Biografi Phenomenologi Grounded Theory
Transcript of Biografi Phenomenologi Grounded Theory
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 1
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Alternatif Riset Kualitatif Sains Akuntansi:
Biografi, Phenomenologi, Grounded Theory,
Critical Ethnografi dan Case Study
Eko Ganis Sukoharsono
Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya
Abstrak
Telah disadari bahwa sains akuntansi bagian dari ilmu
sosial „wajib‟ menjelaskan penomena akuntansi dalam
kompleksitas kehidupan sosial. Kompleksitas tersebut
terangkai dalam multi-dimensi sosial. Hal ini sebagai akibat
bahwa akuntansi dapat „hadir‟ dalam dimensi sosial dari
yang terkecil (individu) sampai dengan kelompok „super
besar‟ (multi-national companies dan Negara), bahkan pula
dari „masa lampau, terkini hingga ke masa mendatang. Studi
ini dimaksudkan memberikan pemcerahan keragaman
(multi-paradigma) alternatif riset kualitatif sains akuntansi. 5
(lima) alternatif dipilih sebagai pola pembandingan untuk
lebih mendekatkan sains akuntansi dalam konteks sosial.
Pendahuluan
Saya berpendapat bahwa disadari atau tidak riset „kualitatif‟ sains
akuntansi adalah istilah populer yang selalu dipakai untuk menyandingkan
dengan riset „kuantitatif‟. Sekalipun pada pemahaman yang mendalam dikotomi
itu tidaklah tepat. Posisi riset kualitatif punya banyak warna, bentuk, macam,
perilaku diskursus dan „rasa‟ (Lihat Sukoharsono, 2005 dan 2004a,b). Kita
mengenal constructivist, interpretivists, feminists, methodologists,
postmodenists, structuralists, critical theorists, deconstructivist dan masih banyak
yang lain. Kemudian secara populer berbagai macam warna perspektif tersebut
dibuatlah label tunggal, sekalipun istilah itu penuh perdebatan, yaitu dengan
istilah populer riset „kualitatif‟. Diskursus populer ini tidak bisa saya
menolaknya begitu saja, sehingga dalam banyak hal dalam studi ini juga
menyebutkan istilah tersebut dengan riset kualitatif. Hanya karena diawal
paragraph ini telah memberikan pemahaman tentang banyak warna, bentuk dan
rasa akan riset kualitatif, berbedaan tersebut telah terpahamkan (baca Burell dan
Morgan, 1979).
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 2
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Dalam banyak hal, riset kualitatif sains akuntansi sering dipahami sebagai
proses riset yang memerlukan waktu yang panjang dan melelahkan, bahkan
ekstrimnya „sulit‟ menentukan „benang merah‟nya. Pendek kata „benang merah‟
dalam riset kualitatif tidak akan pernah diketemukan, ini sebagai akibat bahwa
memang sejak awal „benang merah‟ itu tidak ada dan tidak akan pernah ada.
Untuk menjawab semua ini ada beberapa pertanyaan yang sengaja didahulukan
untuk memberikan keutuhan terhadap apa sebenarnya riset kualitatif itu.
Pertanyaan yang akan didiskusikan meliputi:
Bagaimana riset kualitatif didefinisikan?
Mengapa kita memilih riset kualitatif?
Keputusan awal bagaimana yang diperlukan?
Jenis-jenis pertanyaan bagaimana yang perlu ditanyakan? Informasi yang
perlu dikumpulkan? Analisa yang dilakukan?
Bagaimana data dan analisa direpresentasikan kedalam narasi?
Bagaimana kita mengevaluasi dan menilai kualitas hasil riset dan
mengecek keakuratannya?
Bagaimana format riset itu didesain?
Mendifinisikan Riset Kualitatif
Untuk mendefinisikan itu, saya akan melakukan pola membandingkan
beberapa perbedaan perspektik tentang hal-hal yang berkenaan dengan riset
kualitatif. Beberapa skolar ternama saya pinjam untuk menjelaskan bagaimana
riset kualitatif itu didefinikan.
Pertama adalah Denzin dan Lincoln (1994). Mereka mendefinikan riset
kualitatif sebagai berikut:
Qualitative research is multimethod in focus, involving an
interpretive, naturalistic approach to its subject matter. This
means that qualitative researchers study things in their natural
settings, attempting to make sense of or interpret phenomena in
terms of the meanings people bring to them. Qualitative research
involves the studied use and collection of a variety of empirical
materials – case study, personal experience, introspective, life
story, interview, observational, historical, interactional, and
visual texts – that describe routine and problematic moments and
meaning in individuals‟ lives (Denzin and Lincoln, 1994:2)
Definisi ini memberikan pemahaman bahwa riset kualitatif diletakkan pada
landasan asumsi filsafat „grounded‟(pendekatan interpretif dan naturalistik),
sumber informasi multiple dan pendekatan naratif kepada penelitinya. Tidak
mengherankan apabila melakukan riset dengan cara ini, peneliti dituntut untuk
memahami asumsi-asumsi philosophy tentang objek dan subjek risetnya: mulai
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 3
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
dari Ontology, Epistemology, Axiology, Rhetorics dan hingga ke Methodology
nya.
