blok13

18
BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Manusia memiliki darah yang mengalir pada tubuhnya. Selain golongan darah berdasarkan pembagian ABO, golongan darah juga dibagi berdasarkan rhesus. Namun ternyata, pernikahan pada pasangan yang berbeda rhesus dapat menimbulkan masalah pada janin berupa eritroblastosis fetalis. I.B Tujuan Dalm pembelajaran kali ini terdapat beberapa maksud dan tujuan. Adapun maksud dan tujuan tersebut adalah: 1. mengetahui tentang sistem rhesus manusia 2. mengetahui tentang kelainan yang dapat terjadi akibat perbedaan rhesus antara ibu dan janin 3. mengetahui pencegahan serta penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelainan tersebut 1

Transcript of blok13

Page 1: blok13

BAB I

Pendahuluan

I.A Latar Belakang

Manusia memiliki darah yang mengalir pada tubuhnya. Selain golongan darah

berdasarkan pembagian ABO, golongan darah juga dibagi berdasarkan rhesus. Namun

ternyata, pernikahan pada pasangan yang berbeda rhesus dapat menimbulkan masalah

pada janin berupa eritroblastosis fetalis.

I.B Tujuan

Dalm pembelajaran kali ini terdapat beberapa maksud dan tujuan. Adapun

maksud dan tujuan tersebut adalah:

1. mengetahui tentang sistem rhesus manusia

2. mengetahui tentang kelainan yang dapat terjadi akibat perbedaan rhesus antara

ibu dan janin

3. mengetahui pencegahan serta penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk

mengatasi kelainan tersebut

1

Page 2: blok13

BAB II

PEMBAHASAN

II.A Anamnesis

Anamnesis yang perlu dilakukan adalah menanyakan:

1) kebangsaan suami dan istri, serta orang tua masing-masing suami dan

istri

2) golongan darah beserta rhesus suami dan istri

3) kehamilan yang keberapa

4) bagaimana kondisi anak sebelumnya (jika sudah pernah melahirkan

sebelumnya)

5) jika memang pernah melahirkan dan pernah mengalami kelainan, tanya

penatalaksanaan apa yang pernah didapatkan

II.B Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Fisik:

1) kesehatan ibu

2) perkembangan fisik ibu

3) inspeksi bayi neonatal di bawah sinar matahari dan dengan menekan sedikit

kulit, terlihat ada ikterus atau tidak

4) palpasi hepar bayi postnatal, untuk memastikan adanya hepatomegali atau

tidak

Pemeriksaan penunjang pada ibu hamil, umumnya meliputi pemeriksaan darah

komplit.1 Antara lain :

1) penghitungan hemoglobin

2) penghitungan hematokrit

3) tipe Rh dan ABO (jika diperlukan)

4) screening antibodi sel darah merah

5) status imun terhadap rubela

6) pengecekan kadar glukosa

2

Page 3: blok13

7) urinalisis

8) maternal triple screen (maternal serum α-fetoprotein)

9) tes hepatits B

10) pemeriksaan kultur penyakit menular seksual

11) tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)

12) kemungkinan adanya streptococcus golongan B

13) USG untuk mendeteksi adanya hidro fetalis atau tidak

14) Amniosentesis atau cordosentesis

Pemeriksaan pada bayi neonatus berupa pemeriksaan darah tali pusat segera

1) Pemeriksaan golongan darah ABO

2) Kadar haemoglobin

3) Tes Coomb

4) Cek bilirubin

II.C Working Diagnosis

Berdasarkan ciri-ciri, yaitu:

1) ibu Rh (-), ayah (+),bayi(+)

2) bayi ikterus

maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya Rh inkompatibiliti (ketidakcocokan

rhesus) antara ibu dan bayi sehingga menimbulkan reaksi imun (isoimunisasi) pada

bayi yang menyebabkan terjadinya hemolisis sel darah merah bayi (eritroblastosis

fetalis) yang kemudian menimbulkan manifestasi klinis berupa ikterus.

II.D Differential Diagnosis

Berupa penyakit atau kelainan dengan manifestasi klinis ikterus pada bayi.

