Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

27
Pemikiran Pendidikan K. H. Hasyim Asy’ar BAB I PENDAHULUAN Sejak pertengahan abad ke-19 telah banyak para pemuda Indonesia yang belajar di Mekkah dan Madinah untuk menekuni agama Islam di pusat-pusat studi di Timur Tengah, terutama di Mekkah, karena di sana banyak bertebaran berbagai literatur ke-Islaman. Realitas ini sangat memungkinkan bagi mereka untuk mencapai tingkat pengetahuan yang lebih luas serta pandangan yang lebih terbuka mengenai sosok Islam. Diantara mereka yang berhasil dalam mengkaji Islam adalah Syekh Nawawi al Bantani dari Banten, Jawa Barat, Syekh Mahfudz Attarmisi dari Pacitan Jawa Timur, serta Syekh Ahmad Chatib Sambas dari Kalimantan. Kesuksesan mereka ini ditandai dengan kedalaman ilmu yang mereka miliki, hal ini bukan saja diakui oleh masyarakat Tanah Suci Mekkah saja, tapi juga diakui oleh masyarakat Arab pada umumnya. Ketokahan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali dicampurkan dalam persoalan sosial politik. Hal ini dapat dipahami karena sebagian dari sejarah kehidupan K. H. Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan hegemoni kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial politik. Akan tetapi, K. H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan bahwa K. H. Hasyim Asy’ari bisa

description

biografi

Transcript of Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Page 1: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Pemikiran Pendidikan K. H. Hasyim Asy’ar

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak pertengahan abad ke-19 telah banyak para pemuda Indonesia yang belajar di

Mekkah dan Madinah untuk menekuni agama Islam di pusat-pusat studi di Timur

Tengah, terutama di Mekkah, karena di sana banyak bertebaran berbagai literatur

ke-Islaman. Realitas ini sangat memungkinkan bagi mereka untuk mencapai tingkat

pengetahuan yang lebih luas serta pandangan yang lebih terbuka mengenai sosok

Islam.

            Diantara mereka yang berhasil dalam mengkaji Islam adalah Syekh Nawawi

al Bantani dari Banten, Jawa Barat, Syekh Mahfudz Attarmisi dari Pacitan Jawa

Timur, serta Syekh Ahmad Chatib Sambas dari Kalimantan. Kesuksesan mereka ini

ditandai dengan kedalaman ilmu yang mereka miliki, hal ini bukan saja diakui oleh

masyarakat Tanah Suci Mekkah saja, tapi juga diakui oleh masyarakat Arab pada

umumnya.

Ketokahan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali dicampurkan dalam persoalan

sosial politik. Hal ini dapat dipahami karena sebagian dari sejarah kehidupan K. H.

Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia

melawan hegemoni kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang

didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha

sosial politik.

Akan tetapi, K. H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai

dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan bahwa

K. H. Hasyim Asy’ari bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang

mengembangkan sistem pendidikan pesantren, terutama di Jawa.

  

Page 2: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

BAB II

BIOGRAFI KH. HASYIM ASY’ARI

A.    KELAHIRAN DAN MASA KECIL            Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari lahir pada hari Selasa Kliwon, 24

Dzulqa’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di Desa

Gedang, satu kilometer sebelah utara Kota Jombang, Jawa Timur. Ayahnya

bernama Kiai Asy’ari berasal dari Demak, Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah,

puteri Kiai Utsman, pendiri Pesantren Gedang.

            Dilihat dari garis keturunan itu, beliau termasuk putera seorang pemimpin

agama yang berkedudukan baik dan mulia. KH .M. Hasyim Asy’ari merupakan

keturunan kesepuluh dari Prabu Brawijaya VI (Lembupeteng). Garis keturunan ini

bila ditelusuri lewat ibundanya sebagai berikut: Muhammad Hasyim bin Halimah binti

Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambu bin Pangeran

Nawa bin Joko Tingkir alias Mas Karebet bin Prabu Brawijaya VI. Ada yang

mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari

perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng(BrawijayaVII).

Semenjak masih anak-anak, Muhammad Hasyim dikenal cerdas dan rajin

belajar. Mula-mula beliau belajar agama dibawah bimbingan ayahnya sendiri.

Otaknya yang cerdas menyebabkan ia lebih mudah menguasai ilmu-ilmu

pengetahuan agama, misalnya: Ilmu Tauhid, Fiqih, Tafsir, Hadits dan Bahasa Arab.

Karena kecerdasannya itu, sehingga pada umur 13 tahun ia sudah diberi izin oleh

ayahnya untuk mengajar para santri yang usianya jauh lebih tua dari dirinya.

