BIODEGRADASI FENOL LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL … · Scientist (2008), Pelatihan Penanganan Hewan...
Transcript of BIODEGRADASI FENOL LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL … · Scientist (2008), Pelatihan Penanganan Hewan...
BIODEGRADASI FENOL LIMBAH CAIR INDUSTRI
TEKSTIL OLEH Candida tropicalis
AKMAL
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
AKMAL. Biodegradasi Fenol Limbah Cair Industri Tekstil oleh Candida
tropicalis. Dibimbing oleh SURYANI dan LAKSMI AMBARSARI.
Sejumlah besar limbah dihasilkan selama industri tekstil beroperasi.
Limbah tersebut mengandung banyak senyawa fenol sehingga menjadi
permasalahan lingkungan yang serius. Salah satu mikroorganisme yang mampu
menggunakan fenol sebagai sumber karbonnya adalah Candida tropicalis. Pada
penelitian ini, Candida tropicalis digunakan dalam teknik biodegradasi fenol
secara aerobik untuk menurunkan konsentrasi fenol tersebut pada kondisi
optimum. Konsentrasi fenol dianalisis dengan metode 4-aminoantipirina pada
panjang gelombang 510 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju degradasi
optimum tercapai pada suhu 30oC dan pH 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi fenol pada limbah tekstil yang tidak diberi perlakuan (kontrol) tidak
mengalami penurunan selama pengamatan, sedangkan limbah tekstil yang
diinokulasi sel Candida tropicalis mengalami penurunan sebesar 30% selama 6
jam dengan laju degradasi 0.025 mg L-1
jam-1
. Laju degradasi Candida tropicalis
dalam limbah tekstil tersebut lebih rendah daripada laju degradasi pada fenol
murni sebesar 12.5 mg L-1
jam-1
. Hasil penelitian lainnya memperlihatkan bahwa
fenol limbah tekstil lebih cenderung didegradasi daripada digunakan untuk
sintesis biomassa sel yang ditunjukkan dengan nilai rapat optik biomassa sel yang
konstan selama pengamatan.
ABSTRACT
AKMAL. Biodegradation of Phenol Compound in Textile Industry Wastewater by
Candida tropicalis. Under the direction of SURYANI and LAKSMI
AMBARSARI.
Large quantities of textile waste were produced during the operation of
textile industry. It materials contained a high level of phenol compounds that
results a serious environmental problem. One of microorganism that used phenol
for carbon source is Candida tropicalis. In this studi, Candida tropicalis was used
in an aerobic biodegradation process to reduce phenol concentration in order to
optimum condition. Phenol concentration was determined by 4-aminoantipyrine
method on 510 nm. Results showed that degradation rate is optimum at 30oC and
a pH of 6. Phenol concentration in control not decrease during observation,
meanwhile textile wastewater that inoculation Candida tropicalis decrease 30%
for 6 hours with degradation rate 0.025 mg L-1
h-1
. This degradation rate is lower
than in pure phenol 12.5 mg L-1
h-1
. The other results show that phenol disposed to
degraded than to produce cell biomass that showing optical density of cell
biomass is constant during observation.
BIODEGRADASI FENOL LIMBAH CAIR INDUSTRI
TEKSTIL OLEH Candida tropicalis
AKMAL
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Biodegradasi Fenol Limbah Cair Industri Tekstil oleh Candida
tropicalis
Nama : Akmal
NIM : G84062216
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Suryani, M.Sc
Ketua
Dr. Laksmi Ambarsari, MS
Anggota
Diketahui
Dr.Ir. I Made Artika, M.App., Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen
Biokimia IPB selama periode Januari-Maret 2010 dengan judul Biodegradasi
Fenol Limbah Cair Industri Tekstil oleh Candida tropicalis. Penelitian ini dibiayai
oleh Bogor International Club.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Suryani, M.Sc, selaku ketua
komisi pembimbing dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS, selaku anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukannya kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada kelompok peneliti KKP3T atas nama Dr.
Laksmi Ambarsari, MS dkk. yang telah mengizinkan untuk menggunakan kultur
Candida tropicalis dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Mochammad Nasodikin yang telah memberikan bantuannya selama
penelitian dan Candra Catur Nugeraha yang telah membantu dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak,
ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Agustus 2010
Akmal
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 1989 dari ayah Madinah
dan ibu Yani. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 66 Jakarta dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Tahun 2007 penulis memilih Mayor Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Struktur dan Fungsi Subseluler pada tahun ajaran 2009/2010 dan
2010/2011. Pada tahun 2008 penulis menjadi finalis Kompetisi Karya Tulis
Mahasiswa (KKTM) tingkat IPB dengan judul Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang
untuk Produksi Xilanase Termostabil. Selain itu, penulis juga pernah
melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Quality Assurance/Quality Control, PT Bayer Indonesia-Pabrik Cimanggis dan
menyusun laporan dengan judul Analisis Kuantitatif d-Biotin pada Produk
Multivitamin Secara Mikrobiologis dengan Metode Turbidimetri.
Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi keprofesian yaitu
Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) sebagai staf
Divisi Metabolisme periode 2008-2009 dan ketua Divisi Research and
Development periode 2009-2010, serta staf Divisi Entrepreneur Koperasi
Mahasiswa periode 2006-2007. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian
seperti Lomba Karya Ilmiah Populer (LKIP) Pesta Sains Nasional (2007 dan
2008), G-Art and Creativity Competition (2008), G-Faculty Orientation for
Scientist (2008), Pelatihan Penanganan Hewan Coba (2008) dan Pesta Sains
Nasional (2009). Selama mengikuti perkuliahan penulis juga tercatat sebagai staf
pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar dan Privat Unggul College, Mafia Clubs,
dan Salemba Group.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Fenol ...................................................................................................... 2
Mikroorganisme Pendegradasi Fenol ...................................................... 3
Candida tropicalis dan Pemanfaatannya ................................................ 5
Pertumbuhan Khamir ............................................................................. 6
Lintasan Metabolisme dan Senyawa Intermediet Biodegradasi Fenol ..... 6
Limbah Cair Industri Tekstil .................................................................. 10
Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil ................................................ 10
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...................................................................................... 11
Metode Penelitian .................................................................................. 11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adaptasi Kultur Candida tropicalis pada Media yang Mengandung Fenol 13
Profil Pertumbuhan Candida tropicalis .................................................. 13
Hasil Analisis Limbah Cair Industri Tekstil ........................................... 15
Nilai pH Optimum Biodegradasi Fenol .................................................. 15
Suhu Optimum Biodegradasi Fenol ........................................................ 16
Biodegradasi Fenol Limbah Tekstil oleh Candida tropicalis .................. 17
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 18
LAMPIRAN ................................................................................................. 24
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Konsentrasi fenol dalam limbah cair industri .............................................. 3
2 Mikroorganisme pendegradasi fenol ........................................................... 4
3 Sumber isolat khamir pendegradasi fenol C. tropicalis ............................... 5
4 Jenis lintasan biodegradasi fenol pada mikroorganisme ............................... 7
5 Senyawa intermediet dan produk biodegradasi fenol pada mikroorganisme . 8
6 Hasil analisis limbah cair tekstil ................................................................. 15
7 Laju degradasi fenol limbah tekstil pada beberapa variasi pH ..................... 15
8 Laju degradasi fenol limbah tekstil pada beberapa variasi suhu .................. 17
9 Laju degradasi fenol ................................................................................... 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kimia fenol ................................................................................... 2
2 Kurva pertumbuhan sel khamir ................................................................... 6
3 Dua lintasan biodegradasi fenol secara aerobik ............................................ 9
4 Lintasan meta biodegradasi fenol ............................................................... 9
5 Pengolahan limbah cair industri tekstil ....................................................... 11
6 Candida tropicalis setelah diadaptasi pada media yang mengandung fenol . 13
7 Kurva pertumbuhan dan kurva degradasi fenol ........................................... 14
8 Laju degradasi fenol C. tropicalis selama fase pertumbuhan ....................... 14
9 Persentase degradasi fenol limbah tekstil pada beberapa variasi pH ............ 15
10 Persentase degradasi fenol limbah tekstil pada beberapa variasi suhu ......... 17
11 Profil biodegradasi fenol limbah tekstil oleh Candida tropicalis ................. 17
2
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Strategi penelitian ...................................................................................... 25
2 Kurva standar fenol .................................................................................... 26
3 Hasil perhitungan persentase dan laju degradasi fenol ................................ 27
4 Baku mutu limbah cair bagi industri ............................................................ 28
5 Baku mutu limbah cair bagi industri tekstil ................................................ 29
PENDAHULUAN
Fenol merupakan senyawa organik yang
bersifat toksik. Senyawa ini merupakan
polutan yang bersifat persisten di dalam air.
Kontaminasi fenol di lingkungan dapat berasal dari udara dan air buangan proses produksi,
penggunaan, dan pembuangan produk-produk
yang mengandung fenol. Limbah industri
yang banyak mengandung fenol diantaranya,
industri kimia, petrokimia, farmasi, tekstil,
dan baja (Rocha et al. 2007). Menurut Shetty
et al. (2007), konsentrasi fenol yang terdapat
dalam limbah tersebut sangat bervariasi
dengan kisaran 10-3000 mg/L.
Senyawa ini dapat dikatakan aman bagi
lingkungan jika konsentrasinya berkisar antara 0.5-1.0 mg/L sesuai dengan KEP No.
51/MENLH/ 10/1995 dan ambang batas fenol
dalam air baku air minum adalah 0.002 mg/L
seperti yang dinyatakan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal)
(Slamet et al. 2005). Oleh sebab itu,
diperlukan usaha untuk mereduksi konsentrasi
fenol dalam limbah tersebut perlu dilakukan
sebelum dibuang ke perairan umum.
Metode yang biasa digunakan untuk
mereduksi konsentrasi fenol dalam limbah
antara lain radiasi sinar ultraviolet, H2O2, ultrasonik dengan atau tanpa katalis
(Komarkova et al. 2003), fotokatalis (Slamet
et al. 2005), serta reaksi Fenton (Siedlecka &
Stepnowski 2005). Metode penanganan
konvensional tersebut mempunyai beberapa
kelemahan diantaranya memerlukan biaya
yang tinggi, menghasilkan senyawa samping
yang bersifat toksik, dan proses
mineralisasinya tidak sempurna (Saravanan et
al. 2008b). Faktor biaya tersebut merupakan
alasan bagi kalangan industri tekstil skala rumah tangga sampai menengah untuk tidak
melakukan pengolahan terhadap buangan
industrinya sehingga mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan seperti
yang terjadi di Pekalongan pada tahun 2007.
Menurut Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (Bapedalda) Jateng
menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat
130 industri tekstil rumahan di Desa Simbang
Kulon, Kecamatan Buaran, Kabupaten
Pekalongan yang telah mencemari
lingkungan. Kondisi pencemarannya sudah tingkat kritis, mengakibatkan sumber air di
desa itu tidak layak dikonsumsi. Dengan
demikian, diperlukan metode alternatif lain
dalam menangani limbah fenol pada industri
tekstil dengan biaya yang lebih murah yaitu
teknik biodegradasi.
Biodegradasi merupakan proses
mineralisasi secara sempurna dari suatu
senyawa kimia menjadi senyawa sederhana
seperti CO2, H2O, NO3 dan senyawa
anorganik lainnya (Nair et al. 2008). Prinsip
teknik ini yaitu polutan organik digunakan
sebagai sumber karbon dan energi oleh
mikroorganisme sehingga proses pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi akan
menghasilkan degradasi sempurna
(mineralisasi) polutan organik tersebut. Secara umum mekanisme biodegradasi fenol dapat
terjadi secara aerobik maupun anaerobik
(Ruiz-Ordaz et al. 2001).
Keuntungan yang diperoleh melalui teknik
ini adalah biaya yang murah dan tidak
dihasilkannya polutan sampingan karena fenol
dapat secara sempurna didegradasi menjadi
H2O dan CO2 (Jiang et al. 2007b). Teknik ini
sangat mudah diaplikasikan untuk
mendegradasi fenol pada limbah buangan
industri dikarenakan fenol merupakan senyawa aromatik yang mudah didegradasi
daripada senyawa aromatik lainnya
(Komarkova et al. 2003).
Pseudomonas merupakan genus bakteri
yang paling banyak dilaporkan
kemampuannya dalam mendegradasi fenol
(Annadurai et al. 2007; Agarry et al. 2008a;
Agarry et al. 2008b; Agarry et al. 2008c; Lin
et al. 2008; Agarry et al. 2009), sedangkan
Pseudomonas putida merupakan spesies
bakteri yang dapat menggunakan fenol sebagai sumber karbon utamanya (Vilímková
et al. 2008). Trichosporon cutaneum
(Mörtberg & Neujahr 1985), Aureobasidium
pullulans FE13 (Santos et al. 2009), Candida
albicans TL3 (Tsai et al. 2005), dan Candida
tropicalis (Komarkova 2003; Jiang et al.
2007b; Varma & Gaikwad 2009) juga
dilaporkan merupakan fungi yang mampu
mendegradasi fenol.
Apabila dibandingkan dengan bakteri dan
fungi berfilamen, khamir memiliki banyak
keunggulan. Khamir tidak hanya dapat tumbuh cepat seperti bakteri, tetapi juga
mempunyai kemampuan untuk hidup di dalam
lingkungan yang kurang mendukung seperti
halnya fungi berfilamen (Rocha et al. 2007).
Khamir sangat potensial untuk dimanfaatkan
dalam teknik biodegradasi fenol, salah
satunya adalah Candida tropicalis.
Candida tropicalis merupakan khamir
pendegradasi fenol yang mampu tumbuh
dalam lingkungan yang konsentrasi fenolnya
sangat tinggi dan mampu menggunakan fenol sebagai satu-satunya sumber karbon utamanya
(Rocha et al. 2007). C. tropicalis juga dapat
2
mendegradasi turunan fenol dan senyawa
alifatik lainnya dalam lingkungan yang
konsentrasi fenolnya relatif tinggi sekitar 3000
mg/L (Ruiz-Ordaz et al. 2001). Akan tetapi,
pemanfaatan C. tropicalis dalam penanganan
limbah tersebut belum banyak dilakukan.
