blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan...

26
SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DAN MULTIPLE INTELEGENCIES SERTA PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran PAI dari Dosen Drs. Abdul Madjid, M.Ag. Oleh : SHOLEHUDIN NITAQUE ANDANG JAYA SUMARITO IHSAN MZ M. FURQAN ABDULLAH (20100720063) (20100720064) (20100720065) (20100720066) (20100720067) Klp. 9 | 1

Transcript of blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan...

Page 1: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DAN MULTIPLE INTELEGENCIES SERTA PENERAPANNYA

DALAM PEMBELAJARANDisusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran PAI dari

Dosen Drs. Abdul Madjid, M.Ag.

Oleh :

SHOLEHUDINNITAQUE ANDANG JAYASUMARITOIHSAN MZM. FURQAN ABDULLAH

(20100720063)(20100720064)(20100720065)(20100720066)(20100720067)

FAKULTAS AGAMA ISLAMJURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2011

Klp. 9 | 1

Page 2: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

1. Pengertian SQSebelum membahas lebih jauh tentang Spiritual Quotient (yang kemudian

disingkat menjadi SQ), maka sebagai langkah awal, akan dipaparkan pandangan beberapa tokoh dalam bidang ini.

Penemu SQ adalah seorang ahli yang bernama Danah Zohar dan Ian Marshall, yang mendefinisikan SQ sebagai berikut:

1. Suatu keperluan penting yang dimiliki oleh para hambat Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya

2. Kemampuan untuk menghidupkan kebenaran yang paling dalam yaitu mewujudkan hal yang terbaik, utuh dan paling manusiawi dari dalam batin

3. Merupakan gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah panggilan hidup bersama cinta

4. SQ adalah bukti ilmiah, ini nyata ketika kami merasakan keamanan (Secure), kedamaian (peace), penuh cinta (love) dan bahagia (happy), ketika dibedakan dalam suatu kondisi yang dirasakan tidak aman, tidak bahagia dan tidak cinta (Paul Edwards)

5. SQ adalah pencarian manusia akan makna hidup dan merupakan motivasi utama dalam hidupnya. Kearifan spiritual adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual yang cenderung mengisi lembaran hidup kita menjadi lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nuraninya, itulah kecerdasan spiritual (Viktor Frank-Psikolog)

6. SQ akan membimbing manusia dalam merencanakan sesuatu yang menjadi tujuan hidupnya, yaitu hidup yang penuh kedamaian secara spiritual. Mendidik hati menjadi benar.1

Sementara menurut beberapa pakar lain, SQ menurut Munandir (2001: 122) adalah sebuah istilah yang tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru.

Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non-fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang

1 http://nesaci.com/apa-itu-spiritual-quetient-sq/Klp. 9 | 2

Page 3: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.  Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral.2

Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta.

Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.

2. Prinsip Kecerdasan SpiritualAgustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam

kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu :a) Prinsip bintang (star principle), berdasarkan iman kepada Allah SWT.

Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.

b) Prinsip malaikat (angel principle), berdasarkan iman kepada Malaikat.Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya.

c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul.Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.

d) Prinsip pembelajaran (learning principle), berdasarkan iman kepada kitab.Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.

e) Prinsip masa depan (vision principle), berdasarkan iman kepada hari akhir.Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.

2 http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/pengertian-kecerdasan-spritual/Klp. 9 | 3

Page 4: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar.3

Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah swt.

3. Ciri-ciri kecerdasan spiritualBerdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001), ciri-ciri

kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan

mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya.

b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.

d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.

e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.

f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh.

g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.

4. Faktor-Faktor Yang Mendukung Kecerdasan SpiritualMenurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan

perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness

3 http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.htmlKlp. 9 | 4

Page 5: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

(kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :

a. Sel Saraf OtakOtak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

b. Titik Tuhan (God Spot)Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

5. Aspek-Aspek Dalam Kecerdasan SpiritualSinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu :

a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat.

b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.

c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.

d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai.

e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia.4

4 http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.htmlKlp. 9 | 5

Page 6: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta.