Disamping cerdas, Hasyim  kecil juga dikenal rajin bekerja. Watak

kemandirian yang ditanamkan sang kakek, mendorongnya untuk berusaha

memenuhi kebutuhan diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Itu sebabnya,

Hasyim kecil selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar mencari nafkah

dengan bertani dan berdagang. Hasilnya kemudian dibelikan kitab dan digunakan

untuk bekal menuntut ilmu.

Page 3: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

 B.    MENCARI ILMU            Kemauan yang keras untuk mendalami ilmu agama, menjadikan diri

Muhammad Hasyim sebagai musyafir pencari ilmu.Kerinduan akan tanah suci

mengetuk hati Kiai Hasyim untuk pergi ke kota Mekah. Pada tahun 1309 H/1893 M,

beliau berangkat kembali ke Mekah.

Kiai Hasyim juga rajin menemui ulama-ulama besar untuk belajar dan

mengambil berkah dari mereka. Guru-guru Kiai Hasyim selama di Mekkah, antara

lain: Syeikh Syuaib ibn Abdurrahman, Syekh Mahfudzh at-Turmusi, Syekh Khatib al-

Minagkabawi, Syekh Ahmad Amin al-Athar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said al-

Yamani, Syekh Rahmatullah, dan Syekh Bafaddhal.

Sejumlah sayyid juga menjadi gurunya, antara lain: Sayyid Abbas al-Maliki,

Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani, Sayyid Abdullah al-Zawawi, Sayyid Ahmad bin

Hasan al-Atthas, Sayyid Alwi al-Segaf, Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi, dan

Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu menjadi mufti di Makkah. Di antara mereka,

ada tiga orang yang sangat mempengaruhi wawasan keilmuan Kiai Hasyim, yaitu

Sayyid Alwi bin Ahmad al-Segaf, Sayyid Husain al-Habsyi, dan Syekh Mahfudzh al-

Turmusi.

Setelah ilmunya dinilai mumpuni, Kiai Hasyim dipercaya untuk mengajar di

Masjidil Haram bersama tujuh ulama Indonesia lainnya, seperti Syekh Nawawi al-

Bantani, Syekh Anmad Khatib al-Minakabawi, dll. Di sana beliau mempunyai banyak

murid dari berbagai negara. Diantaranya ialah Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di

Bombay, India), Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Mekkah), Al-Syihab Ahmad ibn

Abdullah (Syiria), KH. Abdul Wahhab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), K.H.R.

Asnawi (Kudus), KH. Dahlan (Kudus), KH. Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), dan

KH. Shaleh (Tayu).

Sepulangnya ke tanah air beliau tinggal di Kediri selama beberapa bulan.

Menurut sumber lainnya, Kiai Hasyim langsung menuju pesantren Gedang yang

diasuh oleh Kiai Usman, dan tinggal di sana membantu sang kakek. Setelah itu

beliau membantu ayahnya, Kiai Asy’ari, mengajar di Pondok Keras.

            KH. M. Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama yang luar biasa. Hampir

seluruh kiai di Jawa mempersembahkan gelar “Hadratus Syekh” yang artinya “Maha

Page 4: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Guru” kepadanya, karena beliau adalah seorang ulama yang secara gigih dan tegas

mempertahankan ajaran-ajaran madzhab. Dalam hal madzhab, beliau memandang

sebagai masalah yang prinsip, guna memahami maksud sebenarnya dari Al Quran

dan Hadits. Sebab tanpa mempelajari pendapat ulama-ulama besar khususnya

Imam Empat: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali, maka hanya akan menghasilkan

pemutar balikan pengertian dari ajaran Islam itu sendiri.

  

C.    PENDIRIAN PESANTREN TEBUIRENGDalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan umat, maka KH. Hasyim

Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, Jombang pada tahun 1899 M. Dengan

segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi “pabrik” pencetak

kiai. Sehingga pemerintah Jepang perlu mendata jumlah kiai di Jawa yang “dibikin” di

Tebuireng. Pada tahun 1942 Sambu Bappang (Gestapo Jepang) berhasil menyusun

data tentang jumlah kiai di Jawa mencapai dua puluh lima ribu kiai. Kesemuanya itu

merupakan alumnus Tebuireng.

Dari sini dapat dilihat betapa besar pengaruh Tebuireng dalam

pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa pada awal abad XX. Ribuan kiai di

Jawa hampir seluruhnya hasil didikan Tebuireng. Karena itu tidaklah heran bila

kemudian juga tumbuh ribuan pesantren dipimpin para kiai yang gigih

mempertahankan madzhab.  semua itu dapat dipahami sebagai hasil pengabdian

Hadratus Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari dalam perjalanan yang cukup

panjang.

