BP anak

56
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. M.F Tanggal lahir : 14 September 2011 Usia : 3 tahun 4 bulan Jenis Kelamin : Laki-Laki Pendidikan : Belum sekolah Agama : Islam Alamat : Johar Baru, Jakarta Pusat Suku Bangsa : Jawa No. Rekam Medik : 38-10-80 Tanggal Masuk RS : 18 Januari 2015 ORANG TUA Data Orang Tua Ayah – Tn.B Ibu – Ny.H Umur sekarang 28 tahun 26 tahun Perkawinan ke 1 1 Umur saat menikah 22 tahun 20 tahun Pendidikan terakhir SMA SMA Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga, usaha sampingan 1

description

i

Transcript of BP anak

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

PASIEN

Nama : An. M.F

Tanggal lahir : 14 September 2011

Usia : 3 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : Belum sekolah

Agama : Islam

Alamat : Johar Baru, Jakarta Pusat

Suku Bangsa : Jawa

No. Rekam Medik : 38-10-80

Tanggal Masuk RS : 18 Januari 2015

ORANG TUA

Data Orang Tua Ayah – Tn.B Ibu – Ny.H

Umur sekarang 28 tahun 26 tahun

Perkawinan ke 1 1

Umur saat menikah 22 tahun 20 tahun

Pendidikan terakhir SMA SMA

Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga,

usaha sampingan

berjualan

Penghasilan 2-3 juta perbulan 300-700 ribu perbulan

Agama Islam Islam

Suka bangsa Jawa Jawa

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguitas - -

1

Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.

II. ANAMNESIS

Didapatkan keterangan melalui alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien pada

hari Senin tanggal 19 Januari 2015 pukul 07.00 WIB (hari ke-1 perawatan).

KELUHAN UTAMA

Sesak

KELUHAN TAMBAHAN

Demam

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

2 hari SMRS pasien mengalami batuk dan pilek. Batuk dirasa muncul

kadang-kadang. Batuk pasien berdahak dan dahak berwarna putih, terdapat

busa dan lendir. Tidak ada demam, tidak ada kejang, tidak ada sesak nafas.

Keluhan batuk pilek belum diobati.

1 hari SMRS batuk pilek dirasakan semakin memberat dan disertai dengan

demam. Ibu pasien mengukur suhu pasien di ketiak dan didapatkan suhu tubuh

39,00C. Demam terus-menerus, tidak terdapat keringat malam, dan tidak

menggigil. Pasien diberi obat penurun panas 3 kali sehari, panas turun setiap

setelah minum obat. Tidak terdapat kejang, mimisan, ataupun gusi berdarah.

Buang air besar dan buang air kecil pasien dalam batas normal. Tidak ada

sesak nafas.

1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tampak sesak. Pasien tampak sesak

secara terus-menerus dan makin bertambah parah. Napas pasien terlihat cepat

dan berbunyi. Masih ada demam, batuk dan pilek.

2

Pasien juga terlihat lebih tidak aktif dari biasanya. Dalam keluarga pasien,

tidak ada yang memiliki riwayat alergi ataupun asma, serta tidak ada yang

memiliki keluhan serupa dengan pasien. Tidak ada orang sekitar yang

memiliki riwayat batuk lama. Ayah pasien adalah seorang perokok, merokok

kurang lebih 1 bungkus perhari.

.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Tidak ada

RIWAYAT KEHAMILAN

Selama mengandung pasien, ibu pasien tidak pernah mengalami

demam, keputihan, perdarahan, dan penyakit tertentu lainnya seperti TORCH,

serta tidak mengonsumsi obat-obatan selain vitamin dan tablet penambah

darah yang diberikan oleh dokter. Ibu pasien melakukan pemeriksaan

kehamilan secara rutin di rumah sakit 1 bulan sekali.

RIWAYAT KELAHIRAN

Tempat kelahiran : klinik bidan

Ditolong oleh : Bidan

Cara persalinan : Normal pervaginam

3

2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien

mengalami batuk dan pilek. demam(-), kejang(-), sesak

nafas(-). Keluhan batuk pilek belum

diobati

1 hari sebelum masuk rumah sakit batuk

pilek semakin memberat. Pasien

demam dan diberikan

paracetamol 3x1. kejang(-), kejang(-)

1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami sesak nafas

Masa gestasi : Cukup bulan (39 minggu)

Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, kulit berwarna merah,

gerakan aktif, tidak biru, dan tidak kuning.

Berat badan lahir : 3200 gr

Panjang badan lahir : 50 cm

Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

oPertumbuhan gigi pertama : 6 – 7 bulan

oPsikomotor

Menegakkan kepala : 2 bulan

Membalik badan : 3 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 13 bulan

Bicara : 13 bulan

*Kesan: perkembangan sesuai usia anak

RIWAYAT MAKANAN

Usia (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-6 ASI

6 - <8 ASI Biskuit Milna

8 - <10 Susu

Formula

Pisang dan

biskuit Milna

Bubur Susu Nasi Tim

10-12 Susu

Formula

Pisang dan

biskuit Milna

Bubur Susu Nasi Tim

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi / pengganti

Sayur

Setiap hari, @3x/hari @2 centong nasi/x

Setiap hari, @3x/hari @1 sendok sayur/x

4

Daging

Telur

Ikan

Tahu

Tempe

Susu

2-3x/minggu, @2x/hari @1potong sedang/x

3x/minggu, @2x/hari @1 butir/x

2x/minggu, @2x/hari @1 potong sedang/x

3-4x/minggu, @2x/hari @1 potong sedang/x

3-4x/minggu, @2x/hari @1 potong sedang/x

Setiap hari, @2x/hari @1 gelas belimbing/x

Kesan : asupan makanan baik

RIWAYAT IMUNISASI

BCG Saat lahir

DPT/Td Usia 2 bulan Usia 5 bulan

Usia 7 bulan

Usia 18 bulan

Polio Saat lahir Usia 2 bulan

Usia 5 bulan

Usia 7 bulan

Usia 18 bulan

Campak Usia 9 bulan

Hepatitis B Saat lahir Usia 1 bulan

Usia 5 bulan

Lainnya MMR usia 18 bulan

Kesan imunisasi dasar : Imunisasi dasar lengkap

Kesan imunisasi ulangan : Imunisasi ulangan lengkap sesuai usia

RIWAYAT KELUARGA

oCorak reproduksi ibu/keadaan anak

P2A0

No Tanggal Lahir

(umur)

Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Keterangan

1 3 tahun 4 bulan Laki-laki √ - - Pasien

2 1 tahun 5 bulan Perempuan √ - - Saudara

oMasalah dalam keluarga

5

Tidak ada masalah dalam keluarga

oRumah milik

Rumah milik sendiri

oKeadaan rumah

Setiap ruangan memiliki celah ventilasi dan mendapat pencahayaan

yang cukup pada siang hari melalui jendela. Kamar mandi

menggunakan kloset jongkok dan bak mandi dikuras setiap minggu.

Rumah disapu dan dipel setiap hari. Sampah dibuang ke tong sampah

di depan rumah setiap hari dan diangkut oleh petugas kebersihan. Air

yang digunakan sehari-hari adalah air PAM.

oKeadaan lingkungan rumah

Rumah berada di dalam kompleks perumahan yang cukup padat,

terdapat saluran air yang cukup besar dan tidak tersumbat, tempat

pembuangan sampah tertutup. Rumah antar tetangga berdempetan.

Lokasi tidak dekat dengan pasar ataupun tempat pembuangan akhir.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal : 19 Januari 2015 pukul 07.00 (hari pertama perawatan)

oKeadaan umum : Tampak sakit sedang

oKesadaran : Compos Mentis

oTanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 112 x/menit, isi cukup, irama reguler,

ekual di keempat ekstremitas

Pernafasan : 34 x/menit

Suhu : 38,5C (per axilla)

Antropometri :

Berat badan : 15,5 kg

Tinggi badan : 96 cm

6

Lingkar kepala : 51 cm

Status gizi

Berdasarkan tabel WHO

BB terhadap Umur : -2 - 2 z score (normal)

TB terhadap Umur : -2 - 2 z score (normal)

BB terhadap TB : -2 - 2 z score (normal)

Status Generalis

Kepala

oUUB : Sudah menutup

oBentuk : bulat, simetris

oRambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut

oMata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (-/-), kornea jernih, refleks cahaya (+/+), pupil isokor, kotoran

mata (-/-)

oTelinga : bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)

oHidung : bentuk normal, deviasi septum (-), pernafasan cuping

hidung (+), sekret (-)

oMulut : bibir tidak kering, sianosis (-), lidah tidak kotor, faring

tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, koplik spot (-)

Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, kelenjar getah bening

tidak teraba. Trakea berada di tengah, tidak ada deviasi. Tidak teraba massa

lainnya.

Thoraks : Bentuk normochest, tidak ada venektasi, tidak ada

sikatriks, tidak terlihat massa maupun diskolorasi. Pergerakan dada simetris

saat statis dan dinamis. Terdapat retraksi suprasternal, sela iga dan retraksi

epigastrium.

7

Paru

Depan Belakang

Inspeksi Kiri Pergerakan dada simetris Pergerakan dada simetris

Kanan Pergerakan dada simetris Pergerakan dada simetris

Palpasi Dalam batas normal Dalam batas normal

Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Auskultasi Kiri - Suara vesikuler

- Wheezing ( - ), Ronki basah

halus ( + ) di basal

- Suara vesikuler

- Wheezing ( - ), Ronki basah

halus ( + ) di basal

Kanan - Suara vesikuler

- Wheezing ( - ), Ronki basah

halus ( + ) di basal

- Suara vesikuler

- Wheezing ( - ), Ronki basah

halus ( + ) di basal

Jantung

o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

oPalpasi : iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra, kuat

angkat, thrill tidak ada

oPerkusi : tidak dilakukan

oAuskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi : datar, tidak ada lesi, tidak terlihat penonjolan massa

oPalpasi :

Dinding perut : supel

Hati : hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae

dextra, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal

Limpa : tidak teraba pembesaran

Ginjal : tidak teraba, ballottement (-)

8

oPerkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

oAuskultasi : bising usus normal

Anus

Tidak diperiksa

Alat kelamin Laki-laki

Tidak diperiksa

Ekstremitas

Ekstremitas superior dan inferior, sinistra dan dekstra tidak tampak

deformitas, akral teraba hangat, gerakan aktif dan tidak terbatas, eutrofi,

normotonus, tidak ditemukan adanya edema ataupun sianosis, tidak ada jari

tabuh, turgor kulit baik, capillary refill time < 2 detik.