Optimasi media dan kondisi pertumbuhan
untuk degradasi fenol juga merupakan faktor
yang sangat penting dalam pengembangan
bioproses (Ghanem et al. 2009). Oleh sebab
itu, diperlukan kajian mengenai kemampuan C. tropicalis dalam mendegradasi limbah
fenol industri tekstil pada kondisi optimum.
Tujuan penelitian ini yaitu memanfaatkan
C. tropicalis untuk menurunkan konsentrasi
fenol dalam limbah cair industri tekstil.
Hipotesis penelitian ini adalah fenol yang
terkandung di dalam limbah tekstil dapat
didegradasi secara sempurna oleh Candida
tropicalis dalam kondisi optimum. Penelitian
ini diharapkan mampu menjadi alternatif
penanganan limbah fenol industri tekstil.
TINJAUAN PUSTAKA
Fenol
Fenol (C6H6O) merupakan senyawa
organik yang mempunyai gugus hidroksil
yang terikat pada cincin benzena (Gambar 1).
Senyawa ini merupakan turunan dari benzena
melalui penggantian gugus hidrogen dengan
hidroksil, sehingga senyawa ini sering disebut
hidroksi benzena. Senyawa fenol juga
mempunyai beberapa nama lainnya seperti
asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam fenilat, fenil hidroksida,
oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil
hidrat, fenilat alkohol, Baker’s P dan S, dan
fenol alkohol (Nair et al. 2008).
Fenol merupakan senyawa padat tidak
berwarna dengan berat molekul 94.11 g/mol,
massa jenis 1.072, dan titik didih sebesar
181.9oC. Fenol bersifat higroskopis, berbau
tajam, dan bersifat iritasi. Fenol menguap
lebih lambat daripada air dan larut dengan
baik dalam air, tetapi tidak larut dalam
natrium karbonat. Fenol juga dapat larut dalam pelarut organik seperti aromatik
hidrokarbon, alkohol, keton, eter, asam, dan
hidrokarbon halogen (Piakong 2006). Menurut
Haris (2003), fenol lebih asam bila
dibandingkan dengan alkohol, tetapi lebih
basa daripada asam karbonat. Fenol dan
turunannya bersifat toksik dan termasuk ke
dalam zat berbahaya.
Keberadaan fenol di lingkungan dapat
bersumber dari aktivitas alam ataupun
aktivitas manusia. Fenol merupakan unsur
pokok aspal, dan senyawa tersebut dibentuk
selama proses dekomposisi materi organik.
Peningkatan konsentrasi fenol di lingkungan
dapat disebabkan oleh kebakaran hutan. Fenol
juga banyak terdapat dalam buangan limbah
industri (Tabel 1).
Tanah yang terkontaminasi fenol akan
menyebabkan kualitas air tanah tersebut akan
menurun. Fenol terdegradasi di udara sekitar
1–2 hari, sedangkan di dalam air fenol bersifat persisten (ATSDR 2008). Sementara itu, fenol
yang terdapat di tanah dapat didegradasi oleh
bakteri atau mikroorganisme lainnya yang
dapat menggunakan fenol sebagai sumber
karbonnya.
Fenol dapat menyebabkan efek akut yaitu
terganggunya sistem saraf pusat yang dapat
mengakibatkan pingsan dan koma. Fenol juga
dapat menyebabkan hipotermia (penurunan
suhu tubuh) dan depresi miokardial (Nair et
al. 2008). Efek akut fenol yang paling sering terjadi adalah iritasi kulit seperti luka bakar.
Apabila fenol kontak dengan mata dapat
menyebabkan iritasi, pembengkakan,
pemutihan kornea, dan pada akhirnya
kebutaan. Fenol dapat juga menyebabkan
kerusakan hati. Sementara itu, efek kronis
lainnya yang ditimbulkan yaitu anoreksia,
gangguan saluran pencernaan, muntah-
muntah, nyeri otot, dan gangguan syaraf.
Fenol juga diduga dapat menyebabkan
kelumpuhan dan kanker (Nair et al. 2008). Fenol dapat bersifat karsinogenik bagi
manusia pada konsentrasi 5-25 mg/L (El-Naas
et al. 2009).
Hewan yang menghirup fenol dalam
waktu yang lama akan menderita iritasi paru-
paru, kejang otot, kehilangan keseimbangan,
nekrosis hati, luka pada ginjal, dan jantung.
Fenol juga dapat menurunkan respon antibodi
mencit secara signifikan terhadap sel darah
merah biri-biri yang diinjeksikan apabila
diberi fenol ≥6.2 mg/kg/hari di dalam air
minumnya (ATSDR 2008).
Gambar 1 Struktur kimia fenol.
Tabel 1 Konsentrasi fenol dalam limbah cair
industri
Industri Konsentrasi Fenol
(mg/L)
Pabrik fenol 3000-4000
Pabrik pulp dan
kertas
33.1-40
Pabrik tekstil 12.3
Pabrik minyak zaitun 3000-10000
Pabrik resin fenolik 1200->10000
Pabrik kimia 0.01-0.30
Pabrik kilang minyak 33.5
Sumber: Piakong (2006)
Mikroorganisme Pendegradasi Fenol
Mikroorganisme yang mampu mende-
gradasi fenol telah berhasil diisolasi pertama
kali oleh Stormer pada tahun 1908, akan tetapi
penjelasan rinci mengenai cara kerjanya tidak
diberikan (Evans 1947). Mikroorganisme ter-
sebut dapat diisolasi dari tanah maupun air
yang tercemar fenol. Mikroorganisme yang
mampu mendegradasi fenol tidak hanya
berasal dari genus bakteri saja, melainkan
khamir, jamur, dan alga (Tabel 2). Beberapa spesies bakteri yang mampu
mendegradasi fenol diantaranya, Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., Acinotobacter sp., dan
Achromobacter sp. Gurujeyalakshmi dan
Oriel (1989) menambahkan bahwa beberapa
bakteri mesofilik lainnya mampu
mendegradasi fenol seperti Alcaligenes spp.
dan Streptomyces setonii, juga bakteri
termofilik yaitu Bacillus stearothermophilus.
Kemampuan biodegradasi fenol
Cupriaviavidus metallidurans juga telah diteliti oleh Stehlickova et al. (2009) dengan
sistem batch dan penambahan senyawa
humat. Bakteri lainnya yang mampu
mendegradasi fenol adalah Comamonas
testoteroni ZD 4-1 yang diisolasi dari lumpur
pabrik peptisida di Cina (Chen et al. 2003).
Menurut Leahly dan Cowell (1990),
mikrob pendegradasi fenol yang terpenting di
lingkungan air laut dan tanah antara lain,
Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes,
Arthrobacter, Bacillus, Flavobacterium,
Nocardia, dan Pseudomonas spp. Hasil penelitian Abd-El-Haleem et al. (2003)
menunjukkan bahwa Acinetobacter sp. W-17
mampu mendegradasi fenol (500 mg/L)
dengan sempurna selama 120 jam. Isolat
bakteri EDP3 (97.0% homolog dengan
Acinetobacter calcoaceticus) juga diketahui
mempunyai kemampuan menggunakan fenol
sebagai sumber karbonnya dengan konsentrasi
mencapai 1000 mg/L pada suhu ruang (25oC)
(Geng et al. 2006). Pandoraea sp. yang
diisolasi dari tanah Laut Merah juga
dilaporkan mempunyai kemampuan
mendegradasi 100% fenol dengan konsentrasi
50 mg/L selama tiga hari dan hanya mampu
mendegradasi 15% fenol yang diberikan
dengan konsentrasi 100 mg/L (Amer 2008).
Bakteri denitrifikasi juga memiliki ke-
mampuan mendegradasi fenol secara
anaerobik seperti Azoarcus sp. strain CC-11
dan bakteri spiral strain CC-26 (Shinoda et al. 2000). Schie dan Young (1998) juga telah
berhasil mengisolasi beberapa galur bakteri
denitrifikasi pendegradasi fenol yaitu PH002,
CR23, dan FL05 yang masing-masing
mempunyai batas toleransi fenol sebesar 3.5,
3.5, dan 1.5 mM. Hasil perunutan gen 16S
rRNA memperlihatkan bahwa ketiga galur
tersebut termasuk ke dalam genus Azoarcus. Mikrob yang sudah banyak diteliti ke-
mampuannya dalam mendegradasi fenol
adalah Pseudomonas sp. Beberapa spesies Pseudomonas yang sudah diteliti diantaranya
P. aeruginosa (Afzal et al. 2007; Agarry et al.
2008a, Agarry et al. 2008b, Agarry et al.
2008c), P. fluorescence (Agarry et al. 2008a;
Agarry et al. 2008b; Agarry et al. 2008c; Lin
et al. 2008), P. putida (El-Naas et al. 2009),
P. pictorum (Annadurai et al. 2007;
Annadurai & Lee 2007), dan P. pseudomallei
(Afzal et al. 2007). Walaupun demikian, P.
putida merupakan spesies Pseudomonas yang
dilaporkan mampu menggunakan fenol sebagai sumber karbon utama dan satu-
satunya dengan laju degradasi relatif tinggi
(El-Naas et al. 2009).
Kemampuan alga Ochromonas danica
dalam mendegradasi fenol telah diteliti oleh
Semple dan Cain (1995). Mikroalga lainnya
seperti Ankistrodesmus braunii dan
Scenedesmus quadricauda yang ditumbuhkan
pada media dengan fenol 400 mg/L mampu
mengkonversi fenol tersebut lebih dari 70%
selama lima hari (Pinto et al. 2002).
Phanerocheate chrysosporium, Corious versicolor, Streptomyces sp. (Nair et al.
2008), dan Aureobisidium pullulans FE13
(Santos et al. 2009) juga sudah terbukti
merupakan kelompok fungi yang secara
efisien mampu mendegradasi senyawa
fenolik. Leahly dan Colwell (1990)
melaporkan bahwa jamur dari genus
Aspergillus dan Penicillium hasil isolasi dari
tanah dan laut mampu mendegradasi fenol.
Fungi berfilamen Fusarium flocciferum juga
telah dilaporkan mampu mendegradasi senyawa fenolik mencapai 200 mg/L selama
24 jam (Mendonça et al. 2004).
4
Tabel 2 Mikroorganisme pendegradasi fenol
Mikroorganisme Parameter*
Laju degradasi
(mgL-1jam-1)
Pustaka
Bakteri
Acinetobacter sp. W-17 A, SB, ST 4.17 Abd-El-Haleem et al.
(2003)
Alcaligenes faecalis A, SB, ST 21.05 Jiang et al. (2007a)
Cupriavidus metallidurans A, SB, SC 8.33 Stehlicova et al. (2009)
Comamonas testosteroni ZD4-1 A, SB, ST 10.42 Chen et al. (2003)
Corynebacterium sp. DJ1 A, GA, ST 31.5 Kuo-Ling et al. (2009)
Nocardia sp. C-14-1 A, SB, ST 28.57 Ma et al. (2010)
P. aeruginosa ZD4-3 A, SB, ST 20.83 Chen et al. (2003)
P. fluorescence A, SB, SLKM 0.35 Ojumu et al. (2005)
P. pseudomallei A, SB, ST 13.85 Afzal et al. (2007) P. putida A, SA, ST 2-36 El-Naas et al. (2009)
Klebsiella oxytoca A, SB, ST 1.04 Shawabkeh et al.
(2007)
Kultur Campuran Bakteri
Mixed cultura A, SB, ST, IMB 0.438 Marrot et al. (2006)
P. aeruginosa dan P. fluorescence
A, SB, ST 4.17-5.20 Agarry et al. (2008a)
Fungi
Aspergillus flavus A, SB, ST 1.39-2.92 Ghanem et al. (2009)
Fusarium sp. HJ01 A, SB, ST
A, SB, SC
2.19
2.19-2.91
Cai et al. (2007)
Cai et al. (2007)
Khamir
Aureobasidium pullulans
FE13
A, SB, ST 18.35 Santos et al. (2009)
A, SA, ST 20.45 Santos et al. (2009)
Candida albicans PDY-07 AN, SB, SC 26.47 Wang et al. (2009)
C. tropicalis A, SB, ST,
RBMBC
99-191 Ruiz-Ordaz et al.
(2001)
C. tropicalis A, SB, ST
A, SB, SC
30.30
15.15
Jiang et al. (2006a)
Jiang et al. (2006a)
C. tropicalis A, SA, ST, FBR
A, SA, SC. FBR
60
55
Galíndez-Mayer et al.
(2008) C. tropicalis Ct2 A, SB, ST, FB 157 Komarkova et al.
(2003)
C. tropicalis CTM 2 (mutan) A, SB, SS 36.88 Jiang et al. (2007b)
C. tropicalis NCIM 3556 A, SB, ST 125 Varma dan Gaikwad
(2009)
C. tropicalis RETL-Cr1 A, SB, ST 18.8 Piakong (2006)
Nicordia hydrocarbonoxydans
NCIM 2386
A, SA, ST, PPB 33.33 Shetty et al. (2007)
Alga
Ankistrodesmus braunii A, SB, ST 2.33 Pinto et al. (2002) Ochromonas dánica A, SB, ST 24 Semple dan Chain
(1995)
A, SB, SC 12 Semple dan Chain
(1995)
Scenedesmus quadricauda A, SB, ST 2.33 Pinto et al. (2002)
*) A: Aerobik, AN: Anaerobik, SB: Sel Bebas, SA: Sel Amobil, ST: Substrat Tunggal, SC: Substrat Campuran, RBMBC: Repeated Batch Multistage Bubble Column, FBR: Fluidized Bed Reactor, FB: Fed-
batch, B: Batch, IMB: Immersed Membrane Bioreactor, RB: Repeated Batch, PPB: Pulsed Plate Bioreactor
Bergauer et al. (2005) telah berhasil
mengisolasi berbagai spesies khamir psikrofil
pendegradasi fenol yang berasal dari Gunung
Alpine diantaranya, Cryptococcus terreus
(tiga galur), Cryptococcus terricola (satu
galur), Rhodosporidium lusitaniae (dua galur),
Rhodotorula creatinivora (sepuluh galur),
Rhodotorula ingeniosa (satu galur),
Mastigobasidium intermedium (satu galur),
Sporobolomyces roseus (dua galur), dan
Microbotryomycetidae (12 galur). C. tereus (dua galur), R. creatinivora (Sembilan galur),
R. ingeniosa, dan Microbotryomycetidae (dua
galur) merupakan khamir psikrofil yang
mampu tumbuh dengan sangat baik di
lingkungan yang mengandung fenol dengan
nilai OD660 >0.1. Spesies khamir yang banyak
dijadikan objek penelitian biodegradasi fenol
berasal dari genus Candida.
