Botani Kelapa Sawit

15
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis) termasuk dalam divisi Tracheophyta, Sub-divisi Pteropsida, Kelas Angiospermae, Sub-kelas Monocotyledoneae, Ordo Cocoideae, Famili Palmae, Genus Elaeis, Species Elaeis guineensis Jacq. Klasifikasi kelapa sawit beragam dengan parameter pembeda seperti tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, dan warna buah. Dari warna buah, terdapat tiga varietas kelapa sawit yaitu Nigrescens, Virescens dan Albescens. Varietas Nigrescens dicirikan oleh warna buah violet kehitaman waktu muda dan menjadi warna oranye jika matang. Varitas Virescens dicirikan oleh warna buah muda yang hijau dan menjadi oranye jika matang, sedangkan varitas Albescens dicirikan oleh warna buah muda yang kuning pucat serta tembus cahaya karena mengandung sedikit karoten, dan jika masak umumnya berwarna kuning kemerahan. Baik Nigrescens maupun Virescens biasanya memiliki bentuk buah yang bersayap (mantled). Varietas lainnya yang disebut Elaeis idolatrica dicirikan oleh anak daun yang bertautan (Adiwiganda, 2007).

description

Botani Kelapa Sawit

Transcript of Botani Kelapa Sawit

Page 1: Botani Kelapa Sawit

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis) termasuk dalam divisi Tracheophyta,

Sub-divisi Pteropsida,

Kelas Angiospermae,

Sub-kelas Monocotyledoneae,

Ordo Cocoideae,

Famili Palmae,

Genus Elaeis,

Species Elaeis guineensis Jacq.

Klasifikasi kelapa sawit beragam dengan parameter pembeda seperti tipe

buah, bentuk luar, tebal cangkang, dan warna buah. Dari warna buah, terdapat tiga

varietas kelapa sawit yaitu Nigrescens, Virescens dan Albescens. Varietas Nigrescens

dicirikan oleh warna buah violet kehitaman waktu muda dan menjadi warna oranye

jika matang. Varitas Virescens dicirikan oleh warna buah muda yang hijau dan

menjadi oranye jika matang, sedangkan varitas Albescens dicirikan oleh warna buah

muda yang kuning pucat serta tembus cahaya karena mengandung sedikit karoten,

dan jika masak umumnya berwarna kuning kemerahan. Baik Nigrescens maupun

Virescens biasanya memiliki bentuk buah yang bersayap (mantled). Varietas lainnya

yang disebut Elaeis idolatrica dicirikan oleh anak daun yang bertautan (Adiwiganda,

2007).

Page 2: Botani Kelapa Sawit

4

2.2. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh

dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama

bagi pertumbuhan kelapa sawit, disamping faktor-faktor lainnya seperti genetis,

budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.

2.2.1. `Faktor Iklim

` Curah hujan

Jumlah curah hujan yang optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 2.000-

3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun.

Hujan yang merata sepanjang tahun kurang baik karena pertumbuhan vegetatif akan

lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga/buah yang terbentuk

relatif lebih sedikit (Setyamidjaja, 2006). Sebaliknya, curah hujan yang terlalu tinggi

akan mengakibatkan timbulnya masalah terutama sulitnya upaya peningkatan kualitas

jalan, pembukaan lahan, pemeliharaan, pemupukan, dan pencegahan erosi (Pusat

Penelitian Kelapa Sawit, 2006).

Suhu dan elevasi

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24-28ºC.

Di daerah sekitar katulistiwa, tanaman sawit liar masih dapat menghasilkan buah

pada 1.300 m dari permukaan laut. Dengan demikian, tanaman kelapa sawit

diperkirakan masih dapat tumbuh dengan baik sampai kisaran suhu 20ºC, tetapi

pertumbuhannya akan terhambat pada suhu 15ºC (Pahan, 2008).

