Beton ringan batu apung - Akmaluddin
Transcript of Beton ringan batu apung - Akmaluddin
PENGARUH UKURAN BUTIR BATU APUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN
Akmaluddin, ST, MSc.(Eng.), Ph.D
Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Batu apung dengan ukuran butir kurang dari 50 mm di Lombok biasanya dianggap limbah karena tidak laku dijual dipasaran. Padahal limbah ini masih dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar beton ringan.
Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui ukuran agregat batu apung yang paling baik digunakan sebagai campuran beton ringan melalui tinjauan sifat mekaniknya. Tiga macam agregat batu apung disiapkan yaitu: (1) ukuran butir kurang dari 5 mm; (2) diantara 5-10 mm dan (3) ukuran butir antara 10-20 mm. Tiap kelompok agregat dicampurkan dengan air, semen, dan pasir dengan proporsi tertentu bergantung pada nilai faktor air semen (fas) yang digunakan. Fas direncanakan terdiri dari 8 varisi yaitu 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. Sifat mekanik beton yang dicari adalah kuat tekan (f’c), kuat tarik belah (fts), kuat tarik lentur (ftf) dan modulus elastisitas (Ec).
Hasil investigasi menunjukkan bahwa agregat dengan ukuran butir 5-10 mm memberikan nilai kuat tekan optimum sebesar 16.8 MPa. Nilai tersebut diperoleh menggunakan konsep dividing strength yang menghasilkan fas 0.60 yang setara dengan jumlah semen yang dibutuhkan sebanyak 339 kg/m3. Kelompok agregat ini juga menghasilkan sifat mekanik lain yang sebanding dengan kuat tekannya.
Dengan demikian diperoleh bahwa ukuran butir agregat batu apung mempengaruhi kuat tekan maupun sifat mekanik beton ringan lainnya secara signifikan.
ABSTRACT
Pumice with size smaller than 50 mm were throwed away in Lombok due to
inexpensive selling price in the market. This wasted material actually can be used as coarse aggregate of lightweight concrete.
An experimental investigation was carried out to examine the effect of aggregate size of pumice on mechanical properties of lightweight concrete. Three groups of aggregate were prepared ie: (1) aggregate size smaller than 5 mm, (2) between 5 to 10 mm and (3) aggregate size between 10 and 20 mm. Each group of aggregate was mixed with water, cement, and sand by certain proportion rely on water cement ration (w/c) used. Eight various of w/c were design. The w/c ratio consist of 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. The mechanical properties of concrete investigated were compressive strength (f’c), splite tensile strength (fts), flexural tensile strength (ftf) and modulus of elasticity (Ec).
Results show that aggregate size of 5-10 mm gave optimum compressive strength of 16.8 MPa. The value was obtained using dividing strength concept producing w/c of 0.60 which is proportional to cement used of 339 kg/m3. This group
782
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
of aggregate size also gave other mechanical properties value proportional to the compressive strength.
Therefore, the aggregate size of pumice influence the compressive strength and other mechanical properties of lightweight concrete significantly.
PENDAHULUAN
Beton ringan memiliki prospek yang cerah sebagai bahan struktur di masa
depan mengingat kualitasnya yang bisa mencapai kualitas beton normal dengan
berat jenis yang ringan (Owens, 1999). Beton ringan memiliki kemampuan struktural
bila memiliki kuat tekan minimal 17 MPa dan berat isi kurang dari 1840 kg/m3 (Nevile
and brooks, 1993), biasanya diperoleh bila menggunakan agregat kasar yang
berasal dari material dengan berat yang ringan. Usaha-usaha telah banyak
dilakukan untuk menciptakan beton ringan sebagai bahan konstruksi antara lain
dengan memodifikasi bahan asal sedemikian rupa guna mempertahankan berat
jenis yang ringan namun dengan ketahanan dan kekuatan yang dapat dipertahankan
dan bahkan ditingkatkan (Rossignolo dan Agnesini, 2004; Campione dkk., 2004 dan
Haque dkk., 2004)
Batu apung adalah salah satu material ringan yang memiliki berat isi antara
500 sampai 900 kg/m3 dan bergradasi relative besar. Oleh karena itu material ini
sering dijadikan agregat kasar dalam suatu komposisi campuran beton ringan.
Namun demikian, mengingat batu apung yang memiliki kelemahan mudah
rapuh/hancur akibat tekanan maka dalam suatu rancangan campuran diharapkan
kelemahan yang dimiliki batu apung ini ikut dipertimbangkan dalam membuat
rancangan campuran beton ringan sehingga menghasilkan komposisi campuran
yang efektif dan efisien.
Beton dapat diidealisasikan sebagai bahan komposit yang terdiri dari pasta
dan agregat kasar. Untuk beton normal, dapat dikatakan sebagai komposit antara
pasta dan kerikil, bila ditekan (uji silinder) pada suatu kondisi beban tertentu
kecendrungannya adalah beton tersebut akan hancur yang ditandai dengan
runtuhnya pasta. Sebaliknya pada beton ringan, akan runtuh akibat tekanan yang
didahului oleh hancurnya agregat. Berangkat dari philosofi ini maka pemisahan atau
pembagian tegangan (dalam hal ini kuat tekan) dilakukan. Idealnya adalah kuat
tekan pasta (mortar) dan kuat tekan kerikil. Namun karena kesulitan dalam
783
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
menentukan kuat tekan kerikil secara individu maka sebagai pengganti ditentukan
kuat tekan beton (dalam kondisi komposit). Dengan demikian untuk memperoleh
gambaran kekuatan agregat dalam kondisi tekan dapat diperoleh melalui korelasi
antara kuat tekan beton dan kuat tekan pastanya. Weigler dan Karl (1972) dalam
Chen, dkk (1999) menggunakan konsep diatas untuk agregat ringan buatan sebagai
bahan campuran beton ringan. Dari plotting hasil diperoleh suatu perubahan arah
kurve yang signifikan yang seolah-olah kurve berubah menjadi dua bagian dengan
satu titik potong. Titik potong yang terjadi pada kurve tersebut disebut sebagai nilai
“Dividing Strength” dari beton ringan. Nilai Dividing Strength sangat bergantung pada
ukuran butiran agregat ringan sehingga menentukan kekuatan bahan/material baru
yang dibentuk.
Oleh karena konsep tersebut belum diaplikasikan untuk beton ringan dengan
agregat batu apung lokal maka konsep tersebut diadopsi untuk mengoptimasi
rancangan campuran beton ringan dengan agregat kasar batu apung agar dapat
diperoleh kuat tekan optimum dengan harga efisien. Kuat tekan merupakan sifat
mekanik utama dari beton sehingga sifat mekanik lainnya seringkali di hitung
sebagai faktor pengali dari nilai kuat tekan. Sifat-sifat mekanik beton ringan yang
dikaji dalam makalah ini antara lain kuat tekan, kuat tarik baik dengan uji belah
maupun uji lentur dan modulus elastisitas.
BAHAN DAN METODE
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam studi ini adalah: (1) Semen Portland
tipe I merk Tiga Roda; (2) Agregat kasar limbah batu apung dengan ukuran butir < 5
mm, 5 – 10 mm dan 10 – 20 mm berasal dari desa Ijo Balit, kecamatan Selong,
Lombok Timur; (3) Agregat halus, yaitu pasir yang lolos ayakan no 4 (dengan ukuran
butir maksimum 5 mm), berasal dari sungai Gebong Narmada, Lombok Barat dan
(6) Air bersih dari jaringan air Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas
Mataram.
Tahap awal studi dilakukan pengujian terhadap sifat fisik bahan-bahan
tersebut diatas antara lain meliputi pemeriksaan berat satuan, berat jenis baik pasir
maupun batu apung, pemeriksaan gradasi agregat kasar (batu apung) dan
pemeriksaan kandungan lumpur dalam pasir. Selanjutnya dilakukan pembuatan
784
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
rancangan campuran beton dari tiga variasi ukuran butir tersebut dengan
memvariasi faktor air semen (fas) yaitu 0.4, 0.45, 0.5, ..., 0.75. Adapun hasil
rancangan adukan per 1 m3 beton ringan disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Komposisi Mix Design Beton Ringan
No Bahan
fas
0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75
1 Air (kg) 203 203 203 203 203 203 203 203
2 Semen (kg) 507,50 451 406 369 339 313 290 271
3 Pasir (kg) 467,23 498 523 543 560 574 587 597
4 Batu apung (kg) 382,28 405 428 445 458 470 480 489
Dari hasil rancangan selanjutnya dibuat benda uji untuk mengetahui sifat
mekanik beton tersebut. Benda uji disiapkan sejumlah 216 buah dengan perincian
masing-masing fas sebanyak 27 buah yang terdiri dari tiga kelompok ukuran butir
agregat batu apung seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Jumlah Benda Uji
No Ukuran Butir
Pengujian Jumlah benda uji tiap fas (buah)
0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75
1 < 5 mm
Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3
Modulus Elastisitas
Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3
Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh
3 3 3 3 3 3 3 3
2 5-10 mm
Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3
Modulus Elastisitas
Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3
Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh
3 3 3 3 3 3 3 3
3 10-20 mm
Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3
Modulus Elastisitas
Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3
Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh
3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah 27 27 27 27 27 27 27 27
Total (buah) 216
785
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
Selanjutnya semua benda uji yang telah dibuat dirawat dengan cara merendam
dalam air selama 7 hari dan dibiarkan dalam ruangan terbuka selama 21 hari. Pada
hari ke 28 dilakukan pengujian-pengujian sifat mekanik yang direncanakan.
Metode pengujian dilakukan dengan standar pengujian seperti diuraikan berikut ini.
1. Pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas
Pengujian kuat tekan dilakukan pada silinder beton berdiameter 150 mm
dengan tinggi 300 mm dan kubus mortar berukuran 50x50x50 mm. Sedangkan
untuk modulus elastisitas dilakukan bersamaan dengan pengujian kuat tekan silinder
dengan tambahan pembacaan regangan dari setiap beban yang diberikan.
Selanjutnya benda uji diamati sampai mengalami keruntuhan total.
Nilai kuat tekan diperoleh dari hubungan hasil bagi antara beban yang
bekerja dengan luas penampang spesimen. Sedangkan untuk modulus elastisitas
diperoleh dari grafik hubungan tegangan dengan regangan. Dengan demikian
modulus elastis beton ringan secara eksperimen dapat ditentukan dengan
Persamaan (1) berikut ini:
............................................................(1)
dimana, S1 adalah tegangan beton pada saat regangan mencapai 0.00005
sedangkan S2 merupakan tegangan sebesar 40 persen tegangan ultimitnya. ε2
didefinisikan sebagai regangan yang terjadi pada saat tegangan mencapai S2.
Secara teoritis, modulus elastisitas beton merupakan fungsi dari density dan
kuat tekannya. Untuk beton dengan bobot ringan nilai Ec diberikan secara empiris
seperti pada Persamaan (2) dimana f’c adalah kuat tekan beton dalam satuan MPa.
.....................................................(2)
2. Pengujian kuat tarik
Pengujian kuat tarik beton tidak dapat dilakukan dengan metode langsung
(direct uniaxial tension) oleh karenanya metode ini tidak dijadikan sebagai standar
pengujian (Neville and Brooks, 2003). Namun sebagai alternative ASTM
786
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
menyarankan untuk melakukan pengujian tarik beton dengan cara uji tarik tidak
langsung yaitu uji lentur (flexural test), ASTM C78-84, dan dikenal sebagai pengujian
modulus runtuh (modulus of rupture) dan uji tarik belah (splitting tensile test), ASTM
C496-90.
Detail pengujian kuat tarik dengan kedua metode tersebut disajikan pada Gambar 2
berturut-turut untuk uji lentur dan uji belah.
(a) Uji lentur (ASTM C78-84) (b) Uji belah (ASTM C496-90)
Gambar 1. Set-up pengujian kuat tarik
a. Uji tarik lentur
Bila keruntuhan balok terjadi pada daerah tengah bentang maka kuat tarik
lentur dihitung dengan Persamaan (3). Namun bila kehancuran balok terjadi
sebaliknya (diluar tengah bentang tetapi tidak lebih dari 5% bentang) maka modulus
runtuh dihitung dengan Persamaan (4).
2bl
Plf
bd ...................................................................(3)
dan
2
3bl
Paf
bd ...................................................................(4)
dengan P adalah beban maksimum, l, b dan d berturut-turut menunjukkan bentang,
lebar dan tinggi balok. Sedangkan a adalah jarak beban yang bekerja terhadap
tumpuan.
787
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
Modulus runtuh beton normal secara teori dapat ditentukan dengan menggunakan
Persamaan (5) dengan f’c adalah nilai kuat tekan beton dalam satuan MPa.
Sedangkan untuk beton ringan Pers. (5) tersebut harus dikalikan dengan faktor
reduksi 0.75.
'0.62r cf f .................................................................(5)
b. Pengujian kuat tarik belah
Besarnya kuat tarik belah dengan pengujian seperti dijelaskan pada Gambar
2 (b) dapat dihitung menggunakan Persamaan (6) berikut ini.
2st
Pf
Ld .....................................................................(6)
dimana P adalah beban maksimum, sedangkan L dan d merepresentasikan
berturut-turut panjang dan diameter specimen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Modulus elastisitas
Tipikal hasil pengujian modulus elastisitas seperti disajikan pada Gambar
4(a) menunjukkan bahwa regangan beton ringan maksimum yang diperoleh sebesar
0.0022 lebih kecil dari regangan maksimum beton yang disarankan yaitu sebesar
0.003, hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan penampang yang akan diperoleh
menjadi menurun karena tegangan berbanding lurus dengan regangan.
Hasil perhitungan modulus elastisitas beton ringan Ec dengan Pers. (1) dan
Pers. (2) disajikan pada Gambar 4(b) dibawah.
788
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
(a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Perbandingan nilai modulus elastis
Gambar 2. Modulus elastisitas beton ringan
Berdasarkan Gambar 4(b) diatas terlihat bahwa secara umum nilai modulus
elastisitas secara teoritis lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran secara
eksperimen. Dengan kata lain nilai prediksi modulus elastisitas overestimate nilai
modulus elastisitas hasil observasi. Oleh karena itu penggunaan Pers (2) tidak dapat
secara langsung diaplikasikan untuk beton ringan beragregat kasar batu apung
karena akan berakibat fatal bila digunakan dalam analisa penampang beton
khususnya yang berkaitan dengan perencanaan terhadap kuat layan (serviceability)
beton.
Dari Gambar 4(b) juga nampak bahwa rasio Ec aktual dengan Ec hasil
prediksi bernilai kurang dari satu, dari hasil tabulasi data Ec diperoleh bahwa rasio
Ec(eks)/Ec(th) bervariasi antara 0.59 sampai 0.89. Dengan demikian, untuk alasan
praktis dan keamanan perhitungan modulus elastis dapat menggunakan Pers. (2)
asalkan direduksi dengan faktor reduksi yang setara dengan rasio rata-rata sebesar
0.7 yang dipresentasikan dalam bentuk Pers. (7) berikut ini.
.............................(7)
Pers. (7) menunjukkan bahwa modulus elastisitas beton ringan beragregat kasar
batu apung nilainya setara dengan separuh nilai modulus elastisitas beton normal.
Hal ini berarti bahwa nilai Ec(br) lebih kecil 10 % dari modulus elastisitas beton ringan
yang telah dipublikasikan yaitu sebesar 60-75% Ec(n) (Neville and Brook, 1993).
0
5
10
15
20
0,000 0,001 0,001 0,002 0,002 0,003
Te
ga
ng
an
(M
Pa
)
Regangan
0
5000
10000
15000
20000
0 5000 10000 15000 20000
E c(e
ks),
MP
a
Ec(th), MPa
dia. <5 mm
dia. 5-10 mm
789
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
B. Kuat Tarik Beton
Telah disebutkan diatas bahwa kuat tarik merupakan fungsi dari kuat tekan
beton dan nilainya kurang lebih 10% nilai kuat tekannya. Pada bagian ini disajikan
variasi nilai kuat tarik dengan dua metode pengujian. Hasil yang diperoleh untuk tiga
macam variasi ukuran butir yaitu kurang dari 5mm, antara 5-10 mm dan diameter
10-20 mm identik satu sama lain karenanya disjikan secara tipikal menggunakan
Gambar 6. Faktor air semen yang digunakan untuk merepresentasikan data ini
adalah 0.4, 0.55 dan 0.7.
(a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Tipikal diagram tegangan-regangan
Gambar 3. Tipikal hubungan fc dengan ft
Berdasarkan Gambar 6(a), jelas bahwa hasil uji kuat tarik dengan metode uji lentur
(modulus runtuh, fr) lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan
pengujian tarik belah, fct. Hasil ini sesuai dengan yang diberikan di dalam teori dalam
bentuk persamaan fr = 1,11 fct. Secara umum kedua metode memberikan nilai kuat
tarik berbanding lurus dengan kuat tekan beton.
Modulus runtuh teoritis berbanding langsung dengan akar kuat tekannya, untuk
beton ringan nilainya dikalikan faktor 0,75 nilai persamaan '0.62r cf f . Gambar
6(b) menyajikan tipikal hubungan kuat tarik terhadap akar kuat tekan untuk gradasi
batu apung ukuran 5-10 mm. Nampak bahwa ada kesesuaian antara hasil yang
0
1
2
3
4
5
5 10 15 20
Ku
at
tari
k (
MP
a)
Kuat tekan silinder (MPa)
dia. 5-10
Uji lentur
Uji belah
0
1
2
3
4
2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5
Ku
at t
arik
(M
Pa)
(f'c)0,5 MPa
dia. 5-10 Uji lentur
Uji belah
790
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
diperoleh dengan persamaan tersebut mengingat gradien garis pada gambar 6(b)
bernilai positif.
C. Dividing Strength, FD
Telah diungkapkan dibagian awal bahwa dengan pendekatan/asumsi beton
ringan merupakan gabungan dari dua macam bahan yang berbeda yaitu agregat
kasar batu apung dan mortar maka berikut ini disajikan pemisahan tegangan antara
silinder beton dan kubus mortar dan di plot sedemikian rupa seperti Gambar 8, 9(a)
dan 9(b) berturut-turut untuk batu apung ukuran < 5mm, 5-10 mm, dan 10-20 mm.
Gambar 8 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan arah kurve yang
signifikan yang dapat membagi kurve menjadi dua bagian karena itu dikatakan
bahwa nilai dividing Strength, FD tidak ada. Hal ini terjadi karena batu apung dengan
ukuran butir < 5 mm termasuk didalamnya adalah abu batu apung yang berfungsi
mengisi rongga batu apung individual disamping semen, dengan demikian butiran
batu apung menjadi lebih kokoh sehingga keruntuhan yang terjadi didahului oleh
hancurnya mortar atau pasta.
Gambar 4. Dividing Strength beton ringan agregat kasar < 5 mm
Berbeda dengan batu apung dia. < 5mm, diameter butiran antara 5-10 mm
dan 10-20 mm memiliki nilai FD. Identik dengan penjelasan sebelumnya bahwa nilai
FD beton ringan dengan agregat kasar 5-10 mm lebih besar bila dibandingkan
dengan beton ringan agregat kasar 10-20 mm. Ini disebabkan karena abu batu
02468
1012141618
0 10 20 30 40 50 60
Ku
at
tek
an
be
ton
(M
Pa
)
Kuat tekan mortar (MPa)
dia. < 5 mm
791
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
apung jumlahnya minim bahkan tidak ada sehingga rongga batu apung hanya terisi
oleh semen dan pasir halus.
Namun jumlah dan ukuran rongga yang ada tentu lebih banyak pada batu
apung dengan diameter yang besar karena itu bila rongga-rongga ini tidak terisi
dengan sempurna akan mengakibatkan secara individu butiran batu apung menjadi
rapuh. Karena itu jelas bahwa keruntuhan yang terjadi akibat beban adalah
kehancuran yang ditandai dengan runtuhnya agregat. Dengan demikian beton
ringan dengan agregat 5-10 mm lebih kokoh secara individu dibandingkan dengan
agregat kasar 10-20 mm, sehingga pada gilirannya nilai FD 5-10 mm > FD 10-20 mm.
Gambar 9(a) dan 9(b) menunjukkan nilai FD untuk gradasi berukuran 5-10
mm dan 10-20 mm yaitu masing-masing 16.8 MPa dan 13.5 MPa. Nilai FD ini
menunjukkan bahwa batu apung dengan gradasi 5-10 mm disarankan untuk
digunakan bila menginginkan beton ringan struktural.
(a) FD dia. 5-10 mm (b) Nilai FD dia. 10-20
Gambar 9. Dividing Strength beton ringan (a) agregat kasar 5-10 mm dan (b) 10-20 mm
D. Evaluasi Kebutuhan Semen
Bertambahnya jumlah semen tidak berarti kekuatan beton semakin
meningkat, namun kekuatan optimum diperoleh pada jumlah semen tertentu seperti
diperlihatkan pada Gambar 10(a).
Efisiensi beton sangat tergantung dari banyaknya semen yang dibutuhkan,
oleh karena itu dengan memplotting kembali nilai FD yang telah diperoleh kedalam
0
5
10
15
20
25
0 10 20 30 40 50 60
Ku
at t
eka
n b
eto
n (
MP
a)
Kuat Tekan Mortar (MPa)
dia. 5 - 10 mm
0
5
10
15
20
25
0 10 20 30 40 50 60
Ku
at t
eka
n s
ilin
de
r (M
Pa)
Kuat Tekan Mortar (MPa)
dia. 10 - 20 mm
792
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
Gambar 10(a) maupun 10(b) berturut-turut diketahui kebutuhan semen sebesar 339
kg/m3 dan fas 0,6 untuk beton ringan dengan agregat kasar berukuran 5-10 mm.
Dengan cara yang sama menggunakan Gambar 10(a) dan (b) untuk agregat kasar
10-20 mm diperoleh jumlah semen yang diperlukan lebih kurang sebesar 450 kg/m3
yang terjadi pada fas 0,45.
(a) Variasi kebutuhan semen (b) Variasi faktor air semen (fas)
Gambar 10. Kuat tekan terhadap (a) kebutuhan semen dan (b) fas
Dengan demikian jelas bahwa penggunaan agregat kasar batu apung ukuran
5-10 mm memberikan kekuatan beton yang paling optimum dengan efisiensi yang
signifikan bila dibandingkan dengan penggunaan dua kelompok agregat lainnya. Hal
ini ditunjukkan dengan Gambar 11.
Gambar 11. Kuat tekan maksimum berdasarkan variasi ukuran butir
5
10
15
20
200 300 400 500 600
Ku
at t
eka
n (
MP
a)
Kebutuhan semen (kg/m3)
dia < 5 mm
dia. 5-10 mm
dia. 10-20 mm
16.8
339
5
10
15
20
0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Ku
at t
eka
n (
MP
a)
fas
dia < 5 mm
dia. 5-10 mm
dia. 10-20 mm
16.8
10
12
14
16
18
20
0 10 20 30
Ku
at
tekan
(M
Pa)
Agregat maksimum (mm)
793
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil studi ini adalah:
1. Ukuran butir batu apung mempengaruhi sifat mekanis beton ringan secara
signifikan.
2. Modulus elastisitas beton ringan agregat kasar batu apung setara dengan
separuh nilai modulus elastisitas beton normal.
3. Agregat kasar batu apung ukuran 5-10 mm optimum dan efisien digunakan
sebagai agregat kasar beton ringan, karena memberikan kuat tekan beton
ringan maksimum sebesar 16,8 MPa dengan berat semen yang diperlukan
sebesar 339 kg/m3.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini adalah sebagian dari hasil penelitian awal dengan judul
PENGEMBANGAN BETON RINGAN BERBAHAN LIMBAH BATU APUNG SEBAGAI
ELEMEN PRACETAK KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH MURAH (Low Cost Housing)
yang didanai DP2M Dikti karenanya disampaikan terimakasih atas bantuan dana
yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM C78-84, 1992, Standard Tes Method for Flexural Strength of Concrete Using
Simple Beam with Third-point loading, Annual Book of ASTM Standard,
Concrete and Aggregates, Vol. 04.02
ASTM C330-89, 1992, Specification for Lightweight Aggregate for Structural
Concrete, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Aggregates,
Vol. 04.02
ASTM C330-89, 1992, Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of
Cylinderical Concrete Specimens, Annual Book of ASTM Standard,
Concrete and Aggregates, Vol. 04.02
Campione, G., Mendola, La L.., 2004, Behaviour in Compressions of Lightweight
fiber Reinforced Concrete with Transverse Steel Reinforcement, Cement
& Composite Concrete, 26, pp. 645-656
794
Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009
Chen H.J., Yen T., Lia T.P. and Huang Y.L., 1999, Determination of the Dividing
Strength and Its Relation to the Concrete Strength in Lightweight
Aggregate Concrete, Elsevier Journal.
Haque, M.N., Al-Khaiat, H., Kayali, O., 2004, Strength and Durability of Lighweight
Concrete, Cement & Composite Concrete, 26, pp. 307-314
Owens, P.L., 1999, Structural lightweight Aggregate Concrete-the Future?,
Concrete, 33(10): 45-7
Rossignolo, J. A., Agnesini, M. V. C., 2004, Durability of polymer-modified
lightweight aggregate concrete, Cement and Concrete Composite, V 26,
pp. 375-380
Neville, A.M. and Brook J.J., 1993, Concrete Technologi, Longman, Essex, England