Definisi yang relatif sama juga dikemukakan oleh Chreswell (1997).
Chreswell menekankan pada compleksitas dan holistic proses di riset kualitatif.
Secara lengkap Chreswell mendefinisikan bahwa
qualitative research is an inquiry process of understanding based
on distinct methodological traditions of inquiry that explore a
social or human problem. The researcher builds a complex,
holistic picture, analyzes words, reports detailed views of
informants, and conducts the study in a natural setting.
Keduanya mempunya spirit yang sama terhadap pola kualitatif harus
terpahamkan. Secara seksama membangun riset kualitatif harus siap masuk
dalam mekanisme yang tidak sederhana atau bahkan ingin menyederhanakan.
Pandangan demikian akan mereduksi realitas objek. Sehingga kompleks
penomena harus dipersiapan, holistic picture, variasi warna dan rasa, hingga
pada proses pelaporan yang detail diperlukan. Kesemuanya ini untuk
mewujudkan bahwa memecahkan persoalan tidaklah dengan „serpihan‟ atau
„mereduksi‟ realitas, tetapi keutuhan gambar dan warna, bahkan hal yang kontras
sekalipun dilaporkan.
Alasan Menggunakan Riset Kualitatif
Menggunakan Riset Kualitatif bukan tanpa maksud. Banyak peneliti
memilih metode hanya karena „by accident‟, sebagai akibat seolah tidak ada
pilihan. Ketidaktahuan peneliti akan alternative metode sering membuat seolah
pembuktian secara scientific hanya satu dan tanpa alternatif. Dari definisi riset
kualitatif diatas, terlihat bahwa ada pola distinctif dalam melakukan riset.
Sebagaimana Denzin dan Lincoln (1994), riset kualitatif mempunyai tipikal yang
multi metode yang melibatkan proses interpretif dan naturalistik.
Alasan mengapa peneliti menggunakan riset kualitatif? Barangkali setiap
peneliti mempunyai jawaban beragam. Akan tetapi secara idealistik, melakukan
riset kualitatif memerlukan „ a strong commitment to study a problem‟ dan
„demands time and resources‟. Sulit dipungkiri bahwa tanpa komitmen yang
kuat, waktu yang memadai dan sumber data yang reliable, riset kualitatif hanya
akan menghasilkan serpihan fakta yang tidak utuh, dan bahkan story untold and
incompleted.
Riset kualitatif adalah bukan hanya sekedar menggantikan riset
kuantitatif atau bahkan tidak untuk „menghidar‟ dari mekanistik statistik. Berikut
adalah alasan mengapa peneliti memilih riset kualitatif:
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 4
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Commit to extensive time in the field. Pada alasan ini
peneliti harus mempunyai komitmen yang kuat untuk
lebih banyak meluangkan waktu di lapangan dalam
proses melakukan riset. Banyak waktu dilapangan harus
dimaknai bahwa „extensive collect data, getting an
appropriate access to the research object, becoming
„insider‟ perspective dan juga menjadi partisipan yang
aktif.
Engage in the complex, time-consuming process of data
analysis. Peneliti harus dengan sengaja menyiapkan
waktu untuk memasuki arena riset yang kompleks dalam
menganalisis dan menginterpretasikan data. Pemaknaan
data akan sulit dan bahkan ekstrem tidak akan mungkin
muncul dalam kilatan waktu. Memasuki konteks atas
objek riset adalah kuncinya dan ini perlu waktu.
Tulisan yang „panjang‟ dan „tebal‟ (long and tick
passages). Akibat dari pembuktian secara „substantif‟,
tulisan riset harus mengekspresikan dengan analisa dan
retorika yang „panjang‟ dan „tebal‟. Pola penyedehanaan
akan makna yang distudi hampir terhindarkan, sehingga
tidak ada jalan lain kecuali dengan memberikan ekspresi
akan kata yang „dalam‟ dan „panjang‟.
