BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA...

13
BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti 1) Yuli Karyanti 2) Dini Sundani 3) 1,2,3 Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma email: {darmastuti, yuli, dinisundani}@staff.gunadarma.ac.id Sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan kepada pasien seringkali dokter gigi menggunakan Panoramik X-Ray sebagai analisis serta mendiagnosis keadaan rahang dan gigi pasien. Pasien yang mengalami gejala-gejala dari berbagai penyakit pada bagian mulut dan gigi akan di rongten,. Hasil dari proses rongten yang dilakukan pada seluruh permukaan rahang atas dan rahang bawah dan disebut dengan Panoramik X-Ray. Tahapan tahapan yang dilakukan pada citra Panoramik X-Ray untuk mendapatkan tepi batas bawah mandibula yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping bagian Region of Interest, perbaikan citra, penajaman citra, deteksi tepi dan perbaikan tepi. Perbaikan citra dilakukan dengan imsharp, penajaman Citra dengan imsharp, deteksi tepi dengan algoritma Canny dan deteksi citra tepdengan kuantum dan binerisasi untuk proses morfologi .Proses deteksi tepi yang dilakukan dengan algoritma Canny pada penelitian ini menghasilkan tepi yang terputus-putus dan tidak menyambung. Pada deteksi tepi dengan filtering hanya akan dihasilkan tepi yang paling luar dari mandibular, sedangkan di dalam mandibular korteks ada tepi-tepi lain yang dapat dideteksi.Pada mandibular masih banyak tepi-tepi yang dapat dideteksi sebagai salah satu ciri dan gejala yang dapat dilihat melalui citra panoramik X- Ray dari suatu penyakit yang terdapat pada mandibular korteks. Setelah dilakukan binerisasi maka setiap bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dapat dilalukan proses morfologi. Maka hasil dari proses morfologi ini akan dapat lebih membantu dokter gigi dalam menganalisis penyakit pasien. Kata kunci: binerisasi, mandibula korteks, morfologi, Panoramik X-Ray PENDAHULUAN Dokter gigi dapat melakukan analisis serta diagnosis keadaan mulut dan gigi pasien dapat dilakukan dengan Panoramik X-Ray . Pasien yang mengalami gejala-gejala dari berbagai penyakit pada bagian mulut dan gigi akan di rongten yang dilakukan pada seluruh permukaan maxilla (rahang atas) dan mandibular (rahang bawah). Panoramik X- Ray adalah jenis pencitraan secara ekstraoral sering dipergunakan dokter gigi dalam mendiagnosis keadaan pasien sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan kepada pasien. Penelitian ini merupakan tahapan-tahapan pengolahan citra yang dilakukan untuk mengidentifikasi tepi mandibula (rahang bawah). Citra yang akan diproses adalah citra panoramik X-Ray. Dalam citra panoramik X-Ray, ada banyak noise dan derau. Citra secara kasat mata dapat dibedakan dalam tiga kategori informasi yaitu warna, bentuk dan

Transcript of BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA...

Page 1: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM

PANORAMIK X-RAY

ABSTRAK

Darmastuti1)

Yuli Karyanti2)

Dini Sundani3)

1,2,3

Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma

email: {darmastuti, yuli, dinisundani}@staff.gunadarma.ac.id

Sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan kepada pasien seringkali dokter

gigi menggunakan Panoramik X-Ray sebagai analisis serta mendiagnosis keadaan rahang

dan gigi pasien. Pasien yang mengalami gejala-gejala dari berbagai penyakit pada bagian

mulut dan gigi akan di rongten,. Hasil dari proses rongten yang dilakukan pada seluruh

permukaan rahang atas dan rahang bawah dan disebut dengan Panoramik X-Ray. Tahapan