Suhu udara terutama suhu udara minimum, berhubungan erat dengan elevasi.

Di daerah beriklim tropis, secara umum suhu udara bukan merupakan faktor

pembatas pada elevasi di bawah 400 m dpl. Sebaliknya, di atas 400 m dpl, meskipun

faktor iklim lainnya seperti curah hujan sudah sesuai untuk pertumbuhan kelapa

sawit, suhu udara minimum yang terlalu rendah bisa menjadi faktor pembatas, tetapi

masih berpotensi untuk budidaya kelapa sawit. Elevasi juga berkaitan dengan

penyinaran matahari dan kelembaban udara. Pada elevasi tinggi diperlukan kultur

Page 3: Botani Kelapa Sawit

5

teknis untuk mengantisipasi masalah yang timbul akibat terbatasnya penyinaran

matahari dan tingginya kelembaban udara (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006).

Kelembaban dan penyinaran matahari

Kelapa sawit membutuhkan kelembaban udara sekitar 80% dan penyinaran

matahari 5-7 jam/hari. Pada beberapa daerah seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan

sering terjadi pada bulan tertentu penyinaran matahari ini kurang dari 5 jam. Hal ini

dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, timbulnya gangguan penyakit, gagalnya

pembukaan lahan, rusaknya jalan karena lambat kering dan lain-lain ( Lubis, 2008).

2.2.2. `Faktor Edafik Lahan yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit mengacu pada tiga

faktor, yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah.

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada lingkungan dengan ketinggian 25-200 m dpl,

dengan kemiringan lereng datar hingga berombak (> 10 % ) (Pahan, 2008).

Sedangkan sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu

solum cukup dalam (> 80 cm) dan tidak berbatu agar perkembangan akar tidak

terganggu, tekstur ringan dan yang terbaik memiliki pasir 20-60 %, debu 10-40 %,

dan liat 20-50 %, struktur tanah baik, konsistensi gembur sampai agak teguh,

permeabilitas sedang, drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam. Tanah

yang berdrainase jelek dengan permukaan tanah yang dangkal sebaiknya dihindari.

Pada tanah yang berdrainase jelek sebaiknya dibuat saluran drainase (Setyamidjaja,

2006).

Sifat kimia tanah yang merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya

kelapa sawit adalah pH tanah dan ketersediaan hara. Kelapa sawit dapat tumbuh pada

pH 4,0-6,0, namun pH yang optimal adalah 5-5,5. Pada pH yang terlalu rendah,

ketersediaan hara makro utama seperti P, Ca, dan Mg akan sangat rendah, dan

sebaliknya unsur-unsur lain seperti Al dan Fe justru menjadi terlalu tinggi sehingga

bersifat meracun. Pada tanah yang dipengaruhi oleh aktivitas pasang surut air laut,

kedalaman mineral pirit juga harus diperhatikan sehingga tidak teroksidasi dan

mengakibatkan kemasaman tanah. Secara umum, tanah mineral yang dipengaruhi

Page 4: Botani Kelapa Sawit

6

oleh pasang surut air laut dan memiliki potensi sulfat masam pada kedalaman lebih

dari 1,5 meter masih potensial untuk budidaya kelapa sawit dengan syarat tinggi

muka air tanah tetap dipertahankan pada kedalaman sekitar 75 cm sehingga pirit tetap

dalam keadaan tereduksi (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006).

2.3. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Teknik budidaya tanaman pada perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis)

meliputi berbagai hal sebagai berikut:

2.3.1. Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit merupakan komponen biaya

investasi awal. Menurut Lubis (1992) tahapan-tahapan pekerjaan sudah tertentu

sehingga jadwal kerja harus dilaksanakan secara konsekuen. Keterlambatan suatu

pekerjaan akan berlarut pada pekerjaan lain sehingga akan menambah biaya.

