebagai jawaban dari kesulitan menerapkan instrumen CAC untuk mencegah masyarakat melakukan aktifitas pemanfaatan lahan atau produk-produk di dalam kawasan konservasi. Pendekatannya adalah dengan memadukan aspek konservasi dengan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat yang mulai diterapkan pada pengelolaan kawasan konservasi di dunia pada akhir tahun 1980-an (Eghenter et. al., 2012). Pendekatan yang digunakan terdiri dari tiga pendekatan, yaitu: (a) kompensasi pembangunan sarana-prasarana yang diperlukan masyarakat (Seperti: jalan akses, sekolah,

36 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 37: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

37BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 37373BEEBEBEEBEBEBEKAKAKAKAKAKAKAKAKAAKAAAK NTNTNTNTTNNNNTNNNTN ANANNAAA VVVVolollol. 4/4//4 NoNoNoo. . 2/2/202016616

penerangan dan puskesmas), (b) pengalihan alternatif mata pencaharian (seperti intensifi kasi pertanian, pengembangan komoditi usaha pertanian berbasis komoditi khas setempat), dan (c) peningkatan nilai melalui upaya pengembangan pasar bagi komoditi setempat atau peningkatan nilai dari lingkungan itu sendiri melalui pengembangan wisata alam.

Tujuan utama dari pendekatan ICDP adalah untuk mengalihkan aktifi tas kehidupan masyarakat dari ketergantungan terhadap kawasan konservasi menjadi mandiri dari usaha yang telah dikembangkan dengan projek ICDP. Ciri utama dari projek ini adalah adanya institusi sebagai penyandang dana utama (WWF) sebagai jawaban dari keterbatasan dana pemerintah untuk program konservasi, adanya bantuan operasional dan pendampingan intensif oleh para LSM lokal sebagai mitranya. Mengingat ICDP bersifat proyek, keberlanjutan usaha setelah proyek berakhir sering menjadi permasalahan baru akibat keterbatasan dana dan personalia pendamping. Selain itu, projek ini sering menimbulkan konfl ik kepentingan antara pihak yang terlibat penyelenggaraan proyek dengan kebijakan pemerintah daerah setempat.

7. Pembayaran Jasa Lingkungan (payment for environmental services / PES). Pembayaran jasa lingkungan (PES) menurut

Wunder (2006) dapat didefi nisikan sebagai: “ Suatu bentuk transaksi sukarela (voluntary) terhadap suatu jenis jasa lingkungan tertentu atau terhadap suatu penggunaan lahan yang menjamin keberlangsungan jasa lingkungan tersebut, yang dibeli sedikitnya oleh satu pembeli dan dari sedikitnya satu pihak penyedia jasa. Jika dan hanya jika pihak penyedia mampu menjamin keamanan penyediaan jasa tersebut (conditional)”. Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu instrumen lingkungan yang berbasis insentif ekonomi dan secara spesifik merupakan implementasi dari teori eksternalitas. Di dalam mekasinme PES, para pemilik lahan sebagai penyedia jasa akan menerima suatu pembayaran yang bersifat kondisional atas jasa lingkungan yang dihasilkannya atau atas kesediaannya untuk mengadopsi suatu praktek penggunaan lahan yang akan menghasilkan jasa lingkungan tersebut. Bentuk partisipasi bersifat sukarela (Pagiola et al., 2007)

Beberapa jasa lingkungan yang banyak dijadikan sasaran PES, antara lain:1. Simpanan karbon:

Pembeli (donor) membayar setiap tambahan pohon yang ditanam dan dipelihara olah para petani.

2. Perlindungan keanekaragaman hayati: Para pencinta lingkungan membayar penduduk

setempat untuk menyisakan (tidak membuka) lahan bervegetasi alami (hutan alam) atau untuk merestorasinya. Tujuannya adalah untuk membangun suatu koridor biologis alami. Dengan perkataan lain, bahwa semua areal kiri-kanan aliran sungai harus bervegetasi alami yang didominasi jenis-jenis pohon setempat dan tersambung dengan sisa hutan alam di atasnya.

3. Perlindungan daerah aliran sungai. Masyarakat yang ada di bagian bawah DAS memberikan kompensasi atau membayar para petani di bagian hulu untuk melakukan praktek pemanfaatan lahan yang mampu meminimumkan resiko erosi, longsor dan banjir serta menghilangkan deforestasi.

4. Keindahan bentang alam. Para operator usaha wisata alam membayar kepada para petani setempat untuk tetap menjaga tempat-tempat tertentu sebagai tempat kehidupan liar (wildlife) berlangsung.

Tidak semua persoalan lingkungan yang berhubungan dengan pengelolaan lahan dapat diselesaikan oleh pendekatan PES ini. Beberapa kasus lingkungan yang sulit dan tidak dapat diselesaikan dengan program PES ini antar lain:1. Pengelola lahan tidak memiliki kewenangan

mengurus suatu jasa lingkungan. Pada skala wilayah tertentu, suatu jasa lingkungan dianggap barang bebas atau barang publik

2. Ketidak-tahuan pengelola akibat kurangnya informasi mengenai praktek-praktek pengeloaan yang lebih ramah lingkungan. Dalam kasus ini, pendidikan dan latihan serta pembangunan kesadaran menjadi solusi yang lebih tepat.

3. Pemodalan yang tidak mendukung untuk meng imp lemens i kan p rak tek-p rak tek pengelolaan yang ramah lingkungan. Dalam kasus ini, memberikan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan kredit modal bagi usaha lahannya menjadi solusi yang lebih menjanjikan.

Semua instrumen kebijakan di atas sebenarnya telah terakomodasi di dalam RPP Instrumen Insentif Ekonomi Lingkungan Hidup yang saat ini masih dalam proses pengesahan (Asdep Ekonomi Lingkungan, 2015). Jika RPP ini sudah disyahkan, maka akan menjadi suatu payung hukum yang sangat membantu operasional pengelolaan KPHL. Ruang lingkup dari RPP ini sangat sangat komprehensif yang meliputi: 1. Perencanaan pembangunan dan kegiatan

ekonomi; terdiri dari : • Penyusunan Neraca SDA dan Lingkungan

Hidup (LH),

37BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 38: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

38 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201638383838 BEBEB KAKAKAKAANTNNTNTTN ANANN VVVVVVVVVVoolololooloolooooooo . . . . 4/4/4/4/4/4/4/4///4/44 NoNNoNoNoNoNoNoNoNNoNoNoNoNoNo.... 2/22/2/2/2/2/2/22/222222 20202020202000016161616111161616616616

• Penyusunan PDB/PDRB Hijau, • Internalisasi Biaya LH: Kompensasi Jasa LH

dan Imbal Jasa Lingkungan Hidup, 2. Pendanaan lingkungan hidup :

• Dana Jaminan Pemulihan LH • Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau

Kerusakan Lingkungan dan Pemulihan LH. • Dana Amanah LH.

3. Iinsentif dan/atau disinsentif. • Label Ramah LH • Pengadaan Barang dan Jasa yang Ramah LH • Penerapan Pajak, Retribusi, dan Subsidi LH • Lembaga Keuangan dan Pasar Modal Ramah

Lingkungan . • Perdagangan Izin Pembuangan Limbah dan/

atau emisi • Asuransi LH• Penghargaan Kinerja di

Bidang PPLH • Pe n g e m ba n g a n

s i s t e m Pembayaran Jasa LH; Penerapan S i s t e m

Pengembangan Dana Deposit.