Selain dari hal di atas, menurut Robbins & Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah:

a. Strong Sense of Purpose.Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual. Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi.

b. Trust and Respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan.

c. Humanistic Work Practices. Jam kerja yang fleksibel, penghargaan berdasarkan kerja tim, mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual.

d. Toleration of Employee Expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja.5

6. Hubungan antara SQ, EQ dan IQ6

Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaklnya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu

5 http://badruddin69.wordpress.com/2009/06/07/kecerdasan-spiritual-dan-pengaruhnya-terhadap-kinerja-karyawan/

6 http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/hubungan-antar-sq-eq-dan-iq/Klp. 9 | 6

Page 7: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi (dalam Sukidi).

Ketidakpuasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Golman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut (dalam Danah Zohar dan Ian Marshal)

Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%.

Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya denga IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab dan life skill lainnya. Perlunya mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”.

7. Konsep Aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam Pembelajaran7

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai orang yang sebenarnya memiliki kemampuan intelektual luar biasa namun gagal karena rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki. Sebaliknya, sering juga dijumpai orang yang memiliki kemampuan intelektual biasa saja namun ternyata sukses dalam pekerjaan ataupun dalam hubungan masyarakat. Dua keadaan tersebut tampaknya perlu dijadikan bahan renungan tentang cara kita “membaca” kecerdasan. Hal ini menjadi penting karena selama ini sistem pendidikan yang ada terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Indikatornya

7 http://yuliantihome.wordpress.com/2011/03/09/psikologi-belajar-pai/Klp. 9 | 7

Page 8: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

adalah dalam mekanisme pelaksanaan ujian, baik nasional maupun institusional, tolok ukurnya adalah penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang bersifat remembering dan recalling.

Jelas ini sangat ironis karena pada dasarnya salah satu kelemahan pendidikan terletak pada aspek afektif. Banyaknya kasus negatif dalam bidang afektif yang mewarnai dunia pendidikan seperti pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap murid, murid laki-laki terhadap murid perempuan, tawuran pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat murid terhadap guru, narkoba, dan lain sebagainya merupakan deretan panjang pelanggaran dalam bidang afekif.Kondisi yang demikian ini mengindikasikan bahwa pendidikan telah terjangkit penyakit klinis yang kronis. Oleh karena itu perlu ada upaya praktis dari seluruh stakeholders dengan merubah paradigma pendidikan yang intelektual sentris (kognitif) menuju paradigma pendidikan yang mampu menyeimbangkan dan menyelaraskan dimensi intelektual (kognitif), dimensi emosional (afektif) dan juga dimensi spiritual. Keseimbangan ketiga dimensi tersebut diperlukan mengingat dalam mengarungi kehidupan, seseorang tidak hanya cukup dengan bekal cerdas secara intelektual, namun lemah dalam pengendalian emosi serta hampa dalam urusan spiritual. Hal ini dikarenakan dalam berhubungan dengan manusia, tidak hanya dibutuhkan orang yang cerdas secara IQ, tetapi juga dibutuhkan orang yang cerdas secara emosi. Selain itu, kesuksesan seseorang dalam kehidupan juga tidak hanya ditentukan oleh seberapa tinggi IQ yang dimiliki, tetapi EQ juga sangat berperan dalam segala sendi kehidupan. IQ hanya menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sedangkan 80% sisanya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk kecerdasan emosi.

Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) ini cenderung berkaitan dengan status manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (dimensi horisontal) serta kurang menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal). Oleh karena itu, sebagai makhluk yang memiliki sifat kemanusiaan (nasut) dan juga sifat ketuhanan (lahut), manusia juga memerlukan jenis kecerdasan lain yang berdimensi vertikal, yang kemudian dikenal dengan sebutan kecerdasan spiritual (SQ).

Kecerdasan intelektual (IQ) memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara efisien dan efektif. Peran kecerdasan emosional (EQ) juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa kecerdasan spiritual (SQ) yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan yang dicapai hanyalah keberhasilan yang bernuansa duniawi atau kebendaan saja tetapi hampa dan tanpa makna.