D.    PENDIDIK SEJATISelain mumpuni dalam bidang agama, Kiai Hasyim juga ahli dalam mengatur

kurikulum pesantren, mengatur strategi pengajaran, memutuskan persoalan-

persoalan aktual kemasyarakatan, dan mengarang kitab. Pada tahun 1919, ketika

masayarakat sedang dilanda informasi tentang koperasi sebagai bentuk kerjasama

ekonomi, Kiai Hasyim tidak berdiam diri. Beliau aktif bermuamalah serta mencari

solusi alternatif bagi pengembangan ekonomi umat, dengan berdasarkan pada kitab-

kitab Islam klasik. Beliau membentuk badan semacam koperasi yang bernama

Syirkatul Inan li Murabathati Ahli al-Tujjar.

Page 5: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Kiai Hasyim juga dikenal sangat mencintai para santri. Keadaan ekonomi

bangsa yang masih sangat lemah, secara otomatis mempengaruhi kemampuan

ekonomi santri. Ada yang mondok hanya dengan bekal sekarung beras, bahkan ada

yang tanpa bekal sedikitpun. 

Kecintaan Kiai Hasyim pada dunia pendidikan terlihat dari pesan yang selalu

disampaikan kepada setiap santri yang telah selesai belajar di Tebuireng: ”Pulanglah

ke kampungmu. Mengajarlah di sana, minimal mengajar ngaji.” 

E.    SEPAK TERJANG KH. HASYIM DILUAR DUNIA PESANTREN             Pengabdian Kiai Hasyim bukan saja terbatas pada dunia pesantren,

melainkan juga pada bangsa dan negara. Sumbangan beliau dalam membangkitkan

semangat nasionalisme dan patriotisme pada saat jiwa bangsa sedang terbelenggu

penjajah, tidaklah bisa diukur dengan angka dan harta. Memang cukup sulit

mengelompokkan mana yang pengabdian terhadap agama, dan yang mana pula

pengabdian beliau terhadap bangsa dan negara. Sebab ternyata kedua unsur itu

saling memadu dalam diri Kiai Hasyim. Di satu pihak beliau sebagai pencetak ribuan

ulama atau kiai di seluruh Jawa, di lain pihak belaiu seringkali ditemui tokoh-tokoh

pejuang nasional seperti Bung Tomo maupun Jenderal Soedirman guna

mendapatkan saran dan bimbingan dalam rangka perjuangan mengusir penjajah.

Pada akhir April 1942, KHM. Hasyim Asy’ari ditangkap dan dijebloskan ke

dalam penjara di Jombang. Hal ini disebabkan karena beliau menentang kebijakan

jepang dalam menerapkan budaya ‘ saikerei’ di tanah air.  Kemudian beliau dipindah

ke Mojokerto, dan akhirnya ditawan bersama-sama serdadu Sekutu di dalam penjara

Bubutan, Surabaya.

Selama dalam tawanan Jepang, Kiai Hasyim disiksa habis-habisan hingga

jari-jemari kedua tangannya remuk dan tak lagi bisa digerakkan. Namun berkat

pertolongan Allah, kekejaman dan kebiadaban tentara Jepang itupun luluh karena

serbuan damai ribuan santri dan unjuk rasa para kiai alumni Tebuireng. Beberapa

kiai dan santri meminta dipenjarakan bersama-sama Kiai Hasyim sebagai tanda setia

kawan dan pengabdian kepada guru dan pemimpin mereka yang saat itu telah

berusia 70 tahun. Peristiwa itu cukup membakar dunia pesantren dalam memulai

gerakan bawah tanah menentang dan menghancurkan Jepang. Pihak pemerintah

Jepang agaknya mulai takut, hingga kemudian pada 6 Sya’ban 1361 H bertepatan

dengan tanggal 18 Agustus 1942, Kiai Hasyim dibebaskan.

Page 6: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Pada tanggal 7 Ramadlan 1366 bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947,

KHM. Hasyim Asy’ari berpulang ke Rahmayullah. Atas jasa beliau, pemerintah

Indonesia menganugerahi gelar “Pahlawan Nasional”.

BAB III

KARYA KH.HASYIM ASY’ARI

Disamping aktif mengajar, berdakwah, dan berjuang, Kiai Hasyim juga

penulis yang produktif. Beliau meluangkan waktu untuk menulis pada pagi hari,

antara pukul 10.00 sampai menjelang dzuhur. Waktu ini merupakan waktu longgar

yang biasa digunakan untuk membaca kitab, menulis, juga menerima tamu.

Karya-karya Kiai Hasyim banyak yang merupakan jawaban atas berbagai

problematika masyarakat. Misalnya, ketika umat Islam banyak yang belum faham

persoalan tauhid atau aqidah, Kiai Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah,

diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah,

Risalah Ahli Sunnah Wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.

