BIOREMIDIASI TANAH
-
Upload
fauzi-ahmad -
Category
Documents
-
view
322 -
download
0
Transcript of BIOREMIDIASI TANAH
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 1/9
BIOREMIDIASI TANAH
Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan
mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran
limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan
kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan
sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat
(illegal dumping).
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat
menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke
dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah
tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari
air tanah dan udara di atasnya.
Toksisitas senyawa hidrokarbon seperti hidrokarbon minyak (bensin) terhadap
mikroba, tumbuhan, hewan, dan manusia telah banyak dipelajari. Senyawa hidrokarbon
aromatis polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik
dari hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung melalui larutnya lapisan lemak
yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian
terhadap sel (Rosenberg and Ron, 1998). Ketahanan PAH di lingkungan dan toksisitasnya
meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya (Mueller et al. 1998),
seperti terlihat pada Gambar 4.
Di samping itu, PAH terikat kuat pada material organik tanah dan kelarutannya juga
rendah. Hal ini menyebabkan ketersediaannya untuk degradasi oleh mikroba menjadi
terbatas. Gambar ini selanjutnya menujukkan bahwa benzopirena dengan lima cincin benzena
lebih sukar terdegradasi bila dibandingkan dengan naftalena yang memiliki dua cincin
benzena.
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 2/9
Beberapa golongan mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan dalam
memetabolisme PAH. Bakteri dan beberapa alga menggunakan dua molekul oksigen untuk
memulai pemecahan cincin benzena PAH, yang dikatalis oleh enzim dioksigenase untuk
membentuk molekul cis-dihidrodiol. Kebanyakan jamur mengoksidasi PAH melalui
pemberian satu molekul oksigen untuk membentuk senyawa oksida aren yang dikatalisis oleh
sitokrom P-450 monooksigenase. Pada jamur busuk putih, bila terdapat H2O2, enzim lignin
peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya
membentuk senyawa kuinon (Cerniglia and Sutherland, 2001). Cincin benzena yang sudah
terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh
sel mikroba sebagai sumber energi. Gambar 5 berikut menunjukkan lintasan metabolisme
PAH oleh mikroorganisme.
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 3/9
Gambar 5. Inisiasi Reaksi Degradasi PAH oleh Jamur dan Bakteri
Hasil penelitian mengenai kemampuan degradasi PAH termasuk senyawa aromatik klor, nitroaromatik, zat warna, pestisida, dan pencemar lingkungan lainnya oleh jamur dan
bakteri cukup banyak dilaporkan. Untuk keperluan lebih lanjut dapat dirujuk tulisan Cerniglia
and Sutherland (2001) dan Mueller et al. (1998). Selanjutnya, Mueller et al. menyatakan
bahwa bioremediasi senyawa PAH dapat ditempuh melalui tiga metode berikut, yaitu: fase
padat (solid-phase), dengan menggunakan bioreaktor, dan proses in situ. Masing-masing
metode memiliki kelebihan dan batasan.
Bakteri simbiotik dari genus Rhizobium dan Barahyrhizobium, di samping telahdikenal luas sebagai bakteri penambat nitrogen bebas, juga memiliki kemampuan dalam
mendegradasi senyawa-senyawa toksik di sekitar perakaran. Barkovskii et al. (1994)
melaporkan bahwa Azospirillum yang juga memiliki kemampuan menambat nitrogen
banyak mengkolonisasi berbagai jenis tanaman dapat mendegradasi senyawa-senyawa fenol
dan benzoat. Sehingga bakteri ini telah banyak digunakan secara komersial dalam
bioremediasi tanah yang tercemar. Beberapa bakteri lain yang terdapat pada rizosfer, seperti:
Achromobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Acinetobacter, Azotobacter, Flavobacterium,
Mycobaterium, Nitosomonas, Nocardia, Pseudomonas, dan Xanthobacter juga memiliki
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 4/9
kemampuan dalam metabolisme senyawa fenol, halogen, hidrokarbon, dan juga berbagai
jenis pestisida.
Mikoriza sebagai suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dengan akar
tanaman berperan dalam peningkatan ketersediaan nutrisi (terutama fosfat) bagi tanaman.
Mikoriza juga dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah.
Mikoriza dapat mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman pada tanah-tanah
tercemar. Sehingga mikoriza juga memiliki peranan yang penting sebagai agen bioremediasi
atau reklamasi bagi tanah-tanah yang tercemar oleh logam berat (Leyval et al., 1997), seperti
pada lahan-lahan bekas tambang.