Tantangan yang dihadapi cukup banyak misalnya alam (gangguan cuaca, hewan liar),

biaya yang berkesinambungan, sumberdaya manusia dan alat-alat yang harus tersedia

beserta suku cadangnya.

Tahapan-tahapan pekerjaan pada pembukaan lahan adalah :

• Babat pendahuluan

Pekerjaan yang dilakukan sebelum pengimasan. Semak belukar dan pohon

kecil yang tumbuh di bawah pohon perlu dibabat. Pekerjaan ini membutuhkan

5-6 orang/ha.

• Pengimasan

Pekerjaan memotong semak dan pohon kecil yang berdiameter 10 cm dengan

parang atau kapak untuk mempermudah penumbangan pohon besar.

• Penebangan pohon

Penebangan pohon dilakukan dengan gergaji (chain saw) atau kapak, pohon

yang berdiameter 10 cm di tebang. Tinggi penebangan diukur dari tanah

tergantung pada diameternya. Sebelum pekerjaan ini dimulai, kayu besar yang

berguna sudah dikeluarkan dan izin dari kehutanan sudah ada.

Page 5: Botani Kelapa Sawit

7

• Merencek/memerun

Pekerjaan memotong-motong cabang/ranting kayu yang sudah tumbang untuk

mempermudah perumpukan

• Perumpukan

Perumpukan adalah cabang dan ranting yang telah dipotong dikumpulkan

sebagai bahan pembakar dari kayu yang lebih besar. Perumpukan dibuat

memanjang utara-selatan agar bisa diterpa panas matahari dan cepat kering.

Jarak antar rumpukan dibuat 50-100 m tergantung kerapatan pohon yang

ditumbang dan keadaan areal.

2.3.2. Konservasi Tanah

Tindakan konservasi tanah mutlak diperlukan terutama di daerah yang memiliki

jumlah dan hari hujan besar serta pada lahan yang berombak-berbukit. Pada daerah

datar yang diutamakan adalah parit drainase dan jembatan, sedangkan teras dan

benteng tidak banyak diperlukan. Untuk mengatasi aliran air permukaan dan

memperbesar daya infiltrasi air ke dalam tanah, diperlukan teras. Pada kemiringan 8-

20 derajat dibuat rorak setiap 12 meter dan pada kemiringan lebih dari 20 derajat

dibuat rorak bersambung dengan panjang 4 m dan dalam 30 cm. Pembuatan parit dan

drainase penting terutama pada daerah datar, rendahan dan areal yang sering

kebanjiran. Parit berguna untuk mencegah genangan air dan menurunkan permukaan

tanah dan lain-lain. Banyaknya parit tergantung pada kondisi lahan, keadaan banjir,

dalamnya gambut atau tinggi rendahnya permukaan air tanah (Lubis, 1992). Menurut

Murtilaksono, et al., (2007), aplikasi guludan dan rorak yang dilengkapi dengan

mulsa vertikal memberikan pengaruh yang positif terhadap jumlah pelepah daun,

jumlah tandan, rataan berat tandan dan produksi TBS.

2.3.3. Pemilihan bahan tanam

Bahan tanam yang digunakan di Indonesia pada saat ini adalah Tenera yaitu

hasil perkawinan antara Deli Dura terpilih dari kebun induk dengan Pisifera hasil

Page 6: Botani Kelapa Sawit

8

pengujian (Lubis, 1992). Menurut Asmono (2007) saat ini di Indonesia secara resmi

dikenal 30 varietas kelapa sawit.

2.3.4. Pembibitan

Sistem pembibitan yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit dibagi

menjadi dua yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap. Pembibitan satu

tahap artinya penanaman kecambah langsung pada pembibitan utama tanpa tahap

pembibitan awal, sedangkan pada pembibitan dua tahap, terdapat dua tahapan yaitu

tahap pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery).