Kiai Hasyim juga sering menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti

Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’.

Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi jawaban-jawaban atas masalah-masalah

fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang, seperti hukum memakai dasi, hukum

mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum rokok, dll. Selain membahas tentang

masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum

muslimin, seperti al-Mawaidz, doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan

bercocok tanam, anjuran menegakkan keadilan, dll.

Diantara  karya beliau adalah :

1. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi

tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial (1360

H).

2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jam’iyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan

undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama’ (1971 M).

Page 7: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah. Risalah untuk

memperkuat pegangan atas madzhab empat.

4. Mawaidz (Beberapa Nasihat). Berisi tentang fatwa dan peringatan bagi umat

(1935).

5. Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’. Berisi 40 hadis

Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama’.

6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin (Cahaya pada Rasul), ditulis

tahun 1346 H.

7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-

peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan

kemungkaran, tahun 1355 H.

8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa

Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jama’ah tentang

hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan

sunnah dan bid’ah.

9. Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani.

Catatan seputar nazam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara

Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir.

10. Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang

menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syar’i; hukum-

hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.

11. Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang memancar

dalam menerangkan 19 masalah. Tahun 1970-an kitab ini diterjemahkan oleh KH

Tholhah Mansoer atas perintah KH. M. Yusuf  Hasyim, diterbitkan oleh percetakan

Menara Kudus.

12. Al-Risalah fi al-’Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid, pernah dicetak oleh

Maktabah an-Nabhaniyah al-Kubra Surabaya, bekerja sama dengan percetakan

Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir tahun 1356 H/1937 M.

13. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang

ma’rifat, syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa.

Page 8: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

14. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi Ahwal Ta’limih

wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat Ta’limih. Tatakrama pengajar dan

pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik, merupakan resume dari

Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhammad bin Sahnun (w.256 H/871 M); Ta’lim al-

Muta’allim fi Thariq at-Ta’allum karya Syeikh Burhanuddin al-Zarnuji (w.591 H); dan

Tadzkirat al-Saml wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim karya Syeikh Ibn

Jama’ah.

Selain kitab-kitab tersebut di atas, terdapat beberapa naskah manuskrip karya KH

Hasyim Asy’ari yang hingga kini belum diterbitkan. Yaitu:

1.    Hasyiyah ‘ala Fath ar-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan li Syeikh al- Islam

Zakariya al-Anshari.

2.    Ar-Risalah at-Tawhidiyah.

3.    Al-Qala’id fi Bayan ma Yajib min al-Aqa’id

4.    Al-Risalah al-Jama’ah

5.    Tamyiz al-Haqq min al-Bathil

6.    Al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus

7.    Manasik Shughra

Page 9: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

BAB IV

PEMIKIRAN KEPENDIDIKAN KH.M. HASYIM ASY’ARI

      Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren,

serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di

lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami dan

dirasakan beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan

pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan.

Salah satu karya monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang

pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim fima Yahtaj

ilah al Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wama Yataqaff al Mu’allim fi Maqamat Ta’limih,

Pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah

etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.

Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:

a. Signifikansi PendidikanBeliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah

mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat

sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus

diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : Pertama, bagi murid hendaknya berniat

suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan

jangan melecehkannya atau menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam

mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak

mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di

atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah

satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah

“niat yang baik dan lurus”.

Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang

mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-

nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.

Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju

kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya

mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma

Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju

Page 10: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan

nilai dan norma-norma Islam.

b. Tugas dan Tanggung Jawab Murid

1) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar         Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan

         Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan

qanaah

         Pandai mengatur waktu

         Menyederhanakan makan dan minum

         Berhati-hati (wara’)

         Menghindari kemalasan

         Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan

         Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.

Dalam hal ini terlihat, bahwa Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada

pendidikan ruhani atau pendidikan jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap

diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur makan, minum, tidur dan sebagainya.

Makan dan minum tidak perlu terlalu banyak dan sederhana, seperti anjuran

Rasulullah Muhammad saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka bermalas-

malasan. Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi hari-

hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.

2) Etika seorang murid terhadap guru         Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru

         Memilih guru yang wara’

         Mengikuti jejak guru

         Memuliakan dan memperhatikan hak guru

         Bersabar terdapat kekerasan guru

         Berkunjung pada guru pada tempatnya dan minta izin lebih dulu

         Duduk dengan rapi bila berhadapan dengan guru

         Berbicara dengan sopan dan lembut dengan guru

         Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela pembicaraannya

         Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.

Page 11: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Etika seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan

pesantren sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di tengah budaya

kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru dipandang sebagai teman

biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari

gurunya. Terlihat pula pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih maju.