Refleks Fisiologis :

Refleks biseps : +/+ Refleks patella : +/+

Refleks triseps : +/+ Refleks Achilles : +/+

Refleks Patologis :

Refleks Babinski : -/-

Refleks Brudzinsky I : -/-

Refleks Brudzinsky II : -/-

Refleks Gordon : -/-

Refleks Hoffman Tromer : -/-

Refleks Chadock : -/-

Refleks Schaffer : -/-

Refleks Hoffenheim : -/-

Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : - Lasegue : -

Kernig : -

9

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah

Jenis Pemeriksaan 18-1-2015 Nilai Rujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

MCV

MCH

MCHC

10,6

32

5.0

19.830

439.000

63

21

33

11,0 – 13,0 g/dL

34 - 39%

3,9– 5,0 juta/μL

5500 – 15500 /μL

250000 – 550000 /μL

75 – 87 fL

24 – 30 pg

31 – 37 g/dL

Foto Thorax (18-1-2015)

Jantung, kesan tidak membesar

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Trakea di tengah

Kedua hilus tidak menebal

Corakan bronkovascular kedua paru kasar

Tidak Tampak infiltrat

Sinus kostofrenikus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

KESAN:

Corakan bronkovascular kedua paru kasar DD/

Bronkhitis

Tak tampak infiltrat di kedua paru

V. RESUME

Pasien An. M.F, laki-laki, usia 3 tahun 4 bulan, BB = 15,5 kg, datang dengan keluhan

sesak sejak 1 jam SMRS dan disertai dengan batuk pilek ± 2 hari SMRS. Pasien batuk

berdahak dan dahak berwarna putih, terdapat busa dan lendir. 1 hari sebelum masuk

10

rumah sakit, batuk pilek dirasakan semakin lama semakin berat dan semakin sering

frekuensi batuknya, disertai dengan demam diukur 39,00C.

Pemeriksaan Fisik

Tampak sakit sedang / compos mentis

Tanda vital :

Laju nadi = 112x/menit

Laju nafas = 34x/menit

Suhu = 38,50C

Hidung : terdapat nafas cuping hidung

Thorax : Terdapat retraksi suprasternal, sela iga dan retraksi epigastrium

Paru :

Auskultasi :

ronkhi basah halus ada pada basal kedua lapang paru

Pemeriksaan Penunjang

Hematologi (18 Januari 2015)

Hasil Laboratorium Nilai normal

Hemoglobin 10,6 11,0-13,0 g/dl

Hematokrit 32 34-39%

Leukosit 19.800/ul 5500-15.500/ul

MCV 63 75-87 fL

MCH 21 24-30 g/dL

Hasil Rontgen Thorax (18 Januari 2015)

11

Pulmo : corakan bronkovascular kedua paru kasar

Kesan : corakan bronkovascular kedua paru kasar DD/ Bronkhitis

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Pneumonia interstitialis (bronchiolitis)

2. Bronkitis

3. Asma

VII. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia dengan anemia mikrositik hipokrom

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

o IVFD D5 ¼ Saline 1250 cc/24 jam

o Inj Cefotaxime 3 x 500mg IV tidak perlu skin test

oParasetamol syrup 3 x 180 mg PO (jika perlu)

12

oPuyer (3x1 pulperes)

Ambroxol 8 mg

chlorpheniramine maleate 1,5 mg

salbutamol 1 mg

metil prednisolon 2 mg

o Inhalasi 3x / hari

Berotec(Fenoterol hidrobromida) : atrovent(Ipatropium

Bromida) : NaCl 0,9 %

Non Medikamentosa :

oOksigen 3 Lpm

oDiet biasa 1100 kcal

Edukasi :

oMengajarkan cara cuci tangan yang baik dan benar kepada pasien dan

orangtua pasien.

oKontrol setelah pasien boleh pulang dari rumah sakit.

oMenyarankan agar menjaga kebersihan rumah serta menyarankan ayah

pasien untuk tidak merokok di dalam rumah.

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

13

X. FOLLOW UP

Tanggal 19 Januari 2015(pukul 15.00)

Tanggal 20 Januari 2015(pukul 07.00)

S Orangtua pasien mengatakan anaknya demam sejak semalam, batuk pilek dan sesak nafas sehingga sulit tidur, pasien mengeluh perut terasa sakit.

Pasien mengatakan tidak ada keluhan selain batuk dan pilek, namun batuk tidak berdahak. Nafsu makan sudah baik, mual muntah tidak ada. Demam tadi malam disangkal.

O Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit sedang/ComposmentisStatus mental : tenangTanda-tanda vital :

HR: 117 x/menitSuhu : 37,90CRR : 28 x/menitTD : 110/80 mmHg

Kepala : normocephal, rambut warna hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabutMata :tidak ada edema palpebra, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat, isokorTelinga : sekret -/-Hidung : nafas cuping hidung (-)Mulut: mukosa bibir lembabLeher : KGB tidak terabaThorax :Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,purpura (-) Fokal vremitus dan vremitus taktil kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada seluruh lapang paru, SN Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)

Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+) purpura (-)

Ekstremitas : akral hangat,tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, purpura (-)

Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit ringan/ComposmentisStatus mental : tenangTanda-tanda vital :

HR: 105 x/menitSuhu : 36,60CRR : 23 x/menitTD : 100/70 mmHg

Kepala : normocephal, rambut warna hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabutMata : tidak ada edema palpebra, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat, isokorTelinga : sekret -/-Hidung : nafas cuping hidung (-)Mulut: mukosa bibir lembabLeher : KGB tidak terabaThorax :Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, purpura (-)Fokal vremitus dan vremitus taktil kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada seluruh lapang paru , SN Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-).

Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+) normal purpura (-)

Ekstremitas : akral hangat,tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak ada clubbing finger. Purpura (-)

A Bronkopneumonia bronkopneumonia

P IVFD D5 ¼ Saline 1250 cc/24 jam

Inj Cefotaxime 3 x 500mg IV tidak

perlu skin test

Parasetamol syrup 3 x 180 mg PO

Inj. Cefotaxime 3x500 mg IV

Puyer (3x1 pulperes)

Ambroxol 8 mg

chlorpheniramine maleate

14

(jika perlu)

Puyer (3x1 pulperes)

Ambroxol 8 mg

chlorpheniramine maleate 1,5

mg

salbutamol 1 mg

metil prednisolon 2 mg

Inhalasi 3x / hari

Berotec : atrovent : NaCl 0,9 %

Oksigen 3 Lpm

Diet biasa 1100 kcal

1,5 mg

salbutamol 1 mg

metil prednisolon 2 mg

Inhalasi 3x / hari

Berotec : atrovent : NaCl 0,9 %

Oksigen 3 Lpm

Diet biasa 1100 kcal

Cek darah lengkap, diff count

Bisa berobat jalan

Cefixime 2 x 60 mg P.O

Cetirizine 1 x 5mg P.O

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pneumonia

II.1.1 Pendahuluan

Pneumonia merupakan salah satu kasus yang sering ditemui di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

dan pada pelayanan primer. Pneumonia pada anak-anak memiliki morbiditas dan mortalitias

yang signifikan terutama pada Negara-negara berkembang, walaupun angka kejadian

terjadinya pneumonia telah berkurang sejak diperkenalkannya vaksin dan antimikroba baru,

serta bertambah canggihnya teknik diagnosa dan monitoring.3

II.1.2 Definisi

Pneumonia masih merupakan sebuah kondisi yang menantang untuk didiagnosa secara

akurat. Oleh karena itu, belum ada definisi tunggal yang benar-benar bisa menggambarkan

pneumonia pada anak. Pneumonia didefinisikan sebagai infeksi saluran pernapasan bawah

yang biasanya diasosiasikan dengan demam, gejala respiratori, dan bukti adanya keterlibatan

parenkim paru yang dibuktikan baik dengan pemeriksaan fisik ataupun foto rontgen toraks.

Secara patologis, pneumonia merepresentasikan adanya proses inflamasi di paru-paru,

termasuk jalan napas, alveoli, jaringan ikat, pleura viseral, dan pembuluh darah. Secara

radiografis, pneumonia didefinisikan sebagai adanya infiltrat pada foto rontgen toraks pada

anak-anak yang disertai dengan gejala pernapasan akut.4

II.1.3 Epidemiologi

Insidensi pneumonia bervariasi berdasarkan rentang usia dan antara Negara maju dan Negara

berkembang. Secara global, angka kejadian per tahunnya untuk pneumonia pada anak di

bawah usia 5 tahun adalah 150 juta sampai 156 juta kasus, di mana diestimasikan terjadi 2

juta kematian akibat pneumonia yang terutama terjadi di Negara berkembang. Empat puluh

persen kasus membutuhkan rawat inap. Di Negara berkembang, angka kejadian pneumonia

per tahunnya diperkirakan mencapai 33 kasus per 10.000 anak-anak berusia di bawah 5 tahun

dan 14.5 per 10.000 anak-anak berusia antara 0 – 16 tahun. Berdasarkan WHO, pneumonia

adalah penyebab kematian tunggal pada anak secara mendunia, dengan angka kematian per

tahunnya sekitar 1,2 juta anak di bawah 5 tahun. Hal tersebut mencakup 18% total kematian

16

pada anak-anak di bawah 5 tahun. Pada Negara-negara tropis, puncak infeksi pernapasan

terjadi secara sporadis tiap tahunnya.2

Penyebab kematian pada umur 1-4 tahun.6

Tabel 1. Faktor Resiko Pneumonia pada Anak dan Neonatus

17

II.1.4 Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gabaran klinis, dan strategi

pengobatan.

Tabel 2. Penyebab Pneumonia Berdasarkan Umur

II.1.5 Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 5

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)

Pneumonia interstitialis (bronchiolitis)

b. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired

pneumonia = CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

18

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang

tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

II.1.6 Patogenesis

Saluran pernapasan bagian bawah secara normal dijaga agar tetap steril oleh mekanisme

pertahanan fisiologis, termasuk sistem mukosiliari, sekresi Immunoglobulin A (IgA), dan

mekanisme pembersihan jalan napas dengan batuk. Mekanisme pertahanan imunologis dari

paru yang membatasi invasi organisme patologis termasuk makrofag yang ada di alveoli dan

bronkioli, sekresi IgA, dan immunoglobulin lainnya.6

19

Pneumonia akibat infeksi virus biasanya berasal dari infeksi sepanjang jalan napas, diikuti

dengan perusakan langsung dari epitel respirasi, yang menyebabkan obstruksi jalan napas,

sekresi abnormal, dan debris selular. Diameter jalan napas yang sempit pada anak-anak

menyebabkan anak-anak lebih mudah untuk menderita infeksi yang parah. Ateletaksis, edema

interstitial, dan ketidakcocokan ventilasi-perfusi menyebabkan hipoksemia yang signifikan

yang terjadi bersama-sama dengan obstruksi saluran napas. Infeksi virus pada saluran

pernapasan menyebabkan infeksi bakteri secara sekunder disebabkan oleh terganggunya

mekanisme pertahanan host normal, terganggunya sekresi, dan modifikasi flora bakterial.2,3,6

Saat terjadi infeksi bakteri pada parenkim paru, terjadi proses patologik yang bergantung

pada organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respirasi,

menghambat kerja silia, dan menyebabkan perusakan sel dan respon inflamasi di submukosa.