Sharples et al. (2000) melaporkan bahwa jamur pada daerah tambang berfungsi
sebagai filter untuk menjaga agar konsentrasi As tetap rendah pada jaringan tanaman dan
meningkatkan serapan P tanaman. Donelly and Fetcher (1994) melaporkan bahwa logam
berat berikatan dengan gugus karboksil hemiselulosa pada matriks di antara sel tanaman dan
jamur, sehingga tanaman terhindar dari keracunan. Selanjutnya, ia melaporkan bahwa
beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon vulgaris,
Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria crispa memiliki kemampuan
remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme berbagai senyawa
aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa Radiigera atrogleba dan
Hysterangium gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol sebesar 80% (Donelly and
Fetcher, 1994).
Beberapa logam tertentu memiliki peran penting dalam metabolisme mikroba,
sedangkan yang lain tidak diketahui fungsinya. Akan tetapi, baik logam berat dan logam
nonesensil akan bersifat toksik bila terdapat dalam jumlah yang sangat berlebihan. Karena
sifat toksik logam, proses bioremediasi senyawa organik sering kali menjadi terhambat.
Roane et al.(1998) menyatakan bahwa di antara logam-logam yang toksik tersebut terdiri
dari kation-kation seperti merkuri, timbal, arsenat, boron, kadmium, kromium, tembaga,
nikel, mangan, selenium, perak, dan seng. Proses bioremediasi logam di lingkungan berbeda
dengan proses degradasi molekul-molekul hidrokarbon; logam bukan merupakan pembangun
bagi komponen-komponen sel.
Peningkatan konsentrasi logam di lingkungan, terutama logam berat, menimbulkan
efek yang cukup serius terhadap seluruh bentuk kehidupan. Bagi manusia gejala toksisitas
logam berat dapat berupa kerusakan jantung, hati, kanker, kelainan dan kerusakan sistem
syaraf, dan lain-lain. Pada tumbuhan keracunan logam dapat menyebabkan memendeknya
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 5/9
akar, gugurnya daun, klorosis, kekurangan nutrisi, dan lain-lain. Bagi mikrobakadar logam
yang terlalu tinggi di lingkungan dapat menurunkan atau menghambat pertumbuhan mikroba.
Interaksi mikroba dengan logam berat menyebabkan perubahan-perubahan proses
fisiologis yang sangat drastis dan dalam beberapa hal dapat membunuh mikroba. Mekanisme
toksisitas di antaranya terjadi melalui pengikatan logam pada ligan-ligan sulfidril, karboksil,
dan fosfat seperti protein dan asam nukleat. Untuk meminimalisasi toksisitas logam
berat,jamur mengembangkan berbagai mekanisme pertahanan, seperti imobilisasi logam berat
oleh molekul intrasel (fitokelatin dan metalotionin) dan imobilisasi oleh molekul ekstraseluler
(asam-asam organik) yang dihasilkan oleh jamur (Baldrian, 2003).
Salah satu kelator yang dihasilkan oleh jamur dan sudah dikenal kemampuannya
dalam mengikat logam adalah asam oksalat. Asam oksalat yang dihasilkan oleh mikroba
dapat meningkatkan resistensi mikroba tersebut terhadap logam melalui pembentukan
kompleks metal-oksalat yang bersifat tidak larut. Metal oksalat dapat terbentuk dengan Ca,
Cd, Co, Cu, Mn, Sr, dan Zn (Sayer and Gadd, 1997). Selanjutnya juga telah banyak
dilaporkan bahwa terdapat hubungan antara resistensi jamur terhadap logam dengan
kemampuannya dalam menghasilkan asam oksalat.
Munir et al. (2005) melaporkan bahwa biosintesis asam oksalat sangat penting untuk
mendukung pertumbuhan jamur di bawah kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Beberapa waktu yang lalu juga telah dilaporkan bahwa kultur pertumbuhan jamur busuk
cokelat Tyromyces palustris, Laetiporus suphureus, dan Coniphora puteana mampu
menyerap Cu, Cr dan As (CCA) dari kayu yang diawetkan, dan menurunkan kadar CCA dari
kayu sampai di atas 75% (Kartal et al., 2003), seperti terlihat pada Gambar 6.