Antara lain:

1) ikterus prahepatik

terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolsis

sel darah merah (ikterus hemolitik).2 Kapasitas sel hati untuk mengadakan

konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati sehingga

bilirubin indirek meningkat. Dalam batas tertentu kadar bilirubin direk juga

3

Page 4: blok13

dapat meningkat dan diekskresikan ke saluran pencernaan (dapat ditemukan

dalam feses). Dapat disebabkan oleh:

kelainan pada sel darah merah

infeksi seperti malaria, sepsis, dll

toksin (obat-obatan, rekasi isoimunisasi Rh, dll)

defisiensi enzin G-6-PD

2) ikterus pascahepatik (obstruktif)

bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin

konjugasi yang larut dalam air sehingga akan mengalami regurgitasi kembali

ke dalam sel hati dan memasuki peredaran darah, kemudian ke ginjal dan

dapat ditemukan pada urin. Karena adanya bendungan, pengeluaran bilirubin

ke saluran pencernaan berkurang dan menyebabkan feses berwarna keabu-

abuan (tidak mengandung sterkobilin).2 Akibat penimbunan bilirubin direk,

kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan dan kulit terasa gatal. Dua

penyumbatan empedu (kolestasis), yaitu:

intrahepatik, antara sel hati dan duktus koledokus

ekstrahepatik, terjadi di dalam duktus koledokus

3) ikterus hepatoseluler (hepatik)

kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga

bilirubin direk akan meningkat.2 Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan

bendungan di dalam hati sehingga akan menyebabkan gejala seperti pada

ikterus pascahepatik. Kerusakan sel hati dapat terjadi pada:

hepatitis oleh virus, bakteri, atau parasit

sirosis hepatis

tumor

bahan kimia seperti fosfos, arsen

penyakit lain (hemokromatosis, hipertiroidi, Nieman Pick)

4) ikterus fisiologis

merupakan gejala fisiologis apabila kadar bilirubin tidak melebihi batas.

Timbul pada sekitar hari ke-3.

II.E Patofisiologi

Rhesus

4

Page 5: blok13

Gen Rh merupakan golongan darah manusia yang paling kompleks yang

dibawa oleh sepasang kromosom. Terdapat enam antigen Rh (C,D,E,c,d,e) yang

dimana yang terpenting adalah D dan d karena kedua antigen tersebut merupakan

penentu seseorang memiliki Rh positif (+) atau negatif (-).2 Tiap individu, memiliki

bentuk gamet, entah hoterozigot (c,d,e dan C,D,E) maupun homozigot (semua c,d,e).3

Bukan suatu masalah apabila wanita Rh (+) berpasangan laki-laki Rh(-). Jika

homozigot, semua anaknya akan memiliki Rh (-), sedangkan jika heterozigot mungkin

akan terdapat anak Rh (-) namun itu tidak merupakan suatu masalah.

Yang bermasalah adalah apabila wanita Rh (-) mengandung anak Rh (+). Jika

wanita Rh (-) berpasangan dengan laki-laki homozigot Rh (+) (35% dari populasi

laki-laki), maka anaknya akan selalu Rh (+). Sedangkan jika homozigot (65% dari

populasi laki-laki) naja abajbya akan memiliki kemungkinan 50% untuk Rh (+) atau

(-).Lihat tabel II.E.1!

Tabel II.E.1 Hasil Rh Anak dengan Persilangan Rh Ayah dan Ibu yang Berbeda

No. Rh Ibu Rh Ayah Heterozigot Homozigot Rh Anak

1. + - √ - -/+

2. + - - √ +

3. - + - √ +

4. - + √ - -/+

Sumber: Pribadi

Isoimunisasi

Antigen Rh merupakan lipoprotein yang terdapat di perbatasan membran sel

darah merah.3 Isoimunisasi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu:

1. melalui ketidakcocokan darah transfusi

2. melalui fetomaternal hemorargik antara ibu dan janin

Fetomaternal hemorargik terjadi apabila ibu Rh (-) mengandung janin Rh(+).2,3

Jika darah janin Rh (+) menembus plasenta ibu Rh (+) dalam jumlah tertentu, antibodi

maternal terhadap Rh (+) fetus akan terbentuk (isoimunisasi) dan darah janin

dianggap sebagai antigen oleh tubuh ibu. Antibodi maternal yang terbentuk berupa

IgG, akan menembus plasenta, yang kemudian menyebabkan hemolisis pada sel darah

janin. Hemolisis tersebut menyebabkan anemia hemolisis.3 Hal tersebut tesebut akan

