borderless sister city - · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN...

12
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum 1. PENDAHULUAN Proses globalisasi membawa efek yang sangat signifikan yaitu membuat dunia ini seperti seakan tanpa batas (“borderless”), hal ini membuat keterkaitan antar negara, antar kota maupun antar bangsa menjadi semakin erat, terjalin dalam suatu ikatan kerjasama, bahkan sering kita mendengar adanya kerjasama antar pemerintah kota (”sister city”) seperti antara Pemerintah Kota DKI Jaya dengan Pemerintah Kota Tokyo dan sebagainya. Seiring dengan proses globalisasi tersebut kita melihat bahwa perkembangan kota-kota di Indonesia tidak dapat terlepas dari perkembangan ekonomi global, dengan demikian perlu kiranya diantisipasi bahwa pola perkembangan kota-kota di Indonesia akan terpengaruh/dipengaruhi oleh situasi dan kondisi global tersebut, jumlah kota besar akan bertambah banyak dan wilayah kota semakin melebar dan mendesak daerah-daerah pinggiran kota. Efek tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia seperti : Jabodetabek, Bandung Raya, Kedungsepur (Semarang dsk), Gerbangkertasusila (Surabaya dsk), Mebidang (Medan dsk), Palembang, Mamminasata (Makassar dsk) dan Sarbagita (Denpasar dsk) yang berkembang semakin pesat kearah kota/kawasan metropolitan. Kota dan atau kawasan metropolitan merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah yang sangat besar, dengan karateristik dan persoalan yang berbeda serta spesifik. Oleh karenanya suatu kota dan atau kawasan metropolitan memerlukan pengelolaan tersendiri dalam hal pemecahan persoalan yang dihadapi, penyediaan prasarana dan layanan perkotaan, serta pengelolaan lingkungannya. Hal-hal tersebut menuntut pemikiran tersendiri bagi kota besar yaitu perlunya penyediaan kesempatan kerja yang lebih baik, perlunya penyediaan permukiman/tempat tinggal yang memadai, perlunya penyediaan prasarana dan sarana transportasi/ekonomi perkotaan dan pelestarian lingkungan.

Transcript of borderless sister city - · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN...

Page 1: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Oleh : A Hermanto Dardak

Direktur Jenderal Penataan Ruang

Departemen Pekerjaan Umum

1. PENDAHULUAN

Proses globalisasi membawa efek yang sangat signifikan yaitu membuat dunia ini seperti

seakan tanpa batas (“borderless”), hal ini membuat keterkaitan antar negara, antar kota

maupun antar bangsa menjadi semakin erat, terjalin dalam suatu ikatan kerjasama, bahkan

sering kita mendengar adanya kerjasama antar pemerintah kota (”sister city”) seperti antara

Pemerintah Kota DKI Jaya dengan Pemerintah Kota Tokyo dan sebagainya.

Seiring dengan proses globalisasi tersebut kita melihat bahwa perkembangan kota-kota di

Indonesia tidak dapat terlepas dari perkembangan ekonomi global, dengan demikian perlu

kiranya diantisipasi bahwa pola perkembangan kota-kota di Indonesia akan

terpengaruh/dipengaruhi oleh situasi dan kondisi global tersebut, jumlah kota besar akan

bertambah banyak dan wilayah kota semakin melebar dan mendesak daerah-daerah pinggiran

kota.

Efek tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada perkembangan

kota-kota besar di Indonesia seperti : Jabodetabek, Bandung Raya, Kedungsepur (Semarang

dsk), Gerbangkertasusila (Surabaya dsk), Mebidang (Medan dsk), Palembang, Mamminasata

(Makassar dsk) dan Sarbagita (Denpasar dsk) yang berkembang semakin pesat kearah

kota/kawasan metropolitan.

Kota dan atau kawasan metropolitan merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari

suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut

menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah yang sangat besar, dengan karateristik dan

persoalan yang berbeda serta spesifik. Oleh karenanya suatu kota dan atau kawasan

metropolitan memerlukan pengelolaan tersendiri dalam hal pemecahan persoalan yang

dihadapi, penyediaan prasarana dan layanan perkotaan, serta pengelolaan lingkungannya.

