Bisnis Franchise.docx
-
Upload
danangkrisnanto -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
Transcript of Bisnis Franchise.docx
A. Latar Belakang
Franchising pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka
memperluas jaringan usaha secara cepat. Sistem franchise dianggap memiliki banyak
kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan managemen, kecuali kerelaan
pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain. Franchising juga dikenal sebagai
jalur distribusi yang sangat efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya
melalui tangan-tangan franchisee.
Fenomena yang menarik dibeberapa tahun ini yaitu makin tumbuh suburnya
Bisnis Franchise, terutama pada bidang makanan. Kalau kita amati saat ini banyak
sekali usaha baru yang sangat kreatip menawarkan berbagai jenis produk dan jasa,
misalnya usaha makanan modern. Beberapa diantara mereka membuka gerainya di
pusat-pusat pertokoan atau di jalan utama di lokasi yang strategis di tengah kota.
Contoh yang sangat mudah adalah usaha makanan Mc Donald, Kentucky Fried
Chicken, Pizza Hut, Dunkin Donuts. Itupun disusul dengan sangat banyak lagi usaha
franchise asing lain seperti Bread Story, Bread Talk, Wendys, Kafe Dome dan
sebagainya.
Beberapa pemilik usaha berada di luar negri seperti Mc Donald, Dunkin
Donuts, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Wendys, Starbucks yang berasal dari
Amerika Serikat, Bread Story dari Malaysia dan Bread Talk dari Singapura dengan
pembeli yang cukup banyak. Pembeli rela untuk meluangkan waktu yang cukup lama
tertib dalam antrian untuk memilih produk dan membayarnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi perhatian adalah faktor-
faktor apa yang mendorong pertumbuhan Bisnis Franchise di Indonesia ? Selain itu
makalah ini memfokuskan pada dua hal. Yang pertama adalah untuk membeli
franchise. Yang lain adalah untuk membeli bisnis yang ada. Kedua kegiatan memiliki
peluang dibandingkan dengan memulai bisnis baru dan akan dikaji dalam makalah
ini, diawali dengan franchising.
Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Pisa,
KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai
sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima
franchise di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena
terjadi krisis moneter. Para penerima franchise asing terpaksa menutup usahanya
karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing
masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan
politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada
2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine
Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh
perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan
bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya,
diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran
distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris franchise dirintis oleh J
Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60-an.
Franchise saat ini lebih didominasi oleh franchise rumah makan siap saji.
Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka
restaurant cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama
dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan
mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang
sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran
dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami
berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi
franchise sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai
franchise generasi kedua. Perkembangan sistem franchise yang demikian pesat
terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan franchise digemari sebagai suatu
sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha
ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya franchise dirintis oleh J.
Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis franchise
tidak mengenal diskriminasi. Pemilik franchise (franchisor) dalam menyeleksi calon
mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama.
B. Pengertian Franchise
Masing-masing negara memiliki definisi sendiri tentang franchise. Amerika
melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai
hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor
berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang
dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang
sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana
franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association, franchise sebagai garansi lisensi
kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan:
1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode
tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor.
2. Mengharuskan franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama
periode perjanjian.
3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee
pada subjek bisnis yang dijalankan di dalam hubungan terhadap organisasi
usaha franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen
atau yang lainnya.
4. Meminta kepada franchise secara periodik selama masa kerjasama franchise
untuk membayarkan sejumlah fee franchisee atau royalti untuk produk atau
service yang disediakan oleh franchisor kepada franchisee.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap franchise. Campbell Black
dalam bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek
dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas
nama merek tersebut. David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah
sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil
(franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar
oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan
sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang
(franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk
menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang
disepakati.
Selain definisi menurut kacamata asing, di Indonesia juga berkembang
definisi franchise. Salah satunya seperti yang diberikan oleh LPPM (Lembaga
Pendidikan dan Pembinaan Manajemen), yang mengadopsi dari terjemahan kata
franchise. LPPM mengartikannya sebagai usaha yang memberikan laba atau
keuntungan sangat istimewa sesuai dengan kata tersebut yang berasal dari wara yang
berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
Sementara itu, menurut PP No.16/1997 franchise diartikan sebagai perikatan dimana
salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut,
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah
yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Franchise
merupakan sistem kerja sama dimana pihak pertama yang disebut pemberi waralaba
(franchiser) memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut penerima waralaba
(franchisee) untuk menyalurkan produk atau jasa secara selektif dalam lingkup area
geografis dan periode waktu tertentu dengan menggunakan merek, logo, dan sistem
operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh franchisor. Pemberian hak dituangkan
dalam bentuk perjanjian waralaba (franchisee agreement).