Candida merupakan genus khamir yang
mempunyai beberapa spesies yang mampu
menggunakan n-alkana sebagai sumber karbon dan mampu mengoksidasi berbagai
macam senyawa aromatik, diantaranya C.
maltosa (Corti et al. 1995; Fialová et al.
2004), C. rugosa (Rocha et al. 2007), C.
aquaetextoris (Vallini et al. 2001), C.
albicans TL3 (Tsai et al. 2005), C. albicans
PDY-07 (Wang et al. 2009), C. parapsilosis
(Rigo & Alegre 2004), dan C. tropicalis
(Ruiz-Ordaz et al. 2001; Komarkova et al.
2003; Ettayebi et al. 2003; Rocha et al. 2007;
Varma & Gaikwad 2009).
Candida tropicalis dan Pemanfaatannya
Candida tropicalis merupakan makhluk
hidup eukariot bersel tunggal (uniseluler)
yang umumnya melakukan reproduksi
vegetatif dengan tunas dan mempunyai fase
pertumbuhan yang sama dengan khamir.
Candida tropicalis telah dilaporkan memiliki
kemampuan untuk mendegradasi fenol,
turunannya, dan senyawa hidrokarbon alifatik
dengan laju biodegradasi relatif tinggi (Ruiz-
Ordaz et al. 2001; Eschenfeldt et al. 2003; Komarkova et al. 2003; Varma & Gaikwad
2009).
Candida tropicalis yang mempunyai
kemampuan biodegradasi fenol biasanya
diisolasi dari lingkungan yang terkontaminasi
atau mengandung fenol dalam jangka waktu
yang lama. Berbagai jenis isolat C. tropicalis
yang mempunyai kemampuan mendegradasi
fenol dapat dilihat pada Tabel 3.
Piakong (2006) telah berhasil mengisolasi
C. tropicalis RETL-Crl dari limbah kilang minyak Exxon Mobile dan mempelajari
mekanisme degradasi fenolnya menggunakan
teknik fermentasi batch dan fed-batch dalam
kondisi aerobik. C. tropicalis YMEC14 juga
telah digunakan oleh Ettayebi et al. (2003)
sebagai galur ekstremofil untuk rancangan
proses biologis secara aerobik dalam
detoksifikasi limbah pabrik minyak zaitun dan
mereduksi polutan organik yang dihasilkan.
Hasil penelitian Rocha et al. (2007)
menunjukkan bahwa C. tropicalis mampu
tumbuh pada lingkungan yang mengandung fenol 500 mg/L, sedangkan pada konsentrasi
1500 dan 2000 mg/L khamir tersebut tidak
dapat tumbuh (Rocha et al. 2007). Jiang et al.
(2007b) melaporkan bahwa Candida
tropicalis mampu mendegradasi fenol
mencapai 2000 mg/L dan laju
biodegradasinya akan meningkat apabila sel
tersebut dimutasi dengan sinar laser He-Ne.
Regulasi biodegradasi fenol pada C. tropicalis
terdapat pada reaksi hidroksilasi fenol menjadi
katekol dan katekol menjadi cis,cis-asam mukonat. Enzim yang bertanggung jawab
dalam menghidroksilasi fenol menjadi katekol
pada C. tropicalis adalah sitokrom P-450
monoksigenase (Stiborová et al. 2003) dan
fenol hidroksilase (Vilímkova et al. 2008).
Sistem NADPH-sitokrom P450 yang biasa
dikenal sebagai function oxygenase system
(MFO system) merupakan sistem enzim yang
terlibat dalam fase I biotransformasi pada sel
hati mamalia (Ming-Ho 2005). Enzim ini
mempunyai sejumlah isoenzim yaitu bentuk lain dari enzim yang mengkatalisis reaksi
yang sama tetapi mempunyai perbedaan
karakteristik fisik ataupun kinetik (Hames &
Hooper 2005).
Tabel 3 Sumber isolat khamir pendegradasi
fenol Candida tropicalis
Jenis Isolat Sumber Pustaka
C. tropicalis Tanah yang terkontaminasi
hidrokarbon aromatik
Vilimkova et al. (2008)
Stiborova et al. (2003)
C. tropicalis Lumpur aktif Jiang et al. (2007)
C. tropicalis Ct2
Lumpur aktif pabrik
pengolahan air
Komarkova et al. (2003)
C. tropicalis
RETL-Cr1
Limbah pabrik
kilang minyak
Piakong
(2006)
C. tropicalis Limbah pabrik kilang minyak
Rocha et al. (2007)
C. tropicalis
YMEC14
Limbah pabrik minyak zaitun
Ettayebi et al. (2003)
6
Fase Lag
Reaksi-reaksi yang dikatalisis enzim
tersebut antara lain, hidroksilasi (senyawa
karbon alifatik dan aromatik), dealkilasi,
deaminasi, epoksidasi, transfer grup oksidatif,
dan dehidrogenasi (Ming-Ho 2005). Enzim
tersebut juga terdapat pada sel C. tropicalis
yang berlokasi di membran retikulum
endoplasma (Stiborová et al. 2003). Oleh
sebab itu, dapat diduga bahwa enzim sitokrom
P450 monoksigenase yang menghidroksilasi
fenol menjadi katekol pada C. tropicalis merupakan cara untuk mengurangi efek toksik
fenol. Dugaan ini diperkuat oleh tulisan
Bergauer et al. (2005) yang menyatakan
bahwa fenol yang mengalami hidroksilasi
akan mengalami penurunan tingkat
toksisitasnya sehingga lebih rendah daripada
yang mengalami metilasi.
Fenol hidroksilase merupakan enzim kunci
pada tahap pertama biodegradasi fenol. Fenol
hidroksilase ditemukan pada sitoplasma dan
mikrosom sel. Aktivitas fenol hidroksilase sitoplasma dua kali lebih tinggi daripada fenol
hidroksilase mikrosom (Stiborová et al. 2003).
Setelah dibentuk katekol maka selanjutnya
akan terjadi pembelahan cincin aromatik
melalui lintasan ortho dengan enzim kuncinya
katekol 1,2-dioksigenase.
Candida tropicalis juga mempunyai
kemampuan untuk menggunakan berbagai
macam sumber karbon lainnya seperti gula,
asam lemak, alkana, dan turunannya karena
mempunyai enzim sitokrom P450 monooksigenase (Dommes et al. 1983;
Eschenfeldt et al. 2003). Kegunaan lain dari
Candida tropicalis di bidang industri yaitu
berperan dalam proses produksi xilitol (Rao et
al. 2006; Ko et al. 2006) dan etanol (Jamai et
al. 2007).
Pertumbuhan Khamir
Definisi pertumbuhan dalam mikrobiologi
adalah pertambahan volume sel karena adanya
pertambahan protoplasma dan asam nukleat
yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis (Gandjar et al. 2006).
Pertumbuhan volume sel tersebut bersifat
irreversibel, artinya tidak dapat kembali ke
volume semula. Suatu koloni umunya
digunakan sebagai kriteria terjadinya
pertumbuhan karena massa sel tersebut
berasal dari satu sel. Pertumbuhan khamir
yang ditunjukkan dengan terbentuknya koloni
merupakan akibat dari pembagian sel-sel
khamir menjadi sejumlah anak sel. Koloni
tersebut terbentuk karena pertambahan populasi dan sebenarnya merupakan proses
produksi yang tergambar dari kurva
pertumbuhan (Gandjar et al. 2006).
Setiap mikroorganisme mempunyai kurva
pertumbuhan, begitu pula dengan khamir.
Kurva pertumbuhan tersebut dapat
memberikan informasi mengenai faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
suatu khamir seperti suhu optimum,
maksimum, dan minimum khamir tersebut
(Gandjar et al. 2002). Kurva tersebut
diperoleh dengan menghitung kekeruhan media dalam waktu tertentu. Kurva
pertumbuhan mempunyai beberapa fase,
antara lain: (1) fase lag, (2) fase logaritma
atau eksponensial, (3) fase deselerasi, (4) fase
stasioner, dan (5) fase kematian (Gambar 2).
Fase lag merupakan fase yang terjadi
setelah inokulasi dan merupakan periode
penyesuaian sel-sel dengan lingkungan
barunya dan pembentukan enzim-enzim untuk
menguraikan substrat (Shuler & Kargi 2002;
Gandjar et al. 2006). Selama fase ini, massa sel kemungkinan akan sedikit meningkat
tanpa diikuti peningkatan densitas sel. Selain
itu, umur inokulum yang digunakan sangat
mempengaruhi lamanya periode fase lag
berlangsung atau dengan kata lain
peningkatan periode fase lag berkaitan dengan
umur yang digunakan (Shuler & Kargi 2002).
Gambar 2 Kurva pertumbuhan sel khamir.
Lintasan Metabolisme dan Senyawa
Intermediet Biodegradasi Fenol
Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan
lebih mudah dibandingkan dengan senyawa
hasil sintetik, derivat atau homolog aromatis. Menurut Suryanto (2003), hal tersebut lebih
disebabkan karena senyawa fenol telah lebih
lama dikenali mikroorganisme pendegradasi
sehingga mikrob mampu mendegradasi jauh
lebih baik dibandingkan dengan degradasi
senyawa derivat sintetiknya.
Senyawa fenol tersebut secara umum
dapat didegradasi oleh mikroorganisme secara
aerob maupun anaerob. Akan tetapi, degradasi
fenol secara aerob lebih cepat daripada secara
Fase
Logaritma
Fase
Stasioner
Fase
Kematian
Ju
mla
h K
ha
mir
(C
FU
/mL
)
Waktu
anaerob. Selain itu, penambahan glukosa atau
asam amino ke dalam substrat dapat
mendukung aktivitas biodegradasi fenol
(Haris 2003). Pendapat tersebut didukung oleh
pernyataan Lin et al. (2008) yang menuliskan
bahwa penambahan nutrisi lain seperti
glukosa dapat menstimulasi pertumbuhan
bakteri dan tentunya meningkatkan
kemampuan degradasi fenolnya.
Nair et al. (2008) menuliskan bahwa
kemampuan mendegradasi fenol yang dimiliki oleh beberapa mikroorganisme merupakan
akibat dari adanya aktivitas kerja enzim
diantaranya, oksigenase hidroksilase,
peroksidase, tirosinase dan oksigenase
(termasuk monooksigenase dan dioksigenase).
Menurut Santos et al. (2009), proses
biodegradasi alamiah terdiri atas dua proses
yaitu proses secara enzimatik dengan
menggunakan limbah organik tersebut sebagai
sumber karbon dan energi, dan proses secara
kimia dengan mengkonversi limbah tersebut
menjadi massa sel baru dan produk nontoksik.
Omokoko et al. (2008) menuliskan
degradasi aerobik senyawa aromatik secara
umum dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu
aktivasi cincin aromatik, pembelahan cincin,
dan pemutusan produk pembelahan cincin
aromatik menjadi senyawa intermediet siklus
asam sitrat (TCA). Selanjutnya, mekanisme
tersebut dibagi ke dalam dua lintasan
biodegradasi fenol yaitu lintasan meta dan
ortho yang setiap mikrooganisme mempunyai
lintasan yang spesifik (Tabel 4).
Tabel 4 Jenis lintasan biodegradasi fenol pada mikroorganisme
Mikroorganisme Lintasan Pustaka
Bakteri
Acinotebacter sp. DF-4, W-17, PD12 Ortho Zaki (2006), Ying et al. (2006)
Alcaligenes faecalis Ortho Jiang et al. (2007a)
B. stearothermophilus BR219 Meta Kim dan Oriel (1995)
Comamonas testosteroni ZD4-1 Meta dan Ortho Chen et al. (2003)
Halomonas campisalis Ortho Alva dan Peyton (2003)
Klebsiella sp. W-16 Meta Zaki (2006)
Microbacterium sp. Pla-1 Meta Zaki (2006)
Nocardia sp. C-14-1 Meta Ma et al. (2010)
Ochrobactrum sp. Meta dan Ortho Kılıç (2009)
P. aeruginosa ZD4-3 Meta dan Ortho Chen et al. (2003)
P. putida mt-2 Meta Bartels et al. (1984)
Ralstonia sp. W-15 Meta Zaki (2006)
Khamir
Aureobasidium pullulans FE13 Ortho Santos et al. (2009)
Candida albicans TL3 Ortho Tsai et al. (2005)
Candida maltose Ortho Fialová et al. (2004)
Candida tropicalis Ortho Vilimkova et al. (2008)
Fungi
Aspergillus (LA2, LA3,AE5) Ortho Santos dan Linardi (2004)
Fusarium sp. HJ01 Meta dan Ortho Cai et al. (2007)
Penicillium (AF2, AF4, FIB9) Ortho Santos dan Linardi (2004)
Alga
Ochromonas danica Meta Semple dan Cain (1996)
8
Biodegradasi fenol secara aerobik
menghasilkan senyawa intermediet katekol.