Hal-hal tersebut menuntut pemikiran tersendiri bagi kota besar yaitu perlunya penyediaan

kesempatan kerja yang lebih baik, perlunya penyediaan permukiman/tempat tinggal yang

memadai, perlunya penyediaan prasarana dan sarana transportasi/ekonomi perkotaan dan

pelestarian lingkungan.

Page 2: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

2. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

Indonesia dengan jumlah penduduk 215 juta jiwa pada tahun 2002, telah mencapai

pertumbuhan ekonomi yang mantap sejak akhir tahun 1990. Rata-rata PDB per kapita

mencapai Rp. 7.260.000 pada tahun 2003. Akan tetapi baik penduduk maupun ekonomi

terdistribusi tidak merata baik di tingkat regional maupun provinsi, sebagian besar

terkonsentrasi di P. Jawa. Kawasan Metropolitan utama di Jawa seperti Jakarta dan Surabaya

telah berkembang tanpa koordinasi yang memadai, dengan tingkat perpindahan penduduk

yang cukup mencolok ke kawasan metropolitan. Dalam rangka pencapaian perkembangan

sosial ekonomi secara keseluruhan, dan juga lebih harmonisnya pembangunan di kawasan

urban, semi urban dan rural maka Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Penataan

Ruang Departemen PU telah menyusun perencanaan penataan ruang yang dilaksanakan

berdasarkan UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang, dimana pengertian penataan ruang

mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses penyusunan rencana tata ruang (RTR),

baik untuk wilayah administratif (provinsi, kabupaten dan kota), maupun untuk kawasan

fungsional (misal kawasan perkotaan dan perdesaan). Pemanfaatan ruang merupakan wujud

operasionalisasi RTR atau pelaksanaan pembangunan oleh berbagai sektor yang mengisi

fungsi-fungsi ruang; serta pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas proses pengawasan

(pemantauan, pelaporan, dan evaluasi) serta penertiban (pengenaan sanksi dan perizinan)

terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana tata ruangnya. Upaya

pengendalian pemanfaatan ruang akan memberikan feedback bagi proses perencanaan tata

ruang dan pemanfaatan ruang. Ketiga unsur penataan ruang saling terkait erat satu sama lain

membentuk suatu siklus yang interaktif-dinamis seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1

Gambar 1 - Siklus Penyelenggaraan Penataan Ruang

P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N

T A T A R U A N GT A T A R U A N GT A T A R U A N GT A T A R U A N G

P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N

R U A N GR U A N GR U A N GR U A N G

P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N

P E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N G

• In d ik a s i P r o g r a m S t r a t e g is

• In v e s ta s i

• P e r i j i n a n

• In s e n t i f & D i s in s e n t i f

• P e n g a w a s a n :- P e m a n ta u a n- P e la p o r a n- E v a lu a s i

• P e n e r t ib a n :- P e n g e n a a n S a n k s i- P e r i j in a n

R e k o m e n d a s i P e n in ja u a n R T R W

P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N P E R E N C A N A A N

T A T A R U A N GT A T A R U A N GT A T A R U A N GT A T A R U A N G

P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N P E M A N F A A T A N

R U A N GR U A N GR U A N GR U A N G

P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N P E N G E N D A L IA N

P E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N GP E M A N F A A T A N R U A N G

• In d ik a s i P r o g r a m S t r a t e g is

• In v e s ta s i

• P e r i j i n a n

• In s e n t i f & D i s in s e n t i f

• P e n g a w a s a n :- P e m a n ta u a n- P e la p o r a n- E v a lu a s i

• P e n e r t ib a n :- P e n g e n a a n S a n k s i- P e r i j in a n

R e k o m e n d a s i P e n in ja u a n R T R W

Page 3: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

Melekat dalam setiap unsur perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang,

karakteristik penataan ruang sangat terkait erat dengan sistem politik, ekonomi, sosial,

budaya, lingkungan, dan bahkan pertahanan-keamanan. Oleh karenanya penataan ruang

menekankan pendekatan kesisteman yang kompleks berlandaskan 4 (empat) prinsip utama

yakni : (1). holistik dan terpadu, (2). keseimbangan antar fungsi kawasan (misal antar kota-

desa, lindung-budidaya, pesisir-daratan, atau hulu-hilir), (3). keterpaduan penanganan secara

lintas sektor/stakeholders dan lintas wilayah administratif, serta (4). pelibatan peran serta

masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pada dasarnya upaya penataan ruang perlu diarahkan pada pencapaian visi strategis ke depan

yang akan menjiwai seluruh gerak langkah penyelenggaraannya. Visi strategis

penyelenggaraan penataan ruang dimaksud adalah “terwujudnya ruang Nusantara yang

nyaman, produktif, dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat

Indonesia”.