– tahapan yang dilakukan pada citra Panoramik X-Ray untuk mendapatkan tepi batas

bawah mandibula yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping bagian Region of Interest,

perbaikan citra, penajaman citra, deteksi tepi dan perbaikan tepi. Perbaikan citra dilakukan

dengan imsharp, penajaman Citra dengan imsharp, deteksi tepi dengan algoritma Canny

dan deteksi citra tepdengan kuantum dan binerisasi untuk proses morfologi .Proses deteksi

tepi yang dilakukan dengan algoritma Canny pada penelitian ini menghasilkan tepi yang

terputus-putus dan tidak menyambung. Pada deteksi tepi dengan filtering hanya akan

dihasilkan tepi yang paling luar dari mandibular, sedangkan di dalam mandibular korteks

ada tepi-tepi lain yang dapat dideteksi.Pada mandibular masih banyak tepi-tepi yang dapat

dideteksi sebagai salah satu ciri dan gejala yang dapat dilihat melalui citra panoramik X-

Ray dari suatu penyakit yang terdapat pada mandibular korteks. Setelah dilakukan

binerisasi maka setiap bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dapat dilalukan proses

morfologi. Maka hasil dari proses morfologi ini akan dapat lebih membantu dokter gigi

dalam menganalisis penyakit pasien.

Kata kunci: binerisasi, mandibula korteks, morfologi, Panoramik X-Ray

PENDAHULUAN

Dokter gigi dapat melakukan analisis serta diagnosis keadaan mulut dan gigi

pasien dapat dilakukan dengan Panoramik X-Ray . Pasien yang mengalami gejala-gejala

dari berbagai penyakit pada bagian mulut dan gigi akan di rongten yang dilakukan pada

seluruh permukaan maxilla (rahang atas) dan mandibular (rahang bawah). Panoramik X-

Ray adalah jenis pencitraan secara ekstraoral sering dipergunakan dokter gigi dalam

mendiagnosis keadaan pasien sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan

kepada pasien.

Penelitian ini merupakan tahapan-tahapan pengolahan citra yang dilakukan untuk

mengidentifikasi tepi mandibula (rahang bawah). Citra yang akan diproses adalah citra

panoramik X-Ray. Dalam citra panoramik X-Ray, ada banyak noise dan derau. Citra

secara kasat mata dapat dibedakan dalam tiga kategori informasi yaitu warna, bentuk dan

Page 2: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

tekstur. Dengan bantuan algoritma komputer dapat mengekstraksi dan mengenali informasi

yang terdapat dalam suatu citra.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan pada citra Panoramik X-Ray untuk

mendapatkan tepi batas bawah mandibula yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping

bagian Region of Interest, perbaikan citra, penajaman citra, dan deteksi tepi serta

binerisasi.

Pada penelitian ini yang akan dilakukan adalah identifikasi bentuk tepi mandibula

dengan pengenalan bentuk dari hasil deteksi tepi pada citra panoramik X-Ray. Pada deteksi

tepi dengan filtering hanya akan dihasilkan tepi yang paling luar dari mandibular.

Pada mandibular masih banyak tepi-tepi yang dapat dideteksi sebagai salah satu ciri

dan gejala yang dapat dilihat melalui citra panoramik X-Ray dari suatu penyakit yang

terdapat pada mandibular korteks. Setiap bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dapat

dilakukan proses binerisasi dan morfologi. Dokter gigi dapat menggunakan hasil proses

morfologi dalam menganalisis penyakit.

KAJIAN LITERATUR

A. Morfologi Matematika

Proses morfologi matematika telah diterapkan pada penelitian Jufriadif Na’am.

Morfologi matematika adalah dasar dari pengolahan citra digital, khususnya citra gray

level dan citra biner (Madenda,S. , 2015).

Pemrosesan citra secara morfologi dilakukan dengan cara mem-passing sebuah

structuring element terhadap sebuah citra dengan cara yang hampir sama dengan konvolusi

citra. Structuring element adalah elemen penstruktur dengan mengatur bentuk dan ukuran

suatu citra hasil guna memperoleh informasi.

Structuring element (strel) dapat digambarkan dengan mask pada pemrosesan citra

biasa. Strel juga memiliki titik poros (disebut juga titik origin). Titik origin ditandai dengan

tanda titik hitam. Jika tidak ada tanda titik hitam maka diasumsikan titik origin berada di

pusat simetri (Kadir, A. dan Susanto, A., 2013).