REKOMENDASI PEMILIHAN INSTRUMEN KEBIJAKAN

Instrumen mana yang harus dipi l ih untuk digunakan daalam pengelolaan KPHL Model HSS? Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa setiap instrumen sifatnya tidak ekslusif , dimana satu instrumen dapat dipadukan dengan instrumen lainnya sesuai dengan karakteristik jenis penutupan dan penggunaan lahan, nilai kerawanan kerusakan ekologis dan preference pemiliknya. .

Kriteria utama untuk memilih instrumen bermula dari kondisi lahan yang memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap kerusakan fungsi hidro-orologi kawasan, dan tingkat kerawanan terhadap penghilangan keanekaragaman hayati (kehilangan areal hutan alam primer). Lahan atau objek yang jadi

fokus utama adalah: (a) sisa hutan alam primer, (b) hutan sekunder, (c) lahan-lahan curam berupa semak-belukar yang umumnya berada di sekitar daerah tangkapan atau aliran sungai, dan (d) ekosistem karst yang berupa gua-gua dan sumber mata air. Semua lahan atau objek tersebut merupakan fokus yang harus dilakukan perlakuan-perlakuan perlindungan, rehabilitasi dan restorasi.

Instrumen pasar sosial (social market) merupakan instrumen yang harus selalu hadir, karena diperlukan dalam membangun jiwa kepedulian akan kelestarian ekosistem dan kehidupan bermasyarakat, yang pada realitanya sangat memerlukan waktu yang panjang. Instrumen ICDP dan PES dipandang sebagai instrumen yang realistis dan sesuai untuk mendukung upaya

perlindungan, rehabilitasi dan restorasi lahan-lahan atau objek yang memiliki

tingkat kerawanan kerusakan ekologis tinggi di dalam

kawasan KPHL Model HSS. Instrumen akuisisi lahan masih memungkinkan dilakukan secara terpadu dengan ICDP dan atau PES.

DAFTAR PUSTAKAAsdep Ekonomi

Lingkungan, 2015. RPP Instrumen Ekonomi

Lingkungan Hidup. Pertemuan Konsultasi

Publik. Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Januari 2015 Manggala

Wanabakti, Jakarta, Cubbage F., Harou P., Sills E., 2007. Policy

instruments to enhance multi-functional forest management. Forest Policy and Economics 9 : 833 – 851

Eghenter, C. Putera, M.H. Ardiansyah I. 2012. Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia. WWF-Indonesia

PagiolaS., S., PlataisG., G., 2007. Payments for Environmental Services: From Theory to Practice. World Bank, Washington.

Wunder, S. 2006. Are direct payments for

38 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 39: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

39BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

PENDAHULUANKebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap musim

kemarau salah satunya disebabkan oleh masih dilakukannya penyiapan lahan dengan cara pembakaran. Hal ini telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Berulangnya kejadian karhutla yang tidak terkendali telah menimbulkan kerugian yang besar. Hal ini seharusnya menyadarkan semua pihak untuk tidak menggunakan api dalam upaya penyiapan lahan untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan yang melarang kegiatan penyiapan lahan dengan cara pembakaran.

Penyiapan lahan dengan cara pembakaran dalam jangka panjang kurang menguntungkan karena ketersediaan unsur hara dari limbah pembukaan lahan lebih sedikit dan limbah yang terbakar tidak dapat dimanfaatkan menjadi barang yang lebih bernilai. Penyiapan lahan untuk penanaman tanaman kehutanan, pertanian atau perkebunan pada dasarnya adalah kegiatan pembersihan lapangan dan pengendalian kesuburan tanah agar tercipta kondisi lahan yang optimal untuk keperluan penanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh sebagian masyarakat, pengusaha perkebunan dan pengusaha hutan tanaman

dengan cara pembakaran karena mudah, murah dan cepat. Tetapi cara ini menimbulkan banyak kerugian yang nilainya jauh lebih besar daripada keuntungannya.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan tahun 1995 Nomor 206/Kpts-ll/95 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pembuatan Hutan Tanaman lndustri mengamanahkan pembukaan lahan tanpa pembakaran. Pada tahun yang sama Direktur Jenderal Perkebunan juga mengeluarkan Surat Keputusan Nomor. 38/KB. I I 0/SK/DJ.BUN/05/95 tentang Petunjuk Teknik Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran (PLTB). Secara umum kegiatan penyiapan lahan tanpa pembakaran dapat dikelompokkan kedalam kegiatan: persiapan, penebasan dan penebangan, pembersihan lahan, pengolahan lahan, konservasi lahan dan pencegahan kebakaran. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang konsep “Rumah Pellet” yang diharapkan dapat mendukung praktek PLTB.

Konsep “Rumah Pellet” (RP) merubah bahan organik yang dibakar menjadi bernilai ekonomi, adalah suatu gagasan atau ide untuk mengolah bahan organik yang biasanya dibakar pada saat penyiapan lahan menjadi barang bernilai ekonomis berbentuk pellet untuk pakan ternak, pellet energi, pupuk kompos dan chip (keping) untuk bahan pemulsaan. Konsep ini mengadopsi konsep “Rumah Kompos” (RK) yang pernah dikembangkan oleh Kementerian Pertanian. Berbeda dengan konsep RK, pada konsep RP bahan organik langsung diolah di lapangan. Hal ini dimungkinkan sebab didukung oleh mesin yang bersifat portable dan mobile (Gambar 1). ___________________________________1. Peneliti Muda Pada Balai Penelitian & Pengembangan LHK Banjarbaru. HP 08164565497. E-mail: [email protected]. Konsultan Teknik Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Oleh: Marinus Kristiadi Harun1) dan A Taa Santosa2)

KONSEP “RUMAH PELLET”

UNTUK MENDUKUNG

PENYIAPAN LAHAN

TANPA BAKAR

ARTIKEL

39BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 40: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

40 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Gambar 1 Dari kiri: pemotong kelakai (pakis), mesin penghalus (shredder) portable dan mesin pellet mobile untuk mengolah bahan organik langsung

di lapangan menjadi chip dan pellet energi siap pakai.

dan (4) chip untuk media tanam atau pemulsaan (Gambar 2). Nilai ekonomis pellet pakan ternak dan pellet energi adalah Rp 2.000,- per kg di tingkat Rumah Pellet.

Gambar 2 Dari kiri: pellet konsentrat suplemen sapi perah, wood pellet untuk energi, dan mesin mulcher mobile untuk mengolah bahan organik langsung

di lapangan menjadi chip untuk pemulsaan dan kompos.

Produk yang dihasilkan dari RP adalah: (1) pellet pakan ternak (sapi, kambing, unggas dan ikan) organik, (2) wood pellet untuk bahan bakar kompor dan generator biomass, (3) pupuk organik (kompos),

Produk RP diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam mewujudkan desa yang mandiri energi dan mandiri pangan. Hal ini dimungkinkan sebab keberadaan RP mampu mengolah bahan organik yang tadinya dipandang tidak berguna menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi. Pellet energi dapat dipadukan dengan kompor biomass dan

generator tenaga biomass (gasifikasi) sehingga anggota RP dapat mandiri energi. Kompor Biomass yang dikembangkan pada konsep RP ini adalah kompor biomass hasil rekayasa Asosiasi Biomass Jogjakarta (Amarta). Beberapa profi l kompor biomass dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Profi l kompor biomass dan wood pellet sebagai bahan bakarnya.