Sejalan dengan perkembangannya baik tingkat pertumbuhan ekonomi, peningkatan penduduk

dengan data jumlah penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang

cukup pesat dari 32,8 juta atau 22,3% dari total penduduk nasional (1980), meningkat menjadi

55,4 juta atau 30,9% (1990), menjadi 74 juta atau 37% (1998), menjadi 90 juta jiwa atau 44%

(2002), dan diperkirakan akan mencapai angka 150 juta atau 60% dari total penduduk

nasional (2015) dengan laju pertumbuhan penduduk kota rata-rata 4,49% (1990-1995).

Dengan jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu akan

memberikan implikasi pada meningkatnya tekanan pada pemanfaatan ruang kota seperti

pembangunan prasarana dan sarana di Kota-kota besar dan Kawasan Metropolitan, sehingga

penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus dan diberikan

perhatian yang lebih besar terhadap perlindungan lingkungannya. Karena polusi air dan udara

semakin bertambah dengan meningkatnya volume limbah cair domestik dan limbah padat

demikian pula kemacetan lalu lintas maka tindakan perlindungan lingkungan sangat

dibutuhkan, misalnya dengan mendorong penerapan zoning regulation, penerapan mekanisme

insentif dan disinsentif, prinsip-prinsip smart growth atau growth management, dan

sebagainya.

3. SISTEM PENATAAN RUANG

Dinamika dan perkembangan masyarakat bangsa Indonesia secara keseluruhan juga telah

mengalami perubahan terutama tuntutan otonomi daerah sejak tahun 1997, dimana pada tahun

1999 telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

yang kemudian telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang

menekankan otonomi daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Page 4: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian diubah dengan Undang-undang

Nomor 33 tahun 2004. Perkembangan tersebut tentu saja membawa konsekuensi logis

terhadap UU 24 tahun 1992 yang harus dilakukan revisi agar Penataan Ruang dapat menjawab

setiap tantangan di bidang penataan ruang dalam era otonomi daerah.

Bila merujuk pada Undang-Undang 24 tahun 1992, kedudukan sistem penataan ruang

Nasional merupakan salah satu bagian dalam perwujudan tujuan sistem perencanaan

pembangunan Nasional, yaitu untuk menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

sinergi antar pemanfaatan ruang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam sistem perencanaan pembangunan Nasional maupun perencanaan tata ruang keduanya

menekankan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan

pilihan (prioritas) secara berhierarki, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.

Jika perencanaan pembangunan Nasional berwujud spasial dan non spasial, maka perencanaan

tata ruang lebih menekankan pada aspek spasial yang mencakup perencanaan struktur dan

pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan

tata guna sumberdaya alam lainnya.

Adapun produk yang dihasilkan dari upaya/proses perencanaan tata ruang adalah Rencana

Tata Ruang. Pengertian Rencana Tata Ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi

yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dalam aktivitas sosial-ekonomi dan

aktivitas lainnya dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk

tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan

keberlanjutan pembangunan (development sustainability). Produk RTR secara garis besar

terdiri atas RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota untuk wilayah

administratif yang berhirarki, serta RTR Kawasan fungsional.

Secara konseptual, sistem perencanaan tata ruang di atas dapat diperlihatkan seperti pada

Gambar 2, dimana pada masing-masing hirarki akan dibedakan berdasarkan tingkat

kedalamannya (rencana umum, rencana operasional, hingga rencana operasional teknis).