SQ ini adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ diperlukan untuk memberikan makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan secara komprehensif. Hal ini selaras dengan pandangan bahwa jika rasio dan emosi memberikan kepada manusia keunggulan-keunggulan yang bersifat teknis dan diperlukan untuk mengarungi kehidupan

Klp. 9 | 8

Page 9: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

dunia, maka spiritualitas memberikan makna bagi tindakan-tindakan manusia.Uraian di atas membawa kepada sebuah pemahaman bahwa untuk mencapai kesuksesan baik dalam urusan horisontal (manusia) dan vertikal (Tuhan) diperlukan integrasi antara IQ, EQ, dan SQ, yang disebut sebagai meta kecerdasan. Lebih lanjut, integrasi dari ketiga macam kecerdasan tersebut harus berorientasi pada spiritualisme tauhid.

Pengintegrasian IQ, EQ, dan SQ menjadi meta kecerdasan bukan sesuatu hal yang mustahil karena pada dasarnya di dalam otak manusia telah tersedia komponen anatomis untuk aspek rasional (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Hal ini berarti bahwa secara kodrati manusia telah disiapkan sedemikian rupa untuk merespons segala macam hal dengan potensi-potensi yang sudah ada dalam diri manusia.

Bagi seorang pendidik, penemuan para ahli neurosains tentang tersedianya potensi-potensi tersebut dalam otak manusia tentu menjadi kabar gembira sekaligus tantangan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan segala potensi yang sudah dianugerahkan oleh Allah SWT. secara optimal. Dengan demikian, maka salah satu tugas besar sebagai pendidik adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.

Upaya untuk mengintegrasikan ketiga potensi kecerdasan tersebut melalui proses pembelajaran tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan setiap peserta didik memiliki kekhasan masing-masing. Latar belakang ekonomi, lingkungan sosial, bakat, minat, pengetahuan serta motivasi antara satu murid dengan murid yang lain tidaklah selalu sama, bahkan cenderung berbeda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan yang mampu memahami karakteristik peserta didik sehingga lingkungan sekolah benar-benar dapat memberi kesempatan bagi pengembangan potensi peserta didik agar mencapai titik maksimal. Selain itu, diperlukan juga kreatifitas dan inovasi dari pendidik agar proses pembelajaran tidak menjemukan yang tentu saja akan berpengaruh pada prestasi peserta didik tetapi menyenangkan (enjoyful learning) (EQ), bermakna (meaningful learning) (SQ), dan menantang atau problematis (problematical learning) (IQ). Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan tercipta manusia-manusia pembelajar yang selalu tertantang untuk belajar (learning to do, learning to know) (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta selalu memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri yang sesungguhnya (real achievement).

8. Multiple Intelligences8

Howard Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengan keinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi,

8 Howard Gardner. 2003, “Multiple intelligences, Kecerdasan Majemuk, Teori dan Praktek (Berisi wawancara-wawancara dengan Howard Gardner)”, Interaksara, Jakarta. Dikutip dari makalah Muhammad Alwi, “Multiple Intelligences; Kecerdasan Menurut Howard Gardner & Implementasinya (Strategi Pengajaran Dikelas)”.

Klp. 9 | 9

Page 10: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan Jean Piaget. Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan pada tahun 1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan. Kecerdasan kata Gardner, merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.

Kita bisa mencontohkan apakah Einstein akan sukses seperti itu bila dia masuk di Jurusan Biologi atau belajar main bola dan Musik? Jelas masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planc, Stephen Howking, Newton adalah jenius-jenius, tetapi bab olah-raga maka Zidane, Jordane, Maradona adalah jenius-jenius dilapangan, juga Mozart, Bach adalah jenius-jenius dimusik, juga Thoman A. Edison adalah jenius lain, demikian juga dengan para sutradara film, bagaimana mereka mampu membayangkan harus disyuting bagian ini, kemudian setelah itu, adegan ini, ini yang mesti keluar dengan pakaian jenis ini, latar suara ini, dan bahkan dialog seperti itu, ini adalah jenius-jenius bentuk lain. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.