40 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 41: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

41BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

POTENSI GULMA GAMBUT SEBAGAI BAHAN PELLET PAKAN TERNAK

Gulma lahan gambut berpotensi sebagai bahan pellet pakan ternak dengan kadar mineral dapat memenuhi kebutuhan ternak kecuali kadar Zn. Suplemen mineral Zn sangat dibutuhkan untuk menutupi kekurangan mineral dalam nutrisi ternak. Berbagai gulma tersebut, antara lain adalah Sasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor), Delingu

(Dianella ensifolia sp), Pakis (Asplenum nidus), Asem-aseman (Baccaurea bracteata ), Gajihan, Geronggang (Cratoxylon glaucum), Kelakai (Stenochlaena palustris), Lombok-lombokan (Clerodindrum sp), dan Karamunting (Melastoma candidum). Gulma tersebut hidup sepanjang tahun dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di lahan gambut. Tumbuhan tersebut berpotensi sebagai sumber bahan pellet pakan ternak. Tabel 1 menjelaskan profi l tumbuhan tersebut (Nurjannah 2006).

Tabel 1 Gulma lahan gambut yang dapat sebagai bahan pellet pakan ternak

Nama Jenis FotoSasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor). Gulma ini mempunyai tinggi bervariasi antara 30-80 cm, dengan bentuk batang silinder, arah tumbuh batang tegak lurus ke atas, tergolong yang tidak keras dan bergetah putih. Sasendok mempunyai daun berukuran kecil, berbentuk bundar telur , permukaan daun licin dan terdapat bintik-bintik putih. Sasendok memiliki biji berbentuk bundar berukuran kecil dan berwarna hijau. Hijauan ini biasanya tumbuh di tanah yang keras atau tanah yang berbatu, terutama di pinggir jalan, lapangan rumput; juga banyak terdapat di hutan rimba dan hutan belukar.

Asem-aseman (Baccaurea bracteata ). Tumbuhan ini mempunyai batang berkayu dengan arah tumbuh tegak ke atas yang memiliki daun yang rimbun bentuk memanjang dan ujung meruncing dengan warna daun hijau kekuningan dan permukaan mengkilap. Aseman banyak dijumpai di sekitar lapangan rumput dan hutan semak belukar. Hijauan jenis ini sesuai dengan namanya, mempunyai sedikit rasa asam, mungkin hal ini yang menye babkan sangat disukai oleh ternak.

Lombok-lombokan (Clerodindrum sp). Tumbuhan ini mempunyai ketinggian mencapai 1.5 meter. Hijauan inimirip dengan tanaman cabe namun lombokan mempunyai daun relatif lebar dengan permukaan agak berbulu dan berkerut seperti daun bayam, memiliki bunga kecil yang berwarna putih.

Karamunting (Malastoma candidum) mempunyai batang berkayu yang permukaannya ditumbuhi bulu halus dengan ketinggian 1.5 m, tumbuh tegak dengan tangkai yang banyak, berdaun relatif kecil. Bunga berwarna ungu kemerahan dan bila pagi akan merekah. Hijauan ini mempunyai biji kecil-kecil berwarna coklat.

41BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 42: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

42 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Bentisan (Lecananthus erubescens Jack) atau sering disebut nasi-nasian memiliki arah tumbuh membelit dan menjalar dengan warna daun hijau mengkilap dan licin. Memiliki buah berwarna putih seperti nasi dan rasa manis yang bisa dikonsumsi olehmanusia.

Bajakah (Gynochthodes coriacea Blume) tergolong tanaman perdu dengan arah tumbuh batang membelit atau menjalar. Memiliki daun yang rimbun dan berwarna hijau dengan permukaan licin dan mengkilap. Daun muda lebih disukai oleh ternak dari pada yang tua karena yang daun yang tua agak keras.

Pakis (Asplenum nidus) mempunyai tinggi mencapai 2 meter, permukaan batang agak berbulu dengan arah tumbuh tegak lurus. Daun berwarna hijau kekuningandengan bentuknya bergerigi halus serta permukaan ditumbuhi bulu halus. Bagian yang lebih disukai ternak adalah daun yang masih muda karena masih lunak

Kelakai (Stenochlaena palustris) termasuk jenis pakis dengan ketinggian hampir 1 meter, percabangan dengan stolon. Daunnya berbentuk panjang, ujung daun meruncing dengan tepi bergerigi. Daun berwarna merah tua saat masih muda dan dapat sebagai sayuran yang dikonsumsi oleh manusia.

Delingu (Dianella ensifolia sp) merupakan jenis rumput yang mempunyai tinggi 50 cm. Daunnya mempunyai pelepah dan panjang seperti daun jagung. Hijauan ini terdapat dalam jumlah banyak di lahan gambut, areal pertanian masyarakat, dipinggir jalan, dan di pinggir sepanjang sungai.

Gajihan (Poaceae) termasuk jenis rumput yang tumbuh subur pada rawa, bila tanah tergenang air, rumput gajihan ini akan tumbuh dengan cepat mengikuti ketinggian air. Tumbuh tegak lurus dengan batang bulat dan beruas, mempunyai daun kecil dan meruncing.

42 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 43: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

43BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Kawatan (Panicum sp) merupakan jenis rumput dengan bentuk batang bulat kecil, mempunyai batang berbaring dan menjalar, akar keluar dari buku-bukunya, daun berpelepah agak panjang dan runcing.

Kumpai (Dianella nemorosa Lam) mempunyai batang beruas, berbentuk bulat dan berongga, memiliki daun yang panjang. Tanaman ini banyak tumbuh di rawa, sangat subur apabila musim hujan dan rawa tergenang yang ditandai dengan batangnya yang besar.

Komposisi kimia masing-masing tumbuhan hijau tersebut seperti dijelaskan pada Tabel 2 berikut (Nurjannah 2006).

Tabel 2 Komposisi kimia gulma gambut yang berpotensi sebagai bahan pellet

pakan ternak (Nurjannah 2006).

PENGOLAHAN DAUN GULMA LAHAN GAMBUT MENJADI PELLET PAKAN TERNAK

Pengolahan daun gulma lahan gambut menjadi bentuk pellet (pelleting) sebagai pakan ternak memiliki sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah

oksidasi vitamin (Patrick dan Schaible, 1979). Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pellet adalah meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi sifat mengembang atau sifat bulky, dengan demikian akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer. Santosa (2015) menjelaskan bahwa pakan berbentuk pellet mempunyai tingkat ketercernakan atau Total Digest Number (TDN) yang lebih baik dibandingkan pakan berupa hijauan. Selain itu, pellet juga memerlukan lebih sedikit tempat penyimpanan dan biaya transportasi jika dibandingkan dengan bahan pakan berupa hijauan. Kualitas pellet merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan. Kualitas pellet sangat ditentukan oleh durabilitas, kekerasan (hardness) dan ukuran. Menurut Behnke (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pellet adalah formulasi (pengaruhnya sebesar 40%), conditioning (20%), ukuran partikel (20%), spesifi kasidie (cetakan) dari mesin pellet (15%), dan pendinginan (5%).

Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap, yaitu: (a) pengolahan pendahuluan, (b) pembuatan pellet dan (c) perlakuan akhir.

a. Proses pendahuluanProses pendahuluan ber tu juan untuk

menghaluskan bahan organik dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Proses ini dapat dilakukan secara manual dengan parang maupun dengan mesin pencacah. Proses ini seperti pada Gambar 4. Bahan tersebut selanjutnya didiamkan selama 24 jam dan ditaburi garam dapur dengan perbandingan bobot 1:100.

43BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 44: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

44 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Gambar 4 Proses pendahuluan pengolahan daun gulma lahan gambut menjadi pelet pakan ternak.

b. Pembuatan pelletPembuatan pellet terdiri dari proses pencetakan,

pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pellet adalah pencampuran (mixing), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling). Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong bahan campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang – lubang berdiameter 2 – 6 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut

dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat atau mudah patah (retak). Pada konsep rumah pellet ini mesin pencetak pelet yang dianjurkan adalah mesin Myuan 12 (Gambar 5).

Gambar 5 Profi l mesin pellet pakan ternak portable Myuan 12 dan pasta bahan baku pellet pakan (kiri), proses penggilingan bahan baku tahap I (tengah) dan proses

penggilingan bahan baku tahap akhir (kanan).

Proses pembuatan pellet organik dari daun gulma gambut seperti pada gambar di atas dapat dijelaskan lebih lanjut seperti uraian berikut: (a) pasta bahan pellet yang telah mengalami pelayuan selama 24 jam selanjutnya digiling dengan menggunakan mesin pellet Myuan 12 (giling I), (b) hasil giling I selanjutnya dijemur sampai kadar air mencapai 70%, (c) selanjutnya hasil penjemuran di giling lagi dengan mesin pellet Myuan 12 (giling II), (d) proses homogenisasi dan peliatan lanjut dengan

penambahan tepung aditif (dapat berupa kulit galam, dedak gandum, dedak padi, tepung kedelai. Jenis tepung aditif tergantung jenis ternak). Penentuan ukuran pellet disesuaikan dengan jenis ternak. Ukuran diameter pellet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5 cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci), untuk ayam pedaging periode starter dan fi nisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pellet untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci).

44 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 45: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

45BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

c. Pengeringan pelletPengeringan pada intinya adalah mengeluarkan

kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan karena pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi. Gambar 6 memperlihatkan proses pengeringan dengan bantuan sinar matahari (alami). Proses pengeringan alami di bawah terik matahari ini dapat dipercepat dengan menggunakan lembaran seng talang air sebagai alas.

Gambar 6 Proses pengeringan di bawah terik matahari ini dengan

menggunakan lembaran seng sebagai alas.

d. Perlakuan akhirPerlakuan akhir yang perlu mendapat perhatian

adalah pengemasan pellet (packing). Hal ini penting untuk dilakukan agar kadar air pellet tetap terjaga

sehingga pellet tidak mengalami kerusakan akibat jamur dan kerusakan fisik lainnya. Gambar 7 memperlihatkan proses pengemasan pelet yang baik.

Gambar 7 Proses pengemasan pellet pakan ternak.

KELEMBAGAAN RUMAH PELLET

Peluang mengembangkan Pellet pakan ternak dan energi dari gulma dan limbah pertanian di lahan gambut sangat terbuka luas mengingat potensi bahan baku tersedia melimpah. Sampai tahun 2007, Indonesia baru mampu menghasilkan wood pellet sebanyak 40.000 ton, sedangkan produksi dunia telah menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai 12,7 juta ton. Di pasar Eropa saja, konsumsi wood pellet dari tahun 2000 – 2010 semakin meningkat, yaitu mencapai 13 juta ton pada

tahun 2010. Hal ini mengingat adanya kebijakan Uni Eropa tentang energi bersih, dimana mulai tahun 2005 telah ditetapkan 20% pengurangan gas rumah kaca (GRK) dan minimum 20% konsumsi energi terbarukan pada tahun 2020.

Idealnya “Rumah Pellet” dibangun per kelompok tani di masing-masing desa. Berikut kami uraikan analisis usaha “Rumah Pellet” berbahan daun Kalakai untuk pakan ternak. Bahan baku yang diperlukan adalah daun Kelakai usia 40-45 hari sejak tebas pertama yang kemudian dicampur dengan daun ubi jalar dan daun singkong. Pencampuran ini dimaksudkan agar pellet yang terbentuk mempunyai

45BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 46: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

46 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201646 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

kandungan nutrisi sesuai SNI. Proses pembuatan Pellet dilakukan satu hari sesudah penebasan agar kandungan nutrisi pada daun Kelakai tidak berkurang. Kadar air Pellet maksimal 8%. Mesin produksi yang dibutuhkan adalah: (1) mesin pemisah daun Kalakai lengkap dengan pengerak, seharga Rp 5.200.000,-; (2) mesin pembuat Pellet kapasitas 200 kg/jam lengkap dengan mesin Diesel 22 HP, seharga Rp 22.000.000,; (3) Sealer kantong plastik untuk kemasan 15 kg, seharga Rp 2.000.000,-. Biaya lain yang diperlukan: ongkos kirim mesin Rp 1.900.000,- sampai dengan 5.000.000,- (tergantung lokasi); kantong plastik kemasan volume 15 kg, seharga Rp 500,- per lembar. Harga penjualan Pellet Daun Kalakai (Pellet DK) di Malang dan Surabaya seharga Rp 2.000,-/kg. Biaya produksi jika menggunakan cara tebas manual sebesar Rp 1.200.000,-/ton. Sedangkan jika menggunakan mesin pemanenan daun k alakai biaya produksi sebesar Rp 5.000.000,-/ha. Satu (1) ha padang Kalakai dapat menghasilkan bahan baku Pellet DK sebanyak 18-35 ton daun Kalakai segar. Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 30-45%, artinya setiap 100 kg daun Kalakai dapat menghasilkan 30-45 kg Pellet DK.

Proses pengembangan rumah pellet (RP) pada tingkat desa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, melakukan Pengkajian Desa Partisipatif (PRA). Tujuan utama dari PRA dalam kegiatan ini adalah untuk menyusun rencana program RP di tingkat desa yang memenuhi persyaratan: dapat diterima masyarakat, secara ekonomi menguntungkan dan berdampak positif bagi lingkungan. Kedua, membentuk kelompok kerja desa (KKD). Kelompok ini merupakan lembaga yang terdiri atas kelompok peminat program, tenaga ahli lokal (tokoh masyarakat), LSM pendamping dan perangkat pemerintahan desa. Lembaga ini berfungsi untuk memfasilitasi, melatih, mendampingi dan mengasistensi individu petani peminat program (kepala rumah tangga peminat program). Ketiga, perencanaan tingkat rumah tangga (household). Ujung tombak keberhasilan program RP adalah individu petani (kepala rumah tangga peminat program). Oleh karena itu, pelaksanaan pengembangan RP partisipatif perlu memperhatikan aspirasi individu petani. Perencanaan RP tingkat rumah tangga merupakan mekanisme pengembangan yang bottom-up. Keempat, konsolidasi. Hal ini merupakan tahapan setelah masing-masing individu petani (kepala rumah tangga peminat program) menyelesaikan usulannya, dan usulan tersebut telah dibahas oleh KKD. Selanjutnya KKD akan mengajukan hasil pembahasan kepada pemerintah.