Pemilik usaha disebut franchisor atau seller, sedangkan pembeli “Hak
Menjual” disebut franchisee. Para pengusaha adalah franchisee. Isi perjanjian adalah
franchisor akan memberikan bantuan dalam memproduksi, operasional, manajemen
dan kadangkala sampai masalah keuangan kepada franchisee. Luas bantuan berbeda
tergantung pada policy dari franchisor. Misalnya beberapa franchisor memberikan
bantuan kepada franchisee dari awal usaha mulai dari pemilihan lokasi, mendesain
toko, peralatan, cara memproduksi, standarisasi bahan, recruiting dan training
pegawai, hingga negosiasi dengan pemberi modal. Ada pula franchisor yang
menyusun strategi pemasaran dan menanggung biaya pemasarannya. Sebaliknya
franchisee akan terikat dengan berbagai peraturan yang berkenaan dengan mutu
produk / jasa yang akan dijualnya. Franchisee juga terikat dengan kewajiban
keuangan kepada franchisor seperti pembayaran royalty secara rutin baik yang
berkenaan maupun yang tidak dengan tingkat penjualan yang berhasil dicapainya.
Keberhasilan franchising adalah bergantung pada kerja keras dari franchisee
dan nilai yang ditambahkan oleh franchisor. Franchisor dapat membuat uang dalam
berbagai cara termasuk:
menjual franchise kepada franchisee
menjual perlengkapan ke franchisee
mengumpulkan persentase penjualan
dalam beberapa kasus perusahaan menyediakan pelatihan khusus / bahan.
Beberapa keuntungan bagi Franchisor (perusahaan induk) :
Produk atau jasa terdistribusi secara luas tanpa memerlukan biaya promosi
dan biaya investasi cabang baru.
Produk atau jasa dikonsumsi dengan mutu yang sama.
Keuntungan dari royalti atau penjual lisensi.
Bisnisnya bisa berkembang dengan cepat di banyak lokasi secara bersamaan,
meningkatnya keuntungan dengan memanfaatkan investasi dari franchisee.
Bagi Franchisee (pemilik hak-jual) :
Popularitas produk atau jasa sudah dikenal konsumen, menghemat biaya
promosi.
Mendapatkan fasilitas-fasilitas manajemen tertentu sesuai dengan training
yang dilakukan oleh franchiser.
Mendapatkan image sama dengan perusahaan induk.
Kerugian bagi franchisee (pemilik hak-jual) :
Biaya startup cost yang tinggi, karena selain kebutuhan investasi awal,
franchisee harus membayar pembelian franchise yang biasanya cukup mahal.
Franchisee tidak bebas mengembangkan usahanya karena berbagai peraturan
yang diberikan oleh franchisor.
Franchisee biasanya terikat pada pembelian bahan untuk produksi untuk
standarisasi produk /jasa yang dijual.
Franchisee harus jeli dan tidak terjebak pada isi perjanjian dengan franchisor,
karena bagaimanapun biasanya perjanjian akan berpihak kepada prinsipal /
franchisor dengan perbandingan 60:40.
Penghasilan yang terus mengalir ke franchisor dari royalti dan penjualan
masukan kepada franchisee yang lebih penting adalah sumber pendapatan dari biaya
awal untuk menjual waralaba. Dengan demikian, franchisor dan franchisee mencapai
sukses dengan membantu satu sama lain.
C. Pembelian Franchise
Pengusaha yang terbaik adalah yang paling siap untuk kemungkinan berhasil,
apakah fokus bisnis yang dimulai dari awal, membeli franchise, atau membeli bisnis
yang ada. Dengan memulai usaha kecil sebagai franchisee, pengusaha harus
mempersiapkan perusahaannya agar mampu mewakili sosok perusahaan induk dan
memiliki produk dan jasa yang mutu serta citranya sama dengan produksi perusahaan
induk. Selain itu, pengusaha harus pandai memilih perusahaan induk yang punya
potensi untuk dijual dan dikenal luas.