Seiring perjalanan infeksi, debris seluler yang luruh, sel-sel inflamatorik, dan mukus

menyebabkan obstruksi jalan napas dengan penyebaran infeksi sepanjang pohon bronkial,

sebagaimana pada pneumonia viral. S.pneumoniae menyebabkan edema local yang

menyebabkan proliferasi organisme dan menyebar ke jaringan paru sekitarnya, sehingga

seringkali memiliki karakteristik keterlibatan lobus fokal paru. Infeksi Grup A Streptococcus

menyebabkan infeksi yang lebih difus, sehingga memberikan hambaran pneumonia

interstitial. Patologinya termasuk nekrosis mukosa pohon bronkial, pembentukan eksudat

yang banyak, edema, dan perdarahan local, dengan perluasan ke septum interalveolar dan

keterlibatan pembuluh limfe dan meningkatkan kemungkinan terlibatnya pleura. S. aureus

pneumonia bermanifestasi sebagai bronkopneumonia, yang seringkali unilateral dengan ciri

khas adanya area yang luas dari nekrosis hemoragik dan kavitasi ireguler pada parenkim

paru, yang dapat menyebabkan pneumatokel, empyema, dan fistula bronkupulmoner. Setelah

itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat

stadium, yaitu :

Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran

darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

20

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.7

Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,

eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah

sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.7

Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang

cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di

reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi

pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.7

Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa

sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke

strukturnya semula.7

II.1.7 Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang.

Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi

sehingga perlu dirawat.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa

hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,

tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

21

a. Gambaran infeksi umum :

- Demam suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga disertai

dengan kejang akibat demam yang tinggi.

- Sakit kepala

- Gelisah

- Malaise

- Penurunan nafsu makan

- Keluhan gastrointestinal mual, muntah, diare

b. Gambaran gangguan respiratori:

- Batuk awalnya kering kemudian menjadi produktif

- Sesak nafas

- Retraksi dada

- Takipnea

- Napas cuping hidung

- Penggunaan otat pernafasan tambahan

- Air hunger

- Sianosis

- Merintih

Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah yang terkena.

Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi dada.

WHO menggunakan takinpea dan adanya retraksi untuk mendiagnosa pneumonia secara

efektif pada anak dengan usia di bawah 5 tahun, namun takipnea akan semakin menjadi tidak

spesifik dan sensitif pada anak berusia lebih dari 5 tahun. Pada perkusi toraks sering tidak

ditemukan kelainan. Tetapi kadang dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang

bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan bunyi redup

dan suara nafas mengeras saat auskultasi.

Saat auskultasi terdapat ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas. Tetapi ronki

dan mengi sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak yang amat

muda dengan dada hipersonor.5,8

II.1.8 Diagnosis 2,3,8

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

22

a. Anamnesis terhadap manifestasi klinis yang umumnya dijumpai pada anak dengan

pneumonia

b. Temuan pemeriksaan fisik yang sesuai

c. Pemeriksaan penunjang seperti :

1) Darah Lengkap dan Hitung Jenis

Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 , dengan predominan PMN.

Leukopenia menunjukan prognosis buruk. Secara klasik, leukositosis hebat (>

30.000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi bakteri, sering

ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan resiko terjadi komplikasi lebih tinggi,

namun menurut Gereige, R.S. dan Laufer, P.M., pemeriksaan darah lengkap

berikut dengan hitung jenis tidak dapat membedakan infeksi dari bakteri, virus,

ataupun bakteri atipikal, terutama bagi pasien-pasien rawat jalan. Pemeriksaan

darah lengkap dan hitung jenis biasanya hanya diindikasikan pada pasien-pasien

dengan kriteria rawat inap. Eosinofilia perifer dapat menunjukkan adanya

infeksi Chlamydia trachomatis.

Kadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat. Secara umum hasil

pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara

infeksi virus dan bakteri secara pasti.

2) C-reactive Protein

Suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi

atau inflamasi jaringan.

3) Rontgen Toraks

Posisi AP. Gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak infiltrat yang

dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial. Dapat pula ditemukan infiltrat lobaris yang biasanya berasosiasi

dengan pneumonia akibat infeksi virus, aspirasi, dan sumbatan mukus yang

menyebabkan ateletaksis.

4) Uji Serologis

Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas

dan spesifisitas yang rendah. Tetapi diagnosis infeksi Streptokokus grup A

dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O,

streptotozim.

Selain itu, pemeriksaan rapid test dari swab nasofaring dapat berguna untuk

mendeteksi infeksi virus pada pasien baik rawat jalan maupun rawat inap dalam

23

hal perlu-tidaknya terapi antibiotik12. Rapid test yang tersedia sampai saat ini

adalah untuk RSV, virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus,

Mycoplasma pneumoniae, Bordetella pertusis, coronavirus, dan picornavirus.

5) Pemeriksaan Mikrobiologis

6) Saturasi Oksigen

II.1.9 Diagnosis Banding

Saat seorang klinisi dihadapkan pada anak yang datang dengan manifestasi klinis demam,

takipnea, batuk, distres pernapasan, dan infiltrate pada foto toraks, maka diagnosis

pneumonia sangatlah mungkin. Namun, diagnosis lain tetap harus dipertimbangkan.

Pada neonatus dengan distres pernapasan perlu disingkirkan kelainan anatomis kongenital

pada sistem kardiopulmoner seperti fistula trakeoesofageal, penyakit jantung bawaan, dan

sepsis. Pada infant dan anak usia muda, aspirasi benda asing, bronkiolitis, gagal jantung,

sepsis, dan asidosis metabolik dapat datang dengan gejala takipnea. Dalam kasus tersebut,

anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang radiologis dapat

membedakannya dengan pneumonia. Perlu diingat juga pada remaja dan dewasa muda,

sindroma Lemierre (jugular vein suppurative thrombophlebitis) harus dipertimbangkan.

Sindroma Lemierre biasanya disebabkan oleh Fusobacterium yang menginfeksi sarung

pembuluh karotis dan menyebar ke jaringan paru-paru dan mediastinum. Anak yang dapat

dengan distres pernapasan dan mengi, masih dapat didiagnosa sebagai CAP (Community

Acquired Pneumonia), namun mengi yang dialami pertama kali dapat mengarah pada

diagnosis asma. Keadaan lain yang dapat menyerupai pneumonia ditampilkan pada tabel 4.