Implemantasi pengembangan RP partisipatif di lapangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, penentuan lokasi RP. Lokasi RP di tingkat desa ditentukan berdasarkan hasil musyawarah mufakat kelompok tani yang berminat terhadap program RP. Petani yang berminat mendaftarkan dirinya sebagai petani peserta program yang

selanjutnya bergabung dalam kelompok peminat program RP. Lokasi sumber bahan baku RP berasal dari ladang (kebun) para petani peminat program RP. Individu petani peminat program RP tersebut diharapkan masing-masing telah mempunyai kesadaran (awareness), ketertarikan (interest), keinginan yang kuat (desire) dan kemampuan untuk bertindak (action) dalam mensukseskaan kegiatan PEG. Keempat sikap positif tersebut (AIDA) sangat penting dalam pelaksanaan pengembangan RP partisipatif. Kedua, pelibatan tokoh panutan (key person). Tokoh panutan bagi petani di desa, mempunyai pengaruh besar pada cara pandang dan cara tindak mereka. Secara umum, petani di desa mencirikan masyarakat yang paternalistik, dimana faktor karakter tokoh desa akan banyak mempengaruhi dinamika kehidupan mereka. Ciri paternalistik masyarakat di pedesaan dapat dipandang sebagai potensi kelembagaan petani di pedesaan untuk dijadikan energi bagi keberhasilan program RP. Ketiga, penyusunan kontrak kerja. Kontrak kerja didasarkan pada kesepakatan musyawarah yang dituangkan dalam surat kesepakatan bermeterai. Hal ini dimaksudkan agar kesepakatan tersebut mengikat kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan kesepakatan tersebut. Keempat, implementasi kontrak kerja di lapangan. Langkah selanjutnya adalah implementasi semua hal yang telah disepakati dalam kontrak kerja. Pada aspek implementasi ini, faktor keberlanjutan merupakan hal yang pokok. Keberlanjutan dapat tercipta jika kondisi berikut terpenuhi, yakni: (a) pelatihan bagi petani peminat program untuk memfasilitasi dan melatih petani yang lainnya, (b) dukungan keuangan dan teknis membangun kapasitas, (c) mempercepat dan mendukung terbentuknya institusi lokal yang kuat, (d) pelaksanaan program berprinsip: masyarakat yang memutuskan, memilih dan mengelola, (e) terjalinnya jaringan kerja antar desa-desa (antar KKD) dan (f) desentralisasi budget dan sumberdaya.

PENUTUP

Pelaksanaan pengembangan rumah pellet (RP) secara partisipatif memerlukan adanya modal sosial (social capital) yang memadai. Modal sosial secara sederhana diartikan sebagai bangunan “saling berbagi dan percaya”. Kondisi bangsa Indonesia saat ini menunjukkan menurunnya modal sosial. Penurunan ini terjadi karena tereduksinya peran lembaga-lembaga sosial tradisional yang merupakan lembaga bottom-up yang dibangun oleh inisiatif masyarakat. Oleh karena itu, agar pelaksanaan RP partisipatif dapat terlaksana dengan baik maka pembenahan modal sosial sangat diperlukan. Dengan semangat dan prinsip “saling berbagi dan percaya” marilah kita lakukan kegiatan pengembangan RP dengan lebih berdayaguna dan berhasil. Lestari Gambut ku, Sejahtera Bangsa ku.

46 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 47: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

47BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 47BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Oleh: Beny Rahmanto, S.Hut.

Demplot Super Intensif Agroforestry di KHDTK Rantau

Apa itu Demplot Super Intensif Agroforestry ?Demplot Super Intensif Agroforestry (SIA)

merupakan demplot agroforestry yang dibangun sebagai pengembangan hasil penelitian Teknologi Pengembangan Gaharu Di Kalimantan Selatan. Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan dalam demplot SIA adalah tanaman penghasil gaharu, sengon dan padi gogo sampoi. Demplot SIA dibangun seluas 0,5 Ha yang berlokasi di blok B petak 12 Kelompok Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rantau Kalimantan Selatan.

Bagaimana Pembangunan Demplot Super Intensif Agroforestry ?

Kondisi awal lokasi pembangunan demplot adalah lahan yang didominasi alang-alang. Pengolahan lahan dilakukan secara mekanis dengan menggunakan traktor berupa pembersihan lahan dan pembajakan. Kondisi tanah lokasi pembangunan demplot disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisa Tanah

No. Parameter Nilai SatuanKriteria Level problem

pusat penelitian tanah Setiadi, 20121 pH 4,62 masam < 3,5

2 C org 1,096 % rendah

3 N 0,201 % rendah

4 Kdd 0,084 (cmol(+)/kg) sangat rendah

5 Nadd 0,143 (cmol(+)/kg) rendah

6 Cadd 1,137 (cmol(+)/kg) sangat rendah Ca < Mg

7 Mgdd 0,332 (cmol(+)/kg)

8 KTK 22,367 (cmol(+)/kg) sedang < 8me/100g

9 Al 7,139 (cmol(+)/kg) > 3me/100g

10 H 0,958 (cmol(+)/kg)

11 P Bray1 1,14 ppm P sangat rendah

12 P potensial 2,672 me/100g

13 K potensial 14,364 me/100g

14 Fe 76,401 ppm 1200ppm

15 SO4 11,203 ppm

16 KB 7,5 % sangat rendah < 20%

17 Pasir 47,257 % >80%

18 Debu 22,137 %

19 Liat 30,603 %

ARTIKEL

47BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 48: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

48 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/201644484484848 BEBEBEBEBEBEBEBEBEBEBEBEBBEBEBEKAKAKAKAKAAKAKAKAKAKAKAKAKAAKAKKAKAANTNTNTNTNTNTNTNNTNTNTNTNTNTNTTNTNTNTNT NANANANANANANANANANANANANANANNANANANNNNAN VVVVVVVVVVVVVVVololololololololololololoo . . . .. . . 4/4/4/4/4/4/4/4/4/4/4/4/4/NoNoNNNNNNoNoNoNoNoNoNoNoNNNNoNN ........ 2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/22//2/202022020202020202020202220200161616161616161616161616161161666

Berdasarkan tabel 1 tekstur tanah pada lokasi pembangunan demplot adalah lempung liat berpasir (agak halus). Tanah mempunyai pH 4,62 yang tergolong pada kelas masam. Pada tanah masam penyerapan unsur P terhambat karena difiksasi oleh Al. Kandungan Al pada lokasi pembangunan demplot juga tinggi dan di atas ambang batas untuk dapat menimbulkan permasalahan. Berdasarkan kondisi tersebut perlakuan yang dilakukan adalah penambahan kapur (CaCO3) untuk meningkatkan pH tanah. Kandungan N berdasarkan hasil analisa tanah adalah rendah. Perlakuan yang dilakukan untuk meningkatkan N adalah dengan penggunaan pupuk kandang dari kotoran unggas (burung puyuh). Pupuk kandang unggas memiliki kandungan N tiga kali lebih besar dari pupuk kandang l a innya (Ha rd jow igeno , 2 0 1 0 ) . P u p u k k a n d a n g tersebut juga digunakan untuk meningkatkan nilai KB (kejenuhan basa) mengingat n i l a i KB sanga t rendah . Selain i tu , pupuk kandang memiliki keistimewaan antara lain memperbaiki permeabilitas tanah, porositas, truktur, daya menahan air dan kation-kation tanah dan apabila diberi pupuk buatan dapat menghambat pencucian oleh air hujan.