Mikroorganisme eukariot menghasilkan
katekol dari fenol melalui suatu epoksida dan
transdiol. Sementara itu, prokariot
memasukkan seluruh molekul oksigen melalui
reaksi dioksigenase sehingga membentuk cis-
diol. Biodegradasi fenol secara anaerobik
tidak mengoksidasi cincin aromatiknya,
melainkan mereduksinya dengan
menghasilkan senyawa intermediet siklo-heksanon (Ruiz-Ordaz et al. 2001). Senyawa
intermediet dan produk hasil biodegradasi
fenol oleh beberapa jenis mikroorganisme
dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada proses biodegradasi fenol, mula-
mula fenol mengalami hidroksilasi dengan
bantuan enzim fenol hidroksilase menjadi
katekol yang selanjutnya akan didegradasi
melalui lintasan ortho atau meta (Gambar 3).
Enzim yang berperan dalam lintasan ortho
adalah katekol-1,2-dioksigenase yang meng-hasilkan cis, cis-asam mukonat, sedangkan
enzim katekol-2,3-dioksigenase merupakan
kunci dari lintasan meta menghasilkan produk
2-asam hidroksimukonat-6-semialdehida (Tsai
et al. 2005; Nair et al. 2008; Omokoko et al.
2008; Santos et al. 2009).
Nair et al. (2008) menjelaskan bahwa cis,
cis-asam mukonat akan diubah menjadi asam
β-okso-adipat dengan melalui senyawa antara
berupa mukonoakton. Selanjutnya akan
dihasilkan asam asetat dan asam suksinat yang akan masuk ke dalam siklus TCA sebagai
asetil-KoA dan suksinat.
Sementara itu, senyawa 2-asam
hidroksimukonat-6-semialdehida (HMSA)
diubah menjadi 2-oksopen-4-dienoat (OE)
melalui tiga tahapan rute 4-oksalokrotonat
yang masing-masing tahapan dikatalisis oleh
HMSA dehidrogenase (HMSA-DH), 4-
oksaalokrotonat tautomerase (4OT) dan 4-
oksalokrotonat dekarboksilase (4OD). Selain
itu, OE juga dapat dihasilkan melalui satu
tahapan reaksi yaitu melalui rute hidrolitik
yang dikatalisis HMSA hidrolase (HMSAH). Selanjutnya OE dihidroksilasi melalui
aktivitas enzim OE hidratase (OEH) sehingga
menghasilkan 4-hidroksi-2-oksovalerat
(HOV) yang kemudian dikonversi menjadi
piruvat dan asetaldehida oleh HOV aldolase
(HOVA). Piruvat dapat langsung masuk siklus
TCA, akan tetapi asetaldehida harus diubah
dahulu menjadi asetil-KoA oleh enzim
asetaldehida dehidrogenase (AcDH) (Gambar
4) (Omokoko et al. 2008). Prinsipnya fenol dapat dikonversi menjadi OE melalui percabangan hidrolitik maupun 4-
oksalokrotonat. Walaupun demikian, perbedaan senyawa fenolik akan tetap menentukan arah
lintasan metabolisme tersebut. Fenol dan 4-metilfenol masuk ke dalam jalur oksalokrotonat,
sedangkan 2- dan 3-metilfenol masuk ke jalur hidrolitik. Selanjutnya, produk degradasi 2- dan
3-metilfenol (setelah dikonversi menjadi 3-metilkatekol) merupakan keton yang tidak dapat
dioksidasi lebih lanjut sehingga harus dimineralisasi melalui percabangan hidrolitik
(Omokoko et al. 2008).
Tabel 4 Senyawa intermediet dan produk biodegradasi fenol pada mikroorganisme
Mikroorganisme Senyawa
Intermediet
Produk Pustaka
Bakteri Alcaligenes eutrophus JMP 134
Katekol, cis,cis-mukonat,
2-HMSA
β-ketoadipat, suksinat, format, asetil-CoA
Müller dan Babel (1996)
Bacillus sp. Katekol, 2-
HMSA
Asetil-CoA, piruvat Ali et al. (1998)
P. putida Katekol,
2-HMSA Asetil-CoA, piruvat Mörsen dan Rehmn
(1990)
Fungi
A. fumigatus ATCC 28282
Katekol, hidrokuinon
3-oksoadipat, 1,2,4-trihidroksibenzena, maleilasetat
Jones et al. (1995)
Khamir Candida tropicalis
Alga
Katekol, cis,cis-mukonat
β-ketoadipat, suksinat, asetil-KoA Piakong (2006)
Ochromonas danica Katekol, 2-HMSA
Asetil-KoA Piruvat Semple dan Cain (1995)
Gambar 3 Dua lintasan biodegradasi fenol secara aerobik: pembelahan ortho dan meta, (1) fenol monooksigenase (fenol hidroksilase), (2) katekol 1,2-dioksigenase, (3) muconate lactonizing enzyme, (4) mukonolakton isomerase, (5) oksoadipat enol-lakton hidrolase, (6) oksoadipat suksinil-CoA transferase, (7) katekol 2,3-dioksigenase, (8) hidroksimukonat semialdehida hidro- lase, (9) asam 2-oksopenta-4-enoat hidrolase, (10) 4-hidroksi-2-oksovalerat aldolase (Nair et al. 2008).
Gambar 4 Lintasan meta biodegradasi fenol. 4OD, 4-oksalokrotonat dekarboksilase; 4OT, 4-oksaalokrotonat tautomerase; AcDH, asetaldehida dehidrogenase; C23O, katekol 2,3- dioksigenase; HMA, asam 2- hidroksimukonat; HMSA, 2-asam hidroksimukonat-6-semialdehida; HMSADH, HMSA dehidro-
genase; HMSA-H, HMSA hidrolase; HOV, 4-hidroksi-2-oksovalerat; HOVA, HOV aldolase; OC, 4-oksalokrotonat; OE, 2-oksopen-4-dienoat; OEH, OE hidratase; PH, fenol hidroksilase (Omokoko et al. 2008).
Fenol
Katekol
Cis,cis-mukonat
Mukonolakton
3-Oksoadipat enol-lakton
3-Oksoadipat
Suksinat Asetil-KoA
Lintasan
ortho
Lintasan
meta
2-Hidroksimukonat-
semialdehida
2-Okso-penta-4-enoat
4-Hidroksi-2-okso-valeriat
Asetaldehida + Piruvat
Fenol Katekol
Rute Hidrolitik
Piruvat Asetaldehida
Asetil-KoA
Rute 4-Oksalokrotonat
10
Limbah Cair Industri Tekstil
Selain katun atau kain sintetik yang
digunakan sebagai bahan baku dalam proses
pembuatan tekstil, digunakan pula beberapa
bahan pembantu lainnya seperti kanji, bahan-
bahan kimia, pewarna, resin, air, dan lain-lain
di dalam prosesnya. Pada proses tersebut
hanya sedikit bahan pembantu yang
teradsorpsi dan melekat pada tekstil,
sedangkan sisanya akan terbawa di dalam
larutan yang pada akhirnya akan terbuang bersama air proses. Oleh sebab itu, air
buangan pada proses pembuatan tekstil
mempunyai potensi menimbulkan pencemaran
lingkungan perairan (Santoso 2004).
Limbah tekstil merupakan limbah yang
dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses
penghilangan kanji, pengelantangan, pemasa-
kan, maserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan
proses penyempurnaan. Proses penyempur-
naan kapas menghasilkan limbah yang lebih
banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis. Pada
dasarnya limbah yang dihasilkan industri
tekstil terdiri atas limbah padat, cair, dan gas.
Ketiga jenis limbah tersebut yang berpotensi
sebagai pencemar adalah limbah cair, karena
mengandung zat-zat organik dan anorganik.
Sebagian besar limbah ini dihasilkan dari
tahap penyempurnaan tekstil, khususnya tahap
pencelupan (dyeing) dan pencetakan
(printing).
Limbah yang dihasilkan dari aktivitas produksi pabrik tekstil mengakibatkan
perubahan warna dan suhu perairan umum.
Limbah cair tekstil tersebut mempunyai warna
yang berubah-ubah bergantung pada zat warna
yang digunakan pada saat proses produksi
(Ginting 2007). Karakteristik air limbah
tekstil yaitu mempunyai intensitas warna
berkisar 50-2500 skala Pt-Co, nilai COD 150-
12000 mg/L, dan nilai BOD mencapai 80-
6000 mg/L. Gabungan air limbah pabrik
tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750
mg/L padatan tersuspensi dan 500 mg/L BOD. Perbandingan COD:BOD adalah dalam
kisaran 1.5:1 sampai 3:1. Beban tiap ton
produk lebih besar untuk operasi kecil
dibandingkan dengan operasi modern yang
besar, yaitu berkisar dari 25 kg BOD/ton
produk sampai 100 kg BOD/ton (KLHRI
2009). Limbah cair tekstil juga mengandung
senyawa lemak, minyak, dan fenol (Ginting
2007).
Limbah industri tekstil tidak seluruhnya
berbahaya bagi lingkungan. Walaupun demikian, hal yang menjadi catatan penting
adalah kontaminan yang terjadi karena
penggunaan berbagai pelarut dan surfaktan,
poliklorin bifenil (PCBs) dari trafo dan mesin
lainnya, asbes dari mesin pemintal, zat
pemutih seperti hidrogen peroksida, fosfat
dari deterjen atau air softener, insektisida,
fenol (bahan untuk membuat tekstil sintetik
seperti nilon), limbah minyak, dan produk
petroleum lainnya.
Pelarut digunakan untuk membersihkan
mesin dan pewarnaan, penyelesaian, pembersihan kering, dan kegiatan lainnya
yang biasanya terdiri atas tetrakloroetilena
(PCE), trikloroetilena (TCE), benzena, dan
etilena diklorida. Apabila semua zat-zat
tersebut keluar lingkungan melalui tanah, air,
maupun terevaporasi ke udara maka dapat
membahayakan kesehatan manusia (HSRC
2006).
Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
Pengolahan limbah industri tekstil pada umumnya dilakukan melalui teknik
pengolahan secara fisik, kimia, dan biologi.
Pengolahan limbah secara fisik dilakukan
dengan penyaringan, sedimentasi, dan
pengendapan. Sementara itu, pengolahan
limbah tekstil secara kimia dilakukan dengan
pemberian bahan kimia seperti koagulan dan
larutan penyangga, sedangkan pengolahan
limbah secara biologi dapat dilakukan melalui
proses biodegradasi dengan menggunakan
mikroorganisme, sistem lumpur aktif, dan trickling filter.
Unit pengolahan limbah di pabrik tekstil
biasanya terdiri atas unit pengolahan
pendahuluan (preliminary treatment), unit
pengolahan primer (primary treatment), unit
pengolahan sekunder (secondary treatment),
dan unit pengolahan tersier (tertiary
teratment) (Santoso 2004). Bagan alir proses
pengolahan limbah tekstil dapat dilihat pada
Gambar 5.
Unit pengolahan pendahuluan mencakup
proses pemisahan padatan, ekualisasi, dan netralisasi. Proses ekualisasi dilakukan dengan
tujuan menciptakan kondisi limbah yang
homogen seperti kandungan padatan dan suhu
limbah. Netralisasi dimaksudkan untuk
menciptakan suatu kondisi pH netral pada air
limbah yang akan diproses pada unit
selanjutnya.
Pada unit pengolahan limbah primer
dilakukan penyaringan untuk menghilangkan
partikel tersuspensi besar, sedangkan
sedimentasi dilakukan dengan untuk mengendapkan partikel tersuspensi halus.
Proses sedimentasi ini dilakukan dengan
teknik flokulasi. Koagulasi partikel halus
dilakukan dengan penambahan zat koagulan
sehingga partikel yang tersuspensi dalam
limbah dapat diendapkan.
Sementara itu, unit pengolahan limbah
sekunder biasanya menggunakan sistem
lumpur aktif. Pada sistem ini mikrob aerob
berperan aktif dalam menguraikan senyawa
organik limbah menjadi unsur-unsur
anorganik atau ditransformasikan menjadi senyawa baru yang tidak toksik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi sistem lumpur aktif
diantaranya, pH, suhu, kebutuhan oksigen
kimia (COD), padatan tersuspensi, dan
oksigen terlarut (DO) yang sangat berperan
dalam mendukung aktivitas mikroorganisme
untuk menguraikan limbah tersebut.
Unit pengolahan terakhir adalah
pengolahan limbah tersier yang berfungsi
untuk menghilangkan partikel halus dan
senyawa kimia yang tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme. Teknik yang digunakan
adalah dengan memberikan flokulan,
koagulan, dan karbon aktif. Air limbah yang sudah mengalami pengolahan dan memenuhi
baku mutu air buangan selanjutnya dibuang ke
perairan umum.
Gambar 5 Pengolahan limbah cair industri tekstil (Santoso 2004).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini, antara lain sampel limbah cair
industri tekstil, akuades, dan alkohol.
Sementara itu, bahan kimia yang digunakan
adalah H2SO4, 4-aminoantipirina, NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, kalium ferisianida (8% m/v),
dan kloroform. Bahan-bahan yang digunakan
sebagai media pertumbuhan yaitu NH4NO3,
KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O,
CaCl2.2H2O, KCl, ekstrak khamir dan fenol.
Mikroorganisme pendegradasi fenol yang
digunakan yaitu Candida tropicalis (No.
koleksi LIPIMC60) koleksi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong,
Bogor, Jawa Barat.
Alat-alat yang digunakan yaitu tabung
reaksi, labu Erlenmeyer, batang pengaduk,
magnetic stirrer, pemanas, jarum ose, gelas
piala, dan cawan Petri. Selain itu, digunakan
pula sentrifus, spektrofotometer, autoklaf,
lemari pendingin, neraca analitik, dan laminar
air flow.
