Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel...

17
Page | 1 BIOFUEL DILEMMA : ALTERNATIVE ENERGY VS FOOD CRISIS Studi Kasus mengenai Dilema Penggunaan Biofuel sebagai Sumber Energi Alternatif dan Krisis Pangan yang Ditimbulkannya Disusun oleh : Erika 0706291243 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Tugas Makalah Akhir Mata Kuliah Politik Internasional Program Studi S1 Reguler Ilmu Hubungan Internasional Semester Genap 2007/2008 DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2008

Transcript of Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel...

Page 1: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 1

BIOFUEL DILEMMA : ALTERNATIVE ENERGY VS FOOD CRISIS

Studi Kasus mengenai Dilema Penggunaan Biofuel sebagai Sumber Energi

Alternatif dan Krisis Pangan yang Ditimbulkannya

Disusun oleh :

Erika

0706291243

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Tugas Makalah Akhir

Mata Kuliah Politik Internasional

Program Studi S1 Reguler Ilmu Hubungan Internasional

Semester Genap 2007/2008

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2008

Page 2: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin menipisnya sumber minyak bumi menyebabkan harga minyak bumi terus

meroket, yang lantas berbuntut pada kepanikan di kalangan warga dunia lantaran minyak

merupakan sumber energi paling krusial dalam segala aspek kehidupan. Ketersediaan sumber

minyak yang semakin sedikit itu tak pelak memunculkan berbagai alternatif untuk mengganti

posisi minyak sebagai sumber energi utama. Dari sekian banyak alternatif yang timbul mulai dari

bahan bakar hidrogen sampai ide penggunaan energi matahari, penggunaan biofuel disebut-sebut

sebagai alternatif energi yang paling menjanjikan. Betapa tidak, biofuel—yang merupakan

sumber energi dari bahan-bahan materi biologis non-fosil—menawarkan sejumlah keuntungan

yang menggiurkan, mulai dari kemudahannya untuk diproduksi, bersifat renewable, sampai pada

efek polusi dari biofuel yang kabarnya relatif tidak berbahaya dibanding bahan bakar minyak dan

jauh lebih ramah lingkungan. Strategi pengembangan biofuel sebenarnya sudah merupakan

strategi global, bahkan sudah dimulai sejak tahun 1970-an1. Akan tetapi usaha pengembangan

biofuel ini kemudian berhenti dikarenakan harga minyak kembali melemah, dan usaha itu kini

kembali dilanjutkan merespon harga minyak yang semakin melambung.

Sekilas terlihat bahwa biofuel merupakan jawaban yang sangat baik bagi masalah energi

dunia, akan tetapi jika mau dirunut lebih lanjut, ternyata semua kebaikan biofuel itu tidak lantas

menjadikannya sebagai sumber energi tanpa cela karena ternyata biofuel memberikan dampak

negatif bagi masyarakat dunia dalam hal ketersediaan pangan. Seiring dengan penggunaan

biofuel secara masal, tampak terjadi kenaikan harga beberapa bahan pangan pokok, yang

kemudian menyebabkan ketidakmampuan dari masyarakat untuk mengakomodasinya.

Ketidakmampuan ini lantas mengakibatkan banyak terjadinya protes di seperti yang terjadi di

Haiti, Afrika Selatan, Malaysia, Egypt, Indonesia, Filipina, Mexico, Pakistan, Kamerun, Senegal,

Mauritania, Yemen, London, sampai di Amerika Serikat. Keadaan dunia yang semula

menghadapi krisis energi kini telah berubah, dunia kini berada dalam “a new era of food pricing”,

1 Wayan R. Susila. Pengembangan Biofuel : Si Miskin Versus Si Kaya. http://www.ipard.com/art_perkebun/ Sep11-06_wrs.asp,

diakses pada 8 Desember 2008, pukul 03.55.

Page 3: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 3

seperti yang disebutkan Joachim von Braun, ketua International Food Policy Research Institute2.

Dilema yang disebabkan biofuel tersebut lantas memancing reaksi berbagai negara dunia.

Ada negara yang terang-terangan mendukung penggunaan biofuel secara masal, namun tidak

sedikit pula negara yang menentang penggunaan biofuel ini. Makalah ini kemudian akan

membicarakan mengenai reaksi negara-negara dunia sehubungan dengan dilema biofuel ini.

1.2. Perumusan Masalah

Makalah ini akan menghadirkan dua sisi dari penggunaan biofuel, sisi positif dan sisi

negatif. Makalah ini juga akan membahas mengenai pertentangan kebijakan dan aksi-reaksi

terhadap penggunaan biofuel dari negara-negara sehubungan dua sisi penggunaan biofuel

tersebut.

1.3. Kerangka Teori

1.3.1. Politik Internasional

K. J. Holsti mendefinisikan world politics atau politik internasional sebagai studi

kebijakan politik luar negeri, di mana kebijakan ini didefinisikan sebagai keputusan-keputusan

yang merumuskan tujuan, menentukan preseden, atau melakukan tindakan-tindakan tertentu, dan

tindakan yg diambil untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan itu3.