Gambar 1. Bentuk- bentuk umum strel

Page 3: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

Ukuran elemen penstruktur akan menghasilkan hasil yang berbeda juga,:

ukuran elemen semakin kecil makapada morfologi dilasi objek semakin kecil dan

elemen penstruktur semakin lebar, maka objek yang dihasilkan semakin lebar.

objek yang ukurannya lebih kecil daripada elemen penstruktur, pada morfologi erosi

maka akan meyebabkan objek akan hilang dan semakin besar ukuran elemen

penstruktur maka objek semakin mengecil

Operasi morfologi matematika dapat diterapkan dalam berbagai proses dalam

pengolahan citra digital yaitu: perbaikan kualitas, segmentasi, pemulihan, deteksi tepi,

analisis tekstur, skeletonisasi, analisis bentuk, kompresi, pengurangan noise. Ada 2 operasi

dasar pada teknik morfologi matematika yaitu erosion dan dilation. Melalui pemetaan

setiap elemen matriks erosi dan dilasi pada piksel yang diolah dalam suatu citra.

Dilasi

Dilasi merupakan proses morfologi dengan menambahkan atau memperbesar objek

pada citra biner. Hal ini dilakukan dengan memberikan tambahan piksel pada batasan

suatu objek pada suatu citra. Proses dilasi diperlukan untuk kepentingan memperluas area

atau ukuran obyek citra (Madenda, S., 2015). Secara matematis dilasi dapat dinotasikan

dengan persamaan berikut citra f oleh stuktur elemen matriks B adalah

{ |( )s (1)

Dimana Bs adalah struktur elemen matriks dilasi B dengan pergeseran sebesar s. Struktur

elemen matriks B bisa menggunakan struktur dengan empat connectivity, delapan

connectivity, atau bahkan lebih seperti contoh berikut ini:

Empat connectivity: B =[

]

[

]

Delapan connectivity: B = [

]

Dilasi pada citra biner

Persamaan 2 dapat digunakan untuk menghitung operasi citra biner. Pada

persamaan ini dapat dilihat bahwa nilai elemen dilasi akan sama dengan 1 jika dan hanya

jika ada salah satu nilai elemen f = 1, yang sama dengan nilai elemen B= 1 pada posisi

koordinat yang sama. Dan sebaliknya, bahwa nilai elemen dilasi akan sama dengan 0 jika

dan hanya jika tidak ada satupun nilai elemen f = 1, yang sama dengan nilai elemen B= 1

pada posisi koordinat yang sama.

1 jika Bs = f = 1

{ (2)

0 jika Bs = f = 0 jika Bs f

Page 4: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

=

Gambar 2. Ilustrasi dilasi pada citra biner

Dilasi pada citra gray level

Pada operasi dilasi citra gray level dapat dilihat persamaan 3. Dimana hasil operasi

penghitungan pada dilasi citra gray level adalah nilai maksimum pada perkalian antara

elemen B yang bernilai 1 terhadap elemen f pada persamaan ini.

maks i,j B ( ( ) ( )) (3)

Dimana x, y adalah koordinat elemen matriks f

i, j adalah koordinat elemen matriks B.

Erosi

Erosi (Erosion) adalah proses morfologi untuk mengecilkan atau menipiskan objek

pada suatu citra. Hal ini dilakukan dengan proses penghapusan piksel-piksel obyek yang

menjadi bagian dari latar. Sama seperti dilasi, proses erosi juga di pengaruhi oleh structure

element. Proses erosi dapat digunakan untuk mengikis atau memperkecil area (luas

permukaan) dari suatu obyek (Madenda, S., 2015). Secara matematis dilasi dapat

dinotasikan dengan persamaan berikut citra f oleh stuktur elemen matriks B adalah

{ | (B)s (4)

Erosi citra biner

Operasi erosi citra biner dapat dihitung dengan persamaan 5. Persamaan ini

menunjukkan bahwa nilai hasil proses erosi akan sama dengan 1, jika dan hanya jika

semua nilai elemen f dan semua nilai elemen B pada posisi koordinat yang sama dengan 1.