Ingin berpartisipasi dalam objek riset setting yang
dibangun. Keinginan ini merupakan spirit peneliti
kualitatif untuk dapat langsung ikut merasakan dan
mewarnai apa yang sedang terjadi. Mendekatkan diri
peneliti kedalam riset setting merupakan unsur penting
untuk mengkonstruksi dan menganalisis riset objek.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 5
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Lima Tradisi Riset Kualitatif
Banyak metode riset kualitatif yang dapat dipakai dalam proses
investigasi objek yang distudi. Mereka mempunyai tipikal dan cara yang beda
dalam proses dan adaptasi terhadap riset problem mereka. Tulisan ini hanya akan
dikemukan ada lima tradisi yang barangkali sering dipakai sebagai diskursus
untuk proses riset. Kelima tradisi tersebut adalah biography, phenomenology,
grounded theory, ethnography, dan case study.
Riset Biografi
Riset biography memfokuskan pada studi atas seseorang (individu) atau
pengalaman seseorang yang diceritakan kepada peneliti atau diperoleh melalui
dokumentasi dan atau arsip. Denzin (1989a) mendefinisikan metode biography
sebagai “studied use and collection of life documents that describe turning point
moments in an individual‟s life (p.69). Studi ini mengeksplorasi kehidupan
seseorang yang sedang tenar/ terkenal, seorang yang marginal, seorang
negarawan, manajer yang sukses, orang kaya raya dan seorang yang fenomenal.
Kesemuanya ini dapat juga berupa biografi, otobiografi, life history dan oral
history. Bahkan secara khusus Denzin menyebutkan pula bentuk „interpretive
biografi‟. Interpretif biografi meletakkan pemahaman dan pengalaman seseorang
kepada peneliti. “We create the persons we write about, just as they create
themselves when they engage in storytelling practices” (p.82).
Tulisan biografi mempunyai akar disiplin ilmu yang beragam dan pada
tahun belakangan ini telah banyak penelitian dan bahkan disertasi tentang ini
(lihat Gaffikin, 1986). Pada awalnya metode ilmiah ini telah menjadi tradisi
metode di disiplin ilmu history, antropologi, sosiologi dan psikologi. Namun
belakangan telah banyak metode ini diadopsi oleh ilmu social lain termasuk sains
akuntansi.
Secara khusus pemahaman metode biografi ini terinspirasi dari perspektif
sosiologi yang dikembangkan oleh Plummer (1983) dan Denzin (1989a, b).
Plummer (1983) mengkonsentrasikan pada evolusi „documents of life‟ research.
Sementara Denzin memfokuskan pada „history of a life‟. Biografi itu sendiri
telah mempunyai beberapa pencabangan metode yang satu dengan yang lain
mempunyai tipikal yang berbeda-beda, yang terdiri dari metode biografi,
otobiografi, life history dan oral history.
Biografi menitikberatkan pada sejarah kehidupan seseorang yang ditulis
oleh peneliti lain. Metode ini lebih populer dibandingkan dengan yang lain sebab
banyak penelitian ilmiah dilakukan dengan metode ini terutama di US, AUS dan
Europan Universities.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 6
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Otobiografi menitikberatkan tentang penulisansejarah dirinya yang ditulis
sendiri. Hampir tidak ada penelitian ilmiah menggunakan ini. Sebab hal yang
ironi menulis sebuah thesis atau disertasi tentang dirinya sendiri.
Life history adalah jenis metode yang juga populer dikalangan peneliti
tingkat master dan doktor di banyak perguruan tinggi di Negara-negara maju.
Life history merupakan pendekatan penelitian biografi yang ditemukan di social
sciences dan anthropology. Life history menekankan bahwa seorang peneliti
melaporkan tentang kehidupan individu dan bagaimana hal itu direflesikan
dengan tema-tema kultur yang berkembang di masyarakat, tema-tema personal,
tema-tema institusional dan tema-tema social history.
Oral history membedakan pada pendekatan bahwa peneliti
mengumpulkan data personal tentang kejadian, sebab akibat atau pengaruh
seseorang atau beberapa orang. Data ini dapat berupa dokumen yang telah ditulis
oleh orang yg sudah meninggal dunia atau mereka yang masih hidup.
Phenomenology
Riset phenomenology mendeskripsikan tentang pengalaman hidup
beberapa orang tentang sebuah konsep atau phenomena. Peneliti phenomenology
mengeksplorasi struktur kesadaran dan pemahaman pengalaman manusia.
Metode ini berakar dari perspektif philosophy nya Edmund Husserl (1859-1938)
dan beberapa filosof terkenal seperti Heidegger, Sartre, dan Merleau-Ponty.
Yang kemudian ini dikembangkan dan dipergunakan untuk menjelaskan
problematika di social dan human sciences, seperti sosiologi (Borgatta dan
Borgatta, 1992; Swingewood, 1991), dan psikologi (Giorgi, 1985; Polkinghorne,
1989, 1994).