Intellegence (Kecerdasan) katanya adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata (Gardner; 1983;1993). Multiple Intelegencies = Kecerdasan Ganda meliputi;

1. Intelegensi Linguistik2. Intelegensi matematis-Logis3. Intelegensi Ruang-Spasial4. Intelegensi Kinestetik-badani5. Intelegensi Musik6. Intelegensi Interpersonal7. Intelegensi Intrapersonal

Klp. 9 | 10

Page 11: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

8. Intelegensi lingkungan/Naturalis (Perkembangan selanjutnya dari 7)9. Intelegensi eksistensial (Perkembangan lebih lanjut dari 8)

Awal dalam bukunya, hanya 7 kecerdasan, tetapi dikemudian hari dan sampai sekarang berkembang menjadi 8, 9 bahkan terakhir katanya 10 kecerdasan. Kekurangan atau problem, tapi juga mungkin kelebihan, dari teori kecerdasan ganda adalah, kecerdasan ini bisa berkembang terus, sebab tergantung syarat yang bisa dipenuhinya. Gardner (dalam Frame of Mind: The Theory of multiple Intelligences; 1985) menyatakan; “kecerdasan kandidat” dalam modelnya “lebih menyerupai pertimbangan artistic ketimbang penaksiran ilmiah” (hal 63). Dengan demikian, kecerdasan tambahan sebanyak apapun bisa dimasukkan kedalam model Gardner, karena menurutnya: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada, daftar kecerdasan manusia yang tidak terbantahkan dan diterima secara universal….kita bisa lebih mendekati tujuan itu jika kita berpegang hanya pada satu tingkat analisis (misalnya neurofisiologis)….” (hal 60). (Barbara K. Given, “Brain-Based Teaching”, hal 75).

Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya; Empat diantaranya adalah;1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan misal matematika jelas ada lambang,

Musik ada lambang (not, dan lain-lain), kinestetik ada lambing atau irama gerak, lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dan lain-lain.

2. Setiap Kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanan, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang hidup, dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot seiring dengan menuanya seseorang. Kecerdasan paling awal muncul adalah Musik lalu Logis-Matematis.

3. Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu. Misal orang dengan kerusakan pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang yang lobus Temporalnya kanan yang rusak, mungkin mengalami kesulitan dibidang music

Klp. 9 | 11

Page 12: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus oksipital belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membayangkan atau mengamati detail visual. (Thomas Amstrong, 1999, hal 8). Kecerdasan linguistic ada pada belahan otak kiri, sementara music, spatial dan antarpribadi cenderung di belahan otak kanan. Kinestetik-jasmani menyangkut kortek motor, ganglia basal, dan serebellum (otak kecil). Lobus frontal mengambil peran penting pada kecerdasan intrapribadi (intrapersonal).

4. Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai budaya. Artinya tidak harus matematis-logis yang penting atau Spatial atau Musik atau…atau tergantung budaya masing-masing missal ada kemampun naik kuda, melacak jejak dll dalam budaya tertentu itu sangat-sangat penting dst.

Inilah empat syarat yang diberikan oleh Howard Gardner, makanya teorinya berkembang dari 7 Kecerdasan (Linguistik, Logis-Matematis, Musik, Spatial-Visual, Kenestetik, Intrerpersonal dan intrapersonal) Menjadi 9 (tambahan 2 yaitu; Naturalis dan terbaru Eksistensialis).

Adalah menarik sebagai contoh; bagaimana anda menghafal nomor telpon? Apakah anda mengulang-ngulang nomor tadi sebelum menelpon (ini berarti anda menggunakan teknik Liguistik) atau anda menbayangkan pola tombol yang harus anda tekan dalam pola peletakan tombol angka-angka (menggunakan metode Spatial-Visual) atau malah anda mengingat-ingat nada khas tiap-tiap angka (strategi Musikal).

9. KesimpulanBerdasarkan uraian kami di atas, maka bisa disimpulkan bahwa peran dan

posisi Spiritual Quotient (SQ) sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan seseorang. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada makalah ini, SQ-lah yang memandu dua kecerdasan yang ada, yaitu Intelectual Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ), sehingga kedua kecerdasan tersebut bisa mencapai titik maksimalnya, dan berdampak pada kesuksesan dan keberhasilan seseorang.