Untuk mempermudah pendefinisian politik internasional, Holsti pun menjelaskan politik

internasional ke dalam bagan berikut4 :

Objectives Actions

Response Response

NATION A Actions Objectives NATION B

2 Elizabeth Chiles Shelburne. The Great Disruption. http://www.theatlantic.com/doc/200809/food-scarcity, diakses pada 12

November 2008, pukul 20.08. 3 K. J. Holsti. International Politics : A Framework for Analysis, (New Jersey : Prentice Hall, 1997), hal. 6.

4 Ibid, hal 9.

Page 4: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 4

1.3.2. Kaitan Produksi Biofuel dengan Kenaikan Harga Bahan Pangan Dunia

Studi yang dilakukan IMF mengatakan kenaikan permintaan akan bahan dasar biofuel

memberikan pengaruh sebesar 15-30% terhadap kenaikan bahan pangan dunia5. Meningkatnya

penggunaan biofuel secara global tentu saja membuat permintaan akan bahas dasar biofuel

meningkat. Di antara berbagai bahan dasar pembuat biofuel, bahan dasar yang paling menjadi

favorit para produsen biofuel adalah gandum, kedelai, jagung, dan tebu. Kenaikan permintaan

akan bahan dasar biofuel—yang juga merupakan sumber pangan krusial bagi masyarakat negara

berkembang—menyebabkan harga bahan pangan tersebut meroket tajam. Seperti yang terjadi di

Amerika Serikat, saat para petani Amerika Serikat mereduksi lahan pertaniannya sebesar 16%

untuk menanam kacang kedelai untuk kepentingan produksi biofuel6. Hal ini pada akhirnya

menimbulkan The Butterfly Effect, berupa meningkatnya permintaan kedelai di Amerika Serikat

yang lantas berbuntut pada peningkatan harga minyak kedelai di seluruh dunia. Peningkatan

tersebut menyebabkan para konsumen berpindah ke penggunaan minyak kelapa sawit, yang

kemudian juga menyebabkan peningkatan pada harga kelapa sawit di dunia, lalu berbuntut pada

peningkatan harga tahu, dan berbagai bahan pangan yang bersumber dari kedelai dan kelapa

sawit.

Selain menyebabkan peningkatan permintaan yang lantas berbuntut pada peningkatan

harga bahan pangan dunia, peningkatan permintaan bahan dasar biofuel tersebut juga membuat

para petani lebih memilih menggunakan lahannya untuk menanam tanaman-tanaman bahan dasar

biofuel, ketimbang menanam tanaman pangan. Petani-petani dunia merasa mereka akan

mendapat keuntungan dan insentif yang lebih besar bila mereka menanam bahan dasar biofuel

tersebut. Preferensi menggunakan lahan untuk menanam tanaman bahan dasar biofuel kemudian

akan menyebabkan lahan yang tadinya digunakan untuk menanam tanaman pangan menjadi

digunakan untuk kepentingan pengadaan bahan bakar7, persediaan bahan pangan dunia pun

semakin menipis karena para petani beralih menanam demi kepentingan produksi biofuel, dan

persediaan yang menipis itu tidak disikapi dengan permintaan bahan pangan yang berkurang.

Sebaliknya, permintaan akan bahan pangan relatif tetap dan mungkin bertambah, inilah sebabnya

harga bahan pangan pun kian meroket tajam.

5 CBS News. Biofuel Battle Highlights U.N. Food Summit, U.S., Brazil And Other Countries Lay Out Disagreements Over

Biofuel's Role In Higher Food Prices. http://www.cbsnews.com/stories/2008/06/04/ world/main4151450.shtml, diakses pada

12 November 2008, pukul 21.47. 6 Elizabeth Chiles Shelburne, op.cit. 7 Paula Kruger. Biofuel Contributing to Food Crisis. http://www.abc.net.au/pm/content/2008/s2225758.htm, diakses pada 8

Desember 2008, pukul 04.02.

Page 5: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Biofuel

Biofuel adalah sumber energi yang berasal dari materi organik8 berupa materi biologis

yang telah mati (atau sumber-sumber non-fosil) dan juga tumbuh-tumbuhan yang mengalami

proses fotosintesis. Adapun biofuel saat ini kebanyakan dikembangkan dari jagung, kedelai, tebu,

dan gandum. Sebenarnya terdapat banyak varian dari biofuel, yaitu biofuel generasi pertama,

biofuel generasi kedua, biofuel generasi ketiga, sampai pada biofuel generasi keempat. Perbedaan

dari semua varian itu terletak pada bahan dasar pembuatannya. Akan tetapi, dari semua varian

biofuel itu, varian yang paling sering digunakan adalah biofuel generasi kedua, yang terdiri dari

biodiesel, bioalkohol, dan biogas. Biodiesel merupakan varian biofuel yang paling banyak

digunakan di Eropa, dengan bersumber dari minyak kelapa, minyak kedelai, dan reep seed9.