Riset phenomenology memfungsikan „general guidelines or outlines, and
researchers are expected to develop plans of study especially suited to
understanding the particular experiential phenomenon that is the object of their
study‟ (Polkinghorne, 1989: 44). Hal tersebut dijadikan pola dasar membangun
phenomena yang akan diriset. Untuk labih memahami tentang metode ini,
berikut ada beberapa langkah yang penting untuk diimplementasikan dalam
konteks riset phenomenology. Pertama, peneliti harus memahami perspektif
philosophy dari apa phenomenology ini secara solid. Kedua, objek dan partisipan
dari study yang dipilih tersebut harus secara hati-hati diputuskan, khususnya
partisipan yang terlibat harus mempunyai pengalaman terhadap phenomena
tersebut. Ketiga, tipikal data diperoleh dari „long interviews‟ yang diikuti dengan
self refleksi dari peneliti tersebut. Keempat, peneliti harus melaporkan
pemahaman akan phenomena yang distudi dari pengalaman partisipan yang
terlibat dan menganalisanya secara intersubjective ways.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 7
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Grounded Theory
Riset phenomenology menekankan pada pemberian makna atas suatu
pengalaman dari beberapa orang dalam phenomena tersebut. Sementara
grounded theory menekankan pada „discover a theory‟. Jadi grounded theory
oleh para ahli ilmu social, secara khusus ahli sosiologi mengemukakan tentang
„menemukan teori berdasar data empiris‟, bukan membangun teori secara
deduktif logis. Metode ini menginvestigasi sesuatu dari individu-individu yang
berinteraksi, „take action‟ atau mereka yang masuk dan merespon kedalam
proses atas phenomena tersebut. Untuk melakukan riset bagaimana individu-
individu beraksi dan bereaksi terhadap penemena nya, peneliti utamanya
mengumpulkan data melalui interview, melakukan multiple visits ke lapangan,
membangun dan merelasikan kategori-kategori informasi, menulis proposisi teori
dan kemudian memvisualisasikan teori yang dibangun tersebut.
Tantangan yang dihadapi peneliti dalam mengadopsi metode grounded
teori ini adalah pertama, peneliti diharapkan mempunyai ide-ide dan dugaan
secara teoritis, sehingga terbentuk pemahaman secara analitis dan substantive
teori akan muncul, kedua, peneliti harus menyadari bahwa metode ini adalah
pendekatan sistemik dan harus melalui langkah-langkah untuk analisa data,
ketiga, peneliti seringkali akan mengalami kesulitan menentukan kapan
informasi tersebut detail dan cukup, keempat, peneliti harus menyadari bahwa
outcome riset ini adalah menemukan sebuah teori dengan komponen yang
spesifik.
Critical Ethnography (Ethnograpgy Kritis)
Ethnography Kritis merupakan metode riset yang secara kritis
mendeskripsikan dan menginterpretasikan sistem kultur dan grup sosial. Merode
ini adalah hasil dari proses dialektika, pada satu titik tumbuh ketidakpuasan
dengan struktur masyarakat berupa kelas social, patriakhat dan rasialis, sehingga
manusia sebagai pelaku sosial human tidak dapat tampil. Yang tampil adalah
representasi kelas dan ras.
Sebagai sebuah metode riset, ethnography kritis mempunyai tipikal
proses yaitu observasi yang panjang terhadap sosial grup yang diriset dan
peneliti masuk sebagai partisipan aktif dalam grup tersebut (lihat Sukoharsono,
2004b). Peneliti memfokuskan pada pemaknaan akan perilaku, bahasa dan
interaksi dalam sosial grup tersebut. Peneliti sebagai partisipan dalam social grup
tersebut akan selalu menelaah secara kritis atas temuan status quo yang terjadi
dalam grup tersebut. Perombakan akan mungkin diinterpretasikan dalam konteks
terjadi dinamika perubahan sistem dalam grup.
Perlu dipahami bahwa mengapa muncul dengan label „ethnography
kritis‟? Metode ethnography sendiri telah mengalami perubahan dan
perkembangan. Hal ini sejalan dengan dinamika yang tumbuh dalam metode
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 8
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
tersebut. Ada yang dikenal dengan „ethnologi Orientalis‟ yang mengedepankan
pandangan bahwa studi ini memberikan warna bahwa budaya banyak orang di
Timur adalah inferior disbanding dengan budaya Barat. Kemudian muncul
dengan pengembangan yang disebut dengan „Ethnography‟, ini muncul pada era
positivisme, tetapi bersifat idiografik yang lebih mendeskripsikan budaya dan
tradisi yang ada. Era postpositivist menjadilah „ethnometodology‟ dengan
perintisnya adalah Garfinkel. Ethnometodology mengedepankan pola pikir
keyakinan, budaya dan tradisi dengan kerangka yang dipahami oleh masyarakat
itu sendiri, bukan dengan frame atau kriteria barat.