Berikut adalah peran guru dalam menyinergikan IQ, EQ dan SQ dalam pengajaran di sekolah yang diwujudkan melalui inovasi pembelajaran, antara lain :

1. Guru bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menambah jam pelajaran agama dan lebih mengefektivkannya.

2. Guru harus berupaya untuk menghubungkan setiap mata pelajaran dengan agama dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Guru harus berupaya untuk menjelaskan pelajaran sebaik-baiknya, bila perlu menggunakan media tertentu, agar peseta didik benar-benar mengerti dengan materi yang diajarkan dan tidak mengandalkan hapalan saja. Jadi, bila siswa mendapatkan nilai tinggi, itu karena dia benar-benar

Klp. 9 | 12

Page 13: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

mengerti bukan katena menghapalkan jawabannya, sehingga peserta didik dapat menjelaskan kepada temannya yang belum mengerti.

4. Guru dapat menggunakan model cooperative learning melalui diskusi dalam kelompok kecil, debat dan belajar kelompok, sehingga kemampuan siswa dalam berbicara dan berinteraksi dengan orang lain dapat berkembang denagn baik dan cepat.

5. Guru berupaya untuk menyelipkan nilai-nilai moral atau akhlak ketika peserta didik mengerjakan soal-soal latihan. Misalnya, ketika  mengerjakan satu soal matematika yang memerlukan cara yang panjang dan penerapan rumus yang rumit, guru mengingatkan siswanya untuk bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam mengerjakan, sehingga merka dapat berpikir lebih teliti dan dapat meminimalisasi kesalahan.

6. Meskipun guru sangat mengharapkan siswanya mendapatkan nilai yang terbaik, tapi guru tetap harus menekankan nilai kejujuran ketika ulangan atau ujian. Sehingga nilai yang didapat siswa  merupakan nilai yang murni dari kemampuan mereka.

7. Dalam aspek penilaian, guru harus menghargai nilai kejujuran siwa dalam ujian dan keaktifannya dalam pengajaran di kelas yang diapresiasikan dengan memberikan nilai tambahan.

Aplikasi keputusan dengan IQ, EQ, dan SQ ini hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita. “Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar berkelahi)”.

Menurut Zohar, seseorang yang ber-SQ tinggi berpeluang menjadi pemimpin yang melayani (servant leader) yang sangat responsif dalam mengarahkan dan membawa orang lain kepada visi dan nilai yang lebih tinggi, dan memberikan teladan bagaimana menerapkan visi dan nilai tersebut. Dengan kata lain sebagai insipirator bagi masyarakatnya.

Indikator-indikator yang digunakan untuk pengukuran SQ tersebutlah yang dapat ditanamkan pada siswa, sehingga siswa memiliki ciri atau karakter sebagai manusia yang ber SQ tinggi. Dengan demikian,maka hal-hal yang ditanamkan dalam penanaman SQ siswa Adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran Fleksibilitas Dalam Adaptasi Spontan Dan AktivitasFleksibilitas dalam adaptasi spontan dan aktivitas mengandung pengertian

tentang kemampuan seseorang dalam tempo cepat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan disekitarnya, dan kemampuan untuk berstrategi sehingga tidak mlakukan tindakan yang dapat merusak tatanan yang ada. Tidak mampunya seseorang dalam melakukan tindakan ini akan menghasilkan tindakan yang anti thsesis atau berlawanan dan frontal terhadap lingkungan disekitarnya. Sebaliknya

Klp. 9 | 13

Page 14: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

bagi seseorang yang fleksibel, meskipun memiliki perbedaan dengan lingkungan sekitarnya, dirinya akan mampu membawa diri dan bertindak secara halus bahkan dapat mempengaruhi lingkungan disekitarnya dengan tanpa menimbulkan kerusakan atau pertentangan yang berdampak buruk. Hal ini dapat ditanamkan pada siswa melalui berbagai rangkaian kegiatan kelompok yang menuntut untuk dapat menghormati perbedaan dengan orang lain, melakukan pembelajaran pengetahuan dengan ceritera yang dapat merangsang siswa agar berfikir tentang keluwesan dalam berkomunitas, pemberian konsep secara langsung tentang artipentingnya berlaku luwes dan bagaimana seharusnya siswa untuk bertindak secara fleksibel, serta pembelajaran studi kasus dengan metode diskusiataupun tanya jawab tentang venomena fleksibilitas. Pembelajaran tentang tolong-menolong juga sangat penting untuk meningkatkan fleksibilitas, dimana tolong menolong dilakukan kepada sisapa saja tanpa memandang segala perbedaan tentang suku, ras, maupun agama. Pembelajaran lain yang juga dapat membantu adalah pengenalan tentang berbagai perbedaan suku, ras, maupun agama dan bagaimana menghormati perbedaan yang ada, serta pembelajaran ceritera hikmah tentang egoisme dan keinginan untuk menang sendiri.b.Pembelajaran kesadaran diri (Self-Awareness)