menimbulkan respon pada fetus, yaitu menghadapi penurunan sel darah merah secara

5

Page 6: blok13

drastis. Kejadian tersebut apabila terdapat pada fetus atau neonatal disebut sebagai

eritroblastosis fetalis.4

Jika ibu Rh (-) mengandung janin Rh (+) untuk pertama kali, kecil

kemungkinan untuk menimbulkan manifestasi klinik karena transfusi darah dari fetus

ke ibu terjadi hampir ketika proses bersalin, hingga terlambat bagi ibu untuk terkena

sensitisasi dan menyalurkan antibodi ke infan sebelum melahirkan.5 Berbeda apabila

ibu tersebut saat mengandung janin berikutnya dengan Rh (+) yang dimana sedikit

darah fetus mengalir melalui plasenta akan langsung menyebabkan titer antibodi ibu

meningkat.

Ikterus

Dikenal dengan sebutan jaundice. Merupakan tampilan warna kuning yang

terdapat pada sklera, kulit, dan membran mukosa sebagai tanda hiperbilirubinemia.6

Secara klini, ikterus muncul baik pada anak-anak maupun dewasa setelah konsentrasi

serum bilirubin > 2-3mg/dL. Pda neonatus biasanya ikterus akan muncul setelah

kadar bilirubin > 5mg/dL. Ikterus dapat disebut sebagai penanda paling dini adanya

gangguan pada hepar. Namun pada neonatus, sering terjadi ikterus dengan kadar

bilirubin meningkat (paling tinggi di hari ke-4 atau ke-5) dan menurun secara

perlahan.7 Keadaan tersebut merupakan keadaan yang fisiologis, dimana pada

neonatus fungsi organ belum berjalan sempurna termasuk hepar.

Bilirubin dibagi menjadi dua, yaitu bilirubin direk (terkonjugasi) dan bilirubin

indirek (tak terkonjugasi). Bilirubin direk adalah bilirubin yang telah diambil oleh sel

hepar dan dikonjugasikan membentuk bilirubin diglukuronid yang larut dalam air.

Sedangkan bilirubin indirek merupakan bilirubin yang larut dalam lemak yang

bersirkulasi dengan asosiasi longgar terhadap protein. Namun dalam literatur lain

mengatakan bahwa istilah tersebut kurang tepat karena pada bilirubin direk terdapat

bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi.

YELLOW BABY

Warna kulit neonatus sangat penting untuk mendiagnosa keadaan

kesehatannya.8 Pada umumnya, ketika awal lahir, warna infant ungu (cyanotik).

Setelah beberapa saat bernafas, warna kulitnya berubah menjadi pink. Tangan dan

kaki mungkin akan tetap ungu karena pada ekstremitas umumnya aliran darah lambat.

Warna pink pada tubuh bayi akan menetap selama hari pertama kelahiran dan

6

Page 7: blok13

perlahan menghilang, seiring dengan hemoglobin yang tinggi pada lahir berkurang

hingga kadar yang dibutuhkan. Hemoglobin dihancurkan dan didegradasi menjadi

bilirubin dan dimetabolisme oleh hati dan kebanyakan disekresi ke saluran

pencernaan.8 Ketika produksi bilirubin terakumulasi, kulit bayi akan berubah menjadi

kuning (ikterus).

Perubahan warna kulit infant menjadi kuning harus diwaspadai, karena kadar

bilirubin yang tinggi dapat merusak sistem saraf infant yang dikenal sebagai

kernikterus.2-9 Ada beberapa tanda yang harus diperhatikan:

Kemunculan ikterus sekitar 72 jam pertama kelahiran kemungkinan

fisiologis

Ikterus disertai letargi, kurangnya aktivitas bayi

Berat badan rendah, pada bayi prematur umumnya lebih rentan

terhadap efek toksin bilirubin

Adanya suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah

Warna kulit sangat kuning atau bahkan oranye

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan bisa sangat sederhana, yaitu

peningkatan cairan tubuh serta pengurangan ASI dan penyinaran pada infant. Lampu

khusus dapat mengubah bilirubin yang terdapat di kulit serta mengeleminasinya.8

Namun jika kadar bilirubin infant sudah >20mg/dL, harus segera dilakukan tindakan

exchange transfusion.3,8

II.F Etiologi

Determinan antigen Rh secara genetik ditransmisi dari masing-masing orang

tua, mendeterminasi tipe Rh, dan secara langsung memproduksi sejumlah grup faktor

darah (enam antigan Rh). Tiap faktor dapat mengeluarkan respon antibodi spesifik

dibawah kondisi wajar.90% merupakan tugas faktor D, sedangkan sisanya C atau E.2-7