Franchise dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Franchise Asing dan
Franchise Lokal. Franchise asing adalah franchisornya berasal dari luar negri
cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima
diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi. Beberapa Franchise Asing yang
sukses di Indonesia misalnya dalam bidang usaha makanan, minuman dan cafe antara
lain Quickly, Baskin Robin, Starbucks, Mc Donalds, Pizza Hut, Wendy’s, Tony
Romas, Bread Story, Bread Talk, Kentucky Fried Chicken, Kafe Dome, Hard Rock
Café, Planet Hollywood, sedangkan bidang usaha lain misalnya Sogo Department
Store, Marks & Spencer, Ace Hardware, ERA Indonesia, Ray White, English First,
Future Kids, dan lain-lain. Dalam waktu yang singkat beberapa Franchise Asing ini
berkembang dibanyak kota di tanah air.
Franchise Lokal menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang
ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal
dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba. Contohnya antara
lain Es Teler 77, Mr Celup, Ayam Bakar Wong Solo, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah dalam membeli franchise dapat dilihat sebagai masalah umum atau
masalah-masalah khusus untuk itu franchisor :
1. Dalam memilih satu atau beberapa industri yang akan dibeli franchise-
nya, franchisee harus hati-hati dalam mengevaluasi minat dan kemampuan
agar dapat menemukan industri yang tepat sehingga bisnis pun dapat
berjalan lancar.
2. Ketika akan menentukan industri mana yang akan dimasuki, setiap calon
franchisee harus meneliti industri tersebut, potensi kompetitor dalam
industri tersebut, dsb sebelum franchisee baru memasuki industri tersebut.
3. Hati-hati memeriksa kekuatan kompetitif waralaba di berbagai industri.
Misalnya, apakah mereka memiliki keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan di pasar?
4. Mengidentifikasi sebuah franchisor yang sesuai dengan potensi yang
terbaik dalam hal dukungan, sejarah, rencana ekspansi, dll
5. Franchisees menghubungi franchisor untuk mendiskusikan pengalaman
serta membandingkan franchisor lain kesempatan.
Kegiatan evaluasi juga perlu dilakukan setelah melakukan pembelian franchise ini.
Masalah-masalah yang perlu dipertimbangkan dalam membeli franchise meliputi: apa
saja yang termasuk dalam franchise, kewajiban franchisor dan franchisee, langkah
dalam memperoleh hak, dan kekhawatiran dalam membeli franchise. Setiap masalah
ini akan kami paparkan dalam bahasan di bawah ini:
a. Apa saja yang termasuk Franchise?
Ketika membeli franchise, biasanya konsisten pada beberapa item yang dibeli,
meskipun secara khusus tentang apa yang sedang dibeli dalam setiap kasus harus
diperiksa. Ini umumnya adalah sebagai berikut:
Membentuk sebuah nama, merek produk, dan pelayanan.
Kemampuan untuk beroperasi di bawah nama merek untuk jangka waktu
tertentu. Jangka waktu biasanya beberapa standar seperti 5, 10 atau 20 tahun.
Satu toko atau hak untuk memiliki lebih dari satu unit.
Memang memilih franchise saat ini lagi populer dan menjanjikan keuntungan, namun
ada pula franchisee yang terpaksa menutup usahanya. Jadi memilih franchisor berikut
produk/jasanya juga perlu dipertimbangkan dengan masak, terutama isi ikatan
perjanjian antara hak dan kewajiban serta prospek keberhasilan penjualannya.
b. Kewajiban Franchisor dan Franchisee
Unsur –unsur Franchise :
Adanya minimal 2 pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak
franshisor sebagai pihak yang memberikan franchise sementara pihak
franshisee merupakan pihak yang diberikan/ menerima franshise tersebut.
Adanya penawaran paket usaha dari franchisor.
Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan
pihak franchisee.
Dipunyainya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan
memanfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor.
Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dan pihak
franchisee.
c. Istilah dalam bisnis franchise
Fee. Fee merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima waralaba
(franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) yang umumnya dihitung
berdasarkan persentase penjualan.
Franchise Fee (Biaya Pembelian Hak Waralaba). Franchise Fee adalah biaya
pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah
dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor.
Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali saja. Franchisee fee ini akan
dikembalikan oleh franchisor kepada franchisee dalam bentuk fasilitas pelatihan
awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee.
Hak Cipta (Copyright). Hak cipta adalah hak eklusif sesesorang untuk
menggunakan dan memberikan lisensi kepada orang lain untuk menggunakan
kepemilikan intelektual tersebut misalnya sistem kerja, buku, lagu, logo, merek,
materi publikasi dan sebagainya.