Hal ini, misalnya terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional,

memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.

3) Etika murid terhadap pelajaran         Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain

         Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama

         Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang dipercaya

         Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu

         Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan

         Pancangkan cita-cita yang tinggi

         Kemanapun pergi dan dimanapun berada jangan lupa membawa catatan

         Pelajari pelajaran yang telah dipelajari dengan continue (istiqamah)

         Tanamkan rasa antusias dalam belajar.

Penjelasan tersebut di atas seakan memperlihatkan akan sistem pendidikan

di pesantren yang selama ini terlihat kolot, hanya terjadi komunikasi satu arah, guru

satu-satunya sumber pengajaran, dan murid hanya sebagai obyek yang hanya

berhak duduk, dengar, catat dan hafal (DDCH) apa yang dikatakan guru. Namun

pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih terbuka, inovatif dan progresif.

Beliau memberikan kesempatan para santri untuk mengambil dan mengikuti

pendapat para ulama, tapi harus hati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.

Hal tersebut senada dengan pemikiran beliau tentang masalah fiqh, beliau

meminta umat Islam untuk berhati-hati pada mereka yang mengklaim mampu

menjalankan ijtihad, yaitu kaum modernis, yang mengemukakan pendapat mereka

tanpa memiliki persayaratan yang cukup untuk berijtihad itu hanya berdasarkan

pertimbangan pikiran semata. Beliau percaya taqlid itu diperbolehkan bagi sebagian

umat Islam, dan tidak boleh hanya ditujukan pada mereka yang mampu melakukan

ijtihad.

c. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru

1) Etika seorang guru         Senantiasa mendekatkan diri pada Allah

Page 12: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

         Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusu’

         Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati

         Mengadukan segala persoalan pada Allah

         Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih dunia

         Tidak selalu memanjakan anak

         Menghindari tempat-tempat yang kotor dan maksiat

         Mengamalkan sunnah Nabi

         Mengistiqamahkan membaca al- Qur’an

         Bersikap ramah, ceria dan suka menabur salam

         Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu

         Membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.

Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran

dan pandangan yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari adalah etika atau statement

yang terakhir, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan

meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan

dengan banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau.

2) Etika guru dalam mengajar         Jangan mengajarkan hal-hal yang syubhat

         Mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian

         Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a

         Biasakan membaca untuk menambah ilmu

         Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa

         Jangan sekali-kali mengajar dalam keadaan lapar, mengantuk atau marah

         Usahakan tampilan ramah, lemah lembut, dan tidak sombong

Page 13: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

         Mendahulukan materi-materi yang penting dan sesuai dengan profesional yang

dimiliki

         Menasihati dan menegur dengan baik jika anak didik bandel

         Bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan yang ditemukan

         Memberikan kesempatan pada anak didik yang datangnya terlambat dan ulangilah

penjelasannya agar tahu apa yang dimaksudkan

         Beri anak kesempatan bertanya terhadap hal-hal yang belum dipahaminya.

            Terlihat bahwa apa yang ditawarkan Hasyim Asy’ari lebih bersifat pragmatis,

artinya, apa yang ditawarkan beliau berangkat dari praktik yang selama ini

dialaminya. Inilah yang memberikan nilai tambah dalam konsep yang dikemukakan

oleh Bapak santri ini.Terlihat juga betapa beliau sangat memperhatikan sifat dan

sikap serta penampilan seorang guru. Berpenampilan yang terpuji, bukan saja

dengan keramahantamahan, tetapi juga dengan berpakaian yang rapi dan memakai

minyak wangi.

Agaknya pemikiran Hasyim Asy’ari juga sangat maju dibandingkan

zamannya, ia menawarkan agar guru bersikap terbuka, dan memandang murid

sebagai subyek pengajaran bukan hanya sebagai obyek, dengan memberi

kesempatan kepada murid-murid bertanya dan menyampaikan berbagai persoalan di

hadapan guru.

3) Etika guru bersama murid         Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu

         Menghindari ketidak ikhlasan

         Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak

         Memperhatikan kemampuan anak didik

         Tidak memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain

         Bersikap terbuka, lapang dada, arif dan tawadhu’

         Membantu memecahkan masalah-masalah anak didik

         Bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari ihwalnya.

Page 14: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

            Kalau sebelumnya terlihat warna tasawufnya, khususnya ketika membahas

tentang tugas dan tanggung jawab seorang pendidik. Namun kali ini gagasan-

gagasan yang dilontarkan beliau berkaitan dengan etika guru bersama murid

menunjukkan keprofesionalnya dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari

rangkuman gagasan yang dilontarkannya tentang kompetensi seorang pendidik,

yang utamanya kompetensi profesional.