Varian kedua yang juga terkenal dan banyak digunakan adalah bioalkohol, yang banyak

digunakan di seluruh dunia, terutama di Brazil. Berbeda dengan biodiesel, bioalkohol berbahan

dasar tebu, gandum, jagung, dan beet. Biogas sendiri penggunaannya masih belum populer di

masyarakat, oleh karena itu tidak akan begitu dibahas di sini.

2.2. Prospek Cerah Biofuel sebagai Sumber Energi Alternatif

Telah disebutkan sebelumnya, masyarakat dunia kini menghadapi krisis energi karena

semakin menipisnya persediaan bahan bakar minyak yang merupakan sumber energi yang tidak

dapat diperbaharui. Bahan bakar minyak yang tadinya merupakan sumber energi paling krusial

pun membutuhkan alternatif pengganti, dan biofuel dianggap tepat menggantikan posisi bahan

bakar minyak sebagai sumber energi alternatif. Prospek cerah biofuel ini dikarenakan biofuel

mampu memberikan berbagai dampak positif yang tidak diberikan bahan bakar minyak.

International Energy Agency melihat kehadiran biofuel mampu memberi solusi pada beberapa

masalah utama lingkungan saat ini10

. Pertama, dalam hal energy security. Manusia sangat

tergantung pada bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara), padahal persediaan kedua bahan

8 United Nations. Sustainable Bioenergy : A Framework for Decision Makers. http://esa.un.org/un-energy/pdf/

susdev.Biofuels.FAO.pdf, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 03.56. 9 Wayan R. Susila, op.cit. 10 International Energy Agency, Biofuels for Transport: An International Perspective, (Paris: Chirat, 2004), hal. 25-26.

Page 6: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 6

bakar tersebut semakin menipis karena keduanya tidak dapat diperbaharui. Kehadiran biofuel

dianggap mampu “mengamankan” kepentingan energi beberapa negara yang memproduksinya.

Dampak positif dari penggunaan biofuel secara masal adalah biofuel lebih ramah lingkungan,

karena biofuel menghasilkan emisi CO2 yang jauh lebih sedikit dari pada bahan bakar fosil

sehingga penggunaan biofuel, tidak seperti bahan bakar minyak, tidak merusak lingkungan.

Dampak positif selanjutnya adalah ketersediaan biofuel yang relatif lebih mudah diproduksi oleh

kebanyakan negara karena sumbernya dapat diperbaharui dan bahan dasarnya lebih banyak

tersedia.

2.3. Dampak Negatif Biofuel

Selain memberikan berbagai dampak positif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

ternyata penggunaan biofuel juga menghasilkan berbagai dampak negatif. Dampak negatif yang

akan dibahas di makalah ini adalah efek yang timbul dari kenaikan harga bahan pangan tersebut

pada penduduk dunia.

Situasi naiknya harga bahan pangan dunia secara tajam ini berpotensi untuk

memperburuk situasi ketahanan pangan, apalagi bagi negara-negara yang net-importir dalam

pangan atau negara-negara yang jumlah penduduknya relatif banyak11

. Bagi negara-negara

pengekspor sumber pangan bahan dasar biofuel tersebut, tentu tidak mengalami kesulitan sebesar

negara-negara pengimpor, yang harus dengan cepat beradaptasi pada kenaikan secara mendadak

dari harga bahan pangan tersebut. Kenaikan harga bahan pangan tersebut lantas membuat

penduduk mengalami kesulitan akses pangan, yang lantas mengakibatkan terjadinya krisis

pangan yang akan dijelaskan berikutnya.

2.3.1. Krisis Pangan Dunia dan Masalah yang Ditimbulkannya

Sejak tahun 2000, World Bank memperkirakan harga pangan dunia kini mengalami

kenaikan sebesar 75%, dengan kenaikan harga gandum sebesar 200%, dan jagung berada dalam

posisi harga tertingginya dibanding 12 tahun terakhir12

. Kenaikan harga jagung dan gandum serta

berbagai bahan dasar biofuel tersebut juga mengakibatkan naiknya harga bahan pangan lain

seperti daging, telur, dan lain-lain. Sehubungan dengan hal ini, The Food and Agriculture

Organization (FAO) telah mengidentifikasi 36 negara masuk dalam kategori “krisis”, dan 21 di

11 Wayan R. Susila, loc.cit. 12 Kate Smith dan Rob Edwards. 2008 : The Year of Global Food Crisis. http://www.sundayherald.com/news

/heraldnews/display.var.2104849.0.2008_the_year_of_global_food_crisis.php, diakses pada 7 Desember 2008, pukul 06.52.

Page 7: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 7

antaranya berada di Benua Afrika13

. Senada dengan FAO, World Bank menyatakan kenaikan

harga pangan dunia selama tiga tahun terakhir telah merusak kerja keras World Bank selama tujuh

tahun terakhir dengan memaksa 100 juta orang kembali pada keadaan miskin14

. Pernyataan kedua

lembaga dunia itu seakan menyadarkan kita akan betapa gawatnya keadaan dunia saat ini, dunia

kini berada dalam kondisi krisis pangan, dan hal itu tentu bukanlah kabar baik. Krisis pangan

yang dialami dunia saat ini sudah berada dalam kondisi yang semakin menyedihkan, diperkirakan

pada tahun 2007 kemarin, sekitar 50 juta orang dikategorikan berada dalam kondisi kelaparan

karena kenaikan harga pangan15

.