Sebaliknya, nilai hasil proses erosi akan sama dengan 0 jika dan hanya jika pada posisi

koordinat yang sama ada salah satu dari nilai elemen f = 0 sedang nilai elemen B = 1.

1 setiap Bs = 1, maka haruslah f = 1

{ (5)

0 jika nilai B

=

Gambar 3. Ilustrasi proses erosi pada citra biner

Page 5: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

Opening dan Closing Pada umumnya proses erosi dan dilasi sering dikombinasikan antara satu dengan

yang lain dalam memproses suatu citra. Suatu citra dapat diproses dengan dilasi kemudian

erosi atau kebalikannya, atau oleh salah satu proses secara terus menerus, baik dengan

structure element yang sama ataupun berbeda. Operasi yang paling umum digunakan

sering disebut dengan opening dan closing.

Opening

Proses opening merupakan proses dimana suatu citra terlebih dahulu diproses

dengan erosi, kemudian diproses dengan dilasi dengan menggunakan structure element

yang sama. Proses ini dilakukan untuk memulihkan data atau informasi yang hilang

karena erosi pada suatu citra, dan menghilangkan objek yang terlalu kecil dan dapat

memisahkan objek yang berdekatan dalam suatu citra. Operasi closing citra f oleh stuktur

elemen matriks B dapat dinotasikan dengan persamaan 6.

f ●B = ( ) (6)

di mana: f adalah citra

B adalah stuktur elemen matriks

Gambar 4. Ilustrasi proses opening

Closing Proses closing merupakan kebalikan dari proses opening, dimana suatu citra

terlebih dahulu mengalami proses dilasi kemudian proses erosi dengan structure element

yang sama. Operasi closing dapat digunakan untuk menutup celah antar dua objek, piksel

dengan intensitas 0 berwarna hitam ditutup dengan piksel dengan intensitas 1(putih),

sehingga makin memperluas objek. Operasi opening citra f oleh stuktur elemen matriks B

dapat dinotasikan dengan persamaan 2.7.

F ◦ B = ( ) (7)

di mana: f adalah citra

B adalah stuktur elemen matriks

Gambar 5. Ilustrasi proses closing

Page 6: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

B. Filtering

Proses filtering pada umumnya dilakukan saat penelitian awal untuk

prapemrosesan dan peningkatan kualitas citra. Citra digital terdiri dari beberapa elemen,

yang masing-masing elemen mempunyai lokasi tertentu dan nilai tertentu, elemen ini biasa

disebut dengan Pixel (Picutre Element) (Gonzalez, R. C,2009).

Tepi dalam suatu citra didefinisikan sebagai perbedaan intensitas atau warna antara

satu piksel dengan piksel tetangga terdekatnya. Semakin tinggi perbedaannya, maka akan

semakin jelas tepi tersebut (Madenda, S, 2015).

Noise yang muncul pada area tepi obyek dapat mengakibatkan tepian obyek

menjadi tidak jelas dan tidak beraturan serta memungkinkan terjadinya pergeseran posisi

tepi (Madenda, S, 2015). Untuk meredam noise yang muncul maka dilakukan proses

filtering.

Proses penajaman (sharpening) citra dilakukan untuk meperjelas tepi dapat

dilakukan dengan high-pass filter. High-pass filter akan memperkuat komponen frekuensi

tinggi (misal tepi) dan menurunkan komponen frekuensi rendah, sehingga tepi obyek akan

terlihat lebih tajam dibanding sekitarnya (Munir, R.,2005). Karena penajaman citra lebih

berpengaruh pada tepi (edge) obyek, maka penajaman citra disebut edge sharpening.