24

Tabel 4. Diagnosa Banding Pneumonia

II.1.10 Tatalaksana 2,3,9

Terapi pneumonia berbeda antara pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Secara garis

besar, terapi simptomatik seperti antipiretik, suction, dan hidrasi diberikan sesuai kebutuhan.

Pemberian mukolitik dan antitusif tidak pada tempatnya pada pneumonia.

Pada pasien dengan diagnosa pneumonia, terapi antibiotik empirik dapat digunakan. Regimen

antibiotik empirik pada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Pilihan Antibiotik Empirik Pneumonia

Pada pasien rawat inap, setelah diketahui dengan pasti bakteri patogen penyebab dari hasil

kultur darah ataupun cairan pleura, terapi antibiotik spesifik untuk organisme penyebab dapat

segera dimulai. Antibiotic dapat diberikan secara intravena ataupun secara oral, selama 7 – 10

hari.

25

Tabel 6. Pilihan Antibiotik Spesifik Patogen

II.1.11 Kriteria Rawat Inap 3

Bayi

a. Saturasi oksigen < 92%, sianosis

b. Frekuensi napas > 60 x/menit

c. Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

d. Tidak mau minum / menetek

e. Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak

a. Saturasi oksigen < 92%

b. Frekuensi napas > 50 x/menit

c. Distres pernapasan

d. Grunting

e. Terdapat tanda dehidrasi

f. Keluarga tidak bisa merawat di rumah

26

II.1.12 Komplikasi dan Sekuele 8

Anak dengan pneumonia dapat mengalami beberapa komplikasi yang parah. Komplikasi

kebanyakan disebabkan oleh pneumonia akibat infeksi bakteri daripada infeksi virus.

Persentasi anak yang dirawat inap di rumah sakit dengan pneumonia pneumokokal adalah

40% - 50%. Pasien dengan penyakit kronis atau komorbid lain lebih mungkin untuk

mengalami komplikasi. Jika terdapat demam yang berkelanjutan atau gejala dan tanda yang

bertambah parah walaupun sudah diberikan antibiotik yang adekuat, harus dicurigai adanya

komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: efusi pleura,

empyema, pneumatokel, necrotizing pneumonia, abses paru, fistula bronkopleura,

pneumotoraks, hiponatremia, SIRS, dan sepsis.

II.1.13 Kriteria Pulang 3

Kriteria pasien pulang dari rawat inap adalah sebagai berikut:

a. Adanya peningkatan klinis, yaitu ditandai dengan peningkatan nafsu makan dan

turunnya demam dalam 12 – 24 jam

b. Dapat mempertahankan saturasi oksigen >90% dalam udara ruangan

c. Kesadaran dan status kardiopulmonari stabil

d. Dapat mentoleransi antibiotik di rumah (per oral) dan orang yang merawat dapat

memberikannya dengan baik

e. Asupan per oral adekuat

II.1.14 Prognosis 3

Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada fungsi paru jarang,

bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi dengan empiema dan abses

paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit adenoviral, termasuk bronkiolitis

obliterans. Kematian dapat muncul pada anak dengan kondisi yang mendasari, seperti

penyakit paru kronik pada bayi prematur, penyakit jantung bawaan, imunosupresi, malnutrisi

energi. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan

sampai kurang dari 1%.

27

II.1.15 Pencegahan Bronkopneumonia 3,8

Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat

agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya

pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian

bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :

a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali (pada usia

9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11 bulan), Polio

sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan)..

b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal sampai

berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar

ruangan.

d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.

Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit

agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi

ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat

sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang

dilakukan antara lain :

a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik

benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.

b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.

c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.

Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan

rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :

Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.

28

Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses pemberian makan.

Berikan anak cairan tambahan untuk minum.

Tingkatkan pemberian ASI.

Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.

Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti : bernapas menjadi sulit, pernapasan

menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-tanda

seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.

29

II.2. Anemia

II.2.1. Pendahuluan

Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau konsentrasi

hemoglobin.10 Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh

bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin

tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan

gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung,

dan gagal jantung.11,12

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan terdapat

pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun.10 Survei Nasional di Indonesia (1992)

mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei tahun

1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita

anemia.14 Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi

sehingga sering terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya

risiko kematian pada anak.12

Tabel 7 batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin11

30

II.2.2. Klasifikasi Dan Etiologi

Anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan melihat jumlah

hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit (Tabel 7). Selain itu dengan dasar ukuran

eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan

morfologi eritrositnya. Pada klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik,

normositik dan makrositik (Tabel 8). Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis

dan patologis.

Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan produksi

eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan maturasi

eritrosit dan perusakan eritrosit yang lebih cepat.11 Kedua kategori tersebut tidak berdiri

sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi.

Tabel 8 Anemia berdasarkan ukuran eritrosit 11

II.2.3. Pendekatan Diagnosis

Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif, prestasi sekolah buruk, dan

dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anak usia kurang dari 12 bulan

dengan anemia terutama Defisiensi besi kadar hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai

prediktif positif 10-40%.14 Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti

untuk mendeteksi dan menentukan penyebabnya sehingga pemeriksaan laboratorium dapat

seminimal mungkin.14 Tubuh bayi baru lahir mengambil dan menyimpan kembali besi

menyebabkan hematokrit menurun selama beberapa bulan pertama kehidupan. Oleh karena

itu, pada bayi cukup bulan kekurangan zat besi dari asupan gizi jarang menyebabkan anemia

sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur, kekurangan zat besi dapat terjadi setelah