Metode Penelitian
Media Nutrisi (Ramsay et al. 1983)
Media yang digunakan dalam penelitian
ini adalah media Ramsay (Ramsay et al. 1983). Komposisi media tersebut yaitu (g/L):
NH4NO3 2.0; KH2PO4 0.5; K2HPO4 1.0;
MgSO4.7H2O 0.5; CaCl2.2H2O 0.01; KCl, 0.1;
dan ekstrak khamir 0.06. Media disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit.
INFLUEN
SARINGAN
PEMISAH
MINYAK
EKUALISASI
NETRALISASI
PENYARINGAN DAN
PENGENDAPAN
PENGGUMPALAN
PENGENDAPAN DAN
PENGOLAHAN CARA
BIOLOGI
PENGOLAHAN
TERSIER
EFLUEN
12
Adaptasi Kultur Candida tropicalis
Kultur C. tropicalis diadaptasi dengan cara
menggoreskan stok kultur dari Yeast Malt
Agar ke media agar Ramsay yang
ditambahkan 500 mg/L fenol. Selanjutnya
kultur diinkubasi selama 3 hari. Kultur
tersebut kembali digores pada media yang
sama dan diinkubasi selama 48 jam. Prosedur
di atas kembali dilakukan dengan masa
inkubasi 24 jam. Kultur yang telah diadaptasi
tersebut disimpan dalam ruangan pendingin bersuhu 4oC dan siap digunakan untuk
penelitian selanjutnya.
Penyiapan Inokulum Candida tropicalis
Pembuatan Kurva Pertumbuhan dan
Kurva Degradasi Fenol. Sebanyak satu ose
Candida tropicalis yang sudah diadaptasi
diinokulasikan dari media agar Ramsay ke
media cair Ramsay yang ditambahkan 300
mg/L fenol dalam labu Erlenmeyer 125 mL.
Sel juga ditumbuhkan pada substrat glukosa sebagai perbandingan kemudian diinkubasi
dan dikocok (30oC, 120 rpm). Setiap 24 jam
sampel sel diambil untuk ditentukan rapat
optiknya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 600 nm sehingga
diperoleh kurva pertumbuhan dan kurva
degradasi fenol diperoleh dengan mengukur
konsentrasi fenol dalam supernatan sampel
yang diambil setiap 24 jam. Supernatan
diperoleh dengan sentrifugasi pada kecepatan
5000 rpm selama 15 menit. Konsentrasi fenol ditentukan dengan metode 4-aminoantipirina.
Pemanenan Sel. Sel Candida tropicalis
ditumbuhkan di dalam media Ramsay fenol
dan dipanen setelah diinkubasi selama 24 jam.
Sel dipisahkan dengan sentrifugasi 5000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4oC. Sebanyak 2
gram (bobot basah) sel diresuspensi dengan
20 mL akuades steril (Varma & Gaikwad
2009). Sel siap digunakan untuk pengujian
selanjutnya.
Analisis Sampel Limbah Cair Industri
Tekstil
Sampel limbah cair industri tekstil diambil
dari pabrik tekstil yang berlokasi di kawasan
Bogor, Jawa Barat. Masing-masing sampel
diambil dari dua waktu pengambilan, yaitu
sebelum limbah diolah dan setelah limbah
diolah. Selanjutnya sampel limbah tersebut
dilakukan analisis yang meliputi derajat
keasaman (pH) dan konsentrasi fenol. Nilai
pH diperoleh dengan menggunakan pH meter,
sedangkan konsentrasi fenol ditentukan dengan metode 4-aminoantipirina yang diukur
serapannya pada panjang gelombang 510 nm.
Penentuan pH Optimum
Penentuan pH terhadap biodegradasi fenol
dilakukan dengan membuat beberapa
tingkatan pH dalam media uji (nutrisi :
limbah, 1:1), yaitu 5, 6, dan 7. Sebanyak 1%
kultur C. tropicalis dimasukkan ke dalam
media uji steril (20 mL) pada labu Erlenmeyer
100 mL kemudian diinkubasi dan dikocok
selama 24 (120 rpm). Selanjutnya ditentukan
persentase degradasi fenol dan laju
degradasinya.
Penentuan Suhu Optimum
Penentuan suhu optimum dilakukan
dengan membuat beberapa kondisi suhu yang
berbeda-beda yaitu 25 oC, 30 oC, dan 35 oC.
Nilai pH media uji yang digunakan
disesuaikan dengan pH optimum. Prosedur
selanjutnya sama dengan penentuan pH
optimum.
Uji Biodegradasi Fenol Limbah Tekstil Sebanyak 1% kultur sel dimasukkan ke
dalam 50 mL media uji steril (pH 6) pada
labu Erlenmeyer 250 mL kemudian diinkubasi
dan dikocok (30oC, 120 rpm). Setiap 90 menit
dilakukan pengambilan sampel untuk
pengukuran rapat optik dan konsentrasi fenol.
Pengukuran Konsentrasi Fenol (Klibanov
et al. 1980)
Analisis Sampel. Sebanyak 5 mL sampel
ditambahkan 25 µL 4-aminoantipirina 2% (b/v) dan nilai pH ditepatkan menjadi 10.
Selanjutnya ditambahkan 50 µL kalium
ferisianida 8% (b/v). Sampel diekstrak dengan
2 mL kloroform dan diukur serapannya pada
panjang gelombang 510 nm.
Kurva Standar. Larutan standar dibuat
dengan variasi konsentrasi 2.0-8.0 mg/L.
Selanjutnya larutan standar diukur serapan-
nya dengan prosedur seperti di atas.
Penentuan Persentase dan Laju Degradasi
Fenol Persentase dan laju degradasi fenol dapat
ditentukan dengan rumus:
%100
0S
1S0Sfenol degradasi Persentase
t
1S0Sfenol degradasiLaju
Keterangan:
So : konsentrasi fenol awal (mg/L) S1 : konsentrasi fenol akhir (mg/L)
t : waktu inkubasi (jam)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adaptasi Kultur Candida tropicalis pada
Media yang Mengandung Fenol
Teknik biodegradasi merupakan salah
satu alternatif teknik penanganan limbah fenol selain teknik konvensional lainnya. Studi ini
semakin berkembang setelah berhasil diisolasi
beragam isolat yang mampu mendegradasi
fenol dengan sempurna menjadi CO2 dan
H2O, tanpa menghasilkan produk sampingan
yang toksik. Walaupun demikian, penanganan
limbah fenol secara biologis merupakan
teknik yang tidak mudah dilakukan karena
fenol merupakan senyawa toksik bagi
mikroorganisme tersebut.
Menurut Marrot et al. (2006) konsentrasi fenol dibawah 200 mg/L dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Sementara itu,
Bajaj et al. (2008) menyatakan bahwa
konsentrasi fenol 0.05 g/L dapat menghambat
pertumbuhan bakteri apabila tidak dilakukan
adaptasi pada media yang mengandung fenol.
Adaptasi penting dilakukan dalam
mengaplikasikan teknik biodegradasi dalam
limbah karena limbah industri biasanya
mengandung konsentrasi fenol yang tinggi
sehingga sulit untuk ditangani secara biologis
karena terjadi inhibisi oleh substrat yang ditunjukkan dengan melambatnya
pertumbuhan sel dan menurunnya
kemampuan biodegradasi (Saravanan et al.
2008a). Uji biodegradasi limbah fenol
memerlukan adaptasi kultur terlebih dahulu
untuk mengaktifkan enzim yang berperan
dalam biodegradasi fenol.
Adaptasi pada penelitian ini dilakukan
dalam media Ramsay dengan konsentrasi
fenol 500 mg/L. Setelah dilakukan adaptasi
selama enam hari diperoleh sel Candida tropicalis yang mampu tumbuh pada media
tersebut (Gambar 6). Adanya pertumbuhan sel
Candida tropicalis dapat dilihat dari
terbentuknya koloni berwarna putih pada
media. Koloni tersebut merupakan hasil
proliferasi dari satu sel Candida tropicalis
yang mampu tumbuh pada media fenol.
Gambar 6 juga menunjukkan bahwa Candida
tropicalis mampu menggunakan fenol sebagai
satu-satunya sumber karbon.
Marrot et al. (2006) menjelaskan bahwa
selama fase adaptasi tersebut akan terjadi seleksi dan multiplikasi dari mikroorganisme
tersebut. Setelah masa adaptasi maka akan
diperoleh sel yang mampu tumbuh dalam
media dengan konsentrasi fenol yang
diinginkan. Pertumbuhan tersebut dapat
dilihat dari tumbuhnya koloni dalam media
agar atau kekeruhan pada media cair.
Piakong (2006) menambahkan bahwa
selama masa adaptasi tersebut juga akan
terjadi perubahan fisiologis dalam sistem
metabolik sel. Perubahan tersebut merupakan
respon sel terhadap lingkungan baru yang
melibatkan perubahan regulasi dan produksi
enzim, ukuran dan komposisi sel, serta
karakteristik genetik.
Gambar 6 Candida tropicalis setelah diadap-
tasi pada media yang mengandung
fenol.
Profil Pertumbuhan Candida tropicalis
Candida tropicalis yang sudah diadaptasi
selanjutnya diamati pola pertumbuhannya pada media Ramsay cair dengan konsentrasi
fenol awal 300 mg/L. Tujuan dilakukannya
pengamatan tersebut yaitu untuk mengetahui
laju degradasi C. tropicalis pada fenol murni
dan mengetahui aktivitas maksimum fenol
hidroksilase dan katekol 1,2-dioksigenase
yang menentukan waktu pemanenan sel.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa C.
tropicalis mampu tumbuh pada media fenol
dan menggunakan fenol sebagai sumber
karbonnya. Nilai rapat optik sel lebih rendah daripada sel yang menggunakan glukosa
sebagai sumber karbonnya. Glukosa
merupakan sumber karbon yang mudah
dimetabolisme dan tidak toksik. Fenol juga
tidak digunakan sepenuhnya untuk sintesis sel
baru, tetapi lebih banyak didegradasi untuk
mengurangi tingkat inhibisinya (Jiang et al.
2007a).
Apabila dilihat dari kurva pertumbuhan
yang diperoleh terlihat bahwa fase lag C.
tropicalis yang ditumbuhkan pada media
fenol tidak terdeteksi pada jam ke-24. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sel C. tropicalis
yang digunakan sudah memproduksi
14
perangkat enzim yang dibutuhkan dalam
biodegradasi fenol yang terjadi selama masa
adaptasi sehingga tidak memerlukan fase
adaptasi yang lama (Gambar 7). Chen et al.
(2002), diacu dalam Piakong (2006)
melaporkan bahwa C. tropicalis yang
ditumbuhkan pada media fenol dengan
konsentrasi 200-1500 mg/L mempunyai fase
lag sebesar 3-130 jam.
Hasil penelitian yang sama juga
ditunjukkan oleh Agarry et al. (2008a) yang menunjukkan bahwa kultur campuran P.
aeruginosa dan P. fluorescence yang
ditumbuhkan pada media fenol dengan
konsentrasi 100-300 mg/L tidak
memperlihatkan adanya fase lag, sedangkan
sel yang ditumbuhkan pada konsentrasi fenol
400-500 mg/L memperlihatkan adanya fase
lag antara 6-18 jam. Peningkatan konsentrasi
fenol akan mengakibatkan meningkatnya
waktu yang dibutuhkan untuk
mendegradasinya dan dapat menurunkan laju degradasinya (Ruiz-Ordaz et al. 2003; Rocha
et al. 2007; Ying et al. 2007).
Menurunnya laju degradasi tersebut dapat
disebabkan oleh toksisitas fenol yang
meningkat sehingga menyebabkan terjadinya
inhibisi terhadap aktivitas biomassa sel
(Rocha et al. 2007; Lin et al. 2008; El-Naas et
al. 2009). Senyawa fenolik ini
memperlihatkan toksisitasnya melalui
mekanisme polar narkosis (Bergauer et al.
2005). Piakong (2006) menyatakan bahwa
toksisitas fenol sering dihubungkan dengan
menurunnya integritas membran sitoplasma
yang disebabkan oleh terganggunya
transduksi energi dan fungsi membran, serta
inhibisi protein membran yang selanjutnya
menyebabkan kematian sel. Walaupun
demikian, fenol hidroksilase merupakan sisi
utama inhibisi fenol dan enzim ini juga
sensitif terhadap tekanan hidrofobik. Fenol
hidroksilase yang terdapat pada membran sel
mampu menghalangi penentrasi fenol ke dalam sitosol (Piakong 2006). Penelitian
lainnya melaporkan bahwa C. tropicalis
membentuk agregat untuk mengurangi
permukaan sel yang kontak dengan fenol
(Ettayebi et al. 2003) dan memproduksi
biosurfaktan untuk membuat fenol menjadi
lebih stabil (Rocha et al. 2007).
Penurunan nilai rapat optik sel pada jam
ke-96 (media glukosa) dan jam ke-120 (media
fenol) disebabkan oleh jumlah substrat sudah
mulai habis sehingga terjadi kompetisi antar sel yang menyebabkan sebagian besar sel
mati. Hasil penelitian lainnya menunjukkan
bahwa sel C. tropicalis mempunyai laju
degradasi maksimum sebesar 12.5 mg L-1 jam-
1 pada jam ke-24 (Gambar 8).
Laju degradasi tersebut menggambarkan
bahwa C. tropicalis mampu mendegradasi
99.61% fenol dengan konsentrasi awal 300
mg/L dalam waktu 24 jam. Dengan demikian,
aktivitas enzim fenol hidroksilase dan katekol
1,2-dioksigenase maksimum tercapai pada
jam ke-24 yaitu pada fase stasioner. Fialovà et
al. (2004) menyatakan bahwa aktivitas maksimum fenol hidroksilase tercapai pada
saat dimulainya fase eksponensial.
Santos et al. (2009) menyatakan bahwa
aktivitas enzim katekol 1,2-dioksigenase juga
dipengaruhi oleh konsentrasi awal fenol.