Krisis pangan yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan pangan dunia kemudian

mendatangkan berbagai dampak negatif lainnya, seperti yang terjadi di India, di mana sekitar

50% penduduknya mengalami kelaparan. India jugalah negara yang mengalami food-deficit

(kekurangan jumlah pangan), di mana sekitar 77% penduduknya hidup dengan pendapatan di

bawah $1 per hari. Sekitar 35% populasinya berada dalam keadaan food-insecure, dan parahnya,

46% dari anak-anak dunia usia tiga tahun ke atas yang mengalami malnutrisi berada di India16

.

Hal yang sama juga terjadi di Afrika, di mana satu dari tiga orang Afrika dikabarkan berada

dalam kondisi kurang gizi17

. Kondisi kurang gizi, terutama bagi anak-anak usia di bawah dua

tahun, sangatlah berbahaya karena dapat menurunkan imunitas tubuh yang lantas berdampak

pada tubuh orang yang kurang gizi tersebut menjadi rentan terhadap virus dan kuman penyakit.

Terjadinya malnutrisi pada anak-anak juga dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual seorang

anak.

13 The Washington Post. Food Crisis, Soaring Prices are Causing Hunger Around the World.

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/03/13/AR2008031303347.html, diakses pada 7 Desember 2008,

pukul 06.28. 14 Elizabeth Chiles Shelburne, loc.cit. 15 Shobha Sukhla. World Food Scarcity and the Challenges of Climate Change and Bio Energy.

http://www.thaindian.com/newsportal/feature/world-food-scarcity-andthe-challenges-of-climate-change-and-bio-energy_1001

06470.html, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 04.12. 16 Ibid. 17 US Aid. Initiative to End Hunger in Africa (IEHA). http://www.usaid.gov/locations/sub-saharan_africa /initiatives/ieha.html,

diakses pada 8 Desember 2008, pukul 02.49.

Page 8: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 8

Atas : Kondisi Krisis Pangan di Afrika, Bawah : Kondisi Krisis Pangan di India

Page 9: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 9

Gambar di halaman sebelumnya menunjukkan respon yang berbeda dari negara-negara dalam

menyikapi upaya penggunaan biofuel secara global. Negara dengan warna hijau menandakan

negara tersebut terlibat dalam usaha pengadaan bahan dasar biofuel, dan karenanya mendapat

subsidi dari negara pro-biofuel. Warna merah menunjukkan negara yang rawan dan mengalami

ketidakstabilan karena kenaikan harga bahan pangan dan harga minyak, negara-negara inilah

yang mengalami dampak negatif dari pengadaan biofuel. Sementara negara yang bergaris-garis

menyikapi kenaikan harga dan krisis pangan yang terjadi dengan melarang terjadinya ekspor

bahan pangan sehingga negara tersebut dapat mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, yang

akan dijelaskan kemudian di sub-bab 2.5.

2.4. Kebijakan Negara-Negara yang Mendukung Penggunaan Biofuel Secara Masal

Penggunaan biofuel secara masal sudah mendapat banyak dukungan, terutama dari

negara-negara besar dan negara maju. Dalam makalah ini, penulis kemudian menyajikan

pandangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat, organisasi Uni

Eropa, dan pemerintah Inggris sehubungan penggunaan biofuel secara global.

Dalam memasalkan penggunaan biofuel sebagai sumber energi utama, pemerintah

Amerika Serikat mewajibkan sedikitnya 5% kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar

biofuel, yang kemudian akan ditingkatkan menjadi 22% pada 202218

. Hal itu dilakukan agar

penduduk Amerika Serikat secara bertahap dapat mengurangi ketergantungannya pada pemakaian

bahan bakar minyak dan lantas beralih ke bahan bakar biofuel. Selain mewajibkan angka minimal

pemakaian biofuel pada kendaran bermotor penduduknya, tahun lalu pemerintah Amerika Serikat

juga mewajibkan 30% dari produksi jagung Amerika Serikat digunakan untuk produksi ethanol.

Ini menunjukkan keseriusan Amerika Serikat untuk memasarkan penggunaan biofuel secara

global. Amerika Serikat sebenarnya telah lama mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk

menggalakkan penggunaan biofuel, antara lain Clean Air Act pada tahun 1990, yang menyerukan

agar bahan bakar yang ramah lingkungan dijual di sembilan daerah dengan tingkat pencemaran

udara terburuk, dan Energy Policy Act pada tahun 2005 berupa perubahan Biomass Research &

Development Act (2000), Jaminan Pinjaman dan Kredit Pajak untuk penggunaan ataupun riset

18 Elizabeth Chiles Shelburne, loc.cit.

Page 10: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 10

biofuel19

. Selain, itu pemerintah Amerika Serikat juga memberikan insentif berupa subsidi bagi

para petani yang menanam bahan dasar biofuel dan menjualnya untuk kepentingan produksi

biofuel. Pemerintah Amerika Serikat pada waktu itu memberi subsidi bagi petani yang menanam

bahan dasar ethanol seperti tebu, jagung, dan lain-lain20

. Adanya subsidi itu tentu saja membuat

para petani jauh lebih memilih menanam tanaman bahan dasar biofuel dibanding tanaman pangan,

yang lantas menyebabkan ketersediaan tanaman pangan dunia semakin menipis sementara

permintaan relatif tetap dan mungkin bertambah, harga bahan pangan pun meroket tajam.