Tantangan peneliti dengan menggunakan metode Ethnography Kritis
adalah pertama, peneliti harus memasuki konteks kultur dan tradisi yang diriset
dengan seksama, kedua, peneliti harus meluangkan konsep waktu secara intensif
dan ekstensif terhadap data yang diperoleh, ketiga, peneliti menarasikan dalam
model narasi dengan pendekatan storytelling, ke empat, sangat dimungkinkan
peneliti menjadikan dirinya „go native‟ dan „go adventure‟ ke kultur dan tradisi
yang diteliti.
Case Study
Studi Kasus mempunyai popularitas untuk melakukan riset. Hanya sering
kita dapati studi kasus dipahami hanya sepenggal dan keluar konteks. Studi kasus
adalah studi untuk mengeksplorasi suatu (atau beberapa) struktur sistem atau
kasus secara detail. Sukoharsono (2004a) mengemukakan bahwa studi kasus
melipbatkan “in-depth data collection involving multiple sources of information
rich in context.”
Studi kasus merekomendasikan bahwa peneliti harus mempertimbangkan
tipikal kasus yang bagaimana yang akan diriset menarik dan bermanfaat. Kasus
dapat dipilih secara tunggal ataupun kolekstif, multi-sites atau within-sites, dan
dapat difokuskan kepada sebuah kasus atau isu (intrinsic atau instrumental).
Yin (1989) memberikan rekomendasi ada enam tipe informasi yang dapat
dilakukan. Enam tipe informasi tersebut adalah dokumentasi, catatan arsip,
interview, observasi langsung, observasi berpartisipasi dan physical artifacts. Yin
(1989) juga menambahkan bahwa tipikal analisis dapat dilakukan dengan cara
holistic analysis dari semua kasus atau dipilih secara spesifik saja.
Secara khusus studi kasus menantang peneliti untuk hal-hal berikut ini:
Pertama, peneliti harus mampu memilih kasus atau isu yang memang menarik,
bermanfaat dan berharga. Peneliti harus mampu pula memberikan batasan kasus
dalam sebuah sistem yang jelas, Kedua, peneliti harus memilih dengan
mempertimbangkan kasus tunggal atau multi. Hal ini sering mempunyai
konsekuensi ke dalaman dalam proses analysis dan waktu yang diperlukan.
Semakin banyak kasus akan sering berakibat analisa tidak cukup mendalam.
Ketiga, waktu yang diperlukan harus cukup menelaah kasus yang dipilih. Proses
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 9
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia,
Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
simplifikasi dan sporadic akan melemahkan pemaknaan hasil riset. Keempat,
peneliti hatus mampu memberikan laporan secara jelas dan detail tentang
bagaimana proses mengawali dan mengakhiri riset.
Dari kelima tradisi riset diatas memiliki tipikal masing-masing. Satu
dengan yang lain memiliki ke khas an yang berbeda. Apabila kita bandingkan
diantara kelima tradisi riset tersebut pada tiap-tiap tradisi riset mempunyai
strategi dan sentra isu yang berbeda dalam proses melakukan riset. Menjelaskan
dan memaknakan sebuah arti kehidupan akan beda dengan pola membangun
sebuah teori dan atau menjelaskan perilaku dari sebuah organisasi. Walaupun
setelah ditelusuri asal mula disiplin itu darimana dan agaknya overlap dengan
yang lain, beberapa tradisi riset mempunyai origin disiplin tunggal yaitu
Grounded Theory berasal dari Sociology dan Ethnography berasal dari
anthropology dan sociology. Lain dengan Biography dan Case Study, mereka
mempunyai pola perkembangan yang interdisiplin dan berevolusi.
Pola pengumpulan data juga demikian, mereka secara tradisi berbeda
sekalipun ada beberapa yang overlapping. Critical ethnography secara lebih
intensif di observasi. Berbeda untuk grouded theory, interview lebih ditekankan.
Ketidaksamaan ini memberikan peluang dalam pola analisa terhadap data yang
dikumpulkan juga dapat bervariasi.