Dapatkah jamur digunakan sebagai alat untuk memonitor pencemaran logam di
lingkungan? Karena potensinya dalam mengakumulasikan logam cukup besar, jamur
pembusuk kayu dapat digunakan sebagai agen untuk monitor polusi logam di tanah atau di
atmosfer atau sebagai alat analisis lingkungan yang cukup potensial. Gabriel et al. (1995)
melaporkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara polusi udara dengan kandungan logam
dalam tubuh buah jamur (fruit body). Kemampuan bakteri dalam menyerap atau
menurunkan kandungan logam berat dari lingkungan, baik dari tanah maupun dari perairan
juga telah banyak dipelajari. Beberapa bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa,
Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces viridans, dan lain-lain
menghasilkan senyawa biosurfaktan/bioemulsi yang dapat menyerap berbagai jenis logam
berat seperti Cd, Cr, Pb, Cu, dan Zn dari tanah yang terkontaminasi. Desulfovibrio
desulfuricans dapat mengendapkan uranium melalui proses reduksi.
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 6/9
Berbagai jenis Bacillus yang membentuk biofilm pada permukaan perairan dapat
menyerap Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, dan Zn dari dalam air. Mikroba yang membentuk film dalam
ekosistem perairan juga memiliki peranan yang penting dalam bioremediasi logam.
Saccharomyces cerevisiae dan Candidasp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam perairan,
Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium (Roane et
al.,1998).
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih
besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam
berat (Fleibach, dkk. 1994). Mikoriza dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu
yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap
logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi,
menonaktifkan secara kimia atau penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Tanaman
yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara ditemukan adanya ’oil droplets’
dalam vesikel akar-mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga
bahan beracun pada limbah yang diserap mikoriza tidak sampai diserap oleh tanaman
inangnya.
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam
beracun dengan mengakumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan ’extrahyphae
slime’ (Aggangan, dkk. 1998) sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang.
Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremediasi tanah tercemar, disamping dengan
akumulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui mekanisme pembentukan komplek
logam tersebut oleh sekresi hipa eksternal (Khairani-Idris, 2008). Perlakuan mikoriza pada
tanah yang tercemar oleh polisiklik aromatik hidrokarbon dari limbah industri berpengaruh
terhadap pertumbuhan clover, dimana dengan pemberian mikoriza laju penurunan hasil
clover karena senyawa aromatik ini dapat ditekan (Joner dan Leyval, 2001).
Fauna tanah mampu mengikat dan mengakumulasi logam berat di dalam sel
tubuhnya. Cacing tanah yang memakan tanah dapat mengakumulasi logam berat dalam
tubuhnya seperti Pb dan Cd, dan cacing tanah dapat dijadikan fauna indikator untuk
memonitor pencemaran tanah (Martin dan Bullock, 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa
woodlice mampu mengakumulasi konsentrasi Cd dalam tubuhnya 50 kali lebih tinggi dari
konsentrasi Cd dalam tanah di sekelilingnya, dan Cu hampir 36 kali lebih tinggi. Persoalan
kemudian yang muncul dengan bioremediasi seperti ini yaitu pada jaring makanan (food
chains, food webs) dimana akan terjadi perpindahan logam berat dari satu fauna ke fauna
yang lain, dan antar fauna tanah memiliki daya tahan toksisitas yang berbeda.
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 7/9
Daya tahan pestisida pestisida di dalam tanah merupakan hasil akhir dari reaksi,
pergerakan dan hancuran yang mempengaruhinya. Beragam rekayasa teknologi untuk
merobak senyawa hidrokarbon ini telah diteliti. Penambahan bahan organik dan bahan
pembenah tanah lainnya seperti pengapuran dan pemupukan serta diiringi dengan inokulasi
mikroorganisme telah dilakukan. Intensifikasi pengolahan tanah yang dapat memberikan
lingkungan yang optimum bagi aktivitas mikroorganisme untuk melakukan percepatan
penghancuran senyawa aromatik karbon ini dicobakan. Bioremediasi dengan penerapan
mikroorganisme untuk mempercepat transformasi karbon dan penggunaan tanaman yang
dapat menimbun karbon dalam jaringannya telah menampakkan beberapa hasil yang cukup
memberikan harapan dalam penanggulangan pencemaran pestisida ini.
Transformasi kimia dari bahan pencemar pestisida melalui proses bioremediasi ini
meliputi beberapa proses, yaitu 1) detoksikasi, 2) degradasi, 3) konjugasi, pembentukan
senyawa kompleks atau reaksi penambahan, 4) aktivasi, 5) defusi/pemecahan, dan 6)
perubahan spektrum toksisitas (Alexander, 1977). Detoksikasi yaitu konversi dari molekul
yang bersifat toksik menjadi produk yang tidak bersifat toksik, 2) degradasi, yaitu
transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana.