Tidak hanya pemerintah Amerika Serikat yang sepertinya serius ingin menjadikan

biofuel sebagai sumber energi alternatif global. Keseriusan juga ditunjukkan oleh pemerintah

Inggris, yang mewajibkan setiap bahan bakar menggunakan paling sedikit 2.5% biofuel. Target

ini dikabarkan akan naik menjadi 5% pada 2010 untuk menunjukkan usaha pemerintah Inggris

pada usaha pengadaan kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan21

. Usaha yang sama juga

ditunjukkan Uni Eropa, yang pada tahun 2006 setuju untuk mewujudkan pemakaian biofuel pada

10% kendaraan bermotor di dunia pada 202022

.

2.5. Respon Negara-Negara yang Kontra terhadap Biofuel

Selain mendapat respon positif dan didukung oleh berbagai kebijakan negara besar,

ternyata penggunaan biofuel secara masal juga mendapat tantangan berupa kritik, umumnya dari

negara berkembang, terutama negara yang menderita banyak kerugian dengan adanya produksi

biofuel, misalnya India dan Afrika Selatan, yang masyarakatnya banyak yang kini berada dalam

kondisi kelaparan karena ketidakmampuan membeli bahan pangan yang harganya kian meroket.

Kritik juga datang dari Presiden Kuba, Fidel Castro yang mengatakan “The sinister idea of

converting food into combustibles was definitively established as the economic line of foreign

policy of the United States”.23

Ucapan Castro ini mengisyaratkan bahwa penggunaan biofuel

secara masal sudah menjadi fokus kebijakan ekonomi Amerika Serikat, yang bertujuan untuk

mengamankan kepentingan energy security-nya dan mengurangi ketergantungan AS pada bahan

bakar minyak.

19 Jetta Wong. US Biofuel Policy Instrument. http://files.eesi.org/jw_berlin_121307.pdf, diakses pada 7 Desember 2008, pukul

06.54. 20 Vivienne Walt. The World’s Growing Food-Price Crisis. http://www.time.com/time/world/article/ 0,8599,1717572,00.html,

diakses pada 7 Desember 2008, pukul 07.00. 21 Paula Kruger, op.cit. 22 CBS News, op.cit. 23 BBC News. Castro Hits Out at US Biofuel Use, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/ 6505881.stm, pada 12

November 2008, pukul 21.34.

Page 11: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 11

Kritik mengenai produksi biofuel yang menggunakan bahan pangan, yang seharusnya

digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan dunia bukan untuk produksi bahan bakar

kendaraan, datang dari Afrika Selatan. Sebagai salah satu negara yang penduduknya mengalami

kelaparan dan berbagai akibat negatif lainnya sehubungan penggunaan biofuel secara masal

seperti yang disebutkan di sub-bab sebelumnya, Deputi Presiden Afrika Selatan, Phumzile

Mlambo-Ngcuka pada World Food Summit yang diselenggarakan pada 3-5 Juni 2008

mengatakan “production of bio-energy should not be allowed to negatively affect food security

nor the land tenure of smallholders and agro-biodiversity24

”. Melalui pernyataannya, Phumzile

Mlambo-Ngcuka menentang penggunaan sumber energi yang menggunakan pangan sebagai

bahan dasar pembuatannya, karena hal itu akan semakin memperparah kondisi ketahanan pangan

(food security) di negaranya.

Kritik mengenai produksi biofuel juga disampaikan oleh Sharad Pawar, Menteri

Pertanian, Permasalahan Konsumer, Pangan dan Distribusi Publik dari Pemerintahan India yang

pada Sidang World Food Summit lalu mengatakan, “the impact of diversion of land which grows

cereal for human consumption into production for biofuels is likely to be self-defeating25

”.

Melalui pernyataannya, Sharad Pawar mengatakan ketidaksetujuannya pada penggunaan biofuel

secara masal yang didukung oleh berbagai negara besar karena hal itu mendatangkan dampak

negatif pada India, yaitu semakin memperparah kondisi ketahanan pangan India serta membawa

ribuan penduduk India ke dalam kondisi kelaparan dan malnutrisi.