C. Deteksi Tepi

Tepi adalah batas antara dua buah pixel yang bertetangga yang memiliki intensitas

yang berbeda. Tepi(edge) dapat dilihat karena adanya perubahan yang dipengaruhi

perubahan intensitas dengan arah yang berbeda, dari intensitas tinggi ke rendah atau dari

intensitas rendah ke tinggi. Secara umum tepi didefinisikan sebagai batas antara satu objek

dengan latar belakang citra atau batas antara dua objek yang berbeda intansitasnya.

Berdasarkan sisi warna dan intensitas, tepi citra didefinisikan sebagai perubahan yang

signifikan dari intensitas atau warna antara dua piksel yang saling berdekatan (Gonzalez R

C, Woods R. E, 2008). Proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra untuk

menandai bagian yang menjadi detil citra untuk memperbaiki detil dari citra yang

mengandung noise adalah proses deteksi tepi. Hal ini terjadi karena error atau adanya

kesalahan pada proses akuisisi citra. Suatu titik (x, y) dikatakan sebagai tepi dari suatu

citra bila titik (piksel) tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan piksel lain yang

berdekatan.

Pendeteksian tepi berdasarkan gradien pertama yaitu deteksi pendeteksian tepi

Canny dan pendeteksian tepi klasik yang terdiri dari operator Robert, dan Prewitt.

1. Metode Robert

Metode Robert adalah teknik deteksi tepi pada arah horisontal dan diferensial pada

arah vertikal. Operator Robert merupakan kernel yang berukuran 2x2.

R+ = [

] dan R- = [

]

Operator Robert memberi tanggapan lemah terhadap tepi, kecuali jika tepi sangat tajam.

Operator ini melakukan perhitungan dengan mengambil arah diagonal untuk melakukan

perhitungan gradiennya yang disebut juga sebagai operator silang. Gradien Robert dalam

arah x dan y dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R+ (x,y) = f(x+1, y+1) – f(x, y) (8)

R- (x,y) = f(x, y+1) – f(x+1, y) (9)

Page 7: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

Operator R+ adalah hampiran turunan berarah dalam arah 45°, dan Ry adalah

hampiran turunan berarah dalam arah 135°. (Munir R., 2004) Pada Metode Roberts untuk

menghitung Gradient Magnitude didunakan persamaan:

G[f(x,y)] = |R+| + |R-| (10)

Arah tepi dihitung dengan persamaan:

( )

(

) (11)

2. Metode Prewitt

Metode Prewitt adlah pengembangan dari metode dengan menggunakan high pass

filter (HPF). Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian yang dikenal sebagai

fungsi untuk membangkitkan HPF (Gonzalez, R.C. dan R.E., Woods, 2008). Operator

Prewitt terdiri dari kernel yang berukuran 3x3. Metode ini memiliki kemampuan untuk

mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.

Pada operator Prewitt untuk menghitung Gradient Magnitude dilakukan dengan

persamaan sebagai berikut :

M = √

(12)

Maka bentuk Px dan Py dapat dinyatakan dengan :

Px = [

] dan Py = [

]

Arah tepi dihitung dengan persamaan :

a(x.y) = (

) (13)

3. Metode Sobel

Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan

filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari

fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.

Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum

melakukan perhitungan deteksi tepi (Gonzalez, Rafael. C, Woods R. E, 2008). Jika

dibandingkan dengan metode klasik Robert dan Prewitt, Sobel memiliki bobot pada bagian

tengah baris dan kolom berturut turut untuk kernel vertikal dan horisontal yaitu -2/2 dan

2/-2.

4. Metode Canny

Deteksi tepi Canny menggunakan algoritma dengan banyak tahapan untuk

mendeteksi tepi dalam citra. Algoritma ini memberikan nilai kesalahan rendah, melokalisir

titik-titik tepi (jarak antara pixel tepi yang terdeteksi dengan tepi yang asal sangat dekat),

dan hanya satu yang terdeteksi dari setiap pixel asal. Algoritma Canny terdiri dari (Rashmi,

Mukesh Kumar, dan Rohini Saxena, 2013): Canny Edge Detection

Deteksi tepi dengan metode Canny dikembangkan dan di perkenalkan oleh John F.