Gambar 2 – Sistem Perencanaan Nasional

Page 5: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

4. PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN PENATAAN RUANG

Pelestarian lingkungan yang merupakan perhatian dari perencanaan tata ruang, bertujuan

untuk mendorong secara sistematis kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, misalnya

dengan penerapan 3R (reduction-reuse-recycling) dari limbah padat dan pengelolaan

lingkungan yang tepat sangat dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat berorientasi siklus di

kawasan perkotaan dan Kota-kota besar serta Kawasan Metropolitan. Dalam hal ini

pendekatan partisipatoris menjadi salah satu pilihan pendekatan, demikian pula untuk

perlindungan lingkungan. Tanpa pengelolaan lingkungan yang sesuai, Kota-kota besar dan

Kawasan Metropolitan dapat terjerumus menjadi wilayah yang tidak sehat dan tidak nyaman

untuk dihuni serta berpotensi memunculkan perkembangan kota yang semrawut dan tidak

terarah yang dibeberapa kota sudah terjadi, isu lainnya adalah menyangkut perkembangan

kota-kota yang tidak terarah, cenderung membentuk konurbasi antara kota inti dengan kota-

kota sekitarnya. Konurbasi dimaksud dicirikan dengan munculnya 9 kota metropolitan dengan

penduduk di atas 1 juta jiwa (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi, Tangerang,

Semarang, Palembang dan Makassar) dan 9 kota besar (Bandar Lampung, Malang, Padang,

Samarinda, Pekanbaru, Banjarmasin, Solo, Yogyakarta, dan Denpasar). Konurbasi yang

terjadi pada kota-kota tersebut menimbulkan berbagai permasalahan kompleks, seperti

kemiskinan perkotaan, pelayanan prasarana dan sarana kota yang terbatas, kemacetan lalu

lintas, dan pencemaran lingkungan.

Sebagai salah satu contoh Kota Makassar dan pusat kota di Kawasan Metropolitan

Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar) misalnya, sudah menjadi kota-

kota yang tidak memiliki daya tarik lingkungan. Beberapa inisiatif telah dilakukan oleh sektor

pemerintah dan swasta seperti program keindahan kampung. Kassi-kassi dengan penghijauan

dan bunga-bunga, akan tetapi hasilnya masih belum maksimal. Sampah berserakan di mana-

mana, sepanjang jalan, kanal, sungai dan pantai yang menyebabkan terkontaminasinya air dan

perairan. Pemeliharaan selokan dan saluran drainase menurunkan kapasitas drainase dan

menyebabkan genangan dan banjir di tempat-tempat yang rendah. Karena tidak terdapat

Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik, maka kontaminasi akan semakin buruk jika tidak

segera diambil tindakan yang tepat, baik oleh pemerintah maupun oleh penduduk setempat.

Proyek pilot yang diujicobakan pada kawasan Metropolitan Mamminasata memperlihatkan

bahwa dengan sedikit investasi dan biaya rendah, pengelolaan limbah padat dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat, mengurangi sampah dan meningkatkan kualitas

lingkungan Kota.

Dengan memperhatikan keseluruhan uraian di atas, untuk mengatasi berbagai permasalahan

aktual dalam pembangunan Kota dan Metropolitan, maka prinsip-prinsip penataan ruang tidak

dapat diabaikan lagi. Dalam konteks ini, upaya pengendalian pembangunan dan berbagai

Page 6: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

dampaknya perlu diselenggarakan secara terpadu lintas sektor dan lintas wilayah melalui

instrumen penataan ruang. Melalui instrumen ini pula, maka daya dukung lingkungan dari

suatu wilayah menjadi pertimbangan yang sangat penting.

Kawasan Metropolitan Mamminasata yang dijadikan contoh di atas, terdiri dari Kota

Makassar, Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar memiliki luas sekitar 2,462 dengan estimasi

jumlah penduduk 2.25 juta jiwa (2005). Kawasan Metropolitan Mamminasata

menyumbangkan 36% dari PDB Sulsel, sedangkan Kota Makassar memberikan kontribusi

hampir 77% dari pertumbuhan ekonomi Mamminasata. Dengan mudah dapat dipahami peran

yang akan dijalankan oleh Mamminasata dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Selatan.

Akan tetapi dengan peran yang penting tersebut Kawasan Mamminasata masih tergolong

kurang dinamis.