Initial Investment. Initial investment adalah modal awal yang harus disetorkan
dan dimiliki oleh franchisee pada saat memulai usaha waralabanya. Initial investment
terdiri atas franchise fee, investasi untuk fixed asset dan modal kerja untuk menutup
operasi selama bulan-bulan awal usaha waralabanya.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement). Perjanjian waralaba merupakan
kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitment yang dibuat dan dikehendaki oleh
franchisor bagi para franchisee-nya. Didalam perjanjian waralaba tercantum
ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee dan franchisor, misalnya
hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-
biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan berkaitan
dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketetentuan lain yang
mengatur hubungan antara franchisee dengan franchisor.
Outlet Milik Franchisor (Company Owned Outlet, Pilot Store). Franchisor
yang terpercaya adalah franchisor yang telah terbukti sukses dan mengoperasikan
outlet milik mereka sendiri yang dinamakan Company Owned Outlet atau Pilot Store.
Jangan pernah membeli hak waralaba dari franchisor yang tidak memiliki outlet yang
sejenis dengan outlet yang dipasarkan hak waralabnya.
Advertising Fee (Biaya Periklanan). Advertising Fee (Biaya Periklanan)
nerupakan biaya yang dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) kepada
pemberi waralaba (franchisor) untuk membiayai pos pengeluaran/belanja iklan dari
franchisor yang disebarluaskan secara nasional/international. Besarnya advertising
fee maksimum 3% dari penjualan. Tidak semua franchisor mengenakan advertising
fee kepada franchiseenya. Alasan dari adanya advertising fee adalah kenyataan bahwa
tujuan dari jaringan waralaba adalah membentuk satu skala ekonomi yang demikian
besar sehingga biaya-biaya per outletnya menjadi sedemikian effisiennya untuk
bersaing dengan usaha sejenis. Mengingat advertising fee merupakan pos
pengeluaran yang dirasakan manfaatnya oleh semua jaringan, maka setiap anggota
jaringan (franchisee) diminta untuk memberikan kontribusi dalam bentuk advertising
fee.
d. Langkah dalam memperoleh hak
Perjanjian waralaba tersebut merupakan salah satu aspek perlindungan hukum
kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain. Hal ini dikarenakan
perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan
hukum bagi para pihak. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak
yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang
berlaku. Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) memuat kumpulan persyaratan,
ketentuan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para
franchisee-nya. Di dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan
hak dan kewajiban franchisee dan franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki
franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus
dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama
perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketetentuan lain yang mengatur
hubungan antara franchisee dengan franchisor.
Hal-hal yang diatur oleh hukum dan perundang-undangan merupakan das
sollen yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian waralaba. Jika para pihak
mematuhi semua peraturan tersebut, maka tidak akan muncul masalah dalam
pelaksanaan perjanjian waralaba. Akan tetapi sering terjadi das sein menyimpang dari
das sollen. Penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi. Adanya wanprestasi dapat
menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Terhadap kerugian yang ditimbulkan
dalam pelaksanaan perjanjian waralaba ini berlaku perlindungan hukum bagi pihak
yang dirugikan, yaitu pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pihak
yang menyebabkan kerugian.
Seperti perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi wanprestasi di
dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di dalam perjanjian waralaba. Jika
karena adanya wanprestasi, salah satu pihak merasa dirugikan, maka pihak yang
dirugikan tersebut dapat menuntut pihak yang wanprestasi untuk memberikan ganti
rugi kepadanya. Kemungkinan pihak dirugikan mendapatkan ganti rugi ini
merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh hukum positif di
Indonesia.
Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian
waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi tersebut. Wanprestasi
dari pihak franchisee dapat berbentuk tidak membayar biaya waralaba tepat pada
waktunya, melakukan hal-hal yang dilarang dilakukan franchisee, melakukan
pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam sistem waralaba,
dan lain-lain. Wanprestasi dari pihak franchisor dapat berbentuk tidak memberikan
fasilitas yang memungkinkan sistem waralaba berjalan dengan sebagaimana
mestinya, tidak melakukan pembinaan kepada franchisee sesuai dengan yang
diperjanjikan, tidak mau membantu franchisee dalam kesulitan yang dihadapi ketika
melaksanakan usaha waralabanya, dan lain-lain.