Hasyim Asy’ari sangat menganjurkan agar seorang pendidik atau guru perlu

memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode dan memberi motivasi serta

latihan-latihan yang bersifat membantu murid-muridnya memahami pelajaran. Selain

itu, guru juga harus memahami murid-muridnya secara psikologi, mampu memahami

muridnya secara individual dan memecahkan persoalan yang dihadapi murid,

mengarahkan murid pada minat yang lebih dicendrungi, serta guru harus bersikap

arif.

Jelas pada saat Hasyim Asy’ari melontarkan pemikiran ini, ilmu pendidikan

maupun ilmu psikologi pendidikan yang sekarang beredar dan dikaji secara luas

belum tersebar, apalagi di kalangan pesantren. Sehingga ke-genuin-an pemikiran

beliau patut untuk dikembangkan selaras dengan kemajuan dunia pendidikan.

d. Etika Terhadap Buku, Alat Pelajaran dan Hal-hal Lain Yang Berkaitan Dengannya.

Satu hal yang menarik dan terlihat beda dengan materi-materi yang biasa

disampaikan dalam ilmu pendidikan umumnya, adalah etika terhadap buku dan alat-

alat pendidikan. Kalaupun ada etika untuk itu, namun biasanya hanya bersifat

kasuistik dan seringkali tidak tertulis, dan seringkali juga hanya dianggap sebagai

aturan yang umum berlaku dan cukup diketahui oleh masing-masing individu. Akan

tetapi bagi Hasyim Asy’ari memandang bahwa etika tersebut penting dan perlu

diperhatikan.

Di antara etika tersebut adalah:

         Menganjurkan untuk mengusahakan agar memiliki buku

Page 15: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

         Merelakan dan mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya

bagi peminjam menjaga barang pinjamannya

         Memeriksa dahulu bila membeli dan meminjamnya

         Bila menyalin buku syari’ah hendaknya bersuci dan mengawalnya dengan basmalah,

sedangkan bila ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah

dan shalawat Nabi.

Kembali tampak kejelian dan ketelitian beliau dalam melihat permasalahan

dan seluk beluk proses belajar mengajar. Etika khusus yang diterapkan untuk

mengawali suatu proses belajar adalah etika terhadap buku yang dijadikan sumber

rujukan, apalagi kitab-kitab yang digunakan adalah kitab “kuning” yang mempunyai

keistimewaan atau kelebihan tersendiri. Agaknya beliau memakai dasar

epistemologis, ilmu adalah Nur Allah, maka bila hendak mempelajarinya orang harus

beretika, bersih dan sucikan jiwa. Dengan demikian ilmu yang dipelajari diharapkan

bermanfaat dan membawa berkah.

Pemikiran seperti yang dituangkan oleh Hasyim Asy’ari itu patut untuk

menjadi perhatian pada masa sekarang ini, apakah itu kitab “kuning” atau tidak,

misalnya kitab “kuning” yang sudah diterjemahkan, atau buku-buku sekarang yang

dianggap sebagai barang biasa, kaprah dan ada di mana-mana. Namun untuk

mendapatkan hasil yang bermanfaat dalam belajar etika semacam di atas perlu

diterapkan dan mendapat perhatian.

            Demikian sebagian dari pemikiran mengenai pendidikan yang dikemukan

oleh Hasyim Asy’ari. Kelihatannya pemikiran tentang pendidikan ini sejalan dengan

apa yang sebelumnya telah dikemukakan oleh Imam Ghazali, misalnya saja, Hasyim

Asy’ari mengemukakan bahwa tujuan utama pendidikan itu adalah

mengamalkannya, dengan maksud agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat

sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Imam Ghazali juga mengemukakan

bahwa pendidikan pada prosesnya haruslah mengacu kepada pendekatan diri

kepada Allah dan kesempurnaan insani.

  

BAB V

SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN TEBUIRENG

Page 16: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

A. Sistem Pendidikan di Masa Kiai Hasyim            

Sejak awal berdirinya hingga tahun 1916, Pesantren Tebuireng

menggunakan sistem pengajaran sorogan dan bandongan. Semua bentuk

pengajaran tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan kelas diwujudkan dengan

bergantinya kitab yang telah selesai dibaca (khatam). Materinya pun hanya berkisar

pada materi Pengetahuan Agama Islam dan Bahasa Arab. Bahasa pengantarnya

adalah Bahasa Jawa dengan huruf pego (tulisan Arab berbahasa Jawa).

Seiring perkembangan waktu, sistem dan metode pengajaran pun ditambah,

diantaranya dengan menambah kelas musyawaroh sebagai kelas tertinggi. Santri

yang berhasil masuk kelas musyawaroh jumlahnya sangat kecil, karena seleksinya

sangat ketat.