Secara lengkap gambaran terhadap 5 (lima) tradisi riset yang berbeda dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 10
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
DIMENSI PERBANDINGAN 5 (LIMA) ALTERNATIF RISET KUALITATIF
No Dimension Biography Phenomenology Grounded
Theory Critical Ethnography Case Study
1 Fokus Mengeksplorasi Kehidupan Individu
Menganalisa pemahaman intisari pengalaman pada sebuah penomena
Membangun teori berdasar data empiris
Mendeskripsikan dan menginterpretasikan kultur dan grup sosial
Membangun analisa secara mendalam atas kasus tunggal atau multi-kasus
2 Awal Mula
Disiplin Ilmu
Anthropology Philosophy Sociology Cultural anthropology Political Sciences
Literature Sociology Sociology Sociology
History Psychology Urban Studies
Psychology Other Social Sciences
Sociology
3 Pengumpulan Data
Interview dan arsip dokumen
Interview secara mendalam sampai dg 10 informan yg ‘sesuai’
Interview secara mendalam 20-30 informan yg ‘sesuai’ & terkategori dg teori detai
Pengamatan dan interview dg waktu yg relatif panjang (contoh: 6-12 bulan)
Multi-sumber dokumen, arsip, interview, observasi, dan benda2 fisik
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 11
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
No Dimension Biography Phenomenology Grounded
Theory Critical Ethnography Case Study
4 Analisa Data
Cerita logis (Stories)
Pernyataan Open coding Deskripsi kritis Deskripsi
Epiphanies Pemaknaan Axial coding Analisa kritis Bertema
Kandungan Sejarah
Makna tema Selective coding Interpretasi kritis Pernyataan
Deskripsi atas pengalaman
Conditional matrix
5 Bentuk Narasi Laporan
Detailed picture of an individual's life
Description of the 'essence' of the experience
Theory and theoretical model
Critical description of the cultural behaviour of a group or an individual
In-depth study of a case or cases
Adaptasi dari Creswell (1997)
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 12
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi
Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Pengumpulan Data (Data Collection)
Kegiatan riset selalu terkait dengan makanisme pengumpulan data.
Pengumpulan data merupakan interrelasi dengan pertanyaan riset (research
questions). Riset kualitatif mempunyai tipikal tersendiri dalam pengumpulan
data. Hal ini terkait dengan „getting access‟ ke objek yang di riset. Data
tidak begitu saja turun dari langit atau dengan tiba-tiba muncul atau ada.
Pengumpulan data harus dilakukan dengan „by designed‟. Tipikal yang lain
dari riset kualitatif tentang pengumpulan data adalah peneliti terikat dengan
sedekat mungkin memposisikan diri dengan data. Jarak antara data dengan
peneliti secara idealis harus „embedded‟ (melekat). Tidak jarang para
peneliti kualitatif memikirkan gaining access into the research object
memerlukan waktu dan strategi yang tepat.
Sekali peneliti menyeleksi cara memilih dan mendapatkan data baik
dari orang atau dari pengamatan lapangan, keputusan harus segera dibuat
untuk memastikan bahwa data yang akan terkumpul nantinya adalah data
yang tepat dan akurat. Pendekatan yang tepat harus segera mengikutinya.
Banyak cara untuk pengambilan keputusan itu. Hanya proses ini jangan
dianggap sepele atau bahkan dianggap tidak penting. Kesalahan
memperoleh data akan berakibat gagalnya riset yang dilakukan.
Persiapan dan pilihan akan perspektif philosophy dalam perolehan
data juga perlu dipertimbangkan. Tidak semua teknik perolehan data
memiliki kecocokan dengan perspektif yang dipilih. Secara epistemology,
riset kualitatif mempunyai tipikal untuk memperoleh data secara khusus.
Hal ini memerlukan „calling back‟ atau pengingatan kembali dengan
perspektif apa yang dipilih dalam riset tersbut, agar supaya tidak terjadi
misleading informasi dan berakibat pada gagalnya pemaknaan riset.
Dari ke 5 (lima) tradisi riset kualitatif dalam proses proses
pengumpulan data, analisis dan interpretasi data dapat dilihat pada table
beriku ini.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 13
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
5 (LIMA) ALTERNATIF KUALITATIF RISET DAN PENGUMPULAN DATA
No
Aktivitas Pengumpulan
Data Biography Phenomenology
Grounded Theory
Ethnography Studi Kasus
1 Riset tradisinya yang bagaimana? Objek/ Individu
Single individu, accessible dan distinctive
Multiple individuals who have experienced the phenomenon
Multiple individuals who have responded to action or participated in a process about central phenomenon
Members of a culture, sharing group or individuals representative of the group
Kasus pada sistem yg spesifik seperti sebuah proses, aktivitas, kejadian, group, perusahaan atau multipel individuals
2
Tipikal Akses dan Melaporkan Isu yang Bagaimana?