Kesadaran diri dimaksudkan sebagai kemampuan untuk berfikir secara mandiri yang tidak hanya tergantung pada kebanyakan orang atau lingkungannya. Kesadaran diri berarti sebagai kemampuan menemukan jawaban secara mandiri atas suatu permasalahan, bahkan berani untuk berfikir dan bersikap berbeda dengan orang lain, akan tetapi masih dalam kerangka yang saling menghormati kebebasan masing-masing untuk berfikir dan bertindak. Pembelajaran ini dapat diupayakan dengan pembelajaran tentang bagaimana bersikap secara mandiri, berani mengeluarkan pendapat sendiri dengan alasan-alasan yang logis, bahkan berani beradu argumen dengan lingkungannya, akan tetapi tidak diperkenankan untuk memaksakan kehendak. Pembelajaran diskusi dan pelatihan menganalisis secara sederhana terhadap suatu tindakan seseorang atau suatu venomena dapat menjembatani pembelajaranmeningkatkan kesadaran diri. Pembelajaran studi kasus juga merupakan teknik yang cukup penting untuk melatih kesadaran diri. Hal lain yang sekiranya dapat membantu pembelajaran tentang kesadaran diri adalah pembelajaran tentang kebebasan berkreativitas sehingga siswa dapat memahami dan sadar akan potensi masing-masing siswa yang berbeda-beda. Pembelajaran tentang membuat perencanaan sederhana juga diperlukan untuk melatih kemandirian siswa untuk melaksanakan tindakan yang terencana secara cerdas.

Klp. 9 | 14

Page 15: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

c. Pembelajaran tentang kemampuan menghadapi dan mengatasi penderitaan serta kemampuan menghadapi dan menyelesaikan kenyerian.

Kemampuan menghadapi dan mengatasi penderitaan dan menyelesaikan kenyerian berarti bahwa seseorang bukan hanya tahan dalam merasakan penderitaan, akan tetapi juga berfikir kreatif sehingga menemukan langkah dalam menyelesaikan masalah secara strategis. Kemampuan ini akan membentengi seseorang untuk bertindak anarkis, oleh karena anarkisme merupakan salah satu produk dari munculnya rasa kalut atau gusar dalam hati seseorang, dan rasa gusar merupakan produk dari ketidakmampuan seseorang dalam menemukan metode guna menyelesaikan masalah.

Pembelajaran ini dapat diupayakan melalui pembelajaran tentang problem solving yang akan membiasakan siswa untuk segera berfikir kreatif ketika menghadapai suatu masalah yang muncul. Pembelajaran secara konseptual tentang arti hidup dimana didalam hidup akan selalu ada kesulitan dan diiringi dengan kemudahan selagi adanya usaha, sangatlah diperlukan bagi siswa. Pembelajaran ini diiringi dengan pembelajaran tentang kesabaran sebagaimana diperintahkan dalam pendidikan agama. Pembelajaran ini juga dapat dilaksanakan dengan gambar, ceritera atau film yang melukiskan tentang lebih banyaknya orang lain yang lebih menderita daripada yang dialami siswa, sehingga siswa akan terhindar dari rasa putus asa saat menghadapi penderitaan. Disamping itu, perlu ditumbuhkan optimisme dalam diri siswa ketika menghadapi penderitaan, baik dilaksanakan melalui pemberian konsep maupun melalui ceritera-ceritera tentang keberhasilan orang-orang besar yang telah mampu menyelesaikan penderitaannya dan berakhir dengan kemenangan yang membanggakan.