Aktivitas enzim ini akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi
fenol, dan pada satu titik konsentrasi
aktivitasnya akan cenderung menurun. Oleh
sebab itu, dapat diduga apabila konsentrasi
awal fenol yang diberikan kemudian ditingkatkan maka akan diperoleh sel dengan
laju degradasi yang lebih tinggi.
Gambar 7 Kurva pertumbuhan ( glukosa;
fenol) dan kurva degradasi
fenol ( ).
Gambar 8 Laju degradasi fenol C. tropicalis
selama fase pertumbuhan.
Hasil Analisis Limbah Cair Industri Tekstil
Sebelum dilakukan uji biodegradasi fenol
limbah tekstil, maka perlu dilakukan analisis
terhadap karakteristik sampel limbah cair
industri tekstil. Analisis ini dilakukan ter-
hadap beberapa parameter yaitu pH dan
konsentrasi fenol (Tabel 6). Analisis ini
dilakukan sebagai dasar rencana penelitian.
Berdasarkan Keputusan Menteri Ling-
kungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/
1995 tentang baku mutu air limbah industri maka dapat dikatakan bahwa parameter pH
dan konsentrasi fenol limbah tersebut telah
memenuhi memenuhi baku mutu limbah cair
bagi industri (Lampiran 3) maupun baku mutu
limbah cair bagi industri tekstil (Lampiran 4)
karena besar nilainya tidak berbeda nyata
dengan baku mutu tersebut yaitu maksimum
kadar fenol total dalam limbah buangan
industri tekstil adalah 0.5 mg/L dengan nilai
pH 6.0-9.0.
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi fenol total tertinggi terdapat pada
limbah yang belum diolah yaitu dengan
konsentrasi 1.425 mg/L. Konsentrasi fenol
tersebut berasal dari proses basah pembuatan
tekstil, seperti dalam penghilangan kanji,
pelepasan lilin, penggelantangan, dan
pencelupan (Santoso 2004). Setelah dilakukan
pengolahan maka konsentrasi fenol pada
limbah menurun, walaupun belum memenuhi
baku mutu limbah. Menurut Ginting (2007),
istilah fenol dalam air limbah tidak hanya terbatas pada C6H5OH melainkan bermacam-
macam campuran organik yang terdiri atas
satu atau lebih gugus hiroksil.
Hasil analisis pH memperlihatkan bahwa
limbah tekstil bersifat basa dengan nilai pH
9.33. Menurut Santoso (2004), sifat basa
tersebut berasal dari pemakaian NaOH,
Na2CO3, pemakaian deterjen pada pelepasan
lilin, penggunaan NaOCl atau CaOCl pada
penggelantangan. Pernyataan tersebut sesuai
dengan tulisan Ginting (2007) yang
menuliskan bahwa tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan oleh kandungan
senyawa karbonat dan garam-garam
hidroksida.
Tabel 6 Hasil analisis limbah cair tekstil
Waktu
Pengambilan
pH Konsentrasi Fenol
Total (mg/L)
Sebelum diolah 9.33 1.425
Sesudah diolah 6.63 0.544
Nilai pH Optimum Biodegradasi Fenol
Penentuan pH optimum biodegradasi fenol
limbah tekstil dilakukan terhadap media uji
yang terdiri atas media nutrisi dan limbah
tekstil (1:1) yang diinkubasi selama 24 jam
dengan variasi pH 5-7. Tujuan dilakukannya
optimasi pH adalah untuk mengetahui kondisi
pH optimum sehingga diperoleh persentase
degradasi fenol dan laju degradasi fenol yang
tertinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media uji yang menghasilkan persentase
degradasi fenol tertinggi terdapat pada media
dengan pH 6 sebesar 74.15%, sedangkan pada
pH 5 sebesar 63.27%, dan pH 7 sebesar
55.78% (Gambar 9). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa C. tropicalis mampu
mendegradasi fenol secara optimal pada
kondisi asam (pH 6). Laju biodegradasi yang
diperoleh pada kondisi pH optimum tersebut
sebesar 0.028 mg L-1 Jam-1, jauh lebih tinggi
daripada kondisi pH lainnya (Tabel 7). Nilai pH optimum tersebut sesuai dengan
nilai pH yang digunakan oleh Jiang et al.
(2006b) dalam studi biodegradasi fenol yang
dilakukannya dengan menggunakan isolat C.
tropicalis. Akan tetapi lebih rendah dari pH
optimum C. tropicalis RETL-Cr1 yaitu
sebesar 6.5 (Piakong 2006).
Gambar 9 Persentase degradasi fenol limbah
tekstil pada beberapa variasi pH.
Tabel 7 Laju degradasi fenol limbah tekstil
pada beberapa variasi pH
Derajat Keasaman
(pH)
Laju degradasi
(mg L-1 jam-1)
5 0.024 6 0.028
7 0.021
16
Nilai pH optimum tersebut juga lebih
rendah dari Acinetobacter sp. PD12 (Ying et
al. 2007), Corynebacterium sp. DJ1 (Kuo-
Ling et al. 2009), Ochrobactrum sp. (Kılıç
2009), P. pictorum (Annadurai et al. 2007), P.
putida (El-Naas et al. 2009) yang mempunyai
pH optimum 7-8. Dengan demikian, khamir
mempunyai pH optimum yang lebih rendah
daripada bakteri. Akan tetapi, Santoso (2004)
melaporkan bahwa isolat khamir Candida sp.
ICBB 1167 mampu mendegradasi fenol limbah tekstil secara optimal pada pH 7
sebesar 34.87%. Dengan demikian, diperoleh
hasil bahwa setiap mikroorganisme
mempunyai pH optimum yang spesifik karena
menentukan aktivitas biokimia yang terjadi di
dalam sel yang akan menentukan besarnya
degradasi fenol yang dihasilkan.
Menurut Margesin dan Schinner (2001),
proses biodegradasi hidrokarbon aromatik
sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH
lingkungan sangat penting dalam proses biodegradasi tersebut, karena enzim-enzim
kunci proses tersebut hanya akan mengurai
fenol sesuai dengan aktivitasnya pada pH
tertentu. Dursun dan Tepe (2005)
menambahkan bahwa variasi pH tersebut akan
menghasilkan perbedaan perubahan bentuk
ionik sisi aktif, perubahan aktivitas enzim
yang selanjutnya akan menurunkan laju
degradasi fenol.
Piakong (2006) menyatakan pH dapat
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme seperti fungsi selular, transport membran, dan
transport protein. Selain itu, kelarutan suatu
senyawa pada kisaran pH tertentu juga akan
menentukan persentase fenol yang
terdegradasi. Oleh sebab itu, kondisi pH
optimum perlu diperhatikan dalam teknik
biodegradasi fenol.
Suhu Optimum Biodegradasi Fenol
Penentuan suhu optimum juga penting
dilakukan untuk mengetahui aktivitas
optimum biodegradasi fenol yang melibatkan beberapa enzim kunci diantaranya fenol
hidroksilase dan katekol 1,2-dioksigenase
karena aktivitas biokimia sel tersebut tidak
hanya dipengaruhi oleh kondisi pH
lingkungan, tetapi juga dipengaruhi oleh
kondisi suhu lingkungan. Seperti yang telah
diketahui, enzim merupakan biokatalis yang
berupa molekul protein yang sangat sensitif
terhadap pH dan suhu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase degradasi fenol tertinggi terdapat pada media (pH optimum) yang diinkubasi
pada suhu 30oC sebesar 86.40%, diikuti oleh
suhu 35oC dan 25oC yang masing-masing
sebesar 80.95% dan 79.59% (Gambar 10).
Hasil yang sama juga diperlihatkan dari laju
degradasi fenol tertinggi yang diperoleh yaitu
pada media uji yang diinkubasi pada suhu
30oC sebesar 0.033 mg L-1 jam-1 (Tabel 8).
Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh
hasil bahwa aktivitas optimum enzim fenol
hidroksilase dan katekol 1,2-dioksigenase
pada C. tropicalis tercapai pada suhu 30oC. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian
Piakong (2006) yang melaporkan bahwa
aktivitas optimum kedua enzim tersebut pada
sel C. tropicalis RETL-Cr1 juga tercapai pada
suhu 30oC.
Laju reaksi enzim akan meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu dan laju gerakan
molekul akan rendah pada suhu rendah
dibandingkan pada suhu tinggi. Dengan
demikian, pada suhu rendah tidak tersedia
energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi. Oleh sebab itu, suhu dibawah 25oC
belum cukup untuk memulai suatu reaksi.
Walaupun demikian, reaksi enzimatik mulai
menurun saat suhu 35oC yang ditunjukkan
oleh menurunnya persentase degradasi fenol. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya
denaturasi enzim yang mengakibatkan
perubahan struktur tiga dimensi enzim
tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Piakong
(2006) bahwa aktivitas enzim sangat
bergantung pada struktur tiga dimensinya. Hasil penelitian lainnya memperlihatkan
bahwa suhu optimum kedua enzim tersebut
berbeda nyata dengan suhu optimum
pertumbuhan sel pada Candida albicans TL3
(Tsai et al. 2005). Suhu optimum bagi
aktivitas enzim fenol hidroksilase dan katekol
1,2-dioksigenase tersebut berada pada suhu
25oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan
selnya 30-35oC.
Margesin dan Schinner (2001)
menjelaskan bahwa suhu mempunyai peranan
penting dalam metabolisme hidrokarbon terutama dalam proses bioremediasi in situ.
Bioavailabilitas dan solubilitas sebagian kecil
senyawa hidrofobik seperti hidrokarbon
alifatik dan poliaromatik bergantung pada
suhu. Suhu yang tinggi akan meningkatkan
viskositas, yang juga akan mempengaruhi
derajat distribusi, dan pada akhirnya
meningkatkan laju difusi senyawa organik
tersebut, dan sebaliknya.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
pendapat Leahly & Colwell (1990) yang menyatakan bahwa laju degradasi secara
umum akan menurun dengan terjadinya
penurunan suhu yang disebabkan aktivitas
enzim yang menurun. Sebaliknya, suhu yang
tinggi akan meningkatkan laju degradasi
mencapai maksimum pada kisaran suhu 30-
40oC, tetapi di atas suhu tersebut dapat
meningkatkan toksisitas seyawa fenolik.
Sejumlah bakteri, fungi, dan khamir
mesofilik juga mempunyai suhu optimum
biodegradasi fenol sebesar 30oC. Beberapa
contoh mikroorganisme tersebut diantaranya
bakteri: Ralstonia eutropha (Dursun et al. 2005), P. putida (El-Naas et al. 2009), P.
pictorum (Annadurai et al. 2007),
Acinetobacter sp. PD 12 (Ying et al. 2007),
dan Corynebacterium sp. DJ1 (Kuo-Ling et
al. 2009); fungi: Fusarium sp. (Cai et al.
2007); khamir: Candida tropicalis RETL-Cr1
(Piakong 2006), dan Aureobasidium
pullulans FE13 (Santos et al. 2009).
Walaupun demikian, terdapat beberapa
mikroorganisme psikrofil yang mampu
mendegradasi fenol pada suhu rendah seperti Rhodotorula creatinovora, R. ingeniosa, C.
terreus, dan beberapa galur
Microbotryomycetidae (Bergauer et al. 2005).
Gambar 10 Persentase degradasi fenol limbah
tekstil pada beberapa variasi suhu.
Tabel 8 Laju degradasi fenol limbah tekstil
pada beberapa variasi suhu
Suhu
(oC)
Laju degradasi
(mg L-1 jam-1)
25 0.030
30 0.033
35 0.031
Biodegradasi Fenol Limbah Tekstil oleh
Candida tropicalis
Hasil penelitian sebelumnya telah
diperoleh kondisi optimum biodegradasi fenol
limbah tekstil yaitu pH 6 dengan suhu
inkubasi 30oC. Selanjutnya, akan dilakukan
pengamatan mengenai pola degradasi fenol
limbah tekstil oleh C. tropicalis pada kondisi
optimumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
rapat optik sel C. tropicalis tetap konstan
selama inkubasi 360 menit (6 jam).
Konsentrasi fenol limbah yang diberi
inokulum C. tropicalis (perlakuan) memper-
lihatkan penurunan yang signifikan dengan
konsentrasi akhir sebesar 0.35 mg/L, sedangkan limbah yang tidak diberi inokulum
(kontrol) konsentrasi fenolnya tidak berubah
signifikan selama inkubasi yaitu 0.5 mg/L
(Gambar 11). Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa fenol dalam limbah
tekstil dapat didegradasi oleh C. tropicalis
dengan laju degradasi sebesar 0.025 mg L-1
jam-1 (Tabel 9). Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa fenol lebih cenderung
untuk didegradasi daripada digunakan untuk
sintesis biomassa sel. Fenol juga tidak dapat terdegradasi dengan sendirinya tanpa
diberikan perlakuan baik fisika-kimia maupun
biologis.
Hasil tersebut sesuai dengan tulisan Jiang
et al. (2007a) yang menyatakan bahwa fenol
lebih banyak didegradasi untuk mengurangi
toksisitasnya daripada digunakan untuk
sintesis biomassa sel. Hal tersebut juga sesuai
dengan hasil penelitian Semple dan Chain
(1995) yang melaporkan bahwa hanya 35%
fenol yang dikonversi menjadi biomassa oleh Ochromonas danica, 15% tetap dalam media
cair, dan sisanya didegradasi menjadi CO2.
Gambar 11 Profil biodegradasi fenol limbah
tekstil oleh C. tropicalis.
Tabel 9 Laju degradasi fenol
Sampel Laju biodegradasi
(mg L-1 jam-1)
Kontrol 0
Perlakuan 0.025
18
Fenol limbah tekstil mampu didegradasi
oleh C. tropicalis sebanyak 30% dengan
konsentrasi awal 0.5 mg/L dan konsentrasi
akhir sebesar 0.35 mg/L selama 6 jam.
Dengan demikian, C. tropicalis sangat
potensial untuk diaplikasikan dalam
penanganan limbah fenol pada industri tekstil.