Memperoleh izin dari individu tersebut, Memperoleh akses informasi yg tersimpan dalam arsip
Memilih orang-orang yg mempunyai pengalaman atas phenomena tersebut
Locating a homogeneous sample
memperoleh akses dari senior atau pemimpin
memperoleh akses dari senior atau pemimpin
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 14
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
3
Bagaimana Menyeleksi Objek atau Individu utk di Riset? (Purposeful Sampling Strategies)
Strateginya bergantung pada individu yg dipilih (eg. Convinient, political important, typical, a critical case)
Memilih orang-orang yg mempunyai pengalaman atas phenomena tersebut
Memilih homogen sample, a 'theory-based sample, a 'theoretical' sample
Memilih a culture group yg distinctive dan representatif
Memilih satu atau beberapa kasus, kasus yg sangat tipikal atau ekstrim
4
Jenis Tipikal Informasi yang Bagaimana utk Diseleksi? (Bentuk Datanya)
Dokumen, arsip, open-ended interviews, subject journaling, observasi partisipan, casul chatting
Menginterview sampai dengan/ atau +/- 10 orang
Utamanya menginterview 20-30 orang utk mendapatkan informasi secara detail
Sebagai partisipan dlm kultur group, interview dan dokumentasi
Dokumen, catatan kerja, interview, observasi
5
Bagaimana Informasi Tersebut di Catat? (Recording Informasi)
Catatan, agenda interview
Long interview protocol
Memo, catatan hasil interview
Catatan Lapangan, Hasil interview memo, observasi
Catatan lapangan, memo, interview dan hasil observasi
6
Bagaimana Informasi tersebut Disimpan? (Storing Data)
Folder files, computer files
Transkrip, computer files
Transkrip. Computer files
Catatan lapangan, Transkrip, Computer Files
Catatan lapangan, Transkrip, Computer Files
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 15
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
KE 5 (LIMA) ALTERNATIF RISET KUALITATIF
No Data Analysis
and Interpretation
Biography Phenomenology Grounded Theory Ethnography Case Study
1 Mengelola Data Membuat dan mengorganisasi data secara teratur
Membuat dan mengorganisasi data secara teratur
Membuat dan mengorganisasi data secara teratur
Membuat dan mengorganisasi data secara teratur
Membuat dan mengorganisasi data secara teratur
2 Membaca dan membuat catatan
Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan
Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan
Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan
Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan
Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan
3 Mendeskripsikan Describe objective set of experience - chronology of life
Describing the meaning of the experience for researcher
Describe the social setting, actors, events, draw picture of setting
Describe the case and its context
4 Mengklasifikasi Mengidentifikasikan ‘cerita’ logis
Find and list statements of meaning for individuals
Engage in axial coding-casual condition, context, intervening conditions, strategies, consequencies
Analysing data for themes and patterned regularities
Use categorical aggregation
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 16
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Locate epiphanies Group statements into meaning units
Engage in open coding - categories, properties
Establish patterns of categories
Identify contextual materials for life
5 Menginterpretasikan
Theorize toward developing patterns and meanings
Developing a textual description, 'what happened'
Engage in selective coding and development of stories
Interprete and make sense of the findings
Use direct interpretation
Developing a structural description, 'how' the phenomenon was experienced
Develop a conditional matrix
Develop naturalistic generalizations
Develop an overall description of the experience, the essence'
6
Merepresentasikan dan memvisualisasikan
Present narration focusing on processes, theories, and unique and general features of the life
Present narration of the 'essence' of the experience, use tables or figures of the statements and meaning units
Present a visual model
Present narrative presentation augmented by tables, figures, and sketches
Present narrative augmented by tables and figures
Present propositions
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 17
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi
Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Kesimpulan
Ke 5 (lima) alternatif riset diatas mempunyai tradisi yang masing-
masing mempunyai perbedaan. Perbedaan dapat diawali mulai dari
bagaimana memfokuskan tema riset yang akan dieksplorasi hingga pada
bagaimana pola laporan harus dibuat. Tradisi riset kualitatif ini telah mulai
populer seiring dengan berkembangnya pola menjustifikasi riset multi
paradigma. Perlu difahami bahwa mencari „kebenaran‟ riset tidak harus
satu. Dominasi single metode riset, positivist, berdampak pada pemahaman
yang sempit akan makna justifikasi riset. Secara empiris kenyataan
scientifik mempunyai multi dimensi dan multi arti.
Akuntansi sebagai bagian dari ilmu sosial punya peran yang strategis
untuk dapat menjelaskan penomena akuntansi dalam kompleksitas
kehidupan sosial. Komplesitas sosial dapat terangkai mulai dari kajian
historis (Lihat: Sukoharsono 1995, 1996, 1997 dan 1998a, b), kekinian
(Lihat: Sukoharsono 1997) hingga ke masa yang akan datang. Tidak
mengherankan bila kemudian tumbuh dengan subur menjustifikasi
akuntansi tidak hanya dari satu dimensi saja. Biografi, phenomenology,
grounded theory, critical ethnography dan case study punya peluang besar
mendekatkan sains akuntansi pada konteks sosial.