Dalam 20 tahun pertama pertumbuhan Tebuireng, Kiai Hasyim banyak dibantu oleh

saudara iparnya, KH. Alwi, yang pernah mengenyam pendidikan 7 tahun di Mekah.

Tahun 1916, KH. Ma’shum Ali, menantu pertamanya, mengenalkan sistem klasikal

(madrasah). Sistem madrasah merupakan sistem pengajaran yang diadopsi oleh

Hadratusy Syeikh dari Mekah.

Tahun 1916, Madrasah Tebuireng membuka tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi

dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan sifir awal dan sifir tsani, yaitu

masa persiapan untuk dapat memasuki masrasah lima tahun berikutnya. Para

peserta sifir awal dan sifir tsani dididik secara khusus untuk memahami bahasa Arab

sebagai landasan penting bagi pendidikan madrasah lima tahun.

Mulai tahun 1919, Madrasah Tebuireng secara resmi diberi nama Madrasah

Salafiyah Syafi’iyah. Kurikulumnya ditambah dengan materi Bahasa Indonesia

(Melayu), matematika, dan geografi. Lalu setelah kedatangan Kiai Ilyas tahun 1926,

pelajaran ditambah dengan pelajaran Bahasa Belanda dan Sejarah. Tahun 1928

kedudukan Kiai Maksum sebagai kepala madrasah digantikan Kiai Ilyas, sedang Kiai

Maksum sendiri ditunjuk oleh Kiai Hasyim untuk mendirikan Pesantren Seblak

(sekitar 200 meter arah barat Tebuireng).

Meskipun sistem pengajaran di Tebuireng sudah berkembang pesat, namun

tradisi pengajian yang diasuh Kiai Hasyim tetap bertahan. Apalagi beliau terkenal

sangat disiplin dan istiqamah mengaji. Para santri tidak pernah bosan mengikuti

pengajian beliau.

Page 17: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Kegiatan mengajar Kiai Hasyim diliburkan 2 kali dalam seminggu, yaitu pada Hari

Selasa dan Hari Jum’at. Kiai Hasyim biasanya memanfaatkan 2 hari libur itu untuk

mencari nafkah. Beliau memantau perkembangan sawah dan ladangnya yang

berada kurang lebih 10 km sebelah selatan Tebuireng. Beliau juga memberi

kesempatan kepada para santri untuk mengadakan kegiatan kemasyarakatan seperti

jam’iyah. Sedangkan pada Hari Selasa, selain pergi ke sawah Kiai Hasyim juga

sering bersilaturrahim ke sanak famili serta para santrinya yang mulai merintis

pondok pesantren.

Hari libur ini dimanfaatkan oleh putranya, Abdul Wahid, untuk memberikan

pelajaran bahasa asing, Inggris dan Belanda, kepada para santri. Meskipun pada

awalnya Kiai Hasyim kurang setuju, namun Abdul Wahid mampu meyakinkan bahwa

materi bahasa asing sangat penting bagi santri, sehingga Kiai Hasyim akhirnya

membolehkan.

Pada bulan Ramadhan, Hadratus Syekh membacakan kitab Shahih Bukhari

(4 jilid) dan Shahih Muslim (4 jilid) secara rutin. Pengajian ini dimulai pada tanggal 15

Sya’ban dan selesai pada tanggal 27 Ramadhan (kurang lebih 40 hari). Salah

seorang gurunya bahkan pernah ikut ngaji kepada beliau. Menurut satu sumber, guru

Kiai Hasyim yang pernah ngaji ke Tebuireng adalah Kiai Kholil Bangkalan, dan

menurut sumber lainnya adalah Kiai Khozin Panji, Sidoarjo.

            Kiai Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan

secara ketat terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak

memiliki dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati

perkembangan tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai-nilainya telah

menyimpang dari kebenaran ajaran Islam.

Menurut hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk

menafsirkan al-Qur’an dan hadis dan pentingnya praktek tarikat.

BAB VI

RELEVANSI PEMIKIRAN KH.HASYIM ASY’ARI DENGAN PENDIDIKAN SEKARANG

Page 18: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

 Relevansi pemikiran K. H. Hasyim Asy’ari terhadap pendidikan sekarang

nampak pada munculnya berbagai lembaga yang dinaungi panji-panji islam atau

lebih dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren. Pesantren sampai sekarang masih

menjadi satu-satunya lembaga yang diharapkan mampu melahirkan sosok ulama

yang berkualitas, dalam arti mendalam pengetahuan agamanya, agung moralitasnya

dan besar dedikasi sosialnya. Walaupun banyak corak dan warna profesi santri

setelah belajar dari pesantren, namun figur kiai masih dianggap sebagai bentuk

paling ideal, apalagi ditengah krisis ulama sekarang ini.