Selain mendapat kritik tajam, penggunaan biofuel secara masal—yang mengakibatkan

kenaikan permintaan pada beberapa bahan pangan yang digunakan untuk bahan dasar biofuel,

yang kemudian berbuntut pada kenaikan harga bahan pangan—membuat negara-negara yang

biasa menjadi pengekspor bahan pangan dunia mengalami ketakutan, ketakutan kalau-kalau

negara mereka kemudian tidak sanggup membeli bahan pangan yang mereka ekspor sendiri

karena harganya yang melonjak begitu sampai pada pasar dunia. Ketakutan inilah yang kemudian

mendorong berbagai negara melakukan proteksionisme dalam bentuk larangan ekspor,

proteksionisme bahkan kini tidak hanya dilakukan oleh negara-negara pengekspor bahan pangan

24 Phumzile Mlambo-Ngcuka. Statement by the South African Delegation on High Level Conference.

http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/foodclimate/statements/zaf_mlambo_ngcuka.pdf, diakses pada 8 Desember 2008,

pukul 11.12. 25 Sharad Pawar. Statement by Honorable Sharad Pawar, Minister for Agriculture, Consumer Affairs, Food & Public

Distribution, Government of India. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/foodclimate/ statements/ind_pawar.pdf, diakses

pada 8 Desember 2008, pukul 11.31.

Page 12: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 12

bahan dasar biofuel, namun juga oleh negara-negara pengekspor bahan pangan lain. Contoh

negara yang menerapkan larangan ekspor bagi produksi bahan pangannya adalah Filiphina, India,

Vietnam, Egypt, Thailand, Pakistan, India, Kazakhstan, dan berbagai negara lain. Filiphina,

misalnya telah menerapkan prinsip self-sufficiency pada produksi beras, dan untuk mendukung

prinsip tersebut, pemerintah Thailand mengeluarkan Anti-Rice Hoarding Task Force yang

menerapkan hukuman bagi para penyimpan (hoarder) beras dengan tuduhan melakukan sabotase

ekonomi dan pencurian26

.

Larangan ekspor juga dilakukan oleh India, Vietnam dan Egypt pada produksi beras

domestiknya. Larangan ekspor inilah yang kemudian menyebabkan persediaan beras di pasaran

dunia semakin sedikit dan harganya pun melonjak tinggi dari $333 untuk satu ton pada 2006

menjadi $963 per ton pada Mei 200827

. Respon yang unik juga datang dari negara-negara di

Teluk Persia, yang kini telah mulai membeli tanah di Sudan dan sekitarnya dan bermaksud

menjadikan lahan tersebut sebagai “pertanian yang merdeka” (“sovereign farm”) untuk menanam

berbagai bahan pangan agar negar-negara tersebut dapat mencukupi kebutuhan pangannya tanpa

harus terkena imbas dari kenaikan harga bahan pangan dunia sehubungan dengan penggunaan

biofuel secara masal28

. Proteksionisme yang dilakukan negara-negara tersebut kemudian

berbuntut pada semakin menipisnya, atau bahkan tidak tersedianya, stok berbagai bahan pangan

di pasaran dunia padahal permintaan akan bahan pangan tersebut tetap dan bahkan meningkat.

Alhasil, proteksionisme yang dilakukan negara-negara sukses membuat harga berbagai bahan

pangan melonjak tinggi.

2.6. Analisa

Penggunaan biofuel secara masal yang ternyata menyebabkan terjadinya krisis pangan di

sejumlah negara dunia mengundang satu pertanyaan besar : jika memang keberadaan dan

penggunaan biofuel mendatangkan kerugian yang sangat fatal bagi masyarakat dunia, lantas

mengapa negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa tetap

“memaksa” agar biofuel digunakan secara global demi memenuhi kepentingan energi? Bukankah

akan lebih baik bila negara-negara yang pro-biofuel melakukan riset untuk kembali menemukan

sumber energi alternatif lain yang lebih aman dan tidak mendatangkan dampak buruk bagi

26 Elizabeth Chiles Shelburne, loc.cit. 27 Ibid. 28 Ibid.

Page 13: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 13

masyarakat?

Seharusnya tidak sulit bagi negara-negara besar yang setuju akan penggunaan biofuel

untuk mengetahui akibat parah yang ditimbulkan dari digunakannya bahan pangan sebagai bahan

dasar pembuatan bahan bakar. Negara besar yang pro-biofuel seharusnya tahu dan paham bahwa

“pemaksaan” penggunaan biofuel secara global berdampak pada meningkatnya masalah

kelaparan di negara dunia yang lantas berbuntut pada permasalahan lain seperti penyakit dan

malnutrisi. Namun, penulis melihat, yang terjadi adalah negara-negara besar pro-biofuel seakan

menutup mata dan pura-pura tidak tahu akan dampak negatif yang ditimbulkan biofuel ini.

Negara yang pro-biofuel terus-menerus memberikan bantahan bahwa kenaikan harga pangan

dunia yang lantas berbuntut pada munculnya masalah krisis pangan bukan disebabkan oleh

penggunaan biofuel, padahal berbagai lembaga dunia telah membuktikan melalui berbagai riset

bahwa tanpa adanya fenomena biofuel ini, harga bahan pangan tidak akan mengalami kenaikan

setinggi sekarang.