Nilai C/N rasio lokasi demplot 5,463 (rendah). Kondisi C/N rasio < 20 nitrogen mengalami proses mineralisasi dan mikroorganisme mati. Nilai C/N rasio merupakan indeks mudah tidaknya bahan organik mengalami penguraian dan juga indikator kegiatan biologi tanah (Sutanto, 2005). Untuk mengatasi kondisi tersebut perlakuan yang digunakan adalah penggunaan pupuk organik mikroba yang memiliki kandungan 5,2% mikoriza dan 0,51% bakteri untuk meningkatkan mikroorganisme tanah. Penggunaan pupuk berbasis jamur juga sesuai untuk dilakukan mengingat jamur dapat berkembang baik pada segala tingkat kemasaman tanah.

Tanaman yang ditanam pada demplot SIA terdiri dari 3 jenis yaitu sengon (Falcataria mollucana), Gaharu (Aquilaria microcarpa) dan padi gogo sampoi. Benih tersebut berasal dari sumber benih Tegakan Benih Teridentifi kasi dengan sertifi kat sumber benih No. 414/BPTH.JM-2/S.SB-1/2012 dengan alamat lokasi sumber benih di Lingkugan Burujul RT. 02/16, Kel. Kota Kulon, Kec. Sumedang Selatan, Sumedang, Jawa Barat. Benih tersebut juga telah memenuhi persyaratan berdasarkan sertifi kat hasil pengujian mutu benih No. 189/BPTH.JM-3/SMBn/2014. Bibit

tanaman gaharu yang digunakan dalam demplot ini berasal dari penangkar lokal. Benih padi gogo sampoi merupakan jenis padi gogo yang banyak ditanam di daerah sekitar KHDTK Rantau. Perlakuan bibit sengon dan gaharu sebelum tanam meliputi pemupukan, penjarangan (spacing) dan aklimatisasi bibit. Pemupukan bibit selama di persemaian dilakukan sebanyak 1 kali dengan menggunakan pupuk organik mikroba RhizoPlex® sebanyak 5 g per tanaman. Kandungan hara dan bahan aktif dalam pupuk tersebut adalah 0,51% kultur bakteria, 5,20%

mikoriza, 3% N, 3% P2O5, 3% K2O, 1% Ca, 0,6% Mg. Penanaman sengon dilakukan dengan

jarak tanam 2 x 2 m dan gaharu dengan jarak tanam 3 x 3m. Tanaman

gaharu ditanam menggunakan naungan buatan yang terbuat dari paranet. Perlakuan yang diberikan saat penanaman adalah pemberian pupuk kandang sebanyak 2,5kg per tanaman dan pemberian insekt is ida & nematis ida

(Furadan 3G) sebanyak 2 g per tanaman. Padi ditanam dengan

cara ditugal dalam larikan di sekitar tanaman pokok (sengon dan gaharu).

Bagaimana Hasil Demplot Super Intensif Agroforestry?Pertumbuhan tanaman pokok sengon dan gaharu

sangat baik. Rata – rata pertumbuhan tanaman sengon umur 6 bulan adalah tinggi 3,54 m dan diameter batang 3,28 cm. Pertumbuhan sengon umur 6 bulan sangat bagus dan sebanding dengan pertumbuhan sengon yang telah berumur 12 bulan pada plot Agroforestry Gunung Meranti (AGM) dengan rata-rata tinggi 3,77 m dan diameter 3,45 cm (Wahyudi dan Panjaitan, 2013). Perbandingan pertumbuhan tanaman sengon antara kedua demplot agroforestry ditunjukkan pada gambar 1.

3,54

3,28

3,77

3,45

33,13,23,33,43,53,63,73,83,9

tinggi (m) diameter (cm)

Grafik Pertumbuhan SengonDemplot SIA (6 bulan) VS Demplot AGM (12 bulan)

Demplot SIA (6 bulan)

Demplot AGM (12 bulan)

Gambar 1. Grafi k pertumbuhan tanaman sengon

48 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 49: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

49BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016 49BEKANTAN Vol. 4/No. 1/2016 494944444949994944449494494449494444449449494494494449499499494949494494444444444949444949994949494444949444444494449444994999949944944444BEBEBEBEEBEBEBEEEEEKAKAKAKKKAKKAKAKAKAKAKAKAAAAAKAKAAAAKKKAAKKKKAKKKKKAKAKKKAAKAKAAKKAKAAAK NNNTNTNTNTNTNTNTNTNNTNTNNTTNNTNTNTNNTNNTNTTTTTANANANNNAAAAAAAANNNNANNANNANANAAAANANNANAANANAAANAAAAAANANAANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANAAANAAAANA VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV loolololollollolololloollooololoooololololl..... ... ... 4//4/4/4//4/4/4/4/4/444444/NNoNoooNNoNoN . . 2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2//2/2/2/2/2//222/2/2//2///2/////2020202022020222022002020202020202200220002202222022002222 1161611661616161616661666666666166666666BEBEBEBEEEBEBEEKAKAKAKKAKKAKAKKAKAKAKAAAAAKAKAAAKKKAAKKKKKKKKKKKAAKAAKKAANNNTNTNTNTNTNNNTNNNNNTTNNNTNTNNTNNTN NNANNNAAAAAAANNNNNNNNNNAAANNNNAANANANAAAANNNAAAAAAAAAAAAAANAAA VVVVVVVVVVVVVV loololololllllololloolloololooolollll........ 444/////NNoNoooNNoo.. 2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2//2/2/2//2/222 202002022020222022002020022020220202000222 16611661616616161666666666166666

Dari gambar 1 dapat diketahui pertumbuhan sengon umur 6 bulan pada demplot SIA sangat cepat dengan ditunjukkan besarnya pertumbuhan sengon baik tinggi maupun diameternya sebanding dengan pertumbuhan demplot AGM yang telah berumur 12 bulan.

Per tumbuhan tanaman gaharu dengan menggunakan naungan buatan pada demplot SIA umur 6 bulan adalah rerata tinggi 81,37 cm dan diameter 9,8 mm. Pertumbuhan tanaman gaharu pada plot Agroforestry Sawit Gaharu (ASG) pada umur 6 bulan adalah rerata tinggi 59 cm dan diameter 8 mm (Suhartati dan Wahyudi, 2011). Perbandingan pertumbuhan tanaman gaharu pada kedua plot agroforestry ditunjukkan pada gambar 2.