D. Dasar Hukum Bisnis Franchise
Bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan cara Waralaba serta
meningkatkan kesempatan usaha nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Waralaba;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847
Nomor 23);
3. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934 (Bedrijfs Reglementerings
Ordonantie 1934, Staatblads 1938 Nomor 86);
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WARALABA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :
1. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau
badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.
2. Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang
dimilikinya kepada Penerima Waralaba.
3. Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
perdagangan.
Pasal 2
Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.
BAB II
KRITERIA
Pasal 3
Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki ciri khas usaha;
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan
yang dibuat secara tertulis;
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
BAB III
PERJANJIAN WARALABA
Pasal 4
1. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi
Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum
Indonesia.
2. Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam
bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
Pasal 5
Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit :
a. Nama dan alamat para pihak;
b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. Kegiatan usaha;
d. Hak dan kewajiban para pihak;
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang
diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
f. Wilayah usaha;
g. Jangka waktu perjanjian;
h. Tata cara pembayaran imbalan;
i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
j. Penyelesaian sengketa; dan
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.
Pasal 6
1. Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima
Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain.
2. Penerima Waralaba yang diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain,
harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha
Waralaba.
BAB IV
KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA
Pasal 7
1. Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada
calon Penerima Waralaba pada saat melakukan penawaran.
2. Prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat paling sedikit mengenai :
a. data identitas Pemberi Waralaba;
b. legalitas usaha Pemberi Waralaba;
c. sejarah kegiatan usahanya;
d. struktur organisasi Pemberi Waralaba;
e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
f. jumlah tempat usaha;
g. daftar Penerima Waralaba; dan
h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.
Pasal 8
Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan
operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima
Waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 9
1. Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan
barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar
mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi
Waralaba.
2. Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah
di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau
jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi
Waralaba.
BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 10
1. Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba
sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba.
2. Pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 11
1. Penerima Waralaba wajib mendaftarkan perjanjian Waralaba.
2. Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 12
1. Permohonan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 diajukan dengan melampirkan dokumen :
a. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
b. fotokopi legalitas usaha.
2. Permohonan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 diajukan dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi legalitas usaha;
b. fotokopi perjanjian Waralaba;
c. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik/pengurus perusahaan.
3. Permohonan pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diajukan kepada Menteri.
4. Menteri menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila permohonan
pendaftaran Waralaba telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
5. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
6. Dalam hal perjanjian Waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran
Waralaba dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
7. Proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak
dikenakan biaya.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Waralaba diatur dengan
Peraturan Menteri.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Waralaba.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian
:
a. pendidikan dan pelatihan Waralaba;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam negeri dan
luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau
f. bantuan perkuatan permodalan.
Pasal 15
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Waralaba.
2. Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VII
SANKSI
Pasal 16
1. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing
dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 10, dan/atau Pasal 11.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda; dan/atau
c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.
Pasal 17
1. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 10, dan Pasal 11.
2. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung
sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan.
Pasal 18
1. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan
pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran
perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah
diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
2. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada
Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima
Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat
peringatan tertulis ketiga.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
1. Perjanjian Waralaba yang dibuat sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah ini
harus didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1
(satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997
tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 22
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
E. Jenis Pajak Dalam Bisnis Franchise
Seperti diketahui pajak-pajak yang mungkin ditagih dalam berbisnis franchise
adalah PPN, Pajak Penghasil (PPh) perorangan dan Pajak penghasilan Badan dan
Bentuk Usaha Tetap . Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yang menjadi
Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi,
badan dan bentuk usaha tetap. Pada tulisan ini penulis akan membahas tentang PPh
atas perorangan.
Pajak yang mungkin bisa dikenakan ketika memulai dan menjalan bisnis
franchise adalah Pajak Penghasilan atas perorangan. Yaitu Pajak Penghasilan Pasal
21 dan atau pasal 26. Subjek pajak dibedakan antara subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Mengenai defenisi subjek pajak selengkapnya dapat dilihat
di Undang-Undang No. 36 tahun 2008.