Negara pro-biofuel seharusnya sudah mengetahui akibat negatif ini, mereka sudah tahu

kenyataan bahwa di balik peran biofuel sebagai sumber energi alternatif, biofuel ternyata

merupakan penyebab dari melonjaknya harga pangan dunia namun alih-alih mereduksi dampak

negatif penggunaan biofuel di masyarakat, negara pro-biofuel malah terus berdalih dan

memaksakan penggunaan biofuel secara global. Penulis memandang, apa yang dilakukan negara

pro-biofuel—yang rata-rata adalah negara maju—untuk terus mendukung penggunaan biofuel

walaupun telah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkannya, merupakan usaha

negara-negara tersebut untuk mengamankan energy security mereka, mengingat hingga saat ini

produksi utama biofuel masih dipegang oleh negara-negara besar. Penulis memandang ada motif

lain di balik kenaikan harga pangan yang terjadi karena penggunaan biofuel ini : usaha negara

maju untuk membuat negara berkembang dan miskin semakin tergantung padanya, baik dalam

hal energi maupun dalam hal pangan. Penulis melihat, adanya tendensi negara besar untuk

kembali “menjajah” negara-negara berkembang dan miskin dengan membuat negara berkembang

dan miskin terus tergantung. Di sinilah, penulis menyimpulkan, alasan politis kembali berperan.

Kenaikan harga pangan dunia yang menyebabkan krisis pangan, yang disebabkan oleh

peningkatan permintaan akan bahan dasar biofuel, mempunyai alasan politis di baliknya, yaitu

tendensi dari negara besar untuk terus mempertahankan ketergantungan negara berkembang dan

miskin pada negara besar.

Page 14: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 14

BAB III

KESIMPULAN

Menipisnya cadangan minyak di permukaan bumi memaksa penduduk dunia untuk

mencari sumber energi alternatif baru guna memenuhi kebutuhan energinya. Di tengah usaha

mencari sumber energi alternatif, ditemukanlah biofuel, bahan bakar yang berasal dari materi

biologis non-fosil yang dapat diperbaharui. Kini, biofuel dengan bahan dasar jagung, tebu,

kedelai, gandum, dan berbagai bahan pangan lainnya itupun semakin meningkat penggunaannya.

Selain berperan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi, biofuel juga memiliki

berbagai kelebihan yang tidak dimiliki sumber energi sebelumnya. Biofuel merupakan jawaban

bagi masalah energy security, karena biofuel mampu mengamankan berbagai permasalahan

energi negara-negara dunia. Biofuel juga lebih ramah lingkungan, jika dibandingkan dengan

bahan bakar minyak. Tidak hanya itu, pembuatan biofuel yang didasari bahan-bahan pangan yang

dapat diperbaharui membuat biofuel kini semakin dilirik karena proses produksinya yang relatif

lebih mudah. Penggunaan biofuel secara masal pun mulai digencarkan, banyak negara

menyatakan kesetujuannya untuk mengembangkan proyek biofuel ini, salah satunya adalah

Amerika Serikat dan Uni Eropa melalui berbagai kebijakan yang pro-biofuel.

Namun di balik sisi positif dan peran biofuel sebagai sumber energi alternatif, biofuel

ternyata menyimpan satu dampak negatif yang cukup vital. Proses pembuatan biofuel yang

dibuat menggunakan berbagai bahan pangan ternyata membuat permintaan akan bahan pangan

tersebut meningkat tajam, yang lantas berbuntut pada menipisnya persediaan bahan pangan bahan

dasar biofuel tersebut pada pasaran dunia. Harga bahan pangan bahan dasar biofuel, yang

menjadi bahan pangan utama bagi masyarakat negara berkembang dan miskin pun meningkat

tajam. Kenaikan bahan pangan ini kemudian diikuti oleh kenaikan bahan pangan lain, yang

memaksa warga dunia berada dalam kondisi krisis pangan karena ketidakmampuan untuk

membeli bahan pangan yang harganya semakin meroket itu. Dunia pun berada dalam kondidi

krisis pangan. Berbagai respon negatif seiring meningkatnya harga bahan pangan pun muncul,

berbagai protes pun terjadi di negara-negara dunia. Kenaikan harga bahan pangan dunia juga

lantas menimbulkan reaksi proteksionisme berupa larangan ekspor yang diterapkan oleh

negara-negara pengekspor bahan pangan dunia, lantaran ketakutan akan tidak mampunya negara

Page 15: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 15

tersebut mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri. Berbagai larangan ekspor yang terjadi

sebagai reaksi kenaikan harga pangan itu dilakukan oleh sejumlah besar negara seperti India,

Thailand, Filiphina, Vietnam, Egypt, dan lain-lain. Larangan ekspor dari negara-negara itu malah

memperparah situasi, persediaan bahan pangan di pasaran dunia semakin sedikit sementara

permintaan terbilang tetap bahkan meningkat, harga bahan pangan pun semakin tinggi, dan

dikabarkan krisis pangan ini akan bertahan selama beberapa tahun ke depan.