Menurut Lubis (1992) pemilihan lokasi pembibitan harus memperhatikan hal-

hal antara lain adalah dekat dari sumber air, dekat dari pengawasan dan mudah untuk

dikunjungi, tidak jauh dari areal yang ditanami jika mungkin di tengah lokasi untuk

mengurangi biaya pengangkutan bibit, dekat dari sumber tanah untuk mengisi

kantong plastik (top soil), areal datar atau jika miring dibuat teras-teras.

Pemeliharaan pada pembibitan awal hampir sama seperti pada pembibitan

utama. Menurut Pahan (2008) pemeliharaan di pembibitan awal (pre nursery) dan

pembibitan utama (main nursery) meliputi proses penyiraman, penyiangan gulma,

pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, serta seleksi bibit.

Secara umum, karakter yang menyimpang dari tanaman kelapa sawit pada

proses seleksi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelainan pada

habitus tanaman, kelainan pada bentuk anak daun, dan kelainan daya pertumbuhan

(Pahan, 2008).

2.3.5. Pemeliharaan

Setelah selesai penanaman, maka dimulai masa pemeliharaan tanaman yang

dibedakan atas pemeliharan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang berlansung

sampai tanaman mulai dipanen dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM).

• Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pekerjaan pemeliharaan TBM antara lain sebagai berikut :

Page 7: Botani Kelapa Sawit

9

a. Konsolidasi, yaitu pemeriksaan situasi blok demi blok yang sudah ditanam

untuk melihat kekurangannya, kemudian memperbaikinya sekaligus dilakukan

inventarisasi tanaman dan permasalahan lainnya. Bibit yang mati, abnormal,

tumbang, terserang berat hama atau penyakit harus disisip, teras yang rusak

diperbaiki dan lain-lain.  

b. Pemeliharaan jalan, benteng, teras, parit. Hal ini penting karena frekuensi

pemakaian akan meningkat terus, baik untuk pengangkutan para pekerja,

pupuk, pengawasan, dan lain-lain. c. Penyisipan tanaman, yaitu menyisipkan tanaman akibat tanaman mati, rusak

berat, sakit dan abnormal. Makin cepat disisip, makin baik agar

pertumbuhannya tidak ketinggalan dan sebaiknya menggunakan bibit yang

telah disediakan untuk sisipan. Penyisipan masih dapat dilakukan sampai

tanaman berumur 5 tahun.

d. Pemberantasan alang-alang. Agar alang-alang tidak meluas, maka perlu

disediakan pekerja khusus yang disebut sebagai mandoran lalang. Untuk lalang

yang sporadik, dilakukan penggalian akar lalang atau disebut garpu lalang.

Akarnya dijemur di atas tonggak kayu hingga kering. Cara lain adalah dengan

menyapukan kain yang telah dicelupkan racun lalang yang disebut wiping.

e. Pemeliharaan piringan pokok atau disebut juga bokoran, dilakukan dengan cara

membersihkan gulma pada bokoran agar pupuk yang ditempatkan tidak diserap

gulma. Pada saat penggarukan piringan ini maka lebar atau radiusnya

diperbesar menurut perkembangan tajuk.

f. Pemeliharaan penutup tanah. Tanaman penutup tanah jenis kacang-kacangan

membutuhkan waktu 4-6 bulan baru dapat menutup dan perlu dipertahankan

untuk beberapa tahun. Selama masa itu, penutup tanah tidak akan luput dari

persaingannya dengan gulma. Oleh karena itu, perlu disiangi sehingga

pertumbuhan tanaman penutup tanah maksimal.

g. Pemupukan TBM. Pupuk yang diberikan sedikit tapi lebih sering diberikan,

karena kemampuan tanaman menyerap pupuk masih rendah. Selain pemberian

Page 8: Botani Kelapa Sawit

10

pupuk N, P, K, Mg, B, unsur mikro seperti Cu dan Zn diperlukan pada tanah

gambut.

