Biologi Laut
-
Upload
budi-susanto -
Category
Documents
-
view
85 -
download
0
Transcript of Biologi Laut
BIOLOGI LAUT
ORGANISME BENTOS
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Laut
Kelompok 8
Disusun oleh:
Bagus Eka 230110110058
Novia Ratna 230110110071
Budi Susanto 230110110085
Arfan 230110110109
Kenny Doenanke 230110110124
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANANJATINANGOR
2012
BENTOS
I. Ruang Lingkup Bentos
Salah satu kelompok organisme penyusun ekosistem laut adalah bentos. Bentos istilah
berasal dari Yunani untuk "kedalaman laut". Bentos adalah organisme yang hidup di dasar laut
dengan melekatkan diri pada substrat atau membenamkan diri di dalam sedimen. Mereka tinggal
di atau dekat sedimen laut lingkungan, dari kolam pasang surut di sepanjang tepi pantai, ke
benua rak, dan kemudian turun ke kedalaman abyssal. Daerah terkaya akan jumlah dan macam
organisme pada sistem muara-laut ialah daerah bentik, yang terbentang dari pasang naik sampai
suatu kedalaman di tempat tanaman sudah jarang tumbuh. Tubuh bentos banyak mengandung
mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau
kerangka bentos. Jika timbunannya sangat banyak rumah-rumah binatang karang ini akan
membentuk Gosong Karang, yaitu dataran di pantai yang terdiri dari batu karang. Selain Gosong
Karang ada juga Atol, yaitu pulau karang yang berbentuk cincin atau bulan sabit. Batu-batu
karang yang dihasilkan oleh bentos dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, rekreasi,
sebagai bahan bangunan dan lain-lain. Sedangkan zat kimia yang terkandung dalam tubuh bentos
bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan obat dan kosmetika.
Organisme bentik, seperti bintang laut, kerang, teripang, bintang rapuh, dan anemon laut,
memainkan peran penting sebagai sumber makanan bagi ikan dan manusia. (Setiadi, 1989).
Gambar 1. ekosistem bentos
II. Jenis Bentos
Berdasarkan Ukurannya
1. Makrobentos
Makrobentos adalah lebih besar, lebih terlihat, bentos yang lebih besar dari 0,5 mm. Beberapa
contoh adalah cacing polychaete , bivalvia , echinodermata , anemon laut , karang , spons,
turbellarians dan lebih besar krustasea seperti kepiting, lobster dan cumaceans .
2. Meiobentos
Meiobentos adalah bentos kecil yang kurang dari 0,5 mm, tetapi lebih besar dari 32 μm dalam
ukuran. Beberapa contoh adalah nematoda, foraminiferans, gastrotriches dan lebih kecil
krustasea seperti copepoda dan ostracodes .
3. Microbentos
Microbentos adalah bentos mikroskopis yang kurang dari 32 μm dalam ukuran. Beberapa contoh
adalah bakteri , diatom , siliata , amuba , Flagelata
Berdasarkan jenis
1. Zoobentos, merupakan hewan milik bentos tersebut.
2. Phytobentos merupakan tanaman milik bentos tersebut.
Menurut lokasi
1. Epibentos, merupakan organisme yang hidup di atas sedimen
2. Hyperbentos, merupakan organisme yang tinggal tepat di atas sedimen.
Cara Bentos Memperoleh Makanan
Sumber makanan utama untuk bentos adalah alga dan organik limpasan dari tanah. Di
perairan pantai dan tempat-tempat lain di mana cahaya mencapai bagian bawah, hewan bentik
seperti diatom yang mampu berfotosintesis dapat berkembang biak.
Adapun cara dari setiap bentos untuk memperoleh makanannya adalah sebagai berikut :
1. Filter feeder atau sering disebut suspension feeder, adalah hewan yang makan dengan menyaring
padatan tersuspensi dan partikel makanan dari air, biasanya dengan melewatkan air melalui
struktur penyaringan khusus. Contohya seperti spons dan bivalvia yang memiliki tubuh yang
keras. Proses ini dapat terjadi pada daerah yang berpasir.
2. Deposit feeders, adalah binatang atau hewan yang mengkonsumsi sisa-sisa makanan pada
substratum di bagian bawah air. Seperti polychaetes yang memiliki permukaan tubuh yang lunak.
Ikan, bintang laut, siput, cumi, dan krustasea yang merupakan predator.