Detoksikasi adalah proses awal yang penting dari suatu proses degradasi dan 3)
konjugasi, pembentukan senyawa kompleks, atau reaksi penambahan, dimana suatu
organisme dapat menghasilkan substrat yang lebih kompleks dan mengkombinasikannya
dengan pestisida dengan sel metabolis. Konjugasi atau pembentukan senyawa pengkompleks
dapat dihasilkan dari organisme yang menghasilkan suatu asam amino, asam organik, methyl
atau senyawa lain yang bereaksi dengan polutan membentuk substrat lainnya. Konjugasi
adalah salah satu bentuk bioremediasi dari metabolisme mikroorganisme terhadap fungisida
sodium dimethyldithiocarbamate, dimana mikroorganisme mengkompleks pestisida dengan
asam amino pada sel. Aktivasi, 4) adalah konversi substrat yang nontoksik menjadi molekul
toksik seperti bahan aktif awal dari pestisida. Sebagai contoh, herbisida 4- (2,4-
dichlorophenoxy)butyric acid ditransformasi dan diaktivasi oleh mikroorganisme dalam tanah
menghasilkan senyawa yang bersifat toksik terhadap gulma dan serangga (Alexander, 1977).
Proses aktivasi ini lebih menekankan pada efisiensi penggunaan pestisida, atau aktivasi
residu. Proses defusi, 5) yaitu konversi molekul nontoksik berasal dari pestisida yang sedang
dalam proses aktivasi secara enzimatik, menjadi produk nontoksik yang tidak lagi dalam
proses enzimatik, dan 6) perubahan spektrum toksisitas.
DAFTAR PUSTAKA
5/11/2018 BIOREMIDIASI TANAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bioremidiasi-tanah 8/9
Baldrian, P. (2003). Interaction of heavy metals with white-rot fungi , Enzyme and Microbial.
Technol. 23: 79-91.
Cerniglia, C.E. and Sutherland, J.B. (2001). Bioremediation of polycyclic aromatic
hydrocarbons by ligninolytic and non-ligninolytic fungi. In: Fungi in Bioremediation, ed.
G.M. Gadd, Cambridge University Press, Cambridge, pp. 136-187
Donelly, P.K. and Fetcher, J.S. (1994). Potential use of mycorrhizal fungi as bioremediation
agents. In: Bioremediation through rhizosphere technology. eds. T.A. Anderson & J.R.
Coats, American Chemical Society, Washington. pp. 93-99.
Gabriel J., Rychlovsky, P. and Krenzelok, M. (1995). Beyllium content in some wood-rotting
fungi in Czech Republic, Toxicol. Envinron. Chem. 50: 233-236.
Kartal S.N., Munir, E., Kakitani, T. and Imamura, Y. (2004). Bioremediation of CCA-treated
wood by brown-rot fungi Fomitpsis palustris, Coniophora puteana, and Laetiporus
sulfurous, J. Wood Sci. 50: 182-188.
Leyval, C., Turnau, K. and Haselwandter (1997). Effect of heavy metal pollution on
mycorrhizal colonization and function: physiolgical, ecological and applied aspects,
Mycorrhiza. 7: 139-153.
Mueller, J.G., Cerniglia, C.E., Pritchard, P.H. (1998). Bioremediation of environments
contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbon. In: Bioremediation: Principles and
Application, ed. R.L. Crawford & D.L. Crawford, Cambridge University Press, Cambridge,
pp. 125-194.
Munir, E., Hattori, T. and Shimada, M. (2005). Role of oxalate biosynthesis for the growth of
the copper tolerant wood-rotting fungi under environmental stress. The 55 th Annual
Meeting of the Japan Wood Research Society.
Roane, T.M., Pepper, I.L. and Miller, R.M. (1998). Microbial remediation of metals. In:
Bioremediation: Principles and Application, ed . R.L. Crawford & D.L. Crawford, pp. 312-
340.
Rosenberg, E. and Ron, E.Z. (1998). Bioremediation of petrolium contamination. In:
Bioremediation: Principles and Application, ed. R.L. Crawford & D.L. Crawford, Cambridge
University Press, Cambridge. pp. 100-124.
Sayer, J. and Gadd, G.M. (1997). Solubilization and transformation of insoluble inorganic
metal compounds to insoluble metal oxalates by Aspergillus niger, Mycol. Res. 106: 653-661.
Sharples, J.M., Meharg, A.A., Chambers, S.M. and Cairney, J.W.G. (2000). Symbiotic
solution to arsenic contamination, Nature 404: 951-952.