Misalnya penanganan masalah sampah sebagai wujud pelestarian lingkungan di Kawasan

Metropolitan Mamminasata direncanakan dengan Proyek peningkatan TPA untuk pengelolaan

limbah padat yang merupakan contoh model untuk mengatasi masalah persampahan di

Kawasan Perkotaan dan Kawasan Metropolitan lainnya. Desain awal untuk usulan TPA

sampah baru di Pattallassang, Kabupaten Gowa telah dirancang dengan penerapan Sistem

TPA semi-aerobic, dilengkapi dengan sarana-sarana yang memadai untuk pelindian,

pengendalian gas dan langkah-langkah perlindungan lingkungan lainnya. Proyek tersebut juga

memperlihatkan lokasi industri-industri daur ulang di Pattallassang. Keistimewaan pada

proyek ini adalah bahwa setelah masa penggunaan, TPA akan dimanfaatkan sebagai taman

rekreasi atau lapangan olah raga bagi sarana publik dengan dukungan fasilitas ruang terbuka

hijau (RTH) agar tetap terjaga keasrian lingkungannya.

Kekurangan dalam pembuangan limbah padat telah menjadi salah satu persoalan serius di

kawasan perkotaan, kota-kota kecil, sedang dan besar serta di Metropolitan, yang harus

ditangani secara terpadu untuk mengembalikan kawasan tersebut menjadi bersih. Persoalan

sampah yang sering ditemui di jalan-jalan, selokan dan kanal drainase serta lokasi Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang sulit ditentukan merupakan tantangan masalah dalam

pelaksanaan konsep menjaga kelestarian lingkungan agar seimbang dan selaras. Hasil ujicoba

program proyek pilot pemilahan sampah berbasis komunitas dan barter sehat atau kanal bersih,

di Kawasan Metropolitan Mamminasata misalnya, memperlihatkan hasil yang baik dan perlu

direplikasi secara sistematis. Model pembangunan TPA sampah di Metropolitan

Mamminasata sekaligus merupakan contoh model proyek kerjasama regional bagi wilayah

lainnya di Indonesia.

Tempat Pembuangan Akhir sampah pada dasarnya merupakan akhir dari proses penanganan

sampah yang aman dan ramah lingkungan. Namun adanya keterbatasan biaya dan kapasitas

Page 7: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

SDM serta andalan pola kumpul-angkut-buang yang ada selama ini, telah berdampak pada

pembebanan yang terlalu berat di TPA baik ditinjau dari kebutuhan lahan maupun beban

pencemaran lingkungan.

Permasalahan TPA sampah yang akhir-akhir ini telah mengemuka secara nasional antara lain

kasus longsornya TPA Leuwigajah yang menelan korban jiwa lebih dari 140 orang, friksi

TPA Bantar Gebang Bekasi dan TPST Bojong menunjukkan tingkat keterpurukan masalah

penanganan sampah. Tanpa adanya komitmen dan upaya yang sungguh-sungguh dari para

pelaksana pembangunan bidang persampahan, kondisi demikian dikhawatirkan hanya akan

menuai bencana demi bencana.

Persoalan TPA sampah pada dewasa ini terletak pada masalah pengelolaannya, untuk

mendorong pengelolaan TPA sampah secara baik misalnya melalui sistem sanitary landfill

dapat dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah daerah terkait dalam bentuk usaha

bersama (badan usaha bersama atau BUB).

5. PENENTUAN LOKASI TPA

Penentuan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara

Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan antara lain;

1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;

2. Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : pertama, Tahap regional yang merupakan tahapan

untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang

terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. kedua, Tahap penyisih yang merupakan

tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang

dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang

merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.

3. Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA

Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah ini dengan kriteria

pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian ;

A. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak

layak sebagai berikut ;

1) Kondisi geologi

a. tidak berlokasi di zona holocene fault

b. tidak boleh di zona bahaya geologi

2) Kondisi hidrogeologi

a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter

Page 8: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det

c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran

d. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka

harus diadakan masukan teknologi

3) kemiringan zona harus kurang dari 20 %

4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan

turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.

5) tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang

25 tahun

B. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu

teridiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut ;

1) iklim

a. hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik

b. angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik

2) utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik

3) lingkungan biologis

a. habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik

b. daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik

4) ketersediaan tanah

a. produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi

b. kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai

lebih baik

c. ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih

baik

d. status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik.

5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik

6) batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik

7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik

8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik

9) estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik

Page 9: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

10) ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai

semakin baik

C. Produk yang dihasilkan

Produk yang dihasilkan sebagai berikut :

1) tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi :

a. centroid sampah yang terletak di wilayah tersebut

b. kondisi hidrogeologi

c. badan-badan air

d. TPA sampah yang sudah ada

e. Pembagian zona-zona

- zona 1 = zona tidak layak

- zona 2 = zona layak untuk TPA sampah kota

2) tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi :

a. peta posisi calon-calon lokasi yang potensial

b. peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik

3) tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah kota

Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang sebagai berikut :

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah

perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong

pengembangannya (Urban Promotion Area)

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju

perkotaan/daerah padat.

Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal-

hal sebagai berikut :

1. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana pemanfaatan

lahan bekas TPA.

2. Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk menentukan

teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara ekonomis, teknis dan lingkungan.

Page 10: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

3. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air sekitarnya,

pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk menentukan metode pembuangan

akhir sampah.

4. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana jalan masuk

TPA.

5. Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan terjadinya

longsor.

6. Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

7. Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume sampah sedekat

mungkin dengan sumbernya.

8. Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang bukan berasal

dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.

9. Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan model

TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang bertanggungjawab

dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai.

10. Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus tersedia guna memudahkan kendaraan

pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya, kebutuhan lahan yang relatif

cukup luas disesuaikan dengan konsep pengelolaan TPA sampah misalnya Buffer zone

untuk menghindari dampak dari bau, kebisingan, lalat dan vektor penyakit dengan

ditanami pohon pelindung dengan ketebalan berkisar antara 20 m sampai dengan 50 m

dari batas luar daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon

yang cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m, dan tidak mudah patah akibat

pengaruh angin misalnya sengon, mahoni, tanjung dan lain-lain dengan kerapatan/jarak

antar pohon 2 m. Selain itu ditetapkan pula Free Zone yang merupakan zona bebas

dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus merupakan Ruang

Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan,

dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone, sehingga TPA

sampah dapat difungsikan secara terpadu dengan pengelolaannya, sistem pengolahan

limbah organik dan non organik dilakukan secara terpisah agar setiap dampak/implikasi

limbah dapat disortir sesuai dengan sifat dan jenisnya sehingga dapat diketahui limbah

yang mengandung B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) disertai penanganannya,

pengolahan limbah juga harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air

buangan dari limbah organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur

ulang sehingga perlu penanganan pemusnahan, pemisahan limbah padatpun harus sesuai

dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan sampah yang berasal dari

limbah organik dengan cara diproses menjadi pupuk atau kompos, merupakan pendekatan

Page 11: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

yang perlu pula menjadi alternatif pilihan pengelolaan limbah, karena dapat memberikan

nilai tambah baik secara ekologis, psikologis dan ekonomis.

Oleh karenanya pula dengan mengacu pada PP 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum yang di dalamnya mengatur masalah persampahan (bagian ketiga

pasal 19-22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan

air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan

zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill untuk

kota besar dan metropolitan dan controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain itu

perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara berkala.

Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan pengelolaan TPA sampah

yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang didesain sesuai dengan ketentuan dapat

difungsikan pula menjadi kawasan hijau sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang

yang menerapkan ketentuan bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal

sebesar 30 % dari luas wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya

mengandung nilai-nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat.

Dapat dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar

bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk taman bermain,

kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat maka yang terjadi adalah

lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat sangat tinggi, polusi udara yang

berpengaruh pada psikologis dan lingkungan yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan.

7. PENUTUP

- Rencana Tata Ruang (RTR) berperan mengintegrasikan kebijakan pembangunan ekonomi

dan pelestarian lingkungan.

- Penentuan lokasi TPA sampah harus mengacu pada RTR dan ketentuan lainnya yang terkait.

- Penataan Ruang sebelum dan sesudah penyelenggaraan TPA sampah perlu dikendalikan

secara ketat dan konsisten.

Page 12: borderless sister city -   · PDF fileKEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Oleh : A Hermanto Dardak

Direktur Jenderal Penataan Ruang

Departemen Pekerjaan Umum

Disampaikan dalam acara Bimbingan Teknis Nasional

Pusat Kajian Strategis Pembangunan Nasional

Jakarta, 14 – 15 Maret 2007