KH. Ilyas Rukyat (al-Maghfurlah) mengatakan, munculnya figur santri sebagai

seorang ulama masih menjadi harapan besar pesantren. Label kiai tidak bisa

diberikan oleh pesantren, tapi oleh masyarakat setelah melihat ilmu, moral, dan

perjuangannya ditengah masyarakat. Santri tersebut mampu menyampaikan

gagasan-gagasan besar dengan bahasa sederhana yang bisa dipahami dan

dilaksanakan masyarakat luas.

Memang harus diakui, saat ini, alumni pesantren yang mampu muncul

sebagai seorang kiai berkualitas baik dalam ilmu, moral, dan dedikasi sosialnya

sedikit jumlahnya. Modernisasi pesantren mempengaruhi visi seorang santri dalam

melihat masa depannya. Banyak dari mereka yang berkeinginan menjadi seorang

birokrat, kaum professional, intelektual, dan wirausahawan. Ragam profesi yang

mereka sandang ini menunjukkan elastisitas dan fleksibelitas pesantren dalam

membentuk generasi masa depan bangsa. Namun, fenomena kelangkaan ulama

menjadi masalah serius yang menarik diperbincangkan. Identitas pesantren sebagai

lembaga tafaqquh fiddin (pendalaman ilmu agama) dipertanyakan banyak pihak.

Menurut KH. MA. Sahal Mahfudh, semangat santri dalam mengkaji dan

mengembangkan ilmu sekarang jauh dibanding santri zaman dulu. Sehingga

pesantren sekarang semakin sulit melahirkan ulama besar. Menurutnya, figur santri

yang mendalam pemahaman aqidah dan syari’ah masih menjadi figur ideal ditengah

goncangan pemikiran keislaman yang passifsekarangini. Disinilah tantangan besar

pesantren, bagaimana memadukan visi melahirkan seorang kiai yang berkualitas di

satu sisi dan mengakomodir modernisasi tanpa kehilangan identitasnya sebagai

lembaga tafaqquh fiddin disisi yang lain.

Page 19: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Modernisasi kehidupan yang menyentuh semua aspek kehidupan akibat

revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi meniscayakan semua pihak untuk

meresponnya secara aktif dan kontekstual. Masalah-masalah kontemporer yang

datang silih berganti menuntut partisipasi aktif pesantren untuk ikut memberikan

kontribusi maksimal agar mampu memandu gerak dinamika sejarah dengan nilai-

nilai sucinya. Seorang kiai atau santri dituntut untuk aktif mengikuti perkembangan

informasi dan melakukan revitalisasi tradisi intelektualnya untuk merumuskan

jawaban-jawaban sederhana yang aplikatif bagi aneka macam problem kontemporer

tersebut. Disinilah letak relevansi dan aktualitas pesantren ditengah moderasi

kehidupan.

Kalau pesantren tidak mampu merespons masalah kontemporer dengan

khazanah intelektualnya, maka krisis keilmuan pesantren akan berimbas pada krisis

identitas santri dalam menatap masa depannya. Krisis identitas ini akan menurunkan

kepercayaan diri santri dalam mengarungi masa depannya. Efeknya, semangat

santri dalam mengkaji khazanah intelektual dan wacana kontemporer sebagai modal

aktualisasi diri ditengah kehidupan sosial menjadi rendah.

Inilah masalah serius yang harus segera ditanggulangi. Karena kebutuhan

akan lahirnya ulama masa depan yang berkualitas sudah sangat mendesak supaya

kehidupan dunia modern tidak berjalan tanpa kontrol dan over action. Akhirnya, kita

berharap pesantren mampu menjawab kritik pedas selama ini tentang kelangkaan

ulama yang berkualitas tinggi, bukan sekedar ulama biasa. Yang perlu diyakini,

pesantren mampu melakukan tugas sucinya ini dengan kerja keras menuju keridloan

Allah Swt.

  

PENUTUP

Page 20: Biografi K. H. Hasyim Asy'Ari

Demikianlah makalah tentang BIOGRAFI KH. HASYIM ASY’ARI yang kami

sususn ini , semoga bermanfaat dan berguna bagi kita semua dalam mempelajari

serta untuk menambah pengetahuan. Apabila ada kekurangan maupun kesalahan

dalam penyampaian makalah ini, kami selaku penulis mohon kritik dan saran yang

membangun agar tidak terulang lagi kesalahan di kemudian hari dan juga kami

selaku penulis minta dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan

dan kesalahan dalam penyampaiannya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah

SWT dan kesalahan hanyalah milik manusia itu sendiri.