Berdasarkan morfologi dan cara makannya, benthos dapat dikelompokkan menjadi
empat, yaitu
(1) benthos pemakan deposit yang selektif (selective deposit feeders) dengan bentuk
morfologi mulut yang sempit;
(2) benthos pemakan deposit yang tidak selektif (non-selective deposit feeders) dengan bentuk
morfologi mulut yang lebar;
(3) benthos pemakan alga (herbivorous feeders); dan
(4) benthos omnivora/predator (Heip et al. 1985; Gwyther & Fairweather 2002).
a. Grazers dan Serapers, adalah herbivor pemakan tumbuhan air dan periphyton. Taksa yang
termasuk ke dalam golongan ini adalah Ecdyonurussp. (Ephemeroptera), Gastropoda, Elmis sp.
dan Latelmis sp. (Coleoptera).
b. Shredders adalah detritivor pemakan partikel organik kasar. Takson yang tergolong ke dalam
golongan ini adalah Tipula sp. (Diptera), Neumora sp. (Plecoptera).
c. Collector adalah detritivor pemakan organik halus. Berdasarkan cara pengambilan
makanannya collector dapat dibagi dua yaitu filter feederdan deposit feeder. Golongan filter
feeder adalah collector yang mengambil makanan dengan cara menyaring materi yang terlarut di
dalam air. Karakteristik collector dari golongan ini adalah mempunyai fila di daerah mulut atau
kaki sebagai alat pengumpul makanan. Taksa yang termasuk golongan filter
feeder adalah Simulidae (Diptera), Rheotanytarsus sp., Hydropsyche sp. Golongan deposit
feeder adalahcollector yang mengambil makanan yang ada di permukaan dasar perairan. Taksa
yang termasuk golongan ini adalah Chiromonidae, Orthoeladine, Diamesiae.
d. Predator adalah carnivor pemakan hewan lain. Taksa yang termasuk golongan ini adalah
Tanypodidae (Diptera), Perla sp.,(Plecoptera) dan Hirudinae.
Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozoobentos berdasarkan
kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, yaitu kelompok intoleran,
fakultatif dan toleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang
dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya
organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan
kualitas. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi
lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun
organisme ini dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat
mentolerir tekanan lingkungan. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai
di perairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap
berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh
bahan organik. Jumlah organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat menunjukkan derajat
pencemaran.
Staub et all. dalam Wilhm (1975) menyatakan bahwa berdasarkan indeks keragaman
zoobentos, kualitas air dapat dikelompokkan atas: tercemar berat (0<H'<1), setengah
tercemar (1<H'<2), tercemar ringan (2<H'<3) dan tercemar sangat ringan (3<H<4,5). Kisaran
nilai H' tersebut merupakan bagian dari penilaian kualitas air yang dilakukan secara terpadu
dengan faktor fisika kimia air. Sedangkan Lee et all. (1978) menyatakan bahwa nilai indeks
keragaman (H) pada perairan tercemar berat, kecil dari satu (H<1), tercemar sedang (1,0 - 1,5),
tercemar ringan (1,6 – 2,0), dan tidak tercemar H besar dari dua (H>2,0).
Pentingnya Bentos
Bentos sebenarnya memiliki peranan yang penting dalam suatu ekosistem. Berikut ini akan
diuraikan pentingnya keberadaan bentos dalam suatu ekosistem.
1. Bentos berfungsi dalam proses rantai makanan
Bentos merupakan bagian penting dari rantai makanan, terutama untuk ikan. Banyak invertebrata
memakan alga dan bakteri, yang berada di ujung bawah rantai makanan. Beberapa rusak dan
makan daun dan bahan organik lainnya yang masuk air. Karena kelimpahan mereka dan posisi
sebagai "perantara" dalam rantai makanan air, bentos memainkan peran penting dalam aliran
alami energi dan nutrisi. Invertebrata bentos yang sudah mati akan membusuk dan kemudian
meninggalkan nutrisi yang digunakan kembali oleh tanaman air dan hewan lainnya dalam rantai
makanan.
2. Bentos dapat digunakan untuk melihat kualitas air pada suatu perairan
Tidak seperti ikan, bentos tidak bisa bergerak banyak sehingga mereka kurang mampu
menghindar dari efek sedimen dan polutan lain yang mengurangi kualitas air. Oleh karena itu,
bentos dapat memberikan informasi mengenai kualitas air sungai dan kualitas air danau. siklus
hidup lama mereka memungkinkan penelitian yang dilakukan oleh ahli ekologi akuatik untuk
menentukan setiap penurunan kualitas lingkungan. Bentos merupakan grup yang sangat beragam
hewan air, dan sejumlah besar spesies memiliki berbagai tanggapan terhadap stres seperti
polutan organik, sedimen, dan toxicants. bentik makroinvertebrata Banyak berumur panjang,
yang memungkinkan deteksi peristiwa masa lalu seperti pencemaran tumpahan pestisida dan
ilegal dumping.
III. Distribusi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaaan Makrozoobentos Di
Perairan Pesisir
Struktur komunitas zoobentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik.
Secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos adalah faktor
fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya; penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu
air; substrat dasar; kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen
(pH), dan nutrien. Sedangkan secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus
hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas (Tudorancea et all. 1979). Secara skematis,
Hawkes (1978) mengemukakan 14 faktor yang mempengaruhi keberadaan hewan bentos di
perairan, sembilan diantaranya merupakan faktor penentu kualitas perairan.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari
yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan (Odum, 1993). Di perairan
yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar
perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu
air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau
menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air
sampai skala tertentu akan mempercepat perkembang biakan organisme perairan.
Klein (1972) dalam Yusuf (1994), menyatakan bahwa suhu air yang tinggi dapat
menambah daya racun senyawa-senyawa beracun seperti NO3, NH3, dan NH3N terhadap hewan
akuatik, serta dapat mempercepat kegiatan metabolisme hewan akuatik. Sumber utama senyawa
ini berasal dari sampah dan limbah yang mengandung bahan organik protein.
Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan zoobentos dan organisme-organisme
akuatik lainnya (Odum, 1993). Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh faktor suhu, pada suhu tinggi
kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Tiap-tiap spesies biota
akuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap konsentrasi oksigen terlarut di
suatu perairan. Spesies yang mempunyai kisaran toleransi lebar terhadap oksigen penyebarannya
luas dan spesies yang mempunyai kisaran toleransi sempit hanya terdapat di tempat-tempat
tertentu saja. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO), Lee et al. (1978) mengelompokkan
kualitas perairan atas empat yaitu; tidak tercemar (> 6,5 mg/l), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mg/l),
tercemar sedang (2,0 – 4,4 mg/l) dan tercemar berat (< 2,0 mg/l).
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Pescod (1973)
menyatakan bahwa toleransi organisme air terhadap pH bervariasi. Hal ini tergantung, pada
suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis dan stadium
organisme.
Kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik
yang tinggi, akan tetapi belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe
substratpun ikut menentukan (Welch, 1952; Santos dan Umaly, 1989 dalam Izmiarti, 1990;
Lowe and Thompson, 1997).
Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang. Disamping itu
juga oleh kelandaian (slope) pantai. Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dan Barnes and
Hughes (1999) substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur,
lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang
yang lemah, subtrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai,
teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Sedangkan pada daerah pesisir yang
mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat
cenderung berpasir sampai berbatu.
Substrat lumpur, merupakan ciri dari estuaria dan rawa asin. Perbedaan utama dengan
wilayah pesisir dengan substrat berpasir adalah pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan
hadirnya gerakan gelombang. Oleh karena itu, daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut
terbuka. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup
banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini. Namun, berlimpahnya partikel organik
yang halus yang mengendap di dataran lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat
permukaan alat pernafasan.
Bentos yang dominan hidup di daerah substrat berlumpur tergolong dalam “suspended
feeder”. Diantara yang umum ditemukan adalah kelompok Polychaeta, Bivalva, Crustaceae,
Echinodermata dan Bakteri. Disamping itu juga ditemukan gastropoda dengan indeks
keanekaragaman yang rendah serta lamun yang berperan meningkatkan kehadiran bentos.
Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni oleh kehidupan
makroskopik, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat.
Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom
yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organik diimpor baik dalam bentuk materi
organik terlarut (DOM) atau partikel (POM). Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang
tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan
partikel substrat. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir
adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam
pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 – 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir
dalam ruang interaksi. Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang
banyak ditemukan adalah kelompok suspended feeder dan karnivor. Organisme yang dominan
adalah polychaeta, bivalva dan crustacea.
Daerah pesisir dengan substrat berbatu merupakan daerah yang paling padat
makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun
tumbuhan. Komunitas biota di daerah pantai berbatu jauh lebih kompleks dari daerah lain
karena bervariasinya relung (niche) ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-celah dan
permukaan batu serta hubungan yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu
dan faktor lainnya. Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang
banyak ditemukan termasuk kelompok herbivora, scavenger, suspended feeder dan predator.
Organisme bentos yang dominan adalah kelompok epifauna, seperti gastropoda, crustacea,
bivalva dan echinodermata.
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi zoobentos. Dasar perairan yang
kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi
stratifikasi komunitas menurut kedalaman. Pada perairan yang lebih dalam makrozoobentos
mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar. Karena itu makrozoobentos yang
hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak. Berdasarkan kedalaman laut Wright (1984),
mengelompokkan keberadaan hewan bentos dibagi atas tiga zone yaitu (1) zona intertidal
(intertidal zone), (2) zona paparan benua (continental shelf) dan (3) zona laut dalam (deep sea).
Faktor fisika kimia lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberadaan
makrozoobentos di perairan pesisir adalah salinitas dan keterbukaan wilayah pesisir selama
pasang surut serta buangan limbah, baik yang mengandung senyawa-senyawa beracun (toksin)
maupun logam berat.