Sebelumnya masuk kedalam bahasan PPh pribadi, mari kita lihat apa-apa
yang menjadi objek pajak PPh. Yang menjadi objek PPh adalah “penghasilan” yaitu
setiap tambahan kemapuan ekonomis yang diterima oleh subjek pajak baik yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang dapat dipakai untuk menambah
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa berupa gaji, upah, tunjangan,
honor, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya
Hadiah dari undian/pekerjaan/kegiatan
Laba usaha
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta seperti : penjualan saham,
persekutuan, penggabungan perusahaan dll
Bunga
Dividen
Royalti
Sewa dan penghasilan Lain sehubungan denganpenggunaan harta
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
Premi asuransi
Surplus Bank Indonesia
Ada pengecualian juga terhadap objek PPh. Yang tidak termasuk objek PPh adalah:
Bantuan atau sumbangan termasuk zakat dan hibah yang tidak ada hubungan
dengan usaha/pekerjaan
Warisan
PPh atas orang pribadi
PPh Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri. Sedangkan PPh Pasal 26 Pajak Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek
Pajak luar negeri.
Tarif pajak penghasilan pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
yang diberlakukan sejak 1 Januari 2013, yang bisa Anda gunakan untuk menghitung
pajak penghasilan Anda sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36
tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif pajak
penghasilan pribadi adalah sebagai berikut.
1. Penghasilan sampai dengan 50 juta adalah 5%
2. Penghasilan di atas 50 juta sd 250 juta adalah 15%
3. Penghasilan di atas 250 juta sd 500 juta adalah 25%
4. Penghasilnan di atas 500 juta adalah 30%
Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan. PTKP berbeda untuk status
pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun
2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak, misalnya bagi pekerja yang belum kawin, PTKPnya adalah Rp24.300.000. dan
tarifnya berbeda jika wajib pajak kawin dan memiliki anak satu, dua dan seterusnya.
Dan PTKP bagi karyawati juga berbeda dengan karyawan.
Penetapan tarif berbeda atas Pegawai Tidak Tetap Terdapat. Dimana misalnya uang
harian dibaah Rp. 200.000 tidak dikenakan PPh, sedangkan diatas Rp. 200.000 akan
dikenakan PPh 5 % setelah dikurangi Rp. 200.000. Besarnya tarif pasal 26 adalah 20
% berdasarkan pengahasilan bruto dengan memperhatiakn ketentuan P3B.
Berikut adalah jenis penghasilan yang dikenakan dengan PPh pasal 21 dan atau 26:
1. Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur
2. Penghasilan penerima pensiun secara teratur
3. Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
5. Imbalan kepada bukan pegawai;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan;
7. Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai
tetap pada perusahaan yang sama;
8. Imbalan kepada mantan pegawai;
9. Penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Sedangkan yang tidak termasuk dalam kategori Pph pasal 21 dan atau 26 adalah :
• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,
dwiguna dan bea siswa
• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran
THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang
dibentuk/disahkan pemerintah
• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh
Terdapat cara perhitungan PPh yang berbeda-beda antara Pegawai Tetap dan Tidak
Tetap, Bukan Pegawai, Mantan Pegawai, Pensiunan, Komisaris, dan Peserta
Kegiatan. Misalnya Pegawai Tetap dihitung dengan cara Pengahsilan Neto dikurangi
PTKP baru dikali dengan besarnya tarif PPh. Perhitungan ini berbeda dengan
Pegawai Tidak Tetap Bulanan yaitu Penghasilan Bruto dikurangi dengan PTKP baru
dikali dengan tarif PPh.
F. Kesimpulan
Bisnis secara franchising salah satu usaha yang diminati para pengusaha di
Indonesia Karena pasar yang sudah tersedia dan beberapa keuntungan yang diperoleh
dari bentuk franchise seperti operasional dan manajerialnya. Jika franchise makanan
pastinya memiliki ciri khusus dari produknya sehingga dapat bertahan dari ancaman
pasar. Budaya modern pun menjadi factor kesuksesan bisnis franchise makanan.
Karena kelas social tidak menjadi penghambat bisnis francise mkanan karena bisnis
francishe sudah membagi segmen pasarnya, antara menengah atas dan menengah
bawah.
Namun ada yang jadi penghambat misalnya manajerial yang rendah, lalai
ataupun kurang komitmen. Meskipun franchisor memberikan bantuan pengelolaan
atau bias disebut konsultan, sedangkan franchisee adalah pelaksana yang di tuntut
untuk kerja keras.
Peraturan tentang pelaksanaan bisnis franchise sudah jelas dipaparkan dalam
undang-undang, jadi untuk mencapai suatu usaha yang lancar dan baik haruslah
selalu berpedoman terhadap peraturan tersebut. Termasuk di dalamnya mengenai
pemenuhan perpajakan dalam bisnis franchise.