31

berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit terkait kromosom X seperti defi siensi glukosa-6-

fosfat dehidrogenase (G6PD), harus dipertimbangkan pada anak laki-laki. Defisiensi piruvat

kinase bersifat autosomal resesif dan berhubungan dengan anemia hemolitik kronis.11,12

Pemeriksaan fisik penting dilakukan (Tabel 9), temuan yang menunjukan anemia kronis

termasuk pucat (biasanya tidak terlihat sampai tingkat hemoglobin kurang dari 7 g/dL),

glositis, hepatosplenomegali, murmur, dan gagal jantung kongestif. Pada anemia akut dapat

ditemukan jaundice, takipnea, takikardi, dan hematuria.12,13

Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin dan massa eritrosit, MCV

menjadi salah satu standar klasifikasi anemia menjadi mikrositik, normositik, dan

makrositik.11,12 Pemeriksaan darah perifer adalah prosedur tunggal paling berguna sebagai

evaluasi awal. Pertama-tama harus diperiksa distribusi dan pewarnaan sel. Tanda sediaan

yang tidak baik adalah hilangnya warna pucat di tengah eritrosit, bentuk poligonal, dan

sferosit artefak. Sferosit artefak, berlawanan dengan artefak asli, tidak menampakkan variasi

kepucatan di tengah sel dan lebih besar dari eritrosit yang normal. Sediaan yang tidak baik

tidak boleh diinterpretasikan.11 Setelah sediaan telah dipastikan kelayakannya, diperiksa pada

pembesaran 50x dan kemudian dengan 1000x. Sel sel digradasikan berdasarkan ukuran,

intensitas pewarnaan, variasi warna, dan abnormalitas bentuk. Gangguan hemolisis eritrosit

dapat diklasifi kasikan menurut morfologi predominannya. Terdapatnya stippling basofi lik

dan sel inklusi juga perlu diperhatikan.11

Langkah berikut adalah pengukuran jumlah retikulosit, bilirubin, tes Coombs, jumlah

leukosit, dan trombosit. Morfologi eritrosit pada apusan darah tepi dapat menunjukkan

etiologi anemia.15 Pengambilan dan analisis sumsum tulang dapat dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya kelainan sumsum tulang yang berkaitan dengan penyebab anemia11.

pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan terakhir seandainya penyebab anemia masih belum

diketahui.

32

Tabel 9 Pemeriksaan fisik pada pasien anemia11

Pendekatan diagnosis berdasarkan apusan darah tepi11

33

Penyebab gangguan morfologi sumsum tulang11

Pendekatan diagnosis berdasarkan MCV dan jumlah retikulosit11

34

BAB III

ANALISIS KASUS

Diagnosa

Anamnesa : Ditemukan bahwa pasien sesak. Terdapat demam, batuk pilek

yang hilang timbul, Batuk berdahak berwarna putih, terdapat busa dan lendir.

Analisa : Pada umumnya, gejala pada pneumonia adalah batuk yang

produktif. Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului dengan gejala infeksi saluran

napas atas yang kemudian berkembang menjadi gejala infeksi saluran napas bawah. Pada

pasien ini gejala sesak didahului dengan gejala ISPA dan disertai dengan demam tinggi.

Pemeriksaan fisik : Ditemukan takipneu, febris, pernapasan cuping hidung,

retraksi suprasternal, dan epigastrium, serta adanya ronki basah halus di kedua lapang paru.

Analisa : Takipneu merupakan tanda yang sederhana, terstandarisasi,

dan sensitif untuk menskrining penyakit pneumonia pada anak. Adanya demam juga

menunjukkan adanya infeksi. Penggunaan otot bantu napas merupakan tanda adanya

dispnea / distres pernapasan. Ditambah dengan adanya ronki basah halus, maka dari

pemeriksaan fisik semakin menunjang diagnosa ke arah bronkopneumonia.

Penunjang : Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya

leukositosis, penurunan nilai Hemoglobin, MCH dan MCV. Pada pemeriksaan foto thorax

tampak corakan bronkovascular meningkat kesan dd bronchitis.

Analisa : leukositosis merupakan suatu tanda terjadi proses infeksi.

penurunan nilai Hemoglobin, MCH dan MCV menandakan terjadi anemia mikrositik

hipokrom pada pasien. peningkatan corak bronkovascular merupakan salah satu tanda khas

bronkopneumonia.

Diagnosis banding :

Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan

puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun.15 sedangkan pada

pasien ini berusia 3 tahun 4 bulan. Penyebab bronkitis akut yang paling sering

adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya

sekitar <10%.16 Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk

menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai

dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara

lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut :17

35

Denyut jantung > 100 kali per menit Frekuensi napas > 24 kali per menit Suhu > 38°C Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan

suara napas.

Bronkiolitis Bronkitis akut

Usia predisposisi 6 bulan < 2 tahun

Patogen

penyebab

tersering

RSV Adenovirus

Virus (90%)

Patofisiologi /

patogenesis

Invasi virus nekrosis epitel

saluran napas pengeluaran

sitokin inflamasi inflamasi,

edema, penumpukan debris

air trapping di alveoli

gejala obstruksi dan terjadi

hiperinflasi

Invasi virus respon endogen pada

kerusakan saluran napas akut

bronkospasme, batuk, edema,

inflamasi, produksi mukus ↑

Anamnesa Tanda dan gejala infeksi

saluran pernapasan atas low

grade fever sesak napas

Tanda dan gejala infeksi saluran

pernapasan atas perubahan warna

sekret hidung batuk kasar yang

kemudian menjadi produktif rasa

terbakar di dada dan sesak

Pemeriksaan

Fisik

Wheezing, ekspirasi

memanjang

Wheezing

Rontgen Toraks hiperaerasi/hiperinflasi paru

area lapang paru akan terlihat

lebih hiperlusen

Seringkali normal

Asma : konsensus Nasional Asma Anak (KNAA) memberi batasan bahwa

asma adalah mengi berulang dan atau tanpa batuk persisten dengan

karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini

hari(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta memiliki riwayat asma

atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri. Asma tidak disertai

dengan demam.