Terdapat tiga kategori hemolisis yang dihasilkan oleh reaksi antibodi, yaitu hemolisis

akibat ketidakcocokan Rh ibu dan janin (eritroblastosis fetalis), reaksi imun terhadap

anti-A dan anti-B, serta reaksi imun terhadap sel darah merah lainnya.

Kemudian ikterus dapat terjadi akibat produksi yang berlebihan, gangguan

dalam proses pengangkutan, uptake, dan konjugasi hepar, serta gangguan dalam

sekresi.

7

Page 8: blok13

II.G Penatalaksanaan (Medika Mentosa dan Non-Medika Mentosa)

Medika mentosa, merupakan penatalaksanaan dengan menggunakan obat-

obatan atau zat kimia, seperti:

Pengobatan pada bayi

1) Imunomodulasi (dikombinasikan dengan imunoglobulin,

glukokortikoid, eritrosit oral dengan selaput enterik, dan promethazine

hidroklorida)

2) Penggunaan heme analog sintetis

3) Pemberian fenobarbital untuk mempercepat konjugasi

(sebagai enzyme inducer)

Non-medika mentosa, merupakan penatalaksanaan tanpa menggunakan obat-

obatan atau zat kimia, seperti:

Pencegahan

1) Transfusi intrauterin

Transfusi intravaskular dengan darah segar golongan O-negatif yang

merupakan antigen negatif bagi antibodi yang lain

2) Exchange transfusion setelah proses bersalin

3) Phototherapy

Terapi cahaya, merupakan terapi utama dan dapat mengurangi kemungkinan

untuk dilaksanakannya transfusi. Keefektifan fototerapi dipengaruhi oleh

panjang gelombang cahaya, area permukaan papar, serta lama waktu papar.

II.H Komplikasi

Rata-rata beberapa infant mungkin terkena anemia, mungkin juga tidak,

namun perusakan sel darah merah akan menimbulkan ikterus setelah beberapa jam.9

Yang bahaya adalah apabila kadar bilirubin terlalu tinggi dapat terjadi kernikterus,

yaitu kerusakan pada basal ganglia pada otak yang berciri-ciri spasme, punggung

kebelakang, serta kematian akibat gagalnya sistem respiratorius.2-7,9

8

Page 9: blok13

Beberapa infant yang terkena dapat menjadi sangat anemik yang dapat

berlanjut menjadi kegegalan jantung. Ada yang dapat bertahan, namun ada yang

perlahan-lahan meninggal setelah kelahiran walaupun kegagalan jantung ringan dapat

dibantu atasi dengan exchange transfusion.

Dapat pula terjadi penumpukan cairan (hydrops) seperti efusi perikardium,

efusi pleura, asites abdominal, edema kulit, peningkatan cairan amnion, atau

plasentomegali. Selain itu anemia yang ditimbulkan meningkatkan kadar sel darah

merah pada hepar dan spleen, dimana mengganggu portal dari sirkulasi vena

menyebabkan hepatomegali, asites, edema dari plasenta, dan hiperbilirubinemia.

II.I Prognosis

Semakin dewasa, mortalitas perinatal semakin berkurang. Diperkirakan

profilaksis Rh berperan penting dalam menekan angka mortalitas akibat kelainan Rh

hemolisis.

Perinatal yang dapat bertahan hidup dengan bantuan transfusi tanpa adanya

hirdopik melebihi 90%. Perinatal dengan hidropik juga mampu bertahan hidup,

namun memiliki presentasi lebih rendah, yaitu sekitar 74%.7

Infant yang terselamatkan dengan transfusi intrauterin sekitar 90% mengalami

perkembangan otak yang baik. Namun perinatal dengan asfiksi dan kadar

hemoglobin diasosiasikan memiliki resiko perkembangan neurologis abnormal yang

lebih tinggi.