h. Kastrasi dan Ablasi, yaitu perkawinan bunga jantan dan betina muda pada saat

TBM yang dilakukan sebulan sekali dan dimulai pada tanaman berumur 14

bulan. Kegunaan kastrasi yaitu untuk merangsang pertumbuhan vegetatif,

menghemat penggunaan unsur hara dan air terutama pada daerah yang

memiliki curah hujan yang relatif kecil, kondisi tanaman menjadi lebih bersih

sehingga mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit.

i. Penyerbukan. Proses penyerbukan umumnya dilakukan oleh angin dan

serangga. Selain itu juga terdapat penyerbukan bantuan yang dimulai 6 bulan

sebelum panen perdana sampai tanaman berumur 7 tahun.

j. Pemberantasan hama dan penyakit. Serangan hama pada tanaman muda

biasanya pada bagian umbut, daun, dan bunga. Beberapa jenis hama yang

terdapat pada tanaman muda adalah kumbang tanduk, Apogonia sp, belalang,

ulat api, penggerek bunga.

• Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)

Pekerjaan pada tanaman menghasilkan meliputi :

Pemeliharaan jalan, teras, parit dan lain-lain.

Pemberantasan gulma pada TM. Pemberantasan gulma dilakukan pada

gawangan dan pasar pikul.

Penunasan pelepah daun. Dilakukan dengan cara membuang pelepah yang

rusak, sanitasi mencegah berkembangnya hama dan penyakit,

memperlancar penyerbukan baik yang dilakukan serangga atau angin,

mempermudah panen dan pengamatan tandan masak.

Konsolidasi dan inventarisasi

Penjarangan, bertujuan untuk menghindari kepadatan tanaman yang dapat

menurunkan produksi. Penjarangan dilakukan secara selektif dan

sitematis.

Page 9: Botani Kelapa Sawit

11

Pemupukan. Teknik, aplikasi, dosis, dan jenis pupuk tergantung pada jenis

tanah, umur tanaman, tingkat produksi yang dicapai, realisasi pemupukan

sebelumnya, jenis pupuk yang akan dipakai, tenaga kerja yang tersedia,

keadaan penutup tanah, analisis kadar hara pada daun.

Pemberantasan hama dan penyakit. Secara umum hama dan penyakit pada

fase ini relatif sama. Contoh hama yang menyerang yaitu ulat penggulung

daun, ulat jengkal, ulat anggrung, kumbang, belalang, dan lain-lain.

Penyakit yang menyerang antara lain busuk pucuk, busuk tandan, busuk

pangkal batang.

2.3.6. Pemanenan pada Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat mulai dipanen pada umur 30 bulan. Dalam keadaan normal,

90-100% dari seluruh pokok sudah matang panen. Tandan yang cukup besar dan siap

untuk diolah adalah yang padat isinya dan beratnya sekitar 3 kg. Kriteria panen yang

digunakan yaitu dua brondolan artinya sudah ada 2 buah lepas dari tandannya atau

jatuh ke piringan pohon. Untuk tandan yang beratnya lebih dari 10 kg, dipakai 1

brondolan yang jatuh ke tanah. Kapasitas pemanen tergantung pada produksi/ha yang

dikaitkan dengan umur tanaman, topografi areal, kerapatan pohon, dan intensif.

2.4. Evaluasi Kesesuaian Lahan

2.4.1. Pengertian Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses penilaian potensi sumberdaya

lahan untuk penggunaan yang spesifik. Kegiatan evaluasi lahan antara lain meliputi

pelaksanaan dan interpretasi survei, studi bentuk lahan, tanah, iklim, dan aspek

lainnya agar dapat diidentifikasi untuk membuat berbagai perbandingan penggunaan

lahan yang mungkin dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan bagian penting dalam

perencanaan penggunaan lahan. Fungsinya adalah untuk memberikan bimbingan

terhadap pengambilan keputusan, sehingga penggunaan sumberdaya lahan menjadi

Page 10: Botani Kelapa Sawit

12

lebih menguntungkan, dan pada waktu yang sama melestarikannya bagi kepentingan

masa mendatang (FAO, 1976).