Sampai saat ini pun belum ada suatu kesepakatan yang pasti antar negara-negara dunia

terhadap pro-kontra isu ini. Penulis sendiri menganggap penggunaan biofuel memang sangat

penting dan tepat dalam menangani masalah lingkungan dan keterbatasan energi saat ini, hanya

saja perlu diupayakan suatu teknik yang lebih proporsional agar permasalahan krisis pangan tidak

terjadi. Permintaan bahan-bahan pangan untuk biofuel harus disertai dengan efisiensi energi,

sehingga permintaan dapat lebih dikontrol. Masalah global seperti isu biofuel ini memang

membutuhkan suatu pengertian dan kerja sama global di tengah-tengah berbagai kepentingan

yang mungkin saling bertentangan. Adanya kerja sama global diharapkan dapat membawa dunia

pada babak baru berupa terselesaikannya masalah krisis energi dan krisis pangan. Semoga.

Page 16: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA

Holsti, K.J. International Politics : A Framework for Analysis. New Jersey : Prentice Hall, 1997.

International Energy Agency. 2004. Biofuels for Transport: An International Perspective. Paris:

Chirat.

Rujukan dari internet :

Bailey, Robert. EU and US Biofuel Policy. http://www.edacork.org/Documents/

RobertBaileyOxfam.pdf, diakses pada 7 Desember 2008. Pukul 07.01.

BBC News. Castro Hits Out at US Biofuel Use, http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/

6505881.stm, diakses pada 12 November 2008, pukul 21.34.

CBS News. Biofuel Battle Highlights U.N. Food Summit, U.S., Brazil And Other Countries Lay

Out Disagreements Over Biofuel's Role In Higher Food Prices.

http://www.cbsnews.com/stories/2008/06/04/ world/main4151450.shtml, diakses pada 12

November 2008, pukul 21.47.

Kruger, Paula. Biofuel Contributing to Food Crisis. http://www.abc.net.au/pm/content/

2008/s2225758.htm, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 04.02.

Mlambo-Ngcuka, Phumzile. Statement by the South African Delegation on High Level

Conference. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/foodclimate/statements/zaf_

mlambo_ngcuka.pdf, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 11.12.

Pawar, Sharad. Statement by Honorable Sharad Pawar, Minister for Agriculture, Consumer

Affairs, Food & Public Distribution, Government of India. http://www.fao.org/fileadmin/

user_upload/foodclimate/statements/ind_pawar.pdf, diakses pada 8 Desember 2008, pukul

11.31.

Schnepf, Randy. European Union Biofuels Policy and Agriculture: An Overview.

http://www.italy.usembassy.gov/pdf/other/RS22404.pdf, diakses pada 7 Desember 2008,

pukul 06.25.

Shelburne, Elizabeth Chiles. The Great Disruption. http://www.theatlantic.com/doc/

200809/food-scarcity, diakses pada 12 November 2008, pukul 20.08.

Smith, Kate dan Rob Edwards. 2008 : The Year of Global Food Crisis.

Page 17: Biofuel Dilemma Alternative Energy vs Food Crisis, Studi Kasus Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alter Nat If Dan Krisis Pangan Yang Ditimbulkannya

Page | 17

http://www.sundayherald.com/news/heraldnews/display.var.2104849.0.2008_the_year_of_glo

bal_food_crisis.php, diakses pada 7 Desember 2008, pukul 06.52.

Sparkes, Matthew. The Dangers of Biofuel. http://www.treehugger.com/files/2007/03/

dangers_of_biofuels.php, diakses pada 12 November 2008, pukul 20.54

Sukhla, Shobha. World Food Scarcity and the Challenges of Climate Change and Bio Energy.

http://www.thaindian.com/newsportal/feature/world-food-scarcity-andthe-challenges-of-climat

e-change-and-bio-energy_100106470.html, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 04.12.

Susila, Wayan R. Pengembangan Biofuel : Si Miskin Versus Si Kaya. http://www.ipard.com/

art_perkebun/Sep11-06_wrs.asp, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 03.55.

The Washington Post. Food Crisis, Soaring Prices are Causing Hunger Around the World.

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/03/13/AR2008031303347.html,

diakses pada 7 Desember 2008, pukul 06.28.

United Nations. Sustainable Bioenergy : A Framework for Decision Makers.

http://esa.un.org/un-energy/pdf/susdev.Biofuels.FAO.pdf, diakses pada 8 Desember 2008,

pukul 03.56.

US Aid. Initiative to End Hunger in Africa (IEHA). http://www.usaid.gov/locations/

sub-saharan_africa/initiatives/ieha.html, diakses pada 8 Desember 2008, pukul 02.49.

Walt, Vivienne. The World’s Growing Food-Price Crisis. http://www.time.com/time/world

/article/0,8599,1717572,00.html, diakses pada 7 Desember 2008, pukul 07.00.

Wong, Jetta. US Biofuel Policy Instrument. http://files.eesi.org/jw_berlin_121307.pdf, diakses

pada 7 Desember 2008, pukul 06.54.