II.J Epidemiologi

Sekitar 85% orang Kaukasus adalah Rh (+) dan 15% Rh (-), dan lebih dari

99% orang Asia Rh (+).10 Eritoblastosis fetalis kemungkinan dapat terjadi apabila

orang Kaukakus yang bermigrasi dan menetap serta berkeluarga di Asia atau menikah

dengan orang dengan Rh (+).

II.K Pencegahan

1) Tidak menikah dengan orang yang berbeda Rh

2) Menikah dengan pasangan yang memiliki kesamaan Rh

9

Page 10: blok13

3) Pemberian anti-D immunoglobulin pada semua wanita Rh(-)

yang hamil pada minggu ke-26 dan 34. dosis sekitar 1500 IU

4) Atau berikan 1500 IU anti-D immunoglobulin secara selektif

setelah melahirkan jika wanita tersebut:

a. Aborsi terapeutik

b. Aborsi spontan/kehamilan ektopik

c. Kehamilan dengan pendarahan

d. ECV

4) Melahirkan lebih dini berdasarkan usia kehamilan, berat fetus

dan kedewasaan paru-paru fetus

5) Aborsi pada pasien dengan status resiko khusus

10

Page 11: blok13

BAB III

KESIMPULAN

Rhesus (Rh) merupakan golongan darah yang paling kompleks. Terdapat dua,

yaitu Rh (+) dan Rh (-). Perbedaan Rh pada ibu dan janin dapat menimbulkan reaksi

imunitas ibu (isoimunisasi) yang akhirnya hemolisis pada sel darah bayi

(eritroblastosis fetalis) yang dapat menyebabkan bayi anemia serta menampilkan

manifestasi klinis berupa ikterus (jaundice). Penatalaksanan yang dapat dilakukan

adalah medika mentosa, berupa pemberian fenobarbital, imunomodulasi, pemberian

heme analog sintesis. Sedangkan penatalaksaan non-medika mentosa adalah dengan

transfusi darah, exchange transfusion, penyinaran (fototerapi). Adapun komplikasi

yang dapat terjadi antara lain kernikterus, hidro fetalis, anemia berat yang dapat

berlanjut menjadi kegagalan jantung. Prognosis pada kasus eritroblastosis umumnya

baik, pasien dapat bertahan hidup dengan pertumbuhan dan perkembangan yang

normal. Kasus eritroblastosis banyak terjadi pada kaum imigran yang menikah dengan

pasangan yang berbeda bangsa. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian anti-

D immunoglobulin pada semua wanita Rh(-) yang hamil pada minggu ke-26 dan 34

dengan dosis sekitar 1500 IU atau menikah dengan orang yang memiliki kesamaan

Rh.

11

Page 12: blok13

Daftar Pustaka

1. Fischbach F< Dunning III MB. A manual of laboratory

and diagnostic test. 8th ed. China : Wolters Kluwer | Lippincott Williams &

Wilkins. 2009.pg.1017.

2. Ilmu kesehatan anak. Cetakan kesebelas. Jakarta :

Percetakan Infomedika Jakarta. 2007.

3. DeCherney AH, Nathan L. Current obstetric and

gynecologic; diagnosis and treatment. Int ed. 9th ed. North America : McGraw-

Hill Companies. 2003. pg. 295-9.

4. Hamilton-Fairley D. Lecture notes; obstetrics and

gynaecology. 3rd ed. UK : Wiley-Blackwell. 2009. pg. 137-40.

5. Somkuti SG. Obstetrics and gynecology; board review :

pearls of wisdom. Int ed. 3rd ed. Boston : McGraw-Hill Companies. 2009. pg.189-

205.

6. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis

and treatment.. Int ed. 49th ed. North America : McGraw-Hill Companies. 2010.

7. Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipss TJ, Igsohn

US. Williams hematologi. Int ed. 6th ed. USA : McGraw-Hill. 2001. pg. 665-72.

8. Elias Jiménes F. The yellow baby. Diunduh dari

http://www.diagnostico.com/Pediatrics/Symptoms/Jaundice.stm. Januari 2011.

9. Hughes-Jones NC, Wicramasinghe SN, Hatton CSR.

Lecture notes :haematology. UK : Wiley-Blackwell. 2009. pg.168-80.

10. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta :

EGC. 2003. hal.515-8

12