Daerah pasang surut khususnya pada daerah intertidal, memiliki kondisi kritis, dimana suhu
pada wilayah ini bisa berbeda sangat ekstrim sebagaimana halnya salinitas. Pasang naik dan
turun menyebabkan hamparan intertidal terendam air atau kontak langsung dengan udara terbuka
selama interval waktu tertentu. Pada saat pasang turun (terpapar), kondisi permukaan substrat
dasar yang menjadi habitat hidup bentos mengalami kering karena adanya penguapan yang
mengakibatkan terjadi peningkatan suhu dan salinitas yang cepat bahkan dapat mencapai batas
letal organisme. Disamping itu, bentos juga dapat mati disebabkan oleh kehabisan air. Disisi
lain, adanya genangan pasang-surut, dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika
hujan deras sehingga terjadi penurunan salinitas yang mendadak.
Buangan limbah, baik yang mengandung senyawa-senyawa beracun (toksit) maupun logam
berat, merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos di perairan
pesisir. Bahan-bahan ini berasal dari daerah aliran sungai maupun areal pemukiman – kota
dipinggiran pantai serta kawasan atau industri yang membuang limbah ke laut.
Eisherth (1990) mengelompokkan empat kategori limbah yang dapat mencemari wilayah
pesisir, yaitu : (1) pencemaran limbah industri (industrial pollution) seperti industri pulp, kertas,
pengolahan makanan dan industri farmasi-kimia, (2) pencemaran sampah/limbah domestik
(sewage pollution) yang umumnya mengandung bahan organik, (3) pencemaran karena
sedimentasi (sedimentation pollution) akibat adanya erosi di daerah hulu sungai, dan (4)
pencemaran oleh aktifitas pertanian (agriculture pollution) yakni dengan adanya penggunaan
pestisida.
IV. Adaptasi Bentos
Masing-masing bentik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi ekologi sejalan
dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan mekanisme adaptasi. Hal tersebut
memungkinkan faktor-faktor ekologik mengatur komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam
menghadapi perubahan kondisi lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai
bentuk adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh,
adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh serta
mengembangkan alat pelekat. Semua organisme bentik berukuran sangat kecil. Adaptasi yang
sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh bentik
berkisar 0.63– 1 mm (63–1.000 μm). Kebanyakan organisme bentik mempunyai bentuk tubuh
memanjang atau seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya bentik melakukan
pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti flat, organisme
bentik dapat melekatkan dirinya pada ruang yang sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar
bentik dapat tetap tinggal dalam ruang sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh
selama proses suspensi kembali (resuspensi) ke atas. Dalam lingkungan sedimen yang gelap,
bentik melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya (Webber & Thurman,
1999).
V. Teknik Sampling
1.Grab Sampler
a. Bottom Sediment Grab Sampler
Pengambilan contoh (sampel) sedimen dasar laut biasa dilakukan dengan alat
yang dinamakan Grab sampler.
b. Benthic Sediment Bottom Sampler
Alat ini berguna untuk mengambil contoh (sampel) yang tepat dari sebuah
konstruksi/bentuk sedimen dasar. Bagian dalam dari sampler (alat pengambil sampel
sedimen dasar) harus masuk cukup dalam pada semua kedalaman sampel.
2.Core Sampler
a. Kapal Keruk Sederhana
Bucket dredger
Bucket dredger adalah jenis tertua dari suatu kapal keruk. Biasanya dilengkapi
dengan beberapa alat seperti timba / bucket yang bergerak secara simultan untuk
mengangkat sedimen dari dasar air. Varian dari Bucket dredger ini adalah Bucket Wheel
Dredger.
b.Kapal Keruk Modern
Kapal Keruk Berisi udara (Pneumatic Dredger)
Kapal Keruk atau dalam bahasa Inggris sering disebut dredger merupakan kapal
yang memiliki peralatan khusus untuk melakukan pengerukan.
DAFTAR PUSTAKA
Mutia. 2012. Laporan Bentos. http://mutia-analiz40.blogspot.com/2012/08/laporan-bentos.html.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013
Anonym. 2011. Bentos. http://zonabawah.blogspot.com/2011/05/pengertian-tentang-
benthos.html. Diakses pada tanggal 28 Februari 2013
Cicilia. 2011. Laporan Praktikum Bentos. http://cyeciliapical.blogspot.com/2011/08/laporan-
praktikum-benthos.html. Diakses pada tanggal 28 Februari 2013
Santosa, doddy. 2010. Organisme Bentos.
http://doddysantosa-doddysantosa.blogspot.com/2010/11/organisme-benthos.html.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013
Mutiara. 2012. Laporan Bentos. http://mutia-analiz40.blogspot.com/search?q=laporan+bentos.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013