81,37

9,8

59

8

0102030405060708090

tinggi (cm) diameter (mm)

Grafik Pertumbuhan GaharuDemplot SIA VS Demplot ASG (6 bulan)

Demplot SIA (6 bulan)

Demplot ASG (6 bulan)

Gambar 2. Grafi k pertumbuhan tanaman penghasil gaharu

Berdasarkan data pertumbuhan, penggunaan naungan buatan cukup efektif sebagai pelindung tanaman gaharu muda (tahun pertama). Dengan naungan buatan tersebut memungkinkan petani untuk dapat menanam gaharu di tempat terbuka (tanpa pohon naungan). Selain itu faktor aklimatisasi (penyesuaian) bibit di persemaian menjadi faktor penting dalam keberhasilan penanaman gaharu. Aklimatisasi tersebut meliputi pengkondisian bibit gaharu secara bertahap dipindah dari area naungan (shaded area) ke area terbuka (open area) / semi terbuka di persemaian. Hal tersebut bertujuan agar bibit dapat beradaptasi dengan kondisi lokasi penanaman. Berdasarkan hasil evaluasi demplot dari ketiga jenis tanaman yang dibudidayakan, padi gogo sampoi memberikan hasil yang rendah yaitu 320 kg gabah kering dalam luasan 0,5 Ha. Hal tersebut disebabkan karena adanya serangan hama padi Walang Sangit (Leptocorisa acuta). Menurut Balitbang Kementerian Pertanian, padi yang ditanam di lokasi sekitar hutan sering diserang hama walang sangit. Selain itu perlu dilakukan pemilihan jenis-jenis bibit padi gogo unggul yang tahan terhadap serangan walang sangit untuk penanaman tumpang sari di dalam atau sekitar hutan. Selain hama walang sangit, tanaman padi di dalam plot SIA juga diserang hama tikus. Pengkajian lebih lanjut tentang perlakuan dan pemilihan jenis tanaman pangan untuk pola-pola agroforestry di dalam atau sekitar hutan perlu dilakukan untuk mencegah rendahnya produktivitas tanaman pangan yang dibudidayakan.

49BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 50: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

50 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016505050505505050555055055055050555505 BEBEBEBEBEBEBEBBEBBBBBEBEBEEEEKAKAKKKAKAKAKAKKAKAKAK NTNTNTTNTNTNTNTNTNTTNTNN ANANANANANAANANANNANANAAN VVVVVVololololololollololoooo . . . 4/4/4/44/4/4/4//4/4///4 NoNoNoNoNoNoNoNoNoNoNooooo..... 2/2/2/2/2//2/2/22/2///2/202020202020202020020000011616161616116161616166616

PENDAHULUANPengelolaan

sebag ian besar t a m a n n a s i o n a l di Indonesia selalu berhadapan dengan tantangan dan hambatan yang komp leks da l am perkembangannya. Kondisi sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat sekitar kawasan taman nasional yang masih rendah, serta ketergantungan warga yang sangat besar terhadap sumber daya alam (SDA) atau hutan menjadi salah satu isu yang melatarbelakanginya. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian alternatif adalah salah satu upaya yang sering digunakan oleh pihak pengelola Taman Nasional dan NGO’s yang bekerja di dalamnya.

Pemberdayaan sering dianalogikan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah (Pranarka dan Moeljarto, 1996). Pemberdayaan masyarakat memang tidak dapat terlepas dari keberadaan dan peran Organisasi Non Pemerintah atau NGO’s (Non Governmental Organization) yang tersebar di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Salah satu NGO yang menonjol dalam pengelolaan TN Sebangau adalah WWF Kalimantan Tengah. Tulisan ini akan memaparkan program-program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di TN Sebangau, bagaimana tanggapan dari masyarakat dan apa lesson learned yang bisa kita dapatkan dari pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi khususnya di TN Sebangau Kalimantan Tengah.

Mengenal Taman Nasional SebangauTaman Nasional Sebangau adalah kawasan hutan

rawa gambut yang merupakan habitat orang utan (Pongo pigmaeus) terbanyak yang tersisa didunia dan telah ditunjuk oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kehutanan pada bulan Oktober 2004. Hutan Sebangau ditunjuk sebagai Taman nasional melalui SK Menhut No. 423/Menhut-II/ 2004. TN Sebangau terletak di bagian selatan dari provinsi

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DI TAMAN NASIONAL:

BELAJAR DARI SEBANGAUOLEH :

Tri Wira Yuwati, S.Hut, MScBalai Litbang LHK Banjarbaru

K a l i m a n t a n Tengah , an ta ra

sungai Sebangau dan sungai Katingan

dan merupakan salah satu hutan rawa gambut

yang tersisa di Kalimantan Tengah. Secara administratif,

TN Sebangau berada di wilayah kabupaten Katingan (52%), Pulang

Pisau (38%) dan Kota Palangkaraya (10%). Sebelum ditunjuk sebagai taman nasional, status hutan Sebangau adalah hutan produksi dan hutan produksi terbatas (RTRW Kalteng 2003). Kawasan Sebangau adalah kawasan HPH yang aktif sekitar awal 1970an hingga pertengahan tahun 1990an. Setelah perusahaan-perusahaan HPH tersebut berhenti beroperasi, kegiatan illegal logging oleh masyarakat marak terjadi di kawasan Sebangau dari akhir tahun 1990an hingga tahun 2006 (Persoon dan Aliayub, 2002). Penetapan Taman Nasional Sebangau bertujuan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan ekosistem gambut tropis yang ada di dalamnya. Hal ini terkait dengan banyak aspek kehidupan dan kepentingan di Kalimantan Tengah. Kawasan Sebangau merupakan kawasan gambut tropis yang unik sebagai tempat hidup biota perairan, orang utan, dan tumbuhan khas gambut yang secara alamiah sebagai kantong penyimpan air di musim penghujan dan sumber suplai air untuk Sungai Sebangau dan Sungai Katingan yang merupakan sumber kehidupan dari 46 desa di sekitarnya. Permasalahan pengelolaan TN Sebangau, salah satunya adalah tekanan dari 46 desa yang berada di sekitar hutan Sebangau. Desa-desa tersebut terdiri dari desa tradisional yang didominasi oleh suku Dayak Ngaju dan desa transmigrasi yang didominasi oleh suku Jawa. Desa-desa tradisional banyak berada di pinggir sungai maupun kanal. Lebih lanjut, selama era logging , mayoritas penduduk desa adalah buruh kayu. Setelah kawasan ini berubah status menjadi taman nasional, penduduk secara tidak langsung dipaksa untuk menemukan altenatif mata pencaharian yang baru.