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang

dirinci ke dalam kualitas lahan ( land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya

terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristic). Beberapa

karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam

pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan

pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan, misalnya

peternakan, perikanan, dan kehutanan (Djaenudin et al., 2003).

Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan dua tahapan. Pendekatan dua tahapan

terdiri atas tahapan pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahapan kedua

secara ekonomi. Kegiatan lahan secara fisik dan ekonomi pada pendekatan paralel

dilakukan secara bersamaan, sedangkan pada pendekatan non paralel dilakukan

secara terpisah. (FAO, 1976).

2.4.2. Asumsi-asumsi dalam Evaluasi Lahan

Asumsi –asumsi Djaenudin et al (2003), dibedakan menjadi dua yaitu yang

menyangkut areal proyek dan yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/interpretasi

serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi lahan. Beberapa contoh asumsi yang

ditetapkan untuk evaluasi lahan secara fisik :

• Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data

dari satuan lahan atau satuan peta tanah.

• Reabilitas data yang tersedia meliputi rendah, sedang, atau tinggi.

• Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.

• Infrastruktur dan aksessibilitas serta fasilitas pemerintah tidak

dipertimbangkan dalam evaluasi.

• Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas tiga tingkatan

yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

• Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.

Page 11: Botani Kelapa Sawit

13

• Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan

dalam evaluasi.

• Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau

kuantitatif ekonomi.

• Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.

Menurut FAO (1976), dengan proses membandingkan ini, evaluasi lahan

diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana lahan sekarang dikelola dan apa yang akan terjadi jika cara

tersebut dilakukan.

2. Perbaikan apa yang mungkin dilakukan terhadap cara pengelolaan

sekarang.

3. Penggunaan-penggunaan lain apakah yang mungkin secara fisik dan

relevan dari segi sosial dan ekonomi.

4. Diantara penggunaan-penggunaan lahan yang memungkinkan tersebut

mana yang memungkinkan untuk produksi yang berkesinambungan atau

memberikan keuntungan lain.

5. Efek negatif apa yang mungkin muncul secara fisik, ekonomi atau sosial

terhadap masing-masing penggunaan tersebut.

6. Masukan apa yang diperlukan untuk mendapatkan produksi yang

diinginkan dan untuk menekan akibat-akibat yang tidak menguntungkan.

7. Apa keuntungan dari tiap penggunaan lahan tersebut, dan bila berkenaan

terhadap penggunaan baru yang melibatkan perubahan yang nyata pada

lahan, seperti perencanaan irigasi, maka pertanyaan di atas akan ditambah

dengan :

8. Perubahan kondisi lahan apa yang mungkin dan diperlukan dan

bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan, dan

9. Masukan tidak berulang apa yang diperlukan untuk implementasi

perubahan ini.

Page 12: Botani Kelapa Sawit

14

Meskipun pada proses evaluasi lahan banyak sekali aspek yang perlu ditinjau,

tetapi dalam prakteknya evaluasi lahan tidak menentukan bagaimana perubahan tata

guna lahan dilakukan, akan tetapi hanya menyediakan data/informasi dengan dasar

apa suatu keputusan diambil. Agar efektif dalam peranan ini, keluaran evaluasi harus

memberikan informasi mengenai dua atau lebih bentuk penggunaan lahan yang

potensial termasuk konsekuensi, keuntungan dan kerugiannya.

2.4.3. Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik

pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan

hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-

faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

2.4.4. Karakteristik Lahan 

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,

contohnya kemiringan lereng dan curah hujan. Setiap karakteristik lahan yang

digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang

sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Dalam

interpretasi perlu mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan

penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan, misalnya saja ketersediaan air

sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan,

tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan

lainnya, seperti kondisi drainase atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan

kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan (Djaenudin et al., 2003).