Laju degradasi ini jauh lebih rendah daripada
laju degradasi C. tropicalis pada fenol murni
sebesar 12.5 mg L-1 jam-1.
Rendahnya laju degradasi fenol tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya zat inhibitor
dalam limbah tekstil seperti deterjen dan
logam berat yang dapat menghambat aktivitas
biokimia sel tersebut. Deterjen dapat
mempengaruhi permeabilitas membran sel
sehingga akan mempengaruhi aktivitas enzim
fenol hidroksilase yang terdapat pada
membran. Selain itu, terdapatnya logam berat
seperti Cr pada limbah tersebut juga
dilaporkan dapat menghambat laju degradasi
fenol (Silva et al. 2007). Laju degradasi yang rendah tersebut dapat
juga disebabkan oleh waktu pemanenan sel
yang dilakukan pada jam ke-24 belum
mencapai aktivitas enzim maksimum sehingga
laju degradasinya rendah. Jiang et al. (2007a)
menyatakan bahwa enzim fenol hidroksilase
dan katekol, 1,2-dioksigenase pada
Alcaligenes faecalis terus mengalami
peningkatan sampai akhir fase eksponensial
dari kurva pertumbuhan selnya. Pertumbuhan
sel yang menurun tidak menyebabkan aktivitas enzim tersebut juga menurun
melainkan meningkat. Hasil yang sama juga
dilaporkan oleh Tsai et al. (2005) yang
menyatakan bahwa tidak ada korelasi positif
antara aktivitas enzim fenol hidroksilase dan
katekol, 1,2-dioksigenase dengan pertumbu-
han sel C. albicans TL3 karena kondisi
optimum keduanya berbeda.
Besarnya laju degradasi fenol dapat juga
disebabkan oleh rendahnya konsentrasi sel
yang digunakan. Ojumu et al. (2005)
melaporkan bahwa dengan menggunakan 0.5 g/L sel P. aeruginosa dan P. fluorescence
mampu mendegradasi 100% fenol limbah
kilang minyak dengan masa inkubasi masing-
masing 60 jam dan 80 jam.
Konsentrasi sel 0.02 g/L menghasilkan
persentase degradasi fenol sebesar 94.5%
untuk P. aeruginosa dan 69.4% untuk P.
fluorescence dengan masa inkubasi 72 jam
(Agarry et al. 2008a). Hasil ini
memperlihatkan bahwa makin besar
konsentrasi sel yang digunakan maka laju degradasi fenol yang dihasilkan juga akan
besar. Menurut Kuo-Ling (2009), penggunaan
konsentrasi inokulum yang tepat dapat
meminimalkan durasi fase lag, meningkatkan
laju degradasi, dan menginduksi pertumbuhan
eksponensial setelah inokulasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Candida tropicalis mempunyai laju degradasi
fenol tertinggi pada pH 6 dengan suhu
inkubasi 30oC. Candida tropicalis sangat
potensial untuk digunakan sebagai agen
pendegradasi fenol limbah tekstil karena
mampu mendegradasi fenol sebesar 30%
selama 6 jam dengan laju degradasi sebesar
0.025 mg L-1 jam-1. Laju degradasi tersebut
jauh lebih rendah dibandingkan pada fenol
murni sebesar 12.5 mg L-1 jam-1. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa fenol
cenderung didegradasi daripada digunakan
untuk sintesis biomassa sel.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
meningkatkan kemampuan degradasi fenol
pada Candida tropicalis sebelum diapli-
kasikan dalam skala pilot plant. Saran yang
diajukan antara lain melakukan uji aktivitas
enzim fenol hidroksilase dan katekol 1,2-
dioksigenase selama fase pertumbuhan untuk mengetahui waktu pemanenan sel yang
terbaik, melakukan optimasi konsentrasi fenol
dan sel yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abd-El-Haleem D et al. 2003. Effects of
mixed nitrogen sources on biodegradation of phenol by immobilized Acinetobacter
sp. strain W-17. Afr J Biotechnol 2:8-12.
Afzal M, Iqbal S, Rauf S, Khalid ZM. 2007.
Characteristics of phenol biodegradation
in saline solutions by monocultures of
Pseudomonas aeruginosa and Pseudomo-
nas pseudomallei. J Hazard Mat 149:60-
66.
Agarry SE, Audu TOK, Solomon BO. 2009.
Substrate inhibition kinetics of phenol
degradation by Pseudomonas fluores-
cence from steady state and wash- out data. Int J Environ Sci Tech 6:443-
450.
Agarry SE, Durojaiye AO, Yusuf RO, Aremu
MO. 2008a. Biodegradation of phenol in
refinery wastewater by pure cultures of
Pseudomonas aeruginosa NCIB 950 and
Pseudomonas fluorescence NCIB 3756.
Int J Environment and Pollution 32:3-11.
Agarry SE, Solomon BO, Layokun SK.
2008b. Kinetics of batch microbial
degradation of phenols by indigenous
binary mixed culture of Pseudomonas
aeruginosa and Pseudomonas fluores- cence. Afr J Biotechnol 7:2417-2423.
Agarry SE, Solomon BO, Layokun SK.
2008c. Substrate inhibition kinetics of
phenol degradation by binary mixed
culture of Pseudomonas aeruginosa and
Pseudomonas fluorescence from steady
state and wash-out data. Afr J Biotechnol
7:3927-3933.
Ali S, Fernandez-Lafuente R, Cowan DA.
1998. Meta-pathway degradation of phe-
nolics by thermophilic Bacilli. Enzym Microb Technol 23:462-468.
Alva VA, Peyton BM. 2003. Phenol and
catechol biodegradation by the haloalkali-
phile Halomonas campisalis: influence
of pH and salinity. Environ Sci Technol
37:4397-4402 [terhubung berkala].
http://pubs.acs.org [26 Mar 2010].
Amer RA. 2008. New isolated Pandoraea sp.
capable of phenol biodegradation.
Research Journal of Microbiology 3: 622-629.
Annadurai G, Lee JF. 2007. Application of
artificial neural network model for the
development of optimized complex
medium for phenol degradation using
Pseudomonas pictorum (NICM 2074).
Biodegradation 18:383–392
Annadurai G, Ling LY, Lee JF. 2007.
Biodegradation of phenol by
Pseudomonas pictorum on immobilized
with chitin. Afr J Biotechnol 6:296-303.
[ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2008. Toxicological
profile for phenol. http://www.eco-
usa.net/toxics/phenol.html. [24 Agustus
2009].
Bajaj M, Gallert C, Winter J. 2008.
Biodegradation of high phenol containing
synthetic wastewater by an aerobic fixed
bed reactor. Bioresource Technology 99:
8376–8381
Bartels I, Knackmuss H-J, Reineke W. 1984.
Suicide inactivation of catechol 2,3-
dioxygenase from Pseudomonas putida
mt-2 by 3-halocatechols. Appl Environ
Microb 47:500-505.
Bergauer P, Fonteyne PA, Nolard N, Schinner
F, Margesin R. 2005. Biodegradation of
phenol and phenol-related compounds by
psychrophilic and cold-tolerant alpine
yeasts. Chemosphere 59:909-918.
Cai W, Li J, Zhang Z. 2007. The characteristics and mechanisms of phenol
biodegradation by Fusarium sp. J
Hazard Mat 148:38-42.
Chen KC, Lin YH, Chen WH, Liu YC. 2002.
Degradation of phenol by PAA-
immobilized Candida tropicalis. Enzym
Microb Technol 31:490-497.
Chen YX, Liu H, Chen HL. 2003.
Characterization of phenol biodegrade-
tion by Comamonas testoteroni ZD4-1
and Pseudomonas aeruginosa ZD4-3. Biomedical and Environmental Sciences
16:163-172.
Corti A et al. 1995. Biodegradation of
nonionic surfactants. I.
Biotransformation of 4-( 1 -
nonyl)phenol by a Candida maltosa
isolate. Environmental Pollution 90:83-
87.
Dommes P, Dommes V, Kunau WH. 1983. β-
oxidation in Candida tropicalis:
partial purification and biological function of an inducible 2,4-dienoyl
coenzyme A reductase. J Biol Chem
258:10846-10852.
El-Naas M, Al-Muhtaseb SA, Makhlouf S.
2009. Biodegradation of phenol by
Pseudomonas putida immobilized in
polyvinyl alcohol (PVA) gel. J
Hazard Mat 164:720-725.
Eschenfeldt et al. 2003. Transformation of
fatty acids catalyzed by cytochrome P450
monooxygenase enzymes of Candida
tropicalis. Appl Environ Microb 69: 5992–5999.
Ettayebi K et al. 2003. Biodegradation of
polyphenols with immobilized Candida
tropicalis under metabolic induction.
FEMS Microb Lett 223:215-219.
20
Evans WC. 1947. Oxidation of phenol and
benzoic acid by some soil bacteria.
Biol Chem 41:373-382.
Fialová A, Boschke E, Bley T. 2004. Rapid
monitoring of the biodegradation of
phenol-like compounds by the yeast
Candida maltosa using BOD measure-
ments. Int Biodeterior Biodegrad 54:69-
76.
Galíndez-Mayer et al. 2008. Phenol and 4-
chlorophenol biodegradation by yeast Candida tropicalis in a fluidized bed
reactor. Biochemical Engineering Journal
38:147-157 [terhubung berkala].
http://www.sciencedirect.com [26 Maret
2010].
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006.
Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Geng A, Soh AEW, Lim CJ. Loke LCT. 2006.
Isolation and characterization of a
phenol-degrading bacterium from an industrial activated sludge. Appl
Microbiol Biotechnol 71:728–735.
Ghanem KM, Al-Garni SM, Al-Shehri AN.
2009. Statistical optimization of cultural
conditions by response surface
methodology for phenol degradation by a
novel Aspergillus flavus isolate. Afr J
Biotechnol 8:3576-3583.
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan
Lingkungan dan Limbah Industri.
Bandung: Yrama Widya.
Gurujeyalakshmi G, Oreil P. 1989. Isolation
of phenol-degrading Bacillus stearo-
thermophilus and partial characterization
of the phenol hydroxylase. Appl Environ
Microb 55:500-502.
Hames D, Hooper N. 2005. Biochemistry. Ed
ke-3. New York: Taylor & Francis.
Haris A. 2003. Peranan mikroba dalam
mendegradasi minyak bumi dan fenol
pada air terproduksi dari industri
perminyakan [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[HSRC] Hazardous Substance Research
Center. 2006. Environmental hazards of
the textile industry. http://www.hsrc-
ssw.org/ssw-whatsnew.html [15 Agustus
2008].
Jamai L, Ettayebi K, Yamani JE, Ettayebi M.
2007. Production of ethanol from starch
by free and immobilized Candida
tropicalis in the presence of α-amylase.
Bioresource Technology 98:2765–2770.
Jiang Y, Wen J, Bai J, Jia X, Hu Z. 2007a.
Biodegradation of phenol at high initial
concentration by Alcaligenes faecalis. J
Hazard Mat 147:672-676.
Jiang Y, Wen J, Bai J, Wang D, Hu Z. 2006a.
Phenol biodegradation by the yeast
Candida tropicalis in the presence of m-
cresol. Biochemical Engineering Journal 29: 27-234 [terhubung berkala].
http://www.sciencedirect.com [26 Mar
2010].
Jiang Y, Wen J, Caiyin Q, Lin L, Hu Z.
2006b. Mutant AFM 2 of Alcaligenes
faecalis for phenol biodegradation using
He–Ne laser irradiation. Chemosphere
65:1236–1241.
Jiang Y, Wen J, Jia X, Caiyin Q, Hu Z. 2007b.
Mutation of Candida tropicalis by irradiation with a He-Ne laser to increase
its ability to degrade phenol. Appl
Environ Microb 73:226-231.
Jones KH, Trudgill PW, Hopper DJ. 1995.
Evidence of two pathways for the
metabolism of phenol by Aspergillus
fumigatus. Arch Microbiol 63:176-181.
Kim IC, Oriel PJ. 1995. Characterization of
the Bacillus stearothermophilus BR219
phenol hydroxylase gene. Appl Environ
Microb 61:1252–1256.
Kılıç NK. 2009. Enhancement of phenol
biodegradation by Ochrobactrum sp.
isolated from industrial wastewaters. Int
Biodeterior Biodegrad 63:778–781.
[KLHRI] Kementrian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia. 2003. Pengolahan
dan pemanfaatan limbah tekstil.
http://www.menlh.go.id/usahakecil/index
-view.php?sub=7 [27 November 2009].
Klibanov AM, Alberti BN, Morris ED, Felsin
LM. 1980. Enzymatic removal of toxic
phenols and anilines from wastewaters. J Appl Biochem 2:414-421.
Ko BS, Kim J, Kim JH. 2006. Production of
xylitol from D-xylose by a xylitol
dehydrogenase gene-disrupted mutant of
Candida tropicalis. Appl Environ Microb
72:4207–4213.
Komarkova E, Paca J, Klapkova E, Stiborova
M, Soccol CR, Sobotka M. 2003.
Physiology changes of Candida tropicalis
population degrading phenol in
fed batch reactor. Brazilian Archives of
Biology and Technology 46:537-
543.
Kuo-Ling H, Lin B, Yu-You C, Duu-Jong L.
2009. Biodegradation of phenol using
Corynebacterium sp. DJ1 aerobic
granules. Bioresource Technology 100:
5051–5055.
Leahly JG, Colwell RR. 1990. Microbial degradation of hydrocarbon in the
environment. Microb Rev 54:305-315.
Lin J, Reddy M, Moorthi V, Qoma BE. 2008.
Bacterial removal of toxic phenols
from an industrial effluent. African
Journal of Biotechnology 7:2232-
2238.
Ma H, Li G, Fang P, Zhang Y, Xu D. 2010.
Identification of phenol-degrading
Nocardia sp. strain C-14-1 and
characterization of its ring-cleavage 2,3- dioxygenase. International Journal of
Biology 2:79-83.EVIEW
Margesin R, Schinner F. 2001. Biodegrada-
tion and bioremediation of hydrocarbons
in extreme environments. Appl Microbiol
Biotechnol 56:650-663.