ARTIKEL

50 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 51: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

51BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Pemberdayaan masyarakat TN SebangauProgram pemberdayaan masyarakat di Taman

Nasional Sebangau sebagian besar dilaksanakan oleh mitra Balai Taman Nasional (BTN) Sebangau seperti WWF Kalimantan Tengah dan YCI (Yayasan Cakrawala Indonesia). Program pemberdayaan ini difokuskan pada penyebarluasan informasi tentang sumber mata pencaharian alternatif selain “kerja kayu”. Program

yang ditawarkan menekankan pada berbagai macam mata pencaharian seperti pertanian, perkebunan dan perikanan , pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan industri rumah tangga paska panen. Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh BTN Sebangau disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh BTN Sebangau

No. Nama Desa Wilayah Program2009

1. Kereng bangkirai Palangkaraya Distribusi mesin jahit untuk home industry purun

2 Habaring Hurung Palangkaraya Pertanian, perikanan dan peternakan3. Paduran Palangkaraya Pembagian ayam4. Tumbang Bulan Kasongan Pembagian alat penangkap ikan5. Mendawai Kasongan Pembagian ayam

20101. Tumbang Ronen Kasongan Pelatihan pembuatan pakan ikan2. Tumbang Ronen Kasongan Pelatihan budidaya ikan dalam karamba3. Mekar Tani Kasongan Pelatihan budidaya jamur tiram4. Mekar Tani Kasongan Bantuan peralatan budidaya jamur tiram

20111. Mekar Tani Kasongan Inisiasi “Model Desa Konservasi”

Pelatihan budidaya karetPelatihan budidaya jamur tiramBantuan sapiPelatihan “Masyarakat Peduli Api”

2. Kereng Bangkirai and Sabaru Palangkaraya Pelatihan menjadi guide turis2012

1. Sebangau Permai Pulang Pisau Bantuan alat purifi kasi air2. Kereng Bangkirai Palangkaraya Bantuan peralatan pembuatan tikar purun3. Kereng bangkirai Palangkaraya Pelatihan budidaya tanaman hias4. Kereng bangkirai Palangkaraya Pelatihan budidaya ikan air tawar5. Kereng Bangkirai Palangkaraya Budidaya burung Cucak hijau

20131. Sebangau Mulya Pulang pisau Bantuan sapi dan benih ikan2. Habaring hurung Palangkaraya Bantuan sapi dan benih ikan

3. Mekar Tani Kasongan Studi banding pemasaran jamur tiram ke Jawa Timur untuk 12 org

Sumber: laporan BTN Sebangau (2009-2013)

Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh NGO seperti YCI dan WWF Kalteng disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Program pemberdayaan masyarakat di TN Sebangau (2007-2009) yang diadakan oleh NGOs

Tahun No. Aktivitas Organizer Lokasi

2007 1. Pembuatan tanaman Aloe vera dan karet (Havea braziliensis) WWF Paduran

2. Bantuan benih ikan Patin (Pangasius sutchi) dan 6 unit karamba WWF Baun Bango

51BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 52: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan

52 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/20165252552525252552555252552525255252525525252522252552525252555255 BEBEBEBEBEBEBEBEBBEBBEBEBEBEBEBBEBEBEBBEBBBEBEBEBBBEEBEBBBEEBEKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKKAKKAKKAKAKKAKKAANTNTNTNTNTNTNTNTTTTNTNTNNNTNTTNTNTNTTNTNNTNTN NANANANANANANANANANANANANANANANANANANANANANANANNNNANNANANANNAANAAN VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVolololololoolololololollooooolollooloooll... .. . 4/4444/4/4/4/4//4/4/4/44/44/4///4/4/4/4/4//4/4/444/44444/44/444 NNoNoNoNoNoNNNoNoNoNoNoNNNNoNoNooNooNNNooNNNNoNoNoNoNoNoNoNoNNNNNNNooNooooo......... 2//2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2/2//2//22//////2/20202020202002020200202020202020202020202002020202 16161616161616116161616161666161666661616666161616666616666166166

Tahun No. Aktivitas Organizer Lokasi3. Bantuan bibit rotan (Calamus manan) WWF Petak Bahandang4. Pelatihan home industry krupuk ikan WWF Keruing

5. Pelatihan “Sustainable farming” CARE-CKPP Keruing,Tumbang Bulan, Parigi dan Mendawai village

6. Pelatihan budidaya Gemor (Nothaphoebe coriacia) dan Jelutong (D. polyphylla) CARE- CKPP Sebangau Kuala sub-district

7. Pelatihan persemaian karet WWF Mendawai , Baun Bango, Petak Bahandang dan Sebangau Jaya

8. Pelatihan kerajinan tangan WWF Petak Bahandang 9. Bantuan bibit okulasi H.braziliensis WWF Handiwung

2008 1. Pelatihan penanaman pohon WWF Hulu Sebangau 2. Pelatihan home industry kerajinan rotan WWF Baun Bango

3. Pelatihan home industry kerajinan Purun (Eleocharis dulcis) WWF Kereng bangkirai

4. Bantuan benih itik Alabio (Anas platurynctos borneo) WWF Keruing, Mekar jaya

5. Bantuan bibit D. polyphylla WWF Sebangau Mulya

6. Pelatihan Agroforestry WWFTumbang Ronen, Perupuk,Jahanjang,Baun Bango,Kereng Bangkirai, dan Keruing

7. Pelat ihan pembuatan nugget ikan dan abon ikan WWF Tumbang Ronen

8. Pelatihan pembuatan kripik buah WWF Sebangau Permai 9. Pelatihan produksi pupuk organik WWF Mekar Tani

2009 1. Pelatihan agroforestry WWF Kamipang dan Sebangau Kuala sub district

2. Pembuatan Green House Anggrek WWF Kereng Bangkirai,Jahanjang, Baun Bango dan SSI

3. Monitoring Pasca Training Organik WWF Mendawai dan Katingan Kuala sub district

4. Monitoring Pasca Training Handycraft & Abon WWF Kamipang sub district5. Pelatihan pembuatan pakan ikan YCI Baun Bango 6. Pelatihan pemasaran produk olahan ikan YCI Bogor7. Pelatihan perkebunan organik YCI Baun Bango 8. Budidaya ikan dalam karamba YCI Baun Bango

9 . Pelat ihan budidaya ikan dalam Beje (tradisional) YCI Baun Bango

10. Pendidikan lingkungan untuk anak-anak YCI Baun Bango

PenutupPelajaran (Lesson Learned)dari pemberdayaan

masyarakat bahwa beberapa pelatihan untuk mendapatkan mata pencaharian alternatif yang telah dilakukan memang telah meningkatkan keterampilan masyarakat, hingga menghasilkan produk terutama untuk budidaya ikan. Pengembangan mata pencaharian alternatif seharusnya disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat. Budidaya ikan dan produk olahan ikan dapat dijadikan sumber daya alternatif untuk komunitas dayak Ngaju yang memiliki mata pencaharian tradisional sebagai pencari ikan. Masalah yang dihadapi masyarakat adalah kesulitan

nnnnnnnnnnnnkkkkk kkkkkkkkkhhhhhhhhhhh nnnnnnnnnnnnn aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa nnnn nnnnnnnnnnnnnnnn

yaaaaaaaaaaaaaa kkkiiiikkii nnn..n nnnnnnnn

dalam pemasaran produk-produknya. Akses darat yang sangat terbatas menyebabkan tingginya biaya produksi bagi masyarakat untuk memulai usaha home industry. Pihak Balai Taman Nasional sebagai pemegang otoritas bekerjasama dengan WWF Kalteng dan pemerintah kabupaten/kota harus memfasilitasi sampai ke pemasaran.

Pengembangan sumber daya alternatif di zona penyangga seperti mengembangkan agroforestry untuk memastikan ketersediaan bahan bakar dan kayu konstruksi untuk masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap hutan Sebangau harus menjadi perhatian pihak pengelola.

52 BEKANTAN Vol. 4/No. 2/2016

Page 53: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan
Page 54: BPK Banjarbaru - BEKANTAN Vol 4 No 2 2016 - forda-mof. · PDF filepemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta pemanfaatan zona wisata. ... urat nadi kehidupan
Acer
Text Box
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BANJARBARU
Acer
Text Box
www.foreibanjarbaru.or.id