Canny pada tahun 1986. Langkah-langkah algoritma yang dilakukan pada Canny Edge

Detection adalah:

1. Baca citra input

Page 8: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

2. Proses konvolusi adalah implementasi derivasi Gaussian dihitung dengan fungsi

kernel sebagai berikut:

H i,j =

( ( ( ))

( ( ))

) ( ) (14)

Nilai Gradient Magnitude dihitung dengan persamaan:

M[i,j] : √ [ ] [ ] (15)

3. Menekan nilai yang tidak maksimum untuk menepiskan tepi yang tidak diperlukan,

menghasilkan garis tyang lebih ramping menggunakan nilai orientation untuk

mengetahui arah piksel (Xu,et al, 2014)

[ ] ( [ ] [ ]) (16)

4. Thresholding: menghilangkan tepi-tepi yang muncul karena noise dengan melakukan

filter terhadap nilai gradien yang lebih rendah atau tidak dianggap sebagai tepi citra

dan mempertahankan nilai gradien yang lebih tinggi sebagai tepi citra

5. Selesai

Metode Canny merupakan deteksi tepi yang optimal. Metode ini menggunakan

Gaussian Derivative Kernel untuk menyaring kegaduhan dari citra awal untuk

mendapatkan hasil deteksi tepi yang halus.

D. Komputasi Kuantum Quantum bit (qubit) adalah pernyataan keadaan bit pada komputasi kuantum. Qubit

adalah keadaan dimana suatu nilai piksel berada pada lebih dari dua keadaan yaitu selain 0

atau 1 juga pada keadaan 0 dan 1 secara bersamaan. Keadaan dimana nilai piksel pada

lebih dari dua keadaan disebut dengan superposisi (Venegas-Andraca S. E, & Bose S.,

2003).

Dengan metode Quantum –Sobel Edge Detection bukan hanya deteksi tepi pada

arah vertikal dan horizontal, tetapi juga arah diagonal sehingga lebih banyak tepi yang

dapat dideteksi (Sundani, D., Mutiara, B., Juarna A., dan Agushinta D, 2015).

Gradient Magnitude pada Quantum Edge Detection dihitung dengan persamaan

(2.27) berikut ini:

Gm(i,j) = √ ( ) ( ) (17)

Dimana: Gx adalah gradien tepi vertikal;

Gy adalah gradien tepi horizontal;

Gm adalah gradien magnitude.

Probabilitas kekuatan tepi (Magnitude Gradient) dihitung dengan menggunakan

persamaan (2.28) berikut ini:

F(Gm)=

( ) (18)

Dimana: F(Gm) merupakan fungsi probabilitas kekuatan tepi.

Adanya sifat superposisi yang dimiliki kuantum pada komputasi kuantum maka nilai

kekuatan tepi dapat menunjukkan keadaan tepi atau bukan tepi. Sehingga nilai kekuatan

tepi berada antara nilai 0 sampai 1.

Page 9: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

PEMBAHASAN

Penelitian ini mengembangkan Binerisasi . Tahapan penelitian secara umum

digambarkan pada gambar 6.

Gambar 6. TahapanPenelitian

1. Akuisisi Citra Panoramik X-Ray

Pada tahap ini diambil sejumlah data sebagai citra input yaitu citra pada proses ini

diperoleh data dental radiograph (citra panoramik gigi) dengan alat System Computed

Radiography Equipment. Hasil akuisisi citra memiliki format file *.png dengan ukuran

2764 x 1330 piksel. Citra panoramik X-Ray terdiri dari bagian rahang manusia bagian

atas (maxilla) dan rahang bagian bawah mandibular. Semua bagian rahang dapat di lihat

yaitu sinus, hidung, telinga, gigi , mahkota gigi dan sebagainya

Citra hasil akuisisi panoramic X-Ray sebagai citra input pada diagram dapat

dilihat pada gambar 7 berikut ini.( Sumber : Jufriadif Na’am , 2017).