Marrot B, Barrios-Martinez A, Moulin P,
Roche N. 2006. Biodegradation of high
phenol concentration by activated sludge
in an immersed membrane bioreactor.
Biochemical Engineering Journal 30: 174–183.
Mendonça E, Martins A, Anselmo AM. 2004.
Biodegradation of natural phenolic
compounds as single and mixed
substrates by Fusarium flocciferum.
Electronic Journal of Biotechnology 7:
30-37.
Ming-Ho Y. 2005. Environmental Toxicology:
Biological and Health Effects of
Pollutans. Ed ke-2. Boca Raton: CRC.
Mörsen A, Rehm HJ. 1990. Degradation of
phenol by a defined mixed culture immobilized by adsorption on activated
carbon and sintered glass. Appl Microbiol
Biotechnol 33:206-212.
Mörtberg M, Neujahr HY. 1985. Uptake of
phenol by Trichosporon cutaneum. J
Bacteriol 161:615-619.
Müller RH, Babel W. 1996. Growth
rate-dependent expression of phenol-
assimilation pathways in Alcaligenes
eutrophus JMP 134-the influence of
formate as an auxiliary energy source on
phenol conversion characteristics. Appl
Microbiol Biotechnol 46:156-162.
Nair CI, Jayachandran K, Shashidar S. 2008.
Biodegradation of phenol. African
Journal of Biotechnology 7:4951-
4958.
Ojumu TV, Bello OO, Sonibare JA, Solomon
BO. 2005. Evaluation of microbial
systems for bioremediation of petroleum
refinery effluents in Nigeria. Afr J
Biotechnol 4: 31-35.
Omokoko B, Jäntges UK, Zimmermann M,
Reiss M, Hartmeier W. 2008. Isolation of
the phe-operon from G.
stearothermophilus comprising the
phenol degradative meta-pathway genes
and a novel transcriptional regulator. BMC Microbiology 8:1-10.
Piakong. 2006. The performance of phenol
biodegradation by Candida tropicalis
RETL-Cr1 using batch and fed-batch
fermentation techniques [tesis]. Sabah:
Universiti Teknologi Malaysia.
Pinto G, Pollio A, Previtera L, Temussi F.
2002. Biodegradation of phenols by
microalgae. Biotechnology Letters 24:
2047–2051.
Ramsay BA, Cooper DG, Margaritis A, Zajic JE. 1983. Rhodochorous bacteria: biosur-
factant production and demulsifying
ability. Microb Enh Oil Recov :61-65.
Rao RS, Jyothi ChP, Prakasham RS, Sarma
PN, Rao LV. 2006. Xylitol production
from corn fiber and sugarcane bagasse
hydrolysates by Candida tropicalis.
Bioresource Technology 97:1974-1978.
Rigo M, Alegre RM. 2004. Isolation and
selection of phenol-degrading micro-
organisms from industrial wastewaters
and kinetics of the biodegradation. Folia Microbiol 49:41-45.
Rocha LL et al. 2007. Isolation and
characterization of phenol-degrading
yeasts from an oil refinery wastewater in
Brazil. Mycophatologia 64:183-188.
Ruiz-Ordaz N et al. 2001. Phenol biodegra-
dation using a repeated batch culture of
Candida tropicalis in a multistage bubble
22
coloumn. Revista Latinoamericana de
Microbiología 43:19-25.
Santos VL, Linardi VR. 2004. Biodegradation
of phenol by a filamentous fungi isolated
from industrial effluents-identification
and degradation potential. Proc
Biochem 39:1001-1006.
Santos VL, Monteiro AS, Braga DT,
Santoro MM. 2009. Phenol degradation
by Aureobasidium pullulans FE13
isolated from industrial effluents. J Hazard Mat 161:1413-1420.
Santoso S. 2004. Kemampuan Candida sp.
ICBB 1167 dan Pseudomonas sp.
ICBB 1170 dalam mendegradasi fenol
pada limbah industri tekstil [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Saravanan P, Pakshirajan K, Saha P. 2008a.
Biodegradation of phenol and m-cresol in
a batch and fed batch operated internal
loop airlift bioreactor by indigenous mixed microbial culture predominantly
Pseudomonas sp. Bioresource Technol
99:8553–8558
Saravanan P, Pakshirajan K, Saha P. 2008b.
Kinetics of phenol and m-cresol
biodegradation by an indigenous mixed
microbial culture isolated from a
sewage treatment plant. J Environ Sci 20:
1508-1513.
Schie PM, Young LY. 1998. Isolation and
characterization of phenol-degrading denitrifying bacteria. Appl Environ
Microbiol 64:2432–2438.
Semple KT, Cain RB. 1996. Biodegradation
of phenols by the alga Ochromonas
danica. Appl Environ Microbiol 62:
1265–1273.
Shawabkeh R, Khleifat KM, Al-Majali I,
Tarawneh K. 2007. Rate of
biodegradation of phenol by Klebsiella
oxytoca in minimal medium and nutrient
broth conditions. Bioremediation Journal
11:13-19. [terhubung berkala]. http://www.informaworld.com [26 Mar
2010].
Shetty KV, Kalifathulla I, Srinikethan G.
2007. Performance of pulsed plate
bioreactor for biodegradation of phenol.
J Hazard Mat 140:346-352.
Shinoda Y, Sakai Y, Ue M. Hiraishi, Kato N.
2000. Isolation and characterization of a
new denitrifying spirillum capable of
anaerobic degradation of phenol. Appl
Environ Microbiol 66:1286–1291.
Shuler ML, Kargi F. 2002. Bioprocess
Engineering: Basic Concepts. Ed ke-2.
New York: Prentice Hall.
Siedlecka EM, Stepnowski P. 2005. Phenols
degradation by Fenton reaction in the
presence of chlorides and sulfates. Polish
J Environ Stud 14:823-828.
Silva AAL, Pereira MP, Filho RGS, Hofer E. 2007. Utilization of phenol in the
presence of heavy metals by metal-
tolerant nonfermentative gram-negative
bacteria isolated from wastewater. Rev
Latinoam Microbiol 49:68-73.
Slamet, Arbianti R, Daryanto. 2005.
Pengolahan limbah organik (fenol) dan
logam berat (Cr6+ atau Pt4+) secara
simultan dengan fotokatalis TiO2, ZnO-
TiO2, dan CdS-TiO2. Makara Teknologi
9:66-71.
Stehlickova L, Svab M, Wimmerova L,
Kozler J. 2009. Intensification of phenol
biodegradation by humic substances. Int
Biodeterior Biodegrad 63:923-927.
Stiborová M, Suchá V, Mikśanová M, Páca
JJr, Páca J. 2003. Hydroxylation of
phenol to catechol by Candida tropicalis:
involvement of cytochrome P450. Gen
Physiol Biophys 22:167-179.
Suryanto D. 2003. Biodegradasi aerobik
senyawa hidrokarbon aromatik mono- siklis oleh bakteri [artikel ilmiah].
Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara.
Tsai SC, Tsai LD, Li YK. 2005. An isolated
Candida albicans TL3 capable of
degrading phenol at large concentration.
Bioschi Biotechnol Biochem 69: 2358-2367.
Vallini G, Frassinetti S, D’Andrea F, Catelani
G, Agnolucci M. 2001. Biodegradation of
4-(1-nonyl)phenol by axenic cultures of
the yeast Candida aquaetextoris:
identification of microbial breakdown
products and proposal of a possible
metabolic pathway. Int Biodeterior
Biodegrad 47:133–140.
Varma RJ, Gaikwad BG. 2009.
Biodegradation and phenol tolerance by
recycled cells of Candida tropicalis
NCIM 3556. Int Biodeterior Biodegrad
63:539-542.
Vilímková L, Páca JJr, Kremláčková V, Páca
J, Stiborová M. 2008. Isolation of
cytoplasmic NADPH-dependent phenol
hydroxylase and cathecol-1,2-
dioxygenase from Candida tropicalis
yeast. Interdisc Toxicol 1:225-230.
Wang G, Wen J, Li M, Qiu C. 2009.
Biodegradation of phenol and m-cresol
by Candida albicans PDY-07 under
anaerobic condition. J Ind Microbiol
Biotechnol 36:809–814.
Ying et al. 2007. Biodegradation of phenol by
free and immobilized Acinetobacter sp.
strain PD12. Journal of Environmental
Sciences 19:222-225.
Zaki S. 2006. Detection of meta- and ortho-
cleavage dioxygenases in bacterial
phenol-degraders. J Appl Sci Environ Mgt
10:75-81.
24
LAMPIRAN
Lampiran 1 Strategi penelitian
Adaptasi kultur
Candida tropicalis
Kurva pertumbuhan dan
kurva degradasi fenol
Penentuan pH
optimum
Penentuan suhu
optimum
Biodegradasi fenol
limbah tekstil
Pemanenan sel
26
Lampiran 2 Kurva standar fenol
Konsentrasi (mg/L) 2 4 5 6 8
Ulangan 1 0.157 0.389 0.425 0.443 0.667
Ulangan 2 0.175 0.332 0.419 0.467 0.65
Ulangan 3 0.164 0.355 0.432 0.559 0.605
Rataan 0.165333 0.358667 0.425333 0.489667 0.640667
Lampiran 3 Hasil perhitungan persentase dan laju degradasi fenol
Penentuan pH optimum
Penentuan suhu optimum
Sebelum perlakuan
Perlakuan dengan variasi pH
5 6 7
Ulangan U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Absorban 0.085 0.086 0.045 0.033 0.031 0.031 0.048 0.041
[fenol] (mg/L) 0.9125 0.925 0.4125 0.2625 0.2375 0.2375 0.45 0.3625
Rerata [fenol]±SD 0.9188±0.009 0.3375±0.106 0.2375±0 0.4063±0.062
Penurunan [fenol] (mg/L)
-
0.5813
0.6813
0.5125
Degradasi fenol (%) - 63.26730518 74.15106661 55.77927732
Laju degradasi (mg L-1 jam-1)
- 0.024 0.028 0.021
Sebelum perlakuan
Perlakuan dengan variasi suhu (oC)
25 30 35
Ulangan U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Absorban 0.085 0.086 0.028 0.026 0.021 0.023 0.025 0.027
[fenol] (mg/L) 0.9125 0.925 0.2 0.175 0.1125 0.1375 0.1625 0.1875
Rerata [fenol]±SD
Penurunan [fenol] (mg/L) Degradasi fenol (%) Laju degradasi (mg L-1 jam-1)
0.9188±0.009
- -
-
0.1875±0.018
0.7313
79.59294732
0.030
0.125±0.018
0.7938
86.39529822
0.033
0.175±0.018
0.7438
80.9534175
0.031
28
Lampiran 4 Baku mutu limbah cair bagi industri
No. Parameter Satuan Golongan Baku Mutu Limbah Cair
I II
FISIKA
1 Temperatur oC 38 40
2 Zat padat terlarut mg/L 2000 4000
3 Zat padat tersuspensi mg/L 200 400
KIMIA
1 pH 6.0-9.0
2 Besi terlarut (Fe) mg/L 5 10
3 Mangan terlarut (Mn) mg/L 2 5
4 Barium (Ba) mg/L 2 3
5 Tembaga (Cu) mg/L 2 3
6 Seng (Zn) mg/L 5 10
7 Krom heksavalen (Cr+6) mg/L 0.1 0.5
8 Krom total (Cd) mg/L 0.5 1.0
9 Kadmium (Cd) mg/L 0.05 1.0
10 Air raksa (Hg) mg/L 0.002 0.005
11 Timbal (Pb) mg/L 0.1 1.0
12 Stanum mg/L 2 3
13 Aren mg/L 0.1 0.5
14 Selenium mg/L 0.05 0.5
15 Nikel (Ni) mg/L 0.2 0.5
16 Kobalt (Co) mg/L 0.4 0.6
17 Sianida (CN) mg/L 0.05 0.5
18 Sulfida (H2S) mg/L 0.05 0.1
19 Fluorida (F) mg/L 2 3
20 Klorin bebas (Cl2) mg/L 1 2
21 Amonia bebas mg/L 1 5
22 Nitrat 20 30
23 Nitrit 1 3
24 BOD5 50 150
25 COD 100 300
26 Senyawa aktif biru metilen 5 10
27 Fenol 0.5 1
28 Minyak nabati 5 10
29 Minyak mineral 10 50
30 Radioaktivitas*)
*) Kadar radioaktivitas mengikuti peraturan yang berlaku
Sumber : Kep. Men. Neg. L. H. No.KEP-51/MNLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri
Lampiran 5 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil
Parameter Kadar
Maksimum
(mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
Tekstil
Terpadu
Pencucian
Kapas
Pemintalan
Penenunan
Perekatan Pengikisan
Pemasakan
Pengikisan
Pemucatan
Pengikisan
Merserisasi
Pengikisan
Pencelupan
Pengikisan
Pencetakan
BOD5 60 6 0.42 0.6 1.44 1.08 0.9 1.2 0.36
COD 150 15 1.05 1.5 3.6 2.7 2.25 3.0 0.9
TSS 50 5 0.35 0.5 1.2 0.9 0.75 1.0 0.3
Fenol
totak
0.5 0.05 0.004 0.005 0.012 0.009 0.008 0.01 0.003
Krom total
(Cr)
1.0 0.1 - - - - - 0.02 0.006
Amonia
total
8.0 0.8 0.056 0.08 0.192 0.144 0.12 0.16 0.048
Sulfida
(sebagai
S)
0.3 0.03 0.002 0.003 0.007 0.005 0.005 0.006 0.002
Minyak
dan lemak
3.0 0.3 0.021 0.03 0.07 0.054 0.045 0.06 0.018
pH
Debit limbah maksimum
(m3/ton produk)
100 7 10 24 18 15 20 6
Sumber: Kep. Men. Neg. L. H. No: KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
29