Bila ada skolar yang bertanya tentang mana diantara ke 5 (lima)
alternatif yang paling baik? Pertanyaan tersebut tidaklah perlu dijawab,
sebab masing-masing mempunyai fokus dan teknik yang secara tradisi
berbeda dan bergantung pada konteks yang akan diriset. Ke 5 (lima) nya
mempunyai peluang untuk mencerahkan setiap individu atau peneliti dalam
mengkaji sains akuntansi dalam konteks social baik untuk fase penyelesaian
thesis atau disertasi.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 18
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi
Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
References:
Borgatta, E.F. and Borgatta, M.L. (Eds). 1992. Encyclopedia of Sociology. Vol 4.
New York: Macmillan.
Burrell, G. and Morgan, G. 1979. Sociological Paradigm and Organisational Analysis. London: Heinemann
Creswell, J.W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.
Thousand Oaks, CA: Sage
Creswell, J.W. 1997. Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage Denzin, N.K and Lincoln, Y.S. 1994. Handbook of Qualitative Research.
Thousand Oaks, CA: Sage
Denzin, N.K. 1989a. Interpretive Biography. Newbury Park, CA: Sage Denzin, N.K. 1989b. Interpretive Interactionism. Newbury Park, CA: Sage
Giorgi, A. (Ed). 1985. Phenomenology and Psychological Research. Pittsburgh,
PA: Duquesne University Press
Plummer, K. 1983. Documents of Life: An Introduction to the Problems and Literature of a Humanistic Method. London: George Allen and Unwin.
Polkinghome, D.E. 1989. Phenomenological Research Methods. In R.S. Valle & S.
Halling (Eds). Existential-Phenomenological Perspectives in Psychology (pp. 41-60). New York: Plenum
Polkinghome, D.E. 1994. Reaction to Special Section on Qualitative Research in
Counseling Process and Outcome. Journal of Counseling Psychology, 41, 510-512
Sukoharsono, Eko Ganis. 1995. Accounting, Colonial Capitalists, and Liberal
Order: The Case of Accounting History in Indonesia during the Dutch
Colonial of the Mid-to-End of the 19th Century, The International Journal of Accounting and Business Society, Vol. 3/1
Sukoharsono, Eko Ganis. 1996. Early Ritual and Islamic Contributions to
Accounting Knowledge: An Indonesian Historical Case, The International Journal of Accounting and Business Society, Vol. 4/3
Sukoharsono, Eko Ganis. 1997. Akuntabilitas Disiplin Akuntansi, Media
Akuntansi, December Sukoharsono, Eko Ganis. 1998a. Accounting in a „New‟ History: A Disciplinary
Power and Knowledge of Accounting, International Journal of
Accounting and Business Society, Vol 6, No 2
Sukoharsono, Eko Ganis. 1998b. The Boom of Colonial Investment: Dutch Political Power in the History of Capital in Indonesia, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.1
Sukoharsono, Eko Ganis. 2000. Bookeeping to Professional Accounting: A University Power in Indonesia, International Journal of Accounting and
Business Society, Vol 8, No 1
Sukoharsono, Eko Ganis. 2004a. How Fast Tobacco Can Be: The Logistical
Process At Rothmans Of Pall Mall Indonesia In The 1997 Indonesian Economic Crisis (Joint Research with R.J.E. van der Heijden and B.G.
Wagner of the Fontys University), International Journal of Accounting
and Business Society, Vol 12, No 1 Sukoharsono, Eko Ganis. 2004b. The Internal Management of UPT Bidang Studi
Pusat Bahasa The University of Jember. TPSDP Grant
Sukoharsono, Eko Ganis and Gaffikin, Michael. 2005. The Genesis of
Accounting in Indonesia: Dutch Colonialism in the Early 17th Century.
Critical and Historical Studies in Accounting. W. Funnell and R. Williams (Ed). London: Prentice Hall Inc.
Eko Ganis Sukoharsono, SE, MCom-Hons, Ph.D
Alternatif Riset Kualitatif, Page 19
---------------------------
Dipublikasikan di Analisa Makro dan Mikro: Jembatan Kebijakan Ekonomi
Indonesia, Editor: Khusnus Ashar, Gugus Irianto dan Nanang Suryadi, 2006, hal.230-245. BPFE Universitas Brawijaya
Swingewood, A. 1991. A Short History of Sociological Thought. New York: St
Martin‟s
Yin, R. K. 1989. Case Study Reserch: Design and Method. Newbury Park, CA: Sage