Page 13: Botani Kelapa Sawit

15

2.4.5. Kualitas Lahan

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kualitas lahan menunjukkan

sifat-sifat lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk

penggunaan tertentu, dimana satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa

karakteristik lahan. Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal yang bersifat kompleks

dari sebidang lahan. Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan

tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan, karena keduanya dianggap sama

nilainya dalam evaluasi (Driessen, 1997) & PPT, 1983, dalam Djaenudin et al.,

2003).

Kualitas lahan dapat bersifat positif yaitu dapat memberikan pengaruh yang

menguntungkan bagi suatu penggunaan, akan tetapi dapat juga memberikan pengaruh

negatif dengan menimbulkan kerugian-kerugian atau dengan kata lain merupakan

faktor penghambat atau pembatas terhadap penggunaan lahan tertentu. Kualitas lahan

dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaan lahannya. Begitu

pula sebaliknya penggunaan lahan dipengaruhi oleh kualitas lahan.

2.4.6. Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk

penggunaan tertentu (Djaenudin et al., 2003). Kondisi lahan dapat dinilai berdasarkan

kondisi saat ini atau saat setelah dilakukan perbaikan.

Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) pada suatu perkebunan kelapa sawit

sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

jangka panjang. Dua tahap pekerjaan dilakukan dalam evaluasi KKL, yaitu tahap

pertama penentuan KKL-Aktual, dan selanjutnya penentuan KKL-Potensial.

• KKL-Aktual menunjukkan kemampuan lahan itu dalam mendukung

budidaya sesuai dengan kondisi lahan yang terlihat saat ini. Bentangan

lahan yang terlihat secara visual adalah hasil dari proses pembentukan

lahan tersebut sejalan dengan perkembangan bumi.

• KKL-Potensial memberikan informasi kemampuan produktivitas lahan

tersebut jika upaya perbaikan telah dilakukan kepada lahan tersebut, atau

Page 14: Botani Kelapa Sawit

16

dengan perkataan lain KKL-Potensial akan terjelma jika telah ada input

manajemen (Adiwiganda, 1995)

Metode klasifikasi kesesuaian lahan Sys et al. (1993) dapat dipakai untuk

klasifikasi kuantitatif dan kualitatif, dengan menggunakan 4 kategori dan 5 derajat

pembatas (0-4) yaitu tanpa pembatas (0) sampai pembatas sangat berat (4) yaitu :

Ordo : Keadaan yang menunjukkan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak untuk

penggunaan tertentu. Pada tingkat ini, kesesuaian lahan dibedakan antara

lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).

Kelas :Keadaan yang menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam tingkat ordo.

Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan dalam

tiga kelas yaitu sangat sesuai (S1) atau lahan yang tidak mempunyai faktor

pembatas yang berarti sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan, cukup

sesuai (S2) atau lahan yang mempunyai faktor pembatas yang akan

mempengaruhi produktivitas akan tetapi faktor pembatas tersebut dapat

diatasi oleh petani sendiri, dan sesuai marjinal (S3) atau lahan yang

mempunyai faktor pembatas yang berat sehingga memerlukan input yang

lebih besar. Lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) merupakan lahan

yang memiliki faktor pembatas yang berat dan sulit diatasi terdiri dari kelas

tidak sesuai saat ini (N1) dan kelas tidak sesuai untuk selamanya (N2).

Subkelas:Keadaan yang menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang

harus dilakukan. Tiap kelas terdiri dari satu atau lebih subkelas. Subkelas ini

berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas

terberat. Kelas kesesuaian lahan ini kemungkinan dapat diperbaiki,

tergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing subkelas.

Unit : Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada

sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Unit yang satu

berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari

pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari

Page 15: Botani Kelapa Sawit

17

faktor pembatasnya. Faktor pembatas tingkat unit dapat memudahkan

penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani.