BIKKLIN 4- Kalsium Darah

13
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 10 Maret 2015 Biokimia Klinis PJP : Ukhradiya M Safira P. M.Si Asisten :Fakhriy Muhammad Faisal KALSIUM DARAH Kelompok 15 Agustinus Hadi Prasetyo G841200080

description

assdasdas

Transcript of BIKKLIN 4- Kalsium Darah

ii

Laporan PraktikumHari/Tanggal: Selasa, 10 Maret 2015

Biokimia KlinisPJP: Ukhradiya M Safira P. M.Si

Asisten:Fakhriy Muhammad FaisalKALSIUM DARAH

Kelompok 15Agustinus Hadi Prasetyo

G841200080

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PENDAHULUAN

Kalsium adalah kation ekstrasel utama. Peran utama kalsium adalah untuk kontraksi dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya, transmisi sinap sistem saraf, agregasi platelet, koagulasi, dan sekresi hormon dan regulator lain yang memerlukan eksositosis. Fungsi utama kalsium intrasel adalah second messenger intraselular untuk mengatur pembelahan sel, kontraktilitas otot, pergerakan sel, dan sekresi (Marcus 2001; Soback 2001). Sembilan puluh sembilan persen kalsium ekstrasel terdapat dalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit yang mencerminkan keseimbangan antara proses pembentukan dan resorpsi tulang (Cheng 2005).

Kalsium merupakan salah satu nutrien esensial yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi tubuh (Gobinathan et al. 2009). Kadar kalsium darah dan cairan sekitar sel (cairan ekstraseluler) harus dikontrol dalam batas kadar yang sempit untuk mendapatkan fungsi fisiologisnya yang normal. Analisis kadar kalsium darah untuk mengetahui penyakit atau kelainan metabolik yang dialami seseorang. Fungsi fisiologi dari kalsium begitu penting dalam mempertahankan hidup sehinga tubuh akan melakukan proses demineralisasi tulang untuk memelihara kadar kalsium dalam darah, jika konsumsi kalsium tidak mencukupi. Kadar kalsium dapat dihitung dengan menggunakan metode titrasi Clark dan Collip. Metode ini adalah metode yang paling sederhana, paling banyak dilakukan, dan paling mudah digunakan (Vasel et al 2013). Kalsium mempunyai peran penting didalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi; dalam pengaturan fungsi sel pada cairan ekstraselular dan intraselular, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permebilitas membran sel. Selain itu, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Kalsium dalam tulang merupakan sumber kalsium darah. Walaupun makanan kurang mengandung kalsium, konsentrasinya dalam darah akan tetap normal (Almatsier 2006).

Keempat kelenjar paratiroid yang menempel pada permukaan tiroid berfungsi dalam homeostasis ion kalsium. Keempat kelenjar itu mensekresikan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH), yang menaikkan kadar kalsium dalam darah, dengan demikina memiliki pengaruh yang berlawanan dengan hormon kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kekurangan PTH menyebabkan kadar kalsium turun secara dramatis, yang menyebabkan kontraksi berlebihan otot rangka. Jika tidak diperbaiki, kondisi ini yang dikenal sebagai tetanus, sangat fatal. Pengontrolan kadar kalsium darah merupakan salah satu contoh bagaimana homeostasis seringkali dipertahankan dengan cara penyeimbangan dua hormon yang saling berlawanan, contohnya PTH dan kalsitonin (Campbell 2003).Praktikum ini bertujuan mengetahui prinsip biokimia yang digunakan pada analisis kalsium darah serta dapat melakukan analisis kalsium darah menggunakan metode Clark dan Collip. Selain itu, agar mahasiswa mengetahui manfaat analisis darah untuk mengetahui keadaan fungsi tubuh.METODE

Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum Biokimia Klinis mengenai kalsium darah dilakukan pada hari Selasa, 10 Maret 2015 pukul 08.0011.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia IPB.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sentrifus, neraca analitik, tabung reaksi, vortex, pipet Mohr, pipet tetes, buret, erlenmeyer, batak pengaduk, bulp, stopwatch, dan penangas air. Bahan-bahan yang digunakan adalah serum darah sapi, H2SO4 pekat, KMnO4, ammonia encer, ammonium oksalat, kertas saring, dan aquades.Prosedur PraktikumPenentuan kalsium darahTabung sentrifus sebanyak 3 buah disiapkan dan masing-masing diisi dengan: akuades 4 mL dan amonium oksalat 1 mL untuk tabung blanko; serum 2 mL, akuades 2 mL, dan amonium oksalat 1 mL untuk tabung sampel 1 dan sampel 2. Biarkan selama 30 menit ketiga tabung tersebut agar terbentuk endapan. Setelah itu, semua tabung disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Supernatan pada tabung sampel 1 dan sampel 2 dibuang, kemudian tabung tersebut diletakkan terbalik di atas kertas saring selama 10 menit. Sebanyak 3 mL amonia 2% ditambahkan kedua tabung sampel, diaduk menggunakan vortex, dan disentrifus kembali pada waktu dan kecepatan yang sama. Sebanyak 2 mL H2SO4 1 N ditambahkan pada ketiga tabung, diaduk, dan dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 70oC. Ketiga larutan dipindahkan ke dalam erlenmeyer untuk dititrasi dengan KMnO4 0.01 N sampai berwarna merah muda. Jumlah KMnO4 terpakai diukur dan digunakan untuk mengetahui kadar Ca pada sampel serum.

.HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip dari metode Clark dan Collip adalah pengendapan kalsium menjadi kalsium oksalat. Penambahan asam akan menghasilkan ion oksalat yang dititrasi menggunakan KMnO4 menghasilkan titik akhir titrasi bewarna merah muda. Kadar kalsium kemudian ditentukan melalui titrasi dengan kalium permanganat. Hasil reaksi yang didapatkan selain ion Mn2+, didapat pula hasil samping yaitu karbon dioksida dan air (Harjadi 1986). Hasil percobaan kadar kalsium menggunakan metode Clark dan Collip disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengukuran konsentrasi kalsium dalam serum darahTabungVolume KMnO4 (mL)[kalsium] (mg/dL)

AwalAkhirTerpakai

Blanko0.220.400.181.8

Sampel 15.805.930.131.3

Sampel 26.126.230.111.1

Contoh perhiitungan pada Sampel 1:

Fungsi amonium oksalat yaitu untuk mengendapkan kalsium. Sentrifus selama lima menit dengan kecepatan 1500 rpm bertujuan untuk memisahkan serum dengan kalsium yang mengendap sehingga diperoleh endapan murni kalsium. Penambahan asam yaitu ammonia 2% bertujuan untuk memisahkan lebih banyak kalsium dari dalam plasma yang belum sempat bereaksi dengan amonium oksalat. Asam sulfat ditambahkan pada endapan untuk melarutkan kembali endapan kalsium oksalat yang terdapat di dalam tabung sentrifus sehingga terbentuk asam oksalat kuantitatif. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dan reaksi titrasi ini berjalan lambat pada suhu ruang sehingga perlu ada pemanasan terlebih dulu. Clark dan Collip juga menjelaskan bahwa pada suhu 70C titrasi akan menghasilkan hasil terbaik. Jumlah oksalat yang bereaksi dengan KMnO4 sebanding dengan jumlah kalsium oksalat yang diendapkan dari dalam serum darah. Warna merah muda pada titik akhir akan lenyap kembali secara lambat akibat reaksi antara kelebihan MnO4- dengan ion Mn2+ hasil titrasi (Harjadi 1986) Kadar kalsium pada sampel 1 dan sampel 2 sebesar 1.3 dan 1.1 mg/dL, Kadar kalsium normal dalam plasma 8.5-10.4 mg/dL, 45 % terikat protein plasma terutama albumin, 10 % terikat dengan dapar anion seperti sitrat dan fosfat. Empat puluh lima persen sisanya ada dalam bentuk ion dan merupakan bentuk aktif. Kadar kalsium dalam cairan ekstrasel 1 % dari keseluruhan total kalsium tubuh sementara kadarnya dalam sel dijaga sekitar 1/10.000 dari kadar ekstrasel. Kadar kalsium darah dalam serum keadaan normal berkisar 9-11 mg/dL. Kalsium merupakan mineral yang harus dipenuhi kurang lebih 2 % dari berat tubuh manusia dewasa (Winarno 2008). Darah sampel yang digunakan adalah darah sapi. Kadar kalsium di dalam sapi secara normal sekitar 11.08 mg/100 mL (Crookskhank & Sims 1955, diacu dalam Coles 1974). Sumber lain menyatakan bahwa kalsium darah sapi secara normal sebesar 7.40 mg/100 mL (Lane et al 1968, diacu dalam Coles 1974). Berdasarkan literature yang ada, kadar kalsium yang diperoleh kurang dari batas normal. Kekurangan kalsium dalam darah dapat mngakibatkan suatu penyakit atau kelainan metabolik pada tubuh. Kekurangan asupan kalsium dalam tubuh manusia menyebabkan abnormalitas metabolisme terutama pada usia dini, gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Pada orang dewasa dengan usia di atas 50 tahun, akan kehilangan kalsium dari tulangnya sehingga menjadi rapuh dan mudah patah yang dikenal sebagai osteoporosis (Ensminger et al. 1995). Namun, bila kelebihan kalsium juga dapat beresiko terhadap tubuh seperti menyebabkan batu ginjal, kanker prostat, sulit buang air besar (konstipasi) dan penumpukan kalsium di pembuluh darah (Winarno 2006).

Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kadar kalsium dalam darah di laboratorium dan yang paling sederhana adalah metode Clark dan Collip. Kelemahan dari metode ini yaitu serum harus secepat mungkin dipisahkan agar kemungkinan kalsium berdifusi tidak terjadi sehingga konsentrasinya dalam serum tidak menurun, amonium oksalat yang digunakan harus tidak mengandung endapan, suhu titrasi harus di atas 70oC agar reaksi dapat berlangsung, pH harus di antara 2.7-7.0 pada saat presipitasi agar pengendapan Ca-oksalat sempurna (Suratun et al 2008). Untuk mengukur kadar kalsium dalam serum selain dengan metode titrasi oleh Clark dan Collip dapat digunakan metode ion selective electrodes (ISE) (Sava 205), metode o-cresolphtalein complexon, metode arsenazo III, dan metode spektrometri absorpsi atom (AAS) (Valsa 2013).Keseimbangan metabolisme kalsium diatur oleh tiga faktor, hormon paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Membran sel kelenjar paratiroid mengandung sensor kalsium yang dapat mendeteksi kadar kalsium darah.Aktivasi reseptor kalsium terjadi bila kadar kalsium darah tinggi, menyebabkan pelepasan fosfolipase A2, asam arakidonat, dan leukotrien. Leukotrien menginhibisi sekresi hormon paratiroid melalui degradasi 90% granul sekretori yang mengandung bentuk preformed hormon paratiroid. Aktivasi reseptor kalsium tidak akan terjadi bila kadar kalsium darah rendah. Hormon paratiroid bekerja dengan berikatan dengan reseptor membran sel organ target, yaitu reseptor hormon paratiroid 1 di ginjal dan tulang. Hormon paratiroid meningkatkan reabsorbsi kalsium dengan mempermudah pori kalsium di tubulus distal ginjal terbuka. Hormon paratiroid meningkatkan degradasi tulang dengan bekerja pada osteoblast melalui RANKL di tulang. Hormon paratiroid juga menstimulasi hidroksilasi 25-OH-vitamin D3 menjadi bentuk aktifnya (kalsitriol). Efek kalsitonin terhadap kalsium bertentangan dengan efek hormon paratiroid. Kalsitonin menginhibisi aktivitas osteoklast, mengurangi resorpsi tulang, dan meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal, jadi fungsi kalsitonin menurunkan kadar kalsium darah (Molina 2004).Keseimbangan kadar kalsium dalam darah perlu diperhatikan terkait fungsinya dalam metabolism tubuh dan menjaga homeostatsis di dalam tubuh. Kelainan atau kondisi klinis yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan kadar kalsium di dalam darah diantaranya yaitu hipokalsemia dan hiperkalsemia. Hipokalsemia merupakan keadaan klinik yang disebabkan kadar kalsium darah yang lebih rendah dari 8.5 mg/dL. Hal ini disebabkan oleh defisiensi masukan dan absorpsi kalsum, karena hipoparatiroidisme atau karena kehilangan kalsium yang berlebihan melalui ginjal. Hipokalsemia juga dapat menyebabkan berbagai gangguan emosi seperti mudah marah, emosi tidak stabil, gangguan ingatan, dan mudah bingung. Serta dapat menyebabkan perubahan pada kulit seperti kulit menjadi kasar, bersisik dan kering, perubahan yang lain seperti perubahan pada kuku dan gigi. Penderita hipokalsemia yang tidak dapat diobati dapat menimbulkan katarak (Sylvia dan Loraine 2003). Hiperkalsemia dapat didefinisikan sebagai kadar kadar kalsium dalam tubuh yang lebih dari 10.4 mg/dL. Banyak kondisi yang dapat menyebabkan hiperkalsemia, diantaranya disebabkan oleh tulang baik hiperparatiroisme maupun kelebihan hormon paratiroid, merupakan penyebab paling utama. Hormon paratiroid ditekan oleh kadar kalsium yang tinggi, kadar ini termasuk intoksinasi vitamin D, sarkoidosis, imobilisasi akut, hipertiroidisme, multiple mieloma, dan keganasan metastatik yang menyerang rangka (Sylvia dan Loraine 2003).SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kalsium merupakan mineral yang penting dalam metabolisme tubuh manusia. Kadar mineral ini perlu dijaga agar tidak menimbulkan penyakit akibat defisensi maupun kelebihan. Mineral ini dapat diperoleh secara teliti dengan menggunakan metode sentrifugasi, dan secara kuantitatif kadarnya dapat menggunakan metode Clark and Collip. Hasil percobaan menunjukaan kadar mineral dalam serum ini lebih rendah dari literatur. Asupan mineral yang kurang pada sapi memungkinkan alasan kenapa data dari percobaan ini tidak sesuai.Saran

Kebersihan diri sebaiknya dijaga dengan baik dengan melakukan perlindungan diri seperti memakai sarung tangan dan masker. Selain itu, praktikan dituntut untuk lebih teliti dalam mengkolektifkan data. Bila perlu, setiap praktikan diberikan hak untuk melakukan keseluruhan percobaan secara invidu.DAFTAR PUSTAKAAlmatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edisi ke-6. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Cheng S, Lyytikainen A, Kroger H, Lamberg-Allardt C. 2005. Effects of calcium, dairy product, and vitamin D supplementation on bona mass accrual and body composition in 10-12 years old girls: a 2 years randomized trial. Am J Clin Nutr 82:1115-1126.Ensminger AH, Ensminger ME, Konlande JE, & Robson RK. 1995. The concise encyclopedia of foods and nutritions. Boca Raton: CRC Press Limited.

Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): GramediaGobinathan P, Murali PV, & Panneerselvam R. 2009. Interactive effects of calcium metabolism in pennisetum typoidies. Advances in Biological Research 3(5-6):168-173.Molina PE. 2004. Parathyroid gland & Ca & PO regulation. New York (US): Lange Medical Books/McGraw-Hill.Sava L, Pillai S, More U, Sontakke A. 2005. Serum calcium measurement: total versus free (ionized) calcium. Ind J Clin Biochem. 20:158-161.Soback D, Marcus D, Bikle D. 2001. Metabolic Bone disease. New York (US): Lange Medical Books/McGraw-Hill.

Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal SAK. Jakarta (ID): EGC.Sylvia AP, Lorraine MW. 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses proses Penyakit Edisi ke-6. Jakarta (ID): EGC.

Valsa J, Skandhan KP, Sahab KP, Sumangala B, Amith S. 2013. Estimation of calcium and magnesium in seminal plasma: a comparative study of colorimetry and atomic absorption spektrometri. IJABC 3(1): 23-26.

Winarno F.G. 2006. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.Winarno F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.Coles EH. 1974. Veterinary Clinical Pathology. London: Saunder Co.