Gambar 7. Citra hasil akuisisi panoramic X-Ray

2. Cropping (ROI)

Pada tahapan cropping, citra diubah menjadi ukuran sesuai dengan wilayah yang

diinginkan. Proses cropping dilakukan untuk menghasilkan citra yang lebih fokus pada

Region of Interest (ROI) dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan dari

sebuah citra. Bagian yang digunakan pada pemrosesan selanjutnya adalah bagian bawah

mandibula (rahang bawah).

Akuisisi Panoramik X-Ray

Perbaikan Citra

Deteksi tepi

Binerisasi

Cropping (ROI)

Page 10: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

Gambar 8. Proses cropping

Gambar 9. Hasil cropping dari citra input

3. Perbaikan Citra

Tahap selanjutnya adalah perbaikan citra dengan melakukan penajaman

(sharpening) menggunakan fungsi pada MatLab yaitu imsharp. Penajaman citra atau biasa

disebut dengan transformasi. Tujuan dari penajaman adalah untuk meningkatkan kontras

warna dan cahaya pada suatu citra. Proses ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses

interpretasi dan analisis citra.

Gambar 10. Citra hasil proses penajaman

4. Deteksi Tepi (Kontur)

Deteksi kontur dapat dilakukan menggunakan metode deteksi tepi. Kontur citra

menggambarkan tepian objek pada citra. Tepi dapat didefinisikan sebagai perubahan nilai

piksel yang mencapai maksimum pada saat nilai turunannya pertamanya mencapai nilai

maksimum atau nilai turunan kedua (2nd

derivative) bernilai 0.

Proses deteksi tepi yang akan dilakukan adalah dengan deteksi tepi menggunakan

algoritma Canny. Algoritma Canny adalah algoritma deteksi tepi yang paling baik ketika

digunakan pada citra yang mengandung banyak derau.

Gambar 11. Hasil deteksi tepi batas bawah mandibula

dengan metode Canny Edge Detection

Page 11: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

5. Deteksi tepi dengan metode Quantum-Sobel Edge Detection Proses deteksi resopsi pada inferior mandibular korteks dengan Deteksi tepi

Quantum-Sobel menghasilkan banyak tepi karena deteksi tepi dengan Quantum Sobel

dapat mendeteksi tepi yang kuat dan tepi yang lemah, seperti terlihat pada gambar 13.

Gambar 12. Area resopsi pada inferior mandibular korteks dengan

Deteksi tepi Quantum-Sobel

6. Proses binerisasi resorpsi dengan operasi morfologi

Operasi morfologi dilakukan untuk memperjelas resorpsi pada inferior mandibula.

Operasi morfologi adalah proses yang dapat dilakukan pada citra gray level atau biner.

Hasil deteksi resorpsi sebelumnya merupakan citra biner, sehingga proses morfologi dapat

dilakukan untuk memperjelas dan memperluas area pada objek citra yang diteliti.

Dalam penelitian ini menggunakan dua operasi morfologi; operasi Closing dan

operasi Filling. Opesri Closing adalah operasi dilasi yaitu perluasan objek kemudian

dilanjutkan dengan operasi erosi yaitu pengikisan objek. Sedangkan operasi Filling adalah

operasi pengisian objek.

Gambar 13. Area resorpsi pada inferior mandibular korteks dengan Deteksi tepi Quantum-

Sobel setelah dilakukan proses imclose

Gambar 14. Area resorpsi pada inferior mandibular korteks setelah dilakukan proses filling

Tepi- tepi hasil metode

Quantum-Sobel

Celah yang ditutup

pada proses imfill

Masih ada celah yang

belum ditutup

Celah yang ditutup

pada proses imclose

Page 12: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

Pada gambar 14 terlihat pada mandibular korteks setelah proses filling citra biner 1 (putih)

lebih luas hasil pengisisan citra 1 dari citra 1 yang berdekatan. Sebelumnya pada gambar

13 ada beberapa cita yang masih ada celah pada citra biner 1 yang berdekatan.