36

Pneumonia Lobaris : terdapat infiltrat atau konsolidasi pada satu atau lebih

lobus paru.

Tatalaksana

o Inj Cefotaxime 3 x 500 mg IV : Cefotaxime adalah antibiotik beta lactam yang

termasuk golongan sefalosporin generasi ke-3. Cefotaxime bersifat broad spectrum,

sehingga dapat digunakan terhadap bakteri gram negatif dan positif, namun tidak

termasuk Pseudomonas dan Enterococcus.

Moa : Farmakologi: bersifat bakterisidal dengan efek antibakterial lebih kuat

dibandingkan sefalosporin dan penisilin tradisional. Farmakokinetik:

Didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dan cairan tubuh termasuk cairan

serebrospinal. Metabolisme di hepar dan ekskresi melalui urine.

Indikasi: infeksi parah yang disebabkan oleh organisme sensitif cefotaxime,

termasuk infeksi saluran napas, traktus urinarius, serta kulit dan jaringan lunak.

Patogen yang sensitif cefotaxime: Staphylococci, aerobic and anaerobic

streptococci, Streptococcus pneumoniae, Neisseria sp, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Citrobacter, Salmonella and Klebsiella spp, Enterobacter

aerogenes, Serratia sp, indole-positive and indole-negative Proteus sp, Yersinia

enterocolitica, Clostridium and Bacteroides spp.

Efek samping: trombositopenia, demam, ruam, diare, mual, dan muntah.

o Bronkodilator

Fenoterol hydrobromide : B2 simpatomimetik. Mekanisme kerjanya adalah

melalui stimulasi reseptor b2 di trakea dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi

dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP)

yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan

pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya

kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronkodilatasi dan

penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.

Ipratropium bromide : Obat-obat anti-cholinergic yang memiliki efek dilatasi

saluran-saluran pernafasan dengan menghalangi reseptor-reseptor acetylcholine

pada otot-otot saluran pernafasan.

37

o Pulv : salbutamol + ambroxol + chlorpheniramine maleate + metilprednisolon :

ambroxol diindikasikan untuk gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan

sekresi bronkial yang abnormal baik akut maupun kronis. chlorpheniramine maleate

sebagai antihistamin yang dapat mengurangi sekresi mukus. Salbutamol sebagai

bronkodilator dengan mekanisme b2 simpatomimetik. Serta metilprednisolon sebagai

antiinflamasi saluran pernafasan dan dapat mencegah terjadinya edema.

o Terapi cairan : Diberikan karena pasien mengalami penurunan nafsu makan, sehingga

nutrisi yang masuk kurang, dan terapi cairan ini juga di berikan karena pasien distress

pernafasan sehingga dapat mencegah dehidrasi.

o Terapi oksigen : Diberikan pada pasien ini, karena adanya wheezing dan distress

pernafasan

o Paracetamol : diberikan sebagai antipiretik karena suhu tubuh pasien mencapai 38,50C

pada saat pemeriksaan.

Prognosis

Tanda-tanda vital pasien selain pernapasannya yang cepat masih terpantau dengan baik.

Adanya bukti pernapasan yang cepat menandakan bahwa usaha untuk bernapas pasien masih

adekuat dan pasien cepat mendapatkan penanganan di rumah sakit. Oleh karena itu, prognosis

quo ad vitam dari pasien adalah dubia ad bonam. Selama sakit, pasien menjadi lebih tidak

aktif, namun masih menunjukkan adanya aktivitas yang cukup, pasien masih respon dengan

lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu prognosis quo ad fungsionam pasien adalah dubia ad

bonam. Tidak adanya kelainan kongenital yang dilaporkan dari lahir dan pada hasil foto

rontgen thorax pasien tidak ditemukan kelainan kongenital, maka prognosis quo ad

sanationam pasien adalah dubia ad bonam.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. 19 Jan 2015

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

2. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet No. 331. 19 Jan 2015.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta: Pengurus

Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,

Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

6. Departemen Kesehatan RI. Pneumonia pada Balita. Jakarta, 2010.

7. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan

Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI :

Jakarta, 2008.

9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit Paru

Pada Anak Terkini. Jember.

10. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan

Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.

11. Nathan DG, Orkin SH, Oski FA, Ginsburg D. Nathan and Oski’s Hematology of

Infancy and Childhood. 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2008. Dikutip dalam Irawan

Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK- 205/vol40 no.6;2013.

12. Khusun H, Yip R, Schultink W, Dillon DHS. World Health Organization

Hemoglobin Cut-Off Points for the Detection of Anemia Are Valid for An Indonesian

Population. J Nutr. 1999;129:1669-74. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan

Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.

13. Sari M, de Pee S, Martini E, Herman S, Sugiatmi, Bloem MW, et al. Estimating the

prevalence of anaemia: a comparison of three methods. Bulletin of the World Health

39

Organization. 2001;79:506-11. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan Diagnosis

Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.

14. Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph’s Pediatrics.

21st ed. USA: McGraw-Hill; 2003. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan

Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.

15. Ed. Nelson, waldo E. dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2 Ed 15. Jakarta:

EGC. Hal. 1483.

16. Gonzales R, Sande M. Uncomplicated acute bronchitis.Ann Intern Med 2008;133:

981–991.

17. Sidney S. Braman. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis :ACCP Evidence-Based

Clinical Practice Guidelines. Chest Journal. 2006;129;95S-103S.

40