d. Pembelajaran Visi dan nilai

Pembelajaran ini ditjukan agar anak dapat menemukan visi dalam hidupnya yang dirumuskan melalui penetapan misi, serta bagaimana memasukkan nilai-nilai relegius dan nilai-nilai sosial dalam visi yang ada. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan pelatihan merumuskan tujuan hidup secara sederhana dan kemudian dikembangkan dalam bentuk rumusan visi dan misi. Siswa dilatih untuk tidak mengabaikan nilai-nilai kultural yang cukup penting bagi terciptanya misi yang realistis dan valuable.

e. Pembelajaran untuk tidak berbuat yang menyebabkan kerugian.Salah satu ciri SQ yang tinggi adalah keengganan anak untuk melakukan perbuatan yang merugikan. Dalam hal ini, siswa perlu dilatih untuk melakukan analisis secara cepat tentang hal-hal yang dapat merugikan orang lain, sehingga dalam bertindak spontan sekalipun akan terhindar dari tindakan merugikan ini.

Klp. 9 | 15

Page 16: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

Siswa diberi pengetahuan tentang bagaimana rasanya dirugikan orang lain dan apa akibat dalam jangka pendek dan panjang apabila melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Siswa dilatih untuk mengekspresikan segala perbuiatannya pada diri sendiri, yaitu dengan melatih berfikir bagaimana jika tindakan yang dilakukannya dikenakan pada dirinya sendiri, atau bagaimana jika dirinya menjadi orang yang dirugukan. Pembelajaran ini juga dapat dilakukan dengan memberikan cerita-cerita keteladanan yang mana seseorang berhasil menemukan keuntungan akibat mampu menahan diri dari tindakan yang merugikan orang lain.

f. kecenderungan untuk melihat segala sesuatu secara holistikMelihat segala seuatu secara holistik berarti melihat secara keseluruhan, utuh, dan tidak terpecah-pecah. Dengan kata lain, kemampuan ini merupakan kemampuan untuk merangkaikan suatu hal dengan hal lain dan menganalisisnya secara utuh dari awal sampai akhir. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan analisis gambar atau mensinopsis suatu ceritera yang pendek, sehingga anak tidak terbiasa berfikir secara terpecah-pecah.

g. Pembelajaran Pertanyaan “Apa, mengapa, dan bagaimana”

Pembelajaran ini pada dasarnya ditujukan agar seseorang tidak hanya berfikir tentang adanya suatu kejadian, akan tetapi juga berfikir tentang sebab dan proses suatu kejadian. Dengan demikian, maka akan dapat ditemukan adanya hikmah atau sesuatu pelajaran yang dapat diambil dari suatu venomena yang muncul. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan permainan kreatif dimana ketika menemukan suatu benda maka siswa diminta untuk berkreatif tentang manfaat-manfaat lain selain yang sudah umum terjadi di lingkungan sehari-hari, serta menjelaskna bagaimana suatu proses yang mendasari dari kreativitas tersebut.

10. PenutupAkhirnya, sampailah kita pada bagian akhir dari makalah ini. Kami

mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya jika terdapat bagian dari makalah ini yang tidak berkenan dan mungkin kurang baik.

Klp. 9 | 16

Page 17: blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/solehuddin88/files/2012/01/Makalah... · Web viewKami mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang telah diberikan, dan kami mohon maaf

SUMBER RUJUKAN

Howard Gardner. 2003, “Multiple intelligences, Kecerdasan Majemuk, Teori dan Praktek (Berisi wawancara-wawancara dengan Howard Gardner)”, Interaksara, Jakarta. Dikutip dari makalah Muhammad Alwi, “Multiple Intelligences; Kecerdasan Menurut Howard Gardner & Implementasinya (Strategi Pengajaran Dikelas)”.

Situs Internethttp://nesaci.com/apa-itu-spiritual-quetient-sq/

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/pengertian-kecerdasan-spritual/

http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html

http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html

http://badruddin69.wordpress.com/2009/06/07/kecerdasan-spiritual-dan-pengaruhnya-terhadap-kinerja-karyawan/

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/hubungan-antar-sq-eq-dan-iq/

http://yuliantihome.wordpress.com/2011/03/09/psikologi-belajar-pai/

Klp. 9 | 17