KESIMPULAN

Panoramik X-Ray adalah citra yang dapat menggambarkan bagian atas dan bawah

mandibula. Batas bawah mandibula (rahang bawah) adalah bagian tepi (kontur) yang akan

digunakan pada penelitian selanjutnya. Tepi batas bawah mandibula diperoleh dengan

melakukan beberapa tahapan pemrosesan yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping bagian

Region of Interest, perbaikan citra, penajaman citra, deteksi tepi dan binerisasi.

Proses deteksi tepi yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan tepi yang

terluar dari obyek. Dengan metode Quantum masih banyak tepi-tepi pada mandibular

korteks yang dapat dideteksi sebagai salah satu ciri dan gejala yang dapat dilihat melalui

citra panoramik X-Ray dari suatu penyakit yang terdapat pada mandibular korteks.

Setelah proses binerisasi pada bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dilakukan

proses morfologi yaitu dilasi, erosi, closing dan filling maka dapat dilihat ciri-ciri lain yang

dapat digunakan oleh dokter gigi menganalisis penyakit yang diderita pasien pada mulut

dan gigi.

DAFTAR PUSTAKA

Gonzalez, R. C. & R.E, Woods., 2009, ‘Digital Image Processing’, Third edition, Pearson

Education Inc.

Madenda,S, 2015, ‘ Pengolahan Citra & Video Digital, Teori Aplikasi dan pemrograman

Menggunakan Matlab’, Penerbit Erlangga, Jakarta

Munir, Renaldi 2004, ‘Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik’, Penerbit

Informatika, Bandung, ISBN: 979-3338-29-6

Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S & Wibowo, E.P 2016a, ‘Identification of the Proximal

Caries of Dental X-Ray Image with Multiple Morphology Gradient Method’,

International Journal on Advanced Science, Engineering and Information

Technology, 6(3):343-346

Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S & Wibowo, E.P. 2016b, ‘The Algorithm of Image Edge

Detection on Panoramic Dental X-Ray Using Multiple Morphological Gradient

(mMG) Method Multiple Morphology Gradient Method’, International Journal on

Advanced Science, Engineering and Information Technology, 6(6):2088-5334

Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S., & Wibowo, E.P.2017, ‘Image Processing of Panoramic

Dental X-Ray for Identifying Proximal Caries’. Indonesian Journal of Electical

Engineering and Computer Science (Telkomnika). 2017; vol.15, No.2, pp 702-708

Nixon, M. S. A. S. , 2002, ‘Feature Extraction and Image Processing’, First Edition Reed

Edition and Professional Publishing Newnes, Great Britain

Rashmi, Mukesh kumar, R. S., 2013, ‘Algoritma and Tehchnique on various edge

detection: A survey’, High Technologi Letter, 4(3)

Sundani, D., Mutiara B., Juarna A., dan Agushinta D., 2015, ‘Edge Detection Algorithm

for Color Image Based on Quantum Superposisi Principle’, JATIT 20th. Vol.76.

No.2. ISSN:192-8645, June 2015

Page 13: BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA ...yuli.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/78972/...BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM PANORAMIK X-RAY ABSTRAK Darmastuti1)

X. Fu, M. Ding, Y. Sun and S. Chen, 2009, “A new quantum edge detection algorithm for

medical images’, Proc. of SPIE (The International Society for Optical Engineering)

7497. 10.1117/12.832499.

Xu, Q., Varandarajan, S., Chakrabarti, C., & Karam, L. J., 2014, “ A distributed Canny

Edge Detector’: Algorithm and FPGA implementation. IEEE Transaction on Image

Processing, 23(7), 2944-2960. Doi:10.1109/tip.2014.2311656

Venegas-Andraca, S. E. dan Bose, S., 2003 ‘Storing, Processing and Retrieving an Image

Using Quantum Mechanics’, Proceedings of SPIE Conference of Quantum Information

and Computation, Vol. 5105, pp. 134-147, doi: 10.1117/12.485960

internet:

https://www.mathworks.com/help/images/use-morphological-opening-to-extract-large-

image-features.html

https://www.mathworks.